• Tidak ada hasil yang ditemukan

HUBUNGAN ANTARA ASERTIVITAS SEKSUAL DENGAN SEXUAL RISK TAKING BEHAVIOR PADA MAHASISWI DI JAKARTA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "HUBUNGAN ANTARA ASERTIVITAS SEKSUAL DENGAN SEXUAL RISK TAKING BEHAVIOR PADA MAHASISWI DI JAKARTA"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

HUBUNGAN ANTARA ASERTIVITAS

SEKSUAL DENGAN SEXUAL RISK TAKING

BEHAVIOR PADA MAHASISWI DI JAKARTA

Nadia Safira Kusumadewi

Universitas Bina Nusantara, Jl. Kebon Jeruk Raya No. 27. Kebon Jeruk – Jakarta Barat 11530. [email protected]

(Nadia Safira Kusumadewi, Evi Afifah Hurriyati, S.Si., M.Si)

ABSTRACT

The high number of unplanned pregnancy and sexual transmitted disease occurred among adolescents in Indonesia especially in the Jabodetabek area shown that sexual behavior, which conducted by Indonesian youth has been categorized into sexual risk taking behavior. This phenomenon happened due to Indonesian adolescents – college students are considered not to have self - skill such as assertive behavior – assertiveness sexual to bound the sexual risk taking behavior. Both aspects underlying this research, which aims to see whether there is a significant relationship between sexual assertiveness and sexual risk taking behavior among women college students in Jakarta. This reseacrh method used quantitative-corelational method. With the number of respondents is 205 people that scattered in the Jakarta area, this study result showed that the significance of the value of correlation coefficient of -0,163 with the significance number of 0,01. Therefore, it can be concluded that there is a significant and weak relationship between sexual assertiveness and sexual risk taking behavior among college students in Jakarta. (NS).

Keywords : Sexual Assertiveness, Sexual Risk Taking Behavior, Women College Students

ABSTRAK

Tingginya angka kehamilan yang tidak diinginkan dan penyebaran penyakit menular seksual yang terjadi di kalangan remaja Indonesia khususnya Jabodetabek membuktikan bahwa perilaku seksual yang dilakukan oleh remaja Indonesia sudah dikategorikan ke dalam sexual risk taking behavior. Fenomena ini terjadi karena remaja indonesia dinilai tidak memiliki kemampuan diri yaitu asertivitas seksual untuk membatasi diri terhadap sexual risk taking behavior. Kedua aspek tersebut mendasari penelitian ini, yang bertujuan untuk melihat apakah terdapat hubungan yang signifikan antara asertivitas seksual dengan sexual risk taking behavior pada mahasiswi di Jakarta. Dengan jumlah responden 205 mahasiswi yang tersebar di wilayah jakarta, hasil penelitian ini menunjukkan angka koefisien korelasi sebesar -0,163 dengan signifikansi sebesar 0,01. Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan yang rendah dan signifikan antara AS dengan SRT pada mahasiswi di Jakarta. (NS).

(2)

PENDAHULUAN

Remaja adalah tahap perkembangan seseorang dimana ia berada pada fase transisi dari masa kanak-kanak menuju ke fase dewasa awal (Sarwono, 2002). Dalam menjalani fase transisi, remaja seringkali mengalami gejolak emosi dimana terjadi perbedaan dalam pengambilan keputusan. Disatu sisi mereka dituntut untuk mengikuti apa yang orang tua inginkan dan di sisi lainnya mereka menginginkan untuk mengambil keputusan sendiri (Sarwono, 2011). Pengambilan keputusan ini biasanya dikaitkan dengan kualitas dari perilaku yang dihasilkan oleh remaja. Pengambilan keputusan harus didasarkan pada beberapa pertimbangan agar yang bersangkutan tidak menghasilkan perilaku yang tidak berkualitas terlebih lagi yang mengancam kelangsungan kehidupan remaja seperti kesehatan. Saat ini masalah terbesar bagi remaja Indonesia adalah kesadaran mereka akan kesehatan dan kualitas hidup di usia dini yang cenderung mengkhawatirkan. Fakta menunjukkan bahwa remaja Indonesia dalam kurun beberapa tahun kebelakang ini mengalami permasalahan dalam mengontrol perilaku seksual mereka. Dilansir melalui situs www.bkkbn.go.id bahwa pada tahun 2011 sebanyak 69,6 persen remaja Indonesia, khususnya wilayah Jabodetabek pernah melakukan perilaku seksual pranikah, dimana 31 % diantaranya adalah mahasiswa. Untuk menunjukkan sejauh mana perilaku seksual ini terjadi di kalangan mahasiswa Jakarta, peneliti melakukan survei yang bertujuan untuk mengukur perilaku seksual dikalangan mahasiswa.

Survei ini dijawab oleh 80 % wanita dan 20 % yang berstatus sebagai mahasiswa di Jakarta dan belum menikah. Hasil survei menunjukkan bahwa sebanyak 57 % responden mengakui bahwa pernah melakukan perilaku seksual; 28,5 % pernah melakukan perilaku seksual “melakukan hubungan sexual” – berhubungan intim dan oral seks dan 28,5 % lainnya pernah melakukan perilaku seksual lainnya seperti petting, dan telepon seks. Diketahui dari 28, 5 % yang telah melakukan perilaku seksual– hubungan intim tersebut 10 % nya pernah melakukan one night stand. Dari hasil survei tersebut menunjukkan bahwa perilaku seksual pranikah sudah terjadi di kalangan remaja Jakarta. Bahkan perilaku seksual pranikah yang mereka lakukan juga telah mengarah pada perilaku seksual pranikah beresiko yaitu telah melakukan one night stand. Perilaku seksual pranikah dikatakan beresiko apabila perilaku tersebut dilakukan dengan cara yang tidak aman. Ketidakamanan tersebut menimbulkan resiko baik kesehatan Individu yang cukup besar dimana individu dapat mengalami kehamilan yang tidak diinginkan (KTD) dan penyakit menular seksual (PMS). Data dari Australian National University (ANU) dan Pusat Penelitian Kesehatan Universitas Indonesia tahun 2011 di Jakarta, Tangerang dan Bekasi (JATABEK) dengan jumlah sampel 3006 responden (usia <17 hingga 24 tahun), menunjukkan 20,9 % pelajar mengalami kehamilan dan kelahiran sebelum menikah dan 38.7 % pelajar mengalami kehamilan sebelum menikah dan kelahiran setelah menikah dan mereka rata-rata adalah pelajar SMA hingga mahasiswa (www.bkkbn.go.id). Selain kehamilan, dampak lain dari adanya perilaku seksual yang tidak sehat adalah penyebaran penyakit menular seperti HIV/AIDS. Menurut Feeney, Kelly, Gallois, Peterson & Terry dalam Journal of Apllied

Social Psychology (1999) aktivitas seksual yang dilakukan oleh individu yang berusia dini beresiko

menempatkan mereka pada resiko infeksi HIV. Rentang usia orang dengan kasus HIV/AIDS tertinggi berada pada usia 20-29 tahun dengan angka 15.747 (http://www.spiritia.or.id/), yang mengejutkan 70 % penderita HIV/AIDS di DKI Jakarta adalah kalangan pelajar, khususnya mahasiswa (www.satudunia.net). Jakarta sebagai kota metropolis mencatatkan angka terbesar dengan angka individu pengidap HIV 27.224 dan AIDS sebanyak 6299 (http://www.spiritia.or.id/).

Ketidakamanan perilaku seksual pranikah yang dapat menimbulkan ancaman kesehatan seperti kehamilan yang tidak diinginkan hingga aborsi dan penyakt menular seksual tersebut tercermin dalam konsep Sexual Risk Taking Behavior. Turchik & Garske (2008) merujuk Sexual risk taking behavior sebagai bahwa perilaku dimana individu terlibat dalam perilaku seksual pranikah beresiko dimana individu yang melakukannya akan cenderung untuk mengalami kehamilan yang tidak diinginkan (KTD) dan penyebaran penyakit menular seksual. Mengalami kejadian seperti kehamilan yang tidak diinginkan (KTD) dan terjangkit penyakit menular HIV/AIDS di usia yang belum matang sepenuhnya akan memberikan dampak secara biologis, ekonomi, maupun psikologis bagi mereka. Secara biologis, kesehatan mereka yang melakukan perilaku seksual tidak sehat tersebut mengalami perubahan seperti mengalami kehamilan dan kesehatan yang tidak lagi seperti sebelumnya seperti HIV/AIDS. Secara ekonomi, bagi individu yang dikategorikan sebagai remaja dapat dikatakan belum siap untuk mandiri dan menopang perekonomiannya sendiri. Ditinjau secara psikologis, perasaan akan takut dikucilkan, cemas jelas akan mereka alami karena mereka merasa sudah tidak lagi sama seperti teman-teman seusianya (Lubis, 2013).

Aspek terpenting dalam bagian kehidupan remaja adalah perkembangan seksualitas dan pencapaian kehidupan seksual yang sehat (Rickert, Sanghvi, & Wiemann, 2002). Perkembangan seksual

(3)

dalam masa remaja dikarakteristikan dengan kemampuan yang digunakan individu untuk mengontrol rangsangan seksyal dan mengatur konsekuensi dari perilaku seksual, dimana perkembangan ini juga tak lepas dari perkembangan kedekatan seksual individu. Adanya konsekuensi seperti kehamilan yang tidak diinginkan (KTD) dan penyakit menular seksual (PMS) ini dpaat terjadi karena tidak lepas dari interaksi sosial yang dilakukan antar individu. Konsekuensi negatif tidak akan terjadi apabila intividu menggunakan strategi promosi untuk mereduksi resiko dari aktivitas seksual. Peningkatan pemahaman akan komunikasi yang efektif tentang hubungan seksual adalah nilai yang cukup besar.

Novitriani (2013 dalam www.bkkbn.go.id) Banyak studi yang telah dilakukan oleh universitas dan lembaga penelitian di negara maju sehubungan dengan tekanan teman sebaya dan kebiasaan merokok, penggunaan alkohol dan Napza serta hubungan seksual oleh remaja. Hasil penelitian sebelumnya mengungkapkan bahwa semua itu berkaitan dengan kemampuan remaja untuk bersikap asertif. Berperilaku asertif adalah berani untuk jujur secara terbuka menyatakan kebutuhan, perasaan dan pikiran secara tegas tanpa menyinggung perasaan orang lain atau melanggar hak orang lain. Asertif tidak hanya menyampaikan hak-hak pribadi kepada orang lain namun juga berperilaku asertif berarti mampu dalam membuat keputusan bagi dirinya sehingga akan lebih mudah menggapai peluang untuk mencapai apa yang dicita-citakannya. Dalam hal ini, remaja mampu membuat keputusan akan berperilaku positif atau negatif dan mempunyai keputusan sendiri untuk memilih lingkungan pergaulan yang positif sehingga terhindar dari resiko-resiko kesehatan

Dalam konteks seksual, konsep asertivitas seksual telah dikembangkan sebagai suatu pemahaman dari startegi komunikasi yang digunakan oleh individu khususnya perempuan untuk melindungi kesehatan seksual dan kemandirian yang dapat diasumsikan bahwa perempuan memiliki hak atas tubuh mereka dan hak untuk mengekspresikan seksualitas mereka (Rickert, Sanghvi, & Wiemann, 2002). Feeney, Kelly, Gallois, Peterson & Terry (1999) mengatakan peneliti menggarisbawahi bahwa pentingnya dalam bersikap asertif yang baik dengan pasangan mengenai seks yang aman dapat mempengaruhi komunikasi aktual dengan partner seks. Individu yang asertif tentang bahaya dan pencegahan akan penyakit menular seperti HIV/AIDS akan lebih takut dalam melakukan risk taking

behavior.

Perempuan biasanya cenderung pasif dan tidak memiliki kesempatan untuk bersikap asertif mengenai minat seksual dengan melakukan inisiasi seksual (Morokoff, 1997). Konsep asertivitas seksual perempuan terbagi atas dua bentuk, pertama melibatkan kemampuan mengkomunikasikan keinginan dan kebutuhan seksual dan bentuk yang kedua bagaimana perempuan mengijinkan laki-laki untuk memperlakukan sesuai dengan apa yang perempuan rasakan dan inginkan. Kegunaan asertif dalam hal seksual berarti mencapai tujuan seseorang atau untuk menyatakan dengan keyakinan dan kepercayaan diri (East & Adams, 2002). Tingginya asertivitas seksual yang dimiliki oleh wanita diasosiasikan dengan rendahnya sexual risk taking behavior (Noar, Morokoff, & Redding, 2002; Somlai et al., 1998; Zamboni, Crawford, & Williams, 2000; Stoner et al., 2008). Wanita perlu untuk bersikap asertif terhadap pria mengenai minat seksual karena merujuk pada penelitian sebelumnya wanita yang memiliki asertivitas seksual yang rendah dapat menjadi korban kekerasan seksual dan dapat merusak suatu hubungan romantis dengan partnernya (Reichert et al., 2002; Rosenbaum & O'Leary, 1981; Stoner et al., 2008).

Berdasarkan kaitan fakta serta beberapa penelitian yang pernah ada, untuk itu peneliti bermaksud untuk melakukan penelitian mengenai Hubungan Antara Perilaku Asertif dengan Sexual Risk Taking

Behavior di kalangan mahasiswa. Peneliti bermaksud melihat apakah perilaku asertif memiliki hubungan

yang positif terhadap seseorang untuk melakukan perilaku seks beresiko. Penelitian ini akan melibatkan mahasiswa perguruan tinggi di wilayah Jakarta sebagai sampel dari penelitiannya.

METODE PENELITIAN

Penelitian ini menggunakan dua teknik sampling yaitu non probability sampling dengan menggunakan snowball sampling dan random sampling dengan teknik simple random sampling. Menurut Sugiyono (2011) snowball sampling adalah teknik penentuan sampel yang mulamula jumlahnya kecil, kemudian sampel ini disuruh memilih teman-temannya untuk dijadikan sampel Begitu seterusnya, sehingga jumlah sampel semakin banyak. Karena kurangnya sampel yang peneliti dapat, peneliti pun memutuskan untuk menggunakan random sampling, yaitu dengan simple random sampling. Menurut Sugiyono (2011) simple random sampling adalah pengambilan anggota sampel dari populasi dilakukan secara acak tanpa memperhatikan strata yang ada dalam populasi itu. Desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuantitatif korelasional, dimana tujuannya adalah menginvestigasi hubungan antara dua atau lebih variabel (Sarwono, 2006).

(4)

Alat ukur yang digunakan untuk variabel asertivitas seksual merupakan alat ukur yang diadaptasi penulis dari alat ukur yang diciptakanoleh Morokoff (1997) yaitu sexual assertiveness scale for women. Alat ukur ini terdiri dari 18 item. Alat ukur ini terbentuk berdasarkan dimensi asertivitas seksual yang mana dimensi ini merupakan turunan dari dimensi asertivitas secara umum. Adapun terdapat 3 dimensi dari asertivitas seksual, yaitu intiation, refusal, dan std-pregnancy prevention. Sedangkan untuk variabel

sexual risk taking behavior, peneliti menggunakan alat ukur yang diciptakan oleh Turchik & Garske

(2008). Adapun dimensi yang digunakan dalam variabel ini adalah dimensi yang sexual risk with

uncommited partner, risky sex acts, impulsive sexual behaviors, dan intent to engage in risky sexual behaviors. Dimensi yang dikembangkan oleh Turchik & Garske (2008) ini merupakan dimensi yang

dikembangkan dari bentuk sexual risk taking behavior yaitu berhubungan dengan tanpa menggunakan pengaman, berhubungan seksual dengan banyak partner, dan berhubungan seksual dibawah pengaruh alkohol atau narkoba. Kedua alat ukur dari penelitian ini menggunakan Skala Likert. Menurut Sanusi (2011) skala Likert adalah skala yang didasarkan pada penjumlahan sikap responden dalam merespon pernyataan berkaitan indikator-indikator suatu konsep atau variabel yang sedang diukur. Skala likert yang digunakan dalam asertivitas seksual terdiri yang terdiri dari (STS : Sangat Tidak Setuju, TS : Tidak Setuju, R: Ragu-Ragu, S : Setuju, SS : Sangat Setuju). Sedangkan untuk sexual risk taking behavior, skala likert yang digunakan terdiri dari Tidak Pernah, Jarang, Kadang-Kadang, Sering, dan Selalu.

HASIL DAN BAHASAN

Berdasarkan uji normalitas, data pada variabel asertivitas seksual dan sexual risk taking behavior berdistribusi tidak normal. Oleh karena itu, analisa korelasi yang digunakan adalah analisa korelasi Spearman. Hasil perhitungan korelasi melalui software IBM SPSS Statistics 20 menunjukkan data sebagai berikut :

Uji Korelasi Asertivitas Seksual dan Sexual Risk Taking Behavior

Correlations

AS

SRT

Spearman's

rho

Asertivitas Seksual

Correlation

Coefficient

1.000

-.163

*

Sig. (2-tailed)

.

.019

N

205

205

Sexual Risk Taking

Behavior

Correlation

Coefficient

-.163

*

1.000

Sig. (2-tailed)

.019

.

N

205

205

*. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed).

Sumber : Data Olahan Peneliti

Dari data tabel korelasi yang diolah dengan menggunakan SPSS IBM Versi 20, diketahui bahwa angka koefisien korelasi kedua variabel menunjukkan angka -0,163, maka Koefisien korelasi diantara kedua variabel ini menunjukkan hubungan linier sempurna yang negatif. Koefisien korelasi merupakan pengukuran statistik kovarian atau asosiasi antara dua variabel. Besarnya koefesien korelasi berkisar antara +1 s/d -1. Koefisien korelasi menunjukkan kekuatan (strength) hubungan linear dan arah hubungan dua variabel acak. Jika koefisien korelasi positif, maka kedua variabel mempunyai hubungan searah. Sebaliknya, jika koefesien korelasi negatif, maka kedua variabel mempunyai hubungan terbalik. Berikut ini adalah kriteria angka koefisien korelasi adalah sebagai berikut (Sarwono, 2006) :

• 0 : Tidak ada korelasi antara dua variabel • >0 – 0,25: Korelasi sangat lemah

(5)

• >0,25 – 0,5: Korelasi cukup • >0,5 – 0,75: Korelasi kuat • >0,75 – 0,99: Korelasi sangat kuat • 1: Korelasi sempurna

Menurut Sarwono (2006) terdapat dua hipotesa untuk melihat hubungan signifikansi diantara kedua variabel, yaitu sebagai berikut

a. Jika signifikansi angka riset menunjukkan angka <0,05 maka H0 ditolak b. Jika signifikansi angka riset menunjukkan angka <0,05 maka H1 diterima

Pada tabel, Kedua variabel dalam penelitian ini menunjukkan angka signifikansi sebesar 0,019. Hal ini berarti 0,019 lebih kecil dibandingkan 0,05. Maka dengan kata lain, hipotesa penelitian H0 ditolak dan H1 diterima. Berdasarkan dari hasil perhitungan tersebut, dapat dapat dikatakan bahwa terdapat hubungan negatif yang signifikan dan sangat lemah antara asertivitas seksual dengan sexual risk taking behavior. Interpretasi dari hasil penelitian ini menunjukkan bahwa semakin tinggi asertivitas seksual, semakin rendah sexual risk taking behavior mahasiswi, begitupula sebaliknya semakin rendah asertivitas seksual, semakin tinggi sexual risk taking

behavior pada mahasiswi di Jakarta.

SIMPULAN DAN SARAN

Berdasarkan hasil pengambilan dan pengolahan data didalam penelitian ini, diperoleh hasil bahwa terdapat hubungan negatif yang signifikan dan sangat lemah antara asertivitas seksual dengan sexual risk taking behavior pada mahasiswi di Jakarta. Adanya penelitian ini menghasilkan saran yaitu diharapkan agar kelompok pelajar khususnya mahasiswi tetap menjaga Asertivitas dalam hal seksual agar mereka tidak melakukan Sexual Risk Taking Behavior sehingga tidak akan ada dampak negatif seperti kehamilan yang tidak diinginkan dan penyebaran penyakit menular seksual. Cara agar mahasiswi dapat terhindar dari sexual risk taking behavior adalah dengan meningkatkan kembali skill asertivitas. Skill asertivitas ini dapat dimiliki dengan cara terus melatih dan mulai untuk berani dalam bersuara. Adanya sarana seperti seminar mengenai pelatihan asertivitas dan dampak buruk dari perilaku seksual beresiko perlu diadakan agar individu dapat mengerti apa dampak yang dihasilkan bila mereka tidak menerapkan hal-hal tersebut. Saran bagi para mahasiswi sebaiknya untuk tidak melakukan hubungan seksual apalagi sebelum meresmikan ke hubungan pernikahan dengan partnernya karena kembali lagi kita sebagai warga Negara Indonesia masih terikat dengan adat ketimuran yang sangat menolak perilaku seks bebas untuk dilakukan.

Bagi penelitian selanjutnya agar lebih baik, diharapkan tidak hanya melibatkan wanita, namun pria juga harus dilibatkan dalam penelitian yang berkaitan dengan semacam ini. Manfaatnya agar dapat mengetahui sejauh mana perbedaan antara pria dan wanita dalam melakukan perilaku asertif dan sexual risk taking behavior. Selain itu, lebih baik pula untuk dapat menggunakan data demografi lainnya seperti usia saat pertama kali melakukan hubungan seksual. Hal itu guna memperkaya pengetahuan lebih detil lagi mengenai variabel asertivitas seksual dengan sexual risk taking behavior. Wilayah penelitian juga harus lebih besar lagi dibandingkan hanya melibatkan satu kota saja agar dapat mengetahui gambaran mengenai perilaku seksual beresiko disetiap daerah yang pasti akan berbeda

REFERENSI

Aliyati, N.A. (2013). Pengaruh Pemberian Metode Bermain Untuk Meningkatkan Perilaku Asertif Anak. Universitas Ahmad Dahlan Yogyakarta

Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional. (2012). Pedoman Pengelolaan Pusat Informasi dan Konseling Remaja dan Mahasiswa (PIK R/M), diakses tanggal 10 Maret 2014 dari http://www.bkkbn.go.id

(6)

Broadbeck, J., Vilen, L. U., Bachmann, M., Znoj, H. & Alsaker, D. F. (2010). Sexual Risk Behavior In Emerging Adulthood : Gender-Spesific Effect of Hednosim, Psychosocial Distress and Sociocognitive Variables In a 5-Year Longitudinal Study. AIDS Education and Prevention, 22(2), 148-159

Byrnes, P. J., Miller, C. D., Schafer, D. W. (1999). Gender Differences in Risk-Taking : A Meta-Analysis. Psychological Bulletin, 125(3), 367-383

Condliffe, P. (1995). Conflict Management a Practical Guide. Malaysia : S. Abdul Majeed & Co

Coulter, A. (2007). Sexual Sensation Seeking and Self Efficacy’s Relationship To Sexual Risk Taking

Behavior. Thesis. The Faculty Of Humboldt State University.

DiClemente, J.R., Hansen, B. W. & Ponton, E.L. (1996). Handbook of Adolescent Health Risk Behavior East, P., Adams, J. (2002). Sexual Assertiveness and Adolescents Sexual Rights. Perspectives on Sexual

and Reproductive Health, 34 (4)

Feeney, A.J., Kelly, L., Gallois, C., Peterson, C. & Terry, D.H. (1999). Attachment style, assertive communication, and safer-sex behavior, Journal of Applied Social Psychology, 29 (9), 1964-1983.

Gaya Berpacaran Anak Muda Jakarta Semakin Bebas. (2012), diakses tanggal 10 Maret 2014, dari http://www.indopos.co.id/2012/11/gaya-pacaran-anak-muda-jakarta-yang-semakin-bebas.html Gullone, E., Moore, S. & Boyd, C. (2000). The Adolescent Risk-Taking Questionnaire. Journal of

Adolescent Research, 15(2), 231-250

Hamzah, A. (2010). Hubungan Antara Preferensi Musik dengan Risk-Taking Behavior Pada Remaja. Jakarta : Skripsi Fakultas Psikologi Universitas Negeri Syarif Hidayatullah

Hans. (2008). Pelajar dan Mahasiswa Dominasi HIV/AIDS di Jakarta, Satu Dunia, diakses tanggal 11 Maret 2014, <http://www.satudunia.net/content/pelajar-dan-mahasiswa-dominasi-hivaids-di-jakarta>

Jerman, P & Constantine, N.A. (2010). Demographic and Psychological Predictors of Parent-Adolescent Communication About Sex: A Representative Statewide Analysis. Journal of Yout Adolescent, 39 (10), 1164-1174

King, B. M. (2009). Human Sexuality Today. 6th Edition. New Jersey: Pearson Education. Lange, J.A., Jakobowski, P. (1976). Responsible Assertive Behavior : Cognitive/Behavioral Procedures

for Trainers. USA: Research Press.

Leclerc, B. Bergeron, S. Brassard, A. Belanger, C. Steben, M. Lambert, B. (2013). Attachment, Sexual Assertiveness, And Sexual Outcomes in Women with Provoked Vestibulodynia and Their Partners: A Mediation Model. Arch Sex Behav.

Lubis, N.L. (2013). Psikolgi Kespro Wanita & Perkembangan Reproduksinya. Jakarta : Prenada Media Marini, L & Andriani, E. (2005) Perbedaan Asertivitas Remaja Ditinjau Dari Pola Asuh Orang Tua.

Psikologia, vol 1(2), p. 46-53

Masters, H.M., Johnson, E.V. & Kolodny, C.R. (1992). Human Sexuality 4th Edition. USA: HarperCollins

Publisher

Menard, A.D., Offman, A. (2009). The Interrelationship Between Sexual Self-Esteem, Sexual Assertiveness, and Sexual Satisfaction. The Canadian Journal of Human Sexuality.

Murti, R.I. (2008). Hubungan Antara Frekuensi Paparan Pornografi Melalui Media Masa dengan

Tingkat Perilaku Seksual Pada Siswa SMU Muhammadiyah 3. Skripsi S1. Fakultas Kesehatan

Masyarakat, Universitas Indonesia, Depok.

Morokoff, P, J., Quina, K., Harloww, L.L., Whitmire, L., Grimley, D.M., Gibson, P.R., & Burkholder, G.J. (1997). Sexual Assertiveness Scale (SAS) for Women: Development and Validation. The

American Psychological Association, 73 (4), 790-804.

Novitriani, S. (2013). Menumbuhkan Perilaku Asertif Pada Remaja, diakses tanggal 27 Agustus 2014, dari http://www.kalsel.bkkbn.go.id/Lists/Artikel

Pelajar dan Mahasiswa dominasi HIV/AIDS di Jakarta, diakses tanggal 10 Maret 2014, dari http://www.satudunia.net/content/pelajar-dan-mahasiswa-dominasi-hivaids-di-jakarta

Pratiwi, N.L., Basuki, H. (2010). Analisis Hubungan Perilaku Seks Pertamakali Tidak Aman Pada Remaja Usia 15-24 Tahun dan Kesehatan Reproduksi. Puslitbang Sistem dan Kebijakan

Kesehatan Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, 309-320

Priyatno, D. (2013). Mandiri Belajar Analisis SPSS Data dengan SPSS. Jakarta: PT. Buku Seru

Rafaelli, M & Crockett, J.L. (2003). Sexual Risk-Taking in Adolescence : The Role of Self Regulation and Attraction to Risk. Developmental Psychology, vol 39(6), p. 1036-1046

Rata-Rata Remaja 19 Tahun Pernah Berhubungan Intim, (2011), diakses tanggal 10 Maret 2014, dari http:// http://www.bkkbn.go.id/Lists/Berita/DispForm.aspx?ID=366

(7)

Rickert, V.I., Sanghvi, R., Wiemann, M.C. (2002). Is Lack Of Sexual Assertiveness Among Adolescent and Young Adult Women a Cause for Concern?. Perspectives on Sexual and Reproductive

Health, 34 (4).

Riduwan. 2010. Metode dan Teknik Menyusun Tesis. Bandung: Alfabeta

Riduwan dan Sunarto. 2010. Pengantar Statistika untuk Penelitian Pendidikan, Sosial, Ekonomi, Komunikasi dan Bisnis. Bandung: CV Alfabeta

Samsi, N.W. (2012). Peningkatan Perilaku Asertif Terhadap Perilaku Negatif Berpacaran Melalui

Pelatihan Asertivitas Pada Siswa Kelas X Pemasaran 1 di DMK Negeri 1 Depok. Skripsi

Fakultas Psikologi Pendidikan dan Bimbingan Universitas Negeri Yogyakarta Sanusi, Anwar. 2011. Metodologi Penelitian Bisnis,Jakarta: Salemba Empat

Sari, U.M. (2007). Perbedaan Perilaku Asertif Pada Remaja Ditinjau Dari Pola Asuh Orangtua. Skripsi S1. Universitas Soegijapranata, Semarang.

Sarlito, S.W. (2002). Psikologi Remaja. Jakarta : Raja Grafindo Persada

Sarlito, S.W. (2011). Psikologi Remaja. Jakarta : Rajawali Pers Raja Grafindo Persada

Sarwono, Jonathan. 2012. Metode Riset Skripsi Pendekatan Kuantitatif (Menggunakan Prosedur SPSS). Jakarta: Elex Media Komputindo

Sedarmayanti dan Hidayat, Syarifudin. 2011. Metodologi Penelitian. Bandung: CV Mandar Maju

Stoner, S.A., Norris, J. George, W.J., Morrison, D.M., Zawacki, T. Davis, K.C., Hessler, D.M. (2008). Women’s Condom Use Assertiveness And Sexual Risk Taking : Effect Of Alcohol Intoxication And Adult Victimization. Addictive Behaviors, 33, 1167-1176

Sugiyono. 2008. Metode Penelitian Kombinasi (Mixed Method). Bandung: Alfabeta _______. 2011. Metode Penelitian Administrasi. Bandung: CV Alfabeta

_______. 2012. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. Bandung: CV Alfabeta Sunjoyo, Rony Setiawan, et al. 2013. Aplikasi SPSS untuk Smart Riset. Bandung: Alfabeta

TMS Consulting. The Psychology of Risk, diakses tanggal 18 Maret 2014, dari http://www.tmsconsulting.com.au/wscontent/uploads/TMS_Consulting__The_Psychology_of_ Risk.pdf

Turchik, A.J., Garske, P.J. (2008). Measurement of sexual risk taking among college students. Arch Sex Behav.

Wang, Z. (2009). Parent-Adolescent Communication and Sexual Risk-Taking Behaviours Of Adolescents. Thesis S2. Faculty of Psychology, University of Stellenbosch.

Whitaker, J.D., Miller, S.K., May, C.D. & Levin, L.M. (1999). Teenage Partners’ Communication About

Sexual Risk and Condom Use: The Importance Of Parent-Teenager Discussions. Family

Planning Perspectives, vol 31(3), p. 117-121.

Williams, C. (2001). Being Assertive [ebook], diakses tanggal 21 Maret 2014, dari http://www.leeds.ac.uk/ahead4health/assets/Beingassertive.pdf

Yates, F.J. (1992). Risk-Taking Behavior. USA: Wiley

Trimpop, R. (1994). The Psychology of Risk Taking Behavior. USA: Gower.

Turchik, J., & Garske, J. (2008). Measurement of Sexual Risk Taking Among College Students. Arch Sex

Behavior.

RIWAYAT PENULIS

Nadia Safira Kusumadewi lahir di Denpasar pada tanggal 29 April 1992. Penulis menamatkan pendidikan S1 di Universitas Bina Nusantara dalam bidang Psikologi pada tahun 2014. Saat ini penulis bekerja sebagai HR Intern di Gunung Sewu Kencana.

Referensi

Dokumen terkait

Dalam hal ini legalitas hukum hubungan darah antara anak dengan ayah biologisnya, memberi perlindungan hukum atas hak-hak dasar anak, memberi perlakuan yang

rumah  tangga  dan  perwakilan  organisasi  majikan  pekerja  rumah  tangga”.  Keempat  Pasal  ini . mengatur hal‐hal berikut: 

Equiptment mempunyai umur ekonomis 8 tahun, metode penyusutan Garis Lurus, nilai residu ditaksir sebesar Rp.17.000.000,- Penyusutan diperhitungkan dan dicatat setiap bulan

Menimbang, bahwa berdasarkan fakta di atas dan keterangan Pemohon I dan Pemohon II di persidangan yang diperkuat oleh keterangan para Saksi tersebut, Majelis Hakim

Untuk mengakselerasi pelaksanaan program pengelolaan pertanahan Badan Pertanahan Nasional mengembangkan kantor pertanahan bergerak (Larasita). Dengan cara ini Badan

Capaian IPM Kabu- paten Sumedang tahun 2012 sebesar 72,95, shortfall sebesar 1,02 dan masuk kategori menengah atas.. Hal ini tidak terlepas dari upaya pemerintah daerah

Sedangkan dari keseluruhan hasil penelitian ini, terlihat b ahw a B PR perlu membuat perencanaan form a l terutama dalam menghadapi perub ahan lingkungan bisnis, persaingan

Saat ini perbankan syari’ah telah memasuki persaingan berskala global, merupakan suatu tantangan yang harus dihadapi dan di tangani oleh bank syari’ah untuk dapat