• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERANAN ALOKASI DANA KAMPUNG (ADK) TERHADAP PENGEMBANGAN WILAYAH PERDESAAN DI KABUPATEN ACEH TENGAH TESIS. Oleh : HARDIANY /PWD

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "PERANAN ALOKASI DANA KAMPUNG (ADK) TERHADAP PENGEMBANGAN WILAYAH PERDESAAN DI KABUPATEN ACEH TENGAH TESIS. Oleh : HARDIANY /PWD"

Copied!
118
0
0

Teks penuh

(1)

PERANAN ALOKASI DANA KAMPUNG (ADK) TERHADAP PENGEMBANGAN WILAYAH PERDESAAN

DI KABUPATEN ACEH TENGAH

TESIS

Oleh :

HARDIANY 157003004/PWD

SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2017

(2)

PERANAN ALOKASI DANA KAMPUNG (ADK) TERHADAP PENGEMBANGAN WILAYAH PERDESAAN

DI KABUPATEN ACEH TENGAH

T E S I S

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Magester Sains Dalam Program Studi Perencanaan Pembangunan Wilayah dan Pedesaan

Pada Sokalah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara

Oleh:

HARDIANY 157003004/PWD

SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2017

(3)

Judul Tesis : PERANAN ALOKASI DANA KAMPUNG (ADK) TERHADAP PENGEMBANGAN WILAYAH PERDESAAN DI KABUPATEN ACEH TENGAH

Nama Mahasiswa : Hardiany Nomor Pokok : 157003004

Program Studi : Perencanaan Wilayah dan Pedesaan (PWD)

Menyetujui, Komisi Pembimbing

(Prof. Erlina, SE. M.Si. Ph.D.Ak) Ketua

(Prof. Dr. H. B. Tarmiji, SE, SU) Anggota

Ketua Program Studi

(Prof. Dr. lic.rer.reg. Sirojuzilam, SE)

Direktur

(Prof. Dr. Robert Sibarani, M.Sc)

Tanggal Lulus : 19 Juli 2017

(4)

Telah diuji pada Tanggal 19 Juli 2017

Panitia Penguji Tesis

Ketua : Prof. Erlina, SE, M.Si, Ph.D, Ak, CA Anggota : 1. Prof. Dr. H. B. Tarmizi, SE, SU

2. Prof. Dr. Badaruddin, MS 3. Dr. Rujiman, MA

4. Dr. Agus Purwoko, S.Hut, M.Si

(5)

ABSTRAK

Tujuan dari penelitian ini dilakukan adalah mendeskripsikan peranan Alokasi Dana Kampung (ADK) terhadap pengembangan wilayah perdesaan di Kabupaten Aceh Tengah. Metode analisis yang digunakan yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif dan dilakukan uji validitas dan reliabilitas untuk menentukan kusioner yang digunakan. Indikator dalam penelitian ini adalan Alokasi Dana Kampung (ADK), Pemenuhan Kebutuhan Dasar, Penguatan Kelembagaan, Peningkatan Infrastruktur dan Pengembangan Wilayah Perdesaan, Penelitian dilakukan di Kecamatan Lut Tawar, Kabupaten Aceh Tengah dengan jumlah sampel penelitian sebanyak 96 responden. Hasil Penelitian menunjukkan bahwa kebijakan Program Alokasi Dana Kampung (ADK) di Kecamatan Lut Tawar berjalan cukup lancar. Hal ini dapat terlihat dari tahap persiapan berupa Daftar Usulan Rencana Kegiatan (DURK), pelaksanaan kegiatan, evaluasi kegiatan sampai dengan tahap penyusunan pertanggungjawaban. Selanjutnya Alokasi Dana Kampung (ADK) berperan terhadap pengembangan wilayah di Kecamatan Lut Tawar Kabupaten Aceh Tengah. Pelaksanaan Alokasi Dana Kampung (ADK), Pemenuhan Kebutuhan Dasar, Penguatan Kelembagaan, Peningkatan Infrastruktur dan Pengembangan Wilayah Perdesaan telah dilaksanakan secara efektif dengan adanya Alokasi Dana Kampung (ADK).

Kata Kunci : Alokasi Dana Kampung, Pemenuhan Kebutuhan Dasar, Penguatan Kelembagaan, Peningkatan Infrastruktur, dan Pengembangan Wilayah Perdesaan.

(6)

ABSTRACT

The purpose of this research is to describe the role of Kampung Fund Allocation (ADK) to the development of rural areas in Central Aceh District. The method of analysis used in this research is qualitative method and tested the validity and reliability to determine the kusioner used. Indicators in this study are Adjusted Fund Allocation Fund (ADK), Basic Needs Fulfillment, Institutional Strengthening, Infrastructure Improvement and Rural Area Development, The research was conducted in Kecamatan Lut Tawar, Central Aceh District with 96 respondents. The result of the research shows that the policy of Kampung Alocation Fund Program (ADK) in Kecamatan Lut Tawar runs quite smoothly. This can be seen from the preparation stage of the Proposed Action Plan List (DURK), implementation of activities, activity evaluation up to the stage of accountability. Furthermore, the Kampung Fund Allocation (ADK) plays a role in the development of the area in Lut Tawar Sub-district, Central Aceh District. Implementation of Kampung Fund Allocation (ADK), Basic Needs Fulfillment, Institutional Strengthening, Infrastructure Improvement and Rural Area Development have been implemented effectively with the allocation of Village Fund (ADK).

Keywords: Kampung Fund Allocation, Basic Needs Fulfillment, Institutional Strengthening, Infrastructure Improvement, and Rural Area Development.

(7)

KATA PENGANTAR

Alhamdulillahhirabbilalamin puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang senantiasa melimpahkan berkah, rahmat dan hidayah Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas penyusunan tesis ini. Tesis ini berjudul “ Peranan Alokasi Dana Kampung (ADK) terhadap Pengembangan Wilayah Perdesaan di Kabupaten Aceh Tengah”, tesis ini merupakan salah satu persyaratan untuk mendapatkan gelar Magister di program Studi Magister Perencanaan Pembanngunan Wilayah dan Pedesaan (PWD) Universitas Sumatera Utara.

Dalam penulis tesis ini, penulis banyak sekali mendapatkan bantuan dan bimbingan dari semua pihak, maka dengan segala kerendahan hati penulis menyampaikan terima kasih yang tak terhingga kepada:

1. Bapak Prof. Dr lic. rer. Reg. Sirojuzilam, SE selaku Ketua Program Studi Perencanaan Pembangunan Wilayah dan Pedasaan yang telah banyak memberikan wawasan tentang pembangunan wilayah dan pedesaan;

2. Ibu Prof. Erlina, SE. M.Si. Ph.D.Ak dan Bapak Prof. Dr. H. B. Tarmiji, SE, SU selaku komisi pembimbing yang telah banyak meluangkan waktu dan memberikan bimbingan serta araha dalam penyusunan tesis ini;

3. Bapak Prof. Dr. Badaruddin, MS, Bapak Dr. Rujiman, MA, dan Bapak Dr. Agus Purwoko, S. Hut, M. Si selaku komisi pembanding yang telah menyampaikan berbagai masukan untuk perbaikan tesis ini;

4. Seluruh Civitas Akademika Program Studi Perencanaan Pembangunan Wilayah dan Pedesaan (PWD) yang telah banyak membantu proses administrasi dan kelancaran kegiatan akademik;

5. Seluruh keluarga besar saya yang saya cintai dan banggakan yang telah memberikan motivasi selama mengikuti pendidikan pascasarjana;

6. Seluruh aparat pemerintahan di Kabupaten Aceh tengah khususnya di Kecamatan Lut Tawar yang telah banyak memberikan informasi tentang pelaksanaan Alokasi Dana Kampung (ADK), serta masyarakat dan pimpinan Desa/Kampung yang banyak memberikan masukan yang berkaitan dengan penelitian ini.

(8)

Akhirnya kepada seluruh pihak yang telah banyak membantu baik secara langsung maupun tidak langsung dalam penyusunan tesis ini, yang tidak tercantum dalam tulisan ini, semoga segala bentuk kebaikan yang telah diberikan mendapat ganjaran yang berlipat ganda dari Allah SWT. Penuli juga menyadari bahwa tesis ini belum sempurna, untuk itu peneliti menerima saran dan kritik untuk membangun dari semua pihak dan akhir kata saya ucapkan terima kasih.

Medan,

Hardiany

NIM. 157003004

(9)

RIWAYAT HIDUP

Hardiany lahir di Simp IV Bebesen Kabupaten Aceh Tengah Provinsi Aceh pada tanggal 10 Februari 1988, anak ketiga dari lima bersaudara dari pasangan Bapak H.

Hasbullah dan Ibu Hj. Nirwani, Istri dari Bapak Tatang Sugiarso dan ibu dari dua orang putri Syakila Khansa dan Arsyla Romeesa.

Pendidikan penulis dimulai dari Madrasah Ibtidaiyah Negeri (MIN) I Bebesen lulus pada tahun 2000, Sekolah Menengah Pertama (SMP) Negeri 1 Takengon lulus pada tahun 2003, dan Sekolah Menengah Atas (SMA) Negeri 1 Bebesen lulus pada tahun 2006 selanjutnya kuliah di Institut Pemerintahan Dalam Negeri (IPDN) Jatinangor Jawa Barat lulus pada tahun 2009.

Penulis bekerja sebagai Pegawai Negeri Sipil (PNS) pada Badan Kepegawaian Pendidikan dan Pelatihan Kabupaten Aceh Tengah Profinsi Aceh.

(10)

DAFTAR ISI

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

RIWAYAT HIDUP ... . v

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR TABEL ... ix

DAFTAR GAMBAR ... xi

DAFTAR LAMPIRAN ... xii

BAB I PENDAHULUAN ……….………. ... 1

1.1. Latar Belakang Masalah ... 1

1.2. Perumusan Masalah ... 7

1.3. Tujuan Penelitian ... 8

1.4. Manfaat Penelitian... 8

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 10

2.1. Penelitian Terdahulu ... 10

2.2. Teori Pengembangan Wilayah ... 14

2.3. Alokasi Dana Kampung ... 24

2.3.1 Pengertian Alokasi Dana Kampung ... 24

2.3.2 Dasar Hukum Pelaksanaan Alokasi Kampung ... 27

2.3.3 Azas Pengelolaan Keuangan Kampung... 27

2.3.4 Pengelolaan Alokasi Dana Kampung ... 31

2.4. Kerangka Berpikir ... 32

BAB III METODE PENELITIAN ... 34

3.1 Ruang Lingkup Penelitian ... 34

3.2 Jenis dan Sumber Data ... 34

3.3 Populasi dan Teknik Pengambilan Sampel ... 35

(11)

3.4 Teknik Pengumpulan Data ... 36

3.5 Metode Analisis Data ... 38

3.6 Defenisi Operasional Penelitian ... 40

3.7 Pengujian Validitas dan Reliabilitas Data ... 41

3.7.1 Hasil Uji Validitas Instrumen ... 42

3.7.2. Hasil Uji Reliabilitas Instrumen ... 43

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. ... 45

4.1 Gambaran Umum Penelitian ... 45

4.1.1 Kondisi Geografis Kecamatan Lut Tawar ... 45

4.1.2 Demografi dan Keadaan Penduduk di Kecamatan Lut Tawar 47 4.1.3 Penduduk Menurut Jumlah Mata Pencaharian di Kecamatan . Lut Tawar ... 49

4.1.4 Sarana dan Prasarana di Kecamatan Lut Tawar ... 50

4.1.4.1 Sarana Pendidikan ... 50

4.1.4.2 Sarana Kesehatan ... 51

4.2 Pelaksanaan Alokasi Dana Kampung (ADK) di Kecamatan Lut Tawar ... 54

4.2.1 Proses Pencairan Alokasi Dana Kampung di Kabupaten Aceh Tengah ... 58

4.3 Perencanaan, Pelaksanaan, Evaluasi, dan Pertanggungjawaban Alokasi Dana Kampung (ADK) ... 66

4.3.1 Perencanaan Alokasi Dana Kampung (ADK) ... 66

4.3.2 Pelaksanaan Alokasi Dana Kampung (ADK) ... 71

4.3.2.1 Pengendalian ... 72

4.3.2.2 Pembinaan ... 73

4.3.2.3 Kegiatan Pasca Pelaksanaan Proggram ... 73

4.3.2.4 Proses Membangun Prasarana dengan Dana Kampung ... 75

4.3.3 Pengawasan Dana dan Prasarana dengan Dana Alokasi Dana Kampung (ADK) ... 76 4.3.3.1 Penghargaan dan Sanksi Pelaksanaan Alokasi

(12)

Dana Kampung (ADK) ... 77

4.3.3.2 Evaluasi Alokasi Dana Kampung (ADK) ... 77

4.3.4 Pertanggungjawaban Alokasi Dana Kampung (ADK) ... 78

4.4 Peranan Alokasi Dana Kampung (ADK) terhadap Pengembangan Wilayah Perdesaan ... 80

4.4.1 Diskripsi Kuesioner ... 80

4.4.2 Demografi Responden ... 80

4.4.3 Diskripsi Data ... 82

4.4.4 Analisis Hasil Pelaksanaan Kegiatan ... 83

4.4.4.1 Perencanaan Alokasi Dana Kampung (ADK) ... 86

4.4.4.2 Pemenuhan Kebutuhan Dasar ... 86

4.4.4.3 Penguatan Kelembagaan ... 88

4.4.4.4 Peningkatan Infrastruktur Perdesaan ... 89

4.4.4.5 Pengembangan Wilayah Perdesaan ... 90

4.5 Kendala-Kendala dalam Pelaksanaan Alokasi Dana Kampung ... 91

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 92

5.1 Kesimpulan ... 92

5.2 Saran ... 93

DAFTAR PUSTAKA ... 95

(13)

DAFTAR TABEL

No. Judul Halaman

3.1. Uji Validitas Instrumen... 42

3.2 Uji Reliabilitas dengan Nilai Cronbach’s Alpha... 43

4.1. Nama Kampung dan status Kampung dalam Kecamatan Lut Tawar Tahun 2016... 46

4.2 Jumlah Penduduk Menurut Agama dirinci per Kampung dalam Kecamatan Lut Tawar Tahun 2016... 47

4.3 Jumlah Penduduk, jenis kelamin dan Jumlah Rumah Tangga di Kecamatan Lut Tawar tahun 2016... 48

4.4 Persentase Penduduk Menurut Sumber Mata Pencaharian di Kecamatan Lut Tawar Tahun 2016... 49

4.5 Jumlah Sekolah menurut Jenjang Pendidikan di Kecamatan Lut Tawar tahun 2015... 51

4.6 Jumlah Sarana Kesehatan Menurut Jenis Sarana Masing-Masing Kampung di Kecamatan Lut Tawar Tahun 2016... 52

4.7 Jumlah Pos KB, Sub Pos KB dan Posyandu Menurut Kampung di Kecamatan Lut Tawar, Tahun 2016... 53

4.8 Jumlah Penerimaan Alokasi Dana Kampung (ADK) Kabupaten Aceh Tengah dan Kecamatan Lut Tawar Tahun 2014-2016... 56

4.9 Besaran Alokasi Dana Kampung (ADK) Kecamatan Lut Tawar Kabupaten Aceh Tengah Tahun 2014 sampai dengan 2016... 57

4.10 Rincian Alokasi Dana Kampung (ADK) Kecamatan Lut Tawar Tahun 2014... 61

4.11 Rincian Alokasi Dana Kampung (ADK) Kecamatan Lut Tawar Tahun 2015... 63

4.12 Rincian Alokasi Dana Kampung (ADK) Kecamatan Lut Tawar Tahun 2016... 65

4.13 Pengumpulan Data... 80

4.14 Karakteristik Jenis Kelamin Responden... 81

4.15 Karakteristik Umur Responden... 81

(14)

4.16 Karakteristik Tingkat Pendidikan Responden... 82 4.17 Hasil Tanggapan Responden... 84 4.18 Rincian dari hasil tanggapan responden... 85

(15)

DAFTAR GAMBAR

No. Judul Halaman

2.1. Kerangka Pemikiran Penelitian... 33

(16)

DAFTAR LAMPIRAN

No. Judul Halaman

1. Lembar Kusioner………... ... 98

2. Tabulasi Data Responden………... ... 00

3. Deskripsi dan Kualitas Data………... ... 102

4. Foto Penelitian……….... ... 115

(17)

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah

Indonesia sebagai sebuah Negara dibangun diatas dan dari desa, desa merupakan pelopor sistem demokrasi yang otonom dan berdaulat penuh. Sejak lama, desa telah memiliki sistem dan mekanisme pemerintahan serta norma sosial masing-masing. Inilah yang menjadi cikal bakal sebuah Negara bernama Indonesia. Namun, hingga saat ini pembangunan desa masih dianggap sebelah mata oleh pemerintah. Kebijakan pemerintah terkait pembangunan desa hingga saat ini masih jauh dari harapan kita semua. Desa sebagai sebuah kawasan otonom memang diberikan hak-hak istimewa, diantaranya adalah terkait pengelolaan keuangan dan alokasi dana desa, pemilihan kepala desa serta proses pembangunan desa. Niat dan keinginan pemerintah (Negara/daerah) untuk membangun dan mengembangkan sebuah wilayah sangatlah mendapat dukungan dari masyarakat, reliasi dari niat dan keinginan ini haruslah berbentuk kesejahteraan dan kebanggaan sebagai anggota masyarakat (Negara/daerah) (Miraza, 2005).

Desa merupakan cikal bakal terbentuknya masyarakat politik dan pemerintahan di Indonesia jauh sebelum Negara dan bangsa ini terbentuk, struktur sosial masyarakat desa, masyarakat adat dan lain sebagainya, telah menjadi institusi sosial yang mempunyai posisi yang sangat penting. Mereka merupakan institusi yang otonom dengan tradisi, adat istiadat dan hukumnya sendiri serta relatif mandiri. Proses reformasi politik dan pemerintahan dimana terjadinya azas pemerintahan dari sentralisasi menjadi desentralisasi berimplikasi terhadap penyelenggaraan pemerintahan desa dimana pemerintahan desa diberi kesempatan untuk berkembang dengan pengawasan dan pembinaan dari pemerintah di atasnya.

(18)

Desa sebagai kesatuan wilayah otonom dengan pemberlakuan desentralisasi tidak terlepas dari perwujudan demokratisasi. Upaya implementasi desentralisasi harus dilakukan secara sistematis dan penyelenggaraan pemerintah desa perlu difasilitasi dengan pendekatan partisipatif sehingga berbagai gagasan dan ide dari masyarakat dapat diakomodir dalam konsep dan model desentralisasi desa. Dalam sistem pemerintahan yang ada saat ini, desa mempunyai peran yang strategis dalam membantu pemerintah daerah dalam proses penyelenggaraan pemerintahan, termasuk pembangunan dan pemberdayaan masyarakat sebagai langkah nyata pemerintah daerah dalam mendukung otonomi daerah diwilayahnya.

Implementasi Otonomi Daerah salah satu aspeknya adalah pengelolaan keuangan daerah. Pengelolaan keuangan daerah merupakan suatu program daerah bidang keuangan untuk mencapai tujuan dan sasaran tertentu serta mengemban misi mewujudkan suatu strategi melalui berbagai kegiatan. Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa dimana penyelenggaraan urusan pemerintah desa yang menjadi kewenangan desa didanai dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa dan Bantuan Pemerintah Desa sesuai dengan surat Menteri Dalam Negeri Nomor: 140/640SJ tanggal 22 Maret 2005 tentang Pedoman Alokasi Dana Desa (ADD) dari Pemerintah Kabupaten kepada Pemerintah Desa.

Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2015 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah ditegaskan bahwa daerah memiliki kewenangan membuat kebijakan tentang desa dalam memberi pelayanan, peningkatan peran serta dan pemberdayaan masyarakat desa yang pada akhirnya untuk kesejahteraan masyarakat. Hal tersebut senada dengan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 Tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintahan Pusat dan Pemerintahan Daerah bahwa keseluruhan belanja daerah diprioritaskan untuk melindungi dan meningkatkan kualitas kehidupan masyarakat dalam upaya untuk memenuhi kewajiban daerah. Adanya otonomi

(19)

memberikan peluang kepada daerah untuk membuktikan kemampuan dalam penyelenggaraan kewenangan dalam bidang keuangan dan pelayanan umum.

Alokasi Dana Desa berpeluang untuk mengelola pembangunan, pemerintah dan sosial kemasyarakatan desa secara otonom. Alokasi Dana Desa adalah dana yang diberikan kepada desa yang berasal dari dana perimbangan keuangan pemerintah pusat dan daerah yang diterima oleh Kabupaten/Kota. Kebijakan Alokasi Dana Desa disusun oleh pemerintah daerah Kabupaten/Kota. Tahapan dan proses penyusunan kebijakan Alokasi Dana Desa ini, tentu mengikuti prinsip dan cara penyusunan kebijakan daerah yang melibatkan berbagai pihak di daerah, dari awal sampai akhir.

Alokasi Dana Desa harus berpihak kepada masyarakat desa, jangan sampai mengulang kesalahan masa lalu dimana bantuan-bantuan yang diperoleh dari dinas atau instansi Pemerintah Kabupaten/Kota untuk desa selain tidak menjamin keberlanjutannya juga tidak disertai kewenangan yang luas untuk memanfaatkan sesuai dengan desanya. Akibatnya, program itu tidak berhasil karena mengabaikan keberadaan desa sebagai pemerintahan yang bias menjalankan fungsi yang lebih baik dalam mendorong partisipasi masyarakatnya.

Dengan ini, maka pemerintah desa akan benar-benar menjalankan fungsinya, melayani masyarakat desa.

Pemberian alokasi dana desa merupakan wujud dari pemenuhan hak desa untuk menyelenggarakan otonominya agar tumbuh dan berkembang. Pertumbuhan desa yang berdasarkan keanekaragaman, partisipasi, demokratiasi, pemberdayaan masyarakat. Peran pemerintah desa ditingkatkan dalam memberikan pelayanan dan kesejahteraan masyarakat serta mempercepat pembangunan dan pertumbuhan wilayah-wilayah strategis, sehingga dapat menggembangkan wilayah-wilayah tertinggal dalam suatu sistem wilayah pengembangan.

(20)

Adapun tujuan pelaksanaan alokasi dana desa adalah: 1) meningkatkan penyelenggaraan pemerintahan desa dalam melaksanakan pelayanan pemerintah, pembangunan dan kemasyarakatan sesuai kewenangannya; 2) meningkatkan kemampuan lembaga kemasyarakatan di desa dalam perencanaan, pelaksanaan dan pengendalian pembangunan secara partisipatif sesuai dengan potensi desa; 3) meningkatkan pemerataan pendapatan, kesempatan bekerja dan kesempatan berusaha bagi masyarakat desa; serta 4) mendorong peningkatan swadaya gotong royong masyarakat.

Pelaksanaan Alokasi Dana Desa ini dilaksanakan dengan pembangunan fisik dan non fisik yang berhubungan dengan indikator Perkembangan Desa. Indikator Perkembangan Desa meliputi tingkat pendidikan, tingkat pendapatan, tingkat kesehatan. Walaupun masih ada desa-desa yang belum berhasil dalam pembungan fisik, namun pemberian Alokasi Dana Desa dengan pembangunan fisik dianggap relatif cukup memenuhi prasaranan dan sarana desa.

Mengingat rendahnya tingkat kemampuan keuangan desa dan pemerintahan desa merupakan subsistem penyelengggaraan pemerintah secara nasional, maka ditetapkan desa memperoleh bantuan keuangan dari pemerintah pusat, provinsi dan kabupaten/kota serta bagian dari dana perimbangan antara pusat dan daerah yang diterima oleh kabupaten/kota.

Kebijakan ini dimaksudkan untuk mendukung kemampuan pemerintah desa dalam membiayai penyelengggaraan tugas-tugas pemerintahan desa.

Secara keseluruhan Alokasi Dana Desa atau di Provinsi Aceh disebut dengan Alokasi Dana Kampung (ADK) di samping bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat kampung, juga dapat mendorong bekerjanya demokrasi di tingkat kampung, memperkuat otonomi kampung dan menumbuhkan partisipasi masyarakat dalam penyelenggaraan pemerintahan dan menumbuhkan partisipasi masyarakat dalam penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan kampung. Dengan adanya Alokasi Dana Kampung,

(21)

pemerintah kampung dituntut untuk meningkatkan kinerja penyelenggaraan pemerintahan kampung, memperbaiki layanan publik di kampung dan mendorong efektivitas dan efisiensi dalam penyelenggaraan pemerintahan kampung. Kebijakan Alokasi Dana Kampung disusun oleh pemerintah Kabupaten/Kota untuk melindungi, meningkatkan kesejahteraan rakyat kampung, sekaligus untuk memenuhi hak-hak kampung.

Kabupaten Aceh Tengah merupakan salah satu Kabupaten di Provinsi Aceh, yang terdiri dari 14 kecamatan, dan 227 kampung. Kabupaten Aceh Tengah telah mengalokasikan dana untuk kampung sejak tahun 2009 dengan harapan pembangunan semakin merata sampai ke tingkat kampung. Salah satu wilayah Kabupaten Aceh Tengah yang memperoleh Alokasi Dana Kampung adalah Kecamatan Lut Tawar yang menjadi tempat peneliti penulis.

Kecamatan Lut Tawar memiliki luas wilayah 8.759,04 Ha. Dengan jumlah penduduk 21.807 jiwa dan 5.271 kepala keluarga (KK), dimana penduduknya bekerja sebagai petani, Pegawai Negeri Sipil (PNS), dan wiraswasta.

Adapun program Alokasi Dana Kampung (ADK) yang dilaksanakan di Kecamatan Lut Tawar adalah: 1) biaya operasional penyelenggaraan pemerintahan kampung; 2) biaya operasional Rayat Genap Mupakat (RGM); 3) Tambahan penghasilan kepala kampung dan perangkat kampung; 4) bantuan modal usaha POKMAS; 5) bantuan biaya operasional LKMD; 6) bantuan operasional PKK; 7) bantuan operasioanal posyandu; 8) bantuan pengembangan sosial budaya, keagamaan, dan pembinaan generasi muda; dan 9) bantuan penyaluran raskin kampung.

Usaha penerapan Alokasi Dana Kampung (ADK) yang dicanangkan oleh Pemerintahan Kabupaten Aceh Tengah ini menjadi tantangan tersendiri bagi pemerintah Kecamatan Lut Tawar dalam memaksimalkan Alokasi Dana Desa (ADK). Secara keseluruhan kebijakan Alokasi Dana Kampung bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan

(22)

masyarakat kampung, juga dapat mendorong bekerjanya demokrasi di tingkat kampung, memperkuat otonomi kampung dan menumbuhkan pasrtisipasi masyarakat dalam penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan kampung.

Pemerintah kampung dituntut dengan adanya Alokasi Dana Kampung (ADK) untuk meningkatkan kinerja penyelenggaraan pemerintahan kampung, memperbaiki layanan publik di kampung dan mendorong efektivitas dan efisiensi dalam penyelenggaraan pemerintahan kampung. Kebijakan Alokasi Dana Kampung (ADK) disusun oleh Pemerintah Kabupaten untuk melindungi, meningkatkan kesejahteraan rakyat kampung, sekaligus memenuhi hak- hak kampung. Pengelolaan Alokasi Dana Kampung (ADK) merupakan rencana tahunan Pemerintah Kampung yang digunakan untuk membiayai pelaksanaan tugas pemerintahan desa baik untuk belanja operasional pemerintahan kampung maupun dalam rangka pemberdayaan masyarakat kampung, maka berdasarkan uraian di atas perlu untuk diteliti:”

Peranan Alokasi Dana Kampung (ADK) dalam Pengembangan Wilayah Perdesaan di Kabupaten Aceh Tengah”.

1.2. Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian pada latar belakang masalah tersebut, maka perumusan masalah dalam penelitian ini adalah:

1. Bagaimana perencanaan, pelaksanaan, evaluasi dan pertanggungjawaban ADK di Kecamatan Lut Tawar, Kabupaten Aceh Tengah.

2. Bagaimana peranan ADK terhadap pengembangan wilayah perdesaan di Kecamatan Lut Tawar, Kabupaten Aceh Tengah.

3. Apa saja kendala yang dihadapi oleh pemerintah kampung dan pemerintah kecamatan dalam pelaksanaan Alokasi Dana Kampung di Kecamatan Lut Tawar. Kabupaten Aceh Tengah.

(23)

1.3. Tujuan Penelitian

Berdasarkan perumusan massalah yang ada di atas, tujuan penelitian ini adalah:

1. Untuk menganalisis perencanaan, pelaksanaan, evaluasi dan pertanggungjawaban ADK di Kecamatan Lut Tawar, Kabupaten Aceh Tengah.

2. Untuk menganalisis peranan ADK terhadap pengembangan wilayah perdesaan di Kecamatan Lut Tawar, Kabupaten Aceh Tengah.

3. Untuk menganalisis apa saja kendala yang dihadapi oleh pemerintah kampung dan pemerintah kecamatan dalam pelaksanaan Alokasi Dana Kampung di Kecamatan Lut Tawar, Kabupaten Aceh Tengah.

1.4. Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian ini adalah:

1. Penelitian ini merupakan suatu bentuk latihan bagi penulis untuk dapat menambah wawasan, pengetahuan dan pengalaman dalam memecahkan masalah secara ilmiah dan menjadi bekal dalam melaksanakan tugas serta pengabdian di lapangan pada masa yang akan datang.

2. Hasil penelitian ini kiranya dapat memberikan sumbangan pemikiran bagi pemerintah daerah Kabupaten Aceh Tengah, khususnya pemerintah Kecamatan Lut Tawar dalam pelaksanaan Alokasi Dana Kampung terhadap pengembangan wilayah pedesaan.

3. Hasil penelitian ini kiranya dapat bermanfaat bagi pengembangan pengetahuan, sebagai tambahan referensi untuk penelitian-penelitian lebih lanjut yang sejenis dengan metode penelitian yang berbeda.

(24)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Penelitian Terdahulu

Siburian (2014), dalam penelitiannya yang berjudul “ Peranan Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa dalam Pengembangan Wilayah Perdesaan di Kabupaten Serdang Berdagai’.

Dari penelitian tersebut dapat disimpulkan bahwa APBDesa mempunyai peranan terhadap pengembangan wilayah perdesaan di Desa Firdaus Kecamatan Sei Rampah Kabupaten Serdang Berdagai, peningkatan pelayanan lembaga pemerintahan desa, peningkatan kesejahteraan/kualitas hidup masyarakat, peningkatan sumber daya masyarakat desa, peningkatan ekonomi masyarakat, peningkatan infrastruktur perdesaan dan peningkatan peran lembaga kemasyarakatan desa dapat dicapai dengan adanya APBDesa, namun peranan lembaga kemasyarakatan belum optimal karena pengalokasian dana yang kurang terhadap lembaga kemasyarakatan desa.

Thomas (2013) dengan judul Alokasi Dana Desa Dalam Upaya Meningkatkan Pembangunan di Desa Sebawang Kecamatan Sesayap Kabupaten Tana Tidung. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengelolaan alokasi dana desa (ADD) dalam pembangunan yang dilaksanakan dan dirangkai dari tahap-tahapan pelaksanaan kegiatan didalam mengalokasikan semua dana desa yang mana dana tersebut berasal dari anggaran alokasi dana desa. Berdasarkan Peraturan Bupati Tana Tidung tentang pengelolaan alokasi dana dalam wilayah Kabupaten Tana Tidung telah ditetapkan bahwa tujuan dana ADD tersebut untuk 30% pelaksanaannya pada kegiatan belanja aparatur dan operasional dan 70%

pelaksanaannya untuk kegiatan belanja publik dan pemberdayaan masyarakat, 30% dari dana ADD berjalan sesuai dengan petunjuk dan 70% dari ADD berjalan kurang optimal karena lebih direalisasikan pada pembangunan fisik pada tahun 2010 dan 2011 sedangkan untuk

(25)

tahun 2012 lebih kepada pengadaan barang. Rendahnya sumber daya manusia aparat desa kurangnya koordinasi tentang pengelolaan ADD menjadi hambatan dalam proses pengelolaan Alokasi Dana Desa di Desa Sebawang.

Syahputra (2011), dalam penelitiannya yang berjudul “Analisis Dampak Program Alokasi Dana Kampung terhadap Kesejahteraan Masyarakat Kampung di Kecamatan Blangkejeren Kabupaten Gayo Lues Provinsi Aceh”. Dari hasil penelitiannya dapat ditarik kesimpulan bahwa pelaksanaan Alokasi Dana Kampung di Kecamatan Blangkejeren telah sesuai dengan prioritas pemanfaatan Alokasi Dana Kampung dan telah mampu meningkatkan ekonomi masyarakat kampung, manfaat lainnya yang dirasakan masyarakat adalah adanya pemberdayaan masyarakat kampung, peningkatan kualitas pendidikan masyarakat dan peningkatan kualitas kesehatan masyarakat kampung. Kendala yang dirasakan masyarakat adalah tahap pencairan atau penyaluran dana Alokasi Dana Kampung tidak efektif dan efisien, sehingga kerap kali menghambat proses pembangunan dan atau pemberdayaan masyarakat yang sedang berlangsung, sosialisasi program Alokasi Dana Kampung terhadap masyarakat kampumg masih dianggap kurang, sehingga masih banyak masyarakat kampung yang tidak tahu ataupun mengerti tentang Alokasi Dana Kampung, sebagian lembaga masyarakat kampung tidak kreatif, hal ini terbukti dengan pelaksanaan kegiatan rutin yang dilakukan secara terus menerus setiap tahun, rendahnya kualitas sumber daya manusia tingkat kampung menyebabkan penggunaan dana Alokasi Dana Kampung tidak maksimal.

Pamuji (2011) penelitiannya yang berjudul “Dampak Alokasi Dana Desa (ADD) terhadap Pengembangan Ekonomi di Kecamatan Kota Pinang Kabupaten Labuhanbatu Selatan”. Dari penelitiannya dapat disimpulkan bahwa kebijakan program Alokasi Dana Desa di Kecamatan Kota Pinang Kabupaten Labuhanbatu Selatan berjalan cukup baik, hal ini dapat terlihat dari kegiatan program ADD berjalan sesuai dengan tahap persiapan berupa penyusunan daftar usulan rencana kegiatan (DURK), pelaksanaan setiap kegiatan, evaluasi

(26)

kegiatan sampai dengan tahap penyusunan pertanggungjawaban. Selanjutnya pendapatan masyarakat Kecamatan Kota Pinang Kabupaten Labuhanbatu Selatan meningkat setelah adanya program ADD.

Wisakti (2008), melakukan studi dengan judul “Implementasi Kebijakan Alokasi Dana Desa di wilayah Kecamatan Geyer Kabupaten Grobong”. Variabel dalam penelitian ini adalah pelaksanaan Alokasi Dana Desa, faktor-faktor penunjang dan penghambat yang mempengaruhi implementasi dan strategi yang harus dilakukan dalam rangka keberhasilan implementasi kebijakan. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif kualitatif.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa implementasi kebijakan Alokasi Dana Desa (ADD) di Kecamatan Geyer Kabupaten Grobong berjalan cukup lancar. Namun demikian apabila dikaitkan dengan pencapaian tujuan, pelaksanaan Alokasi Dana Desa (ADD) di Kecamatan Geyer Kabupaten Grobong belum optimal. Meskkipun tujuan peningkatan penyelenggaraan pemerintahan, pembangunan dan kemasyarakatan, telah terlaksana secara optimal, namun tujuan adanya peningkatan kemampuan lembaga kemasyarakatan di desa dalam perencanaan, pelaksanaan dan pengendalian pembangunan belum berjalan secara optimal. Demikian juga tujuan peningkatan partisipasi swadaya gotong royoong masyarakat belum optimal.

Beberapa faktor yang mempengaruhi pelaksanaan Alokasi Dana Desa (ADD) di Kecamatan Geyer Kabupaten Grobong adalah komunikasi, kemampuan sumber daya, sikap pelaksana, struktur birokrasi, lingkungan serta ukuran dan tujuan kebijakan. Faktor yang menjadi penunjang dari kamunikasi, kemampuan sumebr daya, sikap pelaksana, struktur birokrasi, lingkungan serta ukuran dan tujuan kebijakan adalah: adanya sosialisasi, adanya kelancaran informasi, adanya konsisten kebijakan, kemampuan pelaksana, dukungan sarana

(27)

dan prasarana, persepsi pelaksana yang baik, tim pelaksana, kewenangan BPD dan LPMD dan adanya kesesuaian pelaksanaan dengan kebijakan.

Sedangkan yang menjadi faktor penghambatnya adalah belum adanya sosialisasi ADD kepada masyarakat, rendahnya SDM, kurangnya dukungan pendapatan desa, kurangnya respon pelaksana, tidak adanya pembagian tugas tim kurang berjalannya peran LPMD dan ketidaktepatan sasaran. Dari faktor penunjang dan penghambat tersebut maka strategi yang harus dilakukan adalah (1) sosialisasi kepada masyarakat luas, (2) meningkatkan pengetahuan pelaksana dengan diklat dan dibangun sistemaplikasi computer, (3) pelaksanaan ADD oleh kelompok masyarakat, (4) kejelasan kedudukan, tugas dan fungsi LPMD, (5) perencanaan pembangunan desa yang terpadu dengan system perencana Kabupaten.

Purba (2007), dalam penelitiannya yang berjudul “Pengaruh Partisipasi Masyarakat Terhadap Program Bantuan Pembangunan Desa di Kecamatan Gunung Malela Kabupaten Simalungun”. Dari penelitian tersebut dapat disimpulkan bahwa karakteristik umur, pendidikan serta pendapatan berpengaruh positif terhadap partisipasi masyarakat, sehingga partisipasi masyarakat dapat berpengaruh dalam keberhasilan program bantuan pembangunan desa.

2.2. Teori Pengembangan Wilayah

Pengembangan dapat diartikan sebagai suatu kegiatan menambah, meningkatkan, memperbaiki atau memperluas. Konsep pengembangan wilayah di Indonesia lahir dari suatu proses iteratif yang menggabungkan dasar-dasar pemahaman teoritis dengan pengalaman- pengalaman praktis sebagai bentuk penerapannya yang bersifat dinamis (Sirojuzilam dan Mahalli, 2011).

Pengembangan merupakan suatu proses membawa peningkatan kemampuan penduduk ( khususnya di pedesaan) mengenai lingkungan sosial yang disertai dengan

(28)

meningkatkan taraf hidup mereka sebagai akibat dari penguasaan sumberdaya alam. Dengan kata lain pengembangan merupakan proses menuju pada suatu kemajuan atau keadaan yang lebih baik dari yang ada pada saat ini (Manurung et al, 1997). Rustiadi et al. (2004) menyebutkan bahwa pengembangan merupakan pembangunan dalam arti luas mencakup aspek spasial, sosial ekonomi dan lingkungan dari apa yang sudah ada agar lebih baik lagi.

Alkadri (2001) pengembangan adalah kemampuan yang ditentukan oleh apa yang dapat dilakukan dengan apa saja yang dimiliki untuk meningkatkan kualitas hidup. Kata pengembangan identik dengan keinginan menuju perbaikan kondisi disertai kemampuan untuk mewujudkannya. Pendapat lain bahwa pengembangan adalah suatu proses untuk mengubah potensi yang baru, dalam hal ini termasuk mencari peluang yang ada dalam kelompok-kelompok yang berbeda yang tidak semuanya mempunyai potensi yang sama (Budiharsono, 2007).

Undang-undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Tata Ruang, wilayah adalah ruang yang merupakan kesatuan geografis beserta segenap unsur terkait yang batas dan sistemnya ditentukan berdasarkan aspek administratif dan/atau aspek fungsional. Sirojuzilam dan Mahalli (2010) wilayah adalah sekelompok daerah yang letaknya berdekatan dan didiami sejumlah penduduk di atas territorial atau ruang tertentu. Secara ringkas konsep mengenai ruang/wilayah ditandai dengan lokasi absolut dan distribusi aral dari gambaran tertentu di permukaan bumi.

Konsep wilayah yang paling klasik ( Hagget, Cliff dan Frey, 1997 dalam Rustiadi et al., 2011) mengenai tripologi wilayah, mengklasifikasikan konsep wilayah ke dalam tiga

kategori, yaitu: (1) wilayah homogeny (uniform/homogeneous region); (2) wilayah nodal (nodal region); dan (3) wilayah perencanaan (planning region atau programming region).

Sejalan dengan klasifikasi tersebut (Glason, 1974 dalam Tarigan, 2010) berdasarkan fase

(29)

kemajuan perekonomian mengklasifikasikan region/wilayah menjadi : 1) fase pertama yaitu wilayah formal yang berkenaan dengan keseragaman/homogenius. Wilayah formal adalah suatu wilayah geografik yang seragam menurut kriteria tertentu, seperti keadaan fisik geografi, ekonomi, social dan politik, 2) fase kedua yaitu wilayah fungsional yang berkenaan dengan koherensi dan interdependensi fungsional, saling hubungan antar bagian-bagian dalam wilayah tersebut. Kadang juga disebut wilayah nodal atau polarized region dan terdiri dari satuan-satuan yang heterogen, seperti desa-kota yang secara fungsional saling berkaitan.

3) fase ketiga yaitu wilayah perencanaan yang memperlihatkan koherensi atau kesatuan keputusan-keputusan ekonomi.

Saefulhakim, dkk (2005) wilayah adalah satu kesatuan unit geografis yang antar bagiannya mempunyai keterkaitan secara fungsional. Oleh Karena itu, yang dimaksud dengan perwilayahan (penyusunan wilayah) adalah pendelineasian unit geografis berdasarkan kedekatan, kemiripan, atau intensitas hubungan fungsional (tolong menolong, bantu membantu, lindung melindungi) antara bagian yang satu dengan bagian yang lainnya.

Wilayah pengembangan adalah perwilayahan untuk tujuan

pengembangan/pembangunan/development. Tujuan-tujuan pembangunan terkait dengan lima kata kunci, yaitu (1) pertumbuhan, (2) penguatan keterkaitan, (3) keberimbangan; (4) kemandirian; dan (5) keberlanjutan. Sedangkan konsep wilayah perencanaan adalah wilayah yang dibatasi berdasrkan kenyataan sifa-sifat tertentu pada wilayah tersebut yang bisa bersifat alamiah maupun non alamiah yang sedemikian rupa sehingga perlu direncanakan dalam kesatuan wilayah perencanaan.

Hartshorne dan Hanafiah (1992), memformulasikan pengertian wilayah sebagai suatu area dengan lokasi spesifik dan dalam beberapa aspek tertentu berbeda dengan area lain. Unit area ini adalah merupakan objek yang konkrit dengan karakteristik yang unik. Struktur wilayah akan mempunyai watak dari pada “mozaik” dari tiap-tiap bagian yang mempunyai

(30)

kesamaan. Wilayah (region) merupakan suatu unit geografi yang membentuk suatu unit kesatuan. Pengertian unit geografi adalah ruang, sehingga bukan merupakan aspek fisik tanah saja, tetapi lebihh dari itu meliputi aspek lain seperti biologi, ekonomi, social dan budaya (Wibowo, 2004). Sedangkan menurut Hadjisaroso (1994), pengembangan wilayah merupakan suatu tindakan mengembangan wilayah atau membangun daerah atau kawasan dalam rangka usaha memperbaiki tingkat kesejahteraan hidup masyarakat. Selanjutnya Miraza (2005) menyebutkan pengembangan wilayah adalah pemanfaatan potensi wilayah, baik potensial alam maupun potensi buatan harus dilaksanakan secara fully dan efficiency agar potensi dimaksud benar-benar berdampak pada kesejahteraan masyarakat secara maksimal.

Pendekatan yang diterapkan dalam pengembangan wilayah di Indonesia sangat beragam karena dipengaruhi oleh perkembangan teori dan model pengembangan wilayah serta tatanan sosial-ekonomi, sistem pemerintahan dan administrasi pembangunan.

Pendekatan yang mengutamakan pertumbuhan tanpa memperhatikan lingkungan, bahkan akan menghambat pertumbahan itu sendiri (Direktorat Jenderal Penataan Ruang, 2003).

Pengembangan wilayah dengan memperhatikan potensi pertumbuhan akan membantu meningkatkan pertumbuhan ekonomi berkelanjutan melalui penyebaran penduduk lebih rasional, meningkatkan kesempatan kerja dan produktifitas (Mercado, 2002).

Prod’homme dalam Alkadri (2001) mendefenisikan pengembangan wilayah sebagai program yang menyeluruh dan terpadu dari semua kegiatan dengan memperhitungkan sumber daya yang ada dan kontribusinya pada pembangunan suatu wilayah. Pendapat lain menyebutkan pengembangan wilayah adalah upaya untuk memacu perkembangan social ekonomi, mengurangi kesenjangan antar wilayah dan menjaga kelestarian lingkungan hidup pada suatu wilayah. Pengembangan wilayah sangat diperlukan karena kondisi sosial ekonomi, budaya dan geografis yang berbeda antara satu wilayah dengan wilayah lainnya.

(31)

Pada dasarnya pengembangan wilayah harus disesuaikan dengan kondisi, potensi dan permasalahan wilayah yang bersangkutan (Riyadi dalam Ambardi dan Socia, 2002).

Nasution (2009) pengembangan wilayah merupakan proses pemberdayaan masyarakat dengan segala potensinya dan meliputi seluruh aktivitas masyarakat di dalam suatu wilayah, baik aspek ekonomi, sosial dan budaya, maupun aspek-aspek lainnya. Sedangkan Sirojuzilam (2005) pengembangan wilayah pada dasarnya mempunyai arti peningkatan nilai manfaat wilayah bagi masyarakat suatu wilayah tertentu mampu menampung lebih banyak penghuni, dengan tingkat kesejahteraan masyarakat yang rata-rata banyak sarana/prasarana, barangg atau jasa yang tersedia dan kegiatan usaha-usaha masyarakat yang meningkat, baik dalam arti jenis, intensitas, pelayanan maupun kualitasnya.

Sandy (1992) bahwa pengembangan wilayah pada hakekatnya adalah merupakan pelaksanaan pembangunan nasional di suatu wilayah yang disesuaikan dengan kemamopuan fisik dan sosial wilayah serta mentaati peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Pembangunan yang dimaksud tidak hanya berorientasi pada pertumbuhan ekonomi namun juga distrubusi pendapatan. Artinya bahwa pembangunan tersebut bukan hanya untuk masyarakat tertentu tetapi untuk seluruh lapisan masyarakat dan bukan hanya fisik tapi mental spiritual. Hadjisaroso (1994) pengembangan wilayah merupakan suatu tindakan mengembangkan wilayah atau membangun daerah atau kawasan dalam rangka usaha memperbaiki tingkat kesejahteraan hidup masyarakat, atau memajukan dan memperbaiki serta meningkatkan sesuatu yang sudah ada (Jayadinata, 1992 dalam Sirojuzilam dan Mahalli, 2011).

Zen dalam Alkadri (2001) menggambarkan tentang pengembangan wilayah sebagai hubungan yang harmonis antara sumber daya alam, manusia, dan teknologi dengan memperhitungkan daya tamping lingkungan dalam memberdayakan masyarakat.

(32)

Pengembangan wilayah terdiri dari dua kata yang dapat diartikan sebagai berikut, yaitu:

Pengembangan adalah upaya memajukan atau memperbaiki serta meningkatkan sesuatu yang ada. Wilayah adalah unit tata ruang yang terdiri dari unsur-unsur tata ruang yaitu: jarak, lokasi, bentuk, dan ukuran. Sehingga pengembangan wilayah dapat diartikan sebagai upaya menata ruang dan manfaat sumber daya yang ada secara optimal dalam rangka meningkatkan kesejahteraan rakyat. Namun di dalam aktualisasinya tidak mudah membedakan kedua pengertian tersebut (Jayadinata, 1992).

Secara umum wilayah dibedakan menjadi 3 bagian, yaitu:

a. Wilayah homogen, merupakan wilayah di mana kegiatan ekonomi berlaku diberbagai pelosok ruang mempunyai sifat yang sama antara lain ditinjau dari segi pendapatan perkapita penduduk dan dari segi struktur ekonominya;

b. Wilayah nodal, merupakan wilayah sebagai suatu ruang ekonomi yang dikuasai oleh beberapa pelaku ekonomi;

c. Wilayah administrasi, merupakan wilayah yang didasarkan atas pembagian administrasi pemerintahan (Sirojuzilam dan Mahalli, 2010).

Sedangkan pengembangan wilayah sangat dipengaruhi oleh komponen-komponen tertentu seperti ( Friedman and Allonso, 2008):

a. Sumber daya lokal. Merupakan kekuatan alam yang dimiliki wilayah tersebut seperti lahan pertanian, hutan, bahan galian, tambang dan sebagainya. Sumber daya lokal harus dikembangkan untuk dapat meningkatkan daya saing wilayah tersebut.

b. Pasar. Merupakan tempat memasarkan produk yang dihasilkan suatu wilayah sehingga dapat berkembang.

(33)

c. Tenaga kerja. Tenaga kerja berperan dalam pengembangan wilayah sebagai pengolah sumber daya yang ada.

d. Investasi. Semua kegiatan dalam pengembangan wilayah tidak terlepas dari adanya investasi modal. Investasi akan masuk ke dalam suatu wilayah yang memiliki kondisi kondusif bagi penanaman modal.

e. Kemampuan pemerintah. Pemerintah merupakan elemen pengarah pengembangan wilayah. Pemerintah yang berkapasitas akan dapat mewujudkan pengembangan wilayah yang efisien karena sifatnya sebagai katalisator pembangunan.

f. Transportasi dan komunikasi. Transportasi dan komunikasi berperan sebagai media pendukung yang menghubungkan wilayah satu dengan wilayah lainnya. Interaksi antara wilayah seperti aliran barang, jasa dan informasi akan sangat berpengaruh bagi tumbuh kembangnya suatu wilayah.

g. Teknologi. Kemampuan teknologi berpengaruh terhadap pemanfaatan sumber daya wilayah melalui peningkatan putput produksi dan keefektifan kinerja sektor-sektor perekonomian wilayah.

Pengembangan wilayah adalah upaya pembangunan dalam suatu wilayah administratife atau kawasan tertentu agar tercapai kesejahteraan (people property) melalui pemanfaatan peluang-peluang dan pemanfaatan sumber daya secara optimal, efisien, sinergi dan berkelanjutan dengan cara menggerakkan kegiatan-kegiatan ekonomi, penciptaan iklim kondusif, perlindungan lingkungan dan penyediaan prasarana dan sarana. Pada dasarnya komponen utama untuk mencapai kesejahteraan masyarakat dalam suatu wilayah adalah kemajuan ekonomi wilayah bersangkutan.

Pengembangan wilayah merupakan suatu upaya untuk mendorong terjadinya perkembangan wilayah secara harmonis melalui pendekatan yang bersifat komprehensif

(34)

mencakup aspek fisik, ekonomi, sosial dan budaya. Tujuan pengembangan wilayah adalah pembangunan wilayah itu sendiri dalam arti bahwa kondisi wilayah menjadi lebih baik di segala sektor yang meliputi sektor jasa, industri dan pertanian. Dengan demikian diharapkan terciptanya perekonomian wilayah yang dengan sendirinya terbuka kesempatan kerja maka terwujud pemerataan disegala bidang dalam kegiatan kehidupan wilayah. Selain itu tujuan pengembangan wilayah adalah agar kegiatan daerah dan sekitarnya seimbang serta berkembang dalam fungsinya sebagai tempat pelayanan daerah (Reksohadiprodjo dan Karseno,1994).

Pemahaman akan konsep wilayah diharapkan para perencana dalam melakukan pendekatan lebih memperhatikan komponen-komponen penyusunan wilayah tersebut yang saling berinteraksi dan mengkombinasikan potensi dari masing-masing komponen sehingga tercipta suatu strategi pembangunan dan pengembangan wilayah yang baik dan terarah.

Apabila dalam pelaksanaan pembangunan tidak merata dapat menimbulkan proses pencucian (backwash effect) dimana sumber daya pada wilayahh yang kurang maju akan mengalir ke

wilayah yang lebih maju (Myrdal,1976). Sumber daya yang tercuci tersebut merupakan sumber daya yang berkualitas tinggi dan sangat dibutuhkan untuk pengembangan wilayah di lokasi sumber daya tersebut.

Sasaran pengembangan wilayah harus diterjemahkan dari tujuan pembangunan nasional.

Tujuan pembangunan daerah harus konsisten dengan tujuan pembangunan nasional yang umumnya terdiri atas:

a. Mencapai pertumbuhan pendapatan per kapita yang cepat;

b. Menyediakan kesempatan kerja yang cukup;

c. Pemerataan pendapatan;

d. Mengurangi perbedaan antara tingkat pendapatan, kemakmuran, pembangunan serta kemampuan antar daerah;

(35)

e. Membangun struktur perekonomian agar tidak berat sebelah (Hadjisaroso, 1994).

Pemerintah melakukan berbagai program pembangunan untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat, dimana pembangunan tersebut berlandaskan pada pengertian sebagai pembangunan manusia yang seutuhnya dan pembangunan seluruh elemen masyarakat Indonesia. Selanjutnya Suryana (2000) mengatakan bahwa pembangunan diartikan sebagai suatu proses multi dimensional yang melibatkan perubahan-perubahan besar dalam struktur sosial, sikap mental yang sudah terbiasa dan lembaga-lembaga nasional termasuk pula percepatan/akselerasi pertumbuhan ekonomi, pengurangan dan pemberantasan kemiskinan.

Oleh sebab itu pengertian pembangunan harus dilihat secara dinamis bukan sebagai konsep statis, dimana pembangunan adalah suatu orientasi dan kegiatan usaha tanpa akhir. Dilihat dari aspek-aspek ekonomi, Sukirno (2001) menjelaskan pengembangan wilayah dapat diartikan sebagai suatu proses yang menyebabkan pendapatan masyarakat meningkat dalam jangka waktu yang panjang.

Pengembangan wilayah merupakan suatu untuk mendorong terjadinya perkembangan wilayah secara harmonis melalui pendekatan yang bersifat kompreherensif mencakup aspek fisik, ekonomi, sosial dan budaya. Tujuan pengembangan wilayah adalah pembangunan wilayah itu sendiri dalam arti bahwa kondisi wilayah menjadi lebih baik di segala sektor yang meliputi sector jasa, industry dan pertanian. Dengan demikian diharapkan terciptanya perekonomian wilayah yang dengan sendirinya terbuka kesempatan kerja maka terwujudnya pemerataan disegala bidang dalam kegiatan kehidupan wilayah.

Pembangunan idealnya dipahami dengan suatu proses yang berdimensi jamak yang melibatkan masalah pengorganisasian dan peninjauan kembali keseluruh system ekonomi dan sosial. Maka pembangunan bukan hanya fenomena semata namun pada akhirnya pembangunan tersebut harus melampui sisi materi dan keuangan di kehidupan manusia (Todaro, 2000).

(36)

2.3. Alokasi Dana Kampung

2.3.1. Pengertian alokasi dana kampung

Alokasi Dana Kampung merupakan komponen penting yang diharapkan mendorong kemandirian pemerintah kampung dalam mengelola keuangan dan pertanggungjawaban secara transparan. Alokasi Dana Kampung merupakan wujud nyata upaya untuk mengangkat derajat dan martabat kehidupan masyarakat kampung/desa yang berlandaskan otonomi desa dalam melaksanakan tugas pemerintahan yang terdiri dari kewenangan, pembangunan, dan keuangan desa. Alokasi Dana Kampung (ADK) adalah dana yang dialokasikan oleh Pemerintah Kabupaten/Kota untuk kampungg (menjadi hak kampung), yang bersumeber dari bagian dana perimbangan keuangan pusat dan daerah yang diterima oleh Kabupaten/Kota.

Alokasi Dana Kampung merupakan instrument penting untuk terselenggaranya otonomi dan desentralisasi di tingkat kampung. Pelaksanaan alokasi dana kampung sesuai dengan undang- undang nomor 32 tahun 2004 tentang pemerintahan daerah yang bertujuan untuk mengembangkan pemerintahan kampung yang mandiri dan mampu menjalankna fungsi desentralisasi. Alokasi Dana Kampung merupakan bagian keuangan kampung yang diperoleh dari bagi hasil pajak daerah dan bagian dari dana perimbangan keuangan pusat dan daerah yang diterima oleh Kabupaten.

Berdasarkan peraturan Menteri Dalam Negeri nomor 37 Tahun 2007 tentang pedoman pengelolaan keuangan desa pada pasal 18 bahwasanya Alokasi Dana Desa berasal dari APBD Kabupaten/Kota yang bersumber dari bagian dana perimbangan pusat dan daerah yang diterima oleh Kabupaten/Kota untuk desa paling sedikit 10% (sepuluh persen). Alokasi Dana Kampung nerupakan bagian dari pendapatan kampung yang dimasukkan kedalam Anggarann Pendapatan dan Belanja Kampung (APBKp) yang disusun melalui musyawarah kampung dan

(37)

ditetapkan dengan Qanun Kampung setelah mendapat persetujuan Badan Permusyawaratan Kampung.

Alokasi Dana Kampung dimaksudkan untuk membiayai program pemerintahan kampung dalam melaksanakan pelayanan pemerintahan, pembangunan, perekonomian, dan pemberdayaan masyarakat. Tujuan dari Alokasi Dana Kampung adalah:

1. Menanggulangi kemiskinan;

2. Meningkatkan kemandirian kampung dalam penyusunan perencanaan dan penganggaran pembangunan ditingkat kampung dan pemberdayaan masyarakar;

3. Meningkatkan pembangunan infrastruktur skala kampung;

4. Meningkatkan nilai-nilai keagamaan, sosial budaya dalam rangka peningkatan sosial kemasyarakatan;

5. Meningkatkan ketentraman dan ketertiban masyarakat;

6. Meningkatkan pelayanan kepada masyarakat kampung dalam rangka pengembangan kegiatan sosial dan ekonomi masyarakat; Mendorong peningkatan keswadayaan dan gotong royong masyarakat;

7. Mendorong peningkatan keswadayaan dan gotong royong masyarakat;

8. Meningkatkan pendapatan kampung dan masyarakat kampung melalui badan usaha milik kampung (BUMK).

(38)

2.3.2. Dasar hukum pelaksanaan Alokasi Dana Desa/Kampung

Dasar hukum pelaksanaan Alokasi Dana Desa/Kampung, adalah sebagai berikut:

1. Undang—Undang Nomor 9 Tahun 2015 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah;

2. Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa;

3. Surat Edaran Mendagri Nomor: 140/286/SJ tetanggal 17 Februari 2006 tentang pelaksanaan Alokasi Dana Desa;

4. Surat Edaran Mendagri Nomor: 140/1841/SJ tertanggal 17 Agustus 2006 tentang perintah penyediaan Alokasi Dana Desa kepada Provinsi (evaluator) dan Kabupaten/Kota sebagai pelaksana;

5. Peraturan Bupati Aceh Tengah Nomor 16 Tahun 2015 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Kampung.

2.3.3. Azas Pengelolaan Keuangan Kampung

Berdasarkan Peraturan Bupati Aceh Tengah Nomor 16 Tahun 2015 tentang Peodoman Pengelolaan Keuangan Kampung pasal 2 bahwa keuangan Kampung dikelola berdasarkan azas transparan, akuntabel, partisipatif, serta dilakukan dengan tertib dan disiplin anggaran:

1. Transparan

Makna transparan pengelolaan keuangan Kampung, pengelolaan uang tidak secara tersembunyi atau dirahasiakan dari masyarakat, dan sesuai dengan kaedah-kaedah hukum atau peraturan yang berlaku. Dengan adanya transparansi, semua uang Kampung dapat diketahui dan diawasi oleh pihak lain yang berwenang. Mengapa azas transparansi penting, agar semua uang desa memenuhi hak masyarakat dan menghindari konflik dalam masyarakat

(39)

desa. Dengan adanya keterbukaan informasi tentang pengelolaan keuangan desa, pemerintah desa akan mendapatkan legitimasi masyarakat dan kepercayaan publik.

2. Akuntabel

Akuntabel mempunyai pengertian bahwa setiap tindakan atau kinerja pemerintah/lembaga dapat dipertanggungjawabkan kepada pihak-pihak yang memiliki hak atau berkewenangan untuk meminta keterangan akan pertanggung jawaban ( LAN,2003).

Dengan demikian pelaksanaan kegiatan dan penggunaan anggaran harus dapat dipertanggungjawabkan dengan baik, mulai dari proses perencanaan hingga pertanggungjawaban. Dengan asas Akuntabel, menuntut Kepala Kampung mempertanggungjawabkan dan melaporkan pelaksanaan APBKp secara tertib, kepada masyarakat maupun kepada jajaran pemerintahan di atasnya, sesuai peraturan perundang- undangan.

3. Partisipatif

Keuangan Kampung yang partisipatif, bahwa setiap tindakan yang dilakukan harus mengikutsertakan keterlibatan masyarakat baik secara langsung maupun tidak langsung melalui lembaga perwakilan yang dapat menyalurkan aspirasinya, yaitu Badan Permusyawaratan Kampung (BPK), di Aceh Tengah disebut RGM (Rayat Genap Mupakat) atau nama lain sesuai dengan kearifan local masing- masing daerah.

Pengelolaan Keuangan Kampung yang partisipatif, berarti sejak tahap perencanaan, pelaksanaan, penatausahaan, pelaporan, dan pertanggungjawaban wajib melibatkan masyarakat, para pemangku kepentingan di Kampung serta masyarakat luas, utamanya kelompok marjinal sebagai penerima manfaat dari program/kegiatan pembangunan Kampung.

(40)

Dengan adanya perlibatan sejak awal, maka semua dana Kampung dapat ditetapkan berdasarkan kebutuhan warga, bukan keinginan daripemerintah Kampung bersama eli-elit Kampung. Sehingga, semua hak-hak masyarakat Kampung dapat terpenuhi dengan sendirinya akan tumbuh rasa memiliki dan keswadayaan masyarakat dalam pembangunan Kampung.

4. Keuangan Kampung yang Tertib dan Disiplin Anggaran

Keuangan Kampung yang Tertib dan Disiplin Anggaran mempunyai pengertian bahwa seluruh anggaran Kampung harus dilakukan secara konsisten, dan dilakukan pencatatan atas penggunaannya yang sesuai dengan prinsip akutansi keuangan di Kampung.

Dalam perwujudan keuangan Kampung yang disiplin anggaran, maka harus pengelolaan dana Kampung harus taat hukum, harus tepat waktu, harus tepat jumlah, dan sesuai dengan prosedur yang ada. Tujuannya untuk menghindari penyimpangan, dan meningkatkan profesionalitas pengelolaannya.

Peruntukkan Alokasi Dana Kampung seharusnya dimusyawarahkan antara Pemerintah Kampung dengan Masyarakat Kampung serta pihak lainnya (RGM, Lembaga Adat, LSM, dll) untuk kemudian dituangkan dalam Peraturan Kampung tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Kampung (APBKp) tahun yang bersangkutan.

Sebagai langkah awal, kampung harus terlebih dahulu merencanakan penggunaan APBKp (dimana Alokasi Dana Kampung masuk ke dalamnya) berdasarkan penggalian kebutuhan dari masyarakatnya. Hal ini tentu saja berbeda dengan masa lalu, dimana program untuk Kampung direncanakan dan ditetapkan dari atas (oleh dinas/instansi pemerintah kabupaten/kota terkait), bukan berasal dari kebutuhan yang sebenarnya di desa/kampung.

Sehingga, meskipun programnya baik tetapi sering tidak sesuai dengan apa yang dibutuhkan oleh kampung.

(41)

Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2005 pasal 64, mengamanatkan bahwa setiap desa harus menyusun RPJMDes (Rencana Pembangunan Jangka Menengah Desa) 5 Tahunan. Dan selanjutnya RPJMDes dirinci menjadi RKPDes (Rencana Kerja Pembangunan Desa) Tahunan. Secara umum, tahapan yang biasa dilakukan dalam proses perencanaan dan penganggaran RKPKp adalah sebagai berikut: Dengan adanya Alokasi Dana Kampung, kampung memiliki tambahan dana yang lebih besar, sehingga bias lebih leluasa untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat kampung. Selain itu, yang terpenting masyarakat dapat langsung merealisasikan beberapa kebutuhannya yang kemudian dituangkan dalam dokumen perencanaan di tingkat kampung.

2.3.4. Pengelolaan Alokasi Dana Kampung

Pengelolaan Alokasi Dana Kampung merupakan satu kesatuan dengan pengelolaan keuangan oleh sebab itu pengelolaan Alokasi Dana Kampung harus dilaksanakan dengan sebaik-baiknya. Untuk mengelola Alokasi Dana Kampung harus mempersiapkan kelembagaan yang terdiri dari tim pelaksana, tim pengawas dan tim evaluasi secara khusus.

Tim-tim tersebut dibutuhkan agar Alokasi Dana Kampung dapat dikelola dengan baik dan sesuai dengan kepentingan masyarakat.

Pengelolaan Keuangan Alokasi Dana Kampung (ADK) merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Pengelolaan Keuangan Kampung dalam APBKp oleh karena itu dalam Pengelolaan Keuangan Alokasi Dana Kampung (ADK) harus memenuhi prinsip pengelolaan alokasi dana kampung sebagai berikut:

1) Seluruh kegiatan yang didanai oleh Alokasi Dana Kampung (ADK) direncanakan, dilaksanakan dan dievaluasi secara terbuka dengan prinsip dari, oleh dan untuk masyarakat;

(42)

2) Seluruh kegiatan harus dapat dipertanggungjawabkan secara administratif, teknis dan hukum;

3) Alokasi Dana Kampung (ADK) dilaksanakan dengan menggunakan prinsip hemat, terarah dan terkendali;

4) Jenis kegiatan yang akan dibiayai melalui Alokasi Dana Kampung (ADK) sangat terbuka untuk meningkatkan sarana pelayanan masyarakat berupa pemenuhan kebutuhan dasar, penguatan kelembagaan kampung dan kegiatan lainnya yang dibutuhkan masyarakat desa yang diputuskan melalui musyawarah desa;

5) Alokasi Dana Kampung (ADK) harus dicatat dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Kampung dan proses penganggarannya mengikuti mekanisme yang berlaku.

2.4. Kerangka Berpikir

Objek penelitian ini adalah Alokasi Dana Kampung di Kecamatan Lut Tawar Kabupaten Aceh Tengah. Spesifikasi dalam studi ini adalah menganalisis peranan Alokasi Dana Kampung terhadap pengembangan wilayah perdesaan di Kecamatan Lut Tawar Kabupaten Aceh Tengah.

Berdasarkan pemikiran tersebut, perlu diteliti efektifitas dari Alokasi Dana Kampung yang telah direncanakan dengan menganalisis secara deskriptif perencanaan, pelaksanaan, Evaluasi dan pertanggungjawaban Alokasi Dana Kampung. Keberhasilan pelaksanaan Alokasi Dana Kampung dapat dilihat dari pemenuhan kebutuhan dasar, kelembagaan kampung dan infrastruktur kampung.

Tujuan akhir penelitian ini adalah untuk menganalisis peranan Alokasi Dana Kampung terhadap pengembangan wilayah pedesaan, hal ini dapat dilihat pada gambar di bawah ini:

(43)

Gambar 2.1. Kerangka Pemikiran Penelitian Alokasi Dana Kampung

(ADK)

Perencanaan Pelaksanaan Evaluasi Pertanggungjawaban

Pemenuhan Kebutuhan Dasar

Penguatan Kelembagaan

Kampung

Peningkatan Infrastruktur Pedesaan

Pengembangan Wilayah Perdesaan di Kabupaten

Aceh Tengah

(44)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1. Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini menitikberatkan kajian pada Peranan Alokasi Dana Kampung (ADK) terhadap Pengembangan Wilayah Perdesaan di Kecamatan Lut Tawar Kabupaten Aceh Tengah.

3.2. Jenis dan Sumber Data

Jenis data yang akan digunakan penulis dalam penelitian adalah data sekunder dan data primer. Data sekunder diperoleh penulis melalui buku-buku, data yang didapat dari lembaga yang berkaitan dengan penelitian yakni dari data BPS, serta domuken-dokumen yang berkaitan dengan Pengeloalaan Alokasi Dana Kampung. Penulis juga mengumpulkan data dari kampung-kampung yang menjadi objek penelitian di Kecamatan Lut Tawar serta Badan Pemberdayaan Masyarakat dan Pemerintahan Kampung (BPMPK) Kabupaten Aceh Tengah sebagai instansi yang bertanggung jawab dalam pelaksanaan Alokasi Dana Kampung. Data primer dengan pedoman wawancara kepada Kepala Bagian Pemerintahan Kampung Badan Pemberdayaan Masyarakat dan Pemerintahan Kampung Kabupaten Aceh Tengah, kepala kampung (Gecik), dan masyarakat kampung, serta kusioner dari perseorangan masyarakat sesuai dengan sasaran penelitian.

Arikunto (2006) sumber data dalam penelitian adalah subyek dari mana data diperoleh. Selanjutnya menyebutkan tiga sumber data yaitu:

1) Person adalah sumber data yang bias memberikan data berupa jawaban lisan melalui wawancara atau jawaban tertulis melalui angket;

2) Place sumber data yang menyajikan tampilan berupa keadaan diam dan bergerak;

(45)

3) Paper sumber data yang menyajikan tanda-tanda berupa huruf, angka, gambar atau simbol- symbol lainnya.

3.3. Populasi dan Teknik Pengambilan Sampel

Populasi penelitian adalah pemerintahan kecamatan dan masyarakat Kecamatan Lut Tawar sebanyak 21.807 jiwa atau 5271 Kepala Keluarga. Pengambilan sampel digunakan dengan menggunakan Rumus Frank Lynk dalam Ediwarsyah (1987) yaitu:

n = N . Z². P(1-P) N . d² + P(1-P) Dimana n = Jumalah Sampel

N = Jumlah populasi

Z = Nilai normal dari variable (1,96) untuk tingkat kepercayaan 95%

P = Harga patokan tertinggi (0,5) d = Sampling Error (0,1)

Bila dihitung dengan menggunakan rumus di atas, maka diketahui jumlah sampel sebagai berikut :

n = 21.807 (1,96)².0,5(1-0,5) 21.807.0,1²+ 0,5(1-0,5)

n = 95,93 sampel (dibulatkan 96 orang) 3.4. Teknik Pengumpulan Data

Pengumpulan data adalah prosedur yang sistematis dan standar untuk memperoleh data yang diperlukan (Nazir, 2003).

Teknik pengumpulan data merupakan langkah yang strategis dalam penelitian, karena tujuan utama dari penelitian adalah mendapatkan data, maka penelitian tidak akan mendapatkan data yang memenuhi standar data yang ditetapkan (Sugiyono, 2007).

(46)

Teknik pengumpulan data yang digunakan peneliti pada penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Kuesioner

Kuesioner merupakan teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan cara memberi seperangkat pertanyaan tertulis kepada responden untuk dijawabnya. Teknik pengumpulan data yang efisien bila peneliti tahu dengan pasti variable yang akan diukur dan tahu apa yang bias diharapkan dari responden (Sugiyono, 2008). Kusioner dalam penelitian akan diberikan kepada masyarakat kampung.

2. Interview (Wawancara)

Wawancara adalah sebuah dialog yang dilakukan oleh pewawancara (interviewer).

Interview digunakan oleh peneliti untuk menilai keadaan seseorangg (Suharsimi, 2006).

Ada beberapa macam wawancara (Esterberg, 2002) dalam Sugiyono (2007), yaitu wawancara terstruktur, semiterstruktur, dan tidak terstruktur.

1) Wawancara Terstruktur ( Structured Interview))

Wawancara terstruktur digunakan sebagai teknik pengumpulan data, apabila peneliti atau pengumpul data telah mengetahui dengan pasti tentang informasi yang akan diperoleh.

2) Wawancara semiterstrukturr ( Semistructured Interview)

Jenis wawancara ini sudah termasuk dalam kategori in-dept interview, dimana dalam pelaksanaannya lebih bebas bila dibandingkan dengan wawancara terstruktur tujuan wawancara jenis ini adalah untuk menemukan permasalah secara lebih terbuka dimana pihak yang diajak wawancara diminta pendapat, dan ide-idenya.

3) Wawancara tak berstruktur (Unstructured Interview)

(47)

Wawancara tidak terstruktur adalah wawancara yang bebas dimana peneliti tidak menggunakan pedoman wawancara yang telah tersusun secara sistematis dan lengkap untuk pengumpulan datanya. Pedoman wawancara yang digunakan hanya berupa garis- garis besar permasalahan yang akan ditanyakan.

Wawancara akan dilakukan kepada Kepala Bagian Pemerintahan Kampung pada Badan Pemberdayaan Masyarakatat dan Pemerintahan Kampung Kabupaten Aceh Tengah, perangkat kampung serta masyarakat kampung di Kecamatan Lut Tawar.

3. Dokumentasi

Dokumentasi dari asal katanya document, yang artinya barang-barang tertuulis. Di dalam melaksanakan metode dokumentasi, peneliti menyelidiki benda-benda tertulis seperti buku—

buku, majalah, dokumen-dokumen, peraturran-peraturan, notulen rapat, catatan harian dan sebagainya (Suharsimi,2006).

Data yang dikumpulkan anatara lain:

1) Peraturan perundang-undangan;

2) Peraturan pemerintah;

3) Peraturan Meneteri;

4) Peraturan Daerah (Qanun);

5) Data dari BPS Kabupaten Aceh Tengah;

6) Data dari Badan Pemberdayaan Masyarakat dan Pemerintahan Kampung Kabupaten Aceh Tengah;

7) Data dari Kantor Kecamatan Lut Tawar;;

8) Data dari Kantor Kepala Kampung yang menjadi obyek penelitian,dan;

9) Bacaan-bacaan lainnya yang dapat dijadikan literatur dalam menunjang penelitian ini.

(48)

3.5. Metode Analisis Data

Penelitian yang dilakukan memerlukan suatu metode penelitian yang dapat mempermudah tujuan penelitian. Metode penelitian merupakan suatu proses pencarian sesuatu secara sistematis dalam waktu tertentu. Desain dari penelitian adalah semua proses yang diperlukan dalam perencanaan dan pelaksanaan penelitian (Nazir,2005).

Sugiyono (2008) bahwasanya Metode Penelitiaan deskriptif adalah suatu metode dalam penelitian yang dilakukan untuk mengetahui nilai variabbel mandiri, baik satu variable atau lebih (independen) tanpa membuat perbandingan atau menghubungkan antara variable yang lain. Penelitian deskriptif tidak dimaksudkan untuk menguji hipotesis tertentu, tetapi hanya menggambarkan apa adanya tentang suatu variable, gejala atau keadaan.

Analisis kualitatif dalam suatu penelitian digunakan apabila data penelitian yang diangkat dari lapangan adalah juga memiliki sifat-sifat kualitatif. Hal ini dapat dilihat dari bagaimana morfologi dan struktrur variable penelitian yang semestinya dicapai. Menurut Patton, analisis data adalah proses mengatur urutan data, mengorganisasikannya ke dalam suatu pola, kategori, dan satuan uraian dasar, Lebih lanjut menurut Bungin (2005), analisis data kualitatif sebenarnya bertumpu pada strategi deskriptif kualitatif maupun verifikasi kualitatif, stategi deskriptif kualitatif berintikan cara berpikir induktif dan deduktif pada stategi kualitatif. Penggunaan strategi deskriptif kualitatif dimulai dari analisis berbagai data yang terhimpun dari suatu penelitian, kemudian bergerak kearah pembentukan kesimpulan kategoris arau ciri-ciri umum tertentu. Oleh karenanya, strategi ini dimulai dari pekerjaan klasifikasi data.

Nazir (2005), analisis adalah mengelompokkan, membuat suatu urutan, memanipulasi serta menyingkatkan data sehinggga mudah dibaca. Menurut Arikunto (1997) dijelaskan bahwa analisis data meliputi langkah-langkah sebagai berikut:

Gambar

Gambar 2.1. Kerangka Pemikiran Penelitian Alokasi Dana Kampung

Referensi

Dokumen terkait

2) Penyelenggaraan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan Pemerintah Pusat di daerah didanai dari dan atas beban anggaran pendapatan dan belanja negara;b. 3) Administrasi

Dimana pengelolaan keuangan Desa dilakukan oleh Kepala Desa yang dituangkan dalam peraturan desa tentang anggaran pendapatan dan belanja desa... Desa merupakan Organisasi sektor

Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2014 menyatakan bahwa Dana Desa adalah dana yang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara yang diperuntukkan bagi desa

Peraturan Pemerintah 22 Tahun 2015 tentang Perubahan Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2014 tentang Dana Desa Yang Bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara

Pemerintah Nomor 60 Tahun 2014 tentang Dana Desa Yang Bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara sebagaimana telah diubah terakhir kali dengan Peraturan

2) Penyelenggaraan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan Pemerintah Pusat di daerah didanai dari dan atas beban anggaran pendapatan dan belanja negara;. 3) Administrasi

Pemerintah Nomor 60 Tahun 2014 tentang Dana Desa yang Bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara sebagaimana telah diubah terakhir kali dengan Peraturan

Sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2014 tentang Dana Desa yang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) sebagaimana telah beberapa kali