BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Sapi Bali
Sapi bali (Bibos sondaicus) merupakan hasil domestikasi banteng liar
(Bibos banteng) yang mempunyai kekhasan tertentu bila dibandingkan dengan
sapi-sapi lainnya. Sapi bali memiliki daya adaptasi tinggi pada daerah dataran
tinggi, berbukit dan dataran rendah (Kadarsih, 2004). Sapi bali merupakan salah
satu ternak yang banyak dimanfaatkan tenaga pekerja pertanian oleh petani Di
daerah perkebunan kelapa sawit, sapi bali dimanfaatkan untuk mengangkut alat
dan hasil kebun kelapa sawit (Dwatmadji et al., 2004). Selain berfungsi sebagai
tenaga kerja pertanian, sapi bali juga mempunyai fungsi sebagai fungsi finansial,
sebagai sarana keagamaan dan sebagai sarana hiburan (makepung) (Batan, 2006).
Bali merupakan daerah penyebaran utama sapi bali, sedangkan daerah
penyebaran lainnya di Indonesia adalah Sulawesi, Kalimantan, Lampung,
Bengkulu, Nusa Tenggara Barat dan Nusa Tenggara Timur. Selain di Indonesia
sapi bali juga dapat ditemukan di beberapa negara seperti di Timor Leste,
Malaysia dan Australia ( Kadarsih, 2004; Batan. 2006).
Sapi bali mempunyai ciri khas tertentu yang berbeda dengan sapi lainnya.
Pada usia pedet, sapi bali mempunyai warna merah bata baik pedet jantan maupun
pedet betina, sedangkan setelah dewasa sapi jantan berubah warna menjadi hitam.
Warna bulu pada bagian belakang kedua pahanya berwarna putih yang dikenal
dengan white mirror, sedangkan warna bulu di bawah persendian loncat keempat
kakinya berwarna putih yang dikenal dengan white stocking. Pada bagian
punggung terdapat garis berwarna hitam (alae stipe), serta ujung ekor berwarna
hitam (Darmadja, 1980).
Penelitian tentang status praesen sapi bali belum ada yang melaporkan.
Beberapa peneliti hanya melakukan penelitian profil klinis tentang gambaran
darah. Hartaningsih et al. (1983) yang telah meneliti gambaran darah secara
umum seperti jumlah sel darah, hematokrit dan hitung jenis lekosit. Utama dan
Wirat (1995) pernah meneliti gambaran darah sapi bali jantan hanya di Nusa
Penida. Peneliti lain, Kendran et al. (2010) melakukan penelitian yang lebih
lengkap tentang gambaran klinis darah sapi bali di seluruh daerah Bali.
2.2. Status Praesen
Status praesen adalah kondisi fisiologi normal hewan. Hal yang termasuk
status praesen adalah suhu tubuh, frekuensi pulsus, frekuensi respirasi, dan
frekuensi jantung. Status praesen ditentukan dari pemeriksaan fisik.
2.3. Suhu Tubuh
Suhu tubuh didefinisikan sebagai derajat panas tubuh. Suhu tubuh hewan
dihasilkan dari keseimbangan antara produksi panas tubuh yang dihasilkan oleh
metabolisme basal dan aktivitas otot tubuh dengan panas yang dikeluarkan oleh
tubuh (Pieterson dan Foulkes, 1988). Panas tubuh yang hilang lewat kulit kira-kira
sejumlah 85%, sisanya dikeluarkan melalui respirasi dan urinasi. Jika suhu
lingkungan naik maka tubuh akan beradaptasi dengan meningkatkan frekuensi
denyut nadi dan frekuensi respirasi sehingga panas tubuh akan dialirkan oleh
evaporasi dan radiasi (Mc Dowell, 1972). Regulasi dari panas tubuh terletak pada
pusat termoregulator yang terletak di otak. Abnormal dari temperatur ini
digunakan oleh dokter hewan untuk mendiagnosis penyakit dan merupakan
simptom visual yang pertama dan mudah digunakan oleh pemilik hewan untuk
mengetahui hewannya sakit. Suhu tubuh yang meningkat dari normal (1oC di atas
normal) disebut dengan fever (demam) sedangkan suhu tubuh dibawah normal
disebut dengan hipotermia. Suhu tubuh pada hewan domestikasi selalu bervariasi
tergantung atas aktivitas fisik (Upadhyay dan Madan, 1985; Pieterson dan
Foulkes, 1988; Dwatmadji et al., 2004), status kebuntingan, waktu saat
pengukuran, kondisi tertidur (Beatty et al., 2006) dan kondisi lingkungan. Suhu
tubuh dinyatakan dalam derajat celcius, tetapi di beberapa negara digunakan skala
pengukuran faranheit.
Kondisi fisiologis sapi sebagaimana yang disebutkan dalam Bayer (1984),
yaitu suhu rektal pada ternak muda lebih tinggi dibandingkan dengan ternak yang
lebih tua.
Tabel 1. Kisaran Normal Temperatur Rektal pada Sapi
No Umur Suhu (ºC)
1 Kurang dari 1 tahun 38,5-40,0
2 Dewasa 37,6-39
(Sumber: Bayer, 1984; Soetarno, 2003)
2.4. Pulsus
Pulsus didefinisikan sebagai denyutan yang dirasakan saat penekanan
degup jantung. Faktor penting yang perlu diperhatikan dalam pemeriksaan pulsus
adalah frekuensi, ritme, dan kualitas. Frekuensi pulsus ditentukan dengan
menghitung degup jantung selama satu menit. Ritme dari pulsus yang normal
dapat dilihat dari urutan ritme setiap denyut secara teratur dalam interval tertentu.
Kualitas yang baik dideskripsikan dari tekanan dinding arteri, hal ini sebagai
indikasi aliran darah pada pembuluh darah (Upadhyay dan Madan, 1985;
Pieterson dan Foulkes, 1988; Dwatmadji et al., 2004).
Pada kuda, pulsus dapat diperiksa pada arteri maksilaris eksterna, arteri
fasialis transversa, arteri median. Pada sapi atau kerbau, pulsus dapat diperiksa
pada arteri fasialis atau arteri fasialis transversa. Alternatif lain adalah arteri
coccygealis median. Pada kambing, domba, pedet, anak kuda, pulsus dapat
diperiksa pada arteri femoralis (Kelly, 1984). Jika telah ditemukan arteri tersebut,
arteri tetap difiksir dengan jari dan tekanan dikendorkan secara perlahan-lahan,
sampai dirasakan ada denyutan, dan frekuensi pulsus dihitung selama satu menit.
Frekuensi normal dari pulsus bervariasi dari masing-masing spesies dan
individu. Variasi dari pulsus dipengaruhi oleh factor umur, ukuran tubuh, jenis
kelamin, bangsa sapi, kondisi atmosfer, waktu pengukuran, latihan/beban kerja
sapi, makan, dan terkejut (Upadhyay dan Madan, 1985; Pieterson dan Foulkes,
Tabel 2. Kisaran Normal Pulsus pada Sapi
No Umur Kali/menit
1 Pedet beberapa hari 116-141
2 Pedet 1 bulan 105 3 Pedet 6 bulan 96 4 1 Tahun 91 5 Dewasa 40-60 6 Tua 35-70 (Sumber: Siregar, 1995) 2.5. Respirasi
Respirasi adalah aktivitas bernafas atau yang lebih spesifik adalah proses
pengambilan oksigen untuk digunakan oleh jaringan dan melepaskan
karbondioksida. Proses respirasi terdiri atas: inspirasi dan ekspirasi. Pengukuran
respirasi dapat dilakukan dengan melihat gerakan otot abdomen dan tulang iga,
merasakan hembusan nafas dengan cara meletakan punggung tangan di depan
lubang hidung atau dengan mendengarkan suaran nafas menggunakan stetoskop
di daerah dada. Peningkatan respirasi dapat disebabkan oleh peningkatan aktivitas
hewan (Upadhyay dan Madan 1985; Pieterson dan Foulkes, 1988; Dwatmadji et
al., 2004).
Tabel 3. Kisaran Normal Respirasi pada Sapi
No Umur Kali/menit
1 Pedet Beberapa hari 56
2 Pedet 1 bulan 37
3 Pedet 6 bulan 30
4 Dewasa 10-30
2.6. Frekuensi Degup Jantung
Degup jantung adalah jumlah degupan jantung per satuan waktu, biasanya
per menit. Frekuensi degup jantung dipengaruhi oleh umur, jenis kelamin dan
berat badan (Rosenberger, 1979; Mauladi, 2009). Frekuensi degup jantung juga
dipengaruhi oleh aktivitas fisik tubuh, latihan dan kondisi lingkungan seperti suhu
lingkungan dan kelembaban udara. Peningkatan frekuensi degup jantung disebut
tachycardia sedangkan penurunan frekuensi degup jantung disebut bradycardia
(Mauladi, 2009).
Menurut Cunningham (2002), frekuensi degup jantung adalah banyaknya
degupan jantung dalam satu menit. Pengamatan terhadap frekuensi degup jantung
pada ruminansia besar (seperti sapi) dihitung secara auskultasi dengan
menggunakan stetoskop yang diletakkan tepat di atas apeks jantung pada dinding
dada sebelah kiri.
Menurut Rosenberger (1979), frekuensi degup jantung dipengaruhi oleh
umur, jenis kelamin dan berat badan. Pada fisiologis sapi bali, sapi bali memiliki
frekuensi degup jantung 36-60 kali pe rmenit (Batan, 2006). Frekuensi degup
jantung normal pada sapi dewasa adalah 55-80 kali per menit, sedangkan
frekuensi degup jantung anak sapi dapat mencapai 100–120 kali per menit.
Frekuensi degup jantung sapi betina yang sedang bunting dapat meningkat hingga
Tabel 4. Kisaran Normal Degup Jantung pada Sapi
No Umur Kali/menit
1 Pedet 100-120
2 Dewasa 55-80
(Sumber: Kelly, 1984)
Secara umum kecepatan degup jantung, pulsus, respirasi yang normal cenderung
lebih besar pada hewan-hewan kecil dan kemudian lambat dengan semakin