commit to user
KEBIJAKAN YUDISIAL HAKIM DALAM PENANGGULANGAN KENAKALAN ANAK
Diajukan Untuk Memenuhi Syarat
Memperoleh gelar Doktor dalam Ilmu Hukum
BUNADI HIDAYAT
NIM: T311208006
PROGRAM DOKTOR ILMU HUKUM
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
commit to user
ii Lembar Pengesahan:
DISERTASI
KEBIJAKAN YUDISIAL HAKIM DALAM PENANGGULANGAN KENAKALAN ANAK
BUNADI HIDAYAT
NIM: T311208006
Naskah Disertasi Ini Telah Diuji dan Dipertahankan Pada
Ujian Terbuka Tanggal 19 Mei 2016
Surakarta, 30 Mei 2016
Co Promotor Promotor
Prof. Dr. Supanto, S.H., M.Hum Prof.Dr. Hartiwiningsih, S.H., M.Hum NIP: 1960 1107 1986 011 001 NIP: 1957 0203 1985 032 001
Mengetahui,
Ketua Program Doktor Ilmu Hukum
Prof.Dr.Hartiwiningsih, S.H., M.Hum
commit to user
Lembar Pengesahan Penguji Disertasi
KEBIJAKAN YUDISIAL HAKIM DALAM PENANGGULANGAN KENAKALANN ANAK
BUNADI HIDAYAT
NIM: T 311208006
Surakarta, 30 Mei 2016.
Telah Disetujuhi oleh Penguji
Tim Penguji Tanda tangan
Ketua : 1.Prof. Sutarno, Drs., M.Sc., Ph.D :
Sekretaris : 2.Prof. Dr.M. Furqon Hidayatullah, M.Pd :
Anggota : 3.Prof. Dr. Hartiwiningsih, S.H., M.Hum :
4.Prof.Dr. Supanto, S.H., M.Hum :
5.Prof.Dr. H.Setiono, S.H., M.S :
6.Prof. Dr. Adi Sulistiyono, S.H., M.H :
7. Dr. Hari Purwadi, S.H., M.Hum :
8. Dr. Isharyanto, S.H.,M.Hum :
9. Prof. Dr. Didik Endro Purwoleksono, S.H.,M.H :
10. Dr. Hj Sarwirini, S.H., M.S :
Mengetahui:
Ketua Program Doktor, Dekan Fakultas Hukum,
Prof. Dr. Hartiwiningsih, S.H., M.Hum Prof. Dr. Supanto, S.H., M.Hum
commit to user
iv
PERNYATAAN
Yang bertanda-tangan di bawah ini:
N a m a : Bunadi Hidayat
NIM : T3112080006
Alamat : Jalan Merpati II/14 Wismasari, Desa Semambung, Kecamatan Gedangan,
Kabupaten Sidoarjo, Jawa-Timur.
Asal Instansi : Fakultas Hukum Universitas Sunan Giri (Unsuri) Sidoarjo
Dengan ini menyatakan dengan sesungguhnya bahwa:
1. Disertasi ini adalah asli tulisan penulis dan belum pernah diajukan untuk memperoleh
gelar akademik (Doktor Ilmu Hukum), baik di Universitas Sebelas Maret Surakarta
maupun di pergguruan tinggi lain.
2. Disertasi ini adalah murni gagasan, rumusan dan penelitian penulis sendiri, tanpa bantuan
pihak lain, kecuali arahan dari Tim Promotor.
3. Disertasi ini tidak terdapat karya atau pendapat yang telah ditulis atau dipublikasikan
orang lain, kecuali yang secara jelas dicantumkan sebagai acuan dalam naskah dengan
disebutkan nama pengarang dan judul buku aslinya dalam daftar pustaka.
4. Pernyataan ini penulis buat dengan sebenarnya dan apabila di kemudian hari ditemukan
terdapat penyimpangan, dan ketidakbenaran dalam pernyataan ini, maka penulis bersedia
menerima sanksi akademik berupa pencabutan gelar yang telah diperoleh karena
disertasi ini, serta sanksi lainnya sesuai dengan norma hukum yang berlaku di perguruan
tinggi ini.
Surakarta, 30 Mei 2016
commit to user
Persembahan
Disertasi ini dipersembahkan untuk Ayah dan Ibu yang mengukir jiwa dan ragaku,
commit to user
vi
Motto
Disertasi ini hanyalah segenggam ilmu dari Samudra ilmu Allah yang membentang begitu sangat luas. Kesombongan tidak ada manfaatnya di hadapan Allah S.W.T. Motto ini sejalan
dengan ayat Suci Al-Qur`an (Suroh Al-A’raaf 7:54)
Luasnya ilmu itu, juga diungkapkan seorang poem, Emily Dickinson: If I read a book and it makes my whole body
so cold no fire can ever warm me, I know that
is poetry. If I feel physically as if the top of my
head were taken off, I know that is poetry.
These are the only ways I know it. Is there any
other way?(the thick italic word is law and justice from the Writer)
نيملاظلا نم تنك ىنا كنحبس تنااا هلاا
Laila lailla anta subkhanaka ini kuntu minadholimin
Ilmu dan keadilan tidak pernah bertepi tetapi berperilaku adil dan arif adalah kewajiban bagi Insan yang diberi amanah untuk menegakkan hukum dan keadilan.
Sayuk Gumregut Hing Karya Mrih Luhuring Esthi Hambangun Negara (UNS) The age can be old but the crime can never be old
Ilmu, anak, keadillan adalah amanah Allloh dan amanah itu harus dipertanggungjawabkan di
hadapan Pemberi-Nya (Al-Qur`an Al-A’raaf,7:8)
On the beach at night,
commit to user UCAPAN TERIMA KASIH
Legal praxis peradilan pidana anak di Indonesia cenderung memperlakukan anak sebagai pelaku kejahatan bukan dianggap sebagai pelaku kenakalan dan acapkali dijatuhi
pidana sebagaimana yang dilakukan oleh orang dewasa. Undang-Undang RI Nomor: 35
Tahun 2014 (LN Tahun 2014, Nomor 297) tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor:
23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak hanya menyoroti posisi anak sebagai korban
tindak pidana. Padahal realitasnya, anak bisa saja berposisi sebagai pelaku kenakalan.
Pertimbangan dan diskresi hakim peradilan pidana anak memiliki fungsi yang sangat sentral
dalam memutus perkara anak karena pertimbangan dan diskresi hakim merupakan mustika
keadilan substantif dalam proses peradilan anak. Realitas ini yang mendasari penulis mengangkat “KEBIJAKAN YUDISIAL HAKIM DALAM PENANGGULANGAN
KENAKALAN ANAK” sebagai judul disertasi.
Tiada kata yang lebih tepat yang dapat penulis hadiratkan kepada Alloh S.W.T
Tuhan Yang Maha Penentu di Alam Semista ini, kecuali ungkapan puji syukur karena
dengan perjuangan yang sangat melelahkan, di saat merawat Istri penulis tercinta yang sudah
7 (tujuh) tahun terkena sakit stroke hingga mengalami disfagia, tidak dapat berbicara, di samping itu, tugas dan kewajiban penulis sebagai pendidik juga harus tetap berjalan.
Meskipun kehidupan penulis penuh diliputi rasa ketegangan, kekalutan dan kecemasan yang
berat, Alkhamdulillah penulis masih dikaruniai kekuatan oleh Alloh Yang Maha Rokhman
untuk menyelesaikan disertasi ini.
Penulis sangat menyadari bahwa disertasi ini tidak mungkin dapat terselesaikan
tanpa bantuan dan peran serta dari berbagai pihak. Untuk itu, dengan rasa tulus penulis
mengucapkan terima kasih yang setinggi-tinggginya kepada:
1. Rektor dan Wakil Rektor, Dekan beserta Wakil Dekan Fakultas Hukum Universitas
Sebelas Maret Surakarta yang telah memberi izin, memfasilitasi penulis untuk
mengikuti studi lanjut di Program Doktor llmu Hukum Universitas Sebelas Maret
commit to user
viii
2. Direktur Pascasarjana Universitas Sebelas Maret Surakarta yang telah banyak
memfasilitasi, membantu penulis untuk menyelesaikan studi Program Doktor Ilmu
Hukum di Universitas Sebelas Maret Surakarta.
3. Ibu Prof. Dr Hartiwiningsih, S.H., M.Hum selaku Promotor yang di tengah-tengah
kesibukan Beliau yang luar biasa, masih dapat meluangkan waktu untuk memberi
bimbingan disertasi ini dengan penuh tanggung jawab, kesabaran, kearifan, keikhlasan
dan ketulusan hati yang bersih.
4. Bapak Prof. Dr Supanto, S.H., M.Hum selaku Co-Promotor juga dengan penuh
tanggung jawab, kesabaran, kearifan, keikhlasan dalam membimbing, memberi referensi
yang sangat berharga dan membantu penyelesaiann disertasi ini.
5. Bapak/Ibu Tim Penguji disertasi: Prof. Sutarno, Drs., M.Sc., Ph.D, Prof. Dr. M. Furqon
Hidayatulloh, M. Pd, Prof. Dr. Hartiwiningsih, S.H., M.Hum, Prof. Dr. Supanto, S.H.,
M.Hum, Prof. Dr. H. Setiono, S.H., M.S, Prof. Dr. Adi Sulistiyono, S.H., M.H, Dr. Hari
Purwadi, S.H., M.Hum, Dr. Isharyanto, S.H., M.Hum, Prof. Dr Didik Endro Purwoleksono,
S.H., M.H, dan Dr. Hj. Sarwirini, S.H., M.S.
6. Rektor, dan Dekan Fakultas Hukum Universitas Sunan Giri Sidoarjo yang telah
memberi izin belajar kepada penulis untuk menimba ilmu di Universitas Sebelas Maret
(UNS) Surakarta.
7. Direktur, beserta Wakil Direktur, Ka-Prodi Magister Ilmu Hukum, Ka-Prodi Magister
Hukum Keluarga (Akhwal Syahsiyyah), Ka-Prodi Magister Pendidikan Agama Islam
Program Pascasarjana Universitas Sunan Giri Sidoarjo yang telah memberi Izin,
kelancaran kepada penulis untuk mengikuti studi lanjut Program Doktor Ilmu Hukum
di Universitas Diponegoro Semarang dan Universitas Sebelas Maret Surakarta.
8. Kordinator Kopertis Wilayah VII Surabaya yang telah memberi Tugas Belajar kepada
penulis untuk mengikuti studi Program Doktor Ilmu Hukum di Universitas Sebelas
Maret Surakarta.
9. Lembaga atau Institusi Pemerintah, yaitu: Dewan Perwakilan Rakyat Pusat Jakarta,
Pengadilan Negeri Surabaya, Kejaksaan Negeri Suko Manunggal Surabaya,
KAPOLRESTABES Surabaya, Balai Pemasyarakatan (Bapas) Medaeng Sidoarjo, Pusat
commit to user
dan pelayanan yang baik kepada penulis dalam melakukan penelitian untuk
kelengkapan data disertasi ini.
10. Pemerintah Negara Republik Indonesia yang telah memberi bantuan biaya pendidikan
melalui jalur BPPS untuk mengikuti studi Program Doktor Ilmu Hukum di Universitas
Diponegoro Semarang.
Ucapan terima kasih yang tidak terhingga juga secara tulus Penulis sampaikan
kepada:
1. Bapak Prof. Dr J.E. Sahetapy, S.H.,M.A selaku Guru Besar di Universitas Airlangga
Surabaya yang telah banyak memberi inspirasi, motivasi serta arahan yang sangat
berharga dan bermanfaat dalam penulisan disertasi ini.
2. Ibu Dr. Hj Sarwirini, S.H., M.S sebagai Dosen di Fakultas Hukum Airlangga Surabaya
yag dengan ikhlas, bertulus hati yang sangat dalam telah banyak memberi arahan,
dorongan, dan bimbingan kepada penulis untuk menyelesaikan disertasi ini.
3. Bapak Prof. Dr. Barda Nawawi Arief, S.H selaku Guru Besar di Universitas Diponegoro
Semarang, juga Guru Besar di Universitas Sebelas Maret Surakarta, yang telah banyak
memberi masukan, arahan, literatur, bahan-bahan hukum pidana yang lengkap dan sangat
berharga dalam penulisan disertasi ini.
4. Bapak Prof. Dr. Satjipto Rahardjjo, S.H (almarhhum) selaku Guru Besar di Universitas
Diponegoro Semarang Sang Penggagas Hukum Progresif di Indonesia yang telah
banyak memberi pencerahan (enlightment) ilmu hukum terutama pertimbangan hukum
yang bersifat sosiologis dalam konteks hukum progresif di Indonesia yang sangat
bermanfaat dan membantu pemikiran Penulis dalam menulis disertasi ini.
5. Bapak Prof. Sutandyo Wignyosoebroto, M.PA (almarhum) selaku Guru Besar di
Universitas Diponegoro Semarang juga Guru Besar Universitas Sebelas Maret Surakarta
yang telah banyak memberi pencerahan teori ilmu hukum dan sosiologi hukum sehingga
sangat membantu dalam penulisan disertasi ini.
6. Bapak Prof. Dr. B. Arief Sidharta, S.H, selaku Guru Besar di Universitas Diponegoro
Semarang, juga Guru Besar di Universitas Sebelas Maret Surakarta, yang telah banyak
memberi wawasan yang luas tentang filsafat ilmu serta filsafat hukum yang sangat
commit to user
x
Dengan lubuk hati yang sangat dalam, ungkapan terima kasih ini juga secara tulus
penulis sampaikan kepada:
1. Bapak Muljadji Guru penulis di Kelas 1 (satu) Sekolah Rakyat (Sekolah Dasar) yang
telah memberi bekal dan fondasi keilmuan kepada penulis sehingga Penulis dapat
menyelesaikan studi lanjut di tingkat akademik tertinggi pada Program Doktor Ilmu
Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta.
2. Bapak Prof. Dr.H. Muchsin,S.H.,CN (almarhum) Guru Besar di Universitas Sunan Giri Sidoarjo yang telah banyak memberi semangat dan dorongan kepada penulis untuk
menempuh studi lanjut di Program Doktor Ilmu Hukum Universitas Diponegoroo
Semarang.
3. Ibu Prof.Dr. Esmi Warassih, S.H., M.S mantan Ketua Program Doktor Ilmu Hukum
Universitas Diponegoro Semarang, yang dengan penuh liku-liku dan perjuangan yang
sangat berat, Beliau memberi hikmah dan manfaat yang sangat berharga sehingga
Alkhamdulillah penulis dapat menyelesiakan disertasi ini dengan selamat.
4. Bapak/ Ibu Dosen beserta Guru Besar penulis di Universitas Diponegoro Semarang serta
Bapak/ Ibu Dosen, Guru Besar penulis di Universitas Sebelas Maret Surakarta, seperti:
Bapak Prof. Dr Muladi, S.H, Ibu Prof. Dr. Hj Moempoeni Moelatingsih,S.H, (almarhuma)
Bapak Prof. Dr Nyoman Serikat Putra Putrajaya, S.H., M.H, Bapak Prof. Dr. Yusriyadi,
memberi bantuan, pelayanan kepada penulis untuk penyelesaian disertasi ini.
6. Teman-teman sejawat dan seperjuangan studi lanjut di S3, yaitu: Ibu Prof Dr.
commit to user
M.H, Bapak Munawar Kholil, S.H., M.H yang telah banyak berdiskusi, saling membantu,
saling menggojlok, saling memmberi dorongan serta semangat untuk menyelesaikan studi
lanjut Program Doktor Ilmu Hukum.
Ungkapan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya juga penulis
sampaikan kepada:
1. Ayahanda Soeko (almarhum) dan Ibunda Sariani (almarhuma) tercinta, Sang Pengukir
Jiwa Raga penulis, yang paling banyak berjasa memberi bimbingan hidup dengan
penuh kasih sayang, memberi bantuan material dan spiritual sehingga penulis dapat
menyelesaikan studi lanjut Program Doktor Ilmu Hukum di Universitas Sebelas Maret
Surakarta.
2. Ayahanda Mertua Moch Ikhsan (almarhum) serta Ibunda Mertua Siti Munawaroh
(almarhuma) yang juga ikut memberi dorongan dan semangat untuk menyelesaikan
studi lanjut Program Doktor Ilmu Hukum di Universitas Sebelas Maret Surakarta
3. Istri penulis Alfu Laila belahan hati, pendamping hidup penulis yang tercinta, yang
sudah banyak memberi semangat dan dorongan tanpa lelah baik material maupun
spiritual, meskipun sampai jatuh sakit, tetap bersemangat mendorong penulis untuk
menyelesaikan studi lanjut Program Doktor Ilmu Hukum di Universitas Sebelas Maret
Surakarta.
4. Saudara-saudara penulis yang penulis sayangi: kakanda Djumiati (almarhuma), Supardjo
(almarhum), kakanda Kadjin (almarhum), adinda Darmadji, Sucahnyono, S.Pd, Solikin dan
Sunawi yang juga telah banyak memberi semangat dan dorongan untuk menyelesaikan
studi lanjut Program Doktor Ilmu Hukum di Universitas Sebelas Maret Surakarta.
Semoga disertasi ini bermanfaat terhadap pengembangan hukum pidana dan bagi
penegak keadilan pidana anak
Surakarta, 30 Mei 2016
Penulis,
commit to user
B. Kebijakan Yudisial Hakim dalam Menanggulangi Kenakalan Anak Yang Berhadapan dengan Hukum Pidana ... 62
commit to user
2. Penegakan (Penanggulangan) Kenakalan Anak dalam Sistem Peradilan Pidana Anak ... 163
commit to user
b. Peranan Sekolah ( Perguruan Tinggi) dalam Penanggulangan The Juvenile Delinquency ... 200
c. Peranan Masyarakat dalam Penenggulangan the Juvenile Delinquency ... 200
d. Peranan Negara dalam Penanggulangan The Juvenile Delinquency ... 201
commit to user
C. Alasan-Alasan para Pemohon Mengajukan Permohonan Pengujian Ketentuan Pasal 96, Pasal 100, dan Pasal 101 UU Nomor: 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak ... 317
a. Politik Kriminalisasi Hakim Pejabat Pengadilan dalam UU SPPA ... 317
commit to user
c. Pengaturan Ketentuan Pidana Materiil Bagi Hakim Dalam UU
SPPA Bertentangan Dengan Pasal 1 Ayat (3), Pasal 24 Ayat (1),
Pasal 24 D Ayat (1) Dan Pasal 28I Ayat (2) UUD 1945 ... 327
D. Ketentuan Pasal 96 UU SPPA ... 330
E. Ketentuan Pasal 100 UU SPPA ... 335
F. Ketentuan Pasal 101 UU SPPA ... 336
G. Polarisasi Pemikiran Pembentuk Undang-Undang Melalui Ketentuan Pasal 96, Pasal 100, Dan Pasal 101 UU SPPA Bertentangan Dengan Hak Konstitusional Hakim Sebagai Warga Negara Maupun Sebagai Kekuasaan Kehakiman ... 339
b. Politik Kriminal dalam Perumusan Pasal 96, Pasal 100, dan Pasal 101 UU SPPA ... 365
c. Pemikiran Hakim Mahkamah Konstitusi ... 372
d. Pendapat Hukum Hakim Mahkamah Konstitusi ... 373
commit to user
2. Pendekatan Sosiologis (Sociological Approach) ... 403
C. Pertimbangan Hakim Pidana Anak ... 404
1. Pertimbangan Yuridis (Judicial Consideration) ... 404
2. Pertimbangan Sosiologis (Sociological Consideration) ... 406
3. Pertimbangan Filosofis (Philosophical Consideration) ... 450
D. Model Penyelesaian Perkara Pidana Anak ... 460
E. Model Peradilan Pidana Anak Dua Jalur (Double Tracks Criminal Justice Model for Juveniles) ... 465
1. Peradilan Anak dengan Jalur Litigasi Khusus ... 465
2. Peradilan Anak dengan Jalur Non-litigasi ... 469
a. Peradilan Restoratif untuk Anak Nakal (Restorative Justice for The Juvenile Delinquency) ... 474
commit to user
Lampiran 1: Putusan Kasus Tawon di Pengadilan Negeri Surabaya ... 535
Lampiran 2: Putusan Kasus Narkoba di Pengadilan Negeri Surabaya ... 549
Lampiran 3: Contoh Format Penelitian Kemasyarakatan (Litmas) dari Bapas ... 591
Lampiran 4: Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor: 110/PUU-X/ 2012 ... 596
commit to user perbuatan yang dinyatakan terlarang bagi anak, baik menurut peraturan perundang-undangan maupun menurut peraturan hukum lain yang hidup dan berlaku dalam masyarakat yang bersangkutan. Anak juga dapat dikatakan nakal apabila melakukan perbuatan yang apabila dilakukan orang dewasa perbuatana itu adalah kejahatan (child delinquency is a child who has done an action if it is committed by an adult person is a crime). Jadi anak nakal adalah anak yang berhadapan dengan hukum pidana (UU SPPA). Anak yang berhadapan dengan hukum pidana adalah anak yang berkonflik dengan hukum pidana. Anak yang berkonflik dengan hukum adalah yang telah berusia 12 tahun dan belum berusia 18 tahun
Anak didik: adalah anak Pemasyarakatan, anak Balai Pemasyarakatan, atau Klien Pemasyarakatan Anak.
Anak sipil: adalah anak yang tingkat kenakalannya di luar kewajaran, berdasarkan Ketetapan Pengadilan harus dibina di Lembaga Pemasyarakatan Anak, Lembaga Sosial Pemerintah atau Lembaga Sosial Swasta sampai berusia 18 tahun. Artinya anak tersebut belum melakukan tindak pidana tetapi sudah meresahkan keluarga dan masyarakat yang oleh orang tuannya diajukan permohonan ke Pengadilan untuk dijadikan anak sipil.
Anak Negara: adalah anak yang telah melakukan tindak pidana yang atas Putusan Pengadilan diserahkan ke Lembaga Pemasyarakatan Anak, Lembaga Sosial Pemerintah atau Lembaga Sosial Swasta sampai berusia 18 tahun.
Anak pidana: adalah anak yang berdasarkan Putusan Pengadilan harus menjalani pidana di Rumah Tahanan Anak.
Anjal: adalah anak jalanan, anak yang status sosial dan status kependudukannya tidak jelas.
A D R : Alternative Dispute Resolution adalah solusi penyelesaian sengketa secara alternatif atau secara mediasi, yaitu penyelesaian perkara di luar proses Pengadilan. Untuk perkara anak dapat diselesaikan melalui Peradilan Restoratif atau Peradilan Diversi di luar proses Pengadilan
Bapas: Balai Pemasyarakatan
Bispa: Bimbingan Pemasyarakatan dan Pengentasan Anak.
Berpikir miopik adalah berpikir secara sempit
B P: Bimbingan dan Penyuluhan
Budaya hukum adalah kajian hukum yang menyoroti masalah sumberdaya manusia dalam berhukum, peradaban hukum dan produk hukum.
commit to user
C E D C : Children Especially Difficult Cercumstances : adalah anak-anak yang mengalami kesulitan khusus dalam lingkungannya,
C N S P : Children in Need of Special Protection, anak-anak perlu mendapat perlindungan secara khusus.
Dinas sosial adalah kedinasan yang dilakukan oleh Dinas Kementerian Sosial, Lembaga Sosial Pemerintah dan Lembaga Sosial Swasta untuk kepentingan anak atau kesejahteraan anak.
Ex aequo et bono adalah mohon putusan yang seadil-adilnya
F G C : Family Group Conferencing adalah Kelompok Musyawarah dalam Keluarga untuk menyelesaikan perkara anak secara demokratis antar keluarga yang bersengketa untuk solusi terbaik bagi anak
Genocide : deliberate mass murder of race, people or minority group adalah pembunuhan secara masal terhadap kelompok ras, penduduk sipil dan golongan minoritas.
Geen straf zonder sculd : tiada pidana tanpa kesalahan
H. I. R : Herzine Indonesische Reglement, Hukum Acara Pidana pada masa Kolonial Belanda Hukum progresif adalah konsep hukum yang bernurani keadilan dalam masyarakat
I C: Indonesian Constitution J I S: Jakarta International School
Katar: Karang Taruna dalam masyarakat.
Keadilan substantif adalah keadilan yang bernurani
Kebijakan yudisial hakim adalah kebijakan hakim dalam menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan, menggali, mengikuti dan memahami nilai-nilai hukum dan keadilan yang hidup dalam masyarakat untuk dituangkan dalam putusan perkara yang ditanganinya.
Kebijakan legislasi: adalah kebijakan yang bersifat formal atau kebijakan yang mendasarkan ketentuan normatif
Kebijakan administratif : adalah kebijakan eksekutif yaitu kebijakan untuk melaksanakan tanggungjawab atau tugas yang telah diberikan
Kebijakan penal: adalah kebijakan untuk menjatuhkan sanksi pidana. Kebijakan ini bersifat menghukum
Kebijakan non-penal adalah kebijakan untuk menjatuhkan sanksi yang bersifat non-penal misalnya berupa tindakan yang tidak menghukum.
commit to user
xxii
bersifat pelanggaran (negligence) bukan perbuatan yang bersifat misdeed or crime (perbuatan yang bersifat kejahatan).
K H A adalah Konvensi Hak Anak (The Convention Rights of the Child)
K K N: adalah Korupsi, Kolusi dan Nepotesme
KPAI adalah Komisi Perlindungan Anak Indonesia
Kredo hukum adalah sistem keyakinan dalam berhukum
LAPAS adalah Lembaga Pemasyarakatan
LP3A adalah Lembaga Pembinaan Pemberdayaan Perempuan dan Anak
Modus operandi: cara melakukan tindak pidana
Muntatis-muntadis: secara otomatis juga terjadi yang sama
Monist hukum adalah hukum yang mengikat pada satu sistem hukum, misalnya hanya mengikat untuk orang yang kaya atau penguasa elit.
Nawa cita : Sembilan rasa
Neit ontvan kelijk verklaard : menolak surat gugatan Penggugat/ Surat Dakwaan Penuntut Umum karena surat gugatan/ surat dakwaan tidak jelas, kurang pihak , obscuur Libel
Nullum delictum nulla poena sine praevia lege: tidak ada perbuatan pidana, tida ada pidana, tanpa ketentuan undang-undang yang mengatur lebih dahulu
Ontslag van Rechtsvedrvolging: Putusan lepas dari tuntutan hukum karena Terdakwa tidak terbukti melakukan tindak pidana
Peradilan diversi adalah pengalihan penyelesaian perkara Anak dari proses peradilan pidana ke proses di luar peradilan pidana.
Peradilan restoratif adalah penyelesaian perkara tindak pidana Anak dengan melibatkan pelaku, korban, keluarga pelaku,keluarga korban, dan pihak lain yang terkait untuk bersama-sama mencari penyelesaian yang adil dengan menekankan pemulihan kembali pada keadaan semula, dan bukan pembalasan.
P Lg: Penyelesaian sengketa dengan paradigma ligtigasi
Pn Lg: Peradilan Non-litigasi
Primum remedium adalah senjata utama untuk mengatasi kriminalitas.
commit to user
R Bg: Rechtsglement voor De Buitengewesten adalah Hukum Acara Perdata R B: Reparative Board
R.I.B: Reglement Indonesia yang Di-Baharui
RPJMN: Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional
The social system: masyarakat tidak ubahnya seperti tubuh manusia memiliki bagian yang saling berhubungan satu sama lain. Masyarakat mempunyai berbagai lembaga sosial yang saling terkait dan bergantung satu-sama lain dalam kehidupan bermasyarakat
Tuna warga adalah warga yang kehilangan status warga masyarakat
UNICEF: United Nations International Children Emergency Fund UU SPPA : Undang-Undang Sistem Peradilan Pidana Anak
Ultra petita: Hakim tidak boleh memutus perkara melebihi yang diminta (termasuk yang tidak diminta) dalam pettitum atau tuntutan Jaksa Penuntut Umum
Ultimum remedium: Penyelesaian peradilan pidana/ penjatuhan sanksi pidana adalah upaya hukum yang terakhir setelah tidak ada lagi upaya hukum yang menguntungkan bagi Anak.
VOM: Victim Offender Mediation: Penyelesaian perkara pidana anak di luar proses Pengadilan yang melibatkan pihak Korban dan Pelaku tindak pidana
Wagah-wagah adalah musyawarah masyarakat desa untuk menyelesaikan sengketa dengan cara damai
W v K: Wetboek van Koophandel: Kitab UndangUndang Hukum Dagang
commit to user
commit to user DAFTAR BAGAN
Halaman
Bagan 1: Pemikiran Menski tentang Hukum Pluralism……… 80
Bagan 2: SKEMA SUSUNAN KEKUASAAN DALAM NEGARA REPUBLIK INDONESIA……… 82
Bagan 3: Diskripsi Legal Order Negara Republik Indonesia …………. 85
Bagan 4: Penegakan Hukum Pidana di Indonesia……… 88
Bagan 5: Sistem Peradilan Pidana di Indonesia……… 98
Bagan 6: Deskripsi Pendekatan Hukum Progresif dalam Peradilan Pidana Anak ……….. 142
Bagan 7: Diskripsi Peradilan Pidana Anak ……….. 145
Bagan 8: Analisis Data Penelitian……… 153
Bagan 9: KERANGKA PEMIKIRAN KEADILAN SUBSTANTIF PIDANA ANAK………. 161
Bagan 10 : LEMBAGA PENGADILAN KHUSUS……… 164
Bagan 11 : STRUKTUR ORGANISASI LP3A SIDOARJO………… 192
Bagan12: BEKERJANYA SISTEM HUKUM……… 204
Bagan13: STRUKTUR BADAN PERADILAN DI INDONESIA PASCA AMANDEMEN UU DASAR 1945……… 237
commit to user
xxvi
Bagan16 : SISTEM PENEGAKAN HUKUM PIDANA TERPADU
(THE ENFORCEMENT OF INTEGRATED CRIMINAL
JUSTICE SYSTEM) ……….. 241
Bagan 17: ALUR PROSES PEMERIKSAAN PIDANA……… 242
Bagan 18: FUNGSI LEGAL CULTURE ………. 257
Bagan 19: Bagan Teori Tacott Parsons (Sibernetika) ……… 259
Bagan 20 : PROSES PERADILAN ANAK……… 264
Bagan 21 : SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK TERPADU (INTEGRATED CRIMINAL JUSTICE SYSTEM OF THE CHILD)………… 272
Bagan 22: KEBIJAKAN YUDISIAL HAKIM PIDANA ANAK … 282
Bagan 23 a: Model Proses Pemeriksaan Perkara Khusus Pidana Anak ……….. 467
commit to user DAFTAR METRIKS
Halaman
Metriks 1 : Karya Ilmiah Yang Memiliki Relevansi Dengan Penelitian
Desertasi……… 33
Metriks 2 : Konsep Hukum Yang Diperlukan Dalam Peradilan Anak…… 119
Metriks 3 : PERGESERAN PARADIGMA DALAM HUKUM
PIDANA TENTANG KEADILAN ………. 131
Metriks 4 : PERBANDINGAN ANTARA MUATAN UNDANG-
UNDANG RI NOMOR 3 TAHUN 1997 TENTANG
PENGADILAN ANAK DAN MUATAN UNDANG-
UNDANG RI NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG
SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK ……….. 288
commit to user
xxviii
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 1 : ANGKA PERCERAIAN KARENA GUGATAN
DAN PENJATUHAN TALAQ TAHUN 2012-
2014………. 49
Tabel 2a : SEPULUH BESAR JENIS TINDAK PIDANA
YANG DILAKUKAN ANAK DI BAWAH
USIA 18 TAHUN DI PENGADILAN NEGERI
SURABAYA TAHUN 2005 –2007……… 168
Tabel 2b : SEPULUH BESAR JENIS TINDAK PIDANA
YANG DILAKUKAN ANAK DIBAWAH USIA
16 TAHUN DI PENGADILAN NEGERI
SURABAYA TAHUN 2008 –2009……… 169
Tabel 3 : Kasus Perkara Pidana Anak di Kejaksaan Negeri Surabaya
Tahun 2008 – 2009……… 183
Tabel 4 : Kasus Perkara Anak di Polrestabes Surabaya
Tahun 2008 – 2009………. 186
Tabel 5 : PERKARA PIDANA ANAK YANG DIMINTAKAN
LITMAS DI BAPAS MEDAENG SURABAYA
commit to user DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 1 : Ruangan Khusus Persidangan Anak di Pengadilan
Negeri Surabaya……… 165
Gambar a : Suasana Persidangan Anak……… 165
Gambar b : Suasana di Luar Persidangan Anak Setelah Sidang Anak… 165
Gambar c : Denah Ruang Sidang Anak di Pengadilan
Negeri Surabaya……… 166
Gambar 2 : Nenek Asyani Divonnis Pengadilan Negeri
Situbondo ……….. 308
Gambar 3 : Forum Komite Rekonsiliasi Penyelesaian Pelanggaran
HAM Berat ……….. 370
Gambar 4 : Contoh Siswa Hamil di Suatu SMA Negeri Surabaya……… 385
Gambar 5 : Contoh Siswa Berpacaran di Suatu Tempat di Surabaya… 386
Gambar 6 : 345 KENDARAAN BERMOTOR YANG
BERKENALPOT BRONG YANG DISITA
POLISI PADA SAAT MENYAMBUT PESTA
TAHUN BARU TAHUN 2014……….. 424
Gambar 7a : Remaja Yang Berurusan Dengan Hukum Karena Ngebut Di
Jalan Raya……… 425
Gambar 7b : Remaja Bersama Ayah Berhadapan Dengan Hukum Karena
Ngebut Di Jalan Raya……… 426
Gambar 7c : Remaja Diadili Karena Ngebut Di Jalan Raya……… 426
commit to user
xxx
Gambar 9 : Remaja Yang Terlibat Perkelahian (Tawuran)
Di Tempat Umum ……… 427
Gambar 10 : RUANG SIDANG ANAK ……….. 464
Gambar 10 a : Bentuk Ruang Musyarah Peradilan Restoratif ……… 476
Gambar 10 b : Suasana Musyawarah Peradilan Restoratif……… 477
Gambar 11a : Bentuk Ruang Musyawarah Peradilan Diversi……….. 483
commit to user DAFTAR SKEMA
Halaman
Skema 1 : Mekanisme Peradilan Restoratif Anak……….. 479
Skema 2 : Skema Peradilan Diversi 1 ……….. 486
Skema 3 : Skema Peradilan Divers 2 ……….. 487
commit to user
xxxii
KEBIJAKAN YUDISIAL HAKIM DALAM PENANGGULANGAN KENAKALAN ANAK
ABSTRAK
Tujuan penelitian untuk menganalisis kausalitas kenakalan anak yang berhadapan dengan hukum pidana, mendiskripsikan kebijakan hakim yang dapat mencerminkan keadilan substtantif, menentukan model kebijakan hakim yang mencerminkan keadilan substantif.
Penelitian ini adalah penelitian socio-legal dengan pendekatan doktrinal menganalisis bahan hukum primer, bahan hukum sekunder baik berupa putusan hakim, undang-undang, bekerjanya sistem hukum peradilan pidana anak maupun peraturan perundang-undangan dan pendekatan nomologik (non-doktrinal), menganalisis pertimbangan hakim, personal behavior hakim, faktor internal dan eksternal hakim, paradigma berpikir hakim dalam membuat pertimbangan hukum pidana anak, dikaitkan dengan konsep hukum progresif untuk menentukan model kebijakan hakim yang dapat mencerminkan keadilan substantif.
Temuan-temuan pada akhirnya menghasilkan kesimpulan sebagai berikut: (1). sistem hukum peradilan pidana anak tidak bekerja efektif, tidak ada rumusan delik materiil yang tegas dalam Undang-Undang Sistem Peradilan Pidana Anak, tidak ada keseimbangan antara sistem hukum pidana anak dan sistem sosial dalam masyarakat. Kenakalan anak bisa terjadi karena lemahnya faktor internal anak, kuatnya faktor eksternal dan faktor kriminogen lain, seperti: kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, sistem perekonomian negara yang tidak stabil, kehidupan berpolitik yang carut-marut, merosotnya nilai keadilan dalam hukum pidana anak, belum ada sanksi pidana yang tegas terhadap aparat pernegak hukum yang terbukti bersalah dalam menerapkan hukum pidana termasuk tidak melaksanakan peradilan diversi untuk anak, gagalnya fungsi pembinaan anak dari orang tua, masyarakat, Lembaga Pemasyarakatan Anak, dan pemerintah; (2). hakim belum mempertimbangkan hasil litmas dari Bapas secara optimal dalam putusannya. Lembaga Peradilan Khusus untuk Anak belum dibentuk, praktik peradilan anak masih bergabung menjadi satu dengan praktik peradilan umum. Paradigma berhukum di kalangan para penegak hukum (penyidik, penuntut umum, hakim, petugas Lembaga Pemasyarakatan Anak), masih heterogen. Hakim lebih mengedapankan pertimbangan normatif daripada pertimbangan sosiologis dan filosofis. Ajaran hukum murni Hans Kelsen “Reine
Rechtslehre”, masih dijadikan causa prima hukum oleh para Penegak hukum Pidana Anak
dalam menanggulangi kenakalan anak, kebenaran hukum pidana formil masih dianggap sebagai dokumen yang absolut oleh para penegak hukum pidana anak.; (3).model kebijakan hakim yang dapat mencerminkan keadilan substantif adalah Model Kebijakan Peradilan Anak Dua Jalur (Double Tracks Criminal Justice System for Juveniles Delinquency)
commit to user
THE JUDGE’S JUDICIAL POLICY IN SETTLING JUVENILE DELINQUENCY
ABSTRACT
The aim of research is to analytic the cause of juvenile delinquency which against the
criminal law, describing the judge’s policy that enables to mirror the substantial justice,
defining model of the judge’s policy which enables to mirror the substantial justice.
This research is a socio-legal by doctrinal approach analyzing the primary legal
material, secondary legal material whether it is in judge’s decision, constitutions nor rules of
constitutions and nomologic (non-doctrinal) approach analyzing the judge’s behavior ,the
judge’s internal and external factors, the judge’s considerations in making decision of criminal
legal consideration for Juvenile delinquency dealing with the progressive legal concept to find
the model of the judge’s policy which enables to mirrorize the substantial justice for juveniles.
The final result of this research has shown up the findings as follows: (1).the legal system of tribunal criminal justice for juveniles does not work effectively, there is no a strictly formulation of material legal action (strictly material delict) in the constitution of tribunal criminal justice system for juveniles, no a balance or harmonization between the legal system of juvenile criminal law and the social system in society. Juveniles delinquency may occur because
of the weakness of internal factors of juveniles and it’s strength of external factors of juveniles
and other criminological factors, such as: the effect of modernization of science and technology, the instability of economical system of a country, the disorder of socio-political behavior of a country, the declination of the justice values in criminal justice system of juveniles, there is no a penal sanction among the apparatus of legal enforcement, such as: investigators, prosecutors, judges, legal officers in prisons, attorneys (lawyers) who have committed mal-judicial praxis including the judges who do not consider the result of legal research in society which has been reported by the social workers from the Hall of Society, neither hold the diversion justice, the failure of parents, Social Institutions and the government in holding the guidance and counseling for juveniles; (2).a view of judges do not consider optimally the result of social research from the Hall Society in their decisions. The Special Court for Juveniles Delinquency has not been built that the legal praxis for juveniles must be combined in one, in general courts. The paradigms of legal officers for juvenile delinquency has still looked heterogeneously. They more facedly considered the normative aspects than the sociological ones. The legal doctrine from Hans
Kelsen “Reine Rechtslehre (the pure legal doctrine) has been firstly considered in legal
settlement for juvenile delinquency, legal formal criminal truth has been considered as absolutely document by the legal officers in law enforcement for juvenile delinquency; (3).the model policy which enables to grab the substantial justice for juvenile delinquency is Double Tracts Criminal Justice System for Juvenile Delinquency Model.
Key words: the cause of juvenile delinquency, the judge’s judicial policy, and the model of
commit to user