• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB V ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN

A. Komponen Sistem Pengendalian dan Penerapannya pada

1. Komponen Perencanaan

a. Tujuan dan Sasaran Paroki Santo Albertus Agung Jetis Yogyakarta Perencanaan mutlak perlu dalam suatu organisasi baik laba maupun nirlaba seperti Gereja atau paroki agar kegiatan yang dilaksanakan dapat mencapai tujuan yang telah ditetapkan bersama. Seluruh kegiatan terarah pada tujuan yang sama pula. Perencanaan diwujudkan secara konkrit dalam bentuk tujuan baik yang sudah dirumuskan secara tertulis maupun lisan, program kerja, anggaran dan hal-hal lain yang mendukung pelaksanaan kegiatan tersebut.

Paroki Santo Albertus Agung Jetis Yogyakarta memiliki tujuan, walaupun tujuan tersebut belum dituangkan secara tertulis dalam Pedoman Pelaksanaan Dewan Paroki (PPDP). Seperti

informasi yang disampaikan oleh Bendahara, Wakil Ketua II, dan Ketua Bidang Pewartaan sebagai berikut:

… tujuan dan sasaran paroki ini yang utama adalah ingin mengembangkan Kerajaan Allah di lingkup paroki. Kemudian juga membuat kesejahteraan dan menanggapi kebutuhan-kebutuhan di dalam paroki (8) (Bendahara). Saya lihat mestinya menurut saya itu bagaimana mengembangkan umat, memperkaya iman umat juga untuk mengembangkan paroki itu sendiri dalam arti yang luas,… mengembangkan paroki yang luas itu…juga termasuk sesuai dengan ARDAS itu, lingkungan dan sebagainya itu tidak hanya sekedar liturgi (1)…mengembangkan umat baik wawasan, kapasitas, keimanan (2) (Wakil Ketua II). Yang pertama supaya umat dapat memperoleh tujuh sakramen, pelayanan tujuh sakramen secara lengkap. Lalu yang kedua juga umat menghayati tentang kehidupan dari tujuh sakramen tersebut (1) (Ketua Bidang Pewartaan). Masing-masing informan mempunyai rumusan yang berbeda-beda tentang tujuan paroki. Berberbeda-beda lagi dengan apa yang diungkapkan oleh Ketua Bidang Liturgi dan Ketua Bidang Litbang. Mereka melihat tujuan sebagai sebuah visi misi. Berikut ungkapannya:

Visi misi itu ada sedang dalam proses dibuat, tetapi saya tidak tahu, saya ndak bisa, saya belum jelas dengan tujuan itu akan dibawa kemana, itu untuk saya masih tanda tanya (1) … mungkin sudah tetapi entahlah saya sebagai anggota Dewan Harian tidak merasa cukup terinternalisasi dengan visi misi itu. Di dalam Dewan Harian, kalau dalam konteks liturgi tidak terlalu signifikan „kan Suster, tidak terlalu terlihat antara visi misi dengan kinerja di liturgi. Tapi kalau menurut saya visi misi justru mungkin lebih banyak nampak di dinamika yang lain (2) (Ketua Bidang Liturgi). Saya belum hafal visi misi kami, baru ini saya belum hafal, memang saya sudah membaca tapi saya belum hafal (1) (Ketua Bidang Litbang).

Hal ini menunjukkan bahwa Paroki Santo Albertus Agung Jetis Yogyakarta sudah mempunyai tujuan namun belum di rumuskan secara tertulis sebagai pedoman bersama. Nampak dari ungkapan Bendahara, Wakil Ketua II dan Ketua Bidang Pewartaan bahwa tujuan paroki ini sifatnya kualitatif yakni mengembangkan Kerajaan Allah yang terwujud dalam semakin berimannya umat dan keselamatan jiwa-jiwa dengan terpenuhinya pelayanan sakramen-sakramen.

b. Rencana Kerja Paroki Santo Albertus Agung Jetis Yogyakarta Untuk mencapai tujuan tersebut, Paroki Santo Albertus Agung Jetis Yogyakarta membuat rencana kerja, yaitu program kerja strategis atau yang disebut juga program visioner dan program kerja rutin seperti yang dinyatakan oleh Wakil Ketua I, Sekretaris Paroki dan Ketua Bidang Pewartaan berikut:

… perencanaan anggaran di paroki ini, untuk program rutin biasanya kami belajar dari program tahun yang lalu jadi realitas tahun yang lalu, kemudian rencana rutin kami buat programnya 4 tahun yang lalu itu yang pertama hanya naikkan juga untuk anggarannya 10% (1) … penyusunan program visioner di sini itu sampai biasanya tahap program kerja …(3) (Wakil Ketua I).

…Program kerja rutin dan non rutin atau unggulan, kemudian nanti disusun menjadi RAPB … (16) … kalau seperti di pewartaan, baptisan itu „kan rutin, selain yang itu pewartaan ada kegiatan apa yang lain, ada program apa (17) (Sekretaris Paroki).

Paroki Santo Albertus Agung Jetis Yogyakarta menyiapkan formulir/blanko untuk menyusun program kerja, yang kemudian

dibagikan kepada tim-tim kerja untuk diisi. Setiap tim kerja mengisi formulir tersebut selanjutnya didiskusikan di bidang bersangkutan atau yang membawahi tim kerja tersebut kemudian diajukan ke Dewan Paroki dalam rapat pleno (Ketua Bidang Pewartaan, kode 3). Ketua Bidang Liturgi juga mengungkapkan hal yang serupa berkaitan dengan penyusunan rencana kerja ini (kode 63). Dalam mengisi formulir tersebut umumnya mereka menggunakan tulisan tangan atau masih manual sehingga setelah masing-masing tim kerja mengisi selanjutnya dikumpulkan ke sekretariat paroki untuk diketik ulang menggunakan komputer supaya lebih bagus atau rapi (Ketua Bidang Liturgi, kode 64 dan 65). Demikian juga dikatakan oleh beberapa informan lain: Wakil Ketua II (kode 3), Ketua Bidang Litbang (kode 2) dan Ketua Bidang Tata Organisasi (kode 7,8,9,30).

c. Anggaran Paroki Santo Albertus Agung Jetis Yogyakarta

Paroki Santo Albertus Agung Jetis juga menyusun rencana biaya untuk menjalankan program kerja berupa Rencana Anggaran Belanja (RAB). Berikut pernyataan beberapa informan:

…dari tim kerja disampaikan ketua bidang, kita bicarakan di sini, kita nilai di sini lalu setelah itu kita bawa ke pleno untuk dibahas bersama-sama (39) (Romo Kepala).

Kayak rencana pendapatan, lalu rencana belanja, kalau bahasa keuangan sejauh saya ingat, kalau istilah ini tidak salah, nanti ada rencana penerimaan paroki dari mana-mana, lalu nanti akan ada rencana pengeluaran dari program-program dewan dan segala pengeluaran paroki misalnya (61). Di budget ini seingat saya kayaknya ada

prediksi rencana penerimaan dan pengeluaran, yang ideal (62) (Ketua Bidang Liturgi).

Menurut Bendahara, paroki ini setiap tahun mempunyai Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja (RAPB) (kode 9). RAPB ini dibuat atau disusun oleh tim-tim kerja setelah mereka membuat rencana kegiatan, selanjutnya diajukan ke paroki dipresentasikan dalam rapat Dewan Pleno (kode 13). Setelah diplenokan masuk sebagai notulen Dewan Harian bersama Romo Paroki langkah berikutnya diolah dan disusun (kode 48) sehingga menjadi Rencana Anggaran Belanja (RAB) paroki yang kemudian dikirim ke keuskupan (16). Demikian juga disampaikan oleh Ketua Bidang Paguyuban dan Tata Organisasi (kode 5 dan 32) mengenai adanya pembuatan anggaran di paroki.

Selain RAB, penulis mengajukan pertanyaan kepada para informan mengenai ada tidaknya Rencana Anggaran Investasi (RAI) di Paroki Santo Albertus Agung Jetis Yogyakarta. Sebagian besar dari mereka mengatakan tidak ada investasi di paroki. Berikut pernyataan mereka:

Sepertinya tidak, RAI ndak (40) (Ketua Bidang Liurgi). Kita ini miskin belum bisa investasi (54) (Wakil Ketua II). … setahu saya Gereja Jetis belum (50). Investasinya lebih pada itu tadi iman (51) (Ketua Bidang Litbang).

Ketua Bidang Pewartaan mempunyai pendapat yang berbeda. Menurut beliau investasi ada dalam bentuk tabungan dan deposito

untuk membiayai rencana pembangunan gedung gereja pada waktu akan datang, berikut pernyataannya:

Anggaran pembangunan gereja itu ada dalam bentuk tabungan berapa, bentuk deposito berapa (49).

Dari keterangan yang diberikan oleh para informan ini, menunjukkan bahwa hanya ada penyusunan RAB untuk membiayai program kerja di paroki. Sedangkan RAI hanya untuk membiayai proyek besar seperti pembangunan gedung gereja. d. Pembuatan Program Kerja dan Anggaran Paroki Santo Albertus

Agung Jetis Yogyakarta

Dalam perencanaannya, Paroki Santo Albertus Agung Jetis Yogyakarta menyusun program kerja yang akan dilaksanakan setahun ke depan. Berikut pernyataan beberapa informan:

… setiap tahun kita menyusun (2) (Ketua Bidang Pewartaan).

… awal tahun waktu bikin program …(28) (Ketua Bidang Liturgi).

Kualitas suatu kegiatan atau program kerja juga menjadi perhatian sebagai suatu hal yang penting bagi paroki ini. Mereka selektif dalam menentukan program yang benar-benar akan dijalankan. Program kerja yang menjadi prioritas adalah kegiatan yang sungguh berbobot. Berikut pernyataan para informan mengenai hal ini:

Juga termasuk penilaian atas bagaimana kerjanya … rencana kerja yang relatif misalnya biasanya kita batasi kadang-kadang kita tolak (9). Tahun ini tahun terakhir masa

bakti barang kali kadang-kadang ada pertimbangan untuk kualitas kegiatan (10). Jadi biasanya kita menilai kualitas kegiatannya dan angarannya (40) (Romo Kepala).

Karena kadang-kadang banyak program-program yang tarik ulurnya itu sangat panjang tetapi kalau hal-hal prinsip bisa disepakati dulu di Dewan Harian, itu ketika naik ke pleno akan lebih cepat, tinggal nanti bukan berarti lalu harga mati masih terbuka untuk diskusi (19). Tetapi lalu kami di Dewan Harian pun siap dengan prinsip-prinsip, kenapa program, misalnya yang sering itu ziarah, kenapa ziarah kalau untuk orang dewasa itu kami cenderung untuk tidak memberikan subsidi tetapi kalau untuk Putra Altar kenapa gereja memberikan subsidi, nah itu ada (20) (Ketua Bidang Liturgi).

Kalau membuat program jangan banyak-banyaklah yang sekiranya betul-betul memungkinkan untuk dikerjakan (11). Oh ini ndak relevan, berarti tahun depan, atau dihapus, atau anggaran cari sendiri (13). Jadi asas kemanfaatannya seberapa tinggi nilainya (31) (Wakil Ketua II).

Paroki ini menyusun program kerja dan anggaran menggunakan sistem bottom-up, yaitu dari tim kerja kemudian diajukan kepada ketua bidang selanjutnya dibahas dalam rapat Dewan Pleno. Berikut pernyataan para informan tentang hal ini:

… dalam pleno biasanya per tim kerja dan per bidang kita bacakan, lalu bagaimana tanggapan. Lalu kita juga tawar-menawar untuk biaya, itu „kan ada dari swadaya, dari paroki dan sumber lain (8) (Romo Kepala).

Cara penyusunannya … dari tim-tim kerja, kemudian nanti kita omong, kemudian nanti …, itu disampaikan dalam pertemuan pleno, tapi sebelumnyakan ada pertemuan tim kerja dengan bidang, ketua bidang, kemudian nanti disampaikan ke pleno (4). … kita menyusun untuk rencana kerja … dengan anggaran tahun ini (6). (Ketua Bidang Paguyuban dan Tata Organisasi).

Menurut Ketua Bidang Liturgi, dalam menyusun program kerja dan anggaran mekanismenya bertahap yakni berawal dari tim kerja dan terakhir di Dewan Pleno. Ada perbedaan cara kerja yang mereka tempuh antara yang dulu dengan dua tahun terakhir ini. Proses penyusunan program kerja dan anggaran yang dulu dimulai dari tim kerja lalu ke bidang selanjutnya ketua bidang mengajukan ke Dewan Harian kemudian terakhir ke Dewan Pleno. Sedangkan cara yang ditempuh dua tahun terakhir dimulai dari tim kerja kemudian ke bidang dan selanjutnya langsung ke Dewan Pleno tanpa melewati Dewan Harian (kode 7,15,16,17). Memang ada kelebihan dan kekurangan masing-masing cara tersebut. Jika tanpa melewati Dewan Harian yaitu cara yang ditempuh sekarang maka akan ada penghematan waktu mengurangi satu kali pertemuan. Sementara jika melewati Dewan Harian yaitu cara yang ditempuh dulu akan mempercepat proses diskusi di Dewan Pleno karena sudah banyak diskusi di Dewan Harian (kode 18).

Dari pernyataan para informan di atas, secara singkat dapat dikatakan bahwa Paroki Santo Albertus Agung Jetis Yogyakarta menyusun program kerja beserta anggaran untuk satu tahun secara selektif. Program prioritas adalah program yang sangat memungkinkan untuk dijalankan dan berbobot. Penyusunan program kerja dan anggaran dengan sistem bottom-up yaitu dari tim kerja ke ketua bidang masing-masing dan selanjutnya

didiskusikan di Dewan Pleno untuk penentuan kelayakan program tersebut dijalankan.

e. Persetujuan dan Pengesahan Program Kerja dan Anggaran Paroki Santo Albertus Agung Jetis Yogyakarta

Rapat Dewan Pleno adalah forum yang menyetujui dan mengesahkan program kerja dan anggaran yang diajukan, dan pada akhirnya semua keputusan ada pada kewenangan Romo Kepala Paroki sebagai pemegang kendali tertinggi. Berikut pernyataan para informan tentang hal ini:

Biasanya kami plenokan (7). Bersama-sama (43) (Romo Kepala).

Pernyataan “bersama-sama” dari Romo Kepala mau mengatakan bahwa pengesahan dan persetujuan program kerja dan anggaran dilakukan di forum rapat Dewan Pleno.

Pengesahannya bersama-sama dalam pleno (14). …ke Dewan Pleno kemudian baru kita sahkan (50) (Bendahara). Bersama-sama (9). Siapa yang mengetok ya bersama-sama, setelah kita masing-masing presentasi (12) (Wakil Ketua II).

Dewan Paroki Pleno, forumnya di sana (8). Romo Paroki termasuk dalam Dewan Paroki Pleno (9). Ya. Forumnya di sana, bahwa yang tanda tangan nanti Romo Kepala tapi forum yang menyatakan bahwa ini disetujui atau tidak atau mungkin diharapkan ada perubahan itu di Dewan Paroki Pleno (12). Di forum Dewan Paroki Pleno (60) (Ketua Bidang Liturgi).

Program-program itu, nanti di dalam rapat pleno ditentukan disahkan di situ (9). Tapi juga ada juga yang kalau di dalam pleno itu kebetulan juga kita masuk di sana itu memang program itu nyata bisa dilaksanakan dan memang sangat

urgent sangat penting ya itu langsung kita ketok palu (10). … Jadi awal tahun sudah kita (…) direncanakan itu, nanti kalau sudah oke jadi rencana kerja ditandatangani Romo (15) (Ketua Bidang Pewartaan).

Pleno (21). … sepengetahuan saya ketika pleno dibahas di sana akhirnya disetujui tetap jalan. Jadi ketika itu bahasa ketuk palu dalam pleno … tetap jalan (23). Kalau program dan anggaran itu sudah disetujui pleno umumnya seharusnya Romo Paroki sudah memahami itu. Sudah mengetahui itu (24) (Ketua Bidang Litbang).

Dipleno (17). Pleno itu, dikeluarkan di dalam pleno nanti otomatis yang menyetujui „kan Romo Paroki (18) (Ketua Bidang Paguyuban dan Tata Organisasi).

f. Kriteria Penilai Kinerja Paroki Santo Albertus Agung Jetis Yogyakarta

Dalam menilai keberhasilan suatu program yang mereka jalankan, Paroki Santo Albertus Agung Jetis Yogyakarta menggunakan standar lisan. Paroki ini belum mempunyai kriteria penilaian (indikator) tertulis. Penilaian dilakukan saat evaluasi setelah kegiatan dilaksanakan. Evaluasi ini umumnya dilakukan ditingkat tim kerja atau kepanitiaan yang menyelenggarakan kegiatan tersebut. Ukuran keberhasilan yang mereka gunakan dilihat langsung dari hasil kegiatan tersebut. Apabila program atau kegiatan berjalan baik sesuai dengan rencana maka program tersebut dianggap berhasil dan mencapai tujuan. Berikut pernyataan para informan:

Jadi kalau itu berarti monitoring dan evaluasi, tahapnya belum sampai di sana. Monitoring dan evaluasi lalu hanya sebatas di pin yang punya program itu, kami punya indikator sendiri kalau misalnya acara entah pesertanya

berapa minatnya seperti apa, apa feedback dari mereka seperti apa tapi lebih di sana (10). Tetapi lalu maksudnya Suster adalah ada standar besar yang disepakati bersama secara umum ditingkat Dewan Paroki Pleno, sejauh saya mengikuti sepertinya belum ada (11) (Ketua Bidang Liturgi).

Paling ndak„kan diakhir tahun pasti ada rapat pleno Dewan Paroki, istilahnya pertanggungjawaban dalam setahun (19). Itu di forum nanti dibahas kira-kira kegiatan ini bisa terpenuhi „kan banyak sisi yang dilihat gitu lho (22) (Sekretaris Paroki).

Kami adakan evaluasi, kalau mau jujur ndak sampai 70% terealisasi dari program itu (4). Kayaknya selama ini belum. Belum ada standar kinerja, untuk menilai itu „kan? (59) (Wakil Ketua II).

Indikator baku ndak ada Suster (19). Indikator baku belum ada kayaknya (20) (Ketua Bidang Litbang).

Dokumen terkait