BAB III
DATA DAN ANALISA
3.1. Umum
Dalam studi kelayakan pembangunan pelabuhan peti kemas ini membutuhkan data teknis dan data ekonomi. Data-data teknis yang diperlukan adalah peta topografi, bathymetri, data klimatografi dan hidrografi, serta data tanah. Sedangkan yang termasuk data ekonomi antara lain data tingkat pertumbuhan ekonomi dunia dan data tingkat pertumbuhan penduduk. Semua data tersebut adalah data sekunder. Data-data tersebut lebih detailnya dijelaskan sebagai berikut :
3.2. Topografi
Kondisi topografi daerah yang akan dibangun pelabuhan relatif datar. Pada umumnya pantai sekitar lokasi pelabuhan mempunyai kemiringan yang landai tetapi di beberapa tempat ditemukan kemiringan yang terjal. Hal ini disebabkan daerah sekitar lokasi pelabuhan merupakan daerah perbukitan. Lokasi yang akan di dijadikan kawasan industi juga mempunyai topografi yang berbukit-bukit dan berbatu granit dan bauksit dengan ketinggian rata-rata +10mLWS sampai +50 mLWS.
Puncak tertinggi dari perbukitan tersebut adalah Gunung Kijang dengan ketinggian +211 mLWS.
3.3. Bathymetri
Peta bathymetri didapatkan dari Dinas Hidrologi dan Oseanografi. Kondisi dasar laut sekitar lokasi rencana pembangunan pelabuhan peti kemas secara garis besar dapat disimpulkan bahwa perairan tersebut mempunyai kedalaman antara -5 mLWS sampai -20 mLWS dengan terdapat bukit dan lembah didasar laut. Di beberapa tempat juga ditemukan kontur yang terjal. Peta bathymetri dan potongan memanjang perairan dapat dilihat pada Gambar 3.1 dan 3.2.
KEDALAMAN
JARAK (m) 336 351 352 383 360 432 428 495 410 444 576 383 302303269186 1542 1299 352 356 587 866 1368 920 653 352 356 369 1677 1004
10 mLWS 9 mLWS 8 mLWS 7 mLWS 6 mLWS 5 mLWS 4 mLWS 3 mLWS 2 mLWS 1 mLWS 0 mLWS - 20mLWS
-15 mLWS
-10 mLWS
-9 mLWS
-8 mLWS
-7 mLWS
-6 mLWS
-5mLWS
-6 mLWS
-7 mLWS
-8 mLWS
-9 mLWS
-10 mLWS
-10,2 mLWS
-10 mLWS-9 mLWS-8 mLWS
-7 mLWS
-6 mLWS
-5 mLWS
Gambar 3. 1. Potongan Memanjang Perairan Sekitar Lokasi
3.4. Pasang Surut
Kegunaan data pasang surut pada perencanaan pelabuhan adalah untuk merencanakan elevasi dermaga yang akan dibangun.
Data pasang surut disekitar rencana lokasi pembangunan ini diambil dari “Daftar Arus Pasang Surut” yang dikeluarkan Dinas Hidrologi dan Oseanografi tahun 2006. Hasil analisa data tersebut terdapat pada Gambar 3.3.
HWS (High Water Surface) = + 1,90 mLWS
MSL ( Mean Sea Level) = + 1,30 mLWS
LWS (Low Water Surface) = ± 0,00 mLWS
-1,20 -1,00 -0,80 -0,60 -0,40 -0,20 0,00 0,20 0,40 0,60 0,80
0 100 200 300 400 500 600 700
JAM SELAMA FEBRUARI 2005
TINGGI PASANG SURUT (dm)
Gambar 3. 2. Grafik Pembacaan Pasang Surut
Dari grafik diatas didapatkan bahwa pasang surut perairan tersebut mempunyai tipe campuran condong ke harian tunggal.
3.5. Arus
Kegunaan data arus pada perencanaan pelabuhan adalah untuk mengetahui keamanan dari kapal yang akan berlabuh dan untuk merencanakan gaya horizontal yang akan mempengaruhi stabilitas struktur dermaga.
Data arus pada perairan sekitar Galang Batang adalah 0,1 knot. Data tersebut diambil dari “Daftar Pasang Surut” yang dikeluarkan Dinas Hidrolodi dan Oseanografi tahun 2006 yang diambil pada bulan Februari 2005. Kecepatan arus maksimal
untuk kapal berlabuh adalah 2 knot, sehingga disimpulkan arus yang terjadi disekitar lokasi pelabuhan tidak membahayakan kapal yang sedang berlabuh.
3.6. Gelombang 3.6.1. Data Angin
Data angin dibutuhkan untuk mengetahui tinggi gelombang yang terjadi. Penentuan tinggi gelombang dapat dilakukan dengan pengukuran langsung di lapangan atau dengan menganalisa dari data angin yang terjadi di lokasi. Pengukuran langsung di lapangan biasanya menghasilkan hasil yang kurang representatif karena dilakukan dalam jangka waktu yang singkat.
Jadi analisa gelombang menggunakan data angin dinilai paling baik, tetapi jangka waktu data angin harus tersedia minimal selama lima tahun dari stasiun pencatat data angin yang dekat dengan lokasi yang akan dibangun pelabuhan. Data angin yang mewakili lokasi pelabuhan peti kemas ini adalah data angin dari stasiun Badan Meteorologi dan Geofisika (BMG) Tanjung Pinang.
Data angin yang ada adalah data angin bulanan selama 5 tahun (2001-1005). Data angin tersebut dapat dilihat pada Tabel 3.1.
Tabel 3. 1. Data Angin Bulanan Tahun 2001-2005
Sumber : BMG Tanjung Pinang
Dari data angin tersebut dianalisa sehingga mendapatkan prosentase kejadian angin yang dapat dilihat dari Tabel 3.2.
Tabel 3. 2. Frekuensi Angin Bulanan Tahun 2001-2005
Sumber : Hasil Perhitungan
VRB adalah arah angin yang berubah-ubah lebih dari 60 derajat.
Dari tabel frekuensi angin bulanan tahun 2001-2005 dibuat wind rose seperti pada Gambar 3.4.
44 40 36 32 28 24 20 16 12 8 4 0
45
90
135 180
225 270
315
360
CALM
CALM 9-11
> 11 5-7 3-5 1-3
Gambar 3. 3. Wind Rose Kawasan Galang Batang
Dari wind rose diatas terlihat bahwa arah angin yang dominan adalah arah angin dari Selatan dan Utara. Kedua arah
dominan tersebut adalah arah sejajar dengan pantai sehingga angin arah tersebut tidak menimbulkan gelombang.
Lokasi stasiun pengamatan tersebut terletak di daerah yang dekat dengan pantai dan perbedaan suhu antara daratan dan lautan hampir sama, maka tidak perlu adanya koreksi terhadap perbedaan suhu (RT) dan perbedaan lokasi (RL). Begitu juga dengan letak alat pengamatan dianggap pada ketinggian 10 m, sehingga dapat langsung digunakan untuk menganalisa gelombang yang terjadi. Kecepatan angin harus dikonversikan menjadi faktor tegangan angin (UA) dengan mengunakan rumus :
UA = 0,71 X U1,23
Hasil perhitungan faktor tegangan angin (UA) dapat dilihat pada Tabel 3.3.
Tabel 3. 3. Faktor tegangan angin U (m/s) UA (m/s)
4 3,907 6 6,433 8 9,163 Sumber:Hasil Perhitungan
3.6.2. Panjang Fetch Efektif
Fetch adalah jarak bebas di atas permukaan air laut, merupakan daerah pembangkit gelombang yang ditimbulkan oleh angin dengan arah dan kecepatan yang sama. Bentuk fetch tidak teratur akibat bentuk garis pantai tidak teratur, maka untuk kebutuhan peramalan gelombang perlu ditentukan besarnya fetch efektif.
Panjang fetch dihitung berdasarkan arah angin yang berpengaruh pada lokasi pelabuhan. Pelabuhan peti kemas ini direncanakan berada di panatai yang menghadap ke timur sehingga arah angin yang berpengaruh adalah arah Timur Laut, Timur dan Tenggara. Arah dan panjang fetch yang terjadi di lokasi rencana pembangunan pelabuhan dapat dilihat pada
Gambar 3.5 sampai Gambar 3.7, sedangkan perhitungan fetch efektif dapat dilihat pada Tabel 3.4.
Tabel 3. 4. Perhitungan panjang fetch efektif
Sumber : Hasil Perhitungan
Fefektif timur laut =
5109 , 13
85 ,
132 = 9,83 km
Fefektif timur =
5109 , 13
85 ,
80 = 5,98 km
Feffektif timur laut =
5109 , 13
66 ,
66 = 4,93 km
3.6.3. Tinggi dan Periode Gelombang di Laut Dalam
Setelah mendapatkan harga faktor tegangan angin dan panjang fetch efektif maka langkah selanjutnya adalah mencari periode dan tinggi gelombang dengan menggunakan rumus- rumus empiris Sverdrup Munk Bretschneider (SMB) yang telah dimodifikasi (SPM, 1984). Hasil perhitungan tinggi gelombang, periode, dan durasi di laut dalam dapat dilihat pada Tabel 3.5 dan 3.6.
Tabel 3. 5. Perhitungan Durasi
Fetch (km) Durasi (jam) Kec
(m/s) UA
(m/s) TL T Tenggara TL T Tenggara 4 3,097 9,83 5,98 4,93 2,81 2,02 1,77 6 6,433 9,83 5,98 4,93 2,20 1,58 1,39 8 9,163 9,83 5,98 4,93 1,96 1,41 1,24 Sumber : Hasil Perhitungan
Tabel 3. 6. Perhitungan Tinggi dan Periode Gelombang
Fetch (km) Tinggi Gel. (m) Periode (dt) Kec
(m/s) UA
(m/s) TL T Tng TL T Tng TL T Tng 4 3,097 9,83 5,98 4,93 0,11 0,09 0,09 1,95 1,65 1,55 6 6,433 9,83 5,98 4,93 0,22 0,19 0,18 2,49 2,11 1,97 8 9,163 9,83 5,98 4,93 0,32 0,27 0,25 2,80 2,37 2,22 Sumber : Hasil Perhitungan
Untuk mendapatkan nilai yang akurat maka hasil prediksi atas harus dikoreksi dengan cara pemakaian monogram dari SPM.
Dari analisa dengan monogram SPM didapatkan bahwa daerah rencana pembangunan pelabuhan tersebut termasuk wilayah dengan pembangkitan gelombang yang dipengaruhi panjang fetch efektif (fetch limited). Hasi pembacaan monogram SPM dapat dilihat pada Tabel 3.7.
Tabel 3. 7. Analisa Gelombang dengan Monogram SPM
Durasi (jam) Tinggi Gel. (m) Periode (dt) Kec
(m/s) UA
(m/s) TL T Tng TL T Tng TL T Tng
4 3,097 - - -
6 6,433 2,2 1,6 1,4 0,32 0,26 0,24 2,49 0,21 2 8 9,163 1,9 1,4 1,25 0,48 0,36 0,22 2,78 2,4 2,2
Dari koreksi dengan monogram SPM diatas didapatkan bahwa durasi angin, periode, dan tinggi gelombang yang terjadi hampir sama dengan hasil analisa dengan rumus SMB. Sehingga analisa gelombang yang dipakai adalah hasil perhitungan dengan rumus SMB.
3.6.4. Tinggi Gelombang Berdasarkan Kejadian Ulang
Untuk keperluan perencanaan bangunan pantai perlu dipilih tinggi dan periode gelombang berdasarkan periode ulang tertentu. Dalam perhitungan ini prediksi dilakukan dengan Metode Weibull. Hasil peramalan gelombang tiap arah dapat dilihat pada Tabel 3.8 sampai dengan 3.13.
1. Arah Timur Laut
Tabel 3. 8. Analisa Periode Gelombang Arah Timur Laut
Sumber : Hasil Perhitungan 217 , 3 0
65 ,
0
Hr
482 , 3 0 445 ,
1
Ym
n ym2 ( Ym)2
Ym Hsm HsmYm
A n
4452
, 1 ) 051 , 3 3 (
) 445 , 1 65 , 0 ( ) 539 , 0 3 (
= 0,096
B Hr(AˆYm)
0,217(0,0960,482) = 0,170
Tabel 3. 9. Tinggi Gelombang Arah Timur Laut Berdasarkan Periode Ulang Tertentu
Periode ulang
(Tahun) Yr (Tahun)
Hsr (m) B Yr Aˆ ) ˆ (
2 0,3665 0,21
5 1,5000 0,31
10 2,2504 0,39
25 3,1985 0,48
50 3,9019 0,55
100 4,6001 0,61
Sumber : Hasil Perhitungan
2. Arah Timur
Tabel 3. 10. Analisa Periode Gelombang Arah Timur
Sumber : Hasil Perhitungan 0,183
3 55 ,
0
Hr
482 , 3 0 445 ,
1
Ym
n ym2 ( Ym)2
Ym Hsm HsmYm
A n
4452
, 1 ) 051 , 3 3 (
) 445 , 1 55 , 0 ( ) 458 , 0 3 (
= 0,082
B Hr(AˆYm)
0,183(0,0820,482) = 0,143
Tabel 3. 11. Tinggi Gelombang Arah Timur Berdasarkan Periode Ulang Tertentu
Periode ulang
(Tahun) Yr (Tahun) Hsr (m)
B Yr Aˆ ) ˆ
(
2 0,3665 0,17
5 1,5000 0,27
10 2,2504 0,33
25 3,1985 0,41
50 3,9019 0,46
100 4,6001 0,52
Sumber : Hasil Perhitungan
3. Arah Tenggara
Tabel 3. 12. Analisa Periode Gelombang Arah Tenggara
Sumber : Hasil Perhitungan 172 , 3 0 517 ,
0
Hr
482 , 3 0 445 ,
1
Ym
n ym2 ( Ym)2
Ym Hsm HsmYm
A n
4452
, 1 ) 051 , 3 3 (
) 445 , 1 517 , 0 ( ) 421 , 0 3 (
= 0,07
B Hr(AˆYm)
0,172(0,070,482) = 0,139
Tabel 3. 13. Tinggi Gelombang Arah Tenggara Berdasarkan Periode Ulang Tertentu
Periode ulang
(Tahun) Yr (Tahun) Hsr (m)
B Yr Aˆ ) ˆ
(
2 0,3665 0,16
5 1,5000 0,24
10 2,2504 0,30
25 3,1985 0,36
50 3,9019 0,41
100 4,6001 0,46
Sumber : Hasil Perhitungan
Dari perhitungan tinggi gelombang berdasarkan periode tertentu pada setiap arah diatas kemudian dikumpulkan menjadi satu pada Tabel 3.14.
Tabel 3. 14. Tinggi Gelombang Berdasarkan Periode Ulang Tertentu
Tinggi Gelombang (m) Periode ulang
(Tahun) Timur Laut Timur Tenggara
2 0,21 0,17 0,16
5 0,31 0,27 0,24
10 0,39 0,33 0,30
25 0,48 0,41 0,36
50 0,55 0,46 0,41
100 0,61 0,52 0,46
Sumber : Hasil Perhitungan
Dari analisa tinggi gelombang berdasarkan periode ulang diatas didapatkan gelombang tertinggi sebesar 0,61 m dengan periode ulang 100 tahun. Gelombang tersebut tidak perlu direfraksi karena tingginya masih di bawah tinggi gelombang maksimum untuk kapal peti kemas 58.000 DWT melakukan bongkar muat sebesar 0,9 m. Analisa tersebut juga menunjukkan bahwa perairan pelabuhan ini tidak membutuhkan breakwater.
3.7. Analisa Sedimentasi
Analisa sedimentasi diperlukan untuk mendapatkan gambaran tentang besar dan arah sedimentasi yang terjadi di area perairan pelabuhan. Dalam perhitungan sedimentasi di lokasi pelabuhan peti kemas ini menggunakan perumusan CERC yang telah dijelaskan pada bab sebelumnya.
Dalam studi ini breaking index disumsikan sebesar 0,7.
Hasil prediksi sedimentasi dapat dilihat pada Tabel 3.15.
Tabel 3. 15. Rekapitulasi Analisa Sedimentasi
Arah H0
(m) dbr (m) Hbr ' br Frek.
(%) Sed. Trans.
(m3/thn) 0,11 0,198 0,1397 0,71 0,7 7,79 377,7703 0,22 0,363 0,2507 0,69 0,7 4,09 1037,1753 Timur
Laut
0,32 0,496 0,3492 0,70 0,7 2,92 1777,0780 Timur 0,09 0,162 0,1113 0,69 0,7 1,75 18,5325 Tenggara 0,09 0,1575 0,1092 0,69 0,7 3,12 88,9751
TOTAL 3299,5312
Sumber : Hasil Perhitungan
Dari hasil analisa sedimen tersebut dapat diketahui daerah beaking zone atau daerah terjadinya gelombang pecah, dimana mulai terjadi sedimentasi yaitu pada kedalaman -3,5 mLWS.
Sehingga total sedimentasi yang terjadi pada derah tersebut diperkirakan sebesar 3300 m3/tahu dengan arah sedimentasi doninan ke Selatan.
3.8. Data Tanah
Untuk mengetahui daya dukung tanah sekitar lokasi pelabuhan dilakukan penyelidikan dengan Standard Penetration Test (SPT). SPT diadakan di tiga titik yang terdiri dari satu titik di darat dan dua titik di laut. Hasil tes SPT pada tiga titik tersebut dapat dilihat pada Tabel 3.16 sampai 3.18 sedangkan lokasi penyelidikan tanah dapat dilihat pada Gambar 3.8. Harga N yang
diperoleh di lapangan harus dikoreksi terlebih dahulu terhadap kondisi muka air dengan perumusan dari Terzaghi dan Peck yaitu
15
5 . 0
15
N
Nterkoreksi .
Tabel 3. 16 Jenis Tanah pada Titik SPT 1 Kedalaman
Thd. LWS (m)
Jenis Tanah Nlapangan (pukulan)
Nterkoreksi (pukulan) +0,7 s/d -3,3 Pasir padat berlanau 10,5 12,75
-3,3 s/d -8,3 Lempung sedang
berlanau 21 18
-8,3 s/d -11,3 Lempung kaku
berlanau 45 30
-11,3 s/d -13 Tanah keras 60 37,5 Tabel 3. 17 Jenis Tanah pada Titik SPT 2
Kedalaman
Thd. LWS (m) Jenis Tanah Nlapangan (pukulan)
Nterkoreksi (pukulan) -1,5 s/d -3,4 Lempung lunak
berlanau 13 14
-3,4 s/d -10 Pasir padat berlanau 53 34 -10,5 s/d -11 Lempung kaku
berlanau 60 37,5
-11 s/d -12 Tanah keras 60 37,5 Tabel 3. 18 Jenis Tanah pada Titik SPT 3
Kedalaman Thd.
LWS (m)
Jenis Tanah Nlapangan (pukulan)
Nterkoreksi (pukulan) -1,2 s/d -8,8 Lempung lunak
berlaunau 6 10,5
-8,8 s/d -9,9 Lempung kaku
berlanau 40 27,5
-9,8 s/d -13 Tanah keras 60 37,5
Gambar 3. 4. Lokasi SPT
Analisa daya dukung tanah digunakan untuk merecanakan pondasi dari dermaga dan trestle. Analisa daya dukung tanah meliputi pemilihan jenis tiang pancang yang digunakan dan perhitungan daya dukung tiang.
3.8.1. Pemilihan jenis tiang pancang
Ada tiga macam jenis tiang pancang yaitu : tiang pancang beton, baja, dan kayu. Penentuan jenis tiang pancang yang dipakai tergantung pada kondisi tanah, kondisi lapangan, biaya, mobilisasi alat, dan ketahanan terhadap korosi seperti yang telah dijelaskan pada bab dasar teori.
Pada studi ini dipilih tiang pancang dari baja karena kondisi tanah relatif keras. Disamping itu tiang pancang dari baja mudah dalam pelaksanaan, mudah dalam penyambungan, dan ringan dalam pengangkatan bila dibandingkan dengan tiang pacang dari beton dan kayu. Hal ini sangat mendukung karena kemudahan tersebut sangat dibutuhkan untuk melakukan pemancangan di laut. Pengaruh air laut terhadap korosi dapat dihindari dengan memberikan proteksi anti karat pada permukaan tiang.
3.8.2. Perhitungan daya dukung tiang
Metode yang digunakan untuk menghitung daya dukung pondasi dengan tiang pancang adalah metode Luciano Decourt.
Hasil perhitungan daya dukung pondasi pada tiga titik tersebut dapat dilihat pada grafik hubungan antara kedalaman dengan QL yang dapat dilihat pada Gambar 3.9 sampai 3.11.
0 2 4 6 8 10 12 14
0 200 400 600 800 1000 1200 1400
QL (ton)
Kedalaman (m)
diameter 90 cm diameter 80 cm diameter 70 cm diameter 60 cm
Gambar 3. 5. Hubungan antara Kedalaman dan QL pada titik 1
0 2 4 6 8 10 12 14
0 200 400 600 800 1000 1200 1400 1600
QL (ton)
Kedalaman (m)
diameter 90 cm diameter 80 cm diameter 70 cm diameter 60 cm
Gambar 3. 6. Hubungan antara Kedalaman dan QL pada titik 2
0 2 4 6 8 10 12 14
0 200 400 600 800 1000 1200
QL (ton)
Kedalaman (m)
diameter 90 cm diameter 80 cm diameter 70 cm diameter 60 cm
Gambar 3. 7. Hubungan antara Kedalaman dan QL pada titik 3