• Tidak ada hasil yang ditemukan

FOCUS UPMI. Vol. 6 No. 1 (2016) ISSN Media Elektronik:

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "FOCUS UPMI. Vol. 6 No. 1 (2016) ISSN Media Elektronik:"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

Vol. 6 No. 1 (2016) 21 - 28 ISSN Media Elektronik: 1979-2204

Penerapan Azas Jual Beli Tidak Memutuskan Sewa Menyewa Dalam Kaitannya Dengan Hukum Perjanjian

Abdul Rokhim1

1Magister Ilmu Hukum, Universitas Pembinaan Masyarakat Indonesia, Medan

Abstract

The very rapid development in the field of communication and technology, causing people to interact and see each other in a matter of seconds. In this case selling and leasing as a legal act, the creation of a legal relationship is intended after the emergence of rights and obligations between the seller and the buyer. "The Application of the Principle of Sale and Purchase Does Not Resolve Renting Leases In Relation to the Law of Agreement", application is defined as the act of practicing a theory or implementation to achieve certain desired goals. The principle of a sale and purchase agreement is a principle known in the Civil Code agreement. The practice of law can be interpreted as implementing in achieving certain goals by the authorized official namely the judiciary. So the notion of "Applying the Principle of Sale and Purchase Does Not Resolve Renting Leases in Relation to the Law of the Agreement" is a judicial review that occurs in a sale and purchase agreement and does not decide on a lease and in legal practice. The principle used in the sale and purchase lease agreement, namely the "Consensualism Principle", can be summarized in Article 1320 of the Civil Code. In that article, it was determined that one of the legal conditions of the agreement was the existence of an agreement between the two parties. This principle is a principle which states that agreements are generally not formally held, but sufficient with the agreement of both parties. An agreement is a match between the will and the statement made by both parties.

Keywords: Law of Agreement, Lease, Buy and Sell

Abstrak

Perkembangan yang amat cepat dibidang komunikasi dan teknologi, menyebabkan masyarakat dapat saling berhubungan dan saling melihat dalam hitungan detik. Dalam hal ini jualbeli dan sewa menyewa sebagai suatu perbuatan hukum, terciptanya hubungan hukum yangdimaksudkan setelah berupa timbulnya hak dan kewajiban antara penjual dan pembeli. “Penerapan Azas Jual Beli Tidak Memutuskan Sewa Menyewa Dalam Kaitannya Dengan Hukum Perjanjian”, penerapan diartikan sebagai perbuatan mempraktekkan suatu teori atau pelaksanaan untuk mencapai tujuan tertentu yang diinginkan. Azas dalam perjanjian jual beli merupakan suatu azasyang dikenal dalam hukum perjanjian KUHPerdata. Praktek hukum dapat ditafsirkan sebagai pelaksana dalam mencapai tujuan tertentu oleh pejabat yang berwenang yaitu peradilan. Jadi pengertian tentang “Penerapan Azas Jual Beli Tidak Memutuskan Sewa Menyewa Dalam Kaitannya Dengan Hukum Perjanjian” adalah peninjauan secara yuridis yang terjadi dalam perjanjian jual beli tidak memutuskan sewa menyewa dan dalam praktek hukum. Azas yang dipakai dalam perjanjian jual beli dan sewa menyewa yaitu “Azas Konsensualisme (consensualism)” azas ini dapat disimpulkan dalam Pasal 1320 KUHPerdata. Pada pasal tersebut, ditentukan bahwa salah satu syarat sah perjanjian adalah adanya kata kesepakatan antara kedua belah pihak. Azas ini merupakan asas yang menyatakan bahwa perjanjian pada umunya tidak diadakan secara formal, tetapi cukup dengan adanya kesepakatan kedua belah pihak. Kesepakatan adalah persesuaian antara kehendak dan pernyataan yang dibuat oleh kedua belah pihak.

Kata kunci: Hukum Perjanjian, Sewa Menyewa, Jual Beli

© 2016 Jurnal Focus UPMI

1. Pendahuluan

Perkembangan yang amat cepat dibidang komunikasi dan teknologi, menyebabkan masyarakat dapat saling berhubungan dan saling melihat dalam hitungan detik.

Dalam hal ini jualbeli dan sewa menyewa sebagai suatu perbuatan hukum, terciptanya hubungan hukum yangdimaksudkan setelah berupa timbulnya hak dan kewajiban antara penjual dan pembeli. “Penerapan Azas Jual Beli Tidak Memutuskan Sewa Menyewa Dalam Kaitannya Dengan Hukum Perjanjian”, penerapan diartikan sebagai perbuatan mempraktekkan suatu teori

atau pelaksanaan untuk mencapai tujuan tertentu yang diinginkan. Azas dalam perjanjian jual beli merupakan suatu azasyang dikenal dalam hukum perjanjian KUHPerdata. Praktek hukum dapat ditafsirkan sebagai pelaksana dalam mencapai tujuan tertentu oleh pejabat yang berwenang yaitu peradilan. Jadi pengertian tentang

“Penerapan Azas Jual Beli Tidak Memutuskan Sewa Menyewa Dalam Kaitannya Dengan Hukum Perjanjian”

adalah peninjauan secara yuridis yang terjadi dalam perjanjian jual beli tidak memutuskan sewa menyewa dan dalam praktek hukum. Azas yang dipakai dalam

(2)

perjanjian jual beli dan sewa menyewa yaitu “Azas Konsensualisme (consensualism)” azas ini dapat disimpulkan dalam Pasal 1320 KUHPerdata. Pada pasal tersebut, ditentukan bahwa salah satu syarat sah perjanjian adalah adanya kata kesepakatan antara kedua belah pihak. Azas ini merupakan asas yang menyatakan bahwa perjanjian pada umunya tidak diadakan secara formal, tetapi cukup dengan adanya kesepakatan kedua belah pihak. Kesepakatan adalah persesuaian antara kehendak dan pernyataan yang dibuat oleh kedua belah pihak.

Jual beli merupakan suatu perjanjian timbal balik yang dilakukan antara pihak yang satu (penjual) berjanji untuk memberikan hak milik atas suatu barang kepada si pembeli, sedangkan pihak yang lain (pembeli) berjanji untuk memberikan kewajibannya untuk membayar harga yang sudah ditentukan sebagai imbalan kepada si penjual. Sewa menyewa merupakan suatu perjanjian yang dilakukan oleh kedua belah pihak yang satu mengikat dirinya untuk memberikan kepada pihak lain kenikmatan dari suatu barang selama jangka waktu tertentu yang diberikan dan dengan sesuatu harga yang sudah ditentukan, yang oleh pihak tersebut disanggupi dalam pembayaran.Sewa menyewa itu dapat berakhir secara normal dan tidak secara normal. Berakhirnya secara normal artinya sewa menyewa terpenuhi sesuai dengan waktu yang disepakati oleh kedua belah pihak dan berakhirnya secara tidak normal artinya sewa menyewa tidak terpenuhi karena adanya faktor yang mempengaruhinya, sehingga sebelum jangka waktu yang ditentukan itu habis sewa menyewa dihentikan.

Azas jual beli tidak memutuskan sewa menyewa, azas ini diatur dalam ketentuan pasal 1576 KUHPerdata yang berbunyi “Dengan dijualnya barang yang disewa, sewa yang dibuat sebelumnya tidaklah diputuskan kecuali bila telah diperjanjikan pada waktu menyewakan barang.

Jika ada suatu perjanjian demikian, penyewa tidak berhak menuntut ganti rugi bila tidak ada suatu perjanjian yang tegas, tetapi jika ada perjanjian demikian, maka ia tidak wajib mengosongkan barang yang disewa selama ganti rugi yang terutang belum dilunasi.” Dalam ketentuan 1576 KUHPerdata dijelaskan dalam pasal ini, bahwa bila barang yang di sewa di jual, suatu persewaan yang disebut sebelumnya tidak diputuskan, kecuali apabila sudah diperjanjikan pada waktu penyewaan. Walaupun pihak yang menyewakan (pemilik) menjual benda atau barang yang disewakan, bukanlah akan mengakhiri perjanjian sewa yang diadakan. Hanya saja perjanjian sewa menyewa tersebut akan hapus atau ditiadakan apabila telah diperjanjikan sebelumnya pada saat mengadakan perjanjian sewa meyewa

1.1 Pengertian Perjanjian

Adapun perjanjian didefenisi sebagai berikut:

“Suatu Perjanjian adalah suatu peristiwa dimana

seseorang lain atau dimana seorang berjanji kepada seorang lain atau dimana dua orang itu saling berjanji untuk melaksanakan suatu hal [1].

1.2 Pengertian Jual Beli

Dalam istilah pustaka ekonomi, seorang penjual melepas hak miliknya atas suatu barang oleh karena itu dianggap kurang perlu untuk memenuhi kebutuhan perekonomiannya secara mendapat hak milik atas barang itu. Bahwa tujuan perekonomian dari jual beli adalah memindahkan hak milik atas suatu barang dari seseorang kepada orang lain.

Pengertian Jual Beli menurut KUHPerdata Pasal 1457 yang menyatakan “Jual beli adalah suatu persetujuan dengan mana pihak yang satu mengikat dirinya untuk menyerahkan suatu barang, dan pihak yang lain untuk membayar harga yang dijanjikan”.

Unsur pokok dalam jual beli adalah barang dan harga. Objek jual beli adalah barang-barang tertentu, yang dapat ditentukan ujud dan jumlahnya. Barang-barang tersebut tidak dilarang undang-undang untuk diperjual-belikan. Sesuai dengan azas perjanjian jual beli lahir lahir / sah / mengikat para pihak pada saat tercapainya kesepakatan antara pembeli dan penjual sesuai dengan Pasal 1458 KUHPerdata berbunyi: “Jual beli itu dianggap telah terjadi antara kedua belah pihak setelah kedua belah pihak mencapai kata sepakat tentang barang dan harga , meskipun barang itu belum diserahkan maupun dibayar.”

Perjanjian Jual beli dapat dibatalkan apabila penjual menjual barang yang bukan miliknya atau karena barang yang hendak dijual itu semuanya musnah pada saat penjualan berlangsung.

1.3 Pengertian Sewa Menyewa

Menurut Pasal 1548 KUHPerdata mengenai defenisi perjanjian sewa-menyewa yang berbunyi:

“Sewa-menyewa adalah suatu persetujuan, dengan mana pihak yang satu mengikatkan diri untuk memberikan kenikmatan suatu barang kepada pihak yang lain selama waktu tertentu, dengan pembayaran suatu harga yang disanggupi oleh pihak tersebut terakhir itu. Orang dapat menyewakan berbagai jenis barang, baik yang tetap maupun bergerak.” Sewa-menyewa, seperti halnya dengan jual-beli dan perjanjian-perjanjian lain pada umumnya, adalah suatu perjanjian konsensual yang artinya, ia sudah sah dan mengikat pada detik tercapainya sepakat mengenai unsur- unsur pokoknya yaitu barang dan harga. Kewajiban pihak yang satu (menyewakan) adalah menyerahkan barangnya untuk dinikmati oleh pihak yang lain, sedangkan kewajiban pihak (penyewa) adalah membayar “harga sewa”. Jadi barang diserahkan tidak untuk dimiliki seperti

(3)

halnya dalam jual beli, tetapi hanya untuk dipakai, dinikmati kegunaanya. Dengan demikian maka penyerahan hanya bersifat menyerahkan kekuasaan belaka atas barang yang disewa itu.

Karena kewajiban pihak yang menyewakan adalah menyerahkan barang untuk dinikmati dan bukannya menyerahkan hak milik atas barang itu.

Dengan demikian maka seorang yang mempunyai hak nikmat-hasil dapat secara sah menyewakan barang yang dikuasainya dengan hak tersebut.

Disebutkan perkataan “waktu tertentu” dalam uraian pasal 1548 KUHPerdata menimbulkan pertanyaan apakah maksudnya, karena dalam perjanjian sewa-menyewa sebenarnya tidak perlu disebutkan untuk beberapa lama barang yang disewanya asal sudah disetujui satu jam, satu hari, satu minggu, satu bulan, atau satu tahun. Ada yang menafsirkan bahwa maksudnya tidak lain dari pada untuk mengemukakan bahwa pembuat undang- undang memang memikirkan pada perjanjian sewa menyewa dimana waktu sewa ditentukan. Suatu petunjuk terdapat dalam Pasal 1579 KUHPerdata, yang hanya dapat kita mengerti dalam alam pikiran yang dianut oleh seorang yang pikirannya tertuju pada perjanjian sewa menyewa dimana waktu sewa itu ditentukan. Pasal 1579 KUHPerdata berbunyi:

“Pihak yang menyewakan tidak dapat menghentikan sewanya dengan menyatakan hendak memakai sendiri barangnya yang disewakan, kecuali jika telah diperjanjikan sebaliknya.” Teranglah bahwaPasal ini ditunjukkan dan juga hanya dapat dipakai terhadap perjanjian sewa menyewa dengan waktu tertentu.

Memang sudah selayaknya bahwa seorang yang sudah menyewakan barangnya misalnya untuk lima tahun, tidak boleh menghentikan sewanya kalau waktu tersebut belum habis , dengan dalih bahwa ia ingin memakai sendiri barang yang disewakannya itu. Tetapi kalau ia menyewakan barangnya tanpa ditetapkannya suatu waktu tertentu, sudah tentu ia berhak menghentikan sewa itu setiap waktu asal ia mengindahkan cara-cara dan jangka-waktu yang diperlukan untuk pemberitahuan pengakhiran sewa menurut kebiasaan setempat.

1.4 Jual Beli Tidak Memutuskan Sewa Menyewa Menurut ketentuan Pasal 1576 KUHPerdata yang berbunyi: “Dengan dijualnya barang yang disewa, sewa yang dibuat sebelumnya tidaklah diputuskan kecuali bila telah diperjanjikan pada waktu menyewakan barang. Jika ada suatu perjanjian demikian, penyewa tidak berhak menuntut ganti rugi bila tidak ada suatu perjanjian yang tegas, tetapi jika ada perjanjian demikian, maka ia tidak wajib mengosongkan barang yang disewa selama ganti rugi yang terutang belum dilunasi.” Dengan

ketentuan ini undang undang bermaksud melindungi si penyewa terhadap si pemilik baru, apabila barang yang disewakan itu pindah kelain tangan. Dengan mengingat akan maksud undang- undang tersebut, perkataan dijual dalam Pasal 1576 KUHPerdata sudah lajim ditafsirkan secara analogis (luas) sehingga tidak terbatas pada jual beli saja, tetapi juga meliputi lain-lain perpindahan milik. Pendeknya, perkataan “dijual” dalam Pasal 1576 KUHPerdata ditafsirkan sangat luas sehingga menjadi “dipindahkan miliknya”. Sebaliknya perkataan “sewa” atau “persewaan” dalam pasal tersebut lajim ditafsirkan secara sempit atau terbatas yaitu dalam arti : bahwa yang tidak diputuskan oleh jual beli atau yang harus dihormati oleh pemilik baru hanya hak sewa saja. Sebab adalah mungkin bahwa didalam perjanjian sewanya telah dicantumkan janji-janji khusus untuk kepentingan sipenyewa (disamping hak- sewanya) misalnya: kepada si penyewa di janjikan bahwa setelah persewaannya berlangsung sepuluh tahun lamanya, ia diperkenankan membeli barang yang disewanya itu dengan harga yang murah yang ditentukan dalam perjanjian. Janji semacam itu, yang memberikan kepada si penyewa suatu “hak opsi”, tidak berlaku terhadap pemilik baru.

Begitu pula apabila perjanjian sewanya disertai dengan suatu perjanjian penanggungan (“borgtoch

”, “guaranty”), dimana seorang pihak ketiga menanggung pembayaran uang sewanya terhadap pemilik, maka perjanjian penanggungan ini dianggap hapus apabila barang yang disewaa itu dijual kepada orang lain. Pendapat ini adalah tepat karena si penanggung (“borg” , “guarantor”) telah menyanggupi penanggungannya kepada pemilik lama dan tidak kepada orang lain. Demikianlah artinya bahwa perkataan “sewa” dalam Pasal 1576 ditafsirkan secara sempit atau terbatas [2].

2. Metode Penelitian 2.1 Spesifikasi Penelitian

Spesifikasi penelitian ini adalah penelitian hukum normatif yang bersifat deskriptif, yaitu pelitian hukum yang menggambarkan tentang penerapan azas jual beli tidak memutuskan sewa menyewa dalam kaitannya dengan hukum perjanjian. Oleh karena itu penelitian ini merupakan penelitian hukum yang bersifat deskriptif yang sifatnya menjelaskan atau memaparkan. Penelitian deskriptif adalah suatu bentuk penelitian yang ditunjukkan untuk mendeproposalkan fenomena- fenomena yang ada, fenomena itu bisa berupa bentuk, aktivitas, dan karakteristik antara fenomena satu dengan fenomena yang lainnya. Fenomena yang akan dijelaskan dalam proposal ini adalah penerapan azas jual beli tidak memutuskan sewa menyewa.

(4)

2.2 Jenis Data

Dalam setiap penelitian tentunya memerlukan data sebagai landasan analisis. Dalam penelitian ini data yang diperlukan adalah data skunder, yaitu data yang diperoleh melalui telaah pustaka, tentunya yang berkaitan dengan masalah penerapan azas jual beli tidak memutuskan sewa menyewa

2.3 Teknik Pengumpulan Data

Teknik yang digunakan untuk pengumpulan data adalah teknik penelitian perpustakaan, dengan menggunakan alat pengumpulan data yang dinamakan studi dokumen, dengan menggunakan teknik ini akan diperoleh data skunder berupa bahan hukum primer seperti perundang- undangan yang berkaitan dengan penerapan azas jual beli tidak memutuskan sewa menyewa. Juga akan diperoleh bahan hukum sekunder berupa tulisan-tulisan atau pendapat-pendapat para ahli yang berkaitan dengan hukum perjanjian.

2.4 Analisis Data

Analis data dilakukan dengan kualitatif, yaitu menganalisis data secara kalimat atau pernyataan, sehingga dengan analisis kualitatif akan dapat terjawab semua permasalahan yang dikemukakan dalam proposal ini. Penarikan kesimpulan dilakukan dengan menggunakan pola berpikir deduktif, yaitu menarik kesimpulan yang secara khusus berdasarkan uraian secara umum.

3. Hasil dan Pembahasan

3.1 Dasar Pemikiran sehingga Sewa Tidak Putus apabila barangnya telah Dijual

Dalam melakukan suatu perbuatan dengan berbagai belah pihak, haruslah melakukan suatu perjanjian, yang mana membuat pihak yang satu akan mengikat pihak yang lain untuk menepati sebuah janji yang harus ditepati yang telah disepakati sebelumnya. Perjanjian Jual beli adalah suatu perjanjian dengan mana pihak penjual mengikatkan dirinya untuk menyerahkan suatu benda dan pihak pembeli untuk membayar harga yang telah diperjanjikan. Jual beli dianggap sudah terjadi antara kedua belah pihak pada saat telah tercapai kata sepakat mengenai benda dan harganya meskipun benda belum diserahkan dan harga belum dibayar.

Namun, dengan terjadinya jual beli ini saja, hak atas benda belum beralih dari penjual kepada pembeli. Agar hak atas benda beralih dari penjual kepada pembeli, maka harus dilakukan penyerahan secara yuridis (juridisch levering), sebagaimana diatur dalam Pasal 1459 KUHPerdata. Pasal 1459 KUHPerdata menyebutkan, ''Hak milik atas barang yang dijual tidak pindah kepada pembeli selama barang itu belum diserahkan menurut Pasal 612, 613 dan 616''.

Penyerahan yang dimksud diatas, yaitu :

1. Penyerahan barang-barang bergerak, kecuali yang tidak bertubuh dilakukan dengan penyerahan yang nyata oleh atau atas nama pemilik, atau dengan penyerahan kunci-kunci bangunan tempat barang-barang itu berada.

Penyerahan tidak diharuskan bila barang-barang yang harus diserahkan, dengan alasan hak lain, telah dikuasai oleh orang yang hendak menerimanya (Pasal 612 KUHPerdata).

2. Penyerahan piutang-piutang atas nama dan barang-barang lain yang tidak bertubuh, dilakukan dengan jalan membuat akta otentik atau di bawah tangan yang melimpahkan hak-hak atas barang-barang itu kepada orang lain.

Penyerahan ini tidak ada akibatnya bagi yang berutang sebelum penyerahan itu diberitahukan kepadanya atau disetujuinya secara tertulis atau diakuinya. Penyerahan surat-surat utang atas tunjuk dilakukan dengan memberikannya, penyerahan surat utang atas perintah dilakukan dengan memberikannya bersama endosemen surat itu (Pasal 613 KUHPerdata).

3. Penyerahan atau penunjukan barang tak bergerak dilakukan dengan pengumuman akta yang bersangkutan dengan cara seperti yang ditentukan dalam Pasal 620 (Pasal 616 KUHPerdata).

Berdasarkan penjelasan di atas, agar hak atas benda beralih dari penjual kepada pembeli, maka harus dilakukan 2 (dua) perbuatan hukum yang berbeda, yaitu :

1. Perjanjian jual beli (menurut hukum perjanjian).

2. Penyerahan yuridis (menurut hukum benda atau hukum agraria dalam hal obyek perjanjian adalah tanah).

Selama kedua perbuatan hukum ini belum dilakukan, maka hak atas benda belum beralih dari penjual kepada pembeli.

Dalam melakukan jual-beli harus memenuhi syarat- syarat yang telah ditentukan oleh undang-undang. Jual beli sebagai suatu perbuatan hukum, maka apabila telah dipenuhi syarat-syarat sebagamana diuraikan sebelumnya terciptalah hubungan hukum antara penjual dengan pembeli. Hubungan hukum yang dimaksudkan setelah berupa timbulnya hak dan kewajiban. Jual beli adalah suatu perjanjian timbal balik dalam mana pihak yang satu (penjual) berjanji untuk menyerahkan hak milik atas suatu barang. Sedang pihak yang lain (si pembeli) berjanji untuk membayar harga yang terdiri atas sejumlah uang sebagai imbalan dari persoalan milik tersebut. Tentang resiko dalam perjanjian jual beli menurut Kitab Undang-undang Hukum Perdata, terdapat tiga (3) macam ketentuan sebagai berikut :

1. Tentang barang tertentu (Pasal 1460 KUH Perdata). Resiko dalam jual beli barang tertentu (sudah ditentukan) telah beralih kepada pihak

(5)

pembeli sejak adanya kata sepakat. Walaupun penyerahan barang belum terjadi, penjual tetap berhak menuntut pembayaran harga seandainya barang musnah yang diatur dalam Pasal 1460 KUHPerdata.

2. Tentang barang yang dijual menurut berat, jumlah ataukah ukuran (Pasal 1461 KUH Perdata). Resiko dalam jual beli barang timbangan (terdiri dari barang yang dijual dengan cara ditimbang, bilangan, ukuran) ada pada penjual hingga barang ditimbang, dihitung dan diukur yang diatur dalam Pasal 1461 KUHPerdata.

3. Mengenai barang yang dijual menurut tumpukan (Pasal 1462 KUHPerdata). Resiko dalam jual beli barang “tumpukan” atau “onggokan” ada pada pembeli meskipun belum ditimbang, dihitung dan diukur diatur dalam Pasal 1462 KUHPerdata.

Pasal 1548 KUH Perdata telah merumuskan pengertiannya tentang sewa

menyewa sebagai berikut: Sewa menyewa ialah suatu persetujuan dengan mana pihak yang satu mengikatkan dirinya untuk memberikan kepada pihak lainnya kenikmatan dari sesuatu barang, selanjutnya sesuatu waktu tertentu dan dengan sesuatu harga, yang oleh pihak tersebut belakang itu disanggupi pembayarannya.

Bahwa untuk sahnya perjanjian sewa menyewa, maka para pihak terlebih dahulu harus memenuhi syarat-syarat yang ditentukan dalam Pasal 1320 KUH Perdata, supaya perjanjian para pihak diakui oleh hukum (legally consluded contract). Kewajiban para pihak dimana pihak yang menyewakan (pemilik) memiliki kewajiban untuk menyerahkan barangnya untuk dinikmati oleh pihak penyewa, sedangkan pihak penyewa memiliki kewajiban untuk melakukan pembayaran harga sewa.

Jadi barang yang disewakan tidak untuk dimiliki seperti halnya dalam jual beli, melainkan hanya untuk dipakai dan dinikmati kegunaannya.

Dalam sewa menyewa terdapat beberapa unsur penting, yakni: subyek, obyek, perbuatan, dan jangka waktu sewa menyewa.

1. Subyek sewa menyewa, adalah kedua belah pihak yang terikat atau mengikatkan diri dalam kegiatan sewa menyewa. Mereka adalah penyewa dan menyewakan. Penyewa merupakan pihak yang membutuhkan benda yang akan dinikmati manfaatnya dan membayar hak guna pakainya melalui perjanjian sewa menyewa.

Sedangkan menyewakan adalah, mereka yang menyediakan barang yang akan disewakan dan membutuhkan uang hasil sewa tersebut. biasanya berbentuk instansi, perorangan, dan sebagainya.

2. Obyek sewa menyewa, adalah benda dan harga sewa. Benda ini dalam arti kepemilikan asli dari orang atau lembaga yang menyewakan, yang memiliki status yang sah dalam hukum. Benda ini

juga dapat berwujud atau tidak berwujud, bergerak atau tidak bergerak, dan sebagainya.

Sesuai dengan Buku III Bab VII KUHPerdata.

Tentang harga-sewa: Kalau dalam jual-beli harga harus berupa uang, karena kalau berupa barang perjanjiannya bukan jual beli lagi tetapi menjadi tukar-menukar, tetapi dalam sewa-menyewa tidaklah menjadi keberatan bahwa harga-sewa itu berupa barang atau jasa. Sebagaimana telah diterangkan, segala macam barang dapat disewakan, Perkataan "carter" yang berasal dari dunia perkapalan ditujukan kepada pemborongan pemakaian sebuah kendaraan atau alas pengangkut (kapal laut, kapal terbang, mobil dan lain-lain) untuk suatu waktu tertentu atau untuk suatu perjalanan tertentu, dengan pengemudinya yang akan tunduk pada perintah-perintah yang diberikan oleh si pencarter

3. Perbuatan Sewa Menyewa.

a. Persetujuan, yakni perbuatan yang terwujudnya kata sepakat oleh kedua belah pihak.

b. Penyerahan, yakni perbuatan mengalihkan hak penguasaan benda.

c. Pembayaran uang sewa, yakni memberikan sejumlah biaya kepada yang menyewakan sesuai dengan kesepakatan keduanya.

d. Waktu sewa, yaitu batas waktu yang digunakan untuk penguasaan benda yang disewa oleh penyewa.

e. Persyaratan sewa menyewa, yakni ketentuan-ketentuan yang telah disepakati oleh kedua belah pihak.

4. Jangka waktu sewa menyewa

5. Jangka Waktu berdasarkan rumusan dari Pasal 1548 KUHPerdata dikatakan bahwa sewa menyewa itu berlangsung selama waktu tertentu, yang berarti bahwa dalam Perjanjian Sewa Menyewa harus selalu ditentukan jangka waktu tertentu, tetapi dalam Perjanjian Sewa Menyewa itu dapat juga tidak ditetapkan suatu jangka waktu tertentu asalkan sudah disetujui harga sewa satu bulan dan lain-lain. Penetuan jangka waktu ini dimaksudkan untuk membatasi pemberian kenikmatan kepada Penyewa.

Sewa menyewa itu dapat berakhir secara normal maupun tidak secara normal. Berakhimya secara normal artinya sewa menyewa itu telah terpenuhi sebagaimana mestinya sesuai dengan waktu yang disepakati oleh kedua belah pihak. Berakhimya secara tidak normal sewa menyewa itu tidak terpenuhi sebagaimana mestinya karena adanya faktor yang mempengaruhinya, sehingga sebelum jangka waktu yang disepakati itu habis sewa menyewa dihentikan.

Azas jual beli tidak memutus sewa itu adalah azas yang tersirat dalam ketentuan Pasal 1576 ayat 1 KUH Perdata.

Dalam pasal mana dengan tegas disebutkan, bahwa

(6)

dengan dijualnya barang yang di sewa, suatu persewaan yang dibuat sebelumnya tidaklah diputuskan, kecuali apabila ia telah diperjanjikan pada waktu penyewaan.

Dari ketentuan pasal tersebut, jelas bahwa walaupun pemilik atau pihak yang menyewakan menjual benda atau barang yang disewakan, bukanlah akan memutuskan atau mengakhiri perjanjian sewa-menyewa yang diadakan sebelumnya. Hanya saja perjanjian sewa- menyewa yang dimaksud akan hapus apabila memang diperjanjikan sebelumnya yaitu pada saat mengadakan perjanjian sewa-menyewa [3].

Berdasarkan hasil analisis penulis melalui perpustakaan.

Dapat penulis tegaskan bahwa Jual Beli Tidak Memutuskan Sewa Menyewa merupakan yang penting untuk diperhatikan oleh para pihak dalam Hukum Perjanjian berdasarkan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, khususnya dalam Perjanjian Jual Beli dan Sewa Menyewa. Dalam Ketentuan Pasal 1576 ayat 1 KUHPerdata menyatakan dengan tegas bahwa “Dengan dijualnya barang yang disewa, sewa yang dibuat sebelumnya tidak diputuskan kecuali bila telah diperjanjikan pada waktu menyewakan barang.” Dalam perjanjian sewa menyewa, berakhirnya suatu perjanjian secara tertulis dan lisan.

3.2 Hubungan Hukum antara Penyewa dengan Pemilik Baru

Hubungan hukum antara penyewa dengan pemilik baru dapat dilihat melalui pasal 1457 KUHPerdata yang menyatakan bahwa “dengan dijualnya barang yang disewa, suatu persewaan yang dibuat sebelumnya tidaklah diputuskan, kecuali apabila ia telah diperjanjikan pada waktu menyewakan barangnya”.

Dengan ketentuan ini undang-undang bermaksud melindungi si penyewa terhadap si pemilik baru, apabila barang yang sedang disewa itu dipindahkan kelain tangan. Pendeknya, perkataan “dijual” dalam pasal 1576 itu ditafsirkan sangat luas hingga menjadi “dipindahkan miliknya”. Sebaliknya perkataan “sewa” atau

“persewaan” dalam pasal tersebut sudah lajim ditafsirkan secara sempit atau terbatas yaitu dalam arti:

bahwa yang tidak diputuskan oleh jual beli atau yang harus dihormati oleh pemilik baru itu hanya hak sewa saja.

Sebab adalah mungkin bahwa didalam perjanjian sewanya telah dicantumkan janji-janji khusus untuk kepentingan si penyewa (disamping hak-sewanya) misalnya: kepada si penyewa dijanjikan bahwa setelah persewaannya berlangsung sepuluh tahun lamanya, ia diperkenankan membeli barang yang disewanya itu dengan harga yang murah yang ditentukan dalam perjanjian. Janji semacam itu, yang memberikan kepada si penyewa suatu “hak opsi” tidak berlaku terhadap pemilik baru. Begitu pula apabila perjanjian sewanya disertai dengan suatu perjanjian penanggungan (borgtocht” , “guaranty”) dimana seorang pihak ketiga menanggung pembayaran uang sewanya terhadap

pemilik, maka perjanjian penanggungan ini dianggap hapus apabila barang yang disewa itu dijual kepada orang lain. Pendapat ini adalah tepat karena sipenanggung (“borg”, “guarantor”) telah menyanggupi penanggungannya kepada pemilik lama dan tidak kepada orang lain. Demikianlah artinya bahwa perkataan

“sewa” dalam pasal 1576 ditafsirkan secara sempit atau terbatas [4].

3.3. Apakah Hak Sewa Itu Menjadi Hak Kebendaan Dengan demikian penjelasan bahwa pasal tersebut dibuat dengan maksud untuk menjaga kepentingan atau hak si penyewa, sehingga si pemilik atau yang menyewakan tidak dapat memutuskan persewaan yang telah diperjanjikan sebelumnya dengan cara berpura- pura atau menjual pada pihak lain. Sebaliknya perkataan sewa atau persewaan dalam pasal tersebut sudah lazim ditafsirkan secara sempit atau terbatas yaitu dalam arti bahwa yang tidak diputuskan oleh jual beli atau yang harus dihormati oleh pemilik baru itu hanya hak sewa saja.

Dalam Perjanjian sewanya telah dicantumkan janji-janji khusus untuk kepentingan sipenyewa (disamping hak sewanya), misalnya kepada sipenyewa telah dijanjikan bahwa setelah masa sewa berlangsung sepuluh tahun lamanya, ia diperkenankan membeli barang yang disewanya itu dengan harga yang murah yang ditentukan dalam perjanjian. Perjanjian semacam ini memberi hak opsi kepada sipenyewa, tetapi tidak berlaku kepada pemilik baru. Begitu pula perjanjian-sewanya disertai dengan suatu perjanjian penanggungan (borgtocht”,guaranty”), dimana seorang pihak ketiga menanggung pembayaran terhadap pemilik, maka perjanjian penanggungan ini dianggap hapus apabila barang yang disewa itu dijual kepada orang lain.

Pendapat ini adalah tepat karena si penanggung (“borg”

, “guarantor”) telah menyanggupi penanggungannya kepada pemilik lama dan tidak kepada orang lain.

Dari apa yang telah dibahas diatas jelas bahwa pengertian persewaan yang dimaksud dalam pasal 1576 KUHPerdata adalah ditafsirkan secara sempit,yaitu hanya tentang hak sewa dari penyewanya saja yang harus dihormati atau tidak putus karena dijual oleh pemilik benda yang disewakan tersebut., sedangkan hak- hak lain yang melekat dalam persewaan tersebut, misalnya adanya janji hak opsi bagi penyewa tidaklah termasuk dalam pengertian persewaan tersebut. Dengan pengertian lain yang harus dihormati dengan hal dijualnya benda yang disewakan hanyalah hak sewa.

Bahwa apa bila pemilik menjual benda yang disewakannya tidaklah akan memutuskan Sewa Menyewa yang diperjanjikan sebelumnya.

Pengertian yang dimaksud dengan hak kebendaan (zakelijkrecht), ialah hak mutlak atas sesuatu benda dan dapat dipertahankan terhadap siapapun juga [5].

Hak mutlak ini terdiri atas :

(7)

1. Hak kepribadian, misalnya hak atas namanya, kehormatannya, hidup, kemerdekaan dan lain- lain.

2. Hak-hak yang terletak dalam hukum keluarga, yaitu hak-hak yang timbul karena adanya hubungan antara orang tua dan anak

3. Hak mutlak atas sesuatu benda, inilah yang disebut hhak kebendaan. Ciri-ciri / sifat-sifat dari Hak Kebendaan

4. Hak kebendaan merupakan hak yang mutlak, yaitu dapat dipertahankan terhadap siapapun juga.

5. Hak kebendaan itu mempunyai zaaksgevolg atau droit de suit (hak yang mengikuti). Artinya: hak itu terus mengikuti bendanya-dimanapun juga (dalam tangan siapapun juga) barang itu berada.

Hak itu terus saja mengikuti orang yang mempunyainya.

Sedangkan pada hak perseorangan tidak demikian halnya kita hanya dapat melakukan (mempertahankan) hak tersebut terhadap seseorang, dengan adanya pemindahan hak atas benda tersebut maka lenyaplah, berhentilah hak perorangan itu.

6. Selain itu sistem yang terdapat pada hak kebendaan ialah: Mana yang lebih dulu terjadinnya, itu tingkatannya adalah lebih tinggi daripada yang terjadi kemudian. Misalnya:

seorang eignaar menghipotikkan tanahnya, kemudian tanah tersebut juga diberikan kepada orang lain dengan hak memungut hasil maka disini hak memungit hasil itu. Dan mempunyai derajat atau tingkat yang lebih tinggi daripada hak memungut hasil yang baru terjadi kemudian.

7. Selanjutnya hak kebendaan ini mempunyai droit de preference (hak terlebih dahulu) misalnya: A mempunyai hak memungut hasil atas barang milik B. Jika kemudian B jatuh pailit A masih tetap bisa mempertahankan haknya tersebut.

Vruchtgebruiknya dapat diperlakukan terhadap siapapun, tak dipengaruhi faillisement.

8. Selanjutnya mengenai kemungkinan untuk mengadakan gugat itu juga berlainan. Pada hak kebendaan ini orang mempunyai macam-macam actie jika terdapat gangguan atas haknya misalnya, berwujud: penuntutan kembali, gugatan untuk menghilangkan gangguan- gangguan atas haknya, gugatan untuk pemulihan dalam keadaan semula, gugatan untuk penggantian kerugian dan sebagainya. Dan gugatan-gugatan ini dapat dilaksanakan terhadap siapun yang mengganggu haknya.

9. Kemungkinan untuk memindahkan itu juga berlainan. Kemungkinan untuk memindahkan hak kebendaan itu dapat secaara sepenuhnya dilakukan.

Orang yang mempunyai hak kebendaan yang secara jujur atas barang-barang yang bergerak itu diperlindungi misalnya, Ketentuan pasal 1977 KUHPerdata. Hak bezitter atas barang-barang bergerak itu diperlindungi.

Tidak demikian halnya orang yang mempunyai hak perorangan. Dan selanjutnya didalam praktek pembedaan antara hak kebendaan dan hak perorangan itu sangat sumier tidak mutlak lagi. Sifat-sifatnya yang bertentangan itu tidak tajam lagi. Pada tiap-tiap hak itu kita dapat mendapatkan adanya hak kebendaan dan hak perorangan tersebut. Hanya titik beratnya itu yang berlainan, mungkin pada hak kebendaan mungkin pada hak perorangan. Dalam praktek kita jumpai hak-hak perorangan yang mempunyai sifat hak kebendaan :

1. Mempunyai sifat absolut (mutlak) yaitu dapat dipertahankan / dilindungi terhadap setiap gangguan dari pihak ketiga misalnya hak penyewa , mendapat perlindungan berdasarkan pasal 1365 KUHPerdata setelah adanya Arrest HR 1919.

2. Mempunyai sifat mengikuti bendanya (droit de suite) misalnya hak sewa senantiasa mengikuti bendanya. Perjanjian sewa tidak akan putus dengan berpindahnya / dijualnya barang yang disewa.

3. Mempunyai sifat prioritas yaitu pada hak perorangan kita jumpai juga adanya hak yang lebih dahulu terjadinya dimenangkan dengan hak yang terjadi kemudian, misalnya pembeli/penyewa pertama berhadapan dengan pembeli / penyewa kedua

4. Kesimpulan 4.1 Kesimpulan

1. Istilah Hukum Perjanjian seperti yang telah disebutkan diatas bahwa suatu perjanjian adalah peristiwa dimana seseorang berjanji kepada seorang lain atau dimana dua orang itu saling berjanji untuk melaksanakan sesuatu hal. Dari peristiwa ini, timbullah suatu hubungan antara dua orang tersebut. Hubungan Hukum adalah hubungan yang menimbulkan akibat hukum.

Akibat hukum disebabkan karena timbulnya hak dan kewajiban, dimana hak merupakan suatu kenikmatan, sedangkan kewajiban merupakan beban.

2. Akibat yang ditimbulkan dalam perjanjian, bahwa perjanjian mempunyai kekuatan yang mengikat antara pihak-pihak itu sendiri. Asas ini ditegaskan dalam pasal 1338 ayat 1 BW yang menegaskan bahwa perjanjian dibuat secara sah diantara para pihak. Berlaku sebagai Undang- Undang bagi pihak-pihak yang melakukan perjanjian tersebut.

3. Jual beli dianggap terjadi seketika setelah tercapai kata sepakat antara kedua belah pihak tentang kebendaan tersebut dan harganya,

(8)

meskipun kebendaan itu belum diserahkan maupun harga nya belum dibayar. Jika terjadi sesuatu hal yang tidak diinginkan yang menimbulkan kerugian tersebut adalah pembeli sendiri karena barang telah berpindah tangan dan dibawah kekuasaannya. Jika barang yang telah diperjualbelikan antara penjual dan pembeli ternyata dapat cacat tersembunyi maka sipenjual berkewajiban untuk mengganti kerugian yang diderita oleh si pembeli. Perjanjian sewa menyewa yang dibuat secara lisan pada dasar nya mempunyai akibat hukum yang sama dengan perjanjian sewa menyewa yang dibuat secara tertulis yaitu para pihak harus mematuhi perjanjian mereka dengan itikad baik.

4. Perjanjian sewa menyewa yang dibuat secara lisan pada dasarnya mempunyai akibat hukum yang sama dengan perjanjian sewa menyewa yang dibuat secara tertulis yaitu para pihak harus mematuhi perjanjian mereka dengan itikad baik.

5. Azas jual beli tidak memutuskan sewa menyewa itu adalah azas yang tersitrat dalam pasal 1576 KUHPerdata ayat 1. Hubungan sewa menyewa yang sedang berlangsung tidak dapat diputuskan secara sepihak melainkan secara Yuridis. Bahwa dalam praktek peradilan di Indonesia dalam ketentuan pasal 1576 KUHPerdata tetap diterapkan apabila terjadinya kasus pemilik menjual rumah yang sedang disewakannya kepada orang lain.

4.2 Saran

1. Agar para pihak yang melakukan transaksi jual beli, memperhatikan kondisi barang sebelum perjanjian diadakan. Hal ini untuk mencegah kerugian dikemudian hari.

2. Agar para pihak yang melakukan jual beli terhadap rumah yang masih terikat masa persewaan, hendaknya memperhatikan dan menjunjung tinggi hak sipenyewa benda atau barang yang disewa tersebut.

3. Untuk menghindari persengketaan atau konflik, hendaknya perjanjian sewa menyewa dibuat secara tertulis, karena dengan cara ini memudahkan kedua belah pihak mengetahui kapan berakhirnya perjanjian sewa menyewa serta hak dan kewajiban kedua belah pihak yang telah di tetapkan bersama.

4. Agar para pihak dapat menghindari adanya perbuatan wanprestasi, maka melakukan suatu perjanjian yang harus diadakan dengan bentuk tertentu, seperti harus dibuat dengan akta notariil.

Jadi perjanjian semacam ini baru dianggap sah jika dibuat dengan akta notaris.

5. Agar pemilik ataupun pihak yang menyewakan suatu obyek itu tidak boleh sesuka hati dalam membatalkan suatu perjanjian yang sudah diperjanjikan sebelumnya dalam sewa menyewa.

Jika ingin tetap melakukan jual beli dengan pihak lain atau pembeli baru haruslah menunggu jangka waktu yang telah ditetapkan pada saat melakukan perjanjian secara tertulis. Setelah waktu yang telah ditetapkan habis maka jual beli barulah bisa dilanjutkan .

Daftar Rujukan

[1] www.hukumonline.com

[2] Prof. R. Subekti. S.H , 1995, Aneka Perjanjian, Cetakan Kesepuluh,Bandung

[3] paringan.blogspot.co.id/2015/11/sewa-menyewa-dalam-hukum- perdata.html

[4] http://www.kerjanya.net/faq/4282-contoh-surat-perjanjian.html [5] Prof. Dr. Ny Sri Soedewi Masjchoen Sofwan, S.H, 1974Hukum

Perdata Hukum Benda Yogyakarta

Referensi

Dokumen terkait

Surakarta belum terdapat rumah produksi atau studio yang mengkhususkan diri untuk menghasilkan karya-karya film animasi, namun hal tersebut tidak menghentikan peluang dunia

Tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui pengaruh pemberian suplementasi formula tepung ikan gabus dalam meningkatkan kadar albumin serum pada pasien sindrom

1) Adakah hubungan di antara faktor individu, keupayaan, sokongan penguruslpenyelia dan budaya organisasi mempengaruhi pemindahan latihan. 2) Wujudkah faktor dominan

(a) Adakah terdapat perubahan Skor Min Peningkatan Pencapaian (SMPP) pelajar yang menggunakan mod persembahan koswer 3DM berbanding koswer 3DS bagi kemahiran visualisasi spatial

Dari tabel tersebut dapat diartikan bahwa cluster 1 dicirikan dengan pH, salinitas, dan tebal lumpur yang rendah serta suhu yang sedang dan oksigen terlarut yang

Organisme Pengganggu Tanaman (OPT) adalah semua organisme yang menggangu pertumbuhan tanaman pokok dalam hal ini Tanaman Padi yang dapat menimbulkan kerusakan

Pengujian aliran daya aktif dapat diperoleh melalui perhitungan dari data tegangan, arus, dan faktor daya pada masing-masing percabangan sistem. Diambil enam data

Sebuah sistem database terdistribusi berisikan sekumpulan site, di mana tiap- tiap site dapat berpartisipasi dalam pengeksekusian transaksi-transaksi yang mengakses data pada satu