TESIS
Oleh CUT YUNITA NIM : 080143002
PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN KULIT DAN KELAMIN FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN 2016
TESIS
Diajukan Sebagai Syarat untuk Memperoleh Gelar Dokter Spesialis dalam Program Pendidikan Dokter Spesialis Bidang Ilmu Kesehatan Kulit dan
Kelamin pada Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara
PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN KULIT DAN KELAMIN FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN Oleh
CUT YUNITA
NIM : 080143002
Tesis ini adalah hasil karya penulis sendiri, dan semua sumber baik yang dikutip maupun dirujuk
telah penulis nyatakan dengan benar
Nama : Cut Yunita NIM : 080143002 Tanda tangan :
Cut Yunita, Sri Wahyuni Purnama, Remenda Siregar Departemen Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara
RSUP Haji Adam Malik Medan- Indonesia
ABSTRAK
Latar belakang : Skin tag dikenal juga sebagai acrochordons merupakan tumor kulit fibroepitelioma yang paling sering di dermis yang dijumpai lunak dan berwarna seperti kulit, bertangkai atau tonjolan. Ada beberapa faktor risiko yang menyebabkan terjadinya skin tag yaitu diabetes mellitus, obesitas, gesekan, akromegali, polip kolon, HPV 6/11. Resistensi insulin merupakan suatu keadaan berhubungan erat dengan skin tag.
Tujuan: Untuk mengetahui hubungan resistensi insulin dengan jumlah lesi skin tag.
Metode: Penelitian ini merupakan suatu studi analitik dengan rancangan potong lintang (cross sectional) yang melibatkan 33 pasien skin tag. Diagnosis skin tag ditegakkan berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan klinis. Pada pasien dilakukan pemeriksaan kadar glukosa darah puasa dan insulin puasa untuk mengetahui resistensi insulin. Untuk mengetahui hubungan antara jumlah lesi skin tag dengan resistensi insulin digunakan uji korelasi Spearman.
Hasil : Pada penelitian ini dijumpai hubungan yang signifikan (p= 0,031) antara jumlah lesi dengan HOMA-IR (resistensi insulin) yang mempunyai kekuatan korelasi sedang (r=0,38).
Kesimpulan : Resistensi insulin berhubungan secara signifikan dengan jumlah lesi dan mempunyai kekuatan korelasi sedang.
Kata kunci : skin tag ,resistensi insulin, Diabetes mellitus
Cut Yunita, Sri Wahyuni Purnama, Remenda Siregar Department of Dermatovenereology
Faculty of Medicine, Universitas Sumatera Utara Haji Adam Malik General Hospital Medan, Indonesia
ABSTRACT
Background: Skin tag known as fibroepitelioma skin tumor or acrochordons most common in the dermis, there is soft and skin-colored, stemmed or pedunculated.
There are several risk factors that cause skin tag like diabetes mellitus, obesity, friction, acromegaly, colon polyp, HPV 6/11. Insulin resistance has closed association with skin tag
Objective: To determine the associations of insulin resistance with the number of skin lesions tag.
Patients and Methods: This study is an analytic study with cross sectional design (cross-sectional) involving 33 patients with skin tag. Diagnosis of skin tag is made based on history and clinical examination. The fasting glucose and fasting insulin tests are done on the patients to measure levels of insulin resistance. To know associations insulin resistance with number of skin tag lesions used Spearman’s correlation .
Results: This study found a significant association (p= 0,031) between number of skin tag lesions with HOMA-IR (insulin resistance) and moderate correlation (r=0,38).
Conclusions: There is significant association between number of skin tag lesions and insulin resistance and moderate correlation
Keywords: skin tag, insulin resistance, diabetes mellitus
Segala puji dan syukur yang tak terhingga saya panjatkan ke hadirat Allah SWT karena hanya atas rahmat dan hidayah-Nya saya dapat menyelesaikan tesis ini yang merupakan persyaratan untuk memperoleh gelar Magister Kedokteran Klinik dalam bidang Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin.
Dalam menjalani pendidikan magister kedokteran klinik ini, berbagai pihak telah turut berperan serta sehingga seluruh rangkaian kegiatan pendidikan ini dapat terlaksana dengan baik. Pada kesempatan yang berbahagia ini, saya ingin menyampaikan penghargaan dan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Yang Terhormat:
1. dr. Remenda Siregar, SpKK, selaku pembimbing utama tesis ini, yang telah bersedia meluangkan waktu, pikiran dan tenaga serta dengan penuh kesabaran selalu membimbing, memberikan nasehat, masukan dan koreksi kepada saya selama proses penyusunan tesis ini.
2. dr.Sri Wahyuni Purnama, SpKK FINS DV, selaku pembimbing kedua tesis ini, yang telah bersedia meluangkan waktu, pikiran dan tenaga serta dengan penuh kesabaran selalu membimbing, memberikan nasehat, masukan dan koreksi kepada saya selama proses penyusunan tesis ini.
3. Prof. Dr. dr. Irma D. Roesyanto-Mahadi, SpKK(K), FINS-DV, selaku Ketua Departemen Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara, dan sebagai Guru Besar, dan sebagai anggota tim penguji yang telah membimbing, masukan dan motivasi kepada saya selama menjalani pendidikan sehari-hari, serta memberi bimbingan dan koreksian untuk penyempunaan tesis ini. Dan telah memberikan kesempatan kepada saya untuk mengikuti Program Pendidikan Dokter Spesialis di bidang Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.
Sumatera Utara yang telah memberikan kesempatan kepada saya untuk mengikuti Program Pendidikan Dokter Spesialis di bidang Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.
5. Bapak Rektor Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan kesempatan kepada saya untuk dapat melaksanakan studi pada universitas yang Bapak pimpin.
6. Bapak Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara, Prof. dr. Gontar A. Siregar, SpPD-KGEH yang telah memberikan kesempatan kepada saya untuk mengikuti Program Pendidikan Dokter Spesialis di Departemen Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.
7. Dr. dr. Imam Budi Putra,MHA, SpKK, sebagai anggota tim penguji tesis saya, yang telah memberikan waktu, bimbingan dan koreksi untuk penyempurnaan tesis ini.
8. dr Ramona Dumasari Lubis, M.ked (KK), SpKK, sebagai anggota tim penguji tesis saya, yang telah memberikan waktu, bimbingan dan koreksi untuk penyempurnaan tesis ini.
9. Para Guru Besar serta seluruh staf pengajar di Departemen Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara, RSUP H. Adam Malik Medan dan RSUD dr. Pirngadi Medan, yang tidak dapat saya sebutkan satu per satu, yang telah membantu dan membimbing saya selama mengikuti pendidikan ini.
10. Bapak Direktur RSUP H. Adam Malik Medan dan RSUD dr. Pirngadi Medan, yang telah memberikan kesempatan dan fasilitas kepada saya selama menjalani pendidikan magister ini.
11. Seluruh staf, pegawai dan perawat di Departemen Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin di RSUP H. Adam Malik Medan dan RSUD dr. Pirngadi Medan atas bantuan, dukungan dan kerjasama yang baik selama ini.
Sumatera Utaraatas izin dan bantuannya selama saya melakukan penelitian ini.
13. Ayahanda tersayang Drs M. Salim TU dan ibunda tersayang Cut Kemala Hayati yang dengan penuh cinta kasih, keikhlasan, kesabaran, doa, motivasi, jerih payah, dan pengorbanan yang luar biasa untuk mengasuh, mendidik, dan membesarkan saya serta menjadi inspirasi dan panutan saya dari kecil hingga kini.
14. Bapak dan Ibu mertua saya, Alm Muhammad Diah dan Zahriati,SPd atas doa, perhatian dan dukungan yang diberikan selama ini kepada saya.
15. Suami saya tercinta, Rizal Muhammad,SE atas cinta, pengorbanan, kesabaran, pengertian, dukungan, doa, semangat serta bantuan di setiap saat hingga saya dapat menyelesaikan pendidikan ini.
16. Putri-putriku tercinta Cut Raihan Khalisha, Muhammad Fattan Althaf dan Muhammad Raziq Shah yang menjadi penyemangat hidupku, semua ini untuk kalian anakku sayang, terimakasih atas kesabaran dan pengertiannya.
17. Saudara- saudara saya terkasih alm Cut Faridah Hanum, SP, Cut Putri Isnaini, SP, dan dr. Cut Yuniati, terima kasih atas doa dan dukungan yang telah diberikan kepada saya selama ini.
18. Seluruh keluarga dan handai tolan yang tidak dapat saya sebutkan satu per satu yang telah banyak memberikan bantuan dan dukungan, baik moril maupun materil.
19. Teman seangkatan saya tersayang, dr. Zikri Adriman M.Ked(DV), SpDV, dr.
Surya Nola M.Ked(DV), SpDV, dr. trisna Chairawati M.Ked(DV), dr. Olivitti Natali M.Ked(DV),SpDV, dr. Erlinta S M.Ked(DV), SpDV, dr. Nancy S M.Ked(DV), SpDV , terima kasih untuk kerjasama, kebersamaan, waktu dan kenangan yang tidak terlupakan selama menjalani pendidikan ini.
20. Semua teman-teman PPDS Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara yang tidak dapat saya sebutkan satu per satu yang telah memberikan bantuan, dukungan, dan kerjasama kepada saya selama menjalani masa pendidikan dan penyelesaian tesis ini.
kesempurnaan tesis ini. Kiranya tesis ini dapat memberikan manfaat bagi kita semua.
Akhir kata, dengan penuh kerendahan hati, perkenankanlah saya untuk menyampaikan permohonan maaf yang sebesar-besarnya atas segala kesalahan, kekhilafan, dan kekurangan yang telah saya lakukan selama proses penyusunan tesis dan selama menjalani masa pendidikan ini. Semoga segala bantuan, dorongan dan petunjuk yang telah diberikan kepada saya selama menjalani pendidikan, kiranya mendapat balasan yang berlipat ganda dari Allah SWT.
Medan, Juli 2016 Penulis
Cut Yunita
ABSTRAK ... i
ABSTRACT ... ii
KATA PENGANTAR ... iii
DAFTAR ISI ... vii
DAFTAR SINGKATAN ... x
DAFTAR TABEL ... xi
DAFTAR GAMBAR ... xii
DAFTAR LAMPIRAN ... xiii
BAB 1. PENDAHULUAN... 1
1.1. Latar Belakang Masalah ... 1
1.2. Rumusan Masalah ... 3
1.3. Hipotesis ... 3
1.4. Tujuan Penelitian ... 3
1.4.1. Tujuan Umum ... 3
1.4.2. Tujuan Khusus ... 3
1.5. Manfaat Penelitian ... 4
1.5.1. Bidang Akademik atau Ilmiah ... 4
1.5.2. Bidang Pelayanan Masyarakat ... 4
1.5.3. Bidang Pengembangan Penelitian ... 4
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA... 5
2.1. Skin Tag ... 5
2.1.1. Epidemiologi ... 5 Halaman
2.1.4. Histopatologi ... 8
2.1.5. Diagnosis Banding ... 9
2.1.6. Pengobatan ... 10
2.2. Insulin ... 11
2.3. Resistensi insulin ... 13
2.4. Hubungan resistensi insulin dengan skin tag ... 16
2.5. Metode pengukuran resistensi insulin ……… 16
2.6. Kerangka Teori ... 18
2.7. Kerangka Konsep ... 19
BAB 3. METODE PENELITIAN... 20
3.1. Desain Penelitian ... 20
3.2. Waktu dan Tempat Penelitian ... 20
3.2.1. Waktu Penelitian ... 20
3.2.2. Tempat Penelitian ... 20
3.3. Populasi dan Sampel Penelitian ... 20
3.3.1. Populasi Target ... 20
3.3.2. Populasi Terjangkau ... 21
3.3.3. Sampel ... 21
3.4. Besar Sampel ... 21
3.5. Cara Pengambilan Sampel Penelitian ... 22
3.6. Identifikasi Variabel ... 22
3.7. Kriteria Inklusi dan Eksklusi ... 22
3.8.1. Alat-alat Penelitian ... 23
3.8.2. Cara Penelitian ... 23
3.9. Definisi Operasional ... 24
3.10. Kerangka Operasional ... 27
3.11. Pengolahan dan Analisis Data ... 28
3.12. Ethical Clearance ... 2
BAB 4 HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 30
4.1. Karakteristik Subjek Penelitian ... 30
4.1.1. Karakteristik Pasien Skin tag Berdasarkan Kelompok Jenis Kelamin 30 4.1.2. Karakteristik Pasien Skin tag Berdasarkan Kelompok Umur ... 31
4.1.3. Karakteristik Pasien Skin tag Berdasarkan Suku ... 32
4.1.4. Karakteristik Pasien Skin tag Berdasarkan Riwayat Keluarga ... 33
4.1.5. Karakteristik Pasien Skin tag Berdasarkan Lokasi Lesi ... 34
4.1.6. Karakteristik Pasien Skin tag Berdasarkan Jumlah Lesi ... 35
4.1.7. Karakteristik Pasien Skin tag Berdasarkan Bentuk Lesi ... 36
4.2. Hasil Kadar Glukosa Darah Puasa pada Subjek Penelitian ... 37
4.3. Hasil Kadar Insulin Puasa pada Subjek Penelitian ... 38
4.4. Hasil Resistensi Insulin pada Subjek Penelitian ... 39
4.5. Hubungan antara jumlah lesi dengan KGD, Insulin dan HOMA-IR39 BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN……….. 42
DAFTAR PUSTAKA……….. 43 LAMPIRAN
DM : diabetes mellitus
EGF : epidermal growth factor FGF : fibroblast growth factor
FGFR : fibroblast growth factor receptor FIGR : rasio glukosa/insulin puasa FSH : Follicle stimulating hormone HDL : high density lipoproteins
HOMA-IR : homeostasis model assessment of insulin resistance IDL : intermediate density lipoproteins
IGF : insulin-like growth factor
IGFBP : insulin growth factor binding protein IGF1R : IGF-1 receptor
IGF2R : IGF-2 receptor
IR : insulin receptor
IRS : insulin receptor substrate LDL : low density lipoproteins
MAPK : mitogen-activated protein kinase MMPs : matrix metalloproteinases PCOS : polycystic ovary syndrome
PDK-1 : phospatidylinositol 3,4,5-phospate-dependent-kinase-1 PIP2 : phosphatidyliositol-(4,5)-biphosphat
PIP3 : phosphatidyliositol-(3,4,5)-triphosphat PI3K : phosphoinositide-3-kinase
TGF-β : transforming growth factor-β TNF : tumor necrosis factor
VLDL : very low density lipoproteins
Tabel 4.1. Distribusi subjek penelitian berdasarkan kelompok jenis kelamin ... 30
Tabel 4.2. Distribusi subjek penelitian berdasarkan kelompok umur ... 31
Tabel 4.3 Distribusi subjek penelitian berdasarkan suku ... 32
Tabel 4.4 Distribusi subjek penelitian berdasarkan riwayat keluarga pasien skin tag ... 33
Tabel 4.5 Distribusi subjek penelitian berdasarkan lokasi lesi ... 34
Tabel 4.6 Distribusi penderita skin tag berdasarkan jumlah lesi ... 35
Tabel 4.7 Distribusi subjek penelitian berdasarkan bentuk lesi ... 36
Tabel 4.8 Hasil kadar glukosa darah puasa pada subjek penelitian ... 37
Tabel 4.9 Hasil kadar insulin puasa pada subjek penelitian ... 38
Tabel 4.10 Distribusi subjek penelitian berdasarkan resistensi insulin ... 39
Tabel 4.11 Korelasi jumlah lesi skin tag dengan KGD, Insulin dan HOMA ... 39
Gambar 2.1 Gambar Skin tag 8
Gambar 2.2 Histopatologi SkinTag 9
Gambar 2.3 Pathway sinyal insulin 12
Gambar 2.4 Diagram kerangka teori penelitian 18
Gambar 2.5 Diagram kerangka konsep penelitian 19
Gambar 3.1 Diagram kerangka operasional penelitian 28
Halaman
Lampiran 1 : Naskah penjelasan kepada pasien/orangtua/keluarga pasien... 47
Lampiran 2 : Persetujuan ikut serta dalam penelitian... 50
Lampiran 3 : Status penelitian... 51
Lampiran 4 : Data hasil penelitian... 55
Lampiran 5 : Data statistik... 57
Lampiran 6 ; Ethical clearance... 60
Lampiran 7 ; Daftar riwayat hidup... 61
Cut Yunita, Sri Wahyuni Purnama, Remenda Siregar Departemen Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara
RSUP Haji Adam Malik Medan- Indonesia
ABSTRAK
Latar belakang : Skin tag dikenal juga sebagai acrochordons merupakan tumor kulit fibroepitelioma yang paling sering di dermis yang dijumpai lunak dan berwarna seperti kulit, bertangkai atau tonjolan. Ada beberapa faktor risiko yang menyebabkan terjadinya skin tag yaitu diabetes mellitus, obesitas, gesekan, akromegali, polip kolon, HPV 6/11. Resistensi insulin merupakan suatu keadaan berhubungan erat dengan skin tag.
Tujuan: Untuk mengetahui hubungan resistensi insulin dengan jumlah lesi skin tag.
Metode: Penelitian ini merupakan suatu studi analitik dengan rancangan potong lintang (cross sectional) yang melibatkan 33 pasien skin tag. Diagnosis skin tag ditegakkan berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan klinis. Pada pasien dilakukan pemeriksaan kadar glukosa darah puasa dan insulin puasa untuk mengetahui resistensi insulin. Untuk mengetahui hubungan antara jumlah lesi skin tag dengan resistensi insulin digunakan uji korelasi Spearman.
Hasil : Pada penelitian ini dijumpai hubungan yang signifikan (p= 0,031) antara jumlah lesi dengan HOMA-IR (resistensi insulin) yang mempunyai kekuatan korelasi sedang (r=0,38).
Kesimpulan : Resistensi insulin berhubungan secara signifikan dengan jumlah lesi dan mempunyai kekuatan korelasi sedang.
Kata kunci : skin tag ,resistensi insulin, Diabetes mellitus
Cut Yunita, Sri Wahyuni Purnama, Remenda Siregar Department of Dermatovenereology
Faculty of Medicine, Universitas Sumatera Utara Haji Adam Malik General Hospital Medan, Indonesia
ABSTRACT
Background: Skin tag known as fibroepitelioma skin tumor or acrochordons most common in the dermis, there is soft and skin-colored, stemmed or pedunculated.
There are several risk factors that cause skin tag like diabetes mellitus, obesity, friction, acromegaly, colon polyp, HPV 6/11. Insulin resistance has closed association with skin tag
Objective: To determine the associations of insulin resistance with the number of skin lesions tag.
Patients and Methods: This study is an analytic study with cross sectional design (cross-sectional) involving 33 patients with skin tag. Diagnosis of skin tag is made based on history and clinical examination. The fasting glucose and fasting insulin tests are done on the patients to measure levels of insulin resistance. To know associations insulin resistance with number of skin tag lesions used Spearman’s correlation .
Results: This study found a significant association (p= 0,031) between number of skin tag lesions with HOMA-IR (insulin resistance) and moderate correlation (r=0,38).
Conclusions: There is significant association between number of skin tag lesions and insulin resistance and moderate correlation
Keywords: skin tag, insulin resistance, diabetes mellitus
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Skin tag (ST) adalah tumor kulit jinak yang terdiri dari jaringan ikat longgar, biasanya berukuran kecil lunak, bertangkai berwarna seperti kulit sampai coklat gelap dan banyak dijumpai pada leher, aksila atau sela paha. Skin tag sering mengenai usia pertengahan dan lebih tua. 1-4 Dapat terlihat sebagai suatu lesi yang tunggal ataupun multipel, ukuran diameter mulai dari 2 mm sampai dengan 10 mm, dapat berkembang menjadi suatu lesi progresif. Skin tag dapat terjadi oleh karena adanya trauma, seperti adanya gesekan yang berulang-ulang antara kulit dengan pakaian ataupun perhiasan yang dipakai di daerah leher.4,5 Skin tag lebih sering terjadi setelah usia 40 tahun.6
Prevalensi skin tag pada populasi umum bervariasi seperti 46% di Jerman atau 0,7% di India.7 Sedangkan di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik, Medan, berdasarkan data rekam medis pasien selama periode Januari – Desember 2011 jumlah pasien skin tag ditemukan sebesar 118 pasien.
Berdasarkan gambaran klinis terdapat tiga tipe yaitu: papul kecil merupakan tipe yang paling banyak, tipe filiform, tipe bertangkai besar.8 Skin tag sering dijumpai pada individu dengan obesitas dan diabetes non insulin dependent, resistensi insulin merupakan keadaan abnormalitas yang mendasari kedua kondisi ini. Proliferasi fibroblast pada skin tag sebagai akibat hiperinsulinemia, melalui
aktivasi reseptor insulin-like growth factor (IGF-1) yang tampak pada permukaanya. Skin tag berhubungan erat dengan kadar insulin puasa.3
Beberapa kondisi kulit yang berhubungan dengan resistensi insulin termasuk pseudoacanthosis nigricans, hirsutisme, akne, hidradenitis supurativa, kulit berminyak, alopesia, papulosis pada jari dan skin tag.5 Tamega et al melaporkan terdapat hubungan antara jumlah lesi skin tag lebih dari lima dengan peningkatan indeks Homeostasis model assessment-insulin resistance (HOMA- IR).3 Noris menyatakan bahwa skin tag berhubungan erat dengan insulin puasa daripada glukosa puasa dan kadar sirkulasi insulin tinggi berdampak terhadap hubungan dengan pembentukan skin tag yang memungkinkan efek mediasi insulin pada proliferasi epidermis.7 Jowkar et al melaporkan kadar insulin pada pasien skin tag lebih besar daripada kontrol. Insulin merupakan hormon polipeptida yang di hasilkan oleh sel beta dari langerhans pankreas mengkontrol kadar glukosa dalam darah yang berperan dalam sistem metabolik. 9
Resistensi insulin adalah gangguan metabolik dimana kegagalan sel target untuk merespon kadar normal sirkulasi insulin sebagai hasil kompensasi hiperinsulinemia dalam usaha mendapatkan respon fisiologis.3 Resistensi insulin merupakan gambaran karakteristik dari kebanyakan pasien obesitas, polycystic ovarian syndrome dan gangguan toleransi glukosa, begitu juga dengan penyakit lain.6 Resistensi insulin meningkat selama pubertas dan berhubungan dengan akumulasi lemak. 3
Dari beberapa penelitian tersebut, telah ditemukan peran insulin dalam patogenesis skin tag. Di Indonesia hingga saat ini belum banyak terdapat bukti
yang dipublikasi dilakukannya penelitian yang menghubungkan resistensi insulin dan skin tag, sehingga peneliti berminat untuk melakukan penelitian menganalisis hubungan resistensi insulin pada pasien skin tag.
1.2 Rumusan Masalah
Bagaimana hubungan resistensi insulin dengan jumlah lesi skin tag ?
1.3 Hipotesis
Ada hubungan resistensi insulin dengan jumlah lesi skin tag.
1.4 Tujuan Penelitian
1.4.1. Tujuan umum :
Untuk mengetahui hubungan resistensi insulin dengan jumlah lesi skin tag.
1.4.2 Tujuan khusus :
1.4.2.1 Mengetahui karakteristik pasien skin tag yaitu jenis kelamin, umur, suku, riwayat keluarga skin tag.
1.4.2.2 Mengetahui gambaran klinis skin tag yaitu distribusi jumlah, lokasi dan bentuk lesi.
1.4.2.3 Mengetahui nilai HOMA-IR (Kadar glukosa darah puasa dan insulin puasa) sebagai parameter untuk menilai resistensi insulin pada pasien skin tag.
I.5 Manfaat Penelitian
1.5.1 Untuk bidang akademik/ilmiah:
Membuka wawasan mengenai mengenai peranan resistensi insulin dalam patofisiologi skin tag.
1.5.2 Untuk pelayanan masyarakat:
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan tentang pentingnya mengantisipasi risiko penyakit berupa diabetes melitus pada pasien skin tag, sehingga dapat dilakukan usaha pencegahan yaitu perubahan gaya hidup, seperti pengaturan diet dan latihan jasmani.
1.5.3 Untuk pengembangan penelitian:
Hasil penelitian ini dapat menjadi data bagi penelitian selanjutnya dalam hal evaluasi adanya resistensi insulin yang dapat menimbulkan sindrom metabolik seperti penyakit diabetes melitus pada pasien skin tag.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Skin tag
Skin tag dikenal juga sebagai acrochordons merupakan tumor kulit fibroepitelioma yang paling sering di dermis yang dijumpai lunak dan berwarna seperti kulit, bertangkai atau tonjolan pada fleksura pada orang tua dan umur pertengahan. Terdapat faktor keturunan dan sering timbul pada individu yang gemuk, terkadang tumpang tindih dengan akantosis nigrikan. Kebanyakan ukuran acrochordons bervariasi dari 2-5 mm, walaupun ukuran sampai 5 cm dapat dijumpai. Lokasi yang paling sering adalah colli, axilla, inguinal, femur, perineal dan inframamae, palpebrae dan lipatan intergluteal.5,10,11 Lesi cenderung tumbuh cepat dan tidak dapat involusi secara spontan.12
2.1.1 Epidemiologi
Berdasarkan statisitik tahun 2006 di Brazil menunjukkan 0,9 sampai 1,2 % dari seluruh diagnosis dermatologi yang ditegakkan skin tag. Lesi ini sering dijumpai pada populasi lebih dari 40 tahun usianya (46%), dan insidennya meningkat pada usia lebih tua mencapai 59% pada usia 70 tahun. Terdapat faktor komponen turunan, meskipun pemisahan pola genetik dan karakteristik etnik belum didefinisikan. Tidak ada perbedaan insiden antara laki-laki dan wanita. 5
2.1.2 Etiologi dan pathogenesis
Etiologi skin tag belum sepenuhnya diketahui, terdapat hubungan dengan diabetes mellitus (DM), obesitas, gesekan, akromegali, polip kolon dan human papilloma virus (HPV), peningkatan sel mast dan leptin.13 Erkek et al pada tahun 2011 menemukan kadar leptin berhubungan dengan jumlah dan durasi skin tag.
Penemuan ini menyinggung leptin resisten, sebagai mekanisme perkembangan skin tag.10 Skin tag atau polip fibroepitelioma diketahui berkembang di lokasi kulit yang terkena gesekan, menyebabkan gangguan kulit, yang dapat memungkinkan masuknya virus. Kehadiran DNA HPV dan mekanikal gesekan terlihat sebagai kofaktor signifikan dalam patogenesis skin tag.14 Diazani et al menemukan HPV 6/11 dengan persentase tinggi pada biopsi dari skin tag yang dianggap sebagai patogenesis skin tag, begitu juga dengan penelitian sallam et al pada tahun 2003 menemukan HPV 6 & 11 positif pada 78% pasien skin tag. Bagaimanapun proliferasi fibroblast dan hiperplasia epidermis merupakan abnormalitas patologik utama yang tampak pada skin tag. Sel mast dijumpai peningkatan pada pemeriksaan ST tanpa memperhatikan dijumpai diabetes mellitus atau obesitas dan mungkin menyebabkan ST melalui interaksi dengan fibroblast dan keratinosit.13-15
Iritasi berulang juga tampak sebagai faktor penyebab yang penting, khususnya pada orang gemuk. Ketidakseimbangan hormon dapat menyebabkan perkembangan achrocordons (seperti kadar estrogen dan progesteron yang tinggi selama hamil, kadar hormon pertumbuhan yang tinggi pada akromegali). Epidermal growth factor (EGF) dan Tumor growth factor (TGF) juga terlibat dalam
5
perkembangan tumor. Pendapat lain mengtakan bahwa insulin dapat memediasi penurunan dari IGFBP-3 insulin growth factor binding protein) yang merupakan ikatan untuk retinoid X reseptor alpha, dimana ini dapat mengurangi transkripsi dari gen proliferasi yang secara normal dapat mengaktivasi retinoid endogen. Perubahan endokrin ini dapat menyebabkan proliferasi selular dan pertumbuhan yang dapat bermanifestasi sebagai papiloma kutaneus ( skin tag) sebagai konsekuensi skin tag dapat dikatakan secara khusus berhubungan dengan sindroma X ( hipertensi, diabetes melitus tipe 2, dislipidemia, penyakit arteri koroner, obesitas dan toleransi glukosa abnormal ). 12
2.1.3 Gambaran klinis
Skin tag merupakan tumor jaringan ikat jinak pada dermis yang tampak lunak dan berwarna seperti kulit, pedunkulasi atau tonjolan, terkadang tangkai panjang, terutama pada leher, aksila dan fleksor. Ketika dalam jumlah banyak dapat dijumpai pada wajah, dada dan tubuh bagian belakang.10,16 Tumor biasanya asimtomatis dan tidak nyeri kecuali kalau inflamasi atau iritasi. Pasien mengeluh gatal atau merasa tidak nyaman ketika tersentuh perhiasan atau pakaian. Lesi bertangkai dapat terbelit, infark dan lepas secara spontan.17 Skin tag dapat terjadi dengan lesi tunggal atau multipel dan terutama terjadi pada daerah intertriginosa ( axilla, colli anterior, palpebra ) juga sering ditemukan pada tubuh, perut, punggung, paha. 18-20 Ada 3 tipe dari skin tag yang dapat dijumpai: Multipel, 1-2 mm merupakan papul yang berkerut dan terutama pada daerah leher dan ketiak.
berbagai tempat, sampai dengan 5 mm. Soliter, bertangkai atau pertumbuhan seperti “baglike” biasanya berdiameter sekitar 10 mm tetapi bisa lebih besar, lebih sering pada tubuh bagian bawah. 18
Dikutip dari kepustakaan no 11
2.1.4 Histopatologi
Pada gambaran histopatologi menunjukkan adanya gambaran papul berkerut yang memperlihatkan adanya gambaran papilomatosis, hiperkeratosis dan akantosis yang reguler. Epidermis menunjukkan bentuk filiform, gambaran pertumbuhan yang lunak menunjukkan adanya akantosis yang ringan sampai sedang dan kadang kadang dijumpai papilomatosis. Pada tangkai jaringan konektif terdiri dari jaringan kolagen longgar dan sering mengandung kapiler yang berdilatasi yang berisi eritrosit. Pada bentuk bertangkai yang lebih besar secara umum menunjukkan epidermis yang rata yang mendasari serabut kolagen longgar
Gambar 2.1 Skin tag
dan adanya sel yang matur pada bagian tengah. Pada beberapa keadaan dijumpai adanya sel lemak, mengindiksikan adanya pembentukan lipofibroma. Diagnosis skin tag ditegakkan terutama secara klinis, pemeriksaan hisopatologi hanya digunakan sebagai konfirmasi.20
Gambar 2.2 Histopatologi SkinTag : a. Skin tag yang berbatasan dengan kulit normal (H
& E,X100). b. Adanya hiperplasia epidermis dan inflamasi kronis pada dermis atas, c. Skin tag dengan adanya hiperplasia epidermis (IHC, X400). d. Skin tag dengan sejumlah sel
mast (IHC,X200). e. Pada kulit normal tampak sel mast di dermis atas (IHC,x400). f.
Dengan pembesaran lebih tinggi dari sel mast tampak granul sitoplasma (IHC,x1000).
Dikutip sesuai aslinya dari kepustakaan no 13
2.1.5 Diagnosis Banding
Beberapa diagnosis banding skin tag adalah neurofibromatosis, keratosis seboroika dan veruka.18 Neurofibromatosis adalah suatu tumor yang disebabkan
adanya pembentukan tumor yang bersifat jinak, multipel yang tumbuh pada saraf, merupakan suatu tumor dengan kelainan autosomal dominan yang mempunyai 2 tipe,yaitu neurofibromatosis tipe 1 dan tipe 2. Gambaran klinis dari neurofibromatosis yaitu adanya bercak pigmentasi pada kulit (cafe au lait spots). 21
Keratosis seboroika merupakan suatu lesi hiperkeratotik pada epidermis yang sering terlihat pada permukaan kulit, mempunyai banyak variasi bentuk yang berwarna coklat sampai hitam. Lesi mempunyai permukaan yang kasar, dengan diameter 2 mm - 3 cm dan dapat lebih besar, merupakan suatu makula hiperpigmentasi sampai bentuk plak, sering dijumapi pada tubuh tetapi juga pada wajah, ekstermitas dan skalp.21
Verucca merupakan suatu proliferasi jaringan kulit dan mukosa yang disebabkan oleh human papilloma virus (HPV), merupakan suatu lesi papul hiperkeratotik dengan permukaan yang kasar dan irreguler yang mempunyai diamter 1 mm sampai 1 cm dan dapat mengenai seluruh bagian tubuh tetapi lesi ini lebih sering mengenai tangan dan kaki.21
2.1.6 Pengobatan
Pengobatan untuk skin tag ini dapat dilakukan dengan berbagai cara, tumor dengan ukuran lebih kecil dengan memakai gunting (curved blade scissors) atau dengan menggunakan elektrokauterisasi pada dasar lesi. Lokal anestesi tidak dibutuhkan untuk lesi kecil yang di terapi dengan eksisi gunting. Krioterapi juga merupakan pengobatan yang efektif. 22 Cairan nitrogen ini merupakan alat semprot yang mudah digunakan dan dengan tehnik yang sama banyak digunakan untuk
penatalaksanaan lesi jinak, premaligna ataupun maligna. Dosis dari pemakaian krioterapi ini tergantung dari besarnya lesi, jenis kulit dan kedalaman lesi. 23
2.2 Insulin
Insulin adalah hormon polipeptida diproduksi oleh sel beta pulau langerhans pankreas dalam bentuk preproinsulin yang merupakan prekursor akhir dan gen untuk lokasi sama pada kromosom 11 yang berefek untuk insulin like growth factor-2 (IGF-2). Insulin berikatan dengan reseptor insulin terhadap reseptor autofosforilasi dan merekrut molekul adaptor seperti insulin receptor substrates (IRS 1-6) atau Shc yang merubah fosforilase dan menyajikan suatu ikatan untuk memulai aktivasi kaskade signal berbeda termasuk pathway mitogen- activated protein kinase (MAPK) dan phosphoinositide 3-kinase (PI3-K). Pathway ini tidak hanya meregulasi metabolisme glukosa, lipid dan protein tapi juga mengkontrol respon mitogenik melalui kontrol proliferasi, differensiasi dan apoptosis (gambar 1).9,24
Reseptor insulin merupakan heterotetramer berisi dua subunit α dan dua β yang berhubungan dengan ikatan disulfida menjadi komplek heterotetramerik α1 α2
dan β1β2.25
Reseptor insulin termasuk famili reseptor tirosin kinase, yaitu insulin like growth factor (IGF), epidermal growth factor (EGF), fibroblast growth factor (FGF), platelet-derived growth factor, colony-stimulating factor I dan beberapa reseptor sitokin. Konsentrasi insulin yang tinggi menyebabkan aktivasi langsung dan tidak langsung dari reseptor IGF-1 pada keratinosit dan fibroblast, menyebabkan proliferasi. Mediator lain dapat berkontribusi, termasuk selain
Gambar 2.3 Pathway sinyal insulin Gambar 2.3 dikutip dari kepustakaan no 9
Insulin mempunyai peran penting dalam homeostasis dan fisiologi dari kulit, walaupun fungsi tepat dari sinyal insulin masih kontroversi. Dalam kondisi sehat, insulin meregulasi keseimbangan antara proliferasi dan diferensiasi keratinosit untuk pembentukan struktur epidermis. Pada kondisi inflamasi kronis
(seperti akne atau psoriasis), kadar yang tinggi dari sitokin proinflammatori mengaktifkan p38MAPK, menginduksi IR oleh serin fosforilasi dari insulin receptor substrates (IRS), menyebabkan penghambatan diferensiasi dan pada saat yang sama meningkatkan proliferasi keratinosit basal. 9
2.3 Resistensi Insulin
Resistensi insulin adalah suatu kondisi dimana terjadi penurunan sensitivitas jaringan terhadap kerja insulin sehingga terjadi peningkatan sekresi insulin sebagai bentuk kompensasi sel beta pankreas. Resistensi terjadi beberapa dekade sebelum timbulnya penyakit diabetes mellitus dan kardiovaskular lainnya.26 Resistensi insulin telah dikemukakan sebagai penyebab utama pemisah pathway akhir untuk faktor lingkungan negatif, yang berinteraksi dengan genetik individu yang menyebabkan perubahan metabolik dan hemodinamik dan berhubungan dengan inflamasi. Perkembangan resistensi insulin menyebabkan sejumlah kelainan metabolik yang berhubungan dengan sindrom ini.25,27 Seorang dengan obesitas dapat tidak berkembang menjadi resistensi insulin, dan sebaliknya resistensi insulin dapat ditemukan pada individu tanpa obes (lean subjects ).
Interaksi faktor genetik dan lingkungan akan memodifikasi tampilan metabolik dari suatu resistensi insulin maupun obesitas.26 Terdapat tiga tipe resistensi insulin:
tipe A disebabkan oleh penurunan jumlah dan gangguan reseptor insulin, tipe B disebabkan oleh pembentukan antibodi melawan reseptor insulin, tipe C berhubungan dengan defek post reseptor. Pasien obesitas dan pasien dengan polycystic ovary syndrome (PCOS) mempunyai resistensi insulin tipe A.3
Terdapat dua hal penjelasan mengenai resistensi insulin, pertama perubahan pada IRS-1 yang disebabkan mutasi atau serine phosphorylation dari protein IRS yang dapat mengurangi kemampuan menarik PI 3-kinase dengan cara meminimalisasi aktivasinya. Sejumlah serine kinase yang meresidu phosphorylate serin dari IRS-1 dan melemahkan transduksi sinyal insulin telah diidentifikasi.
Disfungsi mitokondria diduga sebagai pemicu aktivasi beberapa serine kinase yang menyebabkan serine phosphorylation dari IRS-1. Protein IRS-1 adalah produk gen dari gen IRS-1. Pada manusia mutasi yang jarang dari protein berhubungan dengan resistensi insulin dan gangguan dari gen IRS-1 pada tikus menyebabkan resistensi insulin terutama di otot dan lemak. Kedua, mekanisme yang melibatkan peningkatan ekspresi p85α yang berperan penting dalam patogenesis resistensi insulin. Kombinasi antara ekspresi p85α dan peningkatan serine phosphorylation IRS-1 diperlukan untuk menimbulkan resistensi secara klinis.25
Pada otot skeletal resistensi insulin berakibat gangguan ambilan glukosa serta gangguan pembentukan glikogen. Resistensi insulin di hati mengakibatkan kegagalan insulin untuk menekan produksi glukosa di hati, sedangkan di jaringan lemak resistensi insulin akan menyebabkan meningkatnya lipolisis , Ambilan glukosa di jaringan lemak menurun sebaliknya terjadi peningkatan pelepasan gliserol dan asam lemak bebas. Hal ini ada kaitannya dengan timbunan lemak abdomen pada obesitas. Timbunan lemak abdomen akan memasuki aliran darah vena porta dalam jumlah besar membuat hati akan terpapar dengan jumlah besar asam lemak bebas mengakibatkan di hati terjadi peningkatan proses glukoneogenesis serta meningkatnya produksi VLDL. Peningkatan asam lemak
bebas juga mengganggu insulin di hati dan lebih memperhebat hiperinsulinemia dan berpengaruh terhadap mekanisme pensinyalan di otot skeletal serta menurunkan ambilan glukosa dan peningkatan asam lemak bebas di peredaran darah portal (menuju hati) akan meningkatkan produksi trigliserida , apoprotein B 100 dan VLDL dari hati.28-29 Lipid yang disintesis di hati dan usus harus ditransportasikan ke berbagai jaringan untuk menyelesaikan fungsi metabolik, oleh karena sifatnya yang tidak mudah larut, lipid diangkut di dalam plasma dalam bentuk makromolekul kompleks yang disebut lipoprotein. lipoprotein dikategorikan sebagai kilomikron, very low density lipoproteins (VLDL), intermediate density lipoproteins (IDL), low density lipoproteins (LDL), high density lipoproteins (HDL) dan lipoprotein A .30-31
Adanya peningkatan asam lemak juga berperan penting dalam patogenesis skin tag yang menyatakan bahwa peningkatan asam lemak yang tidak diesterifikasi yang disebabkan oleh karena adanya hiperinsulinemia akan menghasilkan ekspresi epidermal growth factor (EGF) dan berkontribusi terjadinya skin tag, selain itu peningkatan produksi EGF dan tumor necrosis factor (TNF) beta sebagai akibat keadaan hiperinsulinemia akan mengakibatkan keadaan yang sinergis yaitu meningkatkan insulin growth factor (IGF) 1 bebas dan penurunan IGFBP 3 sebagai efek mitogenik pada keratinosit.32
2.4 Hubungan resistensi insulin dengan skin tag
Skin tag multipel sering dijumpai pada obesitas dan individu non-insulin- dependent diabetic dimana resistensi insulin sebagai hal yang mendasari kedua
melalui aktivasi reseptor insulin –like growth factor (IGF-1) pada permukaanya.
Skin tag berhubungan erat dengan kadar insulin puasa. Pada beberapa tahun terakhir ini beberapa penelitian mencoba menunjukkan hubungan antara skin tag dan resistensi insulin, kadar serumnya dan kadar IGF -1. Rasi et al menunjukkan bahwa pasien dengan jumlah lesi skin tag lebih dari 30 berisiko lebih tinggi menderita diabetes (52%).33 Tamega et al mengidentifikasi hubungan tidak tergantung antara dijumpai lesi skin tag lebih dari lima dan peningkatan 1,4 Unit pada indeks HOMA-IR.3
2.5 Metode pengukuran resistensi insulin
Terdapat beberapa penilaian dan diagnosis resistensi insulin. Homeostasis model assesment-insulin resistance (HOMA-IR) merupakan penilaian secara matematik untuk memprediksi resistensi insulin dengan rasio glukosa/insulin puasa (FIGR). .Homa ditemukan oleh Matthew pada tahun 1985 merupakan metode yang digunakan untuk menilai resistensi insulin dan fungsi sel beta dari konsentrasi glukosa puasa dan insulin. Tingkat resistensi insulin sebanding dengan besarnya indeks HOMA-IR.3,34
Pemakaian obat-obatan, penyakit kronis, latihan fisik, diet dan status nutrisi merupakan faktor yang mempengaruhi penentuan resistensi insulin berdasarkan indeks HOMA. 5
2.6 Kerangka Teori
Gambar 2.4 Diagram kerangka teori penelitian
Hiperinsulinemia
Gangguan
metabolisme glukosa
Skin tag
Resistensi insulin
Diabetes Mellitus
Obesitas
Gesekan
Akromegali Polip kolon HPV 6/11
↑Sel Mast
↑Leptin Faktor Risiko
↑Kadar insulin serum
↑ IGF-1
Proliferasi fibroblast
Kehamilan
2.5 Kerangka Konsep
Gambar 2.5 Diagram kerangka konsep penelitian
Resistensi Insulin (HOMA-IR)
Jumlah lesi skin tag
BAB 3
METODE PENELITIAN
3.1 Desain penelitian
Penelitian dilakukan dengan rancangan penelitian potong lintang (cross sectional study) yang bersifat analitik.
3.2 Waktu dan tempat penelitian 3.2.1 Waktu penelitian
Penelitian dilakukan mulai bulan Februari 2016 sampai April 2016,
3.2.2 Tempat penelitian
1. Penelitian dilakukan di Divisi Tumor dan Bedah Kulit SMF Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin RSUP. H. Adam Malik Medan.
2. Pengambilan sampel darah dan pemeriksaan kadar insulin puasa dan kadar glukosa darah puasa dilakukan di Laboratorium klinik Prodia.
3.3 Populasi dan Sampel Penelitian 3.3.1 Populasi target
Semua pasien skin tag yang berobat ke Divisi Tumor dan Bedah Kulit SMF Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin di RSUP.H.Adam Malik Medan.
3.3.2 Populasi terjangkau
Pasien-pasien yang menderita skin tag yang berobat ke Divisi Tumor dan Bedah Kulit SMF Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin RSUP. H. Adam Malik Medan mulai bulan Februari sampai April 2016.
3.3.3 Sampel
Sampel penelitian terdiri dari bagian dari populasi terjangkau yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi.
3.3 Besar Sampel
Untuk menghitung besar sampel maka digunakan rumus berikut:
Rumus : n = Zα + Zβ 2
+ 3 0,5ln (1+r)//(1-r)
Kesalahan tipe I = 5 %, hipotesis dua arah, Zα = 1,96 Kesalahan tipe II = 20 %, maka Zβ = 0,842
r = koefisien hubungan = 0,47 (dikutip dari kepustakaan No.1) Maka : n = 1,96 + 0,842 2 + 3
0,5 ln [(1 +0,47) / (1 - 0,47]
= 33 orang
3.5 Cara Pengambilan Sampel Penelitian
Cara pengambilan sampel dilakukan dengan metode consecutive sampling
3.6 Identifikasi Variabel
Variabel bebas : Resistensi insulin Variabel terikat : Skin tag (jumlah lesi) 3.7 Kriteria Inklusi dan Kriteria Eksklusi
3.7.1 Kriteria Inklusi
1. Pasien sskin tag yang didiagnosis melalui anamnesis dan pemeriksaan klinis
2. Berusia 20-60 tahun
3. Bersedia ikut serta dalam penelitian dengan menandatangani informed consent
3.7.2 Kriteria Eksklusi
1. Pasien skin tag yang sedang hamil dan menyusui
2. Pasien yang sedang mengkonsumsi obat-obatan yang mempengaruhi resistensi insulin seperti: kortikosteroid, diuretik, penghambat beta dan adrenergik agonis, latihan fisik dan diet tinggi karbohidrat berdasarkan anamnesis
3.8 Alat dan Cara Penelitian
3.8.1 Alat Penelitian
1. Satu pasang sarung tangan
2. Satu buah alat ikat pembendungan (torniquet).
3. Satu buah spuit disposable 10 cc.
4. Dua buah vacutainer (tabung pengumpul darah steril) 5 cc.
5. Satu buah plester luka.
6. Kapas.
7. Alkohol 70%.
8. Povidon iodine.
3.8.2 Cara Kerja
3.8.2.1 Pencatatan data dasar
1. Pencatatan data dasar dilakukan oleh peneliti di Poliklinik Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin RSUP H. Adam Malik Medan.
2. Pencatatan data dasar meliputi identitas penderita, anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan dermatologis, sesuai formulir catatan medis terlampir.
3. Diagnosis klinis ditegakkan oleh peneliti bersama dengan pembimbing di Poliklinik Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin RSUP H. Adam Malik Medan.
3.8.2.2.Cara pengambilan darah : Pengambilan sampel darah
1. Pengambilan sampel darah dilakukan pada pagi hari antara pukul 08.00-09.00 WIB, setelah pasien sebelumnya berpuasa selama 10-12 jam, dan dilakukan di Laboratorium Klinik Prodia Jl. S. Parman No. 17/223 G Medan
2. Dengan menggunakan sarung tangan, memastikan lokasi penusukan, yaitu daerah vena mediana cubiti pada lipat siku.
3. Torniquet dipasang pada lengan atas dan pasien diminta untuk mengepal telapak tangan hingga vena jelas terlihat.
4. Lokasi penusukan didesinfeksi dengan kapas alkohol 70%
secara sentrifugal. Spuit disiapkan dengan memeriksa jarum dan penutupnya. Setelah itu vena mediana cubiti ditusuk dengan posisi sudut 45 derajat dengan jarum menghadap keatas, darah dibiarkan mengalir kedalam jarum.
5. Pasien diminta untuk membuka kepalan tangannya agar aliran darah bebas, dan darah diambil hingga volume yang dibutuhkan.
6. Torniquet dilepas, lalu jarum ditarik dengan tetap menekan lubang penusukan dengan kapas alkohol. Tempat bekas tusukan ditekan dengan kapas alkohol sampai tidak keluar darah lagi, setelah itu ditutup dengan plester.
7. Sampel darah kemudian dimasukkan ke dalam dua tabung vacutainer 5 cc untuk pemeriksaan KGD puasa dan kadar insulin puasa.
8. Selanjutnya sampel darah disimpan dalam freezer suhu - 200C, yang akan stabil selama 3 bulan sebelum pemeriksaan.
Hindari kontaminasi dan pajanan langsung sinar matahari.
9. Pemeriksaan KGD puasa juga dilakukan di Laboratorium Klinik Prodia Jl. S. Parman No. 17/223 G Medan, menggunakan alat Architect ci8200 Integrated System.
10. Sampel untuk pemeriksaan kadar insulin puasa selanjutnya dikirim ke Laboratorium Klinik Prodia Pusat di Jakarta.
Proses pemeriksaan kadar insulin puasa dilakukan dengan metode chemiluminescent immunometric assay, dengan menggunakan alat Advia Centaur XP Immunoassay dengan kit insert menggunakan Immulite® 2000 Insulin. Hasil analisisnya dapat diperoleh dalam waktu lebih kurang 1 jam.
3.9 Definisi Operasional 3.9.1 Umur
Definisi : Lama hidup pasien dihitung berdasarkan tanggal lahir, bulan dan tahun sesuai dengan rekam medis, apabila lebih dari 6 bulan dilakukan pembulatan ke atas dan apabila lebih kecil dari 6 bulan dilakukan pembulatan ke bawah.
Alat ukur: data rekam medik
Hasil ukur: pengelompokan umur menjadi jumlah tahun Skala ukur : Skala rasio
3.9.2 Riwayat keluarga skin tag
Diketahui berdasarkan anamnesis dari subyek penelitian mengenai anggota keluarga (ayah, ibu, saudara kandung) yang juga menderita skin tag
3.9.3 Jumlah lesi Skin tag
Jumlah lesi skin tag berupa papul filiform warna kulit, lunak, bertangkai, berwarna seperti warna kulit ataupun hiperpigmentasi yang ditegakkan berdasarkan anamnesis dan gambaran klinis. Alat ukur: Pemeriksaan fisik dan dermatologis Hasil ukur: Jumlah total lesi skin tag pada tubuh Skala ukur: Skala rasio
3.9.4 Resistensi insulin (HOMA-IR)
Suatu keadaan terjadinya gangguan respon metabolik terhadap kerja insulin, akibatnya untuk kadar glukosa plasma tertentu dibutuhkan kadar insulin lebih banyak dari normal untuk mempertahankan keadaan normoglikemi. Metode pengukuran resistensi insulin yang dipakai pada penelitian ini adalah HOMA-IR.
Alat ukur: Nilai HOMA-IR : parameter yang dipakai untuk
Hasil ukur: dikatakan resistensi insulin bila nilai HOMA-IR ≥ 2,6 Skala ukur: Skala rasio
HOMA-IR = insulin puasa ( μU/ml) x kadar gula darah puasa (mmol/L) 22,5
3.10 Kerangka operasional
Pasien skin tag yang berobat ke poliklinik Bedah Kulit SMF I. Kes. Kulit dan Kelamin RSUP. H. Adam Malik Medan
Memenuhi kriteria inklusi & eksklusi
Sampel
Pengukuran kadar gula darah puasa
Pengukuran kadar insulin puasa
Penilaian HOMA-IR untuk menentukan resistensi insulin
Pencatatan data dan tabulasi dalam tabel distribusi frekuensi
Analisis statistik Penghitungan jumlah lesi
3.11 Pengolahan dan analisis data
1. Data-data yang terkumpul kemudian diolah menggunakan program komputer dan selanjutnya disajikan dalam bentuk tabel distribusi.
2. Untuk menilai hubungan antara dua variabel yaitu kadar insulin resistensi dan jumlah lesi digunakan uji korelasi. Apabila data mempunyai distribusi normal maka digunakan uji korelasi parametrik Pearson, sedangkan apabila data tidak terdistribusi secara normal digunakan uji korelasi non parametrik Spearman.
3.12 Ethical Clearance
Penelitian ini sudah memperoleh surat persetujuan dari Komisi Etik Penelitian Bidang Kesehatan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara dengan nomor: 146/KOMET/ FK USU/2016 dan surat izin penelitian dari instalasi Penelitian dan Pengembangan RSUP. H. Adam Malik Medan dengan nomor LB.02.03.II.4.382
BAB 4
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Pada penelitian ini dilakukan pengukuran resistensi insulin terhadap 33 pasien skin tag yang didiagnosis melalui pemeriksaan klinis dari mulai Februari 2016 sampai April 2016.
4.1 Karakteristik Subjek Penelitian
Karakteristik subjek pada penelitian ini ditampilkan berdasarkan kelompok jenis kelamin, usia,suku,riwayat keluarga,lokasi lesi,jumlah lesi,bentuk lesi.
4.1.1. Karakteristik Pasien Skin tag Berdasarkan Kelompok Jenis Kelamin
Tabel 4.1. Distribusi subjek penelitian berdasarkan kelompok jenis kelamin.
Jenis kelamin Jumlah (n) % Laki-laki 9 27.3 Perempuan 24 72,7 Total 33 100
Dari tabel 4.1, tampak bahwa sampel berjenis kelamin perempuan lebih banyak dibandingkan laki-laki yaitu 24 orang (72,7%).Hal ini sesuai dengan penelitian Gautama et al pada tahun 2014 di RSUP Sanglah Denpasar dimana didapatkan pasien dengan jenis kelamin laki-laki 22 orang (40%) dan perempuan 33 orang (60%).35
Pada penelitian Rasi et al di Iran pada tahun 2013 dijumpai pasien skin tag pada laki-laki 63 orang (41,5%) dan perempuan 89 orang (58,5%).36 Penelitian Maluki et al pada tahun 2015 dilaporkan pasien laki-laki 13 orang (31,3%) dann perempuan 38 orang (68,63%).37
4.1.2. Karakteristik Pasien Skin tag Berdasarkan Kelompok Umur
Tabel 4.2. Distribusi subjek penelitian berdasarkan kelompok umur
Umur Jumlah (n) % 20-30 8 15,2 31-40 6 16,2 41-50 13 39,4 51-60 9 27.3 Total 33 100
Berdasarkan tabel diatas menunjukkan bahwa sebagian besar penderita skin tag dengan kelompok umur 41 - 50 tahun (39,4%) di ikuti dnegan kelompok umur 51 - 60 tahun (27,3%) dan kelompok umur 31 – 40 tahun (18,2%) dan persentase terkecil dijumpai pada kelompok umur 20- 30 tahun (15,1%). Hal ini menunjukkan bahwa penderita skin tag lebih banyak terjadi pada usia dewasa.
Berdasarkan statisitik tahun 2006 di Brazil menunjukkan 0,9 sampai 1,2 % dari seluruh diagnosis dermatologi yang ditegakkan skin tag. Lesi ini sering
dijumpai pada populasi lebih dari 40 tahun usianya (46%), dan insidennya meningkat pada usia lebih tua mencapai 59% pada usia 70 tahun. 5
Pada penelitian El Safoury et al menunjukkan peningkatan jumlah skin tag dengan usia dan mencapai nilai puncak (antara usia 51 dan 60 tahun pada kelompok diabetes dan tidak obesitas dan antara 41 dan 50 tahun pada kelompok nondiabetes).38 Thappa melaporkan 35 subyek skin tag dimana dijumpai risiko mendapatkan skin tag berhubungan dengan bertambahnya usia.39
4.1.3. Karakteristik Pasien Skin tag Berdasarkan Suku Tabel 4.3 Distribusi subjek penelitian berdasarkan suku Suku Jumlah (n) % Aceh 1 3,0 Batak 11 33,0 Jawa 19 57,6 Minang 2 6,1 Total 33 100
Berdasarkan suku yaitu suku terbanyak Jawa (57,6%), suku Batak (33,0%), suku Minang (6,1%) dan terendah suku Aceh (6,1%). Keadaan ini dapat dipengaruhi oleh pola makan. Berdasarkan penelitian Nurhayati et al pada tahun 1996 pusat standardisasi dan penelitian keselamatan radiasi-BATAN menunjukkan pola konsumsi sumber makanan utama di beberapa propinsi Jawa, umumnya karbohidrat adalah sumber makanan yang paling banyak dikonsumsi dibanding
sumber utama lainnya baik oleh laki-laki maupun perempuan yaitu sebesar 55,54%.40
4.1.4. Karakteristik Pasien Skin tag Berdasarkan Riwayat Keluarga Tabel 4.4 Distribusi subjek penelitian berdasarkan riwayat keluarga skin tag
Berdasarkan riwayat keluarga menderita skin tag yaitu tidak menderita (39,4%), ibu (33,3%), bapak (12,1%), dan nenek, kakak, ibu dan bapak, ibu dan nenek,bapak dan kakak masing-masing (3,0%).
Menurut Banik dan Lubach pada tahun 1987 dikatakan dijumpai 46% skin tag bawaan pada 750 orang tanpa diseleksi (25% laki-laki dan 21% perempuan).41 Berdasarkan penelitian Erkek et al pada tahun 2011 dijumpai 38 (65,5%) pasien skin tag dari 58 pasien mempunyai riwayat keluarga pasien skin tag.10 Pada Riwayat Keluarga skin tag Jumlah (n) %
Ibu 11 33,3 Bapak 4 12,1 Nenek 1 3,0 Saudara kandung 1 3,0 Ibu dan Bapak 1 3,0 Ibu dan Nenek 1 3,0 Bapak dan saudara kandung 1 3,0 Riwayat (-) 13 39,4 Total 33 100
penelitian El Safaoury pada tahun 2011 di Kairo menemukan tidak ada perbedaan yang signifikan antara penderita skin tag yang mempunyai riwayat keluarga dengan yang tidak mempunyai riwayat keluarga yang menderita skin tag.31
4.1.5. Karakteristik Pasien Skin tag Berdasarkan Lokasi Lesi Tabel 4.5 Distribusi subjek penelitian berdasarkan lokasi lesi
Lokasi lesi Jumlah (n) % Regio Abdomen 1 3,0 Regio Auricula 1 3,0 Regio Axilla 2 6,1 Regio Colli 19 57,6 Regio Colli, axilla 4 12,1
Regio Colli, axilla,abdomen 1 3,0 Regio Colli,axilla,fossa cubiti 1 3,0
Regio Inguinal 1 3,0 Regio Inframammae 1 3,0 Regio lumbalis 2 6,1 Total 33 100
Berdasarkan lokasi penyakit yaitu yang terbanyak pada regio colli (57,6
%), diikuti dengan regio colli, axilla (2,1%), regio axilla (6,1%) sedangkan terendah dijumpai pada regio abdomen, region auricular, region
colli,axilla,abdomen, regio colli,axilla,fossa cubiti, regio gluteal, regio inframamae masing-masing (3,0%), serta regio lumbalis (6,1%).
Lokasi yang paling sering adalah colli, axilla, inguinal, femur, perineal dan inframamae, palpebrae dan lipatan intergluteal.5,10,11 Berdasarkan penelitian Hassan AM et al pada tahun 2013 dari 25 pasien, lesi skin tag 96% pada daerah colli, 44% pada axilla, 12% pada daerah thoraks, 8% pada daerah palpebrae, 4 % pada daerah inframmae dan femur.12 Penelitian Demir S et al, dari 120 pasien, lesi skin tag 89% pada daerah colli, 28% pada daerah axilla, 22% pada daerah vertebralis, 20% pada daerah lain.19 penelitian Galadari dan Rajab daerah yang paling sering terjadi skin tag adalah regio colli dan area fleksural lainnya.42 Penelitian Tamega et al lesi skin tag di leher 85,7%, pada axilla 62,2% dan 28,6%
di lokasi lainnya dan di lokasi lainnya.5
4.1.6. Karakteristik Pasien Skin tag Berdasarkan Jumlah Lesi Tabel 4.6 Distribusi subjek penelitian berdasarkan jumlah lesi
Jumlah lesi Jumlah (n) %
1-5 25 75,8
6-10 3 9,1
>10 5 15,2
Total 33 100
Berdasarkan jumlah lesi yaitu jumlah lesi terbanyak 1-5 (75,8%), jumlah lesi lebih dari 10 (15,2%) dan terendah 6-10 (9,1%).
Penelitian Demir S et al pada tahun 2002, dari 120 pasien, jumlah lesi skin tag <3 sebanyak 41%, 4-6 sebanyak 20%, 7-9 sebanyak 13% dan jumlah lesi >10 sebanyak 26%.19 Margolis et al melaporkan pertama kali bahwa pasien laki-laki diprediksikan akan menderita diabetes jika lesi skin tag multipel, besar, hiperpigmentasi dan bilateral.43
4.1.7. Karakteristik Pasien Skin tag Berdasarkan Bentuk Lesi Tabel 4.7 Distribusi subjek penelitian berdasarkan bentuk lesi
Bentuk lesi Jumlah (n) %
Filiform 3 9,1 Filiform, pedunkulasi 3 9,1
Papul 8 24,2 Papul, filiform 8 24,2 Papul, filiform,pedunkulasi 4 12,1 Pedunkulasi 7 21,2 Total 33 100
Berdasarkan bentuk lesi terbanyak yaitu papul dan papul,filiform (24,2%) diikuti bentuk pedunkulasi (21,2%), serta bentuk papul,filiform,pedunkulasi (12,1%) dan bentuk filiform serta filiform, pedunkulasi masing-masing (9,1%).
4.2.Hasil Kadar Glukosa Darah Puasa pada Subjek Penelitian
Tabel 4.8 Hasil kadar glukosa darah puasa pada subjek penelitian
Kadar Glukosa Darah Puasa Jumlah (n) % Rendah 0 0 Normal 25 75,5 Tinggi 8 24,2 Total 33 100
Tabel di atas menunjukkan bahwa umumnya pasien skin tag mempunyai kadar glukosa darah puasa dalam batas normal (75,5%).
Berdasarkan penelitian Hegazy et al pada tahun 2013 dijumpai 90% pasien skin tag yang ikut dalam penelitian ditemukan kadar glukosa darah dan HBA1c yang normal.44 Sedangkan berdasarkan penelitian Salem et al pada tahun 2013 juga dikatakan tidak dijumpai peningkatan post-prandial glukosa darah, kadar glukosa darah puasa, IMT serta kolesterol darah dengan banyaknya jumlah skin tag.13 Hasil penelitian Tosson et al pada tahun 2013 menunjukkan bahwa kadar glukosa darah puasa dan HbA1C signifikan meningkat pada pasien skin tag dibandingkan kontrol.45
Menurut Rasi et al pada tahun 2007 ada korelasi yang positif antara skin tag dengan kadar glukosa darah puasa.33 Pada penelitian Wali et al dijumpai kadar glukosa darah dan HbA1c lebih tinggi pada pasien skin tag dan secara statistik
signifikan.46 Pada penelitian Shenoy et al dijumpai kadar glukosa darah puasa pada pasien skin tag lebih tinggi daripada kontrol namun tidak signifikan secara statistik.47
4.3. Hasil Kadar Insulin Puasa pada Subjek Penelitian
Tabel 4.9 Hasil kadar insulin puasa pada subjek penelitian
Kadar Insulin Puasa Jumlah (n) % Rendah 4 12,1 Normal 23 69,7 Tinggi 6 18,2 Total 33 100
Berdasarkan tabel diatas umumnya kadar insulin puasa subjek penelitian normal yaitu sebanyak 69,7 %.
Pada penelitian Norris et al melaporkan skin tag berhubungan kuat dengan insulin puasa daripada glukosa darah puasa dan peningkatan sirkulasi kadar insulin berhubungan dengan terjadinya skin tag dan menyebabkan efek pada proliferasi epidermis.48
4.4. Hasil Resistensi Insulin pada Subjek Penelitian Tabel 4.10 Hasil kadar insulin puasa pada subjek penelitian
Tabel di atas menunjukkan bahwa rsistensi insulin pada pasien skin tag sebanyak (45,5%). Pada penelitian Rezzonico et al pada tahun 2009 melaporkan resistensi insulin sebanyak 82% pada pasien skin tag.6
4.5. Hubungan antara jumlah lesi dengan KGD, Insulin dan HOMA-IR Tabel 4.11 Hubungan jumlah lesi skin tag dengan KGD, Insulin dan HOMA-IR Variabel r p
KGD 0,465 0,006 Insulin 0,209 0,268 HOMA-IR 0,376 0,031
Hasil analisis hubungan dengan uji Spearman karena data tidak berdistribusi normal, didapatkan adanya hubungan yang signifikan (P=0,006) antara jumlah lesi dengan kadar glukosa darah dengan kekuatan hubungan (r) positif sebesar 0,46 yang menunjukkan hubungan tingkat sedang, dan juga adanya Resistensi Insulin (HOMA-IR) Jumlah (n) % %
45,5
≥2,6 15 45,5
< 2,6 18 54,5 Total 33 100
korelasi yang signifikan antara jumlah lesi dengan skor HOMA yang mempunyai kekuatan hubungan (r) positif sebesar 0,38 yang menunjukkan hubungan tingkat sedang namun tidak ada hubungan yang signifikan antara jumlah lesi dengan kadar insulin (P= 0,268). Hal ini menunjukkan bahwa jumlah lesi berkaitan erat dengan peningkatan kadar glukosa darah dan resistensi insulin. Maka hipotesis penelitian yang menyatakan semakin tinggi nilai resistensi insulin semakin banyak jumlah lesi skin tag dapat diterima.
Berdasarka penelitian Shaheen et al dijumpai nilai HOMA-IR signifikan lebih tinggi pada pasien skin tag daripada kontrol.49 Dari literatur disebutkan bahwa etiologi skin tag belum sepenuhnya diketahui, namun terdapat hubungan dengan diabetes mellitus (DM), obesitas, gesekan, akromegali, polip kolon dan human papilloma virus (HPV), peningkatan sel mast dan leptin.13 Berdasarkan penelitian Senel et al menemukan bahwa skin tag merupakan penyakit kulit yang mendasari gangguan metabolism karbohidrat.50 Perkembangan resistensi insulin menyebabkan sejumlah kelainan metabolik yang berhubungan dengan sindrom ini.25,27 Adanya peningkatan asam lemak juga berperan penting dalam patogenesis skin tag yang menyatakan bahwa peningkatan asam lemak yang tidak diesterifikasi yang disebabkan oleh karena adanya hiperinsulinemia akan menghasilkan ekspresi epidermal growth factor (EGF) dan berkontribusi terjadinya skin tag, selain itu peningkatan produksi EGF dan tumor necrosis factor (TNF) beta sebagai akibat keadaan hiperinsulinemia akan mengakibatkan keadaan yang sinergis yaitu
meningkatkan insulin growth factor (IGF) 1 bebas dan penurunan IGFBP 3 sebagai efek mitogenik pada keratinosit.32
Proliferasi fibroblast terjadi pada skin tag akibat hiperinsulinemia melalui aktivasi reseptor insulin –like growth factor (IGF-1) pada permukaanya. Skin tag berhubungan erat dengan kadar insulin puasa. Pada beberapa tahun terakhir ini beberapa penelitian mencoba menunjukkan hubungan antara skin tag dan resistensi insulin, kadar serumnya dan kadar IGF -1. Rasi et al menunjukkan bahwa pasien dengan jumlah lesi skin tag lebih dari 30 berisiko lebih tinggi menderita diabetes (52%).33