CITRA TOKOH UTAMA PEREMPUAN
DALAM NOVEL BULAN TERBELAH DI LANGIT AMERIKA KARYA HANUM SALSABIELA RAIS DAN RANGGA
ALMAHENDRA: KAJIAN SASTRA FEMINIS
SKRIPSI
Oleh:
Meidini Wardah Lesmana 170701040
PROGRAM STUDI SASTRA INDONESIA FAKULTAS ILMU BUDAYA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN
2021
ii
iv
PERYATAAN
Citra Tokoh Utama Perempuan Dalam Novel Bulan Terbelah di Langit Amerika Karya Hanum Salsabiela Rais dan Rangga Almahendra: Kajian
Sastra Feminis
Oleh:
Meidini Wardah Lesmana
170701040
Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam skripsi ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memeroleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tingi dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh pihak lain, kecuali yang saya kutip dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka. Apabila pernyataan yang saya buat ini tidak benar, saya bersedia menerima sanksi berupa pembatalan gelar kesarjanaan yang saya peroleh.
Medan, 20 Oktober 2021
Meidini Wardah Lesmana NIM. 170701040
CITRA TOKOH UTAMA PEREMPUAN
DALAM NOVEL BULAN TERBELAH DI LANGIT AMERIKA KARYA HANUM SALSABIELA RAIS DAN RANGGA ALMAHENDRA:
KAJIAN SASTRA FEMINIS
MEIDINI WARDAH LESMANA
ABSTRAK
Karya sastra merupakan wujud nyata hasil dari imajinasi pengarang yang berbeda- beda berdasarkan pemikiran dan pengalamannya masing-masing. Pernyataan tersebut sangat sesuai dengan ciri-ciri karya sastra, salah satunya adalah imajinatif.
Karya sastra terbagi menjadi dua, yaitu karya sastra lisan dan karya sastra tulisan.
Salah satu bentuk karya sastra tulisan adalah novel. Karya sastra (novel) merupakan struktur yang bermakna. Dalam sebuah karya sastra, tokoh merupakan unsur yang sangat penting. Setiap tokoh dalam sebuah cerita memiliki karakteristik masing- masing, begitu juga dengan citra setiap tokohnya. Citra artinya rupa, gambaran;
dapat berupa gambaran yang dimiliki orang banyak mengenai pribadi, atau kesan mental (bayangan) visual yang ditimbulkan oleh sebuah kata, frase atau kalimat, dan merupakan unsur dasar yang khas dalam karya sastra. Hal itu juga yang terdapat pada tokoh Hanum dalam novel Bulan Terbelah di Langit Amerika karya Hanum Salsabiela Rais dan Rangga Almahendra. Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan citra tokoh utama perempuan dan mendeskripsikan struktur yang membangun novel Bulan Terbelah di Langit Amerika karya Hanum Salsabiela dan Rangga Almahendra. Pengkajian data penelitian dilakukan dengan metode deskriptif dan menggunakan teori sastra feminis. Dari hasil penelitian ini menyajikan data citra tokoh yang bernama Hanum dalam beberapa aspek: (1) Citra diri perempuan, yaitu dalam aspek fisik dan aspek psikis, (2) Citra sosial perempuan, yaitu dalam aspek keluarga dan dalam aspek masyarakat.
Kata kunci: novel, citra, tokoh utama, dan sastra feminis.
vi PRAKATA
Segala puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat, nikmat, hidayah-Nya, serta kekuatan sehingga peneliti dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul Citra Tokoh Utama Perempuan dalam Novel Bulan Terbelah di Langit Amerika Karya Hanum Salsabiela Rais dan Rangga Almahendra: Kajian Sastra Feminis. Adapun tujuan penulisan skripsi ini adalah untuk memenuhi persyaratan memeroleh gelar sarjana Program Studi Sastra Indonesia di Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Sumatera Utara, Medan.
Penyelesaian skripsi ini, peneliti banyak mendapatkan bantuan berupa doa, dukungan, pengarahan, bimbingan, dan nasihat dari berbagai pihak. Oleh karena itu penulis mengucapkan rasa hormat dan rasa terima kasih kepada:
1. Rektor Universitas Sumatera Utara Dr. Muryanto Amin, S. Sos, M. Si. Serta segenap wakil rektor beserta jajarannya yang telah menyediakan segala fasilitas, sarana, dan prasarana selama peneliti mengeyam pendidikan di Universitas Sumatera Utara.
2. Ibu Dr. Dra. T. Thyrhya Zein, M. A sebagai Dekan Fakultas Ilmu Budaya, Bapak Prof. Drs. Mauly Purba, M. A., PhD sebagai Wakil Dekan I, Ibu Dra.
Heristina Dewi, M. Pd sebagai Wakil Dekan II, dan Bapak Mhd Pujiono, S.
S., M. Hum., PhD sebagai Wakil Dekan III.
3. Ibu Dr. Dwi Widayati, M. Hum. selaku Ketua Program Studi Sastra Indonesia dan Ibu Dra. Nurhayati Harahap. M. Hum. selaku Sekretaris Program Studi Sastra Indonesia.
4. Bapak Dr. Drs. Hariadi Susilo, M. Si. sebagai dosen pembimbing yang telah banyak meluangkan waktu untuk membimbing serta memberikan pengetahuan dan arahan kepada peneliti dalam menyelesaikan skripsi ini.
5. Bapak Prof. Dr. Ikhwanuddin Nasution, M. Si. dan Ibu Dra. Nurhayati Harahap, M. Hum. selaku dosen penguji yang telah memberikan kritik dan saran kepada peneliti.
6. Seluruh dosen dan staf pengajar Program Studi Sastra Indonesia yang telah memberikan ilmu pengetahuan selama peneliti mengikuti kegiatan akademis di Program Studi Sastra Indonesia, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Sumatera Utara, dan penulis ucapkan terima kasih kepada Bapak Joko yang telah banyak membantu peneliti dalam mengurus keperluan administrasi akademik.
7. Keluarga tercinta yang telah memberikan dukungan baik berupa moril dan materil selama perkuliahan. Teristimewa kepada Ibunda tercinta Risnayani Harahap dan Ayahanda Jajang S. Lesmana yang tidak pernah lelah berjuang demi mencapai cita-cita kedua anaknya, selalu mendoakan, mendukung, serta menyayangi peneliti dengan sepenuh hati. Kepada Adik tersayang Nakita Augydia Lesmana, yang selalu memberikan dukungan dan membantu peneliti hingga saat ini.
8. Saudara dan sepupu peneliti yang ikut serta memberikan dukungan dalam situasi apapun, berkat kalian peneliti menjadi semangat dan bisa menyelesaikan skripsi ini.
viii
9. Abangda Yusril Habibi Hasibuan yang selalu memberikan dukungan dan motivasi sehingga peneliti bisa menyelesaikan skripsi ini.
10. Teman-teman seperjuangan stambuk 2017, khususnya kepada Rara, Dinda, Rehan, dan Liyin yang setia menemani hari-hari peneliti dengan canda- tawa, suka, dan duka mulai dari PKKMB hingga saat ini, terima kasih telah menjadi bagian dari cerita penempahan diri dan potensi selama di bangku kuliah.
11. Kepada Iky, Eftina, Soraya, Wahyuni, Indah, Pinta, dan teman-teman yang telah berbaik hati meminjamkan laptop ketika peneliti tertimpa musibah kehilangan laptop, berkat kebaikan hati kalian juga skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik.
12. Kepada semua yang telah memberi dukungan dan memberi semangat kepada peneliti untuk menyelesaikan skripsi ini. Peneliti menyadari penelitian ini belum sempurna. Oleh karena itu, peneliti mengharapkan kritik dan saran yang membangun untuk menyempurnakan hasil penelitian ini. Semoga penelitian ini bermanfaat bagi peneliti dan pembaca.
Medan, 20 Oktober 2021
Meidini Wardah Lesmana
DAFTAR ISI
LEMBAR PERSETUJUAN... ii
LEMBAR PENGESAHAN ... iii
PERYATAAN ... iv
ABSTRAK ... v
PRAKATA ... vi
DAFTAR ISI ... ix
BAB I PENDAHULUAN ... 1
1.1 Latar Belakang ... 1
1.2 Batasan Masalah ... 5
1.3 Rumusan Masalah ... 5
1.4 Tujuan Penelitian ... 6
1.5 Manfaat Penelitian ... 6
BAB II KONSEP, TINJAUAN PUSTAKA, DAN LANDASAN TEORI ... 8
2.1 Konsep ... 8
2.1.1 Novel ... 8
2.1.2 Tokoh Utama ... 9
2.2 Landasan Teori ... 12
2.2.1 Strukturalisme ... 12
2.2.2 Kritik Sastra feminis ... 14
2.2.3 Citra perempuan ... 15
2.3 Tinjauan Pustaka ... 18
BAB III METODE PENELITIAN ... 21
3.1 Metode Penelitian ... 21
3.2 Teknik Pengumpulan Data ... 21
3.3 Data dan Sumber Data ... 22
3.3.1 Data ... 22
3.3.2 Sumber Data Primer ... 22
3.3.3 Sumber Data Sekunder ... 23
3.4 Teknik Analisis Data ... 23
x
BAB IV CITRA TOKOH UTAMA PERMEPUAN DALAM NOVEL
BULAN TERBELAH DI LANGIT AMERIKA ... 25
4.1 Citra Diri Perempuan ... 25
4.2 Citra Sosial Perempuan ... 33
4.3 Struktur Novel Bulan Terbelah di Langit Amerika ... 38
4.3.1 Tokoh dan Penokohan ... 38
BAB V SIMPULAN DAN SARAN ... 46
5.1 Simpulan ... 46
5.2 Saran ... 47
DAFTAR PUSTAKA ... 49
1. SINOPSIS NOVEL ... 52
2. UNSUR INTRINSIK NOVEL ... 54
3. BIOGRAFI PENULIS ... 63
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Karya sastra merupakan wujud nyata hasil dari imajinasi pengarang yang berbeda-beda berdasarkan pemikiran dan pengalamannya masing-masing.
Pernyataan tersebut sangat sesuai dengan ciri-ciri karya sastra, salah satunya adalah imajinatif. Karya sastra juga dikatakan sebagai karya sebenarnya yang terwujud karena pengalaman pribadi, seperti apa yang dilihat atau dialami dalam kehidupan sehari-hari, untuk dinikmati, dipelajari, dan ditanggapi oleh pembaca atau penikmat karya sastra. Karya sastra sangat berpengaruh terhadap kehidupan manusia, karena di dalamnya terdapat amanat atau pelajaran untuk kehidupan.
Karya sastra terbagi menjadi dua, yaitu karya sastra lisan dan karya sastra tulisan. Salah satu bentuk karya sastra tulisan adalah novel. Karya sastra (novel) merupakan struktur yang bermakna. Novel tidak sekedar serangkaian tulisan yang menggairahkan ketika dibaca, tetapi merupakan sturktur pikiran yang tersusun dari unsur-unsur yang padu. Novel, sebagai salah satu bentuk cerita rekaan, merupakan sebuah struktur yang kompleks.
Dalam sebuah karya sastra, tokoh merupakan unsur yang sangat penting.
Tokoh adalah pelaku yang mengemban atau menjalankan peristiwa dalam cerita rekaan sehingga peristiwa itu menjalin suatu cerita (Aminuddin, 2013: 79). Setiap tokoh dalam sebuah cerita memiliki karakteristik masing-masing, begitu juga dengan citra setiap tokohnya. Citra artinya rupa, gambaran; dapat berupa gambaran
2
yang dimiliki orang banyak mengenai pribadi, atau kesan mental (bayangan) visual yang ditimbulkan oleh sebuah kata, frase atau kalimat, dan merupakan unsur dasar yang khas dalam karya sastra.
Karya sastra memuat beragam gambaran kehidupan manusia di masyarakat, tidak jarang karya yang dihasilkan banyak menampilkan citra atau gambaran perempuan di dalamnya. Hal ini memberikan pengetahuan pada kita bahwa sosok perempuan banyak sekali mewarnai khazanah kesusastraan Indonesia khususnya novel. Karya sastra yang digunakan dalam penelitian ini adalah novel Bulan Terbelah di Langit Amerika karya Hanum Salsabiela Rais dan Rangga Almahendra.
Perempuan khususnya, dalam teori sastra memiliki ruang khusus untuk dibahas secara detail. Teori fenimisme adalah sebuah teori sastra yang khusus membahas mengenai masalah perempuan yang diciptakan dalam karya sastra dan salah satu penelitian yang sering dilakukan adalah penelitian mengenai citra perempuan atau wanita dalam suatu karya sastra. Alasan peneliti memilih citra perempuan sebagai objek kajian dalam penelitian ini karena peran dan posisi perempuan pada masyarakat sangat komplek yakni pengalaman perempuan di masa lalu, masa kini, sumbangan perempuan pada ilmu pengetahuan, politik, kesenian, sastra, dan sebagainya. Peranan yang komplek tersebut membuat gambaran perempuan sebagai sosok yang tangguh, terlepas dari ketimpangan hak terhadap diri sosok perempuan.
Apa pun dan dimana pun tempatnya, feminisme muncul sebagai akibat dari prasangka gender yang cenderung menomorduakan kaum perempuan. Perempuan
dinomorduakan karena adanya anggapan bahwa secara universal laki-laki berbeda dengan perempuan, perbedaan itu tidak hanya terbatas pada kriteria biologis, melainkan juga sampai pada kriteria sosial dan budaya.
Perempuan seringkali mendapatkan perlakuan sewenang-wenang dan selalu dinomor-duakan oleh pihak-pihak yang lebih berkuasa. Contohnya adalah dalam bidang pendidikan. Pada masanya hanya segelintir perempuan yang dapat mengenyam bangku pendidikan, itupun hanya bagi mereka-mereka yang memiliki jabatan atau dalam hal lain anak dari seseorang yang berpangkat/ ningrat. Hal inilah yang kemudian berdampak pada pola pikir yang berkembang terhadap pandangan mengenai posisi kaum perempuan yang termarginalkan. Perempuan seolah tidak memiliki tempat di dunia luar. Mereka dipaksakan hanya terkungkung di dalam wilayah domestik saja.
Dalam sastra Indonesia sangat banyak tokoh perempuan yang diceritakan oleh sastrawan. Contohnya Siti Nurbaya karya Marah Rusli, Azab dan Sengsara karya Merari Siregar, dan masih banyak yang lainnya. Melihat kenyataan ini, banyak karya sastra khususnya novel yang menampilkan tokoh perempuan dalam permasalahan kehidupannya.
Penelitian ini membahas tentang citra tokoh utama perempuan bernama Hanum dalam novel Bulan Terbelah di Langit Amerika dengan menggunakan pendekatan sastra feminis. Novel Bulan Terbelah di Langit Amerika adalah novel best seller yang diangkat ke layar lebar pada pertengahan Desember tahun 2015.
Novel ini terinspirasi dari apa yang Hanum dan Rangga lihat dijaringan media,
4
online, news, atau youtube. Banyak di antaranya juga berasal dari kisah nyata yg diceritakan oleh para mualaf dan narsumber terpercaya selama Hanum menjadi wartawan dan scholar di Eropa. Semua fakta sejarah, ilmiah, bangunan bersejarah, atau peristiwa yang disampaikan juga adaptasi dari kejadian yang sebenarnya.
Hanum dan Rangga juga terkenal sebagai penulis yang suka menebar semangat kebaikan melalui karya-karyanya yang positif.
Citra tokoh Hanum di dalam novel ini digambarkan sebagai sosok perempuan yang cerdas, sabar, pantang menyerah, kuat, sedikit ceroboh, dan mandiri ketika harus terpisah dengan suaminya di daerah asing, yang sebelumnya belum pernah ia kunjungi. Bukan tanpa alasan, Hanum bersama suaminya, Rangga datang ke New York untuk menyelesaikan tugas yang diberikan oleh atasan mereka. Hanum yang berkerja di perusahaan surat kabar Heute ist Wunderbar mendapat tugas untuk membuat artikel yang menyudutkan Islam sebagai dampak dari serangan teroris terhadap gedung World Trade Center (WTC) pada 11 September 2001 lalu.
Kesempatan itu ia manfaatkan untuk mengubah pemikiran orang Barat khususnya Amerika tentang Islam, dia ingin membuktikan bahwa Islam bukanlah teroris seperti apa yang mereka pikirkan selama ini. Hanum harus melalui banyak rintangan ketika ia mengumpulkan data dan informasi dari berbagai narasumber untuk artikelnya. Tak jarang Hanum mendapat tatapan sinis dan perlakuan tidak mengenakan dari orang-orang sekitar karena mereka mengetahui bahwa Hanum adalah seorang muslim. Hanum juga berhasil mengunjungi salah satu keluarga muslim yang dianggap sebagai keluarga teroris dalam kejadian 11 September 2001 lalu. Terkadang Hanum juga harus berkeliling sendirian di kota yang baru pertama
kali ia datangi dikarenakan suaminya diberi kesempatan oleh Profesor Reinhard untuk menghadiri konferensi di Washington DC, sekaligus memburu dermawan kaya raya Philipus Brown untuk menjadi dosen tamu di kampusnya.
Keunggulan novel tersebut terletak pada penggambaran sosok perempuan bernama Hanum yang cerdas, sabar, pantang menyerah, kuat, sedikit ceroboh dan mandiri digambarkan secara jelas di dalam novel sehingga terasa nyata ketika membacanya.
Berdasarkan uraian yang telah dijabarakan tersebut, maka penulis tertarik untuk menganalisis citra tokoh utama perempuan dalam novel Bulan Terbelah di Langit Amerika Karya Hanum Saslsabiela Rais dan Rangga Almahendra menggunakan kajian sastra feminis. Selain itu, sebelumnya novel ini juga belum pernah dianalisis menggunakan kajian sastra feminis.
1.2 Batasan Masalah
Pembatasan masalah digunakan agar peneliti fokus terhadap masalah yang akan dikaji. Maka batasan penelitian yaitu tokoh dan penokohan sebagai unsur dalam keseluruhan struktur novel, karena fokus penelitian ini hanya pada citra tokoh utama perempuan dalam Novel Bulan Terbelah di Langit Amerika Karya Hanum Salsabiela Rais dan Rangga Almahendra menggunakan kajian sastra feminis.
1.3 Rumusan Masalah
Untuk menghasilkan penelitian yang terarah, diperlukan suatu perumusan masalah.
6
1) Bagaimanakah citra tokoh utama perempuan dalam novel Bulan Terbelah di Langit Amerika karya Hanum Salsabiela dan Rangga Almahendra tinjauan sastra feminis?
2) Bagaimanakah struktur yang membangun novel Bulan Terbelah di Langit Amerika karya Hanum Salsabiela dan Rangga Almahendra?
1.4 Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian harus jelas mengingat penelitian harus mempunyai arah sasaran yang tepat berdasarkan masalah.
1) Mendeskripsikan citra tokoh utama perempuan dalam novel Bulan Terbelah di Langit Amerika karya Hanum Salsabiela dan Rangga Almahendra.
2) Mendeskripsikan struktur yang membangun novel Bulan Terbelah di Langit Amerika karya Hanum Salsabiela dan Rangga Almahendra.
1.5 Manfaat Penelitian
Penelitian ini memiliki manfaat sebagai berikut:
a. Manfaat Teoritis
1) Penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan mengenai studi analisis terhadap karya sastra, terutama dalam bidang penelitian novel Indonesia yang memanfaatkan teori kritik sastra feminis.
2) Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan dalam mengaplikasikan teori sastra dan teori kritik sastra feminis untuk mengungkapkan novel Bulan Terbelah di Langit Amerika.
b. Manfaat Praktis
1) Hasil penelitian dapat menambah referensi penelitian karya sastra Indonesia dan menambah wawasan kepada pembaca tentang citra tokoh utama perempuan.
2) Penelitian ini memberi kepuasan tersendiri bagi peneliti, karena dengan ini peneliti dapat memahami secara jelas tentang perwujudan citra tokoh utama perempuan dalam novel Bulan Terbelah di Langit Amerika.
BAB II
KONSEP, TINJAUAN PUSTAKA, DAN LANDASAN TEORI
2.1 Konsep
Konsep merupakan suatu kesatuan pengertian tentang sesuatu hal yang perlu dirumuskan (Alfianika, 2018:59). Menurut Masri Singarimbun dalam Alfianika (2018: 58-59), konsep adalah generalisasi dari sekelompok fenomena tertentu, sehingga dapat dipakai untuk menggambarkan berbagai fenomena yang sama.
2.1.1 Novel
Novel dalam arti umum berarti cerita berbentuk prosa dalam ukuran yang luas, yaitu cerita dengan plot atau tema yang kompleks, karakter yang banyak dan setting cerita yang beragam. Novel merenungkan dan melukiskan realitas yang dilihat, dirasakan dalam berbentuk dengan pengaruh tertentu atau ikatan yang dihubungan dengan tercapainya gerak- gerik hasrat manusia (Wicaksono, 2017:80).
Novel merupakan ungkapan serta gambaran kehidupan manusia pada suatu zaman yang dihadapkan dengan berbagai permasalahan hidup.
Permasalahan hidup manusia yang kompleks dapat melahirkan suatu konflik dan pertikaian. Melalui novel, pengarang dapat menceritakan tentang aspek kehidupan manusia secara mendalam termasuk berbagai perilaku manusia.
Novel sebagai salah satu karya sastra mempunyai unsur-unsur yang dapat dikaji lebih dalam sebagai kajian keilmuan. Terdapat dua unsur pembentuk karya sastra yaitu unsur ekstrinsik dan intrinsik. Unsur ekstrinsik
adalah unsur yang terdapat di luar karya sastra, tetapi sangat berpengaruh terhadap karya sastra. Beberapa unsur ekstrinsik meliputi agama pengarang, pendidikan pengarang, ekonomi pengarang, lingkungan tempat tinggal pengarang, kejadian yang terjadi di lingkungan pengarang, dan psikologi pengarang. Berbeda dengan unsur ekstrinsik, unsur intrinsik adalah unsur- unsur yang berada di dalam karya sastra.
2.1.2 Tokoh Utama
Istilah tokoh menunjuk pada orangnya, yaitu pelaku cerita. Menurut Abrams dalam Nurgiyantoro (2018:247), tokoh cerita (character) adalah orang (-orang) yang ditampilkan dalam sesuatu karya naratif, atau drama, yang ditafsirkan oleh pembaca memiliki kualitas moral dan memiliki kecenderungan tertentu seperti yang diekspresikan dalam ucapan dan apa yang dilakukan dalam tindakan.
Tokoh utama adalah tokoh yang diutamakan penceritaannya dalam novel yang bersangkutan. Ia merupakan tokoh yang paling banyak diceritakan. Baik sebagai pelaku kejadian maupun yang dikenali kejadian.
Bahkan, pada novel-novel tertentu, tokoh utama senantiasa hadir dalam setiap kejadian dan dapat ditemui dalam setiap halaman buku cerita yang bersangkutan. Pada novel-novel yang lain, tokoh utama tidak muncul dalam setiap kejadian, atau tidak langsung ditunjuk dalam setiap bab, namun, ternyata dalam kejadian atau bab tersebut tetap erat berkaitan, atau dapat dikaitkan dengan tokoh utama (dalam Nurgiyantoro, 2018: 259).
10
Karena tokoh utama paling banyak diceritakan dan selalu berhubungan dengan tokoh-tokoh lain, ia sangat menentukan perkembangan plot cerita secara keseluruhan. Tokoh utama dalam sebuah novel mungkin saja lebih dari seorang walau kadar keutamaannya belum tentu sama. Keutamaan mereka ditentukan oleh dominasi, banyaknya penceritaan dan pengaruhnya terhadap perkembangan plot secara keseluruhan.
2.1.3 Citra
Citra artinya rupa, gambaran; dapat berupa gambaran yang dimiliki orang banyak mengenai pribadi, atau kesan mental (bayangan) visual yang ditimbulkan oleh sebuah kata, frase, atau kalimat, dan merupakan unsur dasar yang khas dalam karya sastra (Sugihsatuti, 2019:45). Citra yang dimaksud yaitu wujud gambaran mental spiritual dan tingkah laku keseharian yang diekspresikan, bisa berupa citra penglihatan, citra gerak, citra pendengaran, citra rabaan, dan citra pemikiran. Sedangkan menurut Frank Jefkins dalam Soemirat dan Elvinaro Ardianto (2007:114), citra diartikan sebagai kesan seseorang atau individu tentang sesuatu yang muncul sebagai hasil dari pengetahuan dan pengalamannya.
2.1.4 Perempuan
Perempuan sering digambarkan sebagai sosok yang lembut, cenderung mengalah, lebih lemah, kurang aktif dan keinginan untuk mengasuh. Sementara itu Ciptaningsih Utaryo (1992: 75) memberikan gambaran bahwa kata “perempuan” berasal dari kata “empu” yaitu tokoh manusia yang dihormati dan dihargai. Dalam pengertian yang lain,
perempuan dapat disamaartikan dengan wanita. Dalam bahasa Jawa wanita itu mempunyai pengertian “wani ditata”. Jadi perempuan itu orang yang berani untuk diatur. Pada perkembangan sekarang sudah banyak bermunculan perempuan sebagai pemimpin dalam berbagai bidang, sehingga perempuan mempunyai tugas tambahan yaitu selain sebagai ibu rumah tangga juga sebagai pemimpin. Penggambaran tokoh perempuan dalam karya sastra sering berbanding terbalik dengan tokoh laki-laki. Laki- laki digambarkan sebagai sosok yang gagah, kuat, dan perkasa, sedangkan perempuan digambarkan sebagai sosok yang lemah, lembut, dan mudah menyerah. Perempuan adalah anggota masyarakat dengan berbagai aktivitas sosialnya yang terefleksi dalam produk budaya.
2.1.5 Sastra Feminis
Pendekatan feminisme dalam kajian sastra dikenal dengan kritik sastra feminis. Dalam ilmu sastra, feminisme berhubungan dengan konsep kritik sastra feminis, yaitu studi sastra yang mengarahkan fokus analisisnya pada perempuan. Kritik sastra feminis bukan berarti pengkritik perempuan, atau kritik tentang perempuan, juga bukan kritik tentang pengarang perempuan. Arti sederhana yang dikandungnya adalah pengkritik memandang sastra dengan kesadaran khusus; kesadaran bahwa ada jenis kelamin yang banyak berhubungan dengan budaya, sastra, dan kehidupan (Sugihastuti, 2016: 19).
Feminine (feminim) bermakna wanita atau jenis perempuan. Istilah Feminisme dapat digunakan untuk dua makna. Makna pertama adalah
12
makna yang telah digunakan secara umum dan telah dikenal, yakni sebuah pemikiran dan kebangkitan untuk membela hak-hak wanita atas laki-laki dalam dimensi sosial, ekonomi, dan politik.Studi perempuan dalam sastra merupakan penelaahan tokoh perempuan sebagai manusia dalam kaitannya dengan manusia dan kelompok masyarakat lain secara lebih luas.
Pemahaman kaitan itu terarah pada kaitan antarunsur yang berdasarkan pola dan tatanan nilai budaya tertentu.
2.2 Landasan Teori
Landasan teori ini dipaparkan teori struktural, teori feminis, dan teori citra perempuan. Teori struktural berfungsi untuk menganalisis seluruh karya sastra dengan memperhatikan unsur-unsur yang terkandung dalam karya sastra tersebut seperti alur, tokoh, dan penokohan. Teori feminisme dipakai untuk menjelaskan citra perempuan yang diungkapkan dalam novel Bulan Terbelah di Langit Amerika.
2.2.1 Strukturalisme
Teeuw (1984:135) menyatakan bahwa pada prinsipnya, analisis struktural bertujuan untuk memaparkan secermat, seteliti, sedetail, dan sedalam mungkin keterkaitan dan keterjalinan makna yang menyeluruh. Analisis struktural karya sastra dapat dilakukan dengan mengidentifikasi, mengkaji, dan mendeskripsikan fungsi dan hubungan antarunsur instrinsik fiksi yang bersangkutan. Mula-mula diidentifikasi dan dideskripsikan, misalnya bagaimana keadaan peristiwa-peristiwa, plot, tokoh dan penokohan, sudut pandang, latar, dan lain-lain (Nurgiyantoro, 2018:60).
Dalam penelitian ini, hanya akan diteliti tokoh dan penokohan sebagai unsur dalam keseluruhan struktur novel, karena fokus penelitian ini hanya pada citra tokoh utama perempuan. Oleh karena itu, berikut dipaparkan teori tokoh dan penokohan.
a. Tokoh dan Penokohan
Tokoh dan penokohan merupakan unsur yang penting dalam cerita fiksi.
Tokoh dalam cerita fiksi perlu diciptakan untuk menggerakkan cerita. Tokoh-tokoh yang terlihat dalam cerita haruslah memiliki perbedaan karakter satu sama lain sesuai dengan jalan cerita yang diinginkan pengarang. Penokohan dan karakterisasi sering juga disamakan artinya dengan karakter dan perwatakan menunjuk pada penempatan tokoh-tokoh tertentu dengan watak-watak tertentu dalam sebuah cerita.
Menurut Jones dalam Nurgiyantoro (2018:247) juga mengatakan penokohan adalah pelukisan gambaran yang jelas tentang seseorang yang ditampilkan dalam sebuah cerita.
Dengan demikian, istilah penokohan lebih luas pengertiannya daripada tokoh dan perwatakan sebab ia sekaligus mencakup masalah siapa tokoh cerita, bagaimana perwatakan dan bagaimana penempatan dan pelukisannya dalam sebuah cerita sehingga sanggup memberikan gambaran yang jelas kepada pembaca.
Penokohan sekaligus menunjuk pada teknik perwujudan dan pengembangan tokoh dalam sebuah cerita.
14 2.2.2 Kritik Sastra feminis
Kritik sastra feminis merupakan salah satu disiplin ilmu kritik sastra yang lahir sebagai atas respons atas berkembang luasnya feminisme diberbagai penjuru dunia. Secara leksikal, menurut Moeliono dkk, (dalam Sugihastuti dan Suharto 2016:6) menyatakan bahwa feminisme adalah gerakan kaum perempuan yang menuntut persamaan hak sepenuhnya antara kaum perempuan yang menuntut persamaan hak sepenuhnya antara kaum perempuan dan laki-laki. Djayanegara (dalam Sugihastuti dan Suharto 2016:61) mengatakan persamaan hak itu meliputi semua aspek kehidupan, baik dalam bidang politik, ekonomi, maupun sosial budaya.
Menurut Humm dalam Wiyatmi (2012:25) membedakan adanya tiga jenis kritik sastra feminis, yaitu: 1) Kritik feminis psikoanalisis, 2) Kritik feminis marxis, dan 3) Kritik feminis hitam dan lesbian. Kali ini peneliti hanya akan membahas mengenai kritik feminis marxis. Kritik sastra feminis marxis meneliti tokoh-tokoh perempuan dari sudut pandang sosialis, yaitu kelas-kelas masyarakat. Pengkritik coba mengungkapkan bahwa kaum perempuan yang menjadi tokoh dalam karya sastra merupakan kelas masyarakat yang tertindas. Dengan menggunakan dasar teori marxis dan ideologi kelas Karl Marx, kritik sastra feminis marxis akan mengidentifikasi kelasisme sebagai penyebab opresi (penindasan) terhadap perempuan. Dalam hal ini penindasan terhadap perempuan tersebut bukanlah hasil tindakan sengaja dari satu individu, melainkan produk dari struktur politik, sosial, dan ekonomi tempat individu itu hidup.
Kritik sastra feminis adalah ragam kritik sastra yang menitikberatkan kepada masalah perempuan seperti ketidaksetaraan gender, diskriminasi perempuan, kekerasan perempuan, dan masalah lain yang berkait dengan perempuan. Tujuan dari kritik sastra feminis adalah melihat adanya masalah perempuan dalam sebuah karya sastra yang dibuat oleh perempuan ataupun laki-laki.
Berdasarkan penjelasan di atas dapat diketahui bahwa kritik sastra feminis merupakan kritik sastra dengan kesadaran khusus akan adanya jenis kelamin yang banyak berhubungan dengan budaya, sastra, dan kehidupan manusia.
2.2.3 Citra perempuan
Citra perempuan ialah semua wujud gambaran mental spiritual dan tingkah laku keseharian yang terekspresi oleh perempuan. Citra perempuan ini erat dengan pengertian citra diri; citra diri merupakan pengertian yang dapat dihubungkan dengan dua konsep lain, yaitu self concept dan self image (Sugihastuti, 2019:45).
Susah sekali memberikan suatu gambaran perempuan dan kepribadiannya secara bulat, karena sejak dahulu perempuan telah menampilkan dirinya dalam berbagai cara. Terlebih-lebih penampilan itu ditujukan dalam sifat dan sikap terhadap masalah yang dihadapinya antara lain perannya sebagai istri, ibu, maupun sebagai anggota masyarakat. Salah satu ciri perbedaan perempuan pada masa kini dengan perempuan pada zaman dahulu adalah perempuan masa kini ingin, bersedia, boleh dan bahkan diarahkan mengisi dua perannya yaitu (1) berperan dalam rumah tangga sebagai istri dan ibu, (2) berperan di luar rumah. Namun, pada umumnya perempuan digambarkan memiliki sifat pasrah, halus, sabar, setia, berbakti, dan sifat yang lain, misalnya kritis, cerdas, berani menyatakan pendiriannya
16
Citra wanita tidak cukup hanya dipandang dalam kedudukannya sebagai unsur dalam struktur karya saja, tetapi perlu juga dipertimbangkan juga faktor pembacanya. Pembaca wanita yang membaca sebagai wanita mempengaruhi kongkretisasi karya, karena makna teks, di antaranya ditentukan oleh peran pembaca.
Citra perempuan juga merupakan wujud gambaran mental spiritual dan tingkah laku keseharian yang terekspresi oleh perempuan dalam berbagai aspeknya yaitu aspek fisik dan psikis sebagai citra diri perempuan serta aspek keluarga dan masyarakat sebagai citra sosial (Sugihastuti, 2019: 150).
2.2.3.1 Citra Diri Perempuan
Citra diri perempuan terwujud sebagai sosok individu yang mempunyai pendirian dan pilihan sendiri atas berbagai aktivitasnya berdasarkan kebutuhan- kebutuhan pribadi. Citra diri perempuan merupakan keadaan dan pandangan perempuan yang berasal dari dirinya sendiri yang meliputi aspek fisik dan aspek psikis (Sugihastuti, 2019: 112-113).
a) Citra Fisik Perempuan
Citra fisik perempuan ini erat kaitannya dengan citra psikis, bahwa wanita itu lebih banyak mengarah ke luar kepada subjek lain (Sugihastuti, 2019:97). Kartono dalam Sugihastuti (2019:97), pada setiap kecendrungan kewanitaannya, misalnya saja pada caranya berhias, secara primer wanita menunjukkan aktivitasnya ke luar, untuk menarik perhatian pihak lain.
b) Citra Psikis Perempuan
Dari aspek psikis terlihat bahwa wanita dilahirkan secara biopsikologis berbeda dengan laki-laki, hal ini juga akan mempengaruhi pengembangan dirinya. Pengembangan dirinya dimulai dari lingkungan keluarga, dan diperkuat oleh pengalaman-pengalaman lain dalam interaksi sosialnya.
Kartono dalam Sugihastuti (2019:100) menyatakan dalam aspek psikisnya, kejiwaan wanita dewasa ditandai antara lain oleh sikap pertanggungjawaban penuh terhadap diri sendiri, bertanggung jawab atas nasib sendiri, dan atas pembentukan diri sendiri.
2.2.3.2 Citra Sosial Perempuan
Citra sosial perempuan merupakan citra perempuan yang erat hubungannya dengan norma dan sistem nilai yang berlaku dalam satu kelompok masyarakat, tempat perempuan menjadi anggota dan memiliki hasrat untuk mengadakan hubungan antar manusia. Kelompok masyarakat itu adalah kelompok keluarga dan kelompok masyarakat luas. Citra sosial perempuan juga merupakan masalah pengalaman diri, seperti dicitrakan dalam citra diri perempuan dan citra sosialnya, pengalaman-pengalaman inilah yang menentukan interaksi sosial perempuan dalam masyarakat atas pengalaman diri itulah maka wanita bersikap, termasuk ke dalam sikapnya terhadap laki-laki. Hal penting yang mengawali citra sosial perempuan adalah citra dirinya (Sugihastuti, 2019: 143-144).
Citra wanita dalam aspek sosial dibedakan menjadi dua, yaitu citra perempuan dalam keluarga dan citra wanita dalam masyarakat.
a) Citra Perempuan dalam Keluarga
18
Citra perempuan dalam aspek keluarga berhubungan dengan perannya, sebagai istri, sebagai ibu, dan anggota keluarga yang semuanya menimbulkan konsekuensi sikap sosial yang saling berhubungan antara yang satu dengan yang lainnya.
b) Citra Perempuan dalam Masyarakat
Manusia sebagai makhluk sosial dalam kehidupannya pastilah memerlukan manusia lain. Begitu juga dengan perempuan, hubungannya dengan manusia lain dapat bersifat khusus maupun umum, tergantung pada bentuk sifat hubungan itu. Hubungan manusia dalam masyarakat duimulai dari hubungannya antar orang termasuk hubungan antar wanita dan pria orang seorang (Sugihastuti, 2019: 132).
Dari penjelasan diatas bahwa citra perempuan terbangun dari berbagai aspek, yaitu aspek fisik, psikis, keluarga, dan masyarakat.
2.3 Tinjauan Pustaka
Pada sebuah penelitian diperlukan adanya tinjauan pustaka. Tinjauan pustaka bertujuan untuk memberikan pemaparan tentang penelitian dan analisis sebelumnya yang telah dilakukan. Keaslian penelitian dapat dilakukan melalui paparan tinjauan pustaka yang berkaitan dengan feminisme. Tinjauan pustaka tersebut sebagai berikut:
1. Dewi, Nina Kusuma (skripsi, 2010) dengan judul “Tinjauan Kritik Sastra Feminis dalam Novel Mimi Lan Mintuno karya Remy Silado“. Skripsi tersebut meneliti tentang citra perempuan bernama Indayati yang ditinjau
dari segi fisik, yaitu gambaran tentang perempuan yang dilihat dari berdasarkan ciri-ciri fsik atau lahiriah. Kemudian, citra perempuan yang ditinjau dari segi psikis atau kejiwaan, yaitu gambaran tentang perempuan yang dilihat dari segi psikologisnya. Dan yang terakhir, citra perempuan ditinjau dari segi sosial, yaitu gambaran tentang perempuan yang dilihat dari segi psikologis. Data yang digunakan untuk mengungkapkan mengenai permasalahan yang dicari dalam penelitian ini adalah kata-kata dan ungkapan yang dikutip dari dalam novel Mimi Lan Mintuno karya Remy Silado.
2. Isminarti, Rosita (skripsi, 2010) dengan judul “Citra Perempuan dalam Novel Kesempatan Kedua karya Jusra Chandra: Tinjauan Fminisme Sastra“. Skripsi tersebut membahas citra perempuan dalam novel Kesempatan Kedua, yaitu: (a) citra perempuan sebagai seorang isteri yang setia, (b) citra perempuan sebagai isteri yang sabar dan tabah, (c) citra perempuan sebagai seorang istri yang tegas, (d) citra perempuan yang memperhatikan keluarga, dan (e) citra perempuan di bidang pendidikan dan karir. Alur cerita dalam novel dipengaruhi oleh kepribadian suami yang kurang menghargainya sebagai seorang isteri. Data penelitian berupa kata- kata dalam rangkaian kalimat dan sumber data primer dalam novel Kesempatan Kedua karya Jusra Chandra.
3. Yuliastuti, Fitri (skripsi, 2005) yang berjudul “Citra Perempuan dalam Novel Hayuri Karya Maria Etty“. Skripsi tersebut membahas tentang bagaimana perwujudan citra perempuan tokoh Hayuri dalam aspek fisis,
20
aspek psikis, citra diri, aspek sosial, dan citra tokoh perempuan lain.
Perwujudan citra tokoh Hayuri meliputi: (a) perwujudan citra Hayuri dalam aspek fisis ditunjukkan sebagai perempuan muda dan dewasa, (b) perwujudan citra Hayuri dalam aspek psikis ditunjukkan sebagai perempuan yang kuat, tegar, mandiri, dan optimis dalam hidupnya, (c) perwujudan citra diri Hayuri sebagai individu yang memiliki pendirian dan pilihan yang kuat dalam hidupnya, (d) perwujudan citra Hayuri dalam aspek sosial yaitu dalam keluarga, peran Hayuri sebagai single parent bagi anaknya, sedangkan dalam masyarakat peran Hayuri sebagai perempuan yang tetap aktif dan bertanggung jawab, (e) perwujudan citra tokoh perempuan lain ditunjukkan dengan hubungan antara Rosdiana, Amanda, Dotty, dan Weny yang saling mendukung dan menunjang karakter Hayuri. Data yang digunakan untuk mengungkapkan mengenai permasalahan yang dicari dalam penelitian ini adalah kata-kata dan ungkapan yang dikutip dari dalam novel Hayuri Karya Maria Etty.
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Metode Penelitian
Metode penelitian ini merupakan cara untuk memecahkan masalah yang diteliti oleh peneliti untuk mencapai suatu simpulan. Penelitian yang digunakan dalam mengkaji novel Bulan Terbelah di Langit Amerika karya Hanum Salsabiela Rais dan Rangga Almahendra adalah dengan menggunakan metode deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Bogdan dan Taylor dalam Moloeng (2011: 4) mendefinisikan metodologi kualitatif sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati.
Penelitian kualitatif dapat juga dikatakan sebagai penelitian yang menghasilkan prosedur analisis yang tidak menggunakan prosedur analisis statistik atau cara kuantifikasi lainnya. Jelas bahwa pengertian ini mempertentangkan penelitian kualitatif dengan penelitian yang bernuansa kuantitatif yaitu dengan menonjolkan bahwa usaha kuantifikasi apapun tidak perlu digunakan pada penelitian kualitatif. Hasil analisis penelitian ini berupa kesimpulan mengenai citra tokoh utama perempuan dalam bentuk deskriptif.
3.2 Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data atau penyediaan data yang dilakukan dalam penelitian ini adalah teknik pustaka, simak, dan catat. Teknik pustaka yaitu mempergunakan sumber-sumber tertulis untuk memperoleh data dan konteks
22
kesastraan dengan dunia nyata secara mimetik (Subroto, 1992: 32). Sumber-sumber tertulis yang digunakan dipilih sesuai dengan masalah dan tujuan pengkajian sastra, dalam hal ini ditinjau dari segi sastra feminis.
Teknik simak dan catat merupakan cara sebagai instrumen kunci dalam melakukan penyimakan secara cermat, terarah, dan teliti terhadap sumber data primer (Subroto, 1992: 36), yakni karya sastra sebagai sasaran penelitian yang berupa teks novel Bulan Terbelah di Langit Amerika, buku, artikel, dan penelitian tentang karya Hanum Salsabiela Rais dan Rangga Almahendra. Hasil penyimakan terhadap sumber data primer dan sekunder tersebut, kemudian ditampung dan dicatat untuk digunakan sebagai sumber data yang akan digunakan.
3.3 Data dan Sumber Data 3.3.1 Data
Menurut Lofland dalam Moloeng (2013: 157) sumber data utama dalam penelitian kualitatif ialah kata-kata, dan tindakan, selebihnya adalah data tambahan seperti dokumen dan lain-lain.
3.3.2 Sumber Data Primer
Sumber data primer yaitu sumber data utama yang digunakan dalam penelitian ini. Sumber data yang akan diteliti adalah:
Judul : Bulan Terbelah di Langit Amerika
Penulis : Hanum Salsabiela Rais dan Rangga Almahendra Penerbit : PT Gramedia Pustaka Utama
Tebal : 344 halaman Warna sampul : Hijau keabuan Kertas : Bookpaper
ISBN : 978-602-03-0545-5
3.3.3 Sumber Data Sekunder
Sumber data sekunder yaitu berbagai literatur yang ada hubungannya dengan objek penelitian. Peneliti mengambil dari berbagai buku, jurnal, dan berbagai karya tulis lainnya demi memperkaya khazanah intelektual dalam proses analisis.
3.4 Teknik Analisis Data
Dalam penelitian ini, akan digunakan teknik analisis data melalui beberapa tahap, yaitu:
1) Pengumpulan data. Pada tahapan ini akan dilakukan pencatatan hal-hal yang penting dan berkaitan dengan penelitian, baik dari artikel, jurnal, maupun buku- buku yang menunjang.
2) Reduksi data dilakukan degan proses seleksi data, pemfokusan, penyederhanaan, dan abstraksi data mentah. Dalam reduksi data ini, data yang telah terkumpul diklasifikasikan kemudian diseleksi dan dihilangkan yang tidak perlu untuk mendapatkan fokus penelitian, yaitu data yang berhubungan dengan objek penelitian.
24
3) Teknik penyajian data merupakan proses merakit atau mengorganisasikan informasi yang ditemukan, kemudian dipaparkan sedemikian rupa, sehingga dapat dipahami dengan jelas.
4) Penarikan kesimpulan/verifikasi dilakukan secara induktif, yaitu pola penarikan kesimpulan dengan cara mengumpulkan hal-hal yang bersifat khusus untuk mendapatkan kesimpulan yang bersifat umum.
Bogdan dan Biklen (1982) (dalam Moleong, 2014:248) menyatakan bahwa analisis data kualitatif adalah upaya yang dilakukan dengan jalan bekerja dengan data, mengorganisasikan data, memilah-milahnya menjadi satuan yang dapat dikelola, mensintesiskannya, mencari dan menemukan pola, menentukan apa yang penting dan apa yang dipelajari dan memutuskan apa yang dapat diceritakan kepada orang lain. Selanjutnya, peneliti akan mencatat dengan teliti dan cermat data-data yang berkaitan dengan citra tokoh utama perempuan.
BAB IV PEMBAHASAN
CITRA TOKOH UTAMA PEREMPUAN DALAM NOVEL BULAN TERBELAH DI LANGIT AMERIKA
4.1 Citra Diri Perempuan
Dalam pendekatan sastra feminis terdapat teori citra perempuan. Citra perempuan merupakan wujud gambaran mental spiritual dan tingkah laku keseharian yang terekspresi oleh perempuan dalam berbagai aspeknya yaitu aspek fisik dan psikis sebagai citra diri perempuan serta aspek keluarga dan masyarakat sebagai citra sosial (Sugihastuti, 2019: 105).
Dalam pembahasan ini akan diuraikan citra perempuan, yang terekpresi oleh tokoh bernama Hanum. Citra diri perempuan terbagi menjadi dua kategori, yaitu citra Hanum dalam aspek fisik dan dalam aspek psikis. Berikut adalah citra tokoh Hanum yang terdapat pada novel BulanTerbelah di Langit Amerika.
4.1.1 Citra Hanum dalam aspek fisik
Citra fisik tokoh Hanum, akan dibahas dengan menguraikan keadaan fisik Hanum dari jenis kelamin, usia, keadaan tubuh, dan ciri-ciri wajah.
Dari segi fisik Hanum digambarkan sebagai perempuan yang cantik dan memiliki ciri khas, yaitu wajahnya seperti anak-anak, giginya yang putih, dan wajahnya yang sangat terawat. Terdapat pada teks seperti berikut:
26
Kukeluarkan sebuah kartu nama dari saku. Dan sebuah foto dari telepon genggam. Detik itu pula aku mendengar perempuan yang berwajah seperti anak-anak ini menjerit.
Dan sudah kuduga, dia lalu menggebuk-gebuk pundakku.
Kemudian dadaku (Hanum dan Rangga, 2014: 57).
Kini wajahnya tak hanya cerah. Dia memamerkan senyum dengan gigi-gigi putihnya yang selalu menawanku.
Menunggu nama tempat yang harus kami tuju (Hanum dan Rangga, 2014: 73).
Pada kutipan di atas Hanum memiliki wajah yang cantik seperti anak-anak, dia juga memiliki kebiasaan yang unik ketika senang, yaitu menjerit dan menepuk-nepuk atau menggebuk-gebuk pundak suaminya.
Biarpun Hanum memiliki wajah yang seperti anak-anak, Hanum tetaplah seorang perempuan dewasa yang pekerja keras yang kuat, namun terkadang sedikit ceroboh, apapun akan ia lakukan untuk memenuhi pekerjaannya.
Sampai pada suatu hari Hanum nekat berpisah dengan Rangga untuk mencari narasumbernya. Ia terjebak diantara para demonstran, ia terluka cukup parah. Terdapat pada teks seperti berikut:
Aku merasa kakiku terganjal kabel besar yang melintang di jalan. Detik itu aku hanya mengingat lututku terseret aspal saat mencoba menahan beban badanku yang limbung (Hanum dan Rangga, 2014: 105).
Perutku tiba-tiba sakit setengah mati. Aku meringkukkan tubuh untuk menahan perutku yang tiba-tiba melilit. Ini kesakitan yang bertubi. Aku mengelap lututku yang berdarah, jalanan berlubang tadi telah merobek sedikit celana panjangku dan menyayat kulit lututku selebar 2 sentimeter.
Syal yang melingkar di leher kucopot cepat dan kujadikan penahan darah yang mengalir (Hanum dan Rangga, 2014:
108).
Aku berjalan sedikit terpincang menahan beban tubuhku.
Perban putih yang sudah diikat di celanaku tiba-tiba
mengendur dan Julia berusaha untuk memperbaikinya. Kami duduk di bangku lagi, Sarah memperhatikan wajahku yang sekumal mantelku, ia kemudian mengeluarkan tisu basah untuk mengelap selapis debu yang bertahan di wajahku (Hanum dan Rangga, 2014: 137-138).
Kutipan di atas adalah citra tokoh Hanum dari aspek fisik diceritakan mampu bertahan dan menahan rasa sakitnya walaupun seorang diri ditengah-tengah kota yang belum pernah ia kunjungi sebelumnya.
Apabila dilihat dari tingkat kedewasaan melalui faktor usia, Hanum termasuk dalam kategori perempuan dewasa karena Hanum sudah menikah dan memiliki suami. Status “dewasa” dapat dilihat berdasarkan tingkat kematangan fisik atau apabila pertumbuhan pubertas telah selesai dan apabila organ kelamin anak telah mampu bereproduksi. Secara fisiologis, perempuan dewasa dapat dicirikan oleh tanda-tanda jasmaninya, melalui perubahan-perubahan fisik, seperti tumbuhnya bulu di bagian tertentu, perubahan suara, dan lain sebagainya. Seperti halnya perempuan dewasa pada umumnya, secara fisiologis Hanum juga telah mengalami fase-fase perubahan fisik tersebut. Berdasarkan uraian tersebut dapat dikatakan bahwa perempuan dewasa merupakan sosok individu, hasil dari pembentukan proses biologis bayi perempuan, yang perjalanan usianya telah mencapai taraf kedewasaan.
Berkaitan dengan aspek fisik, secara umum perempuan mengalami hal- hal khas yang tidak dialami laki-laki, misalnya secara kodrat mengalami haid, dapat hamil, melahirkan, dan menyusui. Faktor-faktor biologis yang
28
secara fisik dimiliki perempuan tersebut tidak dapat diubah, sebab perempuan memang sudah dikodratkan berbeda dengan pria sejak awal terbentuknya kromosom.
4.1.2 Citra Hanum dalam aspek psikis
Citra diri perempuan terbentuk dari aspek fisik dan aspek psikis, oleh karena itu, citra fisik yang terbentuk secara tidak langsung dapat memberikan pengaruh terhadap citra psikisnya, begitupun sebaliknya.
Aspek psikis perempuan dapat tercitrakan dari gambaran pribadi. Gambaran pribadi perempuan dewasa secara karakteristik dan normatif sudah terbentuk dan sifatnya relatif stabil (Kartini, Kartono, 1981:179). Kestabilan tersebut memungkinkan baginya untuk memilih relasi sosial yang sifatnya juga stabil, misalnya perkawinan, pilihan sikap, pilihan pekerjaan, dan sebagainya.
Dalam teks novel Bulan Terbelah di Langit Amerika citra fisik Hanum digambarkan sebagai perempuan yang dewasa dan telah menikah. Sebagai citra perempuan yang telah dewasa, sudah sepantasnya Hanum dapat bertanggungjawab atas dirinya sendiri dalam berpikir, bersikap, bertingkah laku, dan dalam mengambil keputusan. Sebagai seorang istri, Hanum kerap kali merasa cemas jika suaminya pulang terlambat, Hanum tidak bisa lama- lama terpisah dengan suaminya. Terdapat pada teks seperti berikut:
Aku memandang keluar jendela apartemen. Matahari awal musim gugur masih menumpahkan sisa sinarnya, meskipun waktu sudah menunjukkan hampir pukul 21.00. Hingga selarut ini Rangga belum juga pulang dari kampus. Kelumrahan yang terjadi memasuki tahun kedua masa studi S-3-nya di Wina (Hanum dan Rangga, 2014: 20).
Dalam teks novel Bulan Terbelah di Langit Amerika citra psikis tokoh Hanum menunjukan kejiwaan seorang perempuan dewasa, yang telah memahami arti norma-norma susila, norma-norma agama, dan nilai-nilai etis, sehingga ketika ia melanggarnya, pelanggaran tersebut dapat disadarinya. Sebagai gambaran bahwa Hanum perempuan dewasa yang telah mampu menjaga norma susila, terlihat ketika Hanum sedang bekerja menulis profil seseorang yang disuruh oleh atasannya. Di dalam relung hatinya, Hanum merasa bersalah dan kesal. Batinnya bergejolak dan mendatangkan pertanggungjawaban dalam batin Hanum yang harus dipikulnya, yaitu berupa rasa bersalah dan penyesalan. Terdapat pada teks berikut:
Bagaimana tidak? Aku harus menyanjung-nyanjung pria tua tak tahu diri yang hobi gonta-ganti pacar setiap bulan?
Mewawancarainya pada pagi hari dikelilingi para selir imutnya membuatku seolah turun derajat. Jujur, itu dosa terbesarku selama menulis profil orang yang dianggap Getrud meraup kesuksesan besar (Hanum dan Rangga, 2014: 22).
Kutipan di atas menunjukkan walaupun yang dilakukan oleh Hanum terpaksa dan diluar kehendaknya, tetapi hal tersebut menimbulkan rasa sesal dan bersalah baginya. Hanum merasa harus bertanggungjawab atas perbuatan tersebut kepada Tuhan. Rasa tanggungjawab kepada Tuhan untuk memperbaiki kesalahannya menandai ciri psikis Hanum sebagai perempuan dewasa yang telah memahami norma-norma yang harus dijunjungnya. Hal tersebut senada dengan Kartono yang mengungkapkan bahwa dalam aspek psikisnya, kejiwaan wanita dewasa ditandai antara lain oleh sikap pertanggungjawaban penuh terhadap diri sendiri, bertanggung jawab atas
30
nasib sendiri, dan atas pembentukan diri sendiri (Kartini, Kartono, 1981:
175).
Tokoh Hanum dilihat dari aspek psikis yaitu perempuan yang memiliki perasaan yang sensitif untuk merasakan keadaan dalam dirinya dan diluar dirinya ataupun merasakan gejolak dalam hatinya. Hanum selalu merasakan keresahan dan kegelisahan untuk hal-hal tertentu, ia juga membayangkan dirinya berada diposisi orang-orang yang berada di dalam pesawat ketika kejadian dua pesawat yang menabrakkan diri ke WTC pada tahun 2001 silam. Terdapat pada teks seperti berikut:
Aku adalah manusia yang sensitif dengan turbulensi. Pesawat terasa menembus awan hitam yang bergelombang. Sayap pesawat di luar sana memercikan kilatan-kilatan sebagai respons terhadap gesekan antaratom awan. Lampu tanda kenakan sabuk keselamatan menguik-uik. Aku menutup cepat- cepat jendela pesawat. Tiba-tiba paranoidku kambuh begitu saja. Membayangkan pesawat ini adalah Pesawat American Airlines dan United Airlines yang nahas menghantam menara kembar! Apa yang dibayangkan ratusan orang di dalamnya pada akhir ajal mereka? Bagaimana jika aku yang ada di sana?
Ya Tuhan. Ini mengerikan. Aku bisa merasakan telapak tangan dan kakiku berkeringat hebat (Hanum dan Rangga, 2014: 64).
Jones membaca kegelisahan yang menggurat di wajahku.
Jones menoleh ke kerumunan poster-poster itu. Dia juga tak kalah gelisah melihatmya (Hanum dan Rangga, 2014: 97).
Kutipan di atas menunjukkan bahwa Hanum memang sangat sensitif terhadap apa yang ada di sekitarnya, begitu juga dengan paranoidnya yang tiba-tiba kambuh membuatnya pikirannya semakin kacau. Orang-orang di sekitar Hanum juga sudah hafal dengan gelagatnya ketika sedang merasa gelisah. Hanum bisa menjadi sangat sensitif ketika pekerjaannya belum
rampung, apalagi rencananya tidak berjalan lancar sesuai dengan apa yang telah ia prediksi sebelumnya. Terdapat pada teks seperti berikut:
Aku mendekap Hanum yang mulai berderai air mata karena kekesalan perasaan. Seerat-eratnya. Dirinya pun merasakan kegalauan hati yang tak berjalan keluar. Hingga titik terdalam sanubarinya bisa kurasa bergumam, Mas Rangga, maafkan Hanum (Hanum dan Rangga, 2014: 81).
Selain sensitif, Hanum juga merupakan perempuan yang perasa dan memiliki rasa simpati yang tinggi terhadap orang-orang disekitarnya, bahkan kepada narasumbernya yang baru ia kenal sekali pun.
Aku terenyak. Perasaanku tak terlukiskan bagaimana Sarah menjalani hari-harinya berdekapan dengan kitab suci agama yang berbeda. Aku teringat kata Azima. Dirinya belum bisa blak-blakan kepada ibunya. Termasuk kepada anak semata wayangnya. Tak mungkin membiarkan dirinya buka-bukaan mengajari Sarah tentang Islam di tengah tentangan ibunda tercintanya (Hanum danRangga, 2014: 162).
Aku mengingat sepasang suami-istri berbusana tertutup tadi sore yang jadi bulan-bulanan tiga berandal. Memoriku juga belum hilang menyaksikan sendiri polisi Mohammed yang kena timpuk kayu gara-gara pemabuk yang tak terkendali emosinya. Masih tertantancap dalam ingatan bagaimana para penumpang di metro saling berbisik menggunjingkan pasnagan suami-istri itu di belakang. Aku mencoba merasakan apa yang mereka rasakan di metro tadi. Sungguh, aku justru bersimpati pada mereka akhirnya (Hanum dan Rangga, 2014:
153).
Citra psikis perempuan tidak hanya langsung berkaitan dengan citra fisik, namun juga berkaitan dengan cara berpakaian. Pakaian dapat memberikan kepuasan secara emosional dan dapat mencitrakan kepribadian seseorang. Hal tersebut menggambarkan bahwa pakaian yang
32
dikenakan seseorang dapat memberikan gambaran mengenai konsep diri orang tersebut. Perhatikan kutipan berikut.
“Indonesia itu, negeri yang paling besar umat muslimnya, kan?” tanya perempuan itu sambil memberikan denah kepadaku. Kami mengangguk dan mengatakan kami juga muslim. Perempuan manis itu melirikku. Oh ya, sudah biasa.
Selalu saja orang Barat akan berpikir, seorang muslim? Tapi kenapa aku tidak pakai hijab? Tepatnya, belum pakai hijab.
Aku menunggu saat yang indah ketika menemukan hijab sejatiku. Aku tak ingin berhijab dengan keterpaksaan menemukan kemantapanku. Aku yakin, saat ketika Tuhan menciptakan kemantapan itu untukku pasti tiba (Hanum dan Rangga, 2014: 87)
Tidak dapat disangkal bahwa pakaian yang dikenakan perempuan, seringkali mempunyai efek yang penting terhadap suasana hati dan dapat mempengaruhi psikologis perempuan tersebut.Hal itu berhubungan dengan rasa percaya diri dibangun oleh pikiran positif dan kemudian tercitrakan oleh fisiknya, melalui sikap dan tingkah laku.
Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa citra diri perempuan terbangun dari aspek fisik dan aspek psikis. Dalam aspek fisik tokoh utama perempuan yang tergambar dalam novel Bulan Terbelah di Langit Amerika diceritakan mampu bertahan dan menahan rasa sakitnya walaupun seorang diri ditengah-tengah kota yang belum pernah ia kunjungi sebelumnya. Dalam aspek psikis Hanum merupakan perempuan yang mengerti norma-norma dan memiliki rasa tanggung jawab yang tinggi, Hanum juga merupakan perempuan yang perasa, memiliki rasa simpati yang tinggi, dan bisa sangat sensitif akibat tekanan pekerjaan.
4.2 Citra Sosial Perempuan
Manusia sebagai makhluk sosial, secara naluri manusia tidak dapat hidup sendiri dan memerlukan orang lain. Pada dasarnya citra sosial perempuan merupakan citra perempuan yang erat hubungannya dengan norma dan sistem nilai yang berlaku dalam satu kelompok masyarakat tempat perempuan tersebut menjadi anggota dan mengadakan hubungan antar manusia. Citra sosial perempuan juga menyangkut masalah pengalaman diri atau pengalaman hidup yang pernah dialami. Pengalaman-pengalaman inilah yang menentukan interkasi sosial perempuan dalam masyarakat. Citra sosial perempuan memberi arti kehidupan baginya dan merupakan realisasi diri dalam masyarakat.
4.2.1 Citra Hanum dalam aspek keluarga
Sebagai perempuan dewasa, salah satu peran yang menonjol adalah perannya dalam keluarga, yaitu menyangkut perannya sebagai istri. Dalam aspek keluarga, perempuan dapat berperan sebagai istri, sebagai ibu, maupun sebagai anggota keluarga, namun masing-masing peran tersebut mendatangkan konsekuensi sikap sosial yang berbeda antara yang satu dengan yang lainnya. Ketika seorang perempuan menikah, akan terjadi perubahan peran dari masa lajang menuju ke jenjang perkawinan.
Perubahan tersebut secara langsung atau tidak langsung akan membawa tanggungjawab dan kewajiban yang berbeda dengan perempuan yang masih lajang. Perhatikan kutipan berikut.
Malam hari adalah waktu pertemuan yang kami berdua selalu dambakan. Saat keluh kesah satu hari mendapatkan wadah