• Tidak ada hasil yang ditemukan

HUBUNGAN ANTARA LAMA MENOPAUSE DENGAN SINDROM MULUT TERBAKAR DI KELURAHAN PADANG BULAN MEDAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "HUBUNGAN ANTARA LAMA MENOPAUSE DENGAN SINDROM MULUT TERBAKAR DI KELURAHAN PADANG BULAN MEDAN"

Copied!
63
0
0

Teks penuh

(1)

PADANG BULAN MEDAN

SKRIPSI

Diajukan untuk memenuhi tugas dan melengkapi syarat memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Gigi

Oleh:

BELLA RIA BR GINTING NIM: 130600039

Pembimbing:

Sayuti Hasibuan, drg., Sp.PM

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2017

(2)

Tahun 2017

Bella Ria Br Ginting

Hubungan antara Lama Menopause dengan Sindrom Mulut Terbakar di Kelurahan Padang Bulan Medan

ix + 40 Halaman.

Masa menopause seringkali dikhawatirkan oleh sebagian wanita karena berpengaruh pada kondisi fisik, psikologi dan perubahan rongga mulut. Perubahan rongga mulut pada wanita menopause terjadi karena proses hypoestrogenisme, dimana estrogen dapat mempengaruhi mukosa oral secara langsung atau melalui mekanisme saraf. Perubahan rongga mulut yang sering terjadi salah satunya adalah Sindrom Mulut Terbakar (SMT). SMT adalah sensasi nyeri terbakar pada mukosa oral yang terjadi secara kronis tanpa ditemukan kelainan pada mukosa oral. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara lama menopause dengan SMT berdasarkan karakteristiknya seperti gejala penyerta, lokasi dan intensitas nyeri. Jenis penelitian ini merupakan survei analitik dengan pendekatan cross sectional dengan melibatkan 100 wanita menopause di Kelurahan Padang Bulan Medan. Pemilihan sampel pada penelitian ini dengan teknik non probability purposive sampling. Pengumpulan data dilakukan dengan melakukan wawancara dengan subjek dan pemeriksaan klinis.

Analisis data pada penelitian ini menggunakan uji Chi Square dan Kolmogorov- Smirnov. Hasil yang diperoleh dari penelitian ini adalah wanita menopause yang mengalami SMT ada 14 orang (14%) dan yang tidak mengalami SMT 86 orang (86%).

Hasil uji statistik menunjukkan nilai p=0,013 untuk hubungan antara lama menopause dengan SMT, nilai p=0,76 untuk hubungan antara lama menopause dengan gejala penyerta SMT, nilai p=0,92 untuk hubungan antara lama menopause dengan lokasi SMT, dan nilai p=0,99 untuk hubungan antara lama menopause dengan intensitas SMT.

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara

(3)

Daftar Rujukan : 39 (2006-2016)

(4)

Skripsi ini telah disetujui untuk dipertahankan di hadapan tim penguji skripsi

Medan, 10 Mei 2017

Pembimbing Tanda Tangan

Sayuti Hasibuan, drg.,Sp.PM ...

NIP: 197009151997011001

(5)

Skripsi ini telah dipertahankan di hadapan tim penguji pada tanggal 10 Mei 2017

TIM PENGUJI

KETUA : Sayuti Hasibuan, drg., Sp.PM ANGGOTA : 1. Nurdiana, drg., Sp.PM

2. Aida Fadhilla Darwis, drg

(6)

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan karunia-Nya sehingga skripsi yang berjudul “Hubungan antara Lama Menopause dengan Sindrom Mulut Terbakar di Kelurahan Padang Bulan Medan” dapat selesai disusun sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar Sarjana Kedokteran Gigi.

Rasa hormat dan ucapan terima kasih penulis kepada kedua orang tua tercinta, Ayahanda Infitra Ginting dan Ibunda Ingan Malem Br Bangun, demikian juga kepada kakak penulis Harta Ria Br Ginting, S.Pd., dan abang penulis Sarman Ginting, S.Kom., yang telah mendukung penulis dalam mengerjakan skripsi ini, memberi bantuan moril dan materil, serta senantiasa mendoakan penulis.

Dalam penulisan skripsi ini, penulis telah banyak mendapatkan bantuan dari berbagai pihak. Untuk itu penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada :

1. Dr. Trelia Boel, drg, M.Kes., Sp.RKG(K), selaku Dekan Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara.

2. Sayuti Hasibuan, drg., Sp.PM selaku Ketua Departemen Ilmu Penyakit Mulut Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara sekaligus dosen pembimbing skripsi yang telah banyak meluangkan waktu untuk memberikan bimbingan, pengarahan, dan saran dalam penulisan skripsi ini.

3. Prof. Ismet Danial Nasution, drg., Ph.D., Sp.Pros. (K)., selaku penasehat akademik yang telah memberikan bimbingan kepada penulis selama menjalani pendidikan di Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara.

4. Nurdiana, drg., Sp.PM dan Aida Fadhilla Darwis, drg., selaku dosen penguji yang telah memberikan saran dan masukan yang membangun kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

5. Albena Boangmanalu, SSTP., MSP., selaku Lurah Padang Bulan yang telah memberikan izin kepada penulis untuk melakukan penelitian, dan kepada seluruh kepala

(7)

6. Kepada Joseph Ginting, SH., Rehna Br Bangun, Amd., Yonasari Riaukur, dan Yandi Alexander yang telah banyak memberikan dukungan, motivasi dan membantu sehingga skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik.

7. Sahabat terkasih penulis Eva Riris, Jelika Murni, Meylia Lestari, Mira Ginta, Ruth Feronika, Laura, Chrisnawati, Bella Thea, Afrita Rizky, Dian Paulina, Yolanda, Silvia Aprisia, Sonia Grace, Yuni Sari, Bayu Panca, dan Reevanash yang memberi bantuan, semangat, dan doa dari awal sampai akhir pengerjaan skripsi ini.

8. Kepada abang kakak terkasih yaitu Yohana Margareth, Try Yudha Tarigan, dan Roben Suhadi yang selalu mendukung dan memberi bantuan kepada penulis dalam pengerjaan skripsi ini.

9. Teman seperjuangan yang sama-sama mengerjakan tugas akhir di Departemen Ilmu Penyakit Mulut serta teman-teman angkatan 2013 dan semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu-persatu yang telah memberikan bantuan pikiran dan semangat selama penyelesaian skripsi ini.

Akhirnya penulis mengharapkan semoga skripsi ini dapat memberikan sumbangan pikiran yang berguna bagi fakultas dan pengembangan wawasan bagi masyarakat.

Medan, 10 Mei 2017 Penulis

Bella Ria Br Ginting NIM: 130600039

(8)

Halaman HALAMAN JUDUL ...

HALAMAN PERSETUJUAN ...

KATA PENGANTAR ... iv

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR TABEL ... viii

DAFTAR LAMPIRAN ... ix

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 3

1.3 Tujuan Penelitian... 4

1.4 Hipotesis Penelitian ... 4

1.5 Manfaat Penelitian... 5

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Menopause ... 6

2.1.1 Jenis Menopause ... 6

2.1.2 Fisiologi Menopause ... 7

2.1.3 Tahapan Menopause ... 7

2.1.4 Gejala-Gejala Menopause ... 8

2.2 Sindrom Mulut Terbakar (SMT) ... 11

2.2.1 Etiologi ... 11

2.2.2 Gambaran Klinis dan Klasifikasi ... 14

2.2.3 Diagnosis ... 15

2.2.4 Penatalaksanaan ... 16

2.3 Hubungan Lama Menopause dengan Sindrom Mulut Terbakar ... 16

2.4 Kerangka Teori ... 18

2.5 Kerangka Konsep ... 19

(9)

3.1 Jenis Penelitian ... 20

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian ... 20

3.3 Populasi dan Sampel ... 20

3.3.1 Populasi ... 20

3.3.2 Sampel ... 20

3.3.3 Besar Sampel ... 21

3.3.4 Kriteria Inklusi dan Eksklusi ... 21

3.4 Variabel dan Definisi Operasional ... 22

3.4.1 Variabel Penelitian ... 22

3.4.2 Definisi Operasional ... 22

3.5 Sarana Penelitian ... 24

3.5.1 Alat Penelitian ... 24

3.5.2 Bahan Penelitian ... 24

3.6 Metode Pengumpulan Data ... 25

3.7 Pengolahan dan Analisis Data ... 25

3.7.1 Data Univariat ... 25

3.7.2 Data Bivariat ... 26

3.8 Etika Penelitian ... 26

BAB 4 HASIL PENELITIAN 4.1 Analisis Data Univariat ... 27

4.1.1 Data Demografi Subjek Penelitian ... 27

4.1.2 Prevalensi SMT ... 28

4.1.3 Karakteristik SMT ... 29

4.2 Analisis Data Bivariat ... 31

4.2.1 Hubungan antara Lama Menopause dengan SMT ... 31

4.2.2 Hubungan antara Lama Menopause dengan Karakteristik SMT 32 BAB 5 PEMBAHASAN ... 34

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan ... 37

6.2 Saran ... 37

DAFTAR PUSTAKA ... 38 LAMPIRAN

(10)

Tabel Halaman

1 Distribusi frekuensi responden berdasarkan usia ... 27

2 Distribusi frekuensi usia mulai mengalami menopause ... 28

3 Distribusi frekuensi lama menopause ... 28

4 Prevalensi SMT pada wanita menopause ... 28

5 Distribusi frekuensi SMT berdasarkan lama menopause ... 29

6 Distribusi frekuensi gejala penyerta SMT... 29

7 Distribusi frekuensi lokasi SMT ... 30

8 Distribusi frekuensi intensitas SMT ... 30

9 Hubungan antara lama menopause dengan SMT ... 31

10 Hubungan antara lama menopause dengan gejala penyerta SMT ... 32

11 Hubungan antara lama menopause dengan lokasi SMT ... 32

12 Hubungan antara lama menopause dengan intensitas SMT ... 33

(11)

Lampiran

1. Lembar Penjelasan Kepada Calon Subjek Penelitian

2. Lembar Persetujuan Setelah Penjelasan (Informed Consent) 3. Lembar Pemeriksaan Subjek Penelitian

4. Persetujuan Komisi Etik Tentang Pelaksanaan Penelitian Kesehatan (Ethical Clearance)

5. Surat Selesai Penelitian dari Kelurahan Padang Bulan Kecamatan Medan Baru 6. Hasil Uji Statistik

(12)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Tubuh wanita akan mengalami beberapa kali perubahan karena ketidakseimbangan dari hormon estrogen dan progesteron, yaitu saat pubertas, menstruasi, kehamilan, dan menopause.1,2 Perubahan tersebut merupakan tahap perkembangan yang normal dalam kehidupan seorang wanita, namun masa menopause seringkali dikhawatirkan oleh sebagian wanita.2,3

Menopause adalah fase dimana berhentinya menstruasi secara permanen akibat perubahan fungsi hormonal dan reproduksi dari ovarium.2-5 Masa sebelum menopause, hormon estrogen sudah mulai berkurang yang menyebabkan siklus menstruasi mulai tidak teratur sampai akhirnya berhenti secara permanen. Seseorang dikatakan menopause apabila sudah 12 bulan berturut-turut tidak mengalami menstruasi.4,5 Menopause biasanya terjadi pada wanita antara usia 45-55 tahun.3-7

Data jumlah wanita yang berusia 50 tahun keatas dan diperkirakan memasuki usia menopause dari tahun ke tahun mengalami peningkatan. Jumlah wanita menopause di Asia, menurut data WHO pada tahun 2025 akan meningkat dari 107 juta jiwa menjadi 373 juta jiwa.8 Depkes RI (2005), memperkirakan penduduk Indonesia pada tahun 2020 akan mencapai 262,6 juta jiwa dengan jumlah wanita yang hidup dalam usia menopause sekitar 30,3 juta.8,9 Secara demografi terjadinya peningkatan jumlah wanita usia menopause akan menjadi masalah kesehatan masyarakat yang memerlukan penanganan khusus, karena terjadinya menopause tidak hanya berdampak pada sistem reproduktif wanita tetapi juga berpengaruh pada kondisi fisik, psikologi dan termasuk perubahan rongga mulut.8,9

Perubahan rongga mulut pada wanita menopause terjadi karena proses hypoestrogenisme.2 Perubahan estrogen yang dapat mempengaruhi mukosa vagina, juga dapat mempengaruhi mukosa oral karena histologi dan responnya terhadap hormon estrogen sama.2,4 Estrogen dapat mempengaruhi mukosa oral secara langsung

(13)

atau melalui mekanisme saraf sehingga mengubah kesehatan periodontal dan masalah rongga mulut lainnya seperti xerostomia, meningkatnya insiden karies, perubahan pengecapan, osteoporosis, infeksi kandida, dan sensasi terbakar pada mukosa mulut yang disebut dengan Sindrom Mulut Terbakar (SMT).1,2,4,5

Sindrom Mulut Terbakar (SMT) merupakan salah satu manifestasi rongga mulut yang sering ditemukan pada wanita menopause.10-12 SMT adalah sensasi nyeri terbakar pada mukosa oral yang terjadi secara kronis tanpa adanya kelainan mukosa.

SMT berlangsung setidaknya 4-6 bulan dan paling sering melibatkan lidah. Lokasi lain yang dapat terjadi adalah bibir, mukosa bukal, palatum, daerah yang tertutup gigi tiruan lepasan, dasar mulut, dan biasanya terjadi bilateral.1,4,5

Prevalensi SMT pada populasi umum berada diantara 0,7-15%.13,14 SMT perlu mendapat perhatian dari tenaga kesehatan, karena selain sensasi terbakar pada mukosa oral, SMT juga dapat memberikan dampak yang merugikan dan mempengaruhi kualitas hidup penderitanya.15,16 Pasien sering mengeluhkan rasa sakit yang menjadikannya sulit tidur karena intensitas rasa nyerinya semakin tinggi di malam hari. Selain itu akan muncul rasa tidak nyaman dan gelisah sehingga pasien menjadi mudah cemas, marah, dan depresi.15

SMT sering dikaitkan dengan menopause karena meningkatnya insidensi SMT pada wanita setelah menopause.10,11 Penelitian yang dilakukan oleh Gao dkk (2009) di Cina, 75,9% dari 87 kasus SMT terjadi pada wanita dan 47 (54%) diantaranya terjadi pada wanita pascamenopause.13 Popa dkk (2011) meneliti hal yang sama pada 118 penderita SMT, 72% terjadi pada wanita dan distribusi paling banyak pada usia diatas 50 tahun yaitu sekitar 72,9%. Hasil penelitian ini menunjukkan wanita dengan usia diatas 50 tahun khususnya pascamenopause lebih berisiko mengalami SMT.17 Sasireka dkk (2013) dalam penelitiannya tentang manifestasi rongga mulut pada wanita pascamenopause mengatakan bahwa dari 50 orang wanita pascamenopause ditemukan 39 orang (78%) mengalami SMT.11 Penelitian lebih lanjut oleh Santosh dkk (2013) mengatakan bahwa dari 365 wanita pascamenopause ditemukan pasien yang memiliki manifestasi oral sebanyak 269 orang (73,6 %), dan pasien dengan SMT ditemukan pada 99 orang (25,8%). Hasil

(14)

penelitian ini menunjukkan bahwa SMT menjadi salah satu manifestasi rongga mulut yang utama pada wanita pascamenopause.12 Baharvand dkk (2014) membandingkan prevalensi SMT pada wanita menopause dengan wanita nonmenopause, ditemukan 51 (22,7%) SMT terjadi pada wanita menopause, sedangkan pada wanita nonmenopause hanya 11 (4,8%).10

Berdasarkan beberapa penelitian sebelumnya diketahui bahwa wanita menopause memiliki risiko yang lebih tinggi untuk mengalami SMT. Namun dari penelitian tersebut belum menjelaskan mengenai hubungan menopause dilihat dari lamanya sudah mengalami menopause terhadap karakteristik (gejala penyerta, lokasi, dan intensitas) SMT. Oleh karena itu perlu dilakukan penelitian tentang hal tersebut di Kelurahan Padang Bulan Kecamatan Medan Baru.

1.2 Rumusan Masalah

Berdararkan uraian latar belakang masalah di atas, dapat dirumuskan pertanyaan penelitian sebagai berikut :

1.2.1 Masalah Umum

Apakah ada hubungan antara lama menopause dengan SMT di Kelurahan Padang Bulan Medan?

1.2.2 Masalah Khusus

1. Berapakah prevalensi wanita menopause yang mengalami SMT di Kelurahan Padang Bulan Medan?

2. Apakah ada hubungan antara lama menopause dengan gejala penyerta SMT di Kelurahan Padang Bulan Medan?

3. Apakah ada hubungan antara lama menopause dengan lokasi SMT di Kelurahan Padang Bulan Medan?

4. Apakah ada hubungan antara lama menopause dengan intensitas SMT di Kelurahan Padang Bulan Medan?

(15)

1.3 Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan Umum

Untuk mengetahui hubungan antara lama menopause dengan SMT di Kelurahan Padang Bulan Medan.

1.3.2 Tujuan Khusus

1. Untuk mengetahui prevalensi wanita menopause yang mengalami SMT di di Kelurahan Padang Bulan Medan.

2. Untuk mengetahui hubungan antara lama menopause dengan gejala penyerta SMT di Kelurahan Padang Bulan Medan.

3. Untuk mengetahui hubungan antara lama menopause dengan lokasi SMT di Kelurahan Padang Bulan Medan.

4. Untuk mengetahui hubungan antara lama menopause dengan intensitas SMT di Kelurahan Padang Bulan Medan.

1.4 Hipotesis

1. Ada hubungan antara lama menopause dengan SMT di Kelurahan Padang Bulan Medan.

2. Ada hubungan antara lama menopause dengan gejala penyerta SMT di Kelurahan Padang Bulan Medan.

3. Ada hubungan antara lama menopause dengan lokasi SMT di Kelurahan Padang Bulan Medan.

4. Ada hubungan antara lama menopause dengan intensitas SMT di Kelurahan Padang Bulan Medan.

(16)

1.5 Manfaat Penelitian 1.5.1 Manfaat Teoritis

1. Penelitian ini diharapkan dapat memberi kontribusi atau sumbangan bagi pengembangan ilmu pengetahuan di bidang kesehatan tentang hubungan menopause dengan SMT.

2. Sebagai data dasar penelitian lebih lanjut mengenai hubungan menopause dengan terjadinya SMT.

1.5.2 Manfaat Praktis

1. Memberi informasi kepada dokter gigi dan tenaga medis lainnya tentang perlunya edukasi pada pasien menopause yang mengalami SMT.

2. Sebagai informasi untuk program penyuluhan kesehatan gigi dan mulut pada masyarakat mengenai hubungan menopause dengan terjadinya SMT.

(17)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Menopause

Menopause berasal dari bahasa Yunani yaitu meno, menos, atau mens, artinya bulanan dan pausis, pause, atau pausos yang berarti berhenti. Mens juga berarti siklus menstruasi dan pause berarti berhentinya proses, sehingga menopause diartikan sebagai proses berhentinya menstruasi secara permanen.4,18,19 Definisi menopause menurut WHO adalah berhentinya siklus menstruasi secara permanen sebagai akibat dari hilangnya aktivitas folikel ovarium, dan sudah terjadi dalam 12 bulan terakhir secara berturut-turut yang bukan disebabkan oleh keadaan patologis.4,19 Usia rata-rata wanita mengalami menopasue adalah 52 tahun.2,4,5

2.1.1 Jenis Menopause

Berdasarkan etiologinya, menopause dibedakan menjadi tiga jenis yaitu menopause alami, menopause prematur dan menopause buatan.20

1. Menopause alami umumnya didahului dengan ketidakteraturan menstruasi karena jumlah oosit yang menyebabkan peningkatan FSH (Follicle Stimulating Hormone) dan LH (Luteinizing Hormone) serta ketidakteraturan menstruasi menjadi lebih sering terjadi. Selama periode ini, level FSH dan LH secara bertahap meningkat karena produksi estrogen berkurang.7 Menopause alami ini biasanya terjadi pada wanita antara usia 45-55 tahun.7,20,21

2. Menopause prematur adalah menopause yang terjadi lebih cepat yaitu di usia tiga puluhan atau awal empat puluhan. Hal ini bisa terjadi karena adanya penyakit seperti penyakit autoimun atau kekurangan gizi, atau karena stres yang sangat parah yang memberi pengaruh buruk pada fungsi-fungsi reproduksi yang berkaitan dengan hormon. Namun prevalensi wanita yang mengalami menopause prematur ini tidak banyak yaitu satu diantara seratus wanita.20

(18)

3. Menopause buatan adalah menopause yang terjadi karena hal-hal tertentu seperti pengangkatan ovarium, kerusakan folikel ovarium karena infeksi, radiasi terhadap kedua ovarium atau efek samping dari kemoterapi.19,20

2.1.2 Fisiologi Menopause

Folikel primordial ada sekitar dua juta di dalam ovarium wanita ketika lahir dan saat pubertas terjadi penurunan sekitar 300.000 karena terjadi degenerasi spontan dari folikel.19 Ketika dalam masa reproduksi sekitar 400 folikel mengalami ovulasi atau pematangan, dan ketika menopause hanya beberapa folikel yang tersisa karena ovarium akan memiliki jaringan stroma yang padat.19,23

Ovarium menjadi tidak ada respon terhadap gonadotropin dengan bertambahnya usia dan menurunnya fungsi ovarium karena berkurangnya jumlah folikel primordial dalam ovarium yang mempercepat terjadinya waktu menopause.21 Ovarium tidak lagi mensekresikan progesteron dan estradiol dalam jumlah yang cukup, dan estrogen juga dibentuk hanya dalam jumlah kecil. Hilangnya efek umpan balik negatif estrogen mengakibatkan sekresi FSH dan LH menjadi meningkat.21-23 Peningkatan kadar FSH dan LH ini yang menunjukkan terjadinya kegagalan ovarium.21-23

Hilangnya fungsi ovarium menyebabkan terjadinya perubahan pola menstruasi yang pada akhirnya akan terjadi amenorea karena tidak ada stimulasi endomentrium oleh hormon-hormon steroid ovarium.21 Hal tersebut juga mengakibatkan terjadinya banyak gejala pada wanita menopause seperti sensasi hangat yang menyebar dari badan ke wajah (hot flashes) dan berkeringat dimalam hari. Selain itu menopause meningkatkan resiko terjadinya osteoporosis, penyakit jantung iskemik, perubahan rongga mulut dan penyakit ginjal.21,23

2.1.3 Tahapan Menopause

Tahapan reproduktif wanita terdiri dari tiga tahap utama yaitu mulai dari tahap reproduktif, transisi menopause, dan akhirnya tahap pascamenopause.6 Tahap transisi menopause terdiri dari fase pramenopause dan fase perimenopause sebelum mencapai

(19)

fase menopause (periode menstruasi terakhir). Transisi menopause adalah suatu masa dimana seorang wanita telah lewat dari usia reproduktif ke peralihan menopause secara bertahap.6,7

Fase pramenopause merupakan permulaan dari masa transisi menopause yang biasanya dimulai sekitar usia 40 tahun. Fase ini ditandai dengan mulai berkurangnya kadar estrogen dan progesteron, dimana siklus menstruasi menjadi tidak teratur, perdarahan menstruasi memanjang, dan adanya rasa nyeri saat menstruasi.3,6,22

Fase perimenopause dimulai satu sampai dua tahun sebelum menopause yang ditandai dengan siklus menstruasi yang tidak teratur seperti tidak mengalami menstruasi selama dua bulan atau lebih sehingga interval menstruasi nya menjadi 60 hari atau lebih. Fase ini terjadi peningkatan kadar FSH sedangkan kadar progesteron menurun.6,7,24

Menopause dikatakan terjadi apabila selama 12 bulan berturut-turut tidak mengalami menstruasi lagi.3,4 Fase ini hampir semua folikel mengalami atresia walaupun beberapa masih bisa ditemukan pada pemeriksaan histologi, produksi estrogen berkurang, dan peningkatan sirkulasi gonadotropin.6,7,22

Fase pascamenopause adalah fase yang dimulai setelah terjadinya menopause.6,7 Ketika fase ini berlangsung, ovarium tidak berfungsi sama sekali, kadar estradiol yang rendah, dan kadar hormon gonadotropin biasanya meningkat karena terhentinya produksi inhibin akibat tidak tersedianya folikel dalam jumlah yang cukup.6,7,24 Plasma FSH mengalami peningkatan yang tinggi sekitar 10-20 kali lipat dan kadar LH mengalami peningkatan sekitar tiga kali lipat. Peningkatan ini mencapai kadar maksimal sekitar satu sampai tiga tahun pascamenopause, selanjutnya terjadi penurunan bertahap walaupun dalam jumlah yang sedikit pada FSH dan LH.24

2.1.4 Gejala-Gejala Menopause

Masa menopause menyebabkan wanita akan mengalami sejumlah gejala yang disebabkan berkurangnya produksi estrogen akibat menurunnya fungsi ovarium.

Gejala yang dirasakan oleh wanita menopause, diantaranya sebagai berikut:3,24,25

(20)

A. Hot flashes dan berkeringat dimalam hari merupakan gejala vasomotor pada wanita menopause dan menjadi gejala paling sering terjadi walaupun intensitasnya berbeda pada setiap pasien.18,19 Gejalanya ditandai dengan peningkatan aliran darah di dalam pembuluh darah wajah, leher, bahu, dada, dan punggung, sehingga menyebabkan peningkatan suhu tubuh yang drastis secara mendadak.

Biasanya diikuti dengan kulit wajah yang memerah dan disertai dengan berkeringat banyak.3,24

B. Perubahan urogenital terjadi karena kadar estrogen menjadi rendah sehingga akan menimbulkan penipisan pada jaringan di saluran urogenital.3 Kadar estrogen yang berkurang juga menyebabkan vagina kehilangan kolagen, jaringan adiposa, dan kemampuan mempertahankan air.24 Perubahan yang terjadi mempengaruhi kualitas hidup karena terjadi penurunan kontrol urogenital sehingga sulit untuk menahan buang air kecil. Gejala yang dirasakan antara lain disuria, inkontinensia urgensi dan meningkatnya frekuensi berkemih.3,19,24

C. Osteoporosis merupakan suatu gangguan kesehatan yang ditandai dengan berkurangnya massa tulang dan memburuknya mikroarsitektur jaringan tulang yang berakibat pada pengeroposan tulang.3,22 Massa tulang pada wanita mencapai puncaknya pada usia pertengahan 30 tahun dan setelah itu menurun secara perlahan sampai terjadinya akselerasi pesat penurunan massa tulang setelah menopause.25 Akibat dari meningkatnya kehilangan tulang dan kombinasi dengan puncak massa tulang yang lebih rendah sebelum menopause akan menjadi faktor predisposisi wanita memiliki resiko fraktur yang lebih besar daripada pria.24,25

D. Perubahan Psikologi

Gejala psikologi banyak dilaporkan sebagai masalah wanita menopause.

Perubahan psikologis ini berperan dalam kehidupan sosial wanita menopause.18 Beberapa gejala psikologis yang sering terjadi pada wanita menopause adalah mudah cemas, depresi, pemurung, suasana hati yang mudah berubah, mudah marah, gangguan daya ingat, konsentrasi berkurang, merasa tidak berharga, dan merasa tidak berdaya.3,18.25

(21)

E. Perubahan rongga mulut pada wanita menopause terjadi karena berkurangnya produksi hormon estrogen dan penuaan fisiologis jaringan rongga mulut yang saling mempengaruhi satu sama lain.2,6 Perubahan rongga mulut yang biasa terjadi pada wanita menopause adalah xerostomia, sindroma mulut terbakar, perubahan pengecapan, perubahan mukosa mulut dan penyakit periodontal.2,4-6

Xerostomia adalah gejala yang sering terjadi pada wanita menopause. Laju aliran saliva tergantung status estrogen setiap individu. Wanita pascamenopause memiliki laju aliran saliva yang lebih rendah dibanding dengan wanita yang masih menstruasi.2,4,5 Beberapa penelitian menyimpulkan bahwa berkurangnya aliran saliva pada wanita menopause karena meningkatnya IgA dan total protein pada saliva.4 Perubahan fungsi saliva dapat menyebabkan kerusakan jaringan rongga mulut dan memiliki dampak yang lebih luas terhadap kualitas hidup pasien. Ini menyebabkan tingginya insiden karies gigi, mukositis, dysphagia, infeksi rongga mulut, perubahan pengecapan pada wanita menopause yang mengalami xerostomia.4,5

Sindrom Mulut Terbakar (SMT) adalah gejala yang biasa dijumpai pada wanita pascamenopause. Gejala ini ditandai dengan adanya sensasi terbakar pada mukosa oral tanpa ada dijumpai lesi klinis pada mukosa oral.1,4,5 Gejalanya mungkin berbeda setiap individu dari ketidaknyamanan dan intensitasnya. Biasanya terjadi bilateral pada lidah, bibir, palatum, gingiva, dan area pendukung gigi tiruan.2,4,5 SMT berkaitan dengan menopause karena ketidakseimbangan hormon yang terjadi saat menopause.10-12 Berdasarkan penelitian Gao dkk, didapatkan hasil bahwa pada wanita menopause dengan SMT memiliki kadar FSH yang lebih tinggi dan kadar estradiol yang lebih rendah dibandingkan dengan wanita menopause yang tidak mengalami SMT.13

Perubahan mukosa mulut pada wanita menopause terjadi karena secara histologi memiliki kemiripan dengan mukosa vagina termasuk responnya terhadap estrogen. Hal tersebut akan menyebabkan atropi mukosa dan lebih mudah mengalami kandidiasis, pemphigus vulgaris, pemphigoid, lichen planus dan perubahan mukosa akibat trauma mekanik karena kebiasaan buruk atau iritasi kronis.5

(22)

Penyakit periodontal pada wanita menopause juga dikaitkan dengan perubahan hormonal yang terjadi saat menopause karena dapat menyebabkan perubahan mediator inflamasi, permeabilitas pembuluh darah serta pertumbuhan dan diferensiasi fibroblast.4 Terdapat reseptor estrogen pada osteoblast dan fibroblast pada jaringan periodontal, yang memberi respon terhadap kadar hormon sehingga memberi efek terhadap kesehatan periodontal.2,4

2.2 Sindrom Mulut Terbakar (SMT)

Sindrom Mulut Terbakar dikenal dengan glossodynia, glossopyrosis, oral dysesthesia, atau stomatodynia.4,5 SMT adalah kondisi rasa sakit pada mukosa mulut yang kronik, biasanya disertai dengan rasa terbakar atau panas tanpa adanya kelainan pada mukosa mulut. SMT berlangsung setidaknya 4-6 bulan dan paling sering melibatkan lidah.4,5,26 Daerah lain yang bisa terlibat adalah bibir, mukosa bukal, palatum, daerah yang tertutup gigi tiruan lepasan, dasar mulut, dan biasanya terjadi bilateral.27-30

2.2.1 Etiologi

Etiologi SMT seringkali sulit diuraikan secara klinis. International Headache Society mengatakan bahwa etiologi SMT murni karena idiopatik. Namun menurut para ahli ada faktor-faktor yang dapat menjadi faktor risiko terjadinya sindrom ini seperti faktor lokal, sistemik, dan psikogenik.27,28,31

1. Faktor Lokal

Beberapa faktor lokal (fisik, kimia, biologi) telah dikaitkan dapat menjadi faktor risiko terjadinya SMT, diantaranya adalah:27,31

a. Xerostomia

Disfungsi kelenjar saliva dianggap sebagai faktor yang dapat menyebabkan SMT karena banyak pasien SMT mengeluhkan xerostomia (mulut kering). Ini adalah keluhan yang sering terjadi pada pasien SMT dan ditemukan sampai 25% dari pasien dengan keluhan tersebut.27,31,32

(23)

b. Gigi Tiruan

Desain gigi tiruan yang tidak tepat dapat menimbulkan keluhan seperti sensasi terbakar karena mukosa mulut menerima stres yang ekstrim dari gigi tiruan. Menurut penelitian dari 33 pasien SMT, didiagnosa 50% penyebabnya adalah kesalahan dalam desain gigi tiruan.32

c. Kebiasaan Parafungsional

Kebiasaan parafungsional yang menyebabkan beban oklusal berlebihan dan dilakukan dengan sering, seperti clenching, brixing, grinding dapat menyebabkan SMT. Kebiasaan ini mungkin dilakukan dengan tidak sadar dan sering dikaitkan dengan kecemasan dan peningkatan aktivitas otot. 31,32

d. Infeksi Rongga Mulut

Infeksi rongga mulut yang disebabkan oleh berbagai mikroorganisme telah dikaitkan dengan SMT, terutama Candida albicans. Infeksi yang disebabkan oleh bakteri seperti Enterobacter, Klebsiela, Fusobacterium dan Staphylococcus aureus juga sering ditemukan dengan frekuensi yang tinggi pada pasien SMT.27,32

e. Kelainan mukosa oral

Kelainan mukosa yang sering dikaitkan dengan terjadinya SMT adalah geographic tongue, fissured tongue dan lichen planus.27

2. Faktor Sistemik

Banyak faktor sistemik yang telah dipertimbangkan dapat sebagai faktor risiko terjadinya SMT, antara lain:

a. Perubahan hormonal

SMT terjadi sebagian besar pada wanita usia pascamenopause, perubahan hormon menjadi faktor pemicu terjadinya SMT.10-12 Ketika menopause akan terjadi kemunduran fungsi ovarium dan penurunan kadar estrogen yang berakibat meningkatnya FSH dan menimbulkan berbagai gejala. Wanita pascamenopause memiliki kadar FSH yang tinggi dan kadar estradiol rendah, kondisi ini dianggap sebagai penyebab terjadinya SMT.27,31,32

(24)

b. Diabetes Melitus (DM)

Hubungan antara DM dengan SMT telah banyak dilakukan penelitian dan menghasilkan berbagai asumsi.27 Beberapa penelitian menunjukkan bahwa ada hubungan antara DM dengan SMT, hal tersebut karena 2% sampai 10% SMT ditemukan pada pasien DM.32 Mekanisme terjadinya SMT pada pasien DM dihubungkan dengan perubahan metabolik pada mukosa oral, diabetik neuropati, dan angiopati.27,32 Xerostomia dan kandidiasis mungkin juga berkontribusi terhadap masalah tersebut. Mengontrol penyakit DM diharapkan dapat memperbaiki atau mengobati SMT.32

c. Defisiensi nutrisi

Defisiensi dalam berbagai elemen dan vitamin dapat menyebabkan keluhan sensasi terbakar pada mukosa oral, yang diantaranya defisiensi asam folat, anemia defisiensi zat besi, defisiensi zink, sideropenia dan anemia pernisiosa, walaupun belum diketahui mekanisme terjadinya.27,32 Dilaporkan bahwa defisiensi nutrisi menyebabkan SMT sedikitnya 2% sampai 33% pasien.32 Disamping itu, SMT juga dikaitkan dengan defisiensi vitamin B1, B2, B6, B12, zink, dan asam folat.26,31,32 Namun ini tidak berarti bahwa semua pasien SMT mengalami defisiensi nutrisi, karena dari beberapa penelitian tidak ditemukan prevalensi defisiensi nutrisi yang tinggi pada pasien SMT.32

d. Penggunaan obat-obatan

Berdasarkan penelitian yang dilakukan pada obat-obatan yang bisa mengakibatkan SMT, menunjukkan bahwa obat antihipertensi paling berperan, khusunya angiotensin converting enzyme inhibitors – ACE inhibitors (contohnya:

captropil, enalapril, lisinopril), diuretik dan obat beta blockers).27,31,32

3. Faktor Psikogenik

Fenomena psikogenik seperti perubahan tingkat kecemasan dan depresi, gangguan somatization, dan kepribadian yang menyimpang, secara umum ditemukan pada pasien dengan SMT.27,31 Dengan demikian faktor psikogenik dapat menjadi salah satu faktor penyebab SMT. Gangguan psikogenik ini mengambil peranan

(25)

penting dalam mengatur persepsi nyeri, mampu meningkatkan atau menurunkan transmisi saraf dari reseptor nyeri di perifer dan mengubah persepsi nyeri individual, mengurangi ambang nyeri, sehingga stimulus normal dapat dipersepsikan menjadi nyeri.27

Pasien SMT hampir selalu mengeluhkan terjadi perubahan dalam emosionalnya. Meskipun demikian, hasil statistik tidak dapat menunjukkan hubungan secara langsung antara gangguan kejiwaan dengan SMT.27,31

2.2.2 Gambaran Klinis dan Klasifikasi

Gambaran klinis SMT mungkin berbeda-beda setiap pasien, dimana sebagian pasien dapat mengalami Oligosymtomatik (nyeri panas/terbakar yang disertai dengan gejala lain seperti dysgeusia atau xerostomia) atau monosymtomatik (nyeri saja).26 Rasa nyeri digambarkan sebagai sensasi terbakar, panas, tertusuk, perih, pedas, mati rasa pada mukosa oral nya. Namun, terkadang sensasi tersebut hanya digambarkan sebagai perasaan tidak nyaman, merah, dan mengganggu. SMT dilaporkan sering disertai oleh gejala penyarta, seperti mulut kering, sulit menelan, gangguan pengecapan, dan metallic taste.26,31

Rasa nyeri sebagian besar lokasinya bilateral dan simetri pada lidah, biasanya pada dua per tiga anterior lidah.4,5 Lokasi lain yang dapat terjadi adalah bagian lateral dan dorsum lidah, bagian anterior palatum keras, mukosa labial dari bibir, tenggorokan dan daerah pendukung gigi tiruan.5,31 Lokasi yang kurang umum terjadi adalah pada mukosa bukal, dasar mulut, dan tenggorokan.26,31

Intensitas sensasi terbakar paling banyak dikeluhkan pasien adalah nyeri sedang sampai berat.31 Visual Analog Scale (VAS, 0-10) adalah metode yang biasanya digunakan untuk menggambarkan intensitas nyeri pada SMT.26,31

Berdasarkan etiologinya SMT diklasifikasikan menjadi dua, yaitu SMT primer dan SMT sekunder. SMT primer (idiopatik/essential), apabila faktor lokal/

sistemik tidak ditemukan, tetapi ada keterlibatan sistem saraf pusat dan perifer.SMT sekunder adalah bentuk SMT yang disebabkan oleh faktor lokal, sistemik atau psikogenik. 27,32

(26)

Lamey dan Lewis mengemukakan SMT terdiri atas tiga tipe berdasarkan variasi intensitas nyeri selama 24 jam.1,31,32 Tipe 1 memiliki gejala nyeri setiap hari namun nyeri tidak muncul pada pagi hari, semakin meningkat sepanjang hari, dan memuncak pada malam hari. Tipe ini dihubungkan dengan penyakit sistemik seperti defisiensi nutrisi dan gangguan endokrin.1,31 Sekitar 35% pasien SMT termasuk kedalam tipe ini.31,32 Tipe 2 ditandai dengan nyeri yang konstan sepanjang hari, mulai muncul di pagi hari, dan membuat malam hari sulit tertidur. Pasien tipe ini dilaporkan sering mengalami perubahan suasana hati, perubahan kebiasaan makan, dan menurunnya keinginan untuk bersosialisasi.1,31 Sekitar 55% pasien SMT termasuk kedalam tipe ini. 31,32 Tipe 3 ditandai dengan nyeri yang hilang timbul, hadir tidak setiap hari, dan nyeri timbul pada tempat yang tidak biasa seperti dasar mulut, mukosa bukal dan tenggorokan. Tipe ini dihubungkan dengan kecemasan dan reaksi alergi, terutama terhadap pengawet makanan.1,31 Sekitar 10% pasien SMT dilaporkan pada tipe ini. 31,32

2.2.3 Diagnosis

Mendiagnosa SMT pada dasarnya melalui anamnesis, pemeriksaan klinis dan disarankan melakukan pemeriksaan tambahan yaitu pemeriksaan laboratorium.1,3,32 Tahun-tahun pertama dalam mendiagnosa SMT sangat kompleks dan sulit dilakukan, namun seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan, maka para ahli mulai menetapkan kriteria diagnostik untuk SMT. 31,32

Scale dkk mengusulkan kriteria dasar dari SMT untuk mempermudah dalam mendiagnosa, diantaranya adalah sensasi terbakar pada mukosa oral setiap hari secara bilateral, nyeri terjadi setidaknya 4-6 bulan, intensitasnya konstan atau meningkat sepanjang hari, simptom tidak bertambah parah dan kadang menjadi lebih baik setelah makan dan minum, dan jarang menyebabkan gangguan tidur.1,26,31 Kriteria tambahan atau pendukung lainnya adalah dysgeusia dan/atau xerostomia, serta perubahan emosional dan personalitas pasien.1,31

Setelah melakukan anamnesis dilanjutkan dengan pemeriksaan rongga mulut, dimana pada pasien SMT tidak ditemukan adanya lesi klinis pada rongga mulutnya.1

(27)

Sedangkan untuk pemeriksaan laboratorium yang dapat dilakukan adalah pemeriksaan darah lengkap, evaluasi kadar serum darah seperti asam folat, zat besi, vitamin B, dan hormon steroid dan glikemik. Oral swab dan kultur diindikasikan untuk mengeksklusikan kandidiasis dan infeksi bakteri rongga mulut. Dikatakan SMT apabila hasil pemeriksaan laboratoriumnya normal.1,26

2.2.4 Penatalaksanaan

Penatalaksanaan SMT perlu dipertimbangkan pilihan perawatannya karena banyak faktor yang dapat mempengaruhi terjadinya SMT. Kunci utama dalam menentukan perawatan SMT adalah memeriksa semua faktor lokal dan sistemik yang berpotensi menjadi penyebab SMT, setelah itu tentukan apakah pasien mengalami SMT primer atau sekunder.1,26,31

Pasien dengan SMT primer, perawatannya hanya bersifat simtomatis dan mendasar pada nyeri dan gejala yang menyertai. Penggunaan analgesik lokal dan sistemik disarankan seperti Lidocain hydrochloride, benzocaine, benzydamine.1,26,31

Pasien dengan SMT sekunder, perawatannya adalah dengan mengeliminasi faktor lokal seperti infeksi jamur/bakteri, iritasi karena elektrogalvanik atau penggunaan gigi tiruan yang tidak baik dan perawatan oklusal.1,31,32 Selain itu, perawatannya juga harus mendeteksi terlebih dahulu faktor sistemik yang berpotensi menjadi penyebabnya seperti DM, defisiensi nutrisi, menopause, dan lain-lain.

Memperbaiki kondisi kesehatan umum dan mengeliminasi iritasi lokal akan mengurangi atau memperbaiki gejala pada pasien SMT sekunder.1,26

2.3 Hubungan Lama Menopause dengan Sindrom Mulut Terbakar Menopause sering dihubungkan dengan terjadinya SMT karena sindrom ini lebih banyak terjadi pada wanita khususnya pascamenopause, dimana perubahan hormon dianggap menjadi faktor predisposisi terjadinya SMT.10-12 Fungsi ovarium pada wanita menopause akan mengalami penurunan dan kadar estrogen juga berkurang sehingga terjadi peningkatan kadar FSH dan LH.31,32

(28)

Mukosa oral dan kelenjar saliva memiliki kemiripan dengan mukosa vagina secara histologi, begitu pula dengan responnya terhadap estrogen karena pada mukosa oral juga memiliki reseptor estrogen.3,31 Sehingga perubahan estrogen yang dapat mempengaruhi mukosa vagina, juga dapat mempengaruhi mukosa oral yang salah satunya adalah sensasi panas atau terbakar yang disebut dengan SMT.1,2,4

Simtom menopausal paling banyak dirasakan diawal pascamenopause karena kadar FSH mengalami peningkatan yang tinggi sekitar 10-20 kali lipat dan kadar LH mengalami peningkatan sekitar tiga kali lipat.24 Peningkatan ini mencapai kadar maksimal sekitar satu sampai tiga tahun pascamenopause, selanjutnya terjadi penurunan bertahap walaupun dalam jumlah yang sedikit pada FSH dan LH.24

Pasien pascamenopause dengan tingkat FSH yang lebih tinggi dan kadar estradiol yang rendah, terlihat mempunyai lebih banyak keluhan sensasi terbakar pada rongga mulutnya.31,32 Berdasarkan penelitian Gao dkk, didapatkan hasil bahwa pada wanita menopause dengan SMT memiliki kadar FSH yang lebih tinggi dan kadar estradiol yang lebih rendah dibandingkan dengan wanita menopause yang tidak mengalami SMT.13

Reseptor estrogen juga dijumpai dalam sistem persarafan trigeminal.

Penelitian yang dilakukan pada sampel hewan dengan melakukan ovariektomi, terlihat mampu menyebabkan respon yang berlebihan terhadap stimulus yang secara normal tidak menimbulkan nyeri. Hal ini menjelaskan bahwa perubahan kadar hormon seksual bisa mengubah ekspresi neuron, sehingga menjadikan wanita pascamenopause lebih berisiko mengalami SMT.31

(29)

2.4 Kerangka Teori

Menopause

Pramenopause Menopause Pascamenopause

Gejala

Perubahan Fisik

Perubahan Psikologik

Osteoporosis

Sindroma Mulut Terbakar

(SMT) Hot

Flashes

Perubahan Urogenital

Perubahan Rongga

Mulut

Perubahan mukosa

mulut

Penyakit Periodontal Xerostomia

Perimenopause

(30)

2.5 Kerangka Konsep

Menopause

- Lama menopause

Sindroma Mulut Terbakar (SMT)

- Gejala Penyerta - Lokasi

- Intensitas

Oral Hygiene

(31)

BAB 3

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini merupakan survei analitik yaitu untuk mencari hubungan antara dua variabel yaitu menopause dengan Sindroma Mulut Terbakar (SMT).

Penelitian ini menggunakan pendekatan cross sectional yaitusubjek diobservasi pada satu waktu yang sama.33

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di lingkungan Kelurahan Padang Bulan, Kecamatan Medan Baru. Pemilihan lokasi ini dengan pertimbangan jumlah wanita yang berusia 45 tahun keatas yang diperkirakan sudah mengalami menopause ada sekitar 250 orang, sehingga dapat memenuhi jumlah sampel. Penelitian dimulai dari 6 Maret - 22 Maret 2017.

3.3 Populasi dan Sampel 3.3.1 Populasi

Populasi penelitian ini adalah wanita menopause di Kelurahan Padang Bulan, Kecamatan Medan Baru.

3.3.2 Sampel

Sampel penelitian ini adalah wanita menopause di Kelurahan Padang Bulan yang memenuhi kriteria penelitian. Metode pengambilan sampel dalam penelitian ini adalah non probability purposive sampling yaitu subjek dalam populasi tidak mempunyai kesempatan yang sama untuk dapat terpilih yang didasari oleh kriteria yang ditentukan oleh peneliti.33

(32)

3.3.3 Besar Sampel

Besar sampel dalam penelitian ini menggunakan rumus uji hipotesis satu populasi pada data proporsi: 34

n [ o o ]

o

Keterangan :

n = jumlah sampel minimal yang diperlukan

nil i seb r n norm l b ku p d tertentu ,96 nil i seb r n norm l b ku p d tertentu , 8

Po = proporsi penelitian sebelumnya yaitu 22,7% (Baharvad M, 2014)11 Pa = perkiraan proporsi penelitian 9,7%

n [ ,96√ , ( , ) , 8 √ , 9 ( , 9 )]

( , 9 , ) n [ ,8 9 , 9]

, 69 n ,

, 69

n 8 ,9 8 or ng

Jumlah sampel minimum yang didapat adalah 85 orang. Untuk menghindari bias penelitian, jumlah sampel ditambah dari jumlah sampel minimum menjadi 100 orang wanita menopause.

3.3.4 Kriteria Inklusi dan Eksklusi 3.3.4.1 Kriteria Inklusi

1. Wanita yang sudah menopause.

2. Tidak mempunyai riwayat penyakit sistemik yang dapat menyebabkan SMT, seperti Diabetes Melitus.

3. Tidak sedang mengkonsumsi obat-obatan yang dapat menyebabkan SMT, seperti obat antihipertensi golongan ACE inhibitor (captropil, enalapril, lisinopril).

4. Bersedia ikut berpartisipasi dalam penelitian.

(33)

3.3.4.2 Kriteria Eksklusi

1. Responden yang tidak kooperatif menjalani penelitian.

3.4 Variabel dan Definisi Operasional 3.4.1 Variabel Penelitian

1. Variabel Bebas : Menopause

- Lamanya menopause 2. Variabel Terikat : Karakteristik SMT

- Gejala penyerta - Lokasi

- Intensitas 3. Variabel tak terkendali : Oral hygiene

3.4.2 Definisi Operasional Variabel

Penelitian Definisi Operasional Cara Ukur Hasil Ukur Skala Ukur Menopause Berhentinya siklus

menstruasi secara permanen yang sudah terjadi dalam 12 bulan berturut-turut.7

Wawancara dengan subjek penelitian

Lama menopause

Lamanya seorang

wanita telah

mengalami

menopause yang dihitung dari awal menopause sampai saat pengambilan data untuk penelitian ini.6

Wawancara dengan subjek penelitian

a. 1 - 10 tahun b. > 10 tahun

Ordinal

(34)

Sindrom Mulut Terbakar (SMT)

Sensasi nyeri panas/

terbakar pada mukosa oral yang terjadi secara kronis tanpa adanya kelainan mukosa.1

Wawancara dengan subjek penelitian

a. Mengalami SMT b. Tidak

mengalami SMT

Nominal

Gejala Penyerta SMT

Keluhan penyerta yang dirasakan pasien pada rongga mulutnya yang berkaitan dengan terjadinya SMT seperti mulut kering, sulit menelan, dan perubahan

pengecapan.10

Wawancara dengan subjek penelitian

a. Mulut kering b. Sulit

menelan c. Perubahan

pengecapan

Nominal

Lokasi SMT

Tempat terjadinya rasa nyeri terbakar pada mukosa rongga mulut yang biasanya terjadi pada lidah, bibir, tenggorokan atau tempat lain di rongga mulut.31

Wawancara dengan subjek penelitian

a. Lidah b. Bibir

c. Tenggorokan

Nominal

(35)

Intensitas nyeri SMT

Perasaan nyeri dan rasa terbakar pada mukosa rongga mulut yang diukur dengan Visual Analog Scale (VAS) 0-10, untuk 0

= tidak ada nyeri sama sekali, dan seterusnya sampai 10 = sangat nyeri.35

Menanyakan tingkat rasa nyeri yang dirasakan pasien dengan meminta pasien memilih pada skala yang sudah

ditetapkan.

a. 0=Tidak sakit b. 1-3=Sakit

ringan c. 4-6=Sakit

sedang d. 7-9=Sakit

berat e. 10=Sakit

sangat berat

Ordinal

Oral Hygiene

Status kebersihan

rongga mulut

seseorang yang dinilai menggunakan Indeks Oral Hygiene atau Indeks Oral Hygiene Simplified.36

3.5 Sarana Penelitian 3.5.1 Alat Penelitian

1. Lembar pemeriksaan subjek penelitian 2. Alat tulis

3. Alat diagnostik (Kaca mulut, sonde dan pinset)

3.5.2 Bahan Penelitian 1. Masker

2. Sarung tangan 3. Desinfektan 4. Kapas

(36)

3.6 Metode Pengumpulan Data

Penelitian dilakukan pada wanita menopause di Kelurahan Padang Bulan Medan. Subjek yang sesuai dengan kriteria inklusi kemudian diberi penjelasan terlebih dahulu mengenai tujuan, manfaat dan prosedur penelitian yang akan dilakukan. Apabila subjek bersedia untuk berpartisipasi dalam penelitian, maka subjek diminta untuk menandatangani lembar informed consent.

Selanjutnya dilakukan wawancara langsung untuk memperoleh identitas dan riwayat menopause dari subjek penelitian. Setelah itu, dilakukan anamnesis dengan mengajukan sejumlah pertanyaan untuk mendiagnosis dan mengetahui karakteristik SMT. Subjek yang mengeluhkan adanya rasa panas/terbakar maka dilanjutkan dengan melakukan pemeriksaan intraoral untuk melihat apakah ada lesi yang berhubungan dengan SMT pada rongga mulut subjek dan kemudian dilakukan pencatatan hasil pemeriksaan.

3.7 Pengolahan dan Analisis Data

Data yang dikumpulkan dari lembar hasil pemeriksaan pasien kemudian dianalisis sesuai dengan sifatnya. Analisis data statistik pada penelitian ini terdiri dari analisis univariat dan analisis bivariat.

3.7.1 Data Univariat

Analisis univariat (analisis deskriptif) bertujuan untuk mendeskripsikan karakteristik setiap variabel penelitian.33 Data univariat disajikan dalam bentuk tabel yang meliputi:

1. Distribusi frekuensi responden berdasarkan usia.

2. Distribusi frekuensi usia mulai mengalami menopause.

3. Distribusi frekuensi lama menopause.

4. Prevalensi SMT pada wanita menopause.

5. Distribusi frekuensi SMT berdasarkan lama menopause.

6. Distribusi frekuensi gejala penyerta SMT.

7. Distribusi frekuensi lokasi SMT.

(37)

8. Distribusi frekuensi intensitas SMT.

3.7.2 Data Bivariat

Analisis bivariat adalah analisis yang melibatkan dua variabel yaitu variabel bebas dan variabel terikat yang diduga berhubungan atau berkolerasi.33 Data bivariat disajikan dalam bentuk tabel yang meliputi tabulasi silang antara lama menopause dengan SMT, tabulasi silang antara lama menopause dengan gejala penyerta SMT, tabulasi silang antara lama menopause dengan lokasi SMT, dan tabulasi silang antara lama menopause dengan intensitas SMT.

Analisis data pada penelitian ini menggunakan uji chi-square (X2) untuk mengetahui hubungan antara lama menopause dengan terjadinya SMT dan uji Kolmogorov-Smirnov untuk mengetahui hubungan antara lama menopause dengan karakteristik (gejala penyerta, lokasi, dan intensitas) SMT.37

Berdasarkan uji statistik tersebut dapat diputuskan:33,37

 Menol k Ho, jik diperoleh nil i p ≤ , .

 Menerima Ho, Jika diperoleh nilai p > , .

3.8 Etika Penelitian

Etika penelitian dalam penelitian ini mencakup hal sebagai berikut:

1. Ethical Clearance

Peneliti mengajukan persetujuan pelaksanaan penelitian kepada Komisi Etik Penelitian Kesehatan berdasarkan ketentuan etika yang bersifat internasional maupun nasional, diperlukan untuk memenuhi aspek legal tatacara penelitian yang telah disepakati.

2. Lembar Persetujuan (Informed Consent)

Peneliti memberikan lembar persetujuan kepada responden kemudian menjelaskan terlebih dahulu tujuan penelitian, tindakan yang akan dilakukan serta menjelaskan manfaat yang diperoleh dan hal-hal lain yang berkaitan dengan penelitian. Bagi responden yang setuju, dimohon untuk menandatangani lembar persetujuan (informed consent) agar dapat berpartisipasi dalam penelitian.

(38)

BAB 4

HASIL PENELITIAN

4.1 Analisis Data Univariat

4.1.1 Data Demografi Subjek Penelitian

Penelitian ini menggunakan subjek sebanyak 100 orang wanita menopause di Kelurahan Padang Bulan, Kecamatan Medan Baru. Berdasarkan usia subjek penelitian, kelompok usia 41-50 tahun sebanyak 15 orang (15%), kelompok usia 51- 60 tahun 32 orang (32%), kelompok usia 61-70 tahun 21 orang (21%), kelompok usia 71-80 tahun 24 orang (24%), dan kelompok usia > 80 tahun 8 orang (8%).

Tabel 1. Distribusi Frekuensi Responden berdasarkan Usia di Kelurahan Padang Bulan Medan

Usia (tahun) Jumlah (n) Persentase (%) 41-50

51-60 61-70 71-80

> 80

15 32 21 24 8

15 32 21 24 8

Total 100 100

Data penelitian yang diperoleh menunjukkan bahwa usia mulai mengalami menopause paling sering berada pada usia 46-50 yaitu 62 orang (62%), selanjutnya pada usia 51-55 yaitu 21 orang (21%), dan usia 41-45 yaitu 17 orang (17%). Hasil ini dapat dilihat pada tabel 2.

(39)

Tabel 2. Distribusi Frekuensi Usia mulai Mengalami Menopause di Kelurahan Padang Bulan Medan

Usia (tahun) Jumlah (n) Persentase (%) 41-45

46-50 51-55

17 62 21

17 62 21

Total 100 100

Tabel 3 menunjukkan karakteristik subjek penelitian berdasarkan lama menopause. Kelompok subjek yang sudah menopause 1-10 tahun ada 40 orang (40%) dan kelompok subjek yang sudah menopause > 10 tahun ada 60 orang (60%).

Tabel 3. Distribusi Frekuensi Lama Menopause di Kelurahan Padang Bulan Medan Lama Menopause (tahun) Jumlah (n) Persentase (%)

1-10

> 10

40 60

40 60

Total 100 100

4.1.2 Prevalensi SMT

Tabel 4 menunjukkan prevalensi SMT pada wanita menopause di Kelurahan Padang Bulan Medan. Hasil penelitian ini diketahui dari 100 orang wanita menopause, 14 orang mengalami SMT sedangkan 86 orang tidak mengalami SMT.

Tabel 4. Prevalensi SMT pada Wanita Menopause di Kelurahan Padang Bulan Medan

SMT Jumlah (n) Persentase (%)

Ya Tidak

14 86

14 86

Total 100 100

(40)

Data penelitian yang diperoleh menunjukkan bahwa 40 orang subjek yang sudah mengalami menopause selama 1-10 tahun, 10 orang (25%) diantaranya mengalami SMT. Subjek yang sudah menopause > 10 tahun ada 60 orang dan 4 orang (6,67%) diantaranya mengalami SMT.

Tabel 5. Distribusi Frekuensi SMT berdasarkan Lama Menopause di Kelurahan Padang Bulan Medan

Lama Menopause (tahun)

SMT

Jumlah (n) Persentase (%)

Ya Tidak

1-10

> 10

10 4

30 56

40 60

40 60

Total 14 86 100 100

4.1.3 Karakteristik SMT

Penelitian pada 100 orang subjek diketahui 14 orang (14%) mengalami SMT.

Data penelitian yang diperoleh menunjukkan bahwa gejala penyerta yang paling sering dikeluhkan adalah mulut kering yaitu 9 orang (64,29%), selanjutnya adalah sulit menelan 3 orang (21,42%) dan perubahan pengecapan 2 orang (14,29%). Hasil dapat dilihat pada tabel 6.

Tabel 6. Distribusi Frekuensi Gejala Penyerta SMT di Kelurahan Padang Bulan Medan

Gejala Penyerta SMT Jumlah (n) Persentase (%) Mulut kering

Sulit menelan

Perubahan pengecapan

9 3 2

64,29 21,42 14,29

Total 14 100

(41)

Pada tabel 7 dapat dilihat bahwa subjek yang mengalami SMT melaporkan bahwa lokasi yang paling sering terjadi yaitu pada lidah ada 7 orang (50%), selanjutnya pada tenggorokan ada 4 orang (28,58%), dan pada bibir ada 3 orang (21,42%).

Tabel 7. Distribusi Frekuensi Lokasi SMT di Kelurahan Padang Bulan Medan

Lokasi SMT Jumlah (n) Persentase (%)

Lidah Bibir

Tenggorokan

7 3 4

50 21,42 28,58

Total 14 100

Pada tabel 8 menunjukkan hasil mengenai intensitas nyeri yang dirasakan subjek yang mengalami SMT. Intensitas nyeri yang dilaporkan paling banyak adalah sakit sedang 6 orang (42,85%), selanjutnya sakit ringan 5 orang (35,72%), sakit berat 3 orang (21,43%), dan tidak ada yang melaporkan tidak sakit ataupun sakit sangat berat.

Tabel 8. Distribusi Frekuensi Intensitas SMT di Kelurahan Padang Bulan Medan Intensitas SMT Jumlah (n) Persentase (%) Tidak sakit

Sakit ringan Sakit sedang Sakit berat Sakit sangat berat

0 5 6 3 0

0 35,72 42,85 21,43

0

Total 14 100

(42)

4.2 Analisis Data Bivariat

4.2.1 Hubungan antara Lama Menopause dengan SMT

Penelitian dari 100 orang wanita menopause di Kelurahan Padang Bulan Medan, menunjukkan 14 orang (14%) mengalami SMT yang dikelompokkan berdasarkan lama menopause. Hasil uji statistik menggunakan Pearson Chi-Square memperlihatkan bahwa nilai p < 0,05 yaitu 0,013 maka Ho ditolak. Oleh karena itu, pada penelitian ini menunjukkan ada hubungan yang bermakna antara lama menopause dengan SMT.

Tabel 9. Hubungan antara Lama Menopause dengan SMT di Kelurahan Padang Bulan Medan

Lama Menopause

SMT

n P

Iya Tidak

1-10

> 10

10 4

30 56

40

60 0,013

Jumlah 14 86 100

(43)

4.2.2 Hubungan antara Lama Menopause dengan Karakteristik SMT Tabel 10 menunjukkan hubungan antara lama menopause dengan gejala penyerta SMT yang diuji dengan uji Kolmogorov-Smirnov dan mendapatkan nilai p >

0,05 yaitu 0,76 maka Ho diterima. Oleh karena itu pada penelitian ini menunjukkan tidak ada hubungan yang bermakna antara lama menopause dengan gejala penyerta SMT.

Tabel 10. Hubungan antara Lama Menopause dengan Gejala Penyerta SMT di Kelurahan Padang Bulan Medan

Lama Menopause

(Tahun)

Gejala Penyerta SMT

n P

Mulut kering

Sulit Menelan

Perubahan Pengecapan 1-10

> 10

5 4

3 0

2 0

10

4 0,76

Jumlah 9 3 2 14

Tabel 11 menunjukkan hubungan antara lama menopause dengan lokasi SMT yang diuji dengan uji Kolmogorov-Smirnov dan medapatkan nilai p > 0,05 yaitu 0,92 maka Ho diterima. Oleh karena itu pada penelitian ini menunjukkan tidak ada hubungan yang bermakna antara lama menopause dengan lokasi SMT.

Tabel 11. Hubungan antara Lama Menopause dengan Lokasi SMT di Kelurahan Padang Bulan Medan

Lama Menopause

(Tahun)

Lokasi SMT

n P

Lidah Bibir Tenggorokan

1-10

> 10

5 2

1 2

4 0

10

4 0,92

Jumlah 7 3 4 14

(44)

Tabel 12 menunjukkan hubungan antara lama menopause dengan lokasi SMT yang diuji dengan uji Kolmogorov-Smirnov dan medapatkan nilai p > 0,05 yaitu 0,99 maka Ho diterima. Oleh karena itu pada penelitian ini menunjukkan tidak ada hubungan yang bermakna antara lama menopause dengan intensitas SMT.

Tabel 12. Hubungan antara Lama Menopause dengan Intensitas SMT di Kelurahan Padang Bulan Medan

Lama Menopause

(Tahun)

Intensitas Nyeri SMT

n P

Tidak Sakit

Sakit Ringan

Sakit Sedang

Sakit Berat

Sakit Sangat Berat 1-10

> 10

0 0

3 2

5 1

2 1

0 0

10

4 0,99

Jumlah 0 5 6 3 0 14

(45)

BAB 5 PEMBAHASAN

Sindrom Mulut Terbakar (SMT) merupakan sensasi rasa terbakar atau panas yang dirasakan pada mukosa mulut tanpa ditemukan adanya kelainan pada mukosa mulut.4,5 SMT banyak terjadi pada wanita yang sudah menopause karena pengaruh dari berkurangnya hormon estrogen.27,31 Penelitian mengenai hubungan antara lama menopause dengan SMT ini dilakukan di lingkungan Kelurahan Padang Bulan, Kecamatan Medan Baru yang terdiri dari 100 orang wanita menopause yang dijadikan sebagai subjek penelitian.

Hasil penelitian ini dapat diketahui bahwa responden terbanyak adalah kelompok usia 51-60 tahun, dimana mayoritas subjek mulai mengalami menopause pada usia 46-50 tahun. Penelitian Senolinggi dkk (2015) mendapatkan hasil bahwa usia mulai menopause paling banyak pada usia 45-55 tahun.38 Menurut Boyke di Indonesia pada tahun 2006, usia mulai menopause antara 45-50 tahun.20 Hasil ini sesuai dengan kepustakaan yang menyatakan bahwa usia seseorang mengalami menopause sangat bervariasi yaitu sekitar 45-55 tahun karena dapat dipengaruhi banyak faktor seperti usia saat menstruasi pertama, pekerjaan, kebiasaan merokok, dan penyakit-penyakit tertentu yang dapat memicu menopause dini.7,20,21

Prevalensi terjadinya SMT pada wanita menopause dalam penelitian ini adalah 14%. Penelitian Santosh dkk (2013) terhadap wanita menopause, didapatkan prevalensi SMT sebesar 25,8%.12 Prevalensi SMT pada populasi umum dilaporkan 0,7-15% dan terjadi lebih banyak pada wanita dibandingkan pria.4,14 Prevalensi SMT pada wanita meningkat seiring bertambahnya usia, hal ini menunjukkan bahwa perubahan hormonal pada wanita menopause memiliki peran penting dalam terjadinya SMT. Usia rata-rata pasien SMT diperkirakan 40-50 tahun. Prevalensi SMT pada wanita menopause berkisar 10% sampai 40%.1,4,14 SMT biasanya terjadi pada usia diatas 40 tahun, maka wanita pascamenopause memiliki faktor risiko lebih tinggi untuk mengalami SMT.10-12,28

(46)

Berdasarkan lamanya menopause, subjek yang mengalami SMT pada penelitian ini didapatkan hasil bahwa SMT paling banyak terjadi pada kelompok yang lama menopause 1-10 tahun. Hasil pada penelitian ini menunjukkan ada hubungan yang signifikan antara lama menopause dengan terjadinya SMT. Penelitian ini didukung oleh penelitian yang dilakukan Sasireka dkk (2013),11 dan Santosh dkk (2013),12 yang menyatakan bahwa ada hubungan yang signifikan antara menopause dengan SMT. Penelitian Santosh dkk (2013) dilakukan pada 365 orang wanita menopause dan mendapatkan hasil bahwa SMT paling banyak terjadi 3-12 tahun setelah menopause.12 Teori menyatakan bahwa keluhan pada wanita menopause akan memuncak pada awal menopause yaitu sekitar 1-3 tahun pertama sesudah menopause karena terjadi peningkatan kadar FSH dan LH.24,39 Kadar FSH mengalami peningkatan yang tinggi sekitar 10-20 kali lipat dan kadar LH mengalami peningkatan sekitar tiga kali lipat.24 Peningkatan ini menunjukkan telah terjadinya penurunan fungsi ovarium dalam memproduksi hormon estrogen.39 Mukosa oral dan kelenjar saliva memiliki kemiripan dengan mukosa vagina secara histologi, begitu pula dengan responnya terhadap estrogen karena pada mukosa oral juga memiliki reseptor estrogen.3,31 Sehingga perubahan estrogen yang dapat mempengaruhi mukosa vagina, juga dapat mempengaruhi mukosa oral secara langsung atau melalui mekanisme saraf yang salah satunya adalah SMT.1,2,4

Penelitian ini mendapatkan hasil bahwa gejala penyerta yang paling banyak dikeluhkan adalah mulut kering. Hasil yang sama pada penelitian Baharvand dkk (2014) yang juga menyatakan bahwa keluhan penyerta SMT paling sering adalah mulut kering.10 Mulut kering yang dikeluhkan penderita SMT berhubungan dengan berkurangnya produksi hormon estrogen yang mempengaruhi produksi saliva dan menurunnya aliran saliva.31 Namun bila dikaitkan dengan lama menopause, penelitian ini tidak menunjukkan adanya hubungan yang signifikan antara lama menopause dengan gejala penyerta SMT. Penelitian Baharvand dkk (2014) mengatakan tidak ada hubungan signifikan antara gejala penyerta SMT dengan menopause.10 Teori mengatakan gejala penyerta SMT yang sering dikeluhkan pasien dapat berupa mulut kering, perubahan persepsi rasa, sulit menelan, mati rasa, dan lain-lain.26,31

(47)

Penelitian ini menunjukkan SMT terjadi pada beberapa lokasi dalam rongga mulut seperti lidah, bibir, tenggorokan. Lokasi SMT paling banyak dikeluhkan subjek adalah pada lidah. Penelitian ini sejalan dengan penelitian Baharvand,10 Gao,13 dan Colak,14 yang mendapatkan hasil bahwa SMT paling sering terjadi pada lidah.

Kepustakaan menjelaskan bahwa rasa nyeri sebagian besar lokasinya bilateral dan simetri pada lidah, biasanya pada dua per tiga anterior lidah.4,5 Namun jika dikaitkan dengan lama menopause, dari uji statistik tidak ditemukan hubungan yang signifikan antara lama menopause dengan lokasi SMT. Hasil penelitian ini didukung oleh penelitian Baharvand, dkk (2014) yang menyatakan bahwa tidak ada hubungan antara lokasi SMT dengan menopause.11 Teori mengatakan bahwa SMT dapat terjadi pada beberapa daerah di dalam rongga mulut seperti lidah, palatum, bibir, tenggorokan, mukosa bukal, dasar mulut, dan daerah pendukung gigi tiruan.5,26,31

Intensitas SMT pada penelitian ini diukur dengan Visual Analog Scale dengan memilih 0-10 sesuai intensitas nyeri yang dirasakan. Selanjutnya dari skala 0-10 dikelompokkan menjadi 5 kategori yaitu tidak sakit, sakit ringan, sakit sedang, sakit berat, dan sakit sangat berat. Penelitian ini menunjukkan subjek yang mengalami SMT paling banyak mengeluhkan rasa sakit sedang. Penelitian Colak dkk (2011) mendapatkan hasil intensitas nyeri SMT paling sering adalah sakit sedang. Uji statistik menyatakan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara lama menopause dengan intensitas SMT. Penelitian Baharvand dkk (2014) mendapat hasil bahwa tidak ada hubungan antara intensitas nyeri SMT dengan menopause.10 Teori menyatakan bahwa intensitas nyeri SMT yang paling sering dikeluhkan adalah nyeri sedang dan berat.31

Referensi

Garis besar

Dokumen terkait

Pemanfaatan internet juga bisa memberikan dampak negatif, yaitu : a) berkurangnya sifat sosial, b) merubah pola interaksi sosial; c) kecenderungan berbuat kejahatan; d)

Hasil penelitian menunjukkan bahwa: (1) ada hubungan positif dan signifikan status ekonomi orang tua dengan minat melanjutkan pendidikan ke perguruan tinggi; (2) ada hubungan

[r]

1) Observasi , yaitu mengamati kegiatan di Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Muhammadiyah Ciamis. 2) Kuesioner , yang diberikan kepada seluruh karyawan Sekolah Tinggi Ilmu

antara peserta didik dengan bahan atau materi pelajaran. Demikian juga interaksi antara peserta didik dengan pendidik maupun antara sesama peserta didik.

Hasil penelitian dengan menggunakan Model Pembelajaran Kooperatif tipe Numbered Head Together (NHT) menunjukkan adanya peningkatan keaktifan dan prestasi belajar siswa kelas

Pembelajaran yang terjadi masih monoton, penyampaian materi dalam pembelajaran masih menggunakan metode ceramah dengan bantuan media cetak, berupa buku pegangan guru dan

3 Pasal 49 ayat (3) UU No 20/2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Menyebutkan Dana Pendidikan dari Pemerintah dan Pemerintah Daerah untuk satuan pendidikan