• Tidak ada hasil yang ditemukan

UPAYA MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA PADA KONSEP ENERGI DAN PENGGUNAANNYA MELALUI PENDEKATAN KONSTRUKTIVISME

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "UPAYA MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA PADA KONSEP ENERGI DAN PENGGUNAANNYA MELALUI PENDEKATAN KONSTRUKTIVISME"

Copied!
212
0
0

Teks penuh

(1)

MELALUI PENDEKATAN KONSTRUKTIVISME

( Penelitan Tindakan Kelas Pada Sekolah MI.Al-

Ma’arif

Kalibaru Cilincing Jakarta Utara)

Skripsi

Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan

Untuk Memenuhi Syarat Mencapai Gelar Sarjana

Pendidikan

Oleh:

NURHAYATI

809018300889

PROGRAM ONE MODE

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU MADRASAH IBTIDAIYAH JURUSAN KEPENDIDIKAN ISLAM

FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

2014

(2)
(3)
(4)
(5)

Saya yang bertanda tangan dibawah ini,

Nama : Nurhayati

Tempat, Tanggal Lahir : Pandeglang, 15 Agustus 1972

NIM : 809018300889

Jurusan / Prodi : PGMI ( One Mode )

Program : Reguler

Judul Skripsi : UPAYA MENINGKATKAN HASIL

BELAJAR SISWA PADA KONSEP ENERGI

Dan PENGGUNAANNYA MELALUI

PENDEKATAN KONSTRUKTIVISME

Pembimbing : 1.Erina Hertanti, M.Si

Dengan ini menyatakan bahwa skripsi yang saya buat benar- benar hasil karya

sendiri dan saya bertanggung jawab secara akademis atas apa yang saya tulis.

Pernyataan ini dibuat sebagai salah satu syarat Untuk Memenuhi Syarat Mencapai

Gelar Sarjana pendidikan ( S1 )

Jakarta, 19 Juni 2014 Mahasiswa Ybs

Nurhayati

NIM.809018300889

Hal : 1/1

SURAT PERNYATAAN KARYA SENDIRI

(6)

i

Nurhayati (809018300889) Upaya peningkatan hasil belajar siswa pada konsep

energi dan penggunaannya dengan menggunakan model pembelajaran pendekatan konstruktivisme Pendidikan IPA Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 2014

Tujuan ini adalah untuk mengetahui peningkatan hasil belajar siswa pada konsep energi dan penggunaannya dengan model pembelajaran pendekatan konstruktivisme penelitian ini dilakukan di kelas IV MI. Al-Ma’arif Kalibaru Cilincing Jakarta Utara Tahun 2013-2014.

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian tindakan kelas (PTK) yang terdiri dari empat tahap yaitu perencanaan, pelaksanaan, observasi dan refleksi. Instrumen penelitian yang digunakan adalah lembar observasi, proses pembelajaran pretest dan postest, LKS / tes soal

Hasil penelitian mengungkapkan bahwa pembelajaran menggunakan model pendekatan konstruktivisme dapat meningkatkan hasil belajar IPA siswa kelas IV MI. Al-Ma’arif. Hasil ini dibuktikan dengan adanya peningkatan rata –rata hasil belajar siswa siklus I dengan nilai 71,3 siklus II dengan 77,6. Secara umum kesimpulan ini adalah hasil belajar IPA siswa khususnya konsep energi dan penggunaannya dapat ditingkatkan melalui model pembelajaran pendekatan konstruktivisnme.

Kata kunci : Pendekatan konstruktivisme hasil belajar IPA konsep energi dan penggunaannya

(7)

ii

Nurhayati ( 8090183008890) efforts The result to Improve student learning

outcomes on the concept of energy and its use by using constructivism” learning model. Faculty of Science Education and Teacher Training Tarbiyah UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 2014

The purpose of this is to determine the learning outcome of students on the concept of energy and its use with a constructivist approach of learning models, This research was conducted in the fourth grade MI.Al-Ma’arif Kalibaru Cilincing North Jakarta Yeart 2013-2014.

The method used in this reseach is a classroom action research ( CAR), which consists of four phases: planning, action,observation and reflection. The research instrument used is the observation sheet pretest and posttest learning process, LKS / test question

The results of the study revealed that the learning model constructivist approach, can improve learning outcomes of students in fourth grade science MI.Al-ma’arif. This result is evidenced by an increase in average student learning outcomes of the cycle one (I) with the value of 71.3 and cycle two (II) with 77.6. in general this conclusion is the result of particular students learn science concepts of energy and its use can be improved through learning model constructivist approach.

Keywords : constructivist approach to science learning outcomes concept of energy and it use

(8)

iii

KATA PENGANTAR

Alhamdu lillaahi Robbil’aalamiin. Segala puji kehadirat Illahi Rabbi. Allah SWT. Karena telah memberikan segala Karunia nikmat Iman, nikmat Islam dan

nikmat Kesehatan. Karna atas Rahmat dan HidayahNya. Maka skripsi yang

berjudul Upaya Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Pada Konsep Energi dan

Penggunaannya Melalui Pendekatan Konstruktivisme .

ini dapat diselesaikan.

Shalawat dan salam senantiasa dicurahkan kepada Nabi Muhammad SAW.

Beserta seluruh keluarga, sahabat dan para pengikutnya sampai akhir zaman.

Penulisan skiripsi ini merupakan salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana

Pendidikan pada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam Negri

(UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

Disadari sepenuhnya bahwa kemampuan dan pengetahuan, penulis sangat

terbatas maka dengan adanya bimbingan, pengarahan dan dukungan dari berbagai

pihak sangat membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. Untuk itu

penulis mengucapkan terima kasih yang sedalam –dalamnya pada yang terhormat: 1. Dra. Nurlena Rifa’i MA. Ph. D Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan

( FITK) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Para Pembantu Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan (FITK) UIN

Syarif Hidayatullah Jakarta

3. Bapak Fauzan, MA sebagai Ketua Program Studi Pendidikan Guru Madrasah

Ibtidaiyah, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan (FITK) UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta

4. Ibu Erina, M.Si Selaku pembimbing yang selalu memberikan bimbingan dan

pengarahan dalam penulisan skripsi.

5. Bapak Iwan Permana Swarna, M.Pd Selaku dosen penguji yang telah

membantu saya dengan baik

6. Ibu Baiq Hana Susanti, M.Sc Selaku dosen penguji yang telah membantu saya

dengan baik

(9)

iv

7. Bapak dan Ibu Dosen Fakultas Tarbiyah dan Keguruan ( FITK ) yang telah

memberikan ilmunya kepada penulis, semoga Bapak dan Ibu dosen selalu

dalam lindungan Allah S.W. T. Sehingga ilmu yang telah diberikan dapat

bermanfaat dikemudian hari .

8. Bapak H. Saeful Bahri S.Pd.I selaku kepala MI Al-Ma’arif yang telah memberikan motivasi dan banyak membantu selama penelitian berlangsung

9. Ibunda dan keluarga tercinta atas motivasi yang luar biasa atas limpahan dan

kasih sayang yang diberikan dan atas kesabarannya.

10.Suami tercinta atas motivasi yang luar biasa atas limpahan dan kasih sayang

yang diberikan dan atas kesabarannya.

Jakarta 19 Juni 2014

Penulis

(10)

v

HALA MAN JUDUL

LEMBAR PENGESAHAN PEMBIMBING

LEMBAR PENGESAHAN PENGUJI

SURAT PERNYATAAN KARYA SENDIRI

ABSTRAK ... i

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR TABEL ... ix

DAFTAR GAMBAR ... x

DAFTAR LAMPIRAN ... xi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Identifikasi Area dan Fokus Penelitian ... 3

C. Pembatasan Fokus Penelitian ... 4

D. Perumusan Masalah Penelitian ... 4

E. Tujuan Penelitan ... 4

F. Manfaat Penelitian ... 4

BAB II KAJIAN TEORITIK DAN PENGAJUAN KONSEPTUAL INTERVENSI TINDAKAN A. AcuanTeori Area dan Fokus yang Diteliti ... 5

1. Pendekatan Konstruktivisme ... 5

a. Pengertian Pendekatan ... 5

b. Pengertian Konstruktivisme ... 8

c. Pendekatan Konstruktivisme ... 9

d. Teorikonstruktivisme ... 10

(11)

vi

pembelajaran IPA ... 12

b. Paradigma Konstruktivisme Dalam Pembelajaran .. 15

c. Implementasi dan Implikasi Konstruktivisme Dalam Pembelajaran IPA ... 16

3. Kajian Toeritik ... 22

a. Pengertian Belajar ... 22

b. Hasil Belajar ... 27

c. Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Hasil Belajar 29

4. Hasil Penelitian yang Relevan ... 30

B. Kerangka Berfikir ... 32

C. Hipotesis Tindakan ... 33

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Tempat dan Waktu Penelitian ... 34

B. Metodel Penelitian dan Desain Interverensi Tindakan ... 34

C. Subjek / Partisipan yang terlibatdalam Penelitian ... 35

D. Peran dan Posisi Peneliti dalam Penelitian ... 35

E. Tahapan Interverensi Tindakan ... 36

F. Hasil Intervensi Tindakan yang Diharapkan ... 37

G. Teknik Pengumpulan Data ... 37

H. Data dan Sumber Data ... 37

I. Instrumen Pengumpulan Data ... 37

J. Kalibrasi Instrumen ... 41

1. Instrumen Tes ... 42

A.Validitas Soal ... 42

a. Uji Validitas ... 42

b. Uji Reliabilitas Soal Tes ... 43

c. Uji Taraf Kesukaran ... 45

d. Daya Pembeda ... 46

(12)

vii

2. Teknik Analisis Data Tes Non Tes ... 48

L. Indikator Keberhasilan ... 49

BAB IV DESKRIPSI ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN

A.Deskrifsi Data ... 50

1.Temuan Hasil Penelitian ... 50

Siklus I ... 50

a. Perencanaan ... 50

b. Tindakan ... 51

c. Pengamatan ... 53

d. Hasil Tes Belajar IPA ... 53

e. Hasil Observasi Kegiatan Siswa ... 54

f. Hasil Observasi Kegiatan Guru ... 54

g. Refleksi ... 56

h. Keputusan ... 57

Siklus II ... 57

a. Perencanaan ... 58

b. Tindakan ... 58

c. Pengamatan ... 60

d. Hasil Tes Kemampuan Siswa . ... 61

e. Hasil Observasi Kegiatan Siswa ... 61

f. Hasil Kegiatan Observasi Kegiatan Guru ... 62

g. Refleksi ... 63

h. Keputusan ... 64

B.Pembahasan ... 64

(13)

viii

B. Saran ... 67

C.

DAFTAR PUSTAKA ... 68

LAMPIRAN -LAMPIRAN

(14)

ix

Tabel 3.1 Kisi-kisi Instrumen IPA ... 38

( Energi dan Kegunaannya ) Siklus I Tabel 3.1 Kisi-kisi Instrumen IPA ... 39

( Energi dan Kegunaannya ) Siklus II Tabel 3.2 Hasil Uji Validitas Instrumen Siklus I ... 42

Tabel 3.3 Hasil Uji Validitas Instrumen Siklus I ... 42

Tabel 3.4 Kriteria Reliabilita ... 43

Tabel 3.5 Hasil Uji Reliabilitas Instrumen Siklus I ... 44

Tabel 3.6 Hasil Uji Reliabilitas Instrumen Siklus II ... 44

Tabel 3.7 Hasil Uji Taraf Kesukaran Instrumen Siklus I…………... 45

Tabel 3.8 Hasil Uji Taraf Kesukaran Instrumen Siklus II…………... 45

Tabel 3.9 Hasil Uji Daya Pembeda Siklus I……… 46

Tabel 3.10 Hasil Uji Daya Pembeda Siklus II………. 46

Tabel 3.11 Klasifikasi Kegiatan Guru……… 48

Tabel 3.12 Kriteria Nilai Presentase Instrumen Non Tes…………... 49

BAB IV Tabel 4.1.Data Hasil Belajar IPA Siswa Pada Siklus I…………... 54

Tabel 4.2 Hasil Observasi Kegiatan Siswa Pada Siklus I…………... 54

Tabel 4.3 Data Observasi Kegiatan Guru Pada Siklus I……… 55

Tabel 4.4 Data Hasil Belajar IPA Siswa Pada Siklus I ……… 61

Tabel 4.5 Hasil Observasi Kegiatan Siswa Pada Siklus II…………... 62

Tabel 4.6 Hasil Observasi Kegiatan Guru Pada Siklus II…………... 63

(15)

x

Gambar 3.2 Tahapan Intervensi Tindakan……….. 36

(16)

xi

Lampiran 2 ... 90

Kisi – kisi Penulisan Naskah Soal Beserta Kunci Jawaban

Lampiran 3 ... 99

Uji Instrumen Soal Penelitian Siklus 1

Lampiran 4 ... 102

Uji Instrumen Soal Penelitian Siklus 2

Lampiran 5 ... 105

Daftar Nilai Pretest dan Postest Siklus 1

Lampiran 6 ... 106

Daftar Nilai Pretest dan Postest Siklus 2

Lampiran 7 ... 108

Lembar Observasi Guru Siklus 1

Lampiran 8 ... 109

Lembar Observasi Siswa Siklus1

Lampiran 9 ... 112

Lembar Observasi Guru Siklus 2

Lampiran 10 ... 113

Lembar Observasi Siswa Siklus 2

Lampiran 11 ... 117

Tabel Nilai Hasil Observasi Siswa Siklus 1

Lampiran 12 ... 118

Tabel Nilai Hasil Observasi Guru Siklus 1

Lampiran 13 ... 119

Tabel Nilai Hasil Observasi Siswa Siklus 2

Lampiran 14 ... 120

Tabel Nilai Hasil Observasi Guru Siklus 2

(17)

xii

Lampiran 16 ... 123

Skor Data Dibobot Siklus 1

Lampiran 17 ... 124

Reliabilitas Tes Siklus 1

Lampiran 18 ... 125

Kelompok Unggul dan kelompok Asor Siklus1

Lampiran 19 ... 127

Daya Pembeda Siklus 1

Lampiran 20 ... 128

Tingkat Kesukaran Siklus 1

Lampiran 21 ... 129

Korelasi Skor Butir Dengan Sekor Total Siklus 1

Lampiran 22 ... 130

Kualitas Pengecoh Siklus 1

Lampiran 23 ... 131

Rekap Nilai Analisis Butir Soal Siklus 1

Lampiran 24 ... 132

Data Mentah Anates Siklus 2

Lampiran 25 ... 133

Skor Data Dibobot Siklus 2

Lampiran 26 ... 134

Reliabilitas Tes Siklus 2

Lampiran 27 ... 135

Kelompok Unggul dan Kelompok Asor Siklus 2

Lampiran 28 ... 136

Daya Pembeda Siklus2

Lampiran 29 ... 137

Tingkat Kesukaran Siklus2

(18)

xiii Kualitas Pengecoh Siklus2

Lampiran 32 ... 140

Rekap Nilai Analisis Butir Soal Siklus 2

Lampiran 33 ... 141

Lembar kerja Siswa Siklus 1 dan 2

Lampiran 34 ... 157

Gambar Kegiatan Belajar Mengajar

Lampiran 35 ... 168

Sub Materi Pokok

Lampiran 36………173

Soal LKS Siklus 1 dan 2

Lampiran 37 ... 182

Daftar Uji Reverensi

Lampiran 38 ... 187

Surat Keterangan Izin Penelitian dari UIN

Lampiran 39 ... 188

Surat Keterangan Pelaksanaan Penelitian dari Sekolah

Lampiran 40 ... 189

(19)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Saat ini teknologi berkembang sangat pesat, maka hal ini harus diikuti

dengan peningkatan mutu pendidikan. Pelajaran IPA merupakan salah satu

pelajaran yang mendasari berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi serta

berperan penting dalam memajukan daya pikir manusia. Untuk menguasai dan

menciptakan teknologi dimasa depan diperlukan penguasaan pelajaran IPA sejak

dini. Demikian juga halnya dengan pelajaran IPA, peningkatan mutu pendidikan

IPA mutlak diperlukan namun perlu disadari bahwa peningkatan mutu pendidikan

IPA tidak dapat terwujud tanpa adanya peningkatan proses pembelajaran IPA.

Pembelajaran IPA sangat erat hubungannya dengan memahami dan

menanggapi pemahaman fisik dalam lingkungan fisik disekelilingnya. Artinya

pada pembelajaran IPA siswa harus aktif secara mental membangun struktur

pengetahuan berdasarkan pengalaman. Namun kenyataannya di lapangan dalam

proses pembelajaran IPA terkadang mengalami hambatan –hambatan, misalnya

media dan alat peraga, pendukung pembelajaran yang minim serta pemilihan dan

penggunaan metode pembelajaran yang tidak tepat.

Dari hasil observasi yang peneliti lakukan di MI.Al-Ma’arif Kali Baru,

Cilincing Jakarta Utara ditemukan bahwa siswa kurang berminat dalam belajar

IPA, khususnya pada konsep energi dan kegunaannya dikelas IV semester II. Ini

terlihat dari hasil nilai ulangan harian dimana nilainya dibawah 60% ( di bawah

nilai KKM ).

Rendahnya hasil belajar siswa ini disebabkan oleh beberapa hal. Pertama

metode yang digunakan oleh guru-guru MI.Al-Ma’arif dalam proses pembelajaran

umumnya adalah metode ceramah dan pembelajaran yang hanya meliputi siswa

datang, duduk dan menulis materi yang telah dituliskan dipapan tulis atau yang

didikte oleh guru,mendengarkan guru menjelaskan materi dan mengerjakan tugas.

1

(20)

Pembelajaran seperti ini akan menimbulkan kondisi jenuh, membosankan

monoton dan kurang direspon oleh siswa yang berujung pada tidak maksimalnya

pemahaman siswa terhadap materi. Kedua guru kurang melakukan apersepsi

terhadap siswa, sehingga peran aktif siswa dalam mengkonstruksi

pengetahuannya masih kurang bermakna, sehingga perlu adanya kolaboratif

antara guru dan siswa. Ketiga kurangnya kemampuan guru untuk menggali

pengalaman siswa yang berhubungan dengan materi pembelajaran dengan fakta di

lapangan yang sering dijumpai siswa. Serta guru umumnya belum mampu

mengunakan metode pembelajaran yang mudah, nyaman, dan menyenangkan,

dan tidak melibatkan siswa untuk aktif dalam proses belajar mengajar sehingga

pembelajaran tidak tepat sasaran, dan mengakibatkan tidak tercapainya materi dan

tujuan pembelajaran secara optimal.

Berdasarkan fakta- fakta di atas, perlu diciptakan kondisi yang efektif,

kondusif dan kreatif, dan bagaimana agar siswa tidak jenuh dan bosan dalam

mengikuti proses pembelajaran. Pendekatan konstruktivisme diharapkan dapat

menjadi solusi terhadap permasalahan yang ada di MI.Al-Ma’arif Kalibaru

Cilincing Jakarta Utara. Pendekatan konstruktivisme sangat menarik bila

diterapkan dalam proses pembelajaran IPA khususnya pada konsep energi dan

penggunaannya, karena sesuai dengan karakteristik konstruktivisme itu sendiri.

yaitu melibatkan siswa untuk berperan aktif dalam mengikuti proses

pembelajaran. Sehingga siswa menjadi lebih kreatif dan termotivasi dalam

mengikuti proses pembelajaran.1 Karena pada dasarnya model pembelajaran

dengan pendekatan konstruktivisme ini sifatnya lebih memfokuskan pada

kesuksesan siswa dalam mengorganisasikan pengalaman mereka. Dengan kata

lain kegiatan pada pembelajaran IPA dengan model konstruktivisme selalu

mengembangkan mind-onnya artinya memberikan kesempatan pada siswa untuk

melakukan dialog dengan guru dan juga temannya serta mengembangkan

kemampuan berpikirnya.2 Misalnya, pada konsep energi dan penggunaannya,

1

Hasil observer

2

Nana Djumhana, Pembelajaran Ilmu Pengetahuan Alam, (Jakarta: Direktorat Jenderal Pendidikan Islam Departemen Agama RI, Cet.Pertama, 2009), h.58

(21)

siswa didorong untuk mengungkapkan pengetahuan awal terkait sumber energi

yang sering digunakan di rumah.

Demikan juga pengembangan hands-on, artinya siswa menjadi terampil

mengembangkan kegiatan manipulatif dengan tangan dan keterampilan motorik

yang memungkinkan organ indranya melakukan fungsi observasi dan pengalaman

secara langsung.3 Misalnya, peserta didik dapat mengamati energi angin yang

dapat menggerakan baling –baling dan model kincir yang dibuat.

Melalui penerapan model konstruktivisme diharapkan hasil belajar siswa

akan lebih meningkat, serta membuat siswa percaya diri dalam mengembangkan

kemampuannya secara menyeluruh dan terpadu. Oleh karena itu peneliti perlu

mengupayakan peningkatan hasil belajar siswa dengan menggunakan metode

pendekatan konstruktivisme dalam pembelajaran IPA. Khususnya pada materi

energi dan penggunaannya. Berdasarkan masalah diatas maka peneliti tertarik

untuk melakukan penelitian dengan judul “Upaya Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Pada Konsep Energi dan Penggunaannya Melalui Pendekatan

Konstruktivisme.

B. Identifikasi Area dan Fokus Penelitian

Berdasarkan latar belakang masalah yang diuraikan di atas, maka dapat

diidentifikasi beberapa permasalahan sebagai berikut:

1. Metode yang digunakan oleh guru-guru MI.Al-Ma’arif dalam proses

pembelajaran umumnya adalah metode ceramah dan pembelajaran yang hanya

meliputi siswa datang, duduk dan menulis materi yang telah dituliskan

dipapan tulis atau yang didikte oleh guru, mendengarkan guru menjelaskan

materi dan mengerjakan tugas.

2. Guru kurang melakukan apersepsi terhadap siswa, sehingga peran aktif siswa

dalam mengkonstruksi pengetahuannya masih kurang bermakna

3

Ibid, h.58

(22)

3. Kurangnya kemampuan guru untuk menggali pengalaman siswa yang

berhubungan dengan materi pembelajaran dengan fakta di lapangan yang

sering dijumpai siswa

C. Pembatasan Fokus Penelitian

Karena begitu banyaknya identifikasi area yang ditemukan dalam

penelitian maka peneliti hanya akan mengkaji lebih dalam mengenai hasil belajar.

Pada penelitian ini hasil belajar hanya dilihat pada ranah kognetif KD.8.1.dan

KD.8.2.dengan tingkatan CI - C3 melalui model pembelajaran pendekatan

konstruktivisme dengan mengunakan metode diskusi, eksperimen dan tanya

jawab untuk meningkatkan hasil belajar siswa.

D. Perumusan Masalah Penelitian

Berdasarkan latar belakang masalah di atas maka rumusan masalah pada

penelitian ini adalah sebagai berikut: Bagaimana peningkatan hasil belajar siswa

pada konsep energi dan penggunaannya melalui pendekatan konstruktivisme?

E. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui peningkatan hasil belajar

siswa pada konsep energi dan penggunaannya melalui pendekatan

konstruktivisme

F. Manfaat Penelitian

Penelitian ini dapat memberi manfaat sebagai berikut :

1. Memberikan alternatif pilihan untuk menggunakan metode yang lebih efektif

dalam pembelajaran IPA

2. Memberikan informasi tentang pendekatan konstruktivisme sebagai

pendekatan yang dapat digunakan untuk meningkatkan hasil belajar siswa.

(23)

BAB II

KAJIAN TEORITIK DAN PENGAJUAN

KONSEPTUAL INTERVENSI TINDAKAN

A.

Acuan Teori Area dan Fokus yang Diteliti

1. Pendekatan Konstruktivisme

a. Pengertian Pendekatan

Pendekatan dapat diartikan sebagai titik tolak atau sudut pandang kita

terhadap proses pembelajaran yang merujuk pada pandangan tentang terjadinya

suatu proses yang sifatnya masih sangat umum, di dalamnya mewadahi,

menginspirasi, menguatkan dan melatari metode pembelajaran dengan cakupan

teoroitis tertentu1.

Istilah pendekatan secara harfiah dalam kamus besar bahasa Indonesia

diartikan sebagai “proses, perbuatan atau cara mendekati”. Pendekatan adalah

cara umum seorang guru memandang persoalan atau obyek sehingga diperoleh

kesan tertentu. Jadi pendekatan digunakan apabila bersangkut paut dengan cara-

cara umum atau asumsi dalam menyingkapi sesuatu masalah kearah

pemecahannya. Roy Killen dalam Sanjaya (2006) mencatat ada dua pendekatan

dalam pembelajaran yaitu, (1) Pendekatan pembelajaran yang berorientasi atau

berpusat pada guru (Teacher Centered Approach), (2) Pendekatan pembelajaran

yang berorientasi atau berpusat pada siswa (Student Centered Approach) 2

.

Pendekatan pembelajaran merupakan suatu himpunan asumsi yang saling

berhubungan dan terkait dengan sifat pembelajaran. Suatu pendekatan bersifat

aksiomatik dan menggambarkan sifat –sifat dan ciri khas suatu pokok bahasan

yang diajarkan. Dalam pengertian pendekatan pembelajaran tergambarkan latar

1

Ahmad Sudrajat, Pengertian Pendekatan, Strategi, Metode, Teknik, Taktik dan Model Pembelajaran. http:// www google com.hk g wt, 9 http/ Word Press Com.12. Sep .2008

2

Masitoh dan Laksmi Dewi, Strategi Pembelajaran, (Jakarta: Direktorat Jenderal Pendidikan Islam Departemen Agama Republik Indonesia, 2009), h. 38-39.

5

(24)

psikologis dan latar pedagogis dari pilihan metode pembelajaran yang akan

digunakan dan diterapkan oleh guru bersama siswa.3

Pendekatan pembelajaran adalah jalan yang akan ditempuh oleh guru dan

siswa dalam mencapai tujuan instruksional untuk suatu satuan instruksional

tertentu.(Sagala, 2003:68). Pendekatan pembelajaran dilakukan oleh guru untuk

menjelaskan materi pelajaran dari bagian-bagian yang satu dengan bagian lainnya

yang berorientasi pada pengalaman-pengalaman yang dimiliki siswa untuk

mempelajari konsep, prinsip, atau teori yang baru tentang suatu bidang ilmu. Pada

dasarnya pendekatan pembelajaran yang umum digunakan atau beberapa

pendekatan alternatif yang dapat digunakan dalam pembelajaran IPA di

Madrasah Ibtidaiyah yaitu, Pendekatan deduktif dan induktif, pendekatan

ekspositori, pendekatan heurisrstik, pendekatan konstektual4

.

Selain itu, ada Pendekatan proses, pendekatan konsep, pendekatan

discovery atau penemuan terbimbing, pendekatan inquiri, pendekatan histori,

pendekatan nilai, pendekatan lingkungan, pendekatan

Sains-Teknologi-Masyarakat dan pendekatan dengan melalui model pembelajaran konstruktivisme.

Pendekatan dalam pembelajaran IPA (Sains) yang bisa dipertimbangkan dan

digunakan pada tingkat Madrasah Ibtidaiyah, berimplikasi kepada kemampuan

guru untuk menerapkan pendekatan itu secara tepat. Pendekatan pembelajaran

adalah merupakan upaya yang dilakukan guna membuat siswa terlibat secara

aktif dan berminat dalam mengikuti pembelajaran5.

Menurut Syaiful Bahri Djamarah dan Aswan Zain berbagai pendekatan

yang dapat dipergunakan dalam pendidikan dan pengajaran yaitu, Pendekatan

individual, pendekatan kelompok, pendekatan bervariasi, pendekatan edukatif,

pendekatan pengalaman, pendekatan pembiasaan, pendekatan emosional,

3

Suyono dan Hariyanto, Belajar dan Pembelajaran, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2011), h.18

4

Zulfiani, Tonih Feronika, Kinkin Suartini, Strategi Pembelajaran Sains, (Jakarta: Lembaga Penelitian UIN Syarif Hidayattullah, 2009), h. 91-92

5

Nana Djumhana, Pembelajaran Ilmu Pengetahuan Alam, (Jakarta: Direktorat Jendral Pendidikan Islam Departemen Agama Republik Indonesia, 2009 ), h. 146

(25)

pendekatan rasional, pendekatan fungsional, pendekatan keagamaan dan

pendekatan kebermaknaan6.

Dari macam-macam pendekatan di atas dapat disimpulkan, bahwa

pendekatan pembelajaran adalah seperangkat asumsi atau pandangan guru tentang

hakekat bahasa yang diajarkan kepada siswa dalam suatu proses intraksi belajar

mengajar di kelas yang dipasilitasi guru dengan baik, (baik materi, metode, media,

atau evaluasi), dan dalam mengajar guru harus pandai menggunakan pendekatan

secara arif dan bijaksana sehingga mudah melakukan pendekatan dalam

pengajaran. Sehingga pencapaian tujuan pembelajaran bisa dicapai. Untuk

memperoleh pemahaman yang lebih baik perlu diperhatikan penggunaan

pendekatan dalam pembelajaran IPA atau pelajaran lainnya. Secara umum kita

harus memahami pendekatan dalam sistem belajar mengajar yang pada gilirannya

kita harus menentukan mana yang diperkirakan cocok dan dapat digunakan dalam

proses pembelajaran IPA khususnya pada tingkat SD/MI dan pada materi yang

akan diajarkan.7

Maka untuk tercapainya tujuan pembelajaran peneliti merasa cocok

dengan menggunakan pendekatan konstruktivisme khususnya pada pelajaran IPA

pada konsep energi dan penggunaannya. Karena dilihat dari segi pengajaran dan

pembelajaran konstruktivisme juga diartikan sebagai pendekatan yang

memberikan hak dan peluang belajar kepada siswa untuk belajar dengan membina

makna dengan kerangkanya masing – masing dengan berdasarkan pengalaman

dan lingkungan yang ada.8

6

Syaiful Bahri Djamarah dan Aswan Zain, Strategi Belajar Mengajar, (Jakarta: Rineka Cipta, 2006), h. 71.

7

Nana Djumhana. Loc .Cit., h.146

8

Palupi Purnamawati, Pengaruh Pendekatan Konstruktivisme Dalam Pembelajaran Kimia Terhadap Kemampuan Berpikir Kreatif Siswa, (Skripsi S1 Jurusan Pendidikan IPA Fakultas Tarbiyyah UIN Syarif Hidayatullah, 2010), h.8

(26)

b. Pengertian Konstruktivisme

Konstruktivisme adalah sebuah filosofi pembelajaran yang dilandasi

premis bahwa dengan mereflesikan pengalaman, kita membangun,

mengkonstruksi pengetahuan pemahaman kita tentang dunia tempat kita hidup.

Setiap kita akan menciptakan hukum dan model mental kita sendiri yang kita

pergunakan untuk menafsirkan dan menerjemahkan pengalaman belajar, sebagai

suatu proses pengaturan model mental seseorang untuk mengakomodasi

pengalaman- pengalaman baru. Konstruktivisme melandasi pemikirannya bahwa

pengetahuan bukanlah sesuatu yang given dari alam karena hasil kontak manusia

dengan alam, tetapi pengetahuan merupakan hasil konstruksi (bentukan) aktif

manusia itu sendiri. Pengetahuan bukanlah suatu tiruan dari kenyataan (realitas).

Pengetahuan bukanlah gambaran dari dunia kenyataan yang ada. Pengetahuan

selalu merupakan akibat dari suatu konstruksi kognitif kenyataan melalui kegiatan

seseorang. Ia membentuk skema, kategori, konsep dan struktur pengetahuan yang

diperlukan untuk pengetahuan (Bettencourt,1989 dalam Suparno, 1997 : 18).9

Konstruktivisme juga disebut suatu paham pembelajaran dimana siswa

membangun pengetahuan atau konsep secara aktif, berdasarkan pengetahuan dan

pengalaman yang telah dimiliki sebelumnya. Dalam proses pembelajaran ini siswa

akan menyesuaikan pengetahuan yang diterimanya dengan pengetahuan

sebelumnya untuk membangun pengetahuan baru.10

Maka berdasarkan pandangan pembelajaran konstruktivisme peneliti

tertarik untuk melakukan penelitian guna meningkatkan hasil belajar IPA

khususnya pada konsep energi dan penggunaannya. Dengan menggunakan model

pembelajaran pendekatan kosntruktivisme.

9

Suyono dan Hariyanto, Op.Cit., h. 105-106

10

Didi Sutardi dan Encep Sudirjo, Model Pembelajaran Konstruktivisme di Sekolah

Dasar, Pembelajaran dalam PBM di SD, (Bandung: Upi Press, 2008), h.126

(27)

c. Pendekatan Konstruktivisme

Pendekatan konstruktivisme adalah pendekatan pembelajaran yang

memandang bahwa siswa, belajar sains dengan cara mengkonstruksi pengertian

atau pemahaman baru tentang fenomena dari pengalaman yang telah

dimilikinya.11

Para peneliti telah berusaha untuk mengidentifikasi bagaimana para siswa

mengkonstruksi atau membentuk pemahaman mereka terhadap bahan yang

mereka pelajari dan menurut konstruktivisme, melalui proses-proses kognetif.

Para siswa menciptakan atau membentuk pengetahuan mereka sendiri melalui

tingkatan dan intraksi dengan dunia. Pendekatan konstruktivisme sosial juga

mempertimbangkan konteks sosial yang di dalamnya pembelajaran muncul dan

menekankan pentingnya interaksi sosial dan negoisasi dalam pembelajaran.

Berkenaan praktek kelas pendekatan-pendekatan konstruktivisme mendukung

kurikulum dan pengajaran student-centered bukannya teacher-centered. Siswa

adalah kunci pembelajaran.12

Konstruktivisme disebut juga sebagai suatu pendekatan pembelajaran

berdasarkan kepada penelitian tentang bagaimana manusia belajar. Kebanyakan

peneliti berpendapat setiap individu membangun pengetahuan dan bukan hanya

menerima pengetahuan dari orang lain. Siswa membangun pengetahuan mereka

dengan menguji ide-ide dan pendekatan berdasarkan pengetahuan dan

pengalaman yang ada, mengaplikasikannya kepada situasi baru dan

mengintegrasikan pengetahuan baru yang diperoleh dengan membangun

intelektual yang sebelumnya ada. Sebagaimana dalam teori konstruktivisme

dinyatakan bahwa siswa membina makna tentang dunia dengan mensintesis

pengalaman baru kepada apa yang mereka telah pahami sebelumnya. Mereka

membentuk aturan melalui refleksi tentang intraksi mereka dengan objek dan ide.

Apabila mereka bertemu dengan objek, ide atau hubungan yang tidak bermakna

bagi mereka maka mereka akan menginterprestasikan apa yang mereka lihat.13

11

Pudyo Susanto, Keterampilan Dasar Mengajar IPA Berbasis Konstruktivisme,

(Malang : FMIPA Universitas Negri Malang, 2002 ), h.6

12

Uyoh Sadullah, Pengantar Filsafat Pendidikan, (Bandung: Alfabeta, 2011), h. 178-179

13

Didi Sutardi dan Encep Sudirjo, Op.Cit., h. 125-126

(28)

sesuai dengan aturan yang mereka tetapkan atau mereka akan menyusuaikan

aturan mereka agar dapat menerangkan informasi baru ini lebih baik.14

d. Teori konstruktivisme

Bila kita membaca sejarah sains, kemajuan-kemajuan dalam sains telah

dicapai karena para ilmuwan mau menyusun gagasan-gagasannya dalam bentuk

teori dan meminta orang lain menilai teori-teori yang telah mereka susun itu.

Teori lama telah menimbulkan teori-teori baru dan teori baru menyebabkan

dilakukannya eksperimen, kemudian eksperimen-eksperimen menghasilkan

peningkatan pengetahuan dan pemahaman. Snelbecker (1974) berpendapat bahwa

perumusan teori itu bukan hanya penting, melainkan juga vital bagi psikologi dan

pendidikan agar dapat maju atau berkembang, serta memecahkan

masalah-masalah yang ditemukan dalam setiap bidang itu. Sekarang kita menyadari bahwa

ilmu apapun untuk dapat berkembang harus di landasi teori. Selain itu Snelbecker

(1974) juga mengemukakan bahwa konstruksi teori merupakan suatu bagian

proses keberlangsungan dalam psikologi dan pendidikan.15

Teori pembelajaran konstruktivisme dipelopori oleh J.Piaget dan Vygotsky

belajar menurut pandangan konstruktivistik berarti membangun, yaitu siswa dapat

mengkonstruksi sendiri pemahamannya dengan melakukan aktivitas aktif dalam

pembelajaran. Teori konstruktivisme merupakan salah satu teori belajar yang

berhubungan dengan cara seorang memperoleh pengetahuan, yang menekankan

pada penemuan makna (meaning fullness). Perolehan tersebut melalui informasi

dalam struktur kognetif yang telah ada dari hasil perolehan sebelumnya yang

tersimpan dalam memori dan siap dikonstruk untuk mendapatkan pengetahuan

baru.16

14

Ibid, h. 126

15

Ratna Willis Dahar, Teori – teori Belajar dan Pembelajaran. (Bandung: Gelora Aksara Pratama, 2011), h.10-12

16

Zulfiani, Tonih Feronika, Kinkin Suartini, Op.Cit., h.119

(29)

Menurut Vygotsky teori konstruktivisme belajar itu harus berlangsung

dalam kondisi sosial, dan harus terlihat betul peranan bahasa dalam belajar

konstruktif. Mengenai belajar sains, Vygotsky menyarankan bahwa intraksi sosial

itu penting saat siswa menginternalisasi pemahaman-pemahaman yang sulit,

masalah-masalah dalam proses, selanjutnya proses intrernalisasi melibatkan

rekonstruksi aktivitas psikologis dengan dasar penggunaan bahasa. Para

konstruktruktivis sosial menekankan bentuk-bentuk bahasa untuk mempermudah

konstruksi kebermaknaan anak, antara lain pertanyaan dengan ujung terbuka,

menulis kreatif, eksplansi siswa, dialog kelas dan lain-lain. Penelitian-penelitian

Piaget meliputi konstruksi pengetahuan personal melalui interaksi individual

dengan lingkungan. Sedangkan perspektif baru mengikut sertakan juga

proses-proses sosial dalam konstruksi pengetahuan. Dalam konstruksi pengetahuan guru

juga harus aktif. 17

Konstruktivisme menurut teori Piaget berlandaskan gagasan bahwa

perkembangan anak bermakna membangun struktur kognitifnya atau peta

mentalnya yang diistilahkan “schema/skema (jamak = schemata/skemata)”,

atau konsep jejaring untuk memahami dan menanggapi pengalaman pisik dalam

lingkungan disekelilingnya. Menurut teori konstuktivisme pengetahuan tidak

dapat ditransper begitu saja dari pikiran guru kepada pikiran siswa. Artinya siswa

harus akitif secara mental membangun struktur pengetahuan berdasarkan

kematangan kognitif yang dimilikinya. Sehubungan dengan itu Tasker (1992:30)

Seperti yang dikutip oleh Hamzah (2008) mengemukakan tiga penekanan dalam

teori belajar konstruktivisme sebagai berikut: (1) Peran aktif siswa dalam

mengkonstruksi pengetahuan secara bermakna. (2) Pentingnya membuat kaitan

antara gagasan dalam pengkonstruksian secara bermakna. (3) Mengaitkan antara

gagasan dengan informasi baru yang diterima. Wheatley (1991:12), pada sumber

yang sama mendukung pendapat Tasker tersebut dengan mengajukan dua prinsip

utama dalam pembelajaran sesuai konstruktivisme yaitu, 18

17

Ratna Willis, Op.Cit., h. 152-153

18

Suyono dan Hariyanto, Op.Cit., h, 107

(30)

Pertama Pengetahuan tidak dapat diperoleh secara pasif, tetapi secara aktif oleh

struktur kognitif siswa. kedua Fungsi kognisi bersipat adaptif dan membantu

pengorganisasian skema melalui pengalaman nyata anak. Selain penekanan dan

tahap-tahap tertentu yang perlu diperhatikan dalam teori belajar konstruktivisme.

Hanbury (1996) mengemukakan sejumlah aspek dalam kaitan dengan

pembelajaran yaitu, (1)Siswa mengkonstruksi pengetahuan dengan cara

mengintegrasikan ide yang mereka miliki. (2) Pembelajaran menjadi lebih

bermakna karena siswa mengerti. (3) Strategi siswa sendiri lebih bernilai.

(4) Siswa mempunyai kesempatan untuk berdiskusi dan saling bertukar

pengalaman dan pengetahuan dengan temannya. Dalam upaya implementasi teori

belajar konstruktivisme, Tytler (1996) mengajukan beberapa saran yang berkaitan

dengan rancangan pembelajaran, antara lain: (1) Memberikan kesempatan kepada

siswa untuk mengemukakan gagasan dalam bahasanya sendiri (2) Memberi

kesempatan kepada siswa untuk berpikir tentang pengalamanya sehingga menjadi

lebih kreatif dan imajinatif. (3) Memberi kesempatan kepada siswa untuk

mencoba gagasan baru. (4) Memberi pengalaman yang berhubungan dengan

gagasan yang telah dimiliki siswa. (5) Mendorong siswa untuk memikirkan

perubahan gagasan mereka. (6) Menciptakan lingkungan belajar yang kondustif.19

2. Model Pembelajaran Konstruktivisme

a. Model pembelajaran Konstruktivisme dalam pembelajaran IPA

Model pembelajaran konstruktivisme adalah model Pembelajaran yang

menciptakan lingkungan yang kondusif artinya suasana yang aman, nyaman, dan

tertib sehingga proses pembelajaran dapat berlangsung dengan tenang dan,

menyenangkan (enjoyable learning). Suasana yang demikian akan mendorong

terwujudnya proses pembelajaran yang aktif, kreatif, efektif dan bermakna, yang

lebih menekankan pada belajar mengetahui (learning to know).20

19

Ibid, h. 108-109

20

E.Mulyasa, Kurikulum Tingkat Satuan pendidikan, (Bandung: Remaja Rosda Karya, 2006), h. 33

(31)

Belajar berkarya (learning to do), belajar menjadi diri sendiri (learning to be) dan

belajar hidup bersama secara harmonis.(learning to live together.r21.

Konstruktivisme dalam model pembelajaran sains perlu diikuti dengan

pengembangan perangkat keterampilan dasar mengajar sains yang harus dikuasi

oleh guru sains, antara lain: Keterampilan mengajar dengan demonstrasi,

keterampilan mengajar dengan eksperimen, keterampilan mengajar dengan

permainan atau simulasi dan keterampilan mengajar di luar ruangan.

Karena pengajaran konstruktivisme adalah pengajaran yang menjadikan siswa

sebagai pusat kegiatan belajar untuk menemukan sendiri konsep sains melalui

akomodasi konsep lama dengan penomena-penomena baru yang ditemukan dalam

pembelajaran.22.

Sebagaimana diungkapkan oleh peneliti pendidikan sains, bahwa belajar

sains merupakan proses konstruktif yang menghendaki partisipasi aktif dari siswa

(Piaget dalam Dahar, 1996). Sehingga disini guru berubah dari sumber dan

pemberi informasi menjadi pendiagnosis dan fasilitator belajar siswa. Karena

pembelajaran perspektif konstruktivisme mengandung empat bagian inti, yaitu:

(1) berkaitan dengan prakonsepsi atau pengetahuan awal (prior knowledge) siswa,

(2) mengandung kegiatan pengalaman nyata (experience), (3) melibatkan intraksi

sosial (social Interaction) dan terbentuknya kepekaan terhadap lingkungan (sense

making).23

.

Demikan pula ketika siswa belajar perspektif konstruktivisme dipandang

sebagai upaya perubahan konsep, artinya siswa mau belajar ketika dalam kegiatan

yang dilakukannya ada seseorang mau mengubah pikirannya. Secara rasional

konsep tersebut akan terjadi perubahan dengan katagori sebagai berikut:

(1) Diferensiasi atau perbedaan, artinya konsep baru muncul dari konsep yang

sudah ada, (2) Perluasan konsep, artinya konsep lama mengalami pengembangan

menjadi konsep baru, (3) Konseptualisasi ulang, artinya terjadi perubahan yang24

21

Ibid, h. 33

22

Pudyo Susant, Op. Cit., h. 9-10

23

Usman Samatowa, Pembelajaran IPA di Sekolag Dasar, (Jakarta: Indeks, 2010-2011), h,54

24

Nana Djumhana, Op. Cit., h. 57

(32)

signifikan dalam bentuk dan hubungan antar konsep (restrukturisasi). Semua

model konstruktivisme memiliki kekhasan tersendiri dalam setiap tahapan

kegiatan pembelajarannya, akan tetapi secara umumnya mengembangkan struktur

kognitif untuk membangun pengetahuan sendiri melalui berpikir rasional.25

Struktur pembelajaran sains berbasis konstruktivisme ada empat tahap

yaitu, eksplorasi, eksplanasi, ekspansi dan evaluasi (Martin dkk,1997) yang

dikenal dengan siklus belajar.26

Secara rinci tahapan - tahapan atau langkah - langkah pembalajaran IPA

secara konstruktivisme sebagai berikut:

1. Tahap Pengetahuan Awal: Siswa didorong untuk mengungkapkan

pengetahuan awal tentang konsep yang akan dipelajari, dengan cara memancing

berupa pertanyaan problematik tentang fenomena yang sering ditemui siswa

sehari-hari, dan kaitkan dengan konsep yang akan dibahas. Siswa diberi

kesempatan untuk mengomunikasikan, mengilustrasikan pemahaman tentang

konsep tersebut.

2. Tahap Eksplorasi: Siswa diajak untuk menemukan konsep melalui

penyelidikan, pengumpulan data, dan interpretasi data melalui suatu kegiatan

yang dirancang oleh guru. Kegiatanya berupa pengamatan, percoban, diskusi,

tanya jawab, mencari informasi melalui buku atau via internet. Rasa ingin tahu

siswa tentang berbagai fenomena alam terpenuhi secara keseluruhan. Guru

memberikan kebebasan untuk mengeksplorasi keingintahuan siswa.

3. Tahap Diskusi dan Penjelasan Konsep: Siswa memberikan penjelasan dan

pemecahan masalah dari hasil observasi. Guru memberikan informasi dan

penguatan. Siswa membangun pemahaman baru tentang konsep yang telah

dipelajari. Bila pengetahuan awalnya benar maka siswa tidak ragu lagi tentang

konsepsinya, bila konsep awalnya salah maka ekplorasi merupakan jembatan

antara konsepsi siswa dengan konsep baru.27

25

Ibid, h. 57- 58

26

Pudyo Susanto, OP. Cit., h. 31

27

Nana Djumhana, Op. Cit., h.58

(33)

4. Tahap Pengembangan dan Aplikasi Konsep: Guru menciptakan iklim

pembelajaran yang memungkinkan siswa dapat mengaplikasikan konsepnya.

Guru memunculkan isu lingkungan yang dapat dipecahkan melalui pemahaman

konsep yang telah diperoleh, dengan harapan konsep yang dipelajari menjadi

bermakna.28

b.Paradigma Konstruktivisme Dalam Pembelajaran

Jika kita kaji secara cermat perubahan-perubahan paradigma dan

pandangan pendidikan, ada tuntutan terhadap perubahan proses pembelajaran

yang menuntut terjadinya proses pemberdayaan diri dan pengembangan

potensi-potensi peserta didik secara holistik melalui proses pembelajaran yang dilakukan

setiap guru. Paradigma konstruktivisme merupakan suatu tuntutan baru ditengah

terjadinya perubahan besar dalam memaknai proses pendidikan dan pembelajaran.

Konstruktivisme merupakan respons terhadap perkembangannya harapan-harapan

baru berkaitan dengan proses pembelajaran yang menginginkan peran aktif siswa

dalam merekayasa dan memprakarsai kegiatan belajarnya sendiri. Hampir semua

kalangan yang terlibat didalam mengkaji masalah-masalah pembelajaran

mengetahui bahwa konstruktivisme merupakan paradigma alternatif pembelajaran

yang muncul sebagai akibat revolusi ilmiah yang terjadi beberapa dasawarsa

belakangan ini. Konstruktivisme merupakan suatu filsafat pengetahuan yang

menekankan bahwa pengetahuan kita adalah konstruksi (bentukan) kita sendiri

(Von Glasersfeld dalam Bettencourt, 1989 dan Metthews, 1994).29

Dalam sebuah kesimpulannya Glasersfeld dan Kitchener (1987) memberi-

kan penekanan tentang gagasan konstruktivisme yaitu: (1) Pengetahuan bukanlah

merupakan gambaran dunia kenyataan belaka, tetapi selalu merupakan konstruksi

kenyataan melalui kegiatan subjek. (2) Subjek membentuk skema kognitif,

kategori, konsep dan struktur yang perlu untuk pengetahuan. (3) Pengetahuan

dibentuk dalam struktur konsepsi seseorang.30

.

28

Ibid, h. .58

29

Aunurrahman , Belajar dan Pembelajaaran, (Bandung : Alfabeta, 2011-2012), h.15-16

30

Didi Sutardi dan Encep Sudirjo, Pembaharuan dalam PBM SD, (Bandung : UPI Press, 2007), h. 140

(34)

Struktur konsepsi membentuk pengetahuan, dan konsepsi itu berlaku bila

berhadapan dengan pengalaman-pengalaman seseorang.

c. Implementasi dan Implikasi Konstruktivisme dalam Pembelajaran IPA

a. Implementasi pembelajaran konstruktivisme

Implementasi pembelajaran konstruktivisme pada proses pembelajaran di

sekolah dasar saat ini harus sejalan dengan diberlakukannnya kurikulum yang

terbaru yakni KTSP. Strategi pembelajaran konstruktivisme di sekolah dasar

menghendaki para guru untuk menerapkan strategi pembelajaran yang berpusat

pada anak atau child centerd teaching approach. Strategi pembelajaran

konstruktivisme di sekolah dasar pada pembelajaran sains mengacu pada,

penyiapan benda-benda nyata untuk digunakan oleh siswa, memeperhatikan

empat cara berbuat terhadap benda-benda, memperkenalkan kegiatan yang akan

dilakukan oleh siswa, menciptakan pertanyaan, masalah, dan pemecahannya.

Siswa saling berintraksi dan memperkenalkan kembali materi kegiatan. Hal lain

dalam pengelolaan kelas model pembelajaran konstruktivisme memerlukan upaya

guru untuk mengatur kegiatan kelas dalam bentuk individu dan kelompok kecil

siswa, guru mampu menciptakan hubungan kooperatif antar siswa, saling

memunculkan strategi untuk memecahkan masalah yang efektif, pembinaan

diarahkan agar siswa semakin lama semakin bertanggung jawab terhadap

pembelajaran sendiri.

Strategi pembelajaran dapat dideskrifsikan sebagai berikut :

1. Oreintasi belajar tidak hanya pada segi pencapaian akademik, artinya kegiatan

pembelajaran diarahkan untuk mengembangkan sikap dan minat belajar serta

potensi dasar siswa.

2. Membuat pelajaran bermakna bagi siswa, agar pembelajaran bermakna bagi

siswa topik-topik yang dipilih dan dipelajari didasarkan pada pengalaman-

pengalaman siswa yang relevan.

3. Metode mengajar mampu melibatkan siswa untuk aktif belajar dan membuat

siswa terlibat dalam aktivitas secara langsung dan bersifat menyenangkan.31

31

Ibid, h.140- 147

(35)

4. Memprioritaskan kesempatan siswa untuk bermain dan bekerja sama dengan

teman lainnya.

5. Bahan-bahan yang digunakan sebaiknya bahan yang kongkrit agar

pemebelajaran sesuai dengan taraf perekembangan anak usia sekolah dasar.

6. Menilai hasil belajar siswa secara komprehensif artinya guru tidak hanya

menekankan kepada aspek kognetif saja dengan menggunakan tes tertulis,

melainkan semua aspek prilaku siswa secara menyeluruh, kognetif, afektik dan

psikomotorik serta sesuai dengan penilaian berbasis kelas, guru menggunakan

berbagai jenis penilaian yang relevan dengan kebutuhan siswa. Baik penilain

proses maupun penilain hasil belajar siswa.

7. Guru berperan sebagai fasilitator dan mediator pembelajaran. Artinya guru

memberikan fasilitas terhadap kegiatan belajar siswa, pada saat siswa

membangun pengetahuan dan mengaplikasikannya terhadap kehidupan.

Sebagai mediator dikala siswa membutuhkan bimbingan dan bantuan untuk

meningkatkan kualitas pembelajaran dikelasnya dengan mengubah sikap dan

strategi pembelajaran yang lebih menekankan kepada aktivitas dan kreatifitas

siswa dalam belajar.32

Ada beberapa prinsip yang harus diperhatikan jika ingin mengimplemen-

tasikan konstruktivisme dalam pembelajaran, prinsip-prinsip tersebut yaitu :

1. Mengajukan masalah yang relevan untuk siswa.

2. Struktur pembelajaran untuk mencapai konsep-konsep esensial.

3. Sadarilah bahwa pendapat (Perspektif ) siswa merupakaan jendela mereka

untuk menalar (berfikir) .

4. Adaptasikan kurikulum untuk memenuhi kebutuhan dan pengembangan siswa.

5. Lakukan asesmen terhadap hasil belajar siswa dalam konteks pemebelajaran.33

32

Ibid, h.140- 147

33

Indrawati dan Wawan Setiawan, Pembelajaran Aktif, Kreatif, Efektif dan Menyenangkan, (Jakarta: Pusat Pengembangan dan Pemberdayaan Pendidik dan Tenaga Kependidikan IPA, 2009), h.10

(36)

Belajar juga merupakan proses mengasimilasikan dan menghubungkan

pengalaman atau bahan yang akan dipelajari dengan pengertian yang sudah

dipunyai seseorang sehingga pengertiannya dikembangkan. Menurut para

konstruktivisme proses belajar bercirikan konstruktivisme adalah sebagai berikut:

1.Belajar berarti membentuk makna.

2.Konstruksi arti sesuatu hal yang sedang dipelajari terjadi dalam proses yang

terus menerus.

3.Belajar bukanlah kegiatan mengumpulkan fakta, melainkan lebih dari itu yaitu

mengembangkan pemikiran dengan membuat pengertian baru.

4.Proses belajar yang sebenarnya terjadi pada waktu skema seseorang dalam

keraguan yang merangsang pemikiran lebih lanjut. Situasi ketidak seimbangan

adalah situasi yang baik untuk memacu pelajar.

5. Hasil belajar dipengaruhi oleh pengalaman peserta didik dengan dunia fisik dan

lingkungannya.

6. Hasil belajar seseorang tergantung pada apa yang telah diketahui peserta didik

(konsep, tujuan, motivasi) yang mempengaruhi intraksi dengan bahan yang

dipelajari. (Paul Suparno, 1997. 61).34

b.Implikasi Konstruktivisme dalam Pembelajaran.

Implikasi konstruktivisme dalam pembelajaran. Belajar merupakan suatu

proses mengkonstruksi pengetahuan melalui keterlibatan fisik dan mental siswa

secara aktif. Belajar juga merupakan suatu proses mengasimilasikan dan

menghubungkan bahan yang dimiliki seseorang sehingga pengetahuannya tentang

obyek tertentu menjadi lebih kokoh. Meskipun menurut konstruktivisme upaya

membangun pengetahuan dilakukan oleh siswa melalui kegiatan belajar yang ia

lakukan, namun peran guru tetap menempati arti penting dalam proses

pembelajaran. Dalam pandangan ini mengajar memang tidak hanya meyampaikan

informasi akan tetapi lebih menitik beratkan perannya sebagai mediator dan

fasilitator. (Suparno1997:66).35

34

Ibid, h.11

35

Aunurrahman, Op.Cit., h. 18

(37)

Dalam kegiatan pembelajaran fungsi guru sebagai mediator dan fasilitator

dapat dijabarkan dalam beberapa wujud sebagai berikut:

1.Menyediakan pengalaman belajar yang memungkinkan murid bertanggung

jawab dalam membuat rancangan, proses dan penelitian. Dalam fungsi ini

Kegiatan pembelajaran hendaknya dapat memberikan kesempatan secara luas

kepada siswa agar mereka dapat mengembangkan kemampuan berpikir,

memberi kesempatan untuk tumbuh dan berkembangnya inisiatif dan kreativitas

sesuai dengan modalitas belajarnya masing-masing.

2.Memberikan kegiatan yang merangsang keingintahuan siswa dan membantu

mereka untuk mengekspresikan gagasan-gagasannya serta ide-ide ilmiahnya.

Dalam pandangan konstruktivisme, ukuran keberhasilan belajar utamanya

bukan pada banyak informasi atau pengetahuan yang didapatkan, karena

bilamana indikator tersebut yang dijadikan patokan, maka pembelajaran menjadi

kegiatan yang statik dan kurang bermakna.

3.Memonitor, mengevaluasi dan menunjukan apakah pemikiran- pemikiran siswa

dapat didorong secara aktif. Kegiatan pembelajaran tidak hanya mengukur

ketercapaian materi pembelajaran, akan tetapi juga harus memperhatikan

perubahan-perubahan cara berpikir siswa.Apakah melalui kegiatan-kegiatan

pembelajarn yang dilalui, menjadikan siswa semakin mampu dan terampil

dalam memecahkan masalah atau mengatasi kesulitan yang dihadapi. Apakah

kemampuan siswa mengkomunikasikan persoalan-persoalan yang dihadapinya

semakin baik, sehingga kemampuan dan keterampilan berpikirnya semakin

meningkat.36

Selain itu implikasi pandangan kosntruktivisme untuk pembelajaran dapat

disarikan beberapa kebaikan pembelajaran berdasarkan konstruktivisme

1. Pembelajaran berdasarkan konstruktivisme memberikan kesempatan kepada

siswa untuk mengungkapkan gagasan secara eksplisit dengan menggunakan

bahasa sendiri, berbagai gagasan dengan temannya mendorong siswa-37

36

Ibid, h. 22-24

37

Usman Samatowa, Pembelajaran IPA di Sekolah Dasar, (Jakarta: Indeks, 2011) , h. 54-55

(38)

memberikan penjelasan tentang gagasannya

2. Pembelajaran berdasarkan konstruktivisme memberi pengalaman yang

berhubungan dengan gagasan yang telah dimiliki siswa atau rancangan

kegiatan disesuaikan dengan gagasan awal siswa agar siswa memperluas

pengetahuan mereka tentang fenomena dan memiliki (diberi) kesempatan untuk

merangkai fenomena, sehingga siswa didorong untuk membedakan dan

memadukan gagasan tentang fenomena yang menentang siswa.

3. Pembelajaran konstruktivisme memberi siswa kesempatan untuk berpikir

tentang pengalamannya agar siswa berpikir kreatif, imajinatif, mendorong

refleksi tentang teori dan model, mengenalkan gagasan sains pada saat yang

tepat.

4. Pembelajaran konstruktivisme memberi kesempatan kepada siswa untuk

mencoba gagasan baru agar siswa terdorong untuk memperoleh kepercayaan

diri dengan menggunakan berbagai konteks baik yang telah dikenal maupun

yang baru dan akhirnya memotivasi siswa untuk menggunakan berbagai

strategi belajar.

5. Pembelajaran konstruktivisme mendorong siswa untuk memikirkan perubahan

gagasan mereka setelah menyadari kemampuan mereka serta memberi

kesempatan untuk mengidentifikasi perubahan gagasan mereka.

6. Pembelajaran konstruktivisme lingkungan belajar yang kondusif yang

mendukung siswa mengungkapkan gagasan, saling menyimak, dan

menghindari kesan selalu ada satu “ jawaban yang benar”.38

Adapun implikasi dari teori belajar konstruktivisme dalam pendidikan

anak menurut Poedjiadi, 1999 : 3 adalah sebagai berikut:

1.Tujuan pendidikan menurut konstruktivisme adalah menghasilkan individu atau

anak yang memiliki kemampuan berfikir untuk menyelesaikan setiap persoalan

yang dihadapi.

2.Kurikulum dirancang sedemikian rupa sehingga terjadi situasi yang

memungkinkan pengetahuan dan keterampilan dapat dikonstruksi oleh peserta

38

Ibid, h. 54-55

(39)

didik. Selain itu latihan memecahkan masalah seringkali dilakukan melalui

belajar kelompok dengan menganalisis masalah dalam kehidupan sehari-hari.

3.Peserta didik diharapkan selalu aktif dan dapat menemukan cara belajar yang

sesuai bagi dirinya. Guru hanyalah berfungsi sebagai mediator, fasilitator dan

teman yang membuat situasi yang kondusif untuk terjadinya konstruksi

pengetahuan pada diri peserta didik. 39

Dalam proses pembelajaran guru dituntut untuk mampu mengembangkan

potensi-potensi peserta didik secara optimal. Upaya untuk mendorong

terwujudnya perkembangan peserta didik tersebut tentunya merupakan suatu

proses panjang yang tidak dapat diukur dalam priode tertentu, apalagi dalam

waktu yang sangat singkat. Meskipun demikian indikator terjadinya perubahan

kearah perkembangan peserta didik dapat dicermati melalui instrument- instrumen

pembelajaran yang dapat digunakan guru. Oleh karena itu seluruh proses dan

tahapan pembelajaran harus mengarah pada upaya mencapai perkembangan

potensi-potensi anak tersebut. Agar aktivitas yang dilakukan guru dalam proses

pembelajaran terarah pada upaya peningkatan potensi siswa secara komprehensip,

maka pembelajaran harus dikembangkan sesuai dengan prinsip–prinsip yang

benar, yang bertolak dari kebutuhan internal siswa untuk belajar.

Davies (1991:32) ada beberapa hal yang dapat dijadikan kerangka dasar

bagi penerapan prinsip – prinsip belajar dalam proses pembelajaran, yaitu

1. Hal apapun yang dipelajari murid, maka ia harus mempelajarinya sendiri, tidak

seorangpun yang dapat melakukan kegiatan belajar tersebut.

2. Setiap murid belajar menurut tempo ( kecepatannya) sendiri dan untuk setiap

kelompok umur, terdapat variasi dalam kecepatan belajar.

3. Seorang murid belajar lebih banyak bilamana setiap langkah segara diberikan

penguatan (reinforcement).

4. Penguasaan secara penuh dari setiap langkah –langkah pembelajaran,

memungkinkan murid belajar secara lebih berarti.40

39

Sofan Amri dan Iif Khoiru Ahmadi ,Konstruksi Pengembangan Pembelajaran,

(Jakarta: Prestasi Pustaka karya, 2010), h.147

40

Aunurrahman, Op,Cit., h. 113-114

(40)

5. Apabila murid diberikan tanggung jawab untuk mempelajari sendiri, maka ia

lebih termotivasi untuk belajar dan mengingat lebih baik.

Bagi guru, kemampuan menerapkan prinsip-prinsip belajar dalam proses

pembelajaran akan dapat membantu terwujudnya tujuan pembelajaran yang

dirumuskan perencanaan pembelajaran. Sementara bagi siswa prinsip-prinsip

pembelajaran akan membantu tercapainya hasil belajar yang diharapkan 41.

3.Kajian Toeritik

a. Pengertian Belajar

Mengapa belajar ? Allah adalah Tuhan Yang Maha Esa menciptakan apa yang

ada di langit dan di bumi. Kita yang hidup di bumi diminta-Nya untuk mengamati

apa yang diciptakan-Nya. Dengan mengamati itu, kemudian, diharapkan-Nya kita

mempertanyakan apa yang kita amati itu. Timbulah pertanyaan: ”Mengapa,

bagaimana, dan untuk apa Tuhan menciptakan semua itu? Maka untuk

mengetahui jawabannya, kita diminta belajar, baik dari buku-buku, guru, ataupun

orang yang lebih tinggi pengetahuannya42

Istilah belajar sering kita dengar dalam kehidupan sehari-hari, belajar

dapat terjadi kapan saja dan dimana saja. Belajar adalah salah satu kata yang

sudah akrab dengan semua lapisan masyarakat, lingkungan akademik seperti

dilingkungan sekolah, pelajar, siswa dan siswi serta mahasiswa yang mempunyai

tugas untuk belajar. Kegiatan belajar adalah kegiatan yang tidak dapat dipisahkan

dari mereka. Konsep tentang belajar sendiri telah dibanyak dikemukakan oleh

para ahli. Menurut Gagne (1984). Belajar adalah suatu proses dimana suatu

organisme berubah perilakunya sebagai akibat pengalaman. Definisi belajar

dijelaskan oleh Driscol (2000). Yaitu, perubahan yang terus-menerus dalam

kinerja atau potensi manusia. Menurut Oemar Hamalik (1995) berpendapat belajar

adalah modifikasi atau memperteguh kalakuan melalui pengalaman.43

41

Ibid, h. 114

42

Ratna Wilis dahar, Op. Cit., h. 1

43

Masitoh dan Laksmi, Op. Cit., .h. 3

(41)

Sedangkan menurut Nana Syaodih (1970), belajar adalah segala perubahan

tingkah laku baik yang berbentuk kognetif, afektik maupun psikomotorik dan

terjadi melalui proses pengalaman. Pengertian belajar juga dijelaskan oleh James

LM ( 2000 ), belajar adalah upaya yang dilakukan dengan mengalami sendiri,

menjelajahi, menelusuri, dan memperoleh sendiri. Sementara itu Garry dan

Kingsley berpendapat bahwa belajar adalah proses perubahan tingkah laku yang

orisinil melalui pengalaman dan latihan –latihan. Konsep belajar juga

dikemukakan oleh Robert dan Davies (1995). Bahwa belajar adalah perubahan

perilaku yang relatif permanen, sebagai suatu fungsi praktis atau pengalaman.

Berdasarkan pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa belajar adalah

suatu proses atau kegiatan yang dilakukan sehingga membuat suatu perubahan

prilaku yang berbentuk kognetif, afektif dan psikomotor. Pemahaman tentang

pengertian belajar terdapat tiga atribut pokok atau ciri utama belajar yaitu: Proses,

perubahan tingkah laku, dan pengalaman. Proses: Belajar adalah proses mental

dan emosional atau bisa di sebut juga sebagai proses berfikir dan merasakan.

Seseorang dikatakan belajar bila fikiran dan prasaannya aktif dan aktifitas pikiran

dan perasaannya itu sendiri tidak dapat diamati orang lain akan tetapi akan terasa

oleh yang bersangkutan.(orang yang sedang belajar itu). Guru tidak dapat melihat

aktifitas fikiran dan perasaan siswa yang diamati oleh guru ialah manifestasinya,

yaitu kegiatan siwa sebagai akibat adanya aktifitas fikiran dan perasaan pada diri

siswa tersebut. Perubahan Tingkah laku: Hasil belajar berupa perubahan perilaku

atau tingkah laku. Seseorang yang belajar akan berubah atau bertambah

prilakunya, baik yang berupa pengetahuan, keterampilan motorik atau penguasaan

nilai-nilai sikap. Pengalaman : Belajar adalah mengalami artinya belajar terjadi

dalam intraksi antara individu dengan lingkungan, baik lingkungan fisik maupun

lingkungan sosial. lingkungan fisik contohnya: Buku, media, perpustakaan, alam

sekitar. Lingkungan sosial contohnya: guru, siswa, pustakawan, kepala sekolah.

Lingkungan pembelajaran yang baik ialah lingkungan yang dapat menstimulasi

dan menantang siswa untuk belajar.44

44

Ibid, h. 3-5

(42)

Menurut Gagne (1984). Belajar dapat didefinisikan sebagai suatu proses

dimana suatu organisasi berubah prilakunya sebagai akibat pengalaman yaitu:

1. Perubahan perilaku, belajar menyangkut perubahan dalam suatu organisme.

Hal ini berarti bahwa belajar membutuhkan waktu untuk mengukur belajar, kita

membandingkan cara organisme itu berperilaku pada waktu satu dengan cara

organisme itu berprilaku pada waktu dua dalam suasana yang serupa, bila

perilaku dalam suasana serupa itu berbeda untuk waktu itu, kita dapat

berkesimpulan bahwa telah terjadi belajar.

2. Perilaku terbuka sebagai suatu yang terjadi dalam pikiran seseorang. Contoh,

Perilaku menyangkut aksi atau tindakan.

3. Belajar berpengalaman, suatu hasil pengalaman. Istilah pengalaman membatasi

macam –macam perubahan perilaku yang dapat dianggap mewakili belajar.

Biasanya batasan ini dilakukan dengan memperhatikan penyebab –penyebab

perubahan dalam perilaku yang tidak dapat dianggap sebagai hasil

pengalaman.

4. Belajar kematangan disebabkan oleh perubahan – perubahan yang berlangsung

dalam proses pertumbuhan dan pengembangan organisme-organisme secara

fisiologis.45

Menurut Oemar Hamalik, terdapat berbagai macam tafsiran tentang

belajar antara lain: Belajar adalah melatih daya – daya yang dimiliki oleh

manusia dengan latihan tersebut akan terbentuk dan berkembang berbagai daya

yang dapat berfungsi sebagai mestinya, seperti : daya ingat, daya fikir, daya rasa,

dan sebagainya. Pandangan baru menyatakan bahwa belajar merupakan suatu

proses perubahan tingkat laku akibat latihan dan pengalam sejalan dengan

perumusan ini, Romine berpendapat, bahwa “ learning is defined as the

modification or strengthening of behavior through experiencing”46

45

Ratna wilis, Op.Cit., h. 2-3

46

Oemar Hamalik, Dasar- Dasar Pengembangan Kurikulum, (Bandung: Remaja Rosda Karya, 2009), h.106

(43)

Belajar merupakan suatu proses dan bukan hasil yang hendak dicapai

semata proses itu sendiri berlangsung melalui serangkaian pengalaman, sehingga

terjadi modifikasi pada tingkah laku yang telah dimiliki sebelumnya. Jadi,

berdasar proses (sebagai alat atau means) akan tercapai tujuan (ends), sesuatu hal

yang dikehendaki oleh pendidikan.47

Belajar adalah suatu aktifitas atau suatu proses untuk memperoleh

pngetahuan, meningkatkan keterampilan, memperbaiki perilaku sikap, dan

mengokohkan kepribadian. Dalam konteks menjadi tahu atau proses memperoleh

pengetahuan, menurut pemahaman sains konvensional, kontak manusia dengan

alam diistilahkan dengan pengalaman (experience).48

Menurut Poerwodarminto, belajar adalah berusaha supaya memperoleh

kepandaian ( ilmu dan sebagainya). Jadi belajar adalah suatu proses perubahan

tingkah laku didalam diri manusia. Perubahan itu dimulai dari sesuatu yang tidak

dikenalnya, kemudian dikuasai atau dimilikinya kemudian dipergunakannya

sampai pada suatu saat dievaluasi oleh yang menjalani proses belajar itu.

Seseorang yang mendapatkan pengetahuan, maka akan tampak perubahan

dalam dirinya, misalnya :

1. Perubahan yang disadari dan disengaja yaitu, perubahan perilaku yang terjadi

merupakan usaha sadar dan disengaja dari individu yang bersangkutan

Begitu juga dengan hasil-hasilnya, individu yang bersangkutan meyadari bahwa

dalam dirinya telah terjadi perubahan, misalnya pengetahuannya semakin

bertambah atau keterampilannya semakin meningkat, dibandingkan sebelum dia

mengikuti suatu proses belajar.

2.Perubahan yang berkesinambungan yaitu, bertambahnya pengetahuan atau

keterampilan yang dimiliki pada dasarnya merupakan kelanjutan dari

pengetahuan dan keterampilan yang telah diperoleh sebelumnya.49

47

Ibid, h.106

48

Suyono dan Haryanto, Op. Cit., h. 9

49

Murniasih, Irpan Shopian, Istianingsih, 101 Tips Belajar Efektif dan Meny

Gambar

Gambar 3.2 Tahapan Intervensi Tindakan……………………………….. 36
Tabel Nilai Hasil Observasi  Siswa  Siklus 1
Gambar Kegiatan Belajar Mengajar    .........................................................................................
Gambar 3.1 Desain Interverensi Penelitian Tindakan Kelas
+7

Referensi

Dokumen terkait

Model matematika dari contoh 1 terdiri dari dua persamaan linear yang memiliki dua variabel yang sama yaitu x,y , sedangkan bukan contoh terdiri dari dua persamaan

[r]

Kepada para peserta yang berkeberatan atas penetapan pemenang tersebut, diberi kesempatan untuk mengajukan sanggahan secara elektronik melalui aplikasi SPSE kepada POKJA III – ULP

• Sepak cungkil adalah sepakan atau menyepak bola dengan menggunakan jari kaki.. • Sepak cungkil digunakan untuk mengambil dan menyelamatkan bola yang jauh

Bagaimana cara orangtua bertindak sebagai orangtua yang melakukan atau menerapkan pola asuh terhadap anak memegang peranan penting dalam menanamkan dan membina dorongan

Puji dan syukur kehadirat Allah SWT atas rahmat dan karunia-Nya yang tak terhingga sehingga penulis dapat menyelesaikan proposal penelitian yang berjudul “Perbandingan

Tujuan penelitian untuk mendeskripsikan: (1) Materi dalam Pengelolaan Pembelajaran IPA dengan Media Audio Visual Tentang Sistem Tata Surya Di SDN II Bandar Pacitan.. (2)

HUBUNGAN PERSEPSI BUDAYA ORGANISASI DAN KEPUASAN KERJA DENGAN KETERIKATAN KERJA PADA KARYAWAN PT.. STUDIO CILAKI