29 BAB III METODOLOGI
3.1. Metodologi Pengumpulan Data
Penulis menggunakan metode kualitatif dan kuantitatif pada metode pengumpulan data media informasi. Menurut Effendi dan Tukiran (2012) metode kuantitatif merupakan metode penelitian yang digunakan untuk menganalisis suatu fenomena yang terjadi secara jelas dan terstruktur. Metode kuantitatif digunakan untuk meneliti dengan jumlah khalayak yang besar, seperti penyebaran kuesioner. Oleh karena itu, penulis melakukan penyebaran kuesioner kepada 100 orang di Jabodetabek. Sedangkan metode kualitatif merupakan metode penelitian yang diterapkan untuk menganalisis suatu fenomena perbuatan manusia. Metode kualitatif dilakukan dengan cara pengumpulan dokumen, tulisan, dan wawancara (hlm. 9). Maka penulis melakukan wawancara dengan seorang barista professional yang meraih , memiliki beberapa kedai kopi dan juga merupakan seorang consultant dari usaha kedai kopi.
Dua metode ini dilakukan oleh penulis karena dengan teknik pengumpulan data kualitatif berupa wawancara untuk mendapatkan dan merumuskan hipotesis.
Sedangkan teknik pengumpulan data kuantitatif dengan penyebaran kuesioner dilakukan penulis untuk menguji hipotesis.
30 3.1.1. Wawancara
Penulis melakukan wawancara kepada Viki Rahardja melalu chat whatsapp.
Wawancara dilakukan pada hari Selasa, 31 Maret 2020. Dalam wawancara yang dilakukan oleh penulis ini, Viki menjelaskan bahwa situasi jumlah kedai kopi yang menjamur dan alasan masyarakat masih lebih memilih untuk mengkonsumsi kopi dirumah dibandingkan di kedai kopi.
3.1.1.1 Wawancara Barista Profesional, Owner Kedai Kopi & Konsultan Kedai Kopi
Wawancara dilakukan dengan Viki Rahardja yang merupakan seorang Barista profesional, pemilik kedai kopi dan konsultan kedai kopi, yang dilakukan melalui chat Whatsapp, untuk memperoleh data mengenai kedai kopi.
Wawancara ini dilaksanakan di Jakarta, pada hari Selasa, 31 Maret 2020 pukul dua siang.
Menurut Viki, jumlah kedai kopi di Indonesia terutama di daerah Jabodetabek sudah bukan mulai menjamur melainkan sangat menjamur, hal ini dimulai kira-kira dua tahun lalu ketika munculnya tren es kopi susu dan dipengaruhi oleh desain dan konsep specialty coffee yang berasal dari Melbourne, Australia. Kemudian dilanjutkan dengan model kedai kopi minimalis yang hanya menyajikan menu-menu sederhana berupa es kopi susu, sehingga lebih kecil, lebih unik dan semakin mudah di franchise pada dua tahun terakhir.
31 Viki merasa senang terhadap perkembangan kedai kopi ini karena akses yang dilalui untuk memperoleh segelas kopi menjadi sangat mudah. Akibat dari menjamurnya kedai kopi ini, setiap jarak 1 km kita dapat menemukan kedai kopi. Hal ini juga menandakan meningkatnya perkembangan kopi Indonesia yang sangat pesat. Namun dengan kedai kopi yang semakin banyak, hal ini tidak menutup kemungkinan semakin banyaknya kedai kopi yang tutup akibat persaingan yang ikut meningkat. Viki juga menambahkan dengan jumlah kedai kopi yang banyak, masih banyak orang juga yang tidak mau atau masih ragu untuk pergi ke kedai kopi dan lebih memilih untuk mengkonsumsi kopi dirumah. Hal ini disebabkan karena pertama mereka takut dengan harga kopi di kedai kopi yang cenderung lebih mahal dibandingkan dengan kopi yang di beli di rumah, dan mereka ragu dengan tempat atau suasana karena harus sesuai dengan kriteria yang mereka butuhkan seperti contohnya tempat keluarga, tempat nongkrong bersama teman-teman, tempat kerja, dan lain-lain.
Peran seorang marketing dan promosi sangat dibutuhkan untuk mengatasi masalah tersebut.
Viki mengatakan bahwa terdapat pembahian kategori dan klasifikasi dalam kedai kopi, untuk kategori dibagi berdasarkan specialty coffee yang fokus menyajikan kopi dengan kualitas beans, alat, dan tempat dengan grade tinggi, coffee to go yang menjual kopi melalui online dan take away, dan coffee corner yang dapat kita temukan di barber shop, tempat cuci mobil atau bahkan di pet shop. Klasifikasi dapat kita bedakan melalui harga yang diberikan yaitu low, middle, dan high.
32 Viki juga menambahkan bahwa di kedai kopi kita dapat memperoleh banyak kelebihan dibandingkan hanya mengopi di rumah karena fasilitas yang disediakan sangat banyak, antara lain wifi, variasi menu, mesin kopi, rasa, kualitas, suasana, AC yang dingin, tempat duduk yang nyaman, bahkan tempat parkir yang mudah di akses. Viki menjelaskan bahwa perlu adanya materi dalam media informasi kedai kopi karena kebanyakan orang bingung terhadap menu yang disajikan, padahal dasar dari sebuah menu kopi semua sama hanya saja beberapa kedai kopi mau memiliki keunikan pada kedai kopinya sehingga mengganti nama menunya, contohnya “caramel macchiato” di Starbucks dapat kita beli dengan nama menu “caramel frappe” di kedai kopi lain. Viki juga merekomendasikan beberapa kedai kopi yang berkualitas bagus dengan harga yang baik juga, antara lain Tantular Café, Coveelo, Cerita Cinta, Kodein, Smith, Tanamera, Say Something, Goni dan yang sedang hits di M- Bloc.
Gambar 3.1. Wawancara dengan Viki Rahardja
33 3.1.1.2 Kesimpulan
Dengan hasil wawancara yang dilakukan penulis, penulis menyimpulkan bahwa audiens masih membutuhkan edukasi mengenai kedai kopi karena banyak yang kurang mengerti terhadap kedai kopi. Dapat ditarik kesimpulan bahwa penulis harus menyampaikan edukasi kepada audiens agar mengetahui kedai kopi secara tepat agar nilai dan keunikan pada suatu kedai kopi dapat dikenal oleh masyarakat.
3.1.2 Kuesioner
Kuesioner dilakukan untuk mendapatkan data mengenai audiens yang suka menkonsumsi kopi namun tidak ingin pergi ke kedai kopi dan bentuk media apa yang lebih diminati dan digunakan para audiens untuk mendapatkan informasi kedai kopi. Kuesioner ini dibuat dengan google form yang selanjutnya disebar melalui media sosial, dengan target audiens yang berdomisili di Jabodetabek.
Penulis menggunakan penentuan jumlah sampel dengan rumus Slovin dengan margin error 10%. Pada proses penelitian ini, penulis membagikan kuesioner kepada 100 orang. Populasi Jabodetabek dan luar Jabodetabek dijangkau berdasarkan Badan Pusat Statistik tahun 2018.
34 n = jumlah sampel
N = jumlah populasi Jabodetabek dan luar Jabodetabek
A = margin error
Gambar 3.2. Tampilan Kuesioner
35 Gambar 3.3. Kuesioner 1
Berdasarkan penelitian melalui kuesioner di atas, penulis mendapatkan hasil bahwa sebagian besar dari audiens merupakan laki-laki dan perempuan yang berusia kurang dari 18 tahun, dilanjutkan dengan usia kurang dari 18 tahun dan pada posisi ketiga ditempatkan oleh 20 tahun.
Gambar 3.4. Kuesioner 2
Berdasarkan penelitian melalui kuesioner di atas, penulis mendapatkan hasil bahwa domisili responden sebagian besar adalah dari Jabodetabek.
36 Gambar 3.5. Kuesioner 3
Berdasarkan penelitian melalui kuesioner di atas, penulis mendapatkan hasil bahwa sebagian besar dari responden setuju terhadap jumlah kedai kopi yang semakin banyak di Jabodetabek.
Gambar 3.6. Kuesioner 4
Berdasarkan penelitian melalui kuesioner di atas, penulis mendapatkan hasil bahwa sebagian besar responden suka mengkonsumsi kopi.
37 Gambar 3.7. Kuesioner 5
Berdasarkan penelitian melalui kuesioner di atas, penulis mendapatkan hasil bahwa sebagian besar dari responden mengkonsumsi kopi 1-3 gelas perminggu, dilanjutkan dengan 4-6 gelas per minggu memperoleh suara sebesar 20%.
Gambar 3.8. Kuesioner 6
Berdasarkan penelitian melalui kuesioner di atas, penulis mendapatkan hasil bahwa responden cenderung lebih memilih mengkonsumsi kopi susu dibandingkan dengan kopi hitam.
38 Gambar 3.9. Kuesioner 7
Berdasarkan penelitian melalui kuesioner diatas, penulis mendapatkan hasil bahwa responden merasa harga kopi pada kedai kopi cenderung mahal, dilanjutkan dengan responden merasa ragu dengan rasa kopi yang disajikan, dan pada posisi ketiga responden merasa kurang mengerti menu yang dipesan.
Gambar 3.10. Kuesioner 8
Berdasarkan penelitian melalui kuesioner diatas, penulis mendapatkan hasil bahwa responden merasa harga yang pantas untuk segelas kopi di kedai kopi adalah Rp 10.000 – Rp 20.000 dan Rp 21.000 – Rp. 30.000.
39 Gambar 3.11. Kuesioner 9
Berdasarkan penelitian melalui kuesioner diatas, penulis mendapatkan hasil bahwa responden lebih menggunakan internet untuk memperoleh sebuah informasi.
Gambar 3.12. Kuesioner 10
Berdasarkan penelitian melalui kuesioner diatas, penulis mendapatkan hasil bahwa responden lebih memilih menggunakan gambar, video dan tulisan dalam memperoleh informasi.
40 3.2. Metodologi Perancangan
Menurut Pentak dan Lauer (2016) terdapat tahapan dalam membuat sebuah desain, antara lain (hlm. 8):
3.2.1 Thinking
Sebuah rancangan harus dimulai dengan paham terhadap masalah yang di dapat, lalu solusi dari masalah tersebut dianalisis dan bagaimana cara solusi tersebut akan mempengaruhi audiens.
3.2.2 Looking
Pencarian data dan sumber untuk memenuhi asset yang didapatkan dengan melihat sekitar dan berkonsultasi dengan ahli dilakukan pada tahap ini, sehingga akan memicu ide dalam rancangan desain yang akan dihasilkan. Dalam tahap ini, kepekaan visual dalam kemungkinan yang tidak dapat dilihat oleh orang lain sangat diperlukan.
3.2.3 Doing
Desainer mulai memikirkan mengenai materi dan alat yang akan digunakan maka membentuk sebuah sketsa, yang akan terus dibentuk hingga menghasilkan sesuatu yang pasti (eksperimen).
41 3.2.4. Critique
Setelah sebuah rancangan selesai dibuat, penulis akan menerima kritik dan saran tentang kekurangan yang terdapat pada rancangan. Sehingga hasil rancangan
dapat dibuat hingga lebih baik lagi.