MELALUI PENDEKATAN KONSTRUKTIVISME
( Penelitan Tindakan Kelas Pada Sekolah MI.Al-
Ma’arif
Kalibaru Cilincing Jakarta Utara)
Skripsi
Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan
Untuk Memenuhi Syarat Mencapai Gelar Sarjana
Pendidikan
Oleh:
NURHAYATI
809018300889
PROGRAM ONE MODE
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU MADRASAH IBTIDAIYAH JURUSAN KEPENDIDIKAN ISLAM
FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
2014
Saya yang bertanda tangan dibawah ini,
Nama : Nurhayati
Tempat, Tanggal Lahir : Pandeglang, 15 Agustus 1972
NIM : 809018300889
Jurusan / Prodi : PGMI ( One Mode )
Program : Reguler
Judul Skripsi : UPAYA MENINGKATKAN HASIL
BELAJAR SISWA PADA KONSEP ENERGI
Dan PENGGUNAANNYA MELALUI
PENDEKATAN KONSTRUKTIVISME
Pembimbing : 1.Erina Hertanti, M.Si
Dengan ini menyatakan bahwa skripsi yang saya buat benar- benar hasil karya
sendiri dan saya bertanggung jawab secara akademis atas apa yang saya tulis.
Pernyataan ini dibuat sebagai salah satu syarat Untuk Memenuhi Syarat Mencapai
Gelar Sarjana pendidikan ( S1 )
Jakarta, 19 Juni 2014 Mahasiswa Ybs
Nurhayati
NIM.809018300889
Hal : 1/1
SURAT PERNYATAAN KARYA SENDIRI
i
Nurhayati (809018300889) Upaya peningkatan hasil belajar siswa pada konsep
energi dan penggunaannya dengan menggunakan model pembelajaran pendekatan konstruktivisme Pendidikan IPA Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 2014
Tujuan ini adalah untuk mengetahui peningkatan hasil belajar siswa pada konsep energi dan penggunaannya dengan model pembelajaran pendekatan konstruktivisme penelitian ini dilakukan di kelas IV MI. Al-Ma’arif Kalibaru Cilincing Jakarta Utara Tahun 2013-2014.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian tindakan kelas (PTK) yang terdiri dari empat tahap yaitu perencanaan, pelaksanaan, observasi dan refleksi. Instrumen penelitian yang digunakan adalah lembar observasi, proses pembelajaran pretest dan postest, LKS / tes soal
Hasil penelitian mengungkapkan bahwa pembelajaran menggunakan model pendekatan konstruktivisme dapat meningkatkan hasil belajar IPA siswa kelas IV MI. Al-Ma’arif. Hasil ini dibuktikan dengan adanya peningkatan rata –rata hasil belajar siswa siklus I dengan nilai 71,3 siklus II dengan 77,6. Secara umum kesimpulan ini adalah hasil belajar IPA siswa khususnya konsep energi dan penggunaannya dapat ditingkatkan melalui model pembelajaran pendekatan konstruktivisnme.
Kata kunci : Pendekatan konstruktivisme hasil belajar IPA konsep energi dan penggunaannya
ii
Nurhayati ( 8090183008890)” efforts The result to Improve student learning
outcomes on the concept of energy and its use by using constructivism” learning model. Faculty of Science Education and Teacher Training Tarbiyah UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 2014
The purpose of this is to determine the learning outcome of students on the concept of energy and its use with a constructivist approach of learning models, This research was conducted in the fourth grade MI.Al-Ma’arif Kalibaru Cilincing North Jakarta Yeart 2013-2014.
The method used in this reseach is a classroom action research ( CAR), which consists of four phases: planning, action,observation and reflection. The research instrument used is the observation sheet pretest and posttest learning process, LKS / test question
The results of the study revealed that the learning model constructivist approach, can improve learning outcomes of students in fourth grade science MI.Al-ma’arif. This result is evidenced by an increase in average student learning outcomes of the cycle one (I) with the value of 71.3 and cycle two (II) with 77.6. in general this conclusion is the result of particular students learn science concepts of energy and its use can be improved through learning model constructivist approach.
Keywords : constructivist approach to science learning outcomes concept of energy and it use
iii
KATA PENGANTAR
Alhamdu lillaahi Robbil’aalamiin. Segala puji kehadirat Illahi Rabbi. Allah SWT. Karena telah memberikan segala Karunia nikmat Iman, nikmat Islam dan
nikmat Kesehatan. Karna atas Rahmat dan HidayahNya. Maka skripsi yang
berjudul Upaya Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Pada Konsep Energi dan
Penggunaannya Melalui Pendekatan Konstruktivisme .
ini dapat diselesaikan.
Shalawat dan salam senantiasa dicurahkan kepada Nabi Muhammad SAW.
Beserta seluruh keluarga, sahabat dan para pengikutnya sampai akhir zaman.
Penulisan skiripsi ini merupakan salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana
Pendidikan pada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam Negri
(UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
Disadari sepenuhnya bahwa kemampuan dan pengetahuan, penulis sangat
terbatas maka dengan adanya bimbingan, pengarahan dan dukungan dari berbagai
pihak sangat membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. Untuk itu
penulis mengucapkan terima kasih yang sedalam –dalamnya pada yang terhormat: 1. Dra. Nurlena Rifa’i MA. Ph. D Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan
( FITK) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Para Pembantu Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan (FITK) UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta
3. Bapak Fauzan, MA sebagai Ketua Program Studi Pendidikan Guru Madrasah
Ibtidaiyah, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan (FITK) UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta
4. Ibu Erina, M.Si Selaku pembimbing yang selalu memberikan bimbingan dan
pengarahan dalam penulisan skripsi.
5. Bapak Iwan Permana Swarna, M.Pd Selaku dosen penguji yang telah
membantu saya dengan baik
6. Ibu Baiq Hana Susanti, M.Sc Selaku dosen penguji yang telah membantu saya
dengan baik
iv
7. Bapak dan Ibu Dosen Fakultas Tarbiyah dan Keguruan ( FITK ) yang telah
memberikan ilmunya kepada penulis, semoga Bapak dan Ibu dosen selalu
dalam lindungan Allah S.W. T. Sehingga ilmu yang telah diberikan dapat
bermanfaat dikemudian hari .
8. Bapak H. Saeful Bahri S.Pd.I selaku kepala MI Al-Ma’arif yang telah memberikan motivasi dan banyak membantu selama penelitian berlangsung
9. Ibunda dan keluarga tercinta atas motivasi yang luar biasa atas limpahan dan
kasih sayang yang diberikan dan atas kesabarannya.
10.Suami tercinta atas motivasi yang luar biasa atas limpahan dan kasih sayang
yang diberikan dan atas kesabarannya.
Jakarta 19 Juni 2014
Penulis
v
HALA MAN JUDUL
LEMBAR PENGESAHAN PEMBIMBING
LEMBAR PENGESAHAN PENGUJI
SURAT PERNYATAAN KARYA SENDIRI
ABSTRAK ... i
KATA PENGANTAR ... iii
DAFTAR ISI ... v
DAFTAR TABEL ... ix
DAFTAR GAMBAR ... x
DAFTAR LAMPIRAN ... xi
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1
B. Identifikasi Area dan Fokus Penelitian ... 3
C. Pembatasan Fokus Penelitian ... 4
D. Perumusan Masalah Penelitian ... 4
E. Tujuan Penelitan ... 4
F. Manfaat Penelitian ... 4
BAB II KAJIAN TEORITIK DAN PENGAJUAN KONSEPTUAL INTERVENSI TINDAKAN A. AcuanTeori Area dan Fokus yang Diteliti ... 5
1. Pendekatan Konstruktivisme ... 5
a. Pengertian Pendekatan ... 5
b. Pengertian Konstruktivisme ... 8
c. Pendekatan Konstruktivisme ... 9
d. Teorikonstruktivisme ... 10
vi
pembelajaran IPA ... 12
b. Paradigma Konstruktivisme Dalam Pembelajaran .. 15
c. Implementasi dan Implikasi Konstruktivisme Dalam Pembelajaran IPA ... 16
3. Kajian Toeritik ... 22
a. Pengertian Belajar ... 22
b. Hasil Belajar ... 27
c. Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Hasil Belajar 29
4. Hasil Penelitian yang Relevan ... 30
B. Kerangka Berfikir ... 32
C. Hipotesis Tindakan ... 33
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Tempat dan Waktu Penelitian ... 34B. Metodel Penelitian dan Desain Interverensi Tindakan ... 34
C. Subjek / Partisipan yang terlibatdalam Penelitian ... 35
D. Peran dan Posisi Peneliti dalam Penelitian ... 35
E. Tahapan Interverensi Tindakan ... 36
F. Hasil Intervensi Tindakan yang Diharapkan ... 37
G. Teknik Pengumpulan Data ... 37
H. Data dan Sumber Data ... 37
I. Instrumen Pengumpulan Data ... 37
J. Kalibrasi Instrumen ... 41
1. Instrumen Tes ... 42
A.Validitas Soal ... 42
a. Uji Validitas ... 42
b. Uji Reliabilitas Soal Tes ... 43
c. Uji Taraf Kesukaran ... 45
d. Daya Pembeda ... 46
vii
2. Teknik Analisis Data Tes Non Tes ... 48
L. Indikator Keberhasilan ... 49
BAB IV DESKRIPSI ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN
A.Deskrifsi Data ... 501.Temuan Hasil Penelitian ... 50
Siklus I ... 50
a. Perencanaan ... 50
b. Tindakan ... 51
c. Pengamatan ... 53
d. Hasil Tes Belajar IPA ... 53
e. Hasil Observasi Kegiatan Siswa ... 54
f. Hasil Observasi Kegiatan Guru ... 54
g. Refleksi ... 56
h. Keputusan ... 57
Siklus II ... 57
a. Perencanaan ... 58
b. Tindakan ... 58
c. Pengamatan ... 60
d. Hasil Tes Kemampuan Siswa . ... 61
e. Hasil Observasi Kegiatan Siswa ... 61
f. Hasil Kegiatan Observasi Kegiatan Guru ... 62
g. Refleksi ... 63
h. Keputusan ... 64
B.Pembahasan ... 64
viii
B. Saran ... 67
C.
DAFTAR PUSTAKA ... 68
LAMPIRAN -LAMPIRAN
ix
Tabel 3.1 Kisi-kisi Instrumen IPA ... 38
( Energi dan Kegunaannya ) Siklus I Tabel 3.1 Kisi-kisi Instrumen IPA ... 39
( Energi dan Kegunaannya ) Siklus II Tabel 3.2 Hasil Uji Validitas Instrumen Siklus I ... 42
Tabel 3.3 Hasil Uji Validitas Instrumen Siklus I ... 42
Tabel 3.4 Kriteria Reliabilita ... 43
Tabel 3.5 Hasil Uji Reliabilitas Instrumen Siklus I ... 44
Tabel 3.6 Hasil Uji Reliabilitas Instrumen Siklus II ... 44
Tabel 3.7 Hasil Uji Taraf Kesukaran Instrumen Siklus I…………... 45
Tabel 3.8 Hasil Uji Taraf Kesukaran Instrumen Siklus II…………... 45
Tabel 3.9 Hasil Uji Daya Pembeda Siklus I……… 46
Tabel 3.10 Hasil Uji Daya Pembeda Siklus II………. 46
Tabel 3.11 Klasifikasi Kegiatan Guru……… 48
Tabel 3.12 Kriteria Nilai Presentase Instrumen Non Tes…………... 49
BAB IV Tabel 4.1.Data Hasil Belajar IPA Siswa Pada Siklus I…………... 54
Tabel 4.2 Hasil Observasi Kegiatan Siswa Pada Siklus I…………... 54
Tabel 4.3 Data Observasi Kegiatan Guru Pada Siklus I……… 55
Tabel 4.4 Data Hasil Belajar IPA Siswa Pada Siklus I ……… 61
Tabel 4.5 Hasil Observasi Kegiatan Siswa Pada Siklus II…………... 62
Tabel 4.6 Hasil Observasi Kegiatan Guru Pada Siklus II…………... 63
x
Gambar 3.2 Tahapan Intervensi Tindakan……….. 36
xi
Lampiran 2 ... 90
Kisi – kisi Penulisan Naskah Soal Beserta Kunci Jawaban
Lampiran 3 ... 99
Uji Instrumen Soal Penelitian Siklus 1
Lampiran 4 ... 102
Uji Instrumen Soal Penelitian Siklus 2
Lampiran 5 ... 105
Daftar Nilai Pretest dan Postest Siklus 1
Lampiran 6 ... 106
Daftar Nilai Pretest dan Postest Siklus 2
Lampiran 7 ... 108
Lembar Observasi Guru Siklus 1
Lampiran 8 ... 109
Lembar Observasi Siswa Siklus1
Lampiran 9 ... 112
Lembar Observasi Guru Siklus 2
Lampiran 10 ... 113
Lembar Observasi Siswa Siklus 2
Lampiran 11 ... 117
Tabel Nilai Hasil Observasi Siswa Siklus 1
Lampiran 12 ... 118
Tabel Nilai Hasil Observasi Guru Siklus 1
Lampiran 13 ... 119
Tabel Nilai Hasil Observasi Siswa Siklus 2
Lampiran 14 ... 120
Tabel Nilai Hasil Observasi Guru Siklus 2
xii
Lampiran 16 ... 123
Skor Data Dibobot Siklus 1
Lampiran 17 ... 124
Reliabilitas Tes Siklus 1
Lampiran 18 ... 125
Kelompok Unggul dan kelompok Asor Siklus1
Lampiran 19 ... 127
Daya Pembeda Siklus 1
Lampiran 20 ... 128
Tingkat Kesukaran Siklus 1
Lampiran 21 ... 129
Korelasi Skor Butir Dengan Sekor Total Siklus 1
Lampiran 22 ... 130
Kualitas Pengecoh Siklus 1
Lampiran 23 ... 131
Rekap Nilai Analisis Butir Soal Siklus 1
Lampiran 24 ... 132
Data Mentah Anates Siklus 2
Lampiran 25 ... 133
Skor Data Dibobot Siklus 2
Lampiran 26 ... 134
Reliabilitas Tes Siklus 2
Lampiran 27 ... 135
Kelompok Unggul dan Kelompok Asor Siklus 2
Lampiran 28 ... 136
Daya Pembeda Siklus2
Lampiran 29 ... 137
Tingkat Kesukaran Siklus2
xiii Kualitas Pengecoh Siklus2
Lampiran 32 ... 140
Rekap Nilai Analisis Butir Soal Siklus 2
Lampiran 33 ... 141
Lembar kerja Siswa Siklus 1 dan 2
Lampiran 34 ... 157
Gambar Kegiatan Belajar Mengajar
Lampiran 35 ... 168
Sub Materi Pokok
Lampiran 36………173
Soal LKS Siklus 1 dan 2
Lampiran 37 ... 182
Daftar Uji Reverensi
Lampiran 38 ... 187
Surat Keterangan Izin Penelitian dari UIN
Lampiran 39 ... 188
Surat Keterangan Pelaksanaan Penelitian dari Sekolah
Lampiran 40 ... 189
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Saat ini teknologi berkembang sangat pesat, maka hal ini harus diikuti
dengan peningkatan mutu pendidikan. Pelajaran IPA merupakan salah satu
pelajaran yang mendasari berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi serta
berperan penting dalam memajukan daya pikir manusia. Untuk menguasai dan
menciptakan teknologi dimasa depan diperlukan penguasaan pelajaran IPA sejak
dini. Demikian juga halnya dengan pelajaran IPA, peningkatan mutu pendidikan
IPA mutlak diperlukan namun perlu disadari bahwa peningkatan mutu pendidikan
IPA tidak dapat terwujud tanpa adanya peningkatan proses pembelajaran IPA.
Pembelajaran IPA sangat erat hubungannya dengan memahami dan
menanggapi pemahaman fisik dalam lingkungan fisik disekelilingnya. Artinya
pada pembelajaran IPA siswa harus aktif secara mental membangun struktur
pengetahuan berdasarkan pengalaman. Namun kenyataannya di lapangan dalam
proses pembelajaran IPA terkadang mengalami hambatan –hambatan, misalnya
media dan alat peraga, pendukung pembelajaran yang minim serta pemilihan dan
penggunaan metode pembelajaran yang tidak tepat.
Dari hasil observasi yang peneliti lakukan di MI.Al-Ma’arif Kali Baru,
Cilincing Jakarta Utara ditemukan bahwa siswa kurang berminat dalam belajar
IPA, khususnya pada konsep energi dan kegunaannya dikelas IV semester II. Ini
terlihat dari hasil nilai ulangan harian dimana nilainya dibawah 60% ( di bawah
nilai KKM ).
Rendahnya hasil belajar siswa ini disebabkan oleh beberapa hal. Pertama
metode yang digunakan oleh guru-guru MI.Al-Ma’arif dalam proses pembelajaran
umumnya adalah metode ceramah dan pembelajaran yang hanya meliputi siswa
datang, duduk dan menulis materi yang telah dituliskan dipapan tulis atau yang
didikte oleh guru,mendengarkan guru menjelaskan materi dan mengerjakan tugas.
1
Pembelajaran seperti ini akan menimbulkan kondisi jenuh, membosankan
monoton dan kurang direspon oleh siswa yang berujung pada tidak maksimalnya
pemahaman siswa terhadap materi. Kedua guru kurang melakukan apersepsi
terhadap siswa, sehingga peran aktif siswa dalam mengkonstruksi
pengetahuannya masih kurang bermakna, sehingga perlu adanya kolaboratif
antara guru dan siswa. Ketiga kurangnya kemampuan guru untuk menggali
pengalaman siswa yang berhubungan dengan materi pembelajaran dengan fakta di
lapangan yang sering dijumpai siswa. Serta guru umumnya belum mampu
mengunakan metode pembelajaran yang mudah, nyaman, dan menyenangkan,
dan tidak melibatkan siswa untuk aktif dalam proses belajar mengajar sehingga
pembelajaran tidak tepat sasaran, dan mengakibatkan tidak tercapainya materi dan
tujuan pembelajaran secara optimal.
Berdasarkan fakta- fakta di atas, perlu diciptakan kondisi yang efektif,
kondusif dan kreatif, dan bagaimana agar siswa tidak jenuh dan bosan dalam
mengikuti proses pembelajaran. Pendekatan konstruktivisme diharapkan dapat
menjadi solusi terhadap permasalahan yang ada di MI.Al-Ma’arif Kalibaru
Cilincing Jakarta Utara. Pendekatan konstruktivisme sangat menarik bila
diterapkan dalam proses pembelajaran IPA khususnya pada konsep energi dan
penggunaannya, karena sesuai dengan karakteristik konstruktivisme itu sendiri.
yaitu melibatkan siswa untuk berperan aktif dalam mengikuti proses
pembelajaran. Sehingga siswa menjadi lebih kreatif dan termotivasi dalam
mengikuti proses pembelajaran.1 Karena pada dasarnya model pembelajaran
dengan pendekatan konstruktivisme ini sifatnya lebih memfokuskan pada
kesuksesan siswa dalam mengorganisasikan pengalaman mereka. Dengan kata
lain kegiatan pada pembelajaran IPA dengan model konstruktivisme selalu
mengembangkan mind-onnya artinya memberikan kesempatan pada siswa untuk
melakukan dialog dengan guru dan juga temannya serta mengembangkan
kemampuan berpikirnya.2 Misalnya, pada konsep energi dan penggunaannya,
1
Hasil observer
2
Nana Djumhana, Pembelajaran Ilmu Pengetahuan Alam, (Jakarta: Direktorat Jenderal Pendidikan Islam Departemen Agama RI, Cet.Pertama, 2009), h.58
siswa didorong untuk mengungkapkan pengetahuan awal terkait sumber energi
yang sering digunakan di rumah.
Demikan juga pengembangan hands-on, artinya siswa menjadi terampil
mengembangkan kegiatan manipulatif dengan tangan dan keterampilan motorik
yang memungkinkan organ indranya melakukan fungsi observasi dan pengalaman
secara langsung.3 Misalnya, peserta didik dapat mengamati energi angin yang
dapat menggerakan baling –baling dan model kincir yang dibuat.
Melalui penerapan model konstruktivisme diharapkan hasil belajar siswa
akan lebih meningkat, serta membuat siswa percaya diri dalam mengembangkan
kemampuannya secara menyeluruh dan terpadu. Oleh karena itu peneliti perlu
mengupayakan peningkatan hasil belajar siswa dengan menggunakan metode
pendekatan konstruktivisme dalam pembelajaran IPA. Khususnya pada materi
energi dan penggunaannya. Berdasarkan masalah diatas maka peneliti tertarik
untuk melakukan penelitian dengan judul “Upaya Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Pada Konsep Energi dan Penggunaannya Melalui Pendekatan
Konstruktivisme.
B. Identifikasi Area dan Fokus Penelitian
Berdasarkan latar belakang masalah yang diuraikan di atas, maka dapat
diidentifikasi beberapa permasalahan sebagai berikut:
1. Metode yang digunakan oleh guru-guru MI.Al-Ma’arif dalam proses
pembelajaran umumnya adalah metode ceramah dan pembelajaran yang hanya
meliputi siswa datang, duduk dan menulis materi yang telah dituliskan
dipapan tulis atau yang didikte oleh guru, mendengarkan guru menjelaskan
materi dan mengerjakan tugas.
2. Guru kurang melakukan apersepsi terhadap siswa, sehingga peran aktif siswa
dalam mengkonstruksi pengetahuannya masih kurang bermakna
3
Ibid, h.58
3. Kurangnya kemampuan guru untuk menggali pengalaman siswa yang
berhubungan dengan materi pembelajaran dengan fakta di lapangan yang
sering dijumpai siswa
C. Pembatasan Fokus Penelitian
Karena begitu banyaknya identifikasi area yang ditemukan dalam
penelitian maka peneliti hanya akan mengkaji lebih dalam mengenai hasil belajar.
Pada penelitian ini hasil belajar hanya dilihat pada ranah kognetif KD.8.1.dan
KD.8.2.dengan tingkatan CI - C3 melalui model pembelajaran pendekatan
konstruktivisme dengan mengunakan metode diskusi, eksperimen dan tanya
jawab untuk meningkatkan hasil belajar siswa.
D. Perumusan Masalah Penelitian
Berdasarkan latar belakang masalah di atas maka rumusan masalah pada
penelitian ini adalah sebagai berikut: Bagaimana peningkatan hasil belajar siswa
pada konsep energi dan penggunaannya melalui pendekatan konstruktivisme?
E. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui peningkatan hasil belajar
siswa pada konsep energi dan penggunaannya melalui pendekatan
konstruktivisme
F. Manfaat Penelitian
Penelitian ini dapat memberi manfaat sebagai berikut :
1. Memberikan alternatif pilihan untuk menggunakan metode yang lebih efektif
dalam pembelajaran IPA
2. Memberikan informasi tentang pendekatan konstruktivisme sebagai
pendekatan yang dapat digunakan untuk meningkatkan hasil belajar siswa.
BAB II
KAJIAN TEORITIK DAN PENGAJUAN
KONSEPTUAL INTERVENSI TINDAKAN
A.
Acuan Teori Area dan Fokus yang Diteliti
1. Pendekatan Konstruktivisme
a. Pengertian Pendekatan
Pendekatan dapat diartikan sebagai titik tolak atau sudut pandang kita
terhadap proses pembelajaran yang merujuk pada pandangan tentang terjadinya
suatu proses yang sifatnya masih sangat umum, di dalamnya mewadahi,
menginspirasi, menguatkan dan melatari metode pembelajaran dengan cakupan
teoroitis tertentu1.
Istilah pendekatan secara harfiah dalam kamus besar bahasa Indonesia
diartikan sebagai “proses, perbuatan atau cara mendekati”. Pendekatan adalah
cara umum seorang guru memandang persoalan atau obyek sehingga diperoleh
kesan tertentu. Jadi pendekatan digunakan apabila bersangkut paut dengan cara-
cara umum atau asumsi dalam menyingkapi sesuatu masalah kearah
pemecahannya. Roy Killen dalam Sanjaya (2006) mencatat ada dua pendekatan
dalam pembelajaran yaitu, (1) Pendekatan pembelajaran yang berorientasi atau
berpusat pada guru (Teacher Centered Approach), (2) Pendekatan pembelajaran
yang berorientasi atau berpusat pada siswa (Student Centered Approach) 2
.
Pendekatan pembelajaran merupakan suatu himpunan asumsi yang saling
berhubungan dan terkait dengan sifat pembelajaran. Suatu pendekatan bersifat
aksiomatik dan menggambarkan sifat –sifat dan ciri khas suatu pokok bahasan
yang diajarkan. Dalam pengertian pendekatan pembelajaran tergambarkan latar
1
Ahmad Sudrajat, Pengertian Pendekatan, Strategi, Metode, Teknik, Taktik dan Model Pembelajaran. http:// www google com.hk g wt, 9 http/ Word Press Com.12. Sep .2008
2
Masitoh dan Laksmi Dewi, Strategi Pembelajaran, (Jakarta: Direktorat Jenderal Pendidikan Islam Departemen Agama Republik Indonesia, 2009), h. 38-39.
5
psikologis dan latar pedagogis dari pilihan metode pembelajaran yang akan
digunakan dan diterapkan oleh guru bersama siswa.3
Pendekatan pembelajaran adalah jalan yang akan ditempuh oleh guru dan
siswa dalam mencapai tujuan instruksional untuk suatu satuan instruksional
tertentu.(Sagala, 2003:68). Pendekatan pembelajaran dilakukan oleh guru untuk
menjelaskan materi pelajaran dari bagian-bagian yang satu dengan bagian lainnya
yang berorientasi pada pengalaman-pengalaman yang dimiliki siswa untuk
mempelajari konsep, prinsip, atau teori yang baru tentang suatu bidang ilmu. Pada
dasarnya pendekatan pembelajaran yang umum digunakan atau beberapa
pendekatan alternatif yang dapat digunakan dalam pembelajaran IPA di
Madrasah Ibtidaiyah yaitu, Pendekatan deduktif dan induktif, pendekatan
ekspositori, pendekatan heurisrstik, pendekatan konstektual4
.
Selain itu, ada Pendekatan proses, pendekatan konsep, pendekatan
discovery atau penemuan terbimbing, pendekatan inquiri, pendekatan histori,
pendekatan nilai, pendekatan lingkungan, pendekatan
Sains-Teknologi-Masyarakat dan pendekatan dengan melalui model pembelajaran konstruktivisme.
Pendekatan dalam pembelajaran IPA (Sains) yang bisa dipertimbangkan dan
digunakan pada tingkat Madrasah Ibtidaiyah, berimplikasi kepada kemampuan
guru untuk menerapkan pendekatan itu secara tepat. Pendekatan pembelajaran
adalah merupakan upaya yang dilakukan guna membuat siswa terlibat secara
aktif dan berminat dalam mengikuti pembelajaran5.
Menurut Syaiful Bahri Djamarah dan Aswan Zain berbagai pendekatan
yang dapat dipergunakan dalam pendidikan dan pengajaran yaitu, Pendekatan
individual, pendekatan kelompok, pendekatan bervariasi, pendekatan edukatif,
pendekatan pengalaman, pendekatan pembiasaan, pendekatan emosional,
3
Suyono dan Hariyanto, Belajar dan Pembelajaran, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2011), h.18
4
Zulfiani, Tonih Feronika, Kinkin Suartini, Strategi Pembelajaran Sains, (Jakarta: Lembaga Penelitian UIN Syarif Hidayattullah, 2009), h. 91-92
5
Nana Djumhana, Pembelajaran Ilmu Pengetahuan Alam, (Jakarta: Direktorat Jendral Pendidikan Islam Departemen Agama Republik Indonesia, 2009 ), h. 146
pendekatan rasional, pendekatan fungsional, pendekatan keagamaan dan
pendekatan kebermaknaan6.
Dari macam-macam pendekatan di atas dapat disimpulkan, bahwa
pendekatan pembelajaran adalah seperangkat asumsi atau pandangan guru tentang
hakekat bahasa yang diajarkan kepada siswa dalam suatu proses intraksi belajar
mengajar di kelas yang dipasilitasi guru dengan baik, (baik materi, metode, media,
atau evaluasi), dan dalam mengajar guru harus pandai menggunakan pendekatan
secara arif dan bijaksana sehingga mudah melakukan pendekatan dalam
pengajaran. Sehingga pencapaian tujuan pembelajaran bisa dicapai. Untuk
memperoleh pemahaman yang lebih baik perlu diperhatikan penggunaan
pendekatan dalam pembelajaran IPA atau pelajaran lainnya. Secara umum kita
harus memahami pendekatan dalam sistem belajar mengajar yang pada gilirannya
kita harus menentukan mana yang diperkirakan cocok dan dapat digunakan dalam
proses pembelajaran IPA khususnya pada tingkat SD/MI dan pada materi yang
akan diajarkan.7
Maka untuk tercapainya tujuan pembelajaran peneliti merasa cocok
dengan menggunakan pendekatan konstruktivisme khususnya pada pelajaran IPA
pada konsep energi dan penggunaannya. Karena dilihat dari segi pengajaran dan
pembelajaran konstruktivisme juga diartikan sebagai pendekatan yang
memberikan hak dan peluang belajar kepada siswa untuk belajar dengan membina
makna dengan kerangkanya masing – masing dengan berdasarkan pengalaman
dan lingkungan yang ada.8
6
Syaiful Bahri Djamarah dan Aswan Zain, Strategi Belajar Mengajar, (Jakarta: Rineka Cipta, 2006), h. 71.
7
Nana Djumhana. Loc .Cit., h.146
8
Palupi Purnamawati, Pengaruh Pendekatan Konstruktivisme Dalam Pembelajaran Kimia Terhadap Kemampuan Berpikir Kreatif Siswa, (Skripsi S1 Jurusan Pendidikan IPA Fakultas Tarbiyyah UIN Syarif Hidayatullah, 2010), h.8
b. Pengertian Konstruktivisme
Konstruktivisme adalah sebuah filosofi pembelajaran yang dilandasi
premis bahwa dengan mereflesikan pengalaman, kita membangun,
mengkonstruksi pengetahuan pemahaman kita tentang dunia tempat kita hidup.
Setiap kita akan menciptakan hukum dan model mental kita sendiri yang kita
pergunakan untuk menafsirkan dan menerjemahkan pengalaman belajar, sebagai
suatu proses pengaturan model mental seseorang untuk mengakomodasi
pengalaman- pengalaman baru. Konstruktivisme melandasi pemikirannya bahwa
pengetahuan bukanlah sesuatu yang given dari alam karena hasil kontak manusia
dengan alam, tetapi pengetahuan merupakan hasil konstruksi (bentukan) aktif
manusia itu sendiri. Pengetahuan bukanlah suatu tiruan dari kenyataan (realitas).
Pengetahuan bukanlah gambaran dari dunia kenyataan yang ada. Pengetahuan
selalu merupakan akibat dari suatu konstruksi kognitif kenyataan melalui kegiatan
seseorang. Ia membentuk skema, kategori, konsep dan struktur pengetahuan yang
diperlukan untuk pengetahuan (Bettencourt,1989 dalam Suparno, 1997 : 18).9
Konstruktivisme juga disebut suatu paham pembelajaran dimana siswa
membangun pengetahuan atau konsep secara aktif, berdasarkan pengetahuan dan
pengalaman yang telah dimiliki sebelumnya. Dalam proses pembelajaran ini siswa
akan menyesuaikan pengetahuan yang diterimanya dengan pengetahuan
sebelumnya untuk membangun pengetahuan baru.10
Maka berdasarkan pandangan pembelajaran konstruktivisme peneliti
tertarik untuk melakukan penelitian guna meningkatkan hasil belajar IPA
khususnya pada konsep energi dan penggunaannya. Dengan menggunakan model
pembelajaran pendekatan kosntruktivisme.
9
Suyono dan Hariyanto, Op.Cit., h. 105-106
10
Didi Sutardi dan Encep Sudirjo, Model Pembelajaran Konstruktivisme di Sekolah
Dasar, Pembelajaran dalam PBM di SD, (Bandung: Upi Press, 2008), h.126
c. Pendekatan Konstruktivisme
Pendekatan konstruktivisme adalah pendekatan pembelajaran yang
memandang bahwa siswa, belajar sains dengan cara mengkonstruksi pengertian
atau pemahaman baru tentang fenomena dari pengalaman yang telah
dimilikinya.11
Para peneliti telah berusaha untuk mengidentifikasi bagaimana para siswa
mengkonstruksi atau membentuk pemahaman mereka terhadap bahan yang
mereka pelajari dan menurut konstruktivisme, melalui proses-proses kognetif.
Para siswa menciptakan atau membentuk pengetahuan mereka sendiri melalui
tingkatan dan intraksi dengan dunia. Pendekatan konstruktivisme sosial juga
mempertimbangkan konteks sosial yang di dalamnya pembelajaran muncul dan
menekankan pentingnya interaksi sosial dan negoisasi dalam pembelajaran.
Berkenaan praktek kelas pendekatan-pendekatan konstruktivisme mendukung
kurikulum dan pengajaran student-centered bukannya teacher-centered. Siswa
adalah kunci pembelajaran.12
Konstruktivisme disebut juga sebagai suatu pendekatan pembelajaran
berdasarkan kepada penelitian tentang bagaimana manusia belajar. Kebanyakan
peneliti berpendapat setiap individu membangun pengetahuan dan bukan hanya
menerima pengetahuan dari orang lain. Siswa membangun pengetahuan mereka
dengan menguji ide-ide dan pendekatan berdasarkan pengetahuan dan
pengalaman yang ada, mengaplikasikannya kepada situasi baru dan
mengintegrasikan pengetahuan baru yang diperoleh dengan membangun
intelektual yang sebelumnya ada. Sebagaimana dalam teori konstruktivisme
dinyatakan bahwa siswa membina makna tentang dunia dengan mensintesis
pengalaman baru kepada apa yang mereka telah pahami sebelumnya. Mereka
membentuk aturan melalui refleksi tentang intraksi mereka dengan objek dan ide.
Apabila mereka bertemu dengan objek, ide atau hubungan yang tidak bermakna
bagi mereka maka mereka akan menginterprestasikan apa yang mereka lihat.13
11
Pudyo Susanto, Keterampilan Dasar Mengajar IPA Berbasis Konstruktivisme,
(Malang : FMIPA Universitas Negri Malang, 2002 ), h.6
12
Uyoh Sadullah, Pengantar Filsafat Pendidikan, (Bandung: Alfabeta, 2011), h. 178-179
13
Didi Sutardi dan Encep Sudirjo, Op.Cit., h. 125-126
sesuai dengan aturan yang mereka tetapkan atau mereka akan menyusuaikan
aturan mereka agar dapat menerangkan informasi baru ini lebih baik.14
d. Teori konstruktivisme
Bila kita membaca sejarah sains, kemajuan-kemajuan dalam sains telah
dicapai karena para ilmuwan mau menyusun gagasan-gagasannya dalam bentuk
teori dan meminta orang lain menilai teori-teori yang telah mereka susun itu.
Teori lama telah menimbulkan teori-teori baru dan teori baru menyebabkan
dilakukannya eksperimen, kemudian eksperimen-eksperimen menghasilkan
peningkatan pengetahuan dan pemahaman. Snelbecker (1974) berpendapat bahwa
perumusan teori itu bukan hanya penting, melainkan juga vital bagi psikologi dan
pendidikan agar dapat maju atau berkembang, serta memecahkan
masalah-masalah yang ditemukan dalam setiap bidang itu. Sekarang kita menyadari bahwa
ilmu apapun untuk dapat berkembang harus di landasi teori. Selain itu Snelbecker
(1974) juga mengemukakan bahwa konstruksi teori merupakan suatu bagian
proses keberlangsungan dalam psikologi dan pendidikan.15
Teori pembelajaran konstruktivisme dipelopori oleh J.Piaget dan Vygotsky
belajar menurut pandangan konstruktivistik berarti membangun, yaitu siswa dapat
mengkonstruksi sendiri pemahamannya dengan melakukan aktivitas aktif dalam
pembelajaran. Teori konstruktivisme merupakan salah satu teori belajar yang
berhubungan dengan cara seorang memperoleh pengetahuan, yang menekankan
pada penemuan makna (meaning fullness). Perolehan tersebut melalui informasi
dalam struktur kognetif yang telah ada dari hasil perolehan sebelumnya yang
tersimpan dalam memori dan siap dikonstruk untuk mendapatkan pengetahuan
baru.16
14
Ibid, h. 126
15
Ratna Willis Dahar, Teori – teori Belajar dan Pembelajaran. (Bandung: Gelora Aksara Pratama, 2011), h.10-12
16
Zulfiani, Tonih Feronika, Kinkin Suartini, Op.Cit., h.119
Menurut Vygotsky teori konstruktivisme belajar itu harus berlangsung
dalam kondisi sosial, dan harus terlihat betul peranan bahasa dalam belajar
konstruktif. Mengenai belajar sains, Vygotsky menyarankan bahwa intraksi sosial
itu penting saat siswa menginternalisasi pemahaman-pemahaman yang sulit,
masalah-masalah dalam proses, selanjutnya proses intrernalisasi melibatkan
rekonstruksi aktivitas psikologis dengan dasar penggunaan bahasa. Para
konstruktruktivis sosial menekankan bentuk-bentuk bahasa untuk mempermudah
konstruksi kebermaknaan anak, antara lain pertanyaan dengan ujung terbuka,
menulis kreatif, eksplansi siswa, dialog kelas dan lain-lain. Penelitian-penelitian
Piaget meliputi konstruksi pengetahuan personal melalui interaksi individual
dengan lingkungan. Sedangkan perspektif baru mengikut sertakan juga
proses-proses sosial dalam konstruksi pengetahuan. Dalam konstruksi pengetahuan guru
juga harus aktif. 17
Konstruktivisme menurut teori Piaget berlandaskan gagasan bahwa
perkembangan anak bermakna membangun struktur kognitifnya atau peta
mentalnya yang diistilahkan “schema/skema (jamak = schemata/skemata)”,
atau konsep jejaring untuk memahami dan menanggapi pengalaman pisik dalam
lingkungan disekelilingnya. Menurut teori konstuktivisme pengetahuan tidak
dapat ditransper begitu saja dari pikiran guru kepada pikiran siswa. Artinya siswa
harus akitif secara mental membangun struktur pengetahuan berdasarkan
kematangan kognitif yang dimilikinya. Sehubungan dengan itu Tasker (1992:30)
Seperti yang dikutip oleh Hamzah (2008) mengemukakan tiga penekanan dalam
teori belajar konstruktivisme sebagai berikut: (1) Peran aktif siswa dalam
mengkonstruksi pengetahuan secara bermakna. (2) Pentingnya membuat kaitan
antara gagasan dalam pengkonstruksian secara bermakna. (3) Mengaitkan antara
gagasan dengan informasi baru yang diterima. Wheatley (1991:12), pada sumber
yang sama mendukung pendapat Tasker tersebut dengan mengajukan dua prinsip
utama dalam pembelajaran sesuai konstruktivisme yaitu, 18
17
Ratna Willis, Op.Cit., h. 152-153
18
Suyono dan Hariyanto, Op.Cit., h, 107
Pertama Pengetahuan tidak dapat diperoleh secara pasif, tetapi secara aktif oleh
struktur kognitif siswa. kedua Fungsi kognisi bersipat adaptif dan membantu
pengorganisasian skema melalui pengalaman nyata anak. Selain penekanan dan
tahap-tahap tertentu yang perlu diperhatikan dalam teori belajar konstruktivisme.
Hanbury (1996) mengemukakan sejumlah aspek dalam kaitan dengan
pembelajaran yaitu, (1)Siswa mengkonstruksi pengetahuan dengan cara
mengintegrasikan ide yang mereka miliki. (2) Pembelajaran menjadi lebih
bermakna karena siswa mengerti. (3) Strategi siswa sendiri lebih bernilai.
(4) Siswa mempunyai kesempatan untuk berdiskusi dan saling bertukar
pengalaman dan pengetahuan dengan temannya. Dalam upaya implementasi teori
belajar konstruktivisme, Tytler (1996) mengajukan beberapa saran yang berkaitan
dengan rancangan pembelajaran, antara lain: (1) Memberikan kesempatan kepada
siswa untuk mengemukakan gagasan dalam bahasanya sendiri (2) Memberi
kesempatan kepada siswa untuk berpikir tentang pengalamanya sehingga menjadi
lebih kreatif dan imajinatif. (3) Memberi kesempatan kepada siswa untuk
mencoba gagasan baru. (4) Memberi pengalaman yang berhubungan dengan
gagasan yang telah dimiliki siswa. (5) Mendorong siswa untuk memikirkan
perubahan gagasan mereka. (6) Menciptakan lingkungan belajar yang kondustif.19
2. Model Pembelajaran Konstruktivisme
a. Model pembelajaran Konstruktivisme dalam pembelajaran IPA
Model pembelajaran konstruktivisme adalah model Pembelajaran yang
menciptakan lingkungan yang kondusif artinya suasana yang aman, nyaman, dan
tertib sehingga proses pembelajaran dapat berlangsung dengan tenang dan,
menyenangkan (enjoyable learning). Suasana yang demikian akan mendorong
terwujudnya proses pembelajaran yang aktif, kreatif, efektif dan bermakna, yang
lebih menekankan pada belajar mengetahui (learning to know).20
19
Ibid, h. 108-109
20
E.Mulyasa, Kurikulum Tingkat Satuan pendidikan, (Bandung: Remaja Rosda Karya, 2006), h. 33
Belajar berkarya (learning to do), belajar menjadi diri sendiri (learning to be) dan
belajar hidup bersama secara harmonis.(learning to live together.r21.
Konstruktivisme dalam model pembelajaran sains perlu diikuti dengan
pengembangan perangkat keterampilan dasar mengajar sains yang harus dikuasi
oleh guru sains, antara lain: Keterampilan mengajar dengan demonstrasi,
keterampilan mengajar dengan eksperimen, keterampilan mengajar dengan
permainan atau simulasi dan keterampilan mengajar di luar ruangan.
Karena pengajaran konstruktivisme adalah pengajaran yang menjadikan siswa
sebagai pusat kegiatan belajar untuk menemukan sendiri konsep sains melalui
akomodasi konsep lama dengan penomena-penomena baru yang ditemukan dalam
pembelajaran.22.
Sebagaimana diungkapkan oleh peneliti pendidikan sains, bahwa belajar
sains merupakan proses konstruktif yang menghendaki partisipasi aktif dari siswa
(Piaget dalam Dahar, 1996). Sehingga disini guru berubah dari sumber dan
pemberi informasi menjadi pendiagnosis dan fasilitator belajar siswa. Karena
pembelajaran perspektif konstruktivisme mengandung empat bagian inti, yaitu:
(1) berkaitan dengan prakonsepsi atau pengetahuan awal (prior knowledge) siswa,
(2) mengandung kegiatan pengalaman nyata (experience), (3) melibatkan intraksi
sosial (social Interaction) dan terbentuknya kepekaan terhadap lingkungan (sense
making).23
.
Demikan pula ketika siswa belajar perspektif konstruktivisme dipandang
sebagai upaya perubahan konsep, artinya siswa mau belajar ketika dalam kegiatan
yang dilakukannya ada seseorang mau mengubah pikirannya. Secara rasional
konsep tersebut akan terjadi perubahan dengan katagori sebagai berikut:
(1) Diferensiasi atau perbedaan, artinya konsep baru muncul dari konsep yang
sudah ada, (2) Perluasan konsep, artinya konsep lama mengalami pengembangan
menjadi konsep baru, (3) Konseptualisasi ulang, artinya terjadi perubahan yang24
21
Ibid, h. 33
22
Pudyo Susant, Op. Cit., h. 9-10
23
Usman Samatowa, Pembelajaran IPA di Sekolag Dasar, (Jakarta: Indeks, 2010-2011), h,54
24
Nana Djumhana, Op. Cit., h. 57
signifikan dalam bentuk dan hubungan antar konsep (restrukturisasi). Semua
model konstruktivisme memiliki kekhasan tersendiri dalam setiap tahapan
kegiatan pembelajarannya, akan tetapi secara umumnya mengembangkan struktur
kognitif untuk membangun pengetahuan sendiri melalui berpikir rasional.25
Struktur pembelajaran sains berbasis konstruktivisme ada empat tahap
yaitu, eksplorasi, eksplanasi, ekspansi dan evaluasi (Martin dkk,1997) yang
dikenal dengan siklus belajar.26
Secara rinci tahapan - tahapan atau langkah - langkah pembalajaran IPA
secara konstruktivisme sebagai berikut:
1. Tahap Pengetahuan Awal: Siswa didorong untuk mengungkapkan
pengetahuan awal tentang konsep yang akan dipelajari, dengan cara memancing
berupa pertanyaan problematik tentang fenomena yang sering ditemui siswa
sehari-hari, dan kaitkan dengan konsep yang akan dibahas. Siswa diberi
kesempatan untuk mengomunikasikan, mengilustrasikan pemahaman tentang
konsep tersebut.
2. Tahap Eksplorasi: Siswa diajak untuk menemukan konsep melalui
penyelidikan, pengumpulan data, dan interpretasi data melalui suatu kegiatan
yang dirancang oleh guru. Kegiatanya berupa pengamatan, percoban, diskusi,
tanya jawab, mencari informasi melalui buku atau via internet. Rasa ingin tahu
siswa tentang berbagai fenomena alam terpenuhi secara keseluruhan. Guru
memberikan kebebasan untuk mengeksplorasi keingintahuan siswa.
3. Tahap Diskusi dan Penjelasan Konsep: Siswa memberikan penjelasan dan
pemecahan masalah dari hasil observasi. Guru memberikan informasi dan
penguatan. Siswa membangun pemahaman baru tentang konsep yang telah
dipelajari. Bila pengetahuan awalnya benar maka siswa tidak ragu lagi tentang
konsepsinya, bila konsep awalnya salah maka ekplorasi merupakan jembatan
antara konsepsi siswa dengan konsep baru.27
25
Ibid, h. 57- 58
26
Pudyo Susanto, OP. Cit., h. 31
27
Nana Djumhana, Op. Cit., h.58
4. Tahap Pengembangan dan Aplikasi Konsep: Guru menciptakan iklim
pembelajaran yang memungkinkan siswa dapat mengaplikasikan konsepnya.
Guru memunculkan isu lingkungan yang dapat dipecahkan melalui pemahaman
konsep yang telah diperoleh, dengan harapan konsep yang dipelajari menjadi
bermakna.28
b.Paradigma Konstruktivisme Dalam Pembelajaran
Jika kita kaji secara cermat perubahan-perubahan paradigma dan
pandangan pendidikan, ada tuntutan terhadap perubahan proses pembelajaran
yang menuntut terjadinya proses pemberdayaan diri dan pengembangan
potensi-potensi peserta didik secara holistik melalui proses pembelajaran yang dilakukan
setiap guru. Paradigma konstruktivisme merupakan suatu tuntutan baru ditengah
terjadinya perubahan besar dalam memaknai proses pendidikan dan pembelajaran.
Konstruktivisme merupakan respons terhadap perkembangannya harapan-harapan
baru berkaitan dengan proses pembelajaran yang menginginkan peran aktif siswa
dalam merekayasa dan memprakarsai kegiatan belajarnya sendiri. Hampir semua
kalangan yang terlibat didalam mengkaji masalah-masalah pembelajaran
mengetahui bahwa konstruktivisme merupakan paradigma alternatif pembelajaran
yang muncul sebagai akibat revolusi ilmiah yang terjadi beberapa dasawarsa
belakangan ini. Konstruktivisme merupakan suatu filsafat pengetahuan yang
menekankan bahwa pengetahuan kita adalah konstruksi (bentukan) kita sendiri
(Von Glasersfeld dalam Bettencourt, 1989 dan Metthews, 1994).29
Dalam sebuah kesimpulannya Glasersfeld dan Kitchener (1987) memberi-
kan penekanan tentang gagasan konstruktivisme yaitu: (1) Pengetahuan bukanlah
merupakan gambaran dunia kenyataan belaka, tetapi selalu merupakan konstruksi
kenyataan melalui kegiatan subjek. (2) Subjek membentuk skema kognitif,
kategori, konsep dan struktur yang perlu untuk pengetahuan. (3) Pengetahuan
dibentuk dalam struktur konsepsi seseorang.30
.
28
Ibid, h. .58
29
Aunurrahman , Belajar dan Pembelajaaran, (Bandung : Alfabeta, 2011-2012), h.15-16
30
Didi Sutardi dan Encep Sudirjo, Pembaharuan dalam PBM SD, (Bandung : UPI Press, 2007), h. 140
Struktur konsepsi membentuk pengetahuan, dan konsepsi itu berlaku bila
berhadapan dengan pengalaman-pengalaman seseorang.
c. Implementasi dan Implikasi Konstruktivisme dalam Pembelajaran IPA
a. Implementasi pembelajaran konstruktivisme
Implementasi pembelajaran konstruktivisme pada proses pembelajaran di
sekolah dasar saat ini harus sejalan dengan diberlakukannnya kurikulum yang
terbaru yakni KTSP. Strategi pembelajaran konstruktivisme di sekolah dasar
menghendaki para guru untuk menerapkan strategi pembelajaran yang berpusat
pada anak atau child centerd teaching approach. Strategi pembelajaran
konstruktivisme di sekolah dasar pada pembelajaran sains mengacu pada,
penyiapan benda-benda nyata untuk digunakan oleh siswa, memeperhatikan
empat cara berbuat terhadap benda-benda, memperkenalkan kegiatan yang akan
dilakukan oleh siswa, menciptakan pertanyaan, masalah, dan pemecahannya.
Siswa saling berintraksi dan memperkenalkan kembali materi kegiatan. Hal lain
dalam pengelolaan kelas model pembelajaran konstruktivisme memerlukan upaya
guru untuk mengatur kegiatan kelas dalam bentuk individu dan kelompok kecil
siswa, guru mampu menciptakan hubungan kooperatif antar siswa, saling
memunculkan strategi untuk memecahkan masalah yang efektif, pembinaan
diarahkan agar siswa semakin lama semakin bertanggung jawab terhadap
pembelajaran sendiri.
Strategi pembelajaran dapat dideskrifsikan sebagai berikut :
1. Oreintasi belajar tidak hanya pada segi pencapaian akademik, artinya kegiatan
pembelajaran diarahkan untuk mengembangkan sikap dan minat belajar serta
potensi dasar siswa.
2. Membuat pelajaran bermakna bagi siswa, agar pembelajaran bermakna bagi
siswa topik-topik yang dipilih dan dipelajari didasarkan pada pengalaman-
pengalaman siswa yang relevan.
3. Metode mengajar mampu melibatkan siswa untuk aktif belajar dan membuat
siswa terlibat dalam aktivitas secara langsung dan bersifat menyenangkan.31
31
Ibid, h.140- 147
4. Memprioritaskan kesempatan siswa untuk bermain dan bekerja sama dengan
teman lainnya.
5. Bahan-bahan yang digunakan sebaiknya bahan yang kongkrit agar
pemebelajaran sesuai dengan taraf perekembangan anak usia sekolah dasar.
6. Menilai hasil belajar siswa secara komprehensif artinya guru tidak hanya
menekankan kepada aspek kognetif saja dengan menggunakan tes tertulis,
melainkan semua aspek prilaku siswa secara menyeluruh, kognetif, afektik dan
psikomotorik serta sesuai dengan penilaian berbasis kelas, guru menggunakan
berbagai jenis penilaian yang relevan dengan kebutuhan siswa. Baik penilain
proses maupun penilain hasil belajar siswa.
7. Guru berperan sebagai fasilitator dan mediator pembelajaran. Artinya guru
memberikan fasilitas terhadap kegiatan belajar siswa, pada saat siswa
membangun pengetahuan dan mengaplikasikannya terhadap kehidupan.
Sebagai mediator dikala siswa membutuhkan bimbingan dan bantuan untuk
meningkatkan kualitas pembelajaran dikelasnya dengan mengubah sikap dan
strategi pembelajaran yang lebih menekankan kepada aktivitas dan kreatifitas
siswa dalam belajar.32
Ada beberapa prinsip yang harus diperhatikan jika ingin mengimplemen-
tasikan konstruktivisme dalam pembelajaran, prinsip-prinsip tersebut yaitu :
1. Mengajukan masalah yang relevan untuk siswa.
2. Struktur pembelajaran untuk mencapai konsep-konsep esensial.
3. Sadarilah bahwa pendapat (Perspektif ) siswa merupakaan jendela mereka
untuk menalar (berfikir) .
4. Adaptasikan kurikulum untuk memenuhi kebutuhan dan pengembangan siswa.
5. Lakukan asesmen terhadap hasil belajar siswa dalam konteks pemebelajaran.33
32
Ibid, h.140- 147
33
Indrawati dan Wawan Setiawan, Pembelajaran Aktif, Kreatif, Efektif dan Menyenangkan, (Jakarta: Pusat Pengembangan dan Pemberdayaan Pendidik dan Tenaga Kependidikan IPA, 2009), h.10
Belajar juga merupakan proses mengasimilasikan dan menghubungkan
pengalaman atau bahan yang akan dipelajari dengan pengertian yang sudah
dipunyai seseorang sehingga pengertiannya dikembangkan. Menurut para
konstruktivisme proses belajar bercirikan konstruktivisme adalah sebagai berikut:
1.Belajar berarti membentuk makna.
2.Konstruksi arti sesuatu hal yang sedang dipelajari terjadi dalam proses yang
terus menerus.
3.Belajar bukanlah kegiatan mengumpulkan fakta, melainkan lebih dari itu yaitu
mengembangkan pemikiran dengan membuat pengertian baru.
4.Proses belajar yang sebenarnya terjadi pada waktu skema seseorang dalam
keraguan yang merangsang pemikiran lebih lanjut. Situasi ketidak seimbangan
adalah situasi yang baik untuk memacu pelajar.
5. Hasil belajar dipengaruhi oleh pengalaman peserta didik dengan dunia fisik dan
lingkungannya.
6. Hasil belajar seseorang tergantung pada apa yang telah diketahui peserta didik
(konsep, tujuan, motivasi) yang mempengaruhi intraksi dengan bahan yang
dipelajari. (Paul Suparno, 1997. 61).34
b.Implikasi Konstruktivisme dalam Pembelajaran.
Implikasi konstruktivisme dalam pembelajaran. Belajar merupakan suatu
proses mengkonstruksi pengetahuan melalui keterlibatan fisik dan mental siswa
secara aktif. Belajar juga merupakan suatu proses mengasimilasikan dan
menghubungkan bahan yang dimiliki seseorang sehingga pengetahuannya tentang
obyek tertentu menjadi lebih kokoh. Meskipun menurut konstruktivisme upaya
membangun pengetahuan dilakukan oleh siswa melalui kegiatan belajar yang ia
lakukan, namun peran guru tetap menempati arti penting dalam proses
pembelajaran. Dalam pandangan ini mengajar memang tidak hanya meyampaikan
informasi akan tetapi lebih menitik beratkan perannya sebagai mediator dan
fasilitator. (Suparno1997:66).35
34
Ibid, h.11
35
Aunurrahman, Op.Cit., h. 18
Dalam kegiatan pembelajaran fungsi guru sebagai mediator dan fasilitator
dapat dijabarkan dalam beberapa wujud sebagai berikut:
1.Menyediakan pengalaman belajar yang memungkinkan murid bertanggung
jawab dalam membuat rancangan, proses dan penelitian. Dalam fungsi ini
Kegiatan pembelajaran hendaknya dapat memberikan kesempatan secara luas
kepada siswa agar mereka dapat mengembangkan kemampuan berpikir,
memberi kesempatan untuk tumbuh dan berkembangnya inisiatif dan kreativitas
sesuai dengan modalitas belajarnya masing-masing.
2.Memberikan kegiatan yang merangsang keingintahuan siswa dan membantu
mereka untuk mengekspresikan gagasan-gagasannya serta ide-ide ilmiahnya.
Dalam pandangan konstruktivisme, ukuran keberhasilan belajar utamanya
bukan pada banyak informasi atau pengetahuan yang didapatkan, karena
bilamana indikator tersebut yang dijadikan patokan, maka pembelajaran menjadi
kegiatan yang statik dan kurang bermakna.
3.Memonitor, mengevaluasi dan menunjukan apakah pemikiran- pemikiran siswa
dapat didorong secara aktif. Kegiatan pembelajaran tidak hanya mengukur
ketercapaian materi pembelajaran, akan tetapi juga harus memperhatikan
perubahan-perubahan cara berpikir siswa.Apakah melalui kegiatan-kegiatan
pembelajarn yang dilalui, menjadikan siswa semakin mampu dan terampil
dalam memecahkan masalah atau mengatasi kesulitan yang dihadapi. Apakah
kemampuan siswa mengkomunikasikan persoalan-persoalan yang dihadapinya
semakin baik, sehingga kemampuan dan keterampilan berpikirnya semakin
meningkat.36
Selain itu implikasi pandangan kosntruktivisme untuk pembelajaran dapat
disarikan beberapa kebaikan pembelajaran berdasarkan konstruktivisme
1. Pembelajaran berdasarkan konstruktivisme memberikan kesempatan kepada
siswa untuk mengungkapkan gagasan secara eksplisit dengan menggunakan
bahasa sendiri, berbagai gagasan dengan temannya mendorong siswa-37
36
Ibid, h. 22-24
37
Usman Samatowa, Pembelajaran IPA di Sekolah Dasar, (Jakarta: Indeks, 2011) , h. 54-55
memberikan penjelasan tentang gagasannya
2. Pembelajaran berdasarkan konstruktivisme memberi pengalaman yang
berhubungan dengan gagasan yang telah dimiliki siswa atau rancangan
kegiatan disesuaikan dengan gagasan awal siswa agar siswa memperluas
pengetahuan mereka tentang fenomena dan memiliki (diberi) kesempatan untuk
merangkai fenomena, sehingga siswa didorong untuk membedakan dan
memadukan gagasan tentang fenomena yang menentang siswa.
3. Pembelajaran konstruktivisme memberi siswa kesempatan untuk berpikir
tentang pengalamannya agar siswa berpikir kreatif, imajinatif, mendorong
refleksi tentang teori dan model, mengenalkan gagasan sains pada saat yang
tepat.
4. Pembelajaran konstruktivisme memberi kesempatan kepada siswa untuk
mencoba gagasan baru agar siswa terdorong untuk memperoleh kepercayaan
diri dengan menggunakan berbagai konteks baik yang telah dikenal maupun
yang baru dan akhirnya memotivasi siswa untuk menggunakan berbagai
strategi belajar.
5. Pembelajaran konstruktivisme mendorong siswa untuk memikirkan perubahan
gagasan mereka setelah menyadari kemampuan mereka serta memberi
kesempatan untuk mengidentifikasi perubahan gagasan mereka.
6. Pembelajaran konstruktivisme lingkungan belajar yang kondusif yang
mendukung siswa mengungkapkan gagasan, saling menyimak, dan
menghindari kesan selalu ada satu “ jawaban yang benar”.38
Adapun implikasi dari teori belajar konstruktivisme dalam pendidikan
anak menurut Poedjiadi, 1999 : 3 adalah sebagai berikut:
1.Tujuan pendidikan menurut konstruktivisme adalah menghasilkan individu atau
anak yang memiliki kemampuan berfikir untuk menyelesaikan setiap persoalan
yang dihadapi.
2.Kurikulum dirancang sedemikian rupa sehingga terjadi situasi yang
memungkinkan pengetahuan dan keterampilan dapat dikonstruksi oleh peserta
38
Ibid, h. 54-55
didik. Selain itu latihan memecahkan masalah seringkali dilakukan melalui
belajar kelompok dengan menganalisis masalah dalam kehidupan sehari-hari.
3.Peserta didik diharapkan selalu aktif dan dapat menemukan cara belajar yang
sesuai bagi dirinya. Guru hanyalah berfungsi sebagai mediator, fasilitator dan
teman yang membuat situasi yang kondusif untuk terjadinya konstruksi
pengetahuan pada diri peserta didik. 39
Dalam proses pembelajaran guru dituntut untuk mampu mengembangkan
potensi-potensi peserta didik secara optimal. Upaya untuk mendorong
terwujudnya perkembangan peserta didik tersebut tentunya merupakan suatu
proses panjang yang tidak dapat diukur dalam priode tertentu, apalagi dalam
waktu yang sangat singkat. Meskipun demikian indikator terjadinya perubahan
kearah perkembangan peserta didik dapat dicermati melalui instrument- instrumen
pembelajaran yang dapat digunakan guru. Oleh karena itu seluruh proses dan
tahapan pembelajaran harus mengarah pada upaya mencapai perkembangan
potensi-potensi anak tersebut. Agar aktivitas yang dilakukan guru dalam proses
pembelajaran terarah pada upaya peningkatan potensi siswa secara komprehensip,
maka pembelajaran harus dikembangkan sesuai dengan prinsip–prinsip yang
benar, yang bertolak dari kebutuhan internal siswa untuk belajar.
Davies (1991:32) ada beberapa hal yang dapat dijadikan kerangka dasar
bagi penerapan prinsip – prinsip belajar dalam proses pembelajaran, yaitu
1. Hal apapun yang dipelajari murid, maka ia harus mempelajarinya sendiri, tidak
seorangpun yang dapat melakukan kegiatan belajar tersebut.
2. Setiap murid belajar menurut tempo ( kecepatannya) sendiri dan untuk setiap
kelompok umur, terdapat variasi dalam kecepatan belajar.
3. Seorang murid belajar lebih banyak bilamana setiap langkah segara diberikan
penguatan (reinforcement).
4. Penguasaan secara penuh dari setiap langkah –langkah pembelajaran,
memungkinkan murid belajar secara lebih berarti.40
39
Sofan Amri dan Iif Khoiru Ahmadi ,Konstruksi Pengembangan Pembelajaran,
(Jakarta: Prestasi Pustaka karya, 2010), h.147
40
Aunurrahman, Op,Cit., h. 113-114
5. Apabila murid diberikan tanggung jawab untuk mempelajari sendiri, maka ia
lebih termotivasi untuk belajar dan mengingat lebih baik.
Bagi guru, kemampuan menerapkan prinsip-prinsip belajar dalam proses
pembelajaran akan dapat membantu terwujudnya tujuan pembelajaran yang
dirumuskan perencanaan pembelajaran. Sementara bagi siswa prinsip-prinsip
pembelajaran akan membantu tercapainya hasil belajar yang diharapkan 41.
3.Kajian Toeritik
a. Pengertian Belajar
Mengapa belajar ? Allah adalah Tuhan Yang Maha Esa menciptakan apa yang
ada di langit dan di bumi. Kita yang hidup di bumi diminta-Nya untuk mengamati
apa yang diciptakan-Nya. Dengan mengamati itu, kemudian, diharapkan-Nya kita
mempertanyakan apa yang kita amati itu. Timbulah pertanyaan: ”Mengapa,
bagaimana, dan untuk apa Tuhan menciptakan semua itu? Maka untuk
mengetahui jawabannya, kita diminta belajar, baik dari buku-buku, guru, ataupun
orang yang lebih tinggi pengetahuannya42
Istilah belajar sering kita dengar dalam kehidupan sehari-hari, belajar
dapat terjadi kapan saja dan dimana saja. Belajar adalah salah satu kata yang
sudah akrab dengan semua lapisan masyarakat, lingkungan akademik seperti
dilingkungan sekolah, pelajar, siswa dan siswi serta mahasiswa yang mempunyai
tugas untuk belajar. Kegiatan belajar adalah kegiatan yang tidak dapat dipisahkan
dari mereka. Konsep tentang belajar sendiri telah dibanyak dikemukakan oleh
para ahli. Menurut Gagne (1984). Belajar adalah suatu proses dimana suatu
organisme berubah perilakunya sebagai akibat pengalaman. Definisi belajar
dijelaskan oleh Driscol (2000). Yaitu, perubahan yang terus-menerus dalam
kinerja atau potensi manusia. Menurut Oemar Hamalik (1995) berpendapat belajar
adalah modifikasi atau memperteguh kalakuan melalui pengalaman.43
41
Ibid, h. 114
42
Ratna Wilis dahar, Op. Cit., h. 1
43
Masitoh dan Laksmi, Op. Cit., .h. 3
Sedangkan menurut Nana Syaodih (1970), belajar adalah segala perubahan
tingkah laku baik yang berbentuk kognetif, afektik maupun psikomotorik dan
terjadi melalui proses pengalaman. Pengertian belajar juga dijelaskan oleh James
LM ( 2000 ), belajar adalah upaya yang dilakukan dengan mengalami sendiri,
menjelajahi, menelusuri, dan memperoleh sendiri. Sementara itu Garry dan
Kingsley berpendapat bahwa belajar adalah proses perubahan tingkah laku yang
orisinil melalui pengalaman dan latihan –latihan. Konsep belajar juga
dikemukakan oleh Robert dan Davies (1995). Bahwa belajar adalah perubahan
perilaku yang relatif permanen, sebagai suatu fungsi praktis atau pengalaman.
Berdasarkan pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa belajar adalah
suatu proses atau kegiatan yang dilakukan sehingga membuat suatu perubahan
prilaku yang berbentuk kognetif, afektif dan psikomotor. Pemahaman tentang
pengertian belajar terdapat tiga atribut pokok atau ciri utama belajar yaitu: Proses,
perubahan tingkah laku, dan pengalaman. Proses: Belajar adalah proses mental
dan emosional atau bisa di sebut juga sebagai proses berfikir dan merasakan.
Seseorang dikatakan belajar bila fikiran dan prasaannya aktif dan aktifitas pikiran
dan perasaannya itu sendiri tidak dapat diamati orang lain akan tetapi akan terasa
oleh yang bersangkutan.(orang yang sedang belajar itu). Guru tidak dapat melihat
aktifitas fikiran dan perasaan siswa yang diamati oleh guru ialah manifestasinya,
yaitu kegiatan siwa sebagai akibat adanya aktifitas fikiran dan perasaan pada diri
siswa tersebut. Perubahan Tingkah laku: Hasil belajar berupa perubahan perilaku
atau tingkah laku. Seseorang yang belajar akan berubah atau bertambah
prilakunya, baik yang berupa pengetahuan, keterampilan motorik atau penguasaan
nilai-nilai sikap. Pengalaman : Belajar adalah mengalami artinya belajar terjadi
dalam intraksi antara individu dengan lingkungan, baik lingkungan fisik maupun
lingkungan sosial. lingkungan fisik contohnya: Buku, media, perpustakaan, alam
sekitar. Lingkungan sosial contohnya: guru, siswa, pustakawan, kepala sekolah.
Lingkungan pembelajaran yang baik ialah lingkungan yang dapat menstimulasi
dan menantang siswa untuk belajar.44
44
Ibid, h. 3-5
Menurut Gagne (1984). Belajar dapat didefinisikan sebagai suatu proses
dimana suatu organisasi berubah prilakunya sebagai akibat pengalaman yaitu:
1. Perubahan perilaku, belajar menyangkut perubahan dalam suatu organisme.
Hal ini berarti bahwa belajar membutuhkan waktu untuk mengukur belajar, kita
membandingkan cara organisme itu berperilaku pada waktu satu dengan cara
organisme itu berprilaku pada waktu dua dalam suasana yang serupa, bila
perilaku dalam suasana serupa itu berbeda untuk waktu itu, kita dapat
berkesimpulan bahwa telah terjadi belajar.
2. Perilaku terbuka sebagai suatu yang terjadi dalam pikiran seseorang. Contoh,
Perilaku menyangkut aksi atau tindakan.
3. Belajar berpengalaman, suatu hasil pengalaman. Istilah pengalaman membatasi
macam –macam perubahan perilaku yang dapat dianggap mewakili belajar.
Biasanya batasan ini dilakukan dengan memperhatikan penyebab –penyebab
perubahan dalam perilaku yang tidak dapat dianggap sebagai hasil
pengalaman.
4. Belajar kematangan disebabkan oleh perubahan – perubahan yang berlangsung
dalam proses pertumbuhan dan pengembangan organisme-organisme secara
fisiologis.45
Menurut Oemar Hamalik, terdapat berbagai macam tafsiran tentang
belajar antara lain: Belajar adalah melatih daya – daya yang dimiliki oleh
manusia dengan latihan tersebut akan terbentuk dan berkembang berbagai daya
yang dapat berfungsi sebagai mestinya, seperti : daya ingat, daya fikir, daya rasa,
dan sebagainya. Pandangan baru menyatakan bahwa belajar merupakan suatu
proses perubahan tingkat laku akibat latihan dan pengalam sejalan dengan
perumusan ini, Romine berpendapat, bahwa “ learning is defined as the
modification or strengthening of behavior through experiencing”46
45
Ratna wilis, Op.Cit., h. 2-3
46
Oemar Hamalik, Dasar- Dasar Pengembangan Kurikulum, (Bandung: Remaja Rosda Karya, 2009), h.106
Belajar merupakan suatu proses dan bukan hasil yang hendak dicapai
semata proses itu sendiri berlangsung melalui serangkaian pengalaman, sehingga
terjadi modifikasi pada tingkah laku yang telah dimiliki sebelumnya. Jadi,
berdasar proses (sebagai alat atau means) akan tercapai tujuan (ends), sesuatu hal
yang dikehendaki oleh pendidikan.47
Belajar adalah suatu aktifitas atau suatu proses untuk memperoleh
pngetahuan, meningkatkan keterampilan, memperbaiki perilaku sikap, dan
mengokohkan kepribadian. Dalam konteks menjadi tahu atau proses memperoleh
pengetahuan, menurut pemahaman sains konvensional, kontak manusia dengan
alam diistilahkan dengan pengalaman (experience).48
Menurut Poerwodarminto, belajar adalah berusaha supaya memperoleh
kepandaian ( ilmu dan sebagainya). Jadi belajar adalah suatu proses perubahan
tingkah laku didalam diri manusia. Perubahan itu dimulai dari sesuatu yang tidak
dikenalnya, kemudian dikuasai atau dimilikinya kemudian dipergunakannya
sampai pada suatu saat dievaluasi oleh yang menjalani proses belajar itu.
Seseorang yang mendapatkan pengetahuan, maka akan tampak perubahan
dalam dirinya, misalnya :
1. Perubahan yang disadari dan disengaja yaitu, perubahan perilaku yang terjadi
merupakan usaha sadar dan disengaja dari individu yang bersangkutan
Begitu juga dengan hasil-hasilnya, individu yang bersangkutan meyadari bahwa
dalam dirinya telah terjadi perubahan, misalnya pengetahuannya semakin
bertambah atau keterampilannya semakin meningkat, dibandingkan sebelum dia
mengikuti suatu proses belajar.
2.Perubahan yang berkesinambungan yaitu, bertambahnya pengetahuan atau
keterampilan yang dimiliki pada dasarnya merupakan kelanjutan dari
pengetahuan dan keterampilan yang telah diperoleh sebelumnya.49
47
Ibid, h.106
48
Suyono dan Haryanto, Op. Cit., h. 9
49
Murniasih, Irpan Shopian, Istianingsih, 101 Tips Belajar Efektif dan Meny