SKRIPSI
Oleh:
SAVIRA DWI PUTRI 160100042
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA M E D A N
2 0 1 9
ANALISIS KEJADIAN PLASENTA AKRETA DI RSUP H. ADAM MALIK MEDAN
TAHUN 2016-2019
SKRIPSI
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Kedokteran
Oleh:
SAVIRA DWI PUTRI 160100042
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA M E D A N
2 0 1 9
HALAMAN PENGESAHAN
Judul Penelitian : Analisis Kejadian Plasenta Akreta di RSUP. H.
Adam Malik Medan Tahun 2016-2019 Nama Mahasiswa : Savira Dwi Putri
Nomor Induk : 160100042
Skripsi Hasil Penelitian ini telah diperiksa dan disetujui untuk diujikan pada ujian Seminar
Hasil Penelitian.
Medan, November 2019 Menyetujui,
Dosen Pembimbing
dr. Iman Helmi Effendi, M. Ked (OG), Sp. OG (K)
NIP. 196804171998031001
KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmanirrahim
Alhamdulillahirabbil ‘alamin, segala puji bagi Allah subhanahuwata’ala yang senantiasa memberi rahmat dan hidayah-Nya yang begitu besar sehingga penelitian ini dapat terselesaikan dengan baik. Shalawat serta salam selalu tercurah kepada Rasul kita yang mulia, teladan sepanjang masa, Muhammad Shallallahu’alaihi wasallam. Saya bersaksi bahwasanya tiada Tuhan selain Allah dan saya bersaksi bahwa Muhammad adalah utusan-Nya.
Tidak sempurna rasa syukur saya kepada Allah tanpa berterima kasih kepada semua pihak yang telah berkontribusi dalam penyelesaian skripsi ini. Tentunya proses penyelesaian skripsi ini tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak. Oleh karena itu saya hendak mengucapkan terima kasih kepada
1. Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara, Dr. dr. Aldy Safruddin Rambe, Sp.S(K), yang memberikan dukungan secara psikologi selama proses penyusunan skripsi.
2. Dosen Pembimbing, dr. Iman Helmi Effendi, M.Ked (OG), Sp.OG(K), yang banyak memberikan arahan, masukan, dan motivasi kepada penulis sehingga skripsi ini dapat terselesaikan sedemikian rupa.
3. Ketua Penguji, dr. Hemma Yulfi, DAP&E, M.Med.ED dan Anggota Penguji, dr. Edy Ardiansyah, M. Ked (OG), Sp.OG, untuk setiap kritik dan saran yang membangun selama proses pembuatan skripsi ini.
4. Dosen Pembimbing Akademik, dr. Yudha Sudewo, M. Ked (OG), Sp.OG
yang senantiasa membimbing dan memberikan motivasi selama masa
perkuliahan 7 semester.
5. Seluruh staf pengajar dan civitas akademika Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara atas bimbingan dan ilmu yang diberikan dari mulai awal perkuliahan hingga penulis menyelesaikan skripsi ini.
6.
Kepada kedua orang tua yang sangat saya cintai, Ayahanda Firmansyah Putra ST dan Ibunda dr. Sri Mahyuni terima kasih yang tidak terhingga saya sampaikan karena telah melahirkan dan membesarkan saya, selalu membimbing, mendukung, mendoakan serta mendidik saya dengan penuh kasih sayang dan kesabaran dari kecil sampai sekarang. Saudara-saudari saya, Dinda Saranisah Putri, S.Psi, Muhammad Abdillah Ragil Syahputra, Muhammad Teguh Fahrezi7. Sahabat-sahabat penulis, Nurul Maimanah, Aditasari Fathin, Ayu Ariva
Haq. Insanna Kamilia Tampuolon dan sahabat terbaik lainnya yang tak bisa disebut satu per satu yang selalu memberikan kasih sayang, dukungan, dan motivasi dari awal perkuliahan sampai sekarang.
.
Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini belum sempurna, baik dari segi konten maupun cara penulisannya. Oleh sebab itu, dengan segala kerendahan hati, penulis mengharapkan kritik dan saran agar penulis dapat menyempurnakan skripsi ini.
Semoga skripsi ini dapat bermanfaat dan mampu memberikan sumbangsih bagi bangsa dan negara terutama dalam bidang pendidikan terkhususnya ilmu kedokteran.
Medan, 27 November 2019 Penulis
Savira Dwi Putri
160100042
DAFTAR ISI
Halaman
Halaman Pengesahan ... i
Kata pengantar ... ii
Daftar Isi ... iv
Daftar Gambar ... vi
Daftar Tabel ... vii
Daftar Singkatan ... viii
Abstrak ... ix
Abstract ... x
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1
1.2 Rumusan Masalah ... 3
1.3 Tujuan ... 3
1.3.1 Tujuan Umum ... 3
1.3.2 Tujuan Khusus ... 3
1.4. Manfaat ... 4
1.4.1. Bagi Rumah Sakit ... 4
1.4.2. Bagi Ilmu Pengetahuan ... 4
1.4.3. Bagi Peneliti ... 4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Plasenta Akreta ... 5
2.1.1 Definisi Plasenta Akreta ... 5
2.1.2 Epidemiologi ... 5
2.1.3 Faktor Risiko ... 6
2.1.4 Patogenesis ... 6
2.1.5 Tanda dan Gejala ... 7
2.1.6 Diagnosis ... 8
2.1.7 Komplikasi ... 16
2.1.8 Manajemen ... 16
2.2 Kerangka Teori ... 18
2.3 Kerangka Konsep ... 19
BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian ... 20
3.2 Lokasi Penelitian ... 20
3.3 Populasi dan Sampel Penelitian ... 20
3.3.1 Populasi ... 20
3.3.2 Sampel ... 20
3.4 Metode Pengumpulan Data ... 21
3.5 Defenisi Operasional ... 21
3.6 Metode Analisis Data ... 25
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1 Deskripsi lokasi penelitian ... 26
4.2 Hasil dan Pembahasan ... 26
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan ... 34
5.1 Saran ... 35
DAFTAR PUSTAKA ... 36
LAMPIRAN A ... 39
LAMPIRAN B ... 41
LAMPIRAN C ... 42
LAMPIRAN D ... 43
LAMPIRAN E ... 44
LAMPIRAN F ... 45
LAMPIRAN G ... 46
LAMPIRAN H ... 47
LAMPIRAN I ... 50
DAFTAR GAMBAR
Nomor Judul Halaman
2.1 Kedalaman implantasi plasenta ... 5
2.2 Jenis-jenis plasenta yang tidak taat ... 7
2.3 Implantasi dari kantung gestasi normal ... 9
2.4 Implantasi dari kantung gestasi pada segmen bawah uterus ... 9
2.5 Implantasi kantung kehamilan ... 9
2.6 Hilangnya ruang retroplacental ... 11
2.7 Ketidakteraturan antara kantung kemih dan rahim... 11
2.8 Ketebalam miometrium ... 12
2.9 Ruang plasenta lacuna ... 12
2.10 Bridging vessels ... 13
2.11 Kerangka Teori ... 18
2.12 Kerangka Konsep ... 19
DAFTAR TABEL
Nomor Judul Halaman
2.1 Frekuensi plasenta akreta sesuai dengan jumlah kelahiran
Caesarea dan ada atau tidak adanya plasenta previa ... 6
2.2 Temuan USG yang menunjukkan adanya plasenta akreta ... 13
2.3 Nilai masing-masing parameter ditambahkan bersama-sama untuk menghasilkan Skor Indeks Plasenta Akreta ... 14
2.4 Sensitivitas, spesifisitas, dan nilai prediksi positif dan negative pada skor IPA ... 15
4.1 Distribusi frekuensi berdasarkan jumlah plasenta akreta pertahun ... 27
4.2 Insiden SC pertahun ... 27
4.3 Distribusi frekuensi karakteristik demografi ... 28
4.4 Distribusi frekuensi karakteristik klinis ... 30
4.5 Distribusi frekuensi faktor risiko ... 32
4.6 Distribusi frekuensi luaran persalinan ... 33
4.7 Distribusi frekuensi jenis tindakan ... 33
DAFTAR SINGKATAN
AKI : Angka Kematian Ibu AS : Amerika Serikat Hb : Hemoglobin
DIC : Disseminated Intravascular Coagulation GS : Gestational Sac
IPA : Indeks Plasenta Akreta IVF : In Vitro Fertilization
MRI : Magnetic Resonance Imaging NPV : Nilai Prediksi Negative PPV : Nilai Prediksi Positif PRC : Packed Red Cells SC : Sectio Ceasarea
SPSS : Statistical Package for the Social Sciences USG : Ultrasonografi Transvaginal
WHO : World Health Organization
ABSTRAK
Latar Belakang. Plasenta akreta dianggap sebagai kondisi yang mengancam jiwa dan merupakan penyebab kematiann ibu. Plasenta akreta menyebabkan 7%-10% dari kasus kematian ibu didunia.
SC sebelumnya dan operasi rahim merupakan faktor risiko yang paling umum untuk plasenta akreta maupun perkreta. Plasenta akreta terjadi ketika vili plasenta menginvasi langsung ke miometrium. Kejadian plasenta akreta meningkat seiring meningkatnya kejadian SC. Terdapat beberapa faktor risiko plasenta akreta, seperti riwayat SC, plasenta previa, in vitro fertilization (IVF), usia ibu > 35 tahun, riwayat kuretase, riwayat miomektomi atau riwayat operasi uterus lainnya selain SC, dan merokok merupakan faktor risiko plasenta akreta. Tujuan. Untuk menganalisis kejadian plasenta akreta di RSUP. H. Adam Malik Medan Tahun 2016-2019.
Metode. bersifat desktriptif dengan pendekatan retrospektif , pengambilan sampel dengan total sampling. Hasil. Kejadian plasenta akreta selama 4 tahun terakhir mengalami peningkatan dari januari 2016 1 orang, 2017 9 orang, 2018 26 orang, dan 2019 23 orang. SC pada tahun 2016 288 orang, 2017 332 orang, 2018 368 orang, juli 2019 206 orang. Faktor risiko tidak ada riwayat SC 3 orang, riwayat SC 1 kali 19 orang, dan riwayat SC ≥ 2 kali 37 orang. Tindakan yang dilakukan SC 24 orang, histerekromi 3 orang, SC+histerektomi 32 orang. Kesimpulan. Angka kejadian plasenta akreta meningkat setiap tahunnya seiring dengan meningkatnya SC
Kata kunci: plasenta akreta, SC, faktor risiko
ABSTRAK
Background. Placenta accreta is considered a life-threatening condition and is a cause of maternal death. Placenta accreta causes 7% -10% of cases of maternal mortality worldwide.
Previous Sectio Ceasarea (SC) and uterine surgery are the most common risk factors for placenta accreta and perreta. Placenta accreta occurs when villous placenta invades directly into the myometrium. The incidence of placenta accreta increases with increasing incidence of SC. There are several risk factors for placenta accreta, such as history of sectio caesarea (SC), placenta previa, in vitro fertilization (IVF), maternal age> 35 years, history of curettage, history of myomectomy or history of uterine surgery other than SC, and smoking is a risk factor for placenta accreta. Objective. to analyze the incidence of placenta accreta at RSUP. H. Adam Malik Medan in 2016-2019. Method. is descriptive with a retrospective approach sample selection method with total sampling. Results. Incidence placenta accreta events over the past in 2016 was 1 people, 2017 there were 9 people, 2018 there were 26 people, 2019 there were 23 people. SC in 2016 was 288 people, 2017 there were 332 people, 2018 there were 368 people, juli 2019 there were 206 people. Risk factor no history of SC 3 people, history of SC 1 times 19 people, and history SC ≥ 2 times 37 people. SC 24 people, hysterectomy 3 people, SC+hysterektomy 32 people Conclusion.
The annual incidence of placenta accreta increases each years as SC increases.
Keywords:, placenta accreta, SC, risk factors
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. LATAR BELAKANG
Angka kematian ibu (AKI) merupakan salah satu indikator yang digunakan untuk menggambarkan tingkat kesejahteraan masyarakat di suatu negara, terutama mengenai derajat kesehatan perempuan. Menurut World Health Organization (WHO), kematian ibu merupakan kematian selama kehamilan atau dalam periode 42 hari setelah berakhirnya kehamilan, akibat penyebab yang terkait maupun diperberat oleh kehamilan atau penanganannya, tetapi bukan disebabkan oleh kecelakan atau cedera (WHO, 2014).
Plasenta akreta dianggap sebagai kondisi yang mengancam jiwa dan merupakan penyebab kematiann ibu (Sharbaf et al., 2014). Plasenta akreta menyebabkan 7%-10% dari kasus kematian ibu didunia. Sectio ceasarea (SC) sebelumnya dan operasi rahim merupakan faktor risiko yang paling umum untuk plasenta akreta maupun perkreta (Sivasankar, 2012). Indiksi untuk kelahiran SC terus berkembang, termasuk SC bedasarkan permintaan ibu, maka kejadian plasenta akreta cenderung terus meningkat (Garmi dan Salim 2012). Sebuah Penelitian baru menunjukkan bahwa tingkat SC telah meningkat di Amerika Serikat (AS) dari 5,5% pada tahun 1970 menjadi 32,8% pada tahun 2012. Jika tingkat SC terus meningkat pada saat ini lebih dari 50% dari semua kelahiran di AS diperkirakan dilakukan dengan SC pada tahun 2020. Hal ini bisa mengakibatkan lebih dari 6000 kasus plasenta previa, 4500 kasus plasenta akreta, dan 130 kematian ibu (Sivasankar, 2012).
Plasenta akreta merupakan implantasi abnormal plasenta pada dinding uterus atau yang sering disebut dengan istilah plasenta adherent (Fitri dan Hanna, 2017).
Dibagi menjadi tiga berdasarkan histopatologi: plasenta akreta terjadi ketika vili
plasenta menginvasi langsung ke myometrium (Sentilhes, 2013), plasenta inkreta
ketika vili plasenta yang menginvasi ke dalam miometrium, plasenta perkreta
ketika plasenta menginvasi lebih dalam dari miometrium hingga ke serosa uterus
(Nunes et a.l, 2014). Plasenta akreta dianggap sebagai komplikasi kehamilan yang
parah yang mungkin terkait dengan intrapartum dan berpotensi mengancam jiwa dan perdarahan postpartum (Garmi dan Salim 2012).
Hilangnya darah rata-rata persalinan pada wanita dengan plasenta akreta adalah 3.000-5.000 ml. Sebanyak 90% pasien dengan plasenta akreta membutuhkan transfusi darah dan 40% membutuhkan lebih dari 10 unit Packed red cells (PRC) (Obstetrics & Gynecology, 2012). Morbiditas ibu telah dilaporkan terjadi hingga 60% dan mortalitas hingga 7% pada wanita dengan plasenta akreta (Garmi dan Salim 2012).
Secara klinis, plasenta akreta menjadi masalah saat persalinan ketika plasenta tidak sepenuhnya terpisah dari rahim dan diikuti oleh perdarahan obstetrik yang masif, menyebabkan Disseminated Intravascular Coagulation (DIC), membutuhkan histerektomi, terjadi cidera ureter, kandung kemih, usus, atau struktur neurovaskular, sindrom gangguan pernapasan akut, reaksi transfusi akut, ketidakseimbangan elektrolit, dan gagal ginjal (Obstetrics & Gynecology, 2012).
Kejadian plasenta akreta meningkat seiring meningkatnya kejadian SC.
Terdapat beberapa faktor risiko plasenta akreta, seperti riwayat section caesarea (SC), plasenta previa, in vitro fertilization (IVF), usia ibu > 35 tahun, riwayat kuretase, riwayat miomektomi atau riwayat operasi uterus lainnya selain SC, dan merokok merupakan faktor risiko plasenta akreta (Qatrunnada et al., 2018).
Persalinan SC sebelumnya terutama disertai dengan plasenta previa meningkatkan risiko plasenta akreta (Garmi dan Salim 2012).
Patogenesis plasenta akreta belum jelas, namun ada beberapa teori yang mengatakan vaskularisasi abnormal akibat proses jaringan parut setelah operasi dengan hipoksia lokal sekunder yang mengarah pada rusaknya desidualisasi dan dapat menyebabakan invasi trofoblas berlebihan ke myometrium ini merupakam teori patogenesis yang paling didukung sampai saat ini (Berkley dan Abuhamad, 2013).
Berdasarkan uraian pada latar belakang masalah diatas, peneliti tertarik untuk
menganalisis kejadian plasenta akreta di RSUP H. Adam Malik Medan Tahun
2016-2019.
1.2. RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan uraian pada latar belakang masalah diatas, memberikan dasar bagi peneliti untuk merumuskan pertanyaan bagaimana analisis kejadian plasenta akreta di RSUP H. Adam Malik Tahun Medan Tahun 2016-2019
1.3. TUJUAN PENELITIAN 1.3.1. Tujuan umum
Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk menganalisis kejadian plasenta akreta di RSUP H. Adam Malik Medan Tahun 2016 - 2019.
1.3.2. Tujuan khusus
Sedangkan tujuan khusus dilakukannya penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui jumlah kejadian plasenta akreta dari bulan Januari 2016 – Juli 2019
2. Untuk mengetahui karakteristik demografi kejadian plasenta akreta bersadarkan:
- Usia ibu - Gravida - Pendidikan - Pekerjaan
3. Untuk mengetahui karakteristik klinis kejadian plasenta akreta berdasarkan:
- Kadar Hemoglobin (Hb) - Lama rawatan
- Tipe operasi:
• Emergensi
• Elektif
4. Untuk mengetahui faktor risiko plasenta akreta mencangkup:
-
Riwayat SC
-
Riwayat miomektomi
-Riwayat kuretase
-Riwayat hipertensi
5. Untuk mengetahui luaran persalinan pasien plasenta akreta:
-
Ibu hidup atau meninggal6. Untuk meengetahui jenis tindakan yang dilakukan yakni:
- Histerektomi - SC
- SC + Histerektomi - lain-lain
1.4 MANFAAT PENELITIAN 1.4.1. Bagi rumah sakit
1. Memberikan informasi tentang insiden plasenta akreta di RSUP H. Adam Malik Medan Tahun 2016 - 2019.
2. Memberikan informasi tentang faktor risiko plasenta akreta RSUP H.
Adam Malik Medan Tahun 2016 - 2019.
1.4.2. Bagi Ilmu pengetahuan
1. Sebagai informasi dan menambah ilmu pengetahuan mengenai faktor- faktor risiko plasenta akreta.
1.4.3. Bagi peneliti
1. Sebagai sarana menambah wawasan dan pengalaman dalam melakukan penelitian.
2. Bagi pendidikan, penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan bagi
peneliti lain dalam melakukan penelitian berikutnya.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. PLASENTA AKRETA 2.1.1. Definisi plasenta akreta
Plasenta akreta merupakan implantasi abnormal plasenta pada dinding uterus atau yang disebut dengan istilah plasenta adherent (Fitri dan Hanna, 2017).
Plasenta akreta adalah jaringan plasenta di mana vili dari plasenta menginvasi ke permukaan desidua miometriu m karena tidak terbentuknya desidua basalis dan lapisan nitabuch, remodelling pembuluh darah maternal yang abnormal, invasi trofoblastik yang berlebihan atau kombinasi dari faktor-faktor tersebut (Fauzan et al., 2017).
Gambar 2.1 Kedalaman impalntasi plasenta (Fauzan et al., 2017).
2.1.2. Epidemiologi
Insidens plasenta akreta telah meningkat seiring meningkatnya kejadian SC (Qatrunnada et al, 2018). Kejadian plasenta akreta 1 dari 533 kehamilan untuk periode 1982-2002 di Amerika, dan meningkat dari kisaran antara 1 banding 2.510 dan 1 banding 4.027 kehamilan pada tahun 1970 dan 1980 (Obstetrics &
Gynecology, 2012).
Wanita yang paling berisiko mengalami plasenta akreta adalah mereka yang telah mempunyai kerusakan miometrium yang disebabkan oleh SC sebelumnya baik plasenta previa anterior maupun posterior yang melintasi parut uterus.
Menurut jurnal Obstetrics Gynecology dengan adanya suatu plasenta previa, risiko plasenta akreta adalah 3%, 11%, 40%, 61%, dan 67% untuk pertama, kedua, ketiga, keempat, dan kelima atau lebih pada masing-masing riwayat operasi kelahiran ceasarea (Obstetrics & Gynecology, 2012).
Tabel 2.1
Frekuensi plasenta akreta sesuai denganjumlah kelahiran sesar dan ada atau tidak adanya plasenta previa (Belfort, 2010).Operasi Sesar Plasenta Previa Tanpa Plasenta Previa
Pertama (primer) 3.3 0.03
Kedua 11 0.2
Ketiga 40 0.1
Keempat 61 0.8
Kelima 67 0.8
>6 kali 67 4.7
2.1.3. Faktor risiko
Terdapat beberapa faktor risiko plasenta akreta, seperti riwayat sectio caesarea (SC), plasenta previa, in vitro fertilization (IVF), usia ibu >35 tahun, riwayat kuretase, riwayat miomektomi atau riwayat operasi uterus lainnya selain SC, dan merokok merupakan faktor risiko plasenta akreta (Lyell, 2017). Usia maternal >35 tahun dan multiparitas juga tercatat sebagai faktor risiko dan juga kondisi kondisi lain yang menyebabkan kerusakan miometrium diikuti perbaikan sekunder kolagen seperti riwayat miomektomi, defek endometrium karena kuretase terlalu kasar menimbulkan sindrom Asherman, leiomioma submukosa, dan embolisasi arteri uterus (Fauzan et al., 2017). Namun faktor risiko yang paling penting untuk terjadinya plasenta akreta adalah riwayat SC sebelumnya ( Goh dan Zalud, 2017).
2.1.4. Patogenesis
Patogenesis yang tepat dari plasenta akreta tidak diketahui secara pasti.
Terjadinya invasi trofoblas ke miometrium secara berlebihan hingga menembus
miometrium (Jauniaux, et al., 2017). Sebuah hipotesis yang diajukan meliputi gangguan perkembangan dari desidua, invasi trofoblas yang berlebihan, atau kombinasi keduanya. Pada plasenta akreta, bagian dari desidua parietal yang berada di antara miometrium dan plasenta tersebut hilang, dan terdapat kontak langsung antara sel-sel trofoblas dengan miometrium. Hilangnya desidua ini menyebabkan plasenta melekat ke miometrium ( Garmi dan Salim, 2012).
Gambar 2.2 Jenis-jenis plasenta yang tidak taat
- Plasenta akreta adalah keadaan vili plasenta yang menginvasi langsung ke miometrium (Fitri dan Hanna, 2017).
- Plasenta inkreta adalah keadaan vili plasenta yang menginvasi ke dalam miometrium (Fauzan et al., 2017).
- Plasenta perkreta adalah keadaaan vili plasenta yang menginvasi lebih dalam dari miometrium hingga ke serosa bahkan sampai ke organ intraabdomen lainnya seperti kandung kemih (Qatrunnada et al., 2018).
2.1.5. Tanda dan gejala
Kebanyakan pasien dengan plasenta akreta tidak menunjukan gejala. Gejala
yang berhubungan dengan plasenta akreta mungkin termasuk perdarahan vaginal
dan kram. Temuan ini sebagain besar terlihat pada kasus dengan plasenta previa,
yang merupakan faktor risiko terkuat untuk plasenta akreta. Meskipun jarang,
kasus dengan nyeri akut abdomen dan hipotensi karena syok hipovolemik dari rupture uteri sekunder bisa karena plasenta perkreta (Berkley dan Abuhamad, 2013).
2.1.6. Diagnosis
Plasenta akreta harus dicurigai pada wanita yang memiliki plasenta previa, terutama anterior, dan riwayat SC atau operasi rahim lainnya (Garmi dan Salim, 2012). Diagnosis plasenta akreta dibuat berdasarkan spesimen patologis yang diperoleh setelah histerektomi. Diagnosis definitif ini tergantung pada visualisasi vili khorionik yang tertanam dalam miometrium tanpa lapisan desidua di antaranya. Diagnosis plasenta akreta juga dapat berdasarkan USG (ultrasonography) dan MRI (magnetic resonance imaging). Sonografi 2-dimensi konvensional adalah alat skrining yang baik untuk mendeteksi plasenta akreta
(Fauzan et al., 2017).
a. Ultrasonografi
Ultrasonografi transvaginal dan transabdominal adalah teknik diagnostik perlengkap dan harus digunakan sesuai kebutuhan. USG transvaginal aman untuk pasien dengan previa dan memungkinkan lebih lengkap dalam hal pemeriksaan segmen bawah rahim (Berkley dan Abuhamad, 2013).
Pemeriksaan USG cukup untuk mendiagnosis plasenta akreta. Memiliki sensitivitas 77%-88% dan spesifisitas 96%-98% Dan nilai prediksi positif 65%-93%, dan nilai prediksi negative 98% (Aggarwal dan Aggarwal, 2016).
Ultrasonografi pada plasenta akreta dapat kita lihat seperti berikut ini : Trimester 1
Ditemukan pada usia kehamilan 7 minggu dan paling sering pada pasien
yang pernah mengalami riwayat pembedahan uterus. Adanya ruang ireguler
vascular dengan aliran arteri. Temuan ultrasound dari implantasi yang rendah
dari kantung gestasi pada uterus terutama pada pasien dengan riwayat
pembedahan pada uterus menunjukkan adanya kemungkinan suatu plasenta
akreta. Biasanya, kantung gestasi itu berimplantasi pada fundus, namun jika
implantasi abnormal tidak pada fundus, kemungkinan akan terjadi suatu plasenta akreta (Comstock, 2011
)Gambar 2.3 Implantasi dari kantung gestasi normal (Comstock, 2011).
Gambar 2.4 Implantasi dari kantung gestasi pada segmen bawah uterus (Comstock, 2011)
Gambar 2.5 Implantasi kantung kehamilan
Segmen bawah uterus dengan implantasi gestational sac (GS) di bekas luka SC. Beberapa ruang vaskular tidak teratur dalam plasenta (tanda panah). Hasilnya adalah plasenta perkreta
anterior (Fauzan et al., 2017).
Implantasi Gestational Sac (GS) pada parut bekas luka SC merupakan temuan yang penting. Temuan sonografi implantasi bekas luka SC dapat menyebabkan kelainan utama pada plasenta seperti plasenta akreta, perkreta, dan inkreta. Penanganan implantasi pada bekas luka SC termasuk injeksi langsung pada kantung kehamilan dengan USG pada trimester pertama tidak boleh digunakan secara rutin untuk menegakkan diagnosis plasenta akreta.
Karena hubungannya dengan plasenta akreta, wanita dengan plasenta previa atau plasenta yang letaknya lebih rendah dan ada bekas SC pada awal kehamilan harus menjalani follow up pencitraan sampai trimester ketiga untuk melihat adanya potensi terjadinya plasenta akreta (Berkely dan Abuhamad, 2013).
Trimester II dan trimester III
Parameter-parameter USG untuk mendeteksi adanya plasenta akreta meliputi lokasi dari plasenta, hilangnya zona retroplasenta, hubungan antara vesika urinaria dan uterus yang tipis dan ireguler, mengukur ketebalan dari lapisan miometrium, adanya pulau-pulau lacuna di dalam plasenta, adanya pembuluh darah yang menyeberang dari plasenta ke vesika urinaria (Rac et al., 2015).
Pulau-pulau lacuna dalam plasenta dikelompokkan berdasarkan kriteria Finberg dan Williams (Philips dan Abuhamad, 2018).
Grade 0 : Tidak ada lakuna-lakuna yang terlihat Grade 1 : 1-3 lakuna terlihat dan ukurannya kecil
Grade 2 : Jumlahnya 4-6 dengan ukurannya lebih besar dan bentuknya tidak beraturan
Grade 3 : Banyak (lebih dari 6) dengan ukuran besar dan bentuk yang aneh
Gambar 2.6 Hilangnya ruang retroplacental
Garis Echolucent yang merupakan vascular desidua basalis dengan pembuluh darah yang meluas ke seluruh bagian tepi plasenta. Tanda panah ditengah menunjukkan daerah dari invasi plasenta.
Kedua panah lainnya menunjukkan ruang retroplacental normal (Rac et al., 2015)
Gambar 2.7 Ketidakteraturan antara kantung kemih dan rahim
Tanda panah menunjukkan gambar dot and dash pada uterus-kandung kemih, ketidakteraturan ini disebabkan oleh pembuluh darah abnormal yang menyebrang (bridging vessels) yang dilihat
dengan Doppler velocimetry(Rac et al., 2015)
Gambar 2.8 Ketebalan miometrium
Miometrium retroplacental menipis akibat pertumbuhan abnormal plasenta yang tampak pada potongan sagital dengan ketebalan < 1 mm
(
Rac, et al., 2015)Gambar 2.9 Ruang plasenta lacuna
Daerah hipoechoic pada plasenta (lacuna) yang bervariasi dalam ukuran dan bentuk yang memberikan gambaran plasenta “Swiss cheese”. Gambar ini memiliki > 6 area kosong (panah).
Area yang besar dan muncul diseluruh, sesuai dengan lacuna grade 3. Selain itu, tidak ada miometrium antara plasenta dan uterine bladder dari ampak depan (Rac et al., 2015)
Gambar 2.10 Bridging vessels
Warna Doppler menunjukan pembuluh darah abdormal yang melewati dari plasenta ke antarmuka uterus-kandung kemih dan kadang-kadang diluar (panah) (Rac et al., 2015)
Table 2.2 Temuan USG yang menunjukkan adanya plasenta akreta (Rac et al., 2015)
• Hilangnya zona retroplasenta hipoekhoik normal
• Lacuna dengan vaskularisasi multipel (ruang vascular ireguler) di plasenta, memberikan gambaran “keju swiss”
• Pembuluh darah atau jembatan jaringan plasenta-tepi plasenta, gambaran miometrium- kandung kemih atau serosa uterus menyilang
• Ketebalan miometrium retroplasenta <1 mm
• Gambaran pembuluh koheren yang beragam dengan Doppler 3D di basal
Kriteria USG untuk plasenta akreta menurut RCOG Guideline antara lain yakni: (Allahdin et al., 2011)
1. Greyscale
a. Hilangnya zona sonolucent retroplasenta
b. Zona sonolucent retroplasenta yang tidak teratur
c. Penipisan atau gangguan dari hyperechoic serosa-bladder interface
d. kehadiran masa exophytic fokal yang menyerang kandung kemih
e. abnormal plasenta lacuna
2. Doppler
a. Aliran lacunar difus atau fokal
b. Danau vascular dengan aliran turbulen (peak cystolic velocity > 15 cm/detik)
c. Hipervaskularisasi serosa-bladder interface
d. Markedly dilated vessels over peripheral subplacental zone 3. 3D Power Doppler
a. Banyak pembuluh darah kohoren melibatkan seluruh pertemuan antara serosa uterus dengan kandung kemih (basal view)
b. Hipervaskularisasi (lateral view)
c. Sirkulasi cotyledonal dan intervilli yang tak terpisahkan, chaotic branching, detour vessels (lateral view)
b. Penilaian terjadinya Plasenta Akreta dengan Indeks Plasenta Akreta (IPA)
Tabel 2.3 Nilai masing-masing parameter ditambahkan bersama-sama untuk Menghasilkan Skor Indeks Plasenta Akreta (Rac et al., 2015)
Parameter Nilai Operasi sesar >2 3.0 Lacuna
Grade 3 3.5
Grade 2 1.0 Letak sagittal terkecil dari ketebalan myometrium
< 1 mm 1.0
1-3 mm 0.5
3-5 mm 0.25
Plasenta previa anterior 1.0 Bridging vessel 0.5 Jika parameter tidak ada, maka nilainya adalah 0
Table 2.4 Sensitivitas, Spesifisitas, dan Nilai Prediksi Positif dan Negatif pada setiap skor IPA (Rac et al., 2015)
Probabilitas Sensitivity Specificity PPV NPV IPA n Invasi (95%) (95%) (95%) (95% Cl) (95%)
>0 1 5 (1 -15) 100 (88-100) 19 (10-31) 38 (27-49) 100 (72-100)
>1 1 10 (4-22) 97 (82-100) 47 (34-61) 47 (34-61) 97 (82-100)
>2 2 19 (10-32) 93 (77-99) 58 (44-70) 52 (38-66) 94 (81-99)
>3 4 33 (22-47) 86 (68-96) 68 (54-79) 57 (41-72) 91 (78-97)
>4 6 51 (36-66) 72 (53-87) 85 (73-93) 70 (51-85) 86 (75-94)
>5 6 69 (50-83) 52 (33-71) 92 (81-97) 75 (51-91) 79 (68-88)
>6 2 83 (63-93) 31 (15-51) 100 (94-100) 100 (66-100) 75 (64-84)
>7 2 91 (73-97) 24 (10-44) 100 (94-100) 100 (59-100) 73 (62-82)
>8 5 96 (81-99) 17 (6-36) 100 (94-100) 100 (48-100) 71 (60-81)
Seperti terlihat pada tabel tersebut bahwa kemungkinan invasi akan meningkat seiring dengan meningkatnya skor IPA, dimana skor >8 meningkatkan kemungkinan invasi plasenta hingga 96%. Sehingga dapat disimpulkan bahwa semakin tinggi skor IPA, maka akan semakin tinggi juga kemungkinan terjadi plasenta akreta. PPV menggambarkan nilai prediksi skor indeks dibanding dengan kemungkinan invasi, yang didasarkan pada karakteristik individu pasein berasal dari populasi. Dengan menambahkan variable USG untuk karakteristik pasien pada pengamatan yang berasal dari populasi berisiko tinggi, IPA dapat menetapkan probabilitas invasi dinilai dengan evaluasi setiap pasien (Obstetrics &
Gynecology, 2012).
c. Magnetic Resonance Imaging (MRI)
Magnetic resonance imaging lebih mahal dari pada ultrasonografi dan
membutuhkan baik pengalaman dan keahlian dalam evaluasi invasi plasenta
abnormal. MRI dianggap sebagai modalitas tambahan dan menambahkan
sedikit dengan akurasi diagnostic ultrasonografi. Selain itu penelitian
menunjukakan bahwa menggunakan MRI irisan aksial dapat
mengkonfirmasi invasi dari parametrium dan kemungkinan keterlibatan
ureter (Obstetrics & Gynecology, 2012). Peran MRI dalam mendiagnosis
plasenta akreta masih diperdebatkan. Dua studi banding terakhir telah
menampilkan sonografi dan MRI sebanding dalam studi pertama 15 dari 32
wanita terdiagnosis akreta (sensitivitas 93% dibandingkan 80% dan
spesifisitas 71% dibandingkan 65% untuk USG dibandingkan MRI) di studi
kedua 12 dari 50 wanita akhirnya memiliki akreta dan MRI dan Doppler menunjukkan tidak ada perbedaan dalam hal mendeteksi plasenta akreta (P
= 0,74), meskipun MRI lebih baik dalam mendeteksi kedalaman infiltrasi di kasus plasenta akreta (P <0,001). Beberapa peneliti melaporkan bahwa tingkat sensitivitas MRI 80%-85% dengan spesifisitas 65%-100% dalam hal mendiagnosis plasenta akreta (Berkley dan Abuhamad, 2013).
d. Patologi Anatomi
Penegakan diagnosis plasenta akreta secara pasti dibuat berdasarkan hasil dari patologi anatomi yang diperoleh setelah dilakukan histerektomi.
Diagnosis definitif tergantung pada visualisasi dari villi chorialis yang menginvasi atau tertanam pada miometrium dengan tidak adanya desidua di lapisan antara mereka (Berkley dan Abuhamad, 2013).
2.1.7. Komplikasi
Komplikasi plasenta akreta banyak dan mencakup kerusakan pada organ- organ lokal, perdarahan pasca operasi, emboli air ketuban, disseminated intravascular coagulation (DIC), transfusi darah, sindrom gangguan pernapasan akut, tromboemboli pasca operasi, morbiditas karena infeksi, kegagalan multisistem organ, dan kematian (Fitri dan Hanna, 2017).
2.1.8. Manajemen
Wanita dengan plasenta akreta biasanya melahirkan dengan cara SC. Lebih
baik melakukan operasi dalam kondisi elektif dan terkontrol dari pada dalam
keadaan darurat tanpa persiapan yang memadai. Selain itu, terlepas dari pilihan
manajemen yang dibuat, pencegahan komplikasi idealnya membutuhkan tim
multidisiplin. Tim multidisiplin harus mencangkup ahli bedah ginekologi yang
berpengalaman dalam operasi panggul, tim bank darah siap untuk mengelolah
beberapa komponen darah, tenaga anestesiologi berpengalaman yang ahli dalam
anestesi obstetric, ahli urologi jika reseksi atau perbaikan kandung kemih
mungkin diperlukan, ahli intensivis untuk perawatan pasca persalinan, dan
neonatologis (Garmi dan Salim, 2012).
Pada sebuah studi yang melibatkan 99 kasus plasenta akreta yang diagnosis sebelum persalinan, 4 dari 99 dengan persalinan >36 minggu diperluksn terminasi emergensi karena perdarahan. Untuk menghindari caesarea darurat dan meminimalkan komplikasi prematuritas dapat dijadwalkan caesarea pada 34 hingga 35 minggu kehamilan (Garmi dan Salim, 2012).
Upaya pengangkatan plasenta sebelum histerektomi secara signifikan meningkatkan morbiditas dibandingkan dengan mereka yang menjalani histerektomi caesarea dengan meninggalkan plasenta (Goh dan Zalud, 2015).
Manajemen konservatif
Histerektomi caesarea telah menjadi manajemen pilihan untuk plasenta akreta (Goh dan Zalud, 2015). Gagasan utama manajemen konservatif adalah meninggalkan seluruh plasenta atau hanya bagian yang melekat pada miometrium dan untuk mempertahankan rahim (Garmi dan Salim, 2012).
Pasien yang menjalani histerektomi untuk plasenta akreta beresiko untuk
mengalami komplikasi pasca operasi yang berhubungan dengan intraoperatif
seperti hipotensi koagulopati persisten dan anemia, dan operasi
berkepanjangan. Disfungsi ginjal, jantung, dan organ lainnya sering terjadi
dan harus dipikirkan Sindrom Sheehan (baik transien dan permanen) telah
dilaporkan terjadi akibat perdarahan postpartum yang massif, dan
hiponatremia mungkin merupakan tanda awal. Jika volume besar kristaloid
dan produk darah diberikan saat intraoperatif, pasien juga berisiko untuk
terjadi edema paru, cidera paru akut terkait transfusi, dan sindrom gangguan
pernapasan akut (Belfort, 2010).
2.2. KERANGKA TEORI PENELITIAN
Berdasarkan tujuan penelitian di atas maka kerangka teori dalam penelitian ini adalah:
Gambar 2.11 Kerangka Teori Penelitian
Konsepsi
Pembentukan Embrio
Plasenta Normal
Plasenta Perkreta
Plasenta Inkreta
Plasentasi
Plasenta dengan kelainan invasi miometrium
Plasenta Akreta
Faktor risiko : 1. Riwayat SC 2. Plasenta previa 3. In vitro
fertilization (IVF) 4. Usia
5. Riwayat kuretase 6. Asherman’s
syndrome
7. Hipertensi
8. Miomektomi
2.3. KERANGKA KONSEP PENELITIAN
Berdasarkan tujuan penelitian di atas maka kerangka konsep dalam penelitian ini adalah:
Gambar 2.12 Kerangka Konsep Penelitian
Plasenta Akreta
1. Angka kejadian plasenta akreta
2. Karakteristik sosio demografi
3. Karakteristik klinis 4. Faktor risiko 5. Luaran persalinan 6. Jenis tindakan yang
dilakukan
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1. RANCANGAN PENELITIAN
Penelitian yang dilakukan adalah penelitian deskriptif dengan pendekatan retrospektif. Penelitian ini disebut studi deskriptif karena ingin menganalisis kejadian plasenta akreta dan pendektan retrospektif karena data berasal dari rekam medik.
3.2. LOKASI PENELITIAN
Penelitian ini dilakukan di RSUP H. Adam Malik Medan. Tempat ini dipilih karena merupakan Rumah Sakit tipe A di Medan dan merupakan rumah sakit rujukan sehingga memiliki data rekam medik cukup lengkap untuk melihat kejadian plasenta akreta dari bulan Januari 2016 - Juli 2019.
3.3. POPULASI DAN SAMPEL 3.3.1. Populasi
Populasi penelitian ini seluruh kasus plasenta akreta yang tercatat dalam rekam medik dari bulan Januari 2016 - Juli 2019.
3.3.2. Sampel
Sampel dalam penelitian ini diambil dengan cara total sampling yaitu dimana seluruh populasi merupakan sampel, dan sampel yang dimaksud adalah ibu hamil yang menderita plasenta akreta yang tercatat di rekam medik dari bulan Januari 2016 - Juli 2019.
Kriteria inklusi:
1. Tercatat di rekam medik dari bulan Januari 2016 - Juli 2019.
2. Ibu hamil dengan diagnosis plasenta akreta.
3.4. METODE PENGUMPULAN DATA
Jenis data yang dikumpulkan dalam penelitian ini adalah data sekunder, yaitu data yang diperoleh dari bagian rekam medik RSUP H. Adam Malik Medan dari bulan Januari 2016 – Juli 2019. Pengumpulan data akan dilakukan dengan metode observasi dengan menggunakan rekam medik. Pada rekam medik tersebut dilihat variabel yang diteliti.
3.5. DEFINISI OPERASIONAL
Untuk memudahkan pemahaman dan pengukuran setiap variabel dalam penelitian. Maka setiap variabel harus dirumuskan secara operasional.
Adapun definisi operasional dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Usia
Definisi : Usia pasien pada saat didiagnosis plasenta akreta Cara ukur : Observasi rekam medik
Alat ukur : Rekam Medik Hasil ukur : < 20 tahun
20-34 tahun > 35 tahun Skala ukur : Interval 2. Gravida
Definisi : jumlah kehamilan Cara ukur : Observasi rekam medik Alat ukur : Rekam Medik
Hasil ukur : 1-2
3-5
>5 Skala ukur : Rasio 3. Pekerjaan
Definisi : Kegiatan atau aktivitas utama yang dilakukan pada pasien untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari
Cara ukur : Obervasi rekam medik
Alat ukur : Rekam medik
Hasil ukur : IRT PNS Swasta Wiraswasta Skala ukur : Nominal 4. Pendidikan
Definisi : Pendidikan terakhir pasien Cara ukur : Observasi rekam medik Alat ukur : Rekam Medik
Hasil ukur : Dasar
Menengah
Tinggi
Skala ukur : Ordinal 5. Kadar Hemoglobin (Hb)
Definisi : Nilai Hb pasien pada saat masuk Rumah sakit Cara ukur : Obervasi rekam medik
Alat ukur : Rekam medik Hasil ukur : < 8 gr/dl 8-11 gr/dl
> 11 gr/dl Skala ukur : Rasio 6. Lama rawat
Definisi : Lama rawatan dihitung dari awal masuk Rumah sakit Cara ukur : Obervasi rekam medik
Alat ukur : Rekam Medik Hasil ukur : >5 hari
<5 hari Skala ukur : Rasio 7. Tipe operasi
Definisi : Jenis tindakan operasi yang dilakukan
Cara ukur : Obervasi rekam medik
Alat ukur : Rekam medik Hasil ukur : Emergensi Elektif
Skala ukur : Nominal 8. Plasenta akreta
Definisi : Angka kejadian plasenta akreta dari bulan Januari 2016- Juli 2019
Cara ukur : Obervasi rekam medik Alat ukur : Rekam Medik
Hasil ukur : Jumlah kejadian Skala ukur : Rasio
9. Riwayat SC
Definisi :
Riwayat tindakan operasi SC sebelumnyaCara ukur : Obervasi rekam medik
Alat ukur : Rekam Medik Hasil ukur : Tidak ada 1
≥ 2 Skala ukur : Rasio 10. Riwayat kuretase
Definisi : Ada atau tidak riwayat tindakan kuretase sebelumnya Cara ukur : Obervasi rekam medik
Alat ukur : Rekam Medik Hasil ukur : Ada/Tidak Skala ukur : Nominal
11. Riwayat miomektomi
Definisi : Ada atau tidak tindakan miomektomi sebelumnya Cara ukur : Obervasi rekam medik
Alat ukur : Rekam Medik
Hasil ukur : Ada/Tidak
Skala ukur : Nominal
12. Riwayat hipertensi
Definisi : Ada atau tidak riwayat peningkatan tekanan darah sistolik dan diastolik pada pasien
Cara ukur : Obervasi rekam medik Alat ukur : Rekam Medik
Hasil ukur : Ada/ Tidak Skala ukur : Nominal 13. Luaran ibu
Definisi : Keadaan ibu
Cara ukur : Obervasi rekam medik Alat ukur : Rekam Medik
Hasil ukur : Hidup/Meninggal Skala ukur : Nominal
14. Jenis Tindakan
Definisi :Jenis tindakan yang dilakukan untuk penanganan plasenta akreta pada pasien yang tercantum direkam medik
Cara ukur : Observasi Rekam Medik Alat ukur : Rekam Medik
Hasil ukur : SC
Histerektomi
SC+Histerektomi Lain-lain
Skala ukur : Nominal
3.6. METODE ANALISIS DATA
Analisis data dengan menggunakan bantuan aplikasi SPSS (Statistical Package for the Social Sciences).
Beberapa tahapa dalam pengelolahan data:
1. Editing
Editing untuk memeriksa kelengkapan data dan kebenaran pengisian 2. Coding
Data yang sudah terkumpul dikoreksi ketepatan dan kelengkapannya kemudian diberi kode oleh peneliti secara manual sebelum diolah dengan komputer
3. Entry
Data yang telah diberi kode kemudian dimasukkan ke dalam program komputer.
4. Cleaning data
Pemeriksa semua data yang telah dmasukkan ke dalam komputer guna menghindari terjadinya kesalahan dalam pemasukkan data
5. Saving
Penyimpanan data untuk dilakukan analisis 6. Analisis data
Kemudian data dianalisis dengan menggunakan program sttistik memakai
analisis deskriptif dengan distribusi frekuensi. Peggunaan statistik
distribusi frekuensi akan digunakan untuk menyusun data yang
jumlahnya banyak kemudian dimasukkan ke dalam tabel distribusi
freukuensi.
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1 DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN
Penelitian ini dilakukan di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik yang beralamat di Jalan Bunga Lau No. 17, Kemenangan Tani, Medan Tuntungan, Medan, Sumatera Utara. Rumah sakit ini merupakan rumah sakit kelas A berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kesehatan RI No.335/MENKES/VII/1990.
Selain itu, RSUP H. Adam Malik juga merupakan rumah sakit rujukan kesehatan bagi wilayah pembangunan A yang meliputi Provinsi Sumatera Utara, Nanggroe Aceh Darussalam, Sumatera Barat, dan Riau. Oleh karena itu, banyak dijumpai pasien dengan latar belakang yang berbeda.
RSUP H. Adam Malik mulai aktif sejak tanggal 17 Juni 1991 dengan pelayanan rawat jalan, sedangkan untuk pelayanan rawat inap mulai aktif pada tanggal 2 Mei 1992. Rumah sakit ini mulai beroperasi total pada tanggal 12 Juli 1993 yang diresmikan oleh mantan presiden Indonesia, H. Soeharto. Seluruh data rekam medis pasien yang dilayani di rumah sakit ini disimpan di Instalasi rekam medis RSUP H. Adam Malik. Data yang digunakan dalam penelitian ini berasal dari data rekam medis yang disimpan di instalasi tersebut
4.2 HASIL DAN PEMBAHASAN
Penelitian yang telah dilaksanakan di instalasi rekam medis RSUP H. Adam
malik dengan metode total sampling, tecatat sejak Januari 2016 - Juli 2019 di
RSUP H. Adam Malik Medan sebanyak 59 rekam medis dengan diagnosa
plasenta akreta yang masuk ke dalam kriteria inklusi dan selebihnya merupakan
data rekam medik yang tidak lengkap dari tahun 2016 sebanyak 1 orang, tahun
2017 sebanyak 9 orang, tahun 2018 sebanyak 26 orang, dan tahun 2019 sampai
bulan juli sebanyak 23 orang. Karakteristik subjek yang digunakan pada penelitian
ini dapat dibedakan berdasarkan nama, usia, gravida, pendidikan, pekerjaan, Hb
ibu, lama rawat, tipe operasi, plasenta akreta, riwayat SC, riwayat kuretase,
riwayat hipertensi, riwayat miomektomi, dan jenis tindakan. Adapun hasilnya dapat dilihat pada tabel dibawah ini.
Tabel 4.1 Distribusi frekuensi berdasarkan jumlah plasenta akreta pertahun
Dari tabel 4.1 dapat dilihat bahwa kelompok kejadian plasenta akreta 4 tahun terakhir yang paling banyak terjadi pada kelompok tahun 2018 sebanyak 26 orang (44,1%), diikuti dengan kelompok tahun 2019 sebanyak 23 orang (39,0%), tahun 2017 sebanyak 9 orang (15,3%), dan yang paling sedikit pada tahun 2016 yaitu 1 orang (1,7%). Hal ini menunjukan selama Januari 2016 – Juli 2019 terjadi peningkatan plasenta akreta setiap tahunnya yang dikarenakan jumlah SC meningkat setiap tahunnya.
Tabel 4.2 Insidens SC pertahun
Dari tabel 4.2 dapat dilihat bahwa insidens SC 4 tahun terakhir terjadi peningkatan, pada tahun 2016 SC sebanyak 288 kasus (24,1%), pada tahun 2017 sebanyak 332 (27,8%), pada tahun 2018 sebanyak 368 (30,8%), dan pada tahun 2019 januari hingga akhir juli sebanyak 206 kasus (17,2%).
Tahun Frekuensi (n) Persentase (%)
2016 1 1,7
2017 9 15,3
2018 26 44,1
Juli 2019 23 39,0
Total 59 100.0
Tahun Frekuensi (n) Persentase (%)
2016 288 24,1
2017 332 27,8
2018 368 30,8
Juli 2019 206 17,2
Total 1,194 100.0
Tabel 4.3 Distribusi frekuensi karakteristik demografi
Karakteristik Demografi Frekuensi(n) Persentase (%) Usia
< 20 tahun 20 – 34 tahun 35 tahun Gravida 1-2 3-5 >5 Pendidikan Dasar Menengah Tinggi Pekerjaan IRT PNS Swasta Wiraswasta
0 40 19 13 46 0 8 37 14 34 10 3 12
0 67,8 32,2 22,0 78,0 0 13,6 62,7 23,7 57,6 16,9 5,1 20,3
Total (N) 59 100,0
Dari tabel 4.3 berdasarkan karakteristik demografi usia dapat dilihat bahwa kelompok usia yang terbanyak berisiko mengalami plasenta akreta yaitu usia 20- 34 tahun sebanyak 40 oramg (67,8%), dan usia >35 tahun sebanyak 19 orang (32,2%). Dari hasil penelitian ini berbeda dengan penelitian sebelumnya yang menunjukan bahwa kejadian plasenta akreta lebih meningkat pada usia >35 tahun, usia merupakan faktor risiko yang dapat mempengaruhi kondisi uterus ibu. Pada usia <20 tahun mempunyai risiko lebih tinggi untuk mengalami plasenta aketa dikarenakan endometrium yang belum matang dan pada usia >35 tahun, juga berisiko mengalami plasenta akreta dikarenakan kondisi endometrium sudah mulai mengalami perubahan seperti skerosis pembuluh darah. Hal ini akan menyebabkan penurunan vaskularisasi dan mengakibatkan hipoksia jaringan (Qatrunnada el al, 2018). Semakin bertambahnya usia seorang wanita, maka hormon pengatur siklus reproduksi juga menurun, salah satunya hormon estrogen.
Fungsi salah satu hormon estrogen adalah meningkatnya aliran darah uterus dan
estrogen yang dapat menyebabkan proliferai endometrium, apabila kadar estrogen
rendah dan perkembangan endometrium tidak sempurna, maka aliran darah ke
uterus juga akan ikut menurun sehingga dapat mempengaruhi nutrisi dari ibu ke janin (Kurniawati dan Triyawati, 2014).
Dari tabel 4.2 berdasarkan gravida dapat dilihat bahwa kelompok gravida yang banyak terjadinya plasenta akreta yaitu gravida 3-5 sebanyak 46 orang (78,0%), yang paling sedikit yaitu gravida 1-2 sebanyak 13 orang (22,0), dan gravida >5 tidak ada (0%). Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian sebelumnya yang menunjukan gravida yang lebih tinggi berisiko terjadinya plasenta akreta (Shi, 2018). Jumlah gravida yang tinggi berisiko terjadinya plasenta akreta dikarenakan vaskularisasi desidua yang jelek akibat persalinan yang berulang-ulang sehingga menyebabkan endometrium rusak dan aliran darah ke plasenta tidak cukup sehingga vili korialis akan berimplantasi langsung pada miometrium untuk mencari suplai pembuluh darah yang memadai sehingga jumlah gravida yang tinggi dapat menyebabkan plasenta akreta (Qatrunnada el al, 2018).
Dari tabel 4.2 berdasarkan pendidikan yang banyak mengalami plasenta akreta yaitu pendidikan menengah sebanyak 37 orang (62,7%), pendidikan tinggi sebanyak 14 orang (23,7%), dan yang paling sedikit pendidikan dasar sebanyak 8 orang (13,6%). Semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang maka akan semakin tinggi pula tingkat pengetahuannya. Demikian pula semakin tinggi pendidikan akan merangsang seseorang untuk selalu mempelajari hal-hal baru termasuk juga hal-hal yang menyangkut kesehatan dirinya (Notoatmodjo S, 2003). Apabila pengetahuan seorang ibu luas maka ibu dapat mengenali tanda-tanda risiko tinggi kehamilan sehingga dapat mencegah atau mengobati komplikasi kehamilan seperti ketuban pecah dini, preeklampsia berat, perdarahan, distosia bahu, kelainan letak janin, plasenta akreta, plasenta previa dll secara dini. Sebaliknya apabila pengetahuan ibu kurang terutama mengenai faktor risiko kehamilan maka akan meningkatkan risiko persalinan dengan tindakan sectio caecarea (Rahmawati, 2018). Semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang diharapkan pengethuan dan perilaku juga semakin baik. Oleh karena itu dengan pendidikan yang makin tinggi, maka informasi dan pengetahuan yang diperoleh juga makin banyak, sehingga perubahan perilaku kearah yang baik diharapkan dapat terjadi.
Pendidikan yang semakin tinggi menyebabkan kemampuan ibu dalam mengatur
jarak kehamilan, jumlah anak, dan pemanfaatan fasilitas kesehatan dalam pemeriksaan kehamilan (antenatal care) dan proses persalinan (Rahmawati, 2018).
Dari tabel 4.2 berdasarkan pekerjaan dapat dilihat pekerjaan yang banyak mengalami plasenta akreta yaitu IRT sebanyak 34 orang (57,6%), wiraswasta 12 orang (20,3%), PNS 10 orang (16,9%), dan yang sedikit yaitu swasta 3 orang (5,1%).
Tabel 4.4 Distribusi frekuensi karakteristik klinis
Karakteristik Klinis Frekuensi(n) Persentase (%) Hb
< 8 8-11 >11 Lama rawat < 5 >5 Tipe operasi Elektif Emergensi
8 35 16 33 26 32 27
13,6 59,3 27,1 55,9 44,1 57,2 45,8
Total (N) 59 100,0
Dari tabel 4.4 berdasarkan Hb ibu dapat dilihat bahwa Hb ibu saat masuk yang paling banyak yaitu Hb ibu 8-11 g/dl sebanyak 35 orang (59,3%), Hb >11 g/dl 16 orang (27,1%), dan yang sedikit yaitu Hb ibu <8 g/dl 8 orang (13,6%). Anemia dapat disebabkan oleh beberapa hal diantaranya perdarahan pervagina, pengaruh mual saat sedang hamil, kebutuhan akan zat besi yang bertambah karena pertumbuhan janin, kurangnya cadangan zat besi yang dimiliki oleh ibu hamil akibat menstruasi atau persalinan sebelumnya (Anggraeni el al, 2019). Anemia pada ibu hamil akan mengakibatkan pertumbuhan janin yang lambat, kekurangan gizi pada janin, kelahiran prematur, terjadinya gawat janin dan berat badan bayi yang rendah (BBLR). Perdarahan antepartum disebabkan oleh kelainan plasenta, termasuk didalamnya plasenta previa, solusio plasenta dan vasa previa.
Kekurangan Hb dalam darah mengakibatkan kurangnya oksigen yang dibawa atau
ditransfer ke sel tubuh maupun organ yang vital termasuk uterus. Perdarahan
antepartum meningkat kejadiannya pada keadaan yang endometriumnya kurang baik, misalnya pada atrofi endometrium atau kurang baiknya vaskularisasi desidua. Perdarahan postpartum bisa disebabkan karena plasenta belum lahir hingga atau melebihi 30 menit setelah bayi lahir. Hal itu disebabkan plasenta belum lepas dari dinding uterus atau plasenta sudah lepas tetapi belum dilahirkan (Astutik dan Ertiana, 2018).
Dari tabel 4.3 berdasarkan lama rawatan kasus plasenta akreta banyak lama rawatan <5 hari sebanyak 33 orang (55,9%), sedangkan >5 hari 26 orang (44,1%).
Hasil penelitian ini tidak sejalan dengan penelitian (Qatrunnada, 2018) mengenai faktor risiko dan luaran maternal plasenta akreta yang menunjukan lama rawatan plasenta akreta > 7 hari. Lama perawatan untuk pasien post SC normalnya sekitar 5-7 hari atau sesuai dengan penyembuhan luka yan terjadi. Lukaan pada pasien SC terjadi pada dinding abdomen (kulit atau otot perut) dan dinding uterus.
Adanya luka post SC merupakan salah satu faktor yang memperpanjang penyembuhan dari luka post SC antara lain adalah suplai darah, infeksi dan iritasi.
Dengan adanya mobilisasi dini diharapkan akan menyebabkan perbaikan suplai darah sehingga berpengaruh terhadap kecepatan proses penyembuhan luka post SC. Penyembuhan luka secara normal memerlukan nutrisi yang tepat, ibu post SC harus lebih banyak mengkonsumsi makanan kaya protein, karbohidrat, lemak, vitamin A dan C seta mineral yang sangat berperan dalam pembentukan jaringan baru pada proses penyemuhan luka (Yadianto, 2013).
Dari tabel 4.3 berdasarkan tipe operasi dapat dilihat tipe operasi pada kasus
plasenta akreta banyak dilakukan pada tipe operasi elektif sebanyak 32 orang
(57,2%), sedangkan tipe operasi emergensi sebanyak 27 orang (45.8%). Hal ini
sejalan dengan pernyataan (Garmi dan Salim, 2012) yang menyatakan wanita
dengan plasenta akreta lebih baik melakukan operasi dalam kondisi elektif dan
terkontrol dari pada keadaan darurat tanpa persiapan. Untuk meminimalisasi
terjadinya komplikasi perdarahan maka dilakukan dengan kondisi elektif dan
biasanya dijadwalkan SC pada 34 atau 35 minggu kehamilan.
Tabel 4.5 Distribusi frekuensi berdasarkan faktor risiko
Berdasarkan tabel 4.5 diperoleh bahwa faktor risiko yang tidak memiliki riwayat SC 3 orang (5,1%), yang memiliki riwayat SC 1 kali sebanyak 19 orang (32,2%), dan riwayat SC ≥ 2 kali sebanyak 37 orang (62,7%). Melahirkan dengan SC adalah melahirkan janin dengan sayatan pada dinding uterus, sayatan inilah yang dapat mengakibatkan jaringan parut akan terbentuk, SC yang berulang memungkinkan terjadinya komplikasi, salah satu komplikasi yang potensial adalah plasenta abnormal (Anita, 2017). Riwayat SC ≥ 2 kali berisiko lebih besar terkena plasenta akreta yang diakibatkan jaringan parut akan terbentuk pada bekas SC dan akan mengakibatkan hipoksia jaringan, sehingga trofoblas akan menginvasi lebih dalam untuk mendapatkan suplai pembuluh darah yang memadai (Qatrunnada et al, 2018). Faktor kuatnya perlekatan plasenta disebabkan oleh adanya luka parut akibat persalinan yang berulang-ulang (Anita, 2017).
Riwayat SC juga berperan menaikkan tiga kali risiko plasenta akreta yang menyebabkan perdarahan pasca melahirkan hingga syok hipovolemik, embolisme cairan ketuban, koagulopati konsumtif dan menyebabkan kematian ibu (Rahmawati, 2018).
Faktor risiko Frekuensi (n) Persentase (%)
Riwayat SC 0
1 ≥2
Riwayat kuretase Ada
Tidak
Riwayat hipertensi Ada
Tidak
Riwayat miomektomi Ada
NA
3 19 37 23 36 30 29 4 55
5,1 32,2 62,7 39,0 61,0 50,8 49,2 6,7 93,2
Total (N) 59 100,0
Tabel 4.6 Distribusi frekuensi luaran persalinan
Dari tabel 4.6 dapat dilihat berdasarkan keadaan ibu setelah melahirkan terdapat ibu yang hidup sebanyak 59 orang (100%), dan tidak ada meninggal.
Tabel 4.7 Distribusi frekuensi jenis tindakan
Jenis tindakan Frekuensi (n) Persentase (%)
SC 24 40,7
HIS 3 5,1
SC+HIS 32 54,2
Total (N) 59 100.0
Dari tabel 4.7 dapat dilihat bahwa jenis tindakan yang banyak dilakukan pada kasus plasenta akreta yaitu tindakan SC+HIS sebanyak 32 orang (54,2%), dan SC sebanyak 24 orang (40,7%), sedangkan yang paling sedikit yaitu histerektomi 3 orang (5,1%). Hasil penelitian ini sejalan dengan pernyataan (Goh dan Zalud, 2015) yang menyatakan caesarea tindakan plasenta akreta dan jika terjadi perdarahan yang pasif pervagina maka dilakukan histerektomi untuk pengangkatan rahim yang merupakan salah satu cara penanggulanggan plasenta akreta.
Luaran ibu Frekuensi (n) Persentase (%)
Hidup 59 100,0
Meninggal 0 0
Total (N) 59 100.0
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 KESIMPULAN
Berdasarkan hasil data dan pembahasan yang telah dilakukan pada penelitian ini, maka dapat diambil sebagai berikut:
1. Angka kejadian plasenta akreta tahun 2016 – 2019 di RSUP Haji Adam Malik sebanyak 59 kasus, yang setiap tahunnya terjadi peningkatan angka kejadian plasenta akreta.
2. Berdasarkan karakteristik demografi kejadian plasenta akreta mayoritas pada usia ibu 20-35 tahun, dan jumlah gravida 3-5, dan banyak terjadi pada pendidikan terakhir menengah.
3. Berdasarkan karakteristik klinis, mayoritas Hb ibu saat masuk dengan keadaan Hb 8-11 g/dl, dengan lama rawatan <5 hari, dan lebih banyak dilakukan tipe operasi secara elektif.
4. Kejadian plasenta akreta pada pasien dengan riwayat SC ≥ 2 kali memiliki faktor risiko lebih besar terjadinya insiden plasenta akreta.
5. Pada kasus plasenta akreta tidak ada ibu yang meninggal.
6. Pada kasus plasenta akreta, lebih banyak dilakukan tindakan SC+HIS.
5.2 SARAN
1. Peneliti menyarankan kepada petugas pelayanan kesehatan agar melakukan pencataan dengan lengkap.
2. Perlu meningkatkan pengetahuan masyarakat dan keluarga mengenai kejadian plasenta akreta dan faktor-faktor risiko plasenta akreta.
3. Bagi ibu hamil yang memilki riwayat SC agar melakukan screening untuk
menghindari plasenta akreta.
DAFTAR PUSTAKA
Aggarwal, S & Aggarwal, S. 2016, ‘Placenta Accreta Prenatal Diagnosis: Does MRI add to Sonography?’, Journal of Gynaecology and Womwn’s Health, pp, 1-2
Allahdin, S., Voigt, S., & Htwe, T. T. 2011, ‘Management of placenta praevia and accrete’ . Journal of Obstetrics and Gynaecology
Anita, W. 2018, ‘Hubungan paritas dan riwayat sectio cesarean dengan kejadian placenta previa di RSUD Arifin Achmad Pekanbaru’, Journal Endurance, pp68-73
Astutik, R. Y., & Ertiana, D. 2018, “Anemia dalam kehamilan”, pp 84-91
Berkley, E. M. & Abuhamad, A. Z. 2013, ‘Prenatal diagnosis of placenta accreta:
Is sonography all we need? , Journal of Ultrasound in Medicine, pp.1345- 1350
Belfort, M., A, 2010, ‘ Placenta Acreta’, Obstetrics & Gynecology, vol. 120, no.
1, pp 207–211.
Cunningham, G. F., Leveno, J. K., Bloom, S. L., Hauth, J. C., Rouse, D. J., &
Spong, C. Y. 2010, ‘Williams Obstetrics’ 23 edition, Chapter 35: Obstetrics Haemorrhage, pp 776-780,
Comstock, C., H. 2011, ‘ The antenatal diagnosis of placental attachment disorder’ , Current Opinion in Obstetrics & Gynecology , pp 117-122
Fauzan., Iswari, W. A., Pardede, T. U., Darus, F., Puspitasari, B., Santana, S., Abidin, F., & Endjun, J. J. 2017 ‘ USG untuk Deteksi Plasenta Akreta’ , vol.
44, no.8 pp 586-590
Fitri, D. R., & Hanna, M. 2017, ‘ G2P1A0 Berusia 41 Tahun dengan Plasenta Akreta’ , J Medula Unila vol. 7, no. 2 pp 37-41
Garmi, G., & Salim, R. 2012, ‘Epidemiology, Etiology, Diagnosis, and Management of Placenta Accreta’ , Obstetrics and Gynecology International, pp 1-7
Goh, W., & Zalud, I. 2016, ‘ Placenta accreta: Diagnosis, management and the
molecular biology of the morbidly adherent placenta’ , HHS Public Access,
pp 1-13
Jauniaux, E., Collins, S., Burton, J. 2017, ‘The Placenta Accreta Spectrum:
Pathophysiology and Evidence-based Anatomy for Prenatal Ultrasound Imaging’ , American journal of Obstetrics & Gynaecology, pp, 1-13.
Kurniawati, N., & Triyawati, L. 2014, ‘Pengaruh usia dan paritas terhadap kejadian plasenta previa pada ibu hamil Trimester III di RSUD Dr. Wahidin Sudiro Husodo Mojokerto’.