• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II LANDASAN TEORI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "BAB II LANDASAN TEORI"

Copied!
32
0
0

Teks penuh

(1)

6 2.1. Tinjuan Pustaka

Prasetyo, (2007) dalam penelitiannya menganalisa pengaruh fraksi volume serat ijuk dengan matriks polyester terhadap kekuatan bending dan tarik. Ijuk tersebut akan dijadikan material komposit dengan menggunakan matriks polyester, dimana ijuk akan berfungsi sebagai reinforcement. Ijuk tersebut dipotong dengan ukuran 1 cm dan kemudian dicampur dengan polyester, kemudian dicetak menjadi lembaran komposit. Setelah itu, lembaran akan dibentuk spesimen uji tarik dan bending. Variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah variasi fraksi volume serat ijuk, fraksi volume yang akan digunakan adalah 10%, 20%, 30%, 40%. Dari hasil penelitian tersebut, bahwa flextural modulus dan flextural strength tertinggi terjadi pada komposit dengan fraksi volume 40%, yang besarnya adalah 1,269 GPa dan 62,76 MPa. Semakin kecil fraksi volume serat aren, maka kekautan bending akan semakin kecil.

Sedangkan penelitian terhadap kekuatan tarik komposit dengan matriks polyester dengan fraksi volume (10%, 20%, 30%, 40%), mempunyai kekuatan tarik dan modulus elastisitas tertinggi pada fraksi volume 40% yang besarnya 13,72 MPa dan 2,00 GPa. Semakin kecil/sedikit fraksi volume serat aren, maka kekuatan tarik akan semakin kecil.

Munandar, (2013) mengkaji kuatan tarik serat ijuk. Dalam penelitian ini, serat ijuk yang dipilih yaitu serat berdiameter 0,25-0,35mm, 0,36-0,45mm, dan 0,46-0,55mm. Selanjutnya dilakukan perendaman menggunakan larutan alkali yaitu NaOH 5% selama 2 jam, kemudian dioven dengan suhu 80oC selama 15 menit. Setelah itu dilakukan pengujian tarik dengan standar ASTM D 3379-75.

Hasil dari penelitian didapatkan bahwa semakin kecil diameter serat, maka kekuatan tariknya semakin tinggi. Kekuatan tarik terbesar pada kelompok serat ijuk berdiameter kecil (0,25-0,35 mm) adalah sebesar 208,22 MPa, regangan 0,192%, modulus elastisitas 5,37 GPa dibandingkan kelompok serat ijuk dengan

(2)

diameter besar (0,46-0,55 mm) sebesar 198,15 MPa, regangan 0,37%, modulus elastisitas 2,84 GPa. Hal ini dikarenakan rongga pada serat berdiameter 0,46-0,55 mm lebih besar dibandingkan rongga serat berdiameter 0,25-0,35 mm.

Widodo, (2008) menganalisa sifat mekanik komposit epoksi dengan penguat serat pohon aren (ijuk) model lamina acak (random). Dari hasil penelitian yang dilakukan didapatkan kekuatan tarik komposit tertinggi sebesar 5,538 kgf/mm2 pada fraksi volume berat ijuk 40% dan rata-rata kekuatan tarik tertinggi sebesar 5,128 kgf/mm2 pada fraksi volume berat ijuk 40%. Kekuatan impak komposit tertinggi sebesar 33,395 Joule/mm2 dengan kekuatan impak rata-rata 11,132 Joule/mm2 pada fraksi volume berat ijuk 40%.

Nasmi, (2011) dalam penelitiannya mengkaji ketahanan bending komposit hybrid serat batang kelapa/serat gelas dengan matrik urea formaldehyde.

Pembuatan komposit dilakukan dengan cara hand lay up dimana panjang serat batang kelapa/serat gelas 2 cm, dengan arah serat random. Pengujian yang dilakukan adalah pengujian bending dan dilakukan tiga kali pengulangan.

Penelitian ini menggunakan hybrid serat batang kelapa/serat gelas denga variasi fraksi volume serat batang kelapa/serat gelas 10:20, 15:15, 20:10 (%). Specimen pengujian bending sesuai dengan standar ASTM D 790. Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa kekuatan bending tertinggi komposit hybrid serat batang kelapa/serat gelas pada fraksi volume serat batang kelapa/serat gelas 10:20 % yaitu 22,7 N/mm2, kemudian berturut-turut 15:15 % dan 20:10 % yaitu 19,6 N/mm2 dan 17,37 N/mm2.

Mengga, (2015) melakukan penelitian tentang pengaruh panjang serat dan fraksi volume terhadap sifat tarik komposit widuri poliester. Bahan yang digunakan adalah resin poliester dan serat widuri. Serat widuri yang digunakan diambil dari tanaman widuri yang sedang berbunga (berumur 3 bulan) kemudian diberi perlakuan NaOH selama 2 jam dengan panjang serat 3 mm, 5 mm dan 7 mm. Fraksi volume yang digunakan yaitu 20%, 30% dan 40% dengan arah orientasi serat acak. Spesimen uji tarik dibuat sesuai dengan standar ASTM D638.

Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa kekuatan tarik tertinggi sebesar 16,78 MPa diperoleh pada panjang serat 7 mm dengan fraksi volume 30%, sedangkan

(3)

kekuatan tarik terendah 12,41 MPa diperoleh pada panjang serat 3 mm dengan fraksi volume 20%. Regangan tarik tertinggi sebesar 0,036% diperoleh pada panjang serat 7 mm dengan fraksi volume 40%, sedangkan regangan terendah sebesar 0,017% diperoleh pada panjang serat 3 mm dengan fraksi volume 20%.

Modulus elastisitas tertinggi sebesar 0,76 GPa diperoleh pada panjang serat 3 mm dengan fraksi volume 30%, sedangkan modulus elastisitas terendah sebesar 0,43 GPa diperoleh pada panjang serat 3 mm dengan fraksi volume 40%.

2.2. Dasar Teori 2.2.1. Komposit

Perkembangan bidang sains dan teknologi mulai menyulitkan bahan konvensional seperti logam untuk memenuhi keperluan aplikasi baru. Bidang angkasa lepas, perkapalan, automobile dan industri transportasi merupakan contoh aplikasi yang memerlukan bahan-bahan yang berdensitas rendah, tahan karat, kuat dan kokoh. Untuk itu, saat ini diperlukan bahan komposit sebagai pengganti bahan konvensional di bidang-bidang tersebut.

Komposit adalah salah satu material yang terbentuk dari dua atau lebih komponen (bahan penguat dan matriks), yang memiliki karakteristik yang berbeda dengan bahan-bahan pembentuknya dan secara makroskopis dicampur dengan tetap memiliki batas fasa yang jelas dan terindentifikasi (Chawla, 1987). Bahan komposit pada umumnya terdiri dari dua unsur, yaitu serat (fiber) sebagai pengisi dan matriks sebagai bahan pengikat serat.

Sebagai bahan pengisi, serat digunakan untuk menahan gaya yang bekerja pada bahan komposit, dan matriks berfungsi melindungi serta mengikat serat agar dapat bekerja dengan baik terhadap gaya-gaya yang terjadi. Oleh karena itu, untuk bahan serat digunakan bagan yang kuat, kaku dan getas, sedangkan bahan matriks dipilih bahan-bahan yang liat, lunak dan tahan terhadap perlakuan kimia.

(4)

2.2.2 Klasifikasi Bahan Komposit

Komposit dibedakan menjadi 4 kelompok menurut bentuk strukutur dari penyusunnya, yaitu:

a. Komposit Serpih (Flake Composite)

Komposit serpih adalah komposit dengan penambahan material berupa serpih kedalam matriksnya. Serpih dapat berupa serpihan mika, glass dan metal. Contoh komposit serpih dapat dilihat pada Gambar 2.1.

Gambar 2.1. Komposit serpih (Schwartz, 1984)

b. Komposit Partikel (Particulate Composite)

Komposit partikel adalah salah satu jenis komposit dimana dalam matriksnya ditambahkan material lain berupa serbuk/butir. Dalam komposit partikel material penambah terdistribusi secara acak atau kurang terkontrol dari pada komposit serpih, sebagai contoh adalah beton. Contoh komposit partikel dapat dilihat pada Gambar 2.2.

Gambar 2.2. Komposit partikel (Schwartz, 1984)

c. Laminat Composite

Laminat Compoiste adalah komposit dengan susunan dua atau lebih layer, dimana masing-masing layer dapat berbeda-beda dalam hal material, dan

(5)

orientasi penguatnya. Contoh komposit laminat dapat dilihat pada Gambar 2.3.

Gambar 2.3. Laminat composite (Schwartz, 1984)

d. Komposit Serat (Fiber Composite)

Merupakan komposit yang hanya terdiri dari satu lapisan yang menggunakan penguat berupa serat. Serat yang digunakan dapat berupa serat sintetis dan serat alam. Serat disusun secara acak maupun orientasi tertentu bahkan dapat juga dalam bentuk yang lebih kompleks seperti anyam. (Schwartz,1984).

Komposit serat dapat dibagi bedasrkan penempatannya, yaitu:

1) Continuous Fiber Composite

Tipe ini mempunyai susunan serat panjang dan lurus, membentuk lamina diantara matriksnya. Tipe ini mempunyai kelemahan pemisahan antar lapisan. Contoh continous fiber composite dapat dilihat pada Gambar 2.4 di bawah ini.

Gambar 2.4. Continous fiber composite (Gibson, 1994)

2) Woven Fiber Composite (bi-directional)

Komposit ini tidak mudah dipengaruhi pemisahan antar lapisan karena susunan seratnya mengikat antar lapisan. Susunan serat memanjang

(6)

yang tidak begitu lurus mengakibatkan kekuatan dan kekakuan melemah. Contoh woven fiber composite dapat dilihat pada Gambar 2.5.

Gambar 2.5. Woven fiber composite (Gibson, 1994)

3) Discontinuous Fiber Composite

Discontinuous Fiber Composite adalah tipe komposit dengan serat pendek. Tipe ini dibedakan menjadi 3, yaitu:

a) Aligned discontinous fiber

Gambar 2.6. Aligned discontinous fiber (Gibson, 1994)

b) off-axis aligned discontinous fiber

Gambar 2.7. Off-axis discintinous fiber (Gibson, 1994)

c) Random oriented discontinuous fiber

Gambar 2.8. Random oriented discontinous fiber (Gibson,1994)

(7)

d) Hybrid fiber composite

Hybrid fiber composite merupakan komposit gabungan antara tipe serat lurus dengan serat acak. Tipe ini digunakan supaya dapat mengganti kekurangan sifat dari kedua tipe dan dapat menggabungkan kelebihannya.

Gambar 2.9. Hybrid fiber composite (Gibson, 1994)

2.2.3 Faktor yang Mempengaruhi Sifat-sifat Mekanik Komposit

Ada beberapa faktor yang mempengaruhi performa komposit, baik dari faktor serat penyusunnya maupun faktor matriksnya, yaitu:

a. Faktor Serat 1) Letak Serat

a) One dimensional reinforcement, mempunyai kekuatan pada arah axis serat.

b) Two dimensional reinforcement (planar), mempunyai kekuatan pada dua arah atau masing-masing arah orientasi serat.

c) Three dimensional reinforcement, mempunyai sifat isotropic, kekuatannya lebih tinggi dibanding dengan dua tipe sebelumnya.

2) Panjang Serat

Serat panjang lebih kuat dibandingkan dengan serat pendek. Oleh karena itu panjang dan diameter sangat berpengaruh pada kekuatan maupun modulus komposit. Serat panjang (continous fiber) lebih efisien dalam peletakannya dari pada serat pendek.

3) Bentuk Serat

(8)

Bentuk serat tidak mempengaruhi, yang mempengaruhi adalah diameter seratnya. Semakin kecil diameter serat, maka akan menghasilkan kekuatan komposit yang tinggi.

b. Faktor Matriks

Matriks sangat berpengaruh dalam performa komposit. Tergantung dari matriks jenis apa yang dipakainya, dan untuk tujuan apa dalam pemakaian matriks tersebut.

c. Katalis

Katalis digunakan untuk membantu proses pengeringan (curring) pada bahan matrisk suatu komposit. Penggunaan katalis yang berlebihan akan semakin mempercepat proses laju pengeringan, tetapi akan menyebabkan bahan komposit yang dihasilkan semakin getas.

2.2.4 Kelebihan dan Kekurangan Material Komposit

Material komposit mempunyai beberapa kelebihan dibandingkan dengan bahan konvensional seperti logam. Kelebihan tersebut pada umumnya dapat dilihat dari beberapa sudut penting seperti sifat-sifat mekanik, fisik dan biaya.

Seperti yang diuraikan dibawah ini:

a. Sifat mekanik dan fisik

Pada umumnya pemilihan bahan matriks dan serat memainkan peranan penting dalam menentukan sifat-sifat mekanik dan sifat komposit. Gabungan matriks dan serat dapat menghasilkan komposit yang mempunyai kekuatan dan kekakuan yang lebih tinggi dari bahan konvensional seperti besi dan baja.

b. Biaya

Faktor biaya juga memainkan peranan yang sangat penting dalam mambantu perkembangan industri komposit. Biaya yang berkaitan erat dengan penghasilan suatu produk yang seharusnya memperhitungkan beberapa aspek seperti bahan mentah, proses pembuatan, upah tenaga kerja, dan sebagainya.

Selain kelebihan yang dimiliki, komposit juga memiliki beberapa kekurangan antara lain:

(9)

a. Tidak tahan terhadap beban kejut (shock) dan tabrak (crash) jika dibandingkan dengan metal.

b. Kurang elastis.

c. Lebih sulit dibentuk secara plastis.

2.3. Serat Sintetis dan Serat Alam

Serat sintetis dan serat alam banyak klasifikasinya. Serat alam yang sering digunakan adalah serat pisang, kapas, wol, serat nanas, serat rami, serat ijuk dan serat sabut kelapa, sedangkan serat sintetis diantaranya nilon, gelas, akril dan rayon. Serat alam adalah serat yang banyak diperoleh di alam sekitar, yang berasal dari tumbuh-tumbuhan seperti serat batang pisang, bambu, rosella, nanas, kelapa, ijuk dan lain-lain.

Table 2.1. Klasifikasi serat/serat tekstil (Surdia, 1992)

NO Serat Jenis

1 Serat kimia atau serat buatan

Serat regenerasi Serat sintetis Serat anorganik

2 Serat alam

Serat tumbuhan Serat binatang Serat galian atau asbes

Saat ini, serat alam mulai mendapatkan perhatian serius dari para ahli material komposit, karena (a) Serat alam memiliki kekuatan spesifik yang tinggi, karena serat alami memilik massa jenis yang rendah. (b) Serat alam mudah diperoleh dan merupakan sumber daya alam yang dapat diolah kembali, harga relative murah, dan tidak beracun. Serat alam ijuk, sabut kelapa, sisal, jerami, nanas dan lain-lain merupakan hasil alam yang banyak tumbuh di Indonesia.

Berikut adalah skema klasifikasi jenis serat alam di tunjukkan pada Gambar 2.10.

(10)

Gambar 2.10. Klasifikasi jenis serat alam (Loan, 2006)

Macam-macam jenis serat diantaranya adalah sebagai berikut:

a. Serat asbestos

Serat ini dibagi menjadi dua, yaitu: (a). Crhysottile asbestose (serat asbestos putih) mempunyai rumus kimia 3MgO.2SiO2.H2O dan merupakan mineral yang tersedia cukup banyak di alam. Serat ini mempunyai diameter minimum 0,001 m. Ditinjau dari segi kekuatannya cukup baik, tetapi serat ini jarang digunakan di pasaran umum sehingga menjadikan kurang banyak digunakan sebagai bahan tambahannya. (b). Chrysotile asbestos mempunyai rumus kimia Na2O,Fe2O3,3Feo.8SiO2.H2O. Serat ini mempunyai kuat tarik yang cukup tinggi sekitar 3500 MPa dan cukup banyak di Kanada, Afrika Selatan dan Rusia. Hambatan jarang dipakainya serat ini adalah sulit didapatkan di setiap Negara sehingga harganya relative mahal, disamping itu beberapa tahun belakangan ini banyak pendapat tentang bahaya serat ini terhadap kesehatan manusia, serat ini dianggap sebagau salah satu penyebab penyakit kanker (kaesirordanik).

b. Serat kaca

Serat ini mempunyai kuat tarik yang cukup tinggi, sehingga penambahan serat kaca pada beton akan meningkatkan kuat lentur beton. Tetapi

(11)

permukaan kaca yang licin mangakibatkan daya lekat terhadap bahan ikatnya menjadi lemah dan serat ini kurang tahan terhadap alkali semen sehingga dalam jangka waktu lama serat akan rusak. Serat ini banyak digunakan sebagai bahan penguat komposit. Fungsi utama dari serat ini adalah sebagai penopang kekuatan dari komposit, sehingga tinggi rendahnya kekuatan komposit sangat bergantung dari serat yang digunakan, karena tegangan yang dikenakan pada komposit mulanya diterima oleh matriks yang diteruskan serat, sehingga serat akan menambah beban sampai beban maksimum. Oleh karena itu, serat haruslah mempunyai tegangan tarik dan modulus elastis yang tinggi dari pada matriks penyusun komposit.

Aplikasi dari serat gelas yang tekenal misalnya otomitif dan bodi kapal, pipa plastic, kotak penyimpanan, dan industri dasar.

c. Serat baja (Steel fiber)

Serat baja mempunyai banyak kelebihan diantaranya: mempunyai kuat tarik dan modulus elastisitas yang cukup tinggi, tidak mengalami perubahan bentuk akibat pengaruh sifat alkali semen. Penambahan serat baja pada beton akan menaikkan kuat tarik, kuat lentur dan kuat impak. Sedangkan kelemahan serat baja adalah apabila serat baja tidak terlindungi dalam beton akan mudah terjadi karat (korosi), adanya kecenderungan serat baja tidak menyebar secara merata dalam adukan dan serat baja hasil produksi pabrik harganya cukup mahal.

d. Serat karbon

Serat karbon mempunyai beberapa kelebihan yaitu tahan terhadap lingkungan agresif, stail pada suhu yang tinggi, tahan terhadap abrasive, relatif kaku dan lebiha tahan lama. Tetapi penyebaran serat karbon dalam adukanan beton sulit dibandingkan dengn serat jenis lain.

e. Serat polypropylene

Serat polypropylene dalam kehidupan sehari-hari dikenal sebagai tali raffia.

Serat polypropylene mempunyai sifat tahan terhadap serangan kimia, permukaannya tidak basah sehingga mencegah terjadinya penggumpulan serat selama pengadukan. Serat polypropylene mempunyai titik leleh 165oC

(12)

dan mampu digunakan pada suhu lebih dari 100oC untuk jangka waktu yang pendek.

f. Serat polyethylene

Serat polyethylene dalam kehidupan sehari-hari dekenal sebagai tali tambang plastic. Serat polyethylene ini hampir sama dengan serat polypropylene hanya bentuknya berupa serat tunggal.

g. Serat alami

Serat alami yang telah dikaji penggunaanya sebagai serat penguat material komposit antara lain kenaf, flax, rami atau henep, selulosa, ijuk, serat daun aren dan pelepah kurma, bamboo, sabut kelapa, pandan dan serat pohon pisang. Kualitas serat alami pada umumnya sangat tergantung pada umur pohon bakalannya, tempat menanam dan waktu memanen, prosedur ekstraksinya dan perlakuan yang diberikan.

Serat-serat tersebut pada umumnya diperoleh dengan cara pelarutan lignin atau bahan pengikat serat dengan cara merendam dalam air selama beberapa hari atau dengan menggunakan bahan alkali (pada umumnya larutan sampai dengan 15% NaOH pada 160 oC – 180 oC selama 45 menit sampai dengan kurang dari satu jam), sehingga tersisa seratnya. Serat tersebut kemudian disisir dan dicuci sehingga relatif bersih dari unsur bukan serat. Serat basah yang telah bersih tersebut kemudian dikeringkan dengan cara dijemur atau dioven pada suhu sampai dengan 60 oC selama beberapa jam. perlu dicatat bahwa suhu oven tidak boleh terlalu tinggi agar tidak merusak struktur dan kualitas seratnya.

Bentuk penampang lintang serat alam pada umumnya tidak bulat benar, namun ada unsur kelonjongannya. Berbagai bentuk dan ukuran serat alami ditunjukkan pada Gambar 2.11.

(13)

Gambar 2.11. Bentuk dan ukuran beberapa jenis serat alami (Rao dan Rao, 2007)

Karena serat-serat tesebut pada umunya tidak tahan suhu tinggi, maka yang banyak digunakan adalah polimer, sehingga fabrikasi material kompositnya bisa dilakukan pada suhu relatif rendah. Van de Velde dan Kiekens menggunakan polipropilen sebagai matriks dan difabrikasi secara pultrusi.

Dhakal dkk. Menggunakan polietilen dan difabrikasi secara hand lay-up, dipres pada suhu 22 oC dan ditekan 10 bar, dilanjutkan dengan curing pada 24 jam berikutnya pada suhu 22 oC, dan post-curing pada 60 oC selama 2 jam.

dwie dkk. Menggunakan matriks epoksi resin berbasis minyak kedelai yang telah mengalami proses pelakuan kimiawi, sedangkan fabrikasi dilakukan dengan teknik VATRM (Vacuum Assisted Transfer Resin Muolding) untuk pembuatan atap.

Beberapa kelebihan serat alam antara lain:

1. Bahan bakunya terbarukan 2. Massa jenisnya rendah 3. Tidak abrasiv

4. Tidak sensitiv terhadap retakan 5. Tidak menyebabkan iritasi pada kulit 6. Limbah mudah terurai di alam

(14)

7. Merupakan konduktifitas kalor yang baik.

Kekurangannya adalah:

1. Sifat mekanisnya relatif rendah dibandingkan dengan serat sintetis 2. Laju penyerapan uap airnya relatif tinggi

3. Tidak tahan terhadap suhu tinggi

4. Walau dari satu jenis, namun sifat-sifatnya sangat bervariasi.

Table 2.2. Sifat beberapa jenis serat alam dan serat kaca-E (Van de Velde dan kiekens, 2001)

Sifat Sisal Flax Henep Kaca-E

Kuat tarik (MPa) 610 900 690 2300

Modulus elastisitas (GPa) 28 50 64 73

Regangan patah (%) 2,2 1,8 1,8 3,2

Massa jenis (g/cm3) 1,3 1,5 1,45 2,6

Kuat tarik spesifik (MPa/(kgm-3)) 470 600 476 880 Modulus elasitas spesifik

(GPa/(kgm-3)) 22 33 44 28

Harga (US$/kg) 1,20 –

1,75

1,50 – 5,00

(15)

Table 2.3. Kadar air (%) dan massa jenis (gr/cm3) serat alami pada cuaca normal (Rao dan Rao, 2007)

Jenis serat alami

Kadar air

Massa jenis

Jenis serat alami

Kadar air

Massa jenis

Pelepah aren 12,09 0,810 Ijuk 12,08 1,030

Daun kurma 10,67 0,990 Sabut kelapa 11,36 1,150 Pelepah kurma 9,55 0,960 Batang pisang 10,71 1,350 Bambu (sisi

luar) 9,16 0,910 Sisal 9,76 1,450

Bambu (sisi

dalam) 10,14 0,890 ---

Table 2.4. Sifat mekanis beberapa jenis serat alam (Rao dan Rao, 2007) Jenis serat alami ɛ (%) σ

(MPa) E (GPa) σ’

(MPa/(kgm3))

E’

(GPa/(kgm3))

Pelepah aren 3,46 549 15,85 0,6678 19,56

Daun kurma 2,73 309 11,32 0,3121 11,44

Pelepah kurma 24,00 459 1,91 0,4781 1,99

Bambu (bagian luar) 1,40 503 35,91 0,5527 39,47 Bambu (bagian dalam) 1,73 341 19,61 0,3831 22,10

Ijuk 13,71 377 2,75 0,3660 2,67

Sabut kelapa 20,00 500 2,50 0,4348 2,17

Bapatang pisang 3,36 600 17,85 0,4444 13,22

Sisal 5,45 567 10,40 0,3910 7,17

Catatan:

ɛ

= regangan patah E’ = modulus elastisitas sepesifik

σ’

= kuat tarik spesifik E = modulus elastisitas

σ

= kuat tarik

(16)

2.4. Serat Ijuk

Serat ijuk adalah serat alam yang mungkin hanya sebagian orang mengatahui bahwa serat ini sangatlah istimewa dibandingkan serat alam lainnya.

Serat berwarna hitam yang dihasilkan dari pohon aren memiliki banyak keistimewaan diantaranya; (a). Tahan lama hingga ratusan tahun lebih, bahwa serat ijuk aren mampu bertahan hingga ribuan tahun lebih dan tidak mudah terurai. (b). Tahan terhadap asam dan garam air laut, serat ijuk merupakan salah satu serat yang tahan terhadap asam dan garam air laut, salah satu bentuk pengolahan dari serat ijuk adalah tali ijuk yang digunakan oleh nenek moyang kita untuk mengikat berbagai peralatan nelayan laut. (c). Mencegah penembusan rayap tanah. Serat ijuk sering digunakan sebagai bahan pembungkus pangkal kayu-kayu bangunan yang ditanam dalam tanah untuk memperlambat pelapukan kayu dan mencegah serangan rayap. (Widodo, 2008).

Table 2.5. Sifat mekanik serat ijuk (Munandar, 2013)

No Diameter Sifat Mekanik

Stress (MPa) Strain (%) Modulus elastisitas (GPa)

1 0,25-0,35 208,22 0,192 4,72

2 0,36-0,45 198,15 0,277 3,56

3 0,46-0,55 173,43 0,37 2,84

Keunggulan komposit serat ijuk dibandingkan dengan serat gelas adalah komposit serat ijuk lebih ramah lingkungan karena mampu terdegradasi secara alami dan harganya pun lebih murah bila dibandingkan serat lain seperti serat gelas. Sedangkan serat gelas sukar terdegradasi secara alami. Selain itu serat gelas juga menghasilkan gas CO dan debu yang berbahaya bagi kesehatan jika serat gelas didaur ulang, sehingga perlu adanya bahan alternatif pengganti serat gelas tersebut. Dalam industri manufaktur dibutuhkan material yang memiliki sifat-sifat yang khusus dan khas yang sulit didapat dari material lain seperti logam.

(17)

Gambar 2.12. Serat ijuk

2.4.1. Metode Pengekstrakan Serat Ijuk

Pada umumnya pengekstrakan serat ijuk dari pohon aren hanya dilakukan secara manual yaitu ijuk dihasilkan dari pohon aren yang telah berumur dari 4-5 tahun sampai dengan tongkol-tongkol bunganya keluar. Pohon yang masih muda produksi ijuknya kecil. Demikian pula pohon yang berbunga kualitas dan hasil ijuknya tidak baik.

Tahap awal pengekstrakannya yaitu dengan memotong pangkal pelepah- pelepah daun, kemudian ijuk yang bentuknya berupa lempengan anyaman itu dilepas dengan menggunakan parang dari tempat ijuk itu menempel. Lempengan- lempengan anyam ijuk yang baru dilepas dari pohon aren masih mengandung lidi- lidi ijuk. Lidi-lidi ijuk dapat dipisahkan dari serat-serat ijuk dengan menggunakan tangan. Untuk membersihkan serat ijuk dari berbagai kotoran dan ukuran serat ijuk yang besar, digunakan sisir kawat.

Dalam proses produksinya, serat ijuk dapat dilakukan dengan tiga cara, yaitu; (1). Proses secara manual merupakan suatu proses produksi yang dalam seluruh rangkaiannya hanya menggunakan tenaga manusia dan perlatan yang digunakan adalah peralatan yang seadanya (konvensional). Dalam proses ini semua dilakukan dengan manual tanpa tersentuh oleh automasi sedikit pun, semua rangkaian proses mulai dari proses pertama sampai proses finishing semuanya dilakukan dengan tangan manusia. (2). Proses secara automatic yaitu serngkaian proses produksi yang di dalam prosesnya sudah menggunakan peralatan yang

(18)

canggih (automatic) bahkan ada yang sudah menggunakan robot dalam rangkaian prosesnya, dan tenaga manusia hanya digunakan saat proses setting machine saja.

(3). Proses secara semiautomatic yaitu proses yang paling banyak digunakan di dunia industry, cara ini adalah gabungan antarau cara manual dan automatis.

2.5. Perlakuan Alkali

Serat alami adalah hydrophilic, yaitu sukar terhadapa air berbeda dari polimer yang hydropholic. Pengaruh perlakuan alkali terhadap sifat permukaan serat alam selulosa telah diteliti dimana kandungan optimum air mampu direduksi sehingga sifat alami hydrophilic serat dapat memberikan ikatan interfacial dengan matrik secara optimal.

Perlakuan alkali (KOH, LiOH, NaOH) terhadap serat dilakukan untuk memisahkan lignin dan kontaminan yang terkandung di dalam serat, sehingga didapat serat yang lebih bersih. Reaksi dari perlakuan alkali terhadap serat adalah:

Fiber – OH + NaOH → Fiber – O NA+ + H2O

NaOH merupakan larutan basa yang tergolong mudah larut dalam air dan termasuk basa kuat yang dapat terionisasi dengan sempurna. Menurut teori Arrhenius basa adalah zat yang di dalam air menghasilkan ion OH negatif dan ion positif. Larutan basa memeiliki rasa pahit, dan jika mengenai tangan terasa licin (seperti sabun), sifat licin terhadap kulit itu disebut sifat kaustik basa. Gambar 2.13 menunjukkan contoh serpihan alkali NaOH.

Gambar 2.13. Serpihan alkali NaOH

(19)

Salah satu indikator yang digunakan untuk menunjukkan kebasaan adalah lakmus merah. Bila lakmus merah dimasukan ke dalam larutan basa maka berubah menjadi biru. Penelitian mengenal efek modifikasi kimia terhadap serat menyebutkan bahwa perlakuan alkali meningkatkan kekuatan rekatan antara serat dengan matrik. Kekautan tarik disebutkan mengalami peningkatan sebesar 5%.

Dibandingkan alkali lain seperti KOH dan LiOH, perlakuan alkali NaOH adalah yang paling baik. Penelitian menyatakan bahwa Na+ memiliki diameter partikel yang sangat kecil dimana dapat masuk ke pori terkecil serat dan masuk ke dalamnya sehingga dapat melepaskan minyak dan kontaminan lebih baik.

2.6. Serat Gelas (Glass fibers)

Serat gelas paling banyak digunakan karena harganya yang murah serta ketersediaan dan keandalannya, juga karena kekuatannya yang hanya sedikit di bawah serat karbon, lihat Tabel 2.6. Tabel tersebut menunjukkan bahwa serat kontinyu karbon bermodulus standar harganya 10x lebih mahal dibanding serat kaca-E, sedangkan kuat tarik serat karbon tersebut hanya sedikit lebih tinggi dari serat kaca-E.

Tabel 2.6. Harga dan sifat serat kaca-E dan karbon bermodulus standar (Calliester, 2007)

Jenis serat kontinyu

Properties Harga (US$/kg)

Massa jenis (g/cm3)

Kuat tarik (MPa)

Modulus elastis (GPa)

Kaca-E 1,90 – 3,30 2,54 3450 72,5

Karbon 31,50 – 41,50 1,78 3800 - 4200 230

(20)

Gambar 2.14. Direct-melt glass fiber manufacturing process (Vaughan, 1998)

Proses produksi serat kaca ditunjukkan Gambar 2.14. bahan dasar (batu kapur, silica, pasir, asam boric, tanah liat, batu bara dan flourospar) dicairkan

 dilewatkan lubang-lubang kecil di dasar mangkok platina  filament kaca  diquench dengan dilewatkan semprotan kecil air  disalut dengan binder pelindung  dikumpulkan membentuk bundle (biasa disebut tow atau strand)  digulung pada suatu spool (Gambar 2.15(a)).

(21)

Fungsi tambahan binder adalah:

1. Menyatukan filamen dalam tow untuk kemudahan pemrosesan

2. Melumasi permukaan filament untuk mengurangi abrasi yang mungkin terjadi akibat kontak dengan peralatan selama pembuatan komposit

3. Merupakan anti-septic untuk melunakkan dan memudahkan pemotongan 4. Menyediakan penghubung kimiawi untuk meningkatkan rekatan permukaan

dengan matrik.

Table 2.7. Komposisi kimiawi serat kaca-E dan –S (%berat) (Agarwal dan Broutman, 1990)

Elemen Kaca-E Kaca-S

Silicon Oksida, SiO2 54,3, 55,2 64,2, 65,0

Alumunium Oksida, Al2O3 8,0, 15,2 24,8, 25,0

Calcium Oksida, CaO 17,2, 18,7 0,01

Magnesium Oksida, MgO 4,6, 4,7 10,0, 0,27

Sodium Oksida, Na2O 0,3, 0,6 0,27, 0,3

Boron Oksida, B2O3 7,3, 8,0 0,01

(a) (b)

Gambar 2.15. (a) Gulungan serat kaca E2350-11 dari Owens Corning Asia- Pacific dengan berat bersih 17 kg, (b) Kaca-S2 mat unidireksional

(Vaughan, 1998)

Jenis serat kaca berdasarkan komposisi kimianya, yang selanjutnya menentukan karakteristik dan penggunaanya:

1. Serat kaca-A : kandungan alkali tinggi  ketahanan kimiawi tinggi

2. Serat kaca-C : terbuat dari soda borosilikat  ketahanan kimiawinya sangat istimewa

(22)

3. Serat kaca-E : terbuat dari bahan berbasis Al borosilikat  resistansi elektrik yang baik

4. Serat kaca-S (S- dan S2) : unsur utama berupa Al silikat dan Mg  jauh lebih kuat dibanding serat kaca-E.

Struktur dan karakteristik kaca:

1. Kaca merupakan material amorfous. Polihendron yang masing-masing terdiri atas atom oksigen yang secara kovelent terikat dengan Si membentuk jejaring 3D yang panjang struktur kaca

2. Struktur jejaring 3D  hampir isotropic, sangat kuat untuk tarik, ketangguhan retak tinggi, tidak sensitif terhadap lingkungan kimiawi, lembab, dan suhu relatif tinggi (Tabel 2.8) dan pada umumnya murah.

Tabel 2.8. Sifat-sifat serat kaca-E dan kaca-S (Callister, 2007)

Sifat Kaca-E Kaca-S

Masa jenis (g/cm3) 2,54 2,48

Koefisien muai termal linier (x106oC) 4,7 5,6

Kuat tarik pada 22 oC (MPa) 3348 4585

Modulus tarik pada 22 oC (GPa) 72,4 85,5

Perpanjangan luluh (%) 4,8 5,7

2.7. Polimer Sebagai Matriks

Matriks adalah bahan/material yang dipergunakan bahan pengikat bahan pengisi namun tidak mengalami reaksi kimia dengan bahan pengisi. Secara umum, matriks berfungsi sebagai: (a). Pelindung komposit dari kerusakan- kerusakan, baik kerusakan secara mekanis maupun kimia. (b). Untuk mentrasfer beban dari luar ke bahan pengisi. (c). Untuk mengikat bahan pengisi.

Matriks dapat diklasifikasikan atas empat jenis yaitu: (1). Termoplastik yaitu suatu matriks dikatakan termoplastik apabila matriks tersebut dapat menjadi lunak kembali apabila dipanaskan dan mengeras apabila didinginkan. Hal ini disebabkan karena molekul matriks tidak mengalami ikat silang sehingga bahan tersebut dapat didaur ulang kembali. (2). Termoset, suatu matriks dikatakan

(23)

thermoset apabila matriks tersebut tidak dapat didaur ulang kembali bila dipanaskan. Hal ini disebabkan molekul matriks mengalami ikat silang, sehingga bila matriks telah mengeras tidak dapat lagi dilunakkan. (3). Elastomer merupakan jenis polimer dengan elastisitas tinggi. (4). Polimer natural seperti selulosa dan protein dimana bahan dasar yang terbuat dari tumbuhan dan hewan.

Resin adalah polimer dalam matriks, yang mempunyai fungsi sebagai pengikat, sebagai pelindung struktur komposit, memberi kekuatan pada komposit dan bertindak sebagai media transfer tegangan yang diterima oleh komposit serta melindungi serat dari abrasi dan korosi. Resin thermoset adalah tipe sistem matrik yang paling umum dipakai sebagai material komposit. Mereka menjadi populer penggunaannya dalam komposit dengan sejumlah alasan, mempunyai kekuatan leleh yang cukup rendah, kemampuan interaksi dengan serat yang bagus dan membutuhkan suhu kerja yang relatif rendah. Selain itu juga mempunyai harga yang lebih rendah dari pada resin thermoplastic. (Hyer, 1998)

2.7.1. Resin epoksi

Epoksi adalah suatu kopolimer, terbentuk dari dua bahan kimia yang berbeda. Ini disebut sebagai "resin" dan "pengeras". Resin ini terdiri dari monomer atau polimer rantai pendek dengan kelompok epoksida di kedua ujung.

Epoksi resin paling umum yang dihasilkan dari reaksi antara epiklorohidrin dan bisphenol-A, meskipun yang terakhir mungkin akan digantikan dengan bahan kimia yang serupa. Pengeras terdiri dari monomer polyamine, misalnya Triethylenetetramine (Teta). Ketika senyawa ini dicampur bersama, kelompok amina bereaksi dengan kelompok epoksida untuk membentuk ikatan kovalen.

Setiap kelompok NH dapat bereaksi dengan kelompok epoksida, sehingga polimer yang dihasilkan sangat silang, dan dengan demikian kaku dan kuat. Proses polimerisasi disebut "curing", dan dapat dikontrol melalui suhu, pilihan senyawa resin dan pengeras, dan rasio kata senyawanya; proses dapat mengambil menit untuk jam.

Reaksi curing pada sistem resin epoksi secara eksotermis, berarti dilepaskan sejumlah kalor pada proses curing berlangsung. Laju kecepatan proses

(24)

curing bergantung pada temperatur ruang. Untuk kenaikan temperatur 10oC, maka laju kecepatan curing akan menjadi dua kali lebih cepat, sedangkan untuk penurunan temperaturnya dengan besar yang sama, maka laju kecepatan curing akan turun menjadi setengah dari laju kecepatan curing sebelumnya.

Epoksi memiliki ketahanan korosi yang lebih baik dari pada polyester pada keadaan basah, namun tidak tahan terhadap asam. Epoksi mempunyai tiga sifat yang utama yaitu: (a) Sifat fisik, sebagaimana jenis plastik lain kebanyakan plastik adalah isolator listrik dan konduktor pansa yang baik. Kecuali jika ditambahakan campuran lain misalnya serbuk logam/karbon lain. (b) Sifat kimia, Sebagaimana umumnya plastik, secara kimia plastik termasuk inert. Dalam jangka lama, sinar ultraviolet mempengaruhi struktur kimia plastik. (c) Sifat mekanik, Dalam bentuk asli epoksi resin keras dan getas tetapi dalam penggunaan, plastik hampir selalu mengandung bahan campuran lain untuk menyesuaikan sifat mekaniknya. Sifat mekanik sangat banyak dimodifikasi sifatnya, baik dari sisi kekuatan, kekenyalan, keuletan, sampai kearah sobekan.

Selain sifat tersebut epoksi juga memiliki ulet, elastis, tidak bereaksi dengan sebagian besar bahan kimia dan mempunyai dimensi yang lebih stabil . Epoksi bila diberi bahan penguat komposit mempunyai kekuatan lebih baik dari dibanding resin lain. ( Hyer, 1998).

Resin epoksi termasuk ke dalam golongan thermosetting, sehingga dalam pencetakan perlu diperhatikan hal sebagai berikut: (a). Mempunyai penyusutan yang kecil pada pengawetan. (b). Dapat diukur dalam temperatur kamar dalam waktu yang optimal. (c). Memiliki viskositas yang rendah disesuaikan dengan material penyangga. (d). Memiliki kelengketan yang baik dengan material penyangga. Epoksi terbentuk dari reaksi antara epiklorohidrin dengan bisfenol propane (bisfenol A) dengan persamaan reaksi sebagai berikut :

(25)

Gambar 2.16. Reaksi antara bisfenol A dan epiklorohidrin (Hyer, 1998)

Pembuatan dari jaringan epoksi yang sangat bagus dengan cara menambahkan katalis yang akan bereaksi dengan baik dengan struktur jaringan, maka kemampuan mekanik dari epoksi tergantung dari tipe katalis yang digunakan. Resin epoksi mengandung struktur epoxy atau oxirene. Resin ini berbentuk cairan kental atau hampir padat, yang digunakan untuk material ketika hendak dikeraskan.

Tabel 2.9. Spesifikasi matriks epoksi (Surdia, 1992)

Sifat-sifat Satuan Nilai Tipikal

Massa Jenis Gram/cm3 1,17

Penyerapan air (suhu ruang) oC 0,2

Kekuatan Tarik Kgf/mm2 5,95

Kukuatan tekan Kgf/mm2 14

Kekuatan lentur Kgf/mm2 12

Temperatur pencetakan oC 90

2.8. Karakteristik Material Komposit

Salah satu faktor yang sangat penting dalam menentukan karakteristik material komposit adalah perbandingan antara matriks dengan serat. Sebelum

(26)

melakukan proses pencetakan komposit, terlebih dahulu dilakukan perhitungan perbandingan keduanya. Dalam menentukan perbandingan antara komponen matriks dengan serat (pengisi) material komposit ini biasanya dilakukan dengan menggunaka dua metode, yaitu :

a. Metode fraksi massa

Metode ini digunakan jika massa komponen matriks dan pengisi material komposit tidak jauh berbeda atau serat yang dipakai cukup berat. Untuk menghitung perbandingan massa digunakan persamaan sebagai berikut : 1. Fraksi massa serat

……… (2.1a)

Dimana Wf = fraksi massa serat (%), = massa serat (gr), = massa komposit (gr).

2. Fraksi volume serat

……….. (2.1b)

Dimana =fraksi volume serat (%), =volume serat total (cm3),

= volume komposit (cm3)

b. Metode fraksi volume

Metode ini digunakan apabila berat antara komponen matriks dan penguat (serat) material komposit jauh berbeda. Fraksi volume dapat dihitung menggunakan persamaan berikut:

1. Massa komposit

Massa komposit dapat dihitung dengan persamaan berikut:

= + ………..……….. (2.2)

2. Massa jenis komposit

ρc = ……….…….. (2.3)

(27)

3. Massa serat

= ……….. (2.4)

4. Massa matrik

=

= …..………...……… (2.5)

Dimana: = massa komposit (gr), = massa serat (gr), = massa matriks (gr), ρc = massa jenis komposit (gr/cm3), = volume komposit (cm3), = fraksi volume serat (%), fraksi volume matriks, ρm = massa jenis matriks (gr/cm3), = massa jenis serat (gr/cm3).

2.8.1. Uji Bending

Pengujian lengkung merupakan salah satu pengujian sifat mekanik bahan yang dilakukan terhadap spesimen dari bahan, baik yang akan digunakan sebagai konstruksi atau komponen yang akan menerima pembebanan lengkung maupun proses pelengkungan dalam pembentukan. Pelengkuan (bending) merupakan proses pembebanan terhadap suatu bahan pada suatu titik ditengah-tengah dari bahan yang ditahan diatas dua tumpuan.

Pengujian lengkung beban ialah pengujian yang bertujuan untuk mengetahui aspek-aspek kemampuan bahan uji dalam menerima pembebanan lengkung, yakni :

1. Kekuatan atau tegangan lengkung (

σ)

2. Lentur atau defleksi (δ) sudut yang terbentuk oleh lenturan atau sudut defleksi 3. Elastisitas (E) (Prayoga, 2012).

Pengujian kekuatan bending dapat dilakukan dengan Metode Three Point Bending atau Metode Four Point Bending menurut kondisi dari benda uji yang dipergunakan. Biasanya pada benda uji dengan kerataan yang kurang begitu sempurna dilakukan dengan Metode Three Point Bending, akan tetapi dengan hasil yang kurang maksimal apabila dipergunakan Metode Four Point Bending.

(28)

Hal ini disebabkan terjadi konsentrasi pembebanan pada Metode Three Point Bending.

1. Metode Three Point Bending

Pada three point bending, spesimen atau benda dikenai beban pada satu titik yaitu tepat pada bagian tengah batang (½ L). Pada metode ini material harus tepat berada di ½ L, agar mendapatkan momen maksimum karena saat mecari σ dibutuhkan momen maksimum tersebut.

Berikut ini adalah ilustrasi dari pengujian kekuatan bending dengan Metode Three Point Bending :

Gambar 2.17. Pembebanan lengkung Three point bending (Prayoga, 2012)

Gambar 2.18. Pengaruh pembebanan lengkung terhadap bahan uji (Prayoga, 2012)

Sebagaimana prilaku bahan terhadap pembebanan, semua bahan akan mengalami perubahan bentuk (deformasi) secara bertahap dari elastis

(29)

menjadi plastis hingga akhirnya mengalami kerusakan (patah). Dalam proses pembebanan lengkung dimana dua gaya bekerja dengan jarak tertentu (L/2) serta arah yang berlawanan bekerja secara bersamaan (lihat Gambar 2.18).

Setelah dilakukan pengujian bending, untuk mendapatkan angka kekuatan bending digunakan persamaan berikut:

………. (2.6) ……… (2.7) Dimana:

tegangan bending (MPa) P = gaya pembebanan (N) L = jarak antar tumpuan (mm) b = lebar spesimen (mm) d = tebal spesimen (mm) D = defleksi maksimum (mm)

Keterangan :

Pada persamaan 2.6 digunakan jika perbandingan L/d ≤ 16, dimana L adalah support span dan d adalah tebal spesimen. Pada persamaan 2.7 digunakan jika nilai perbandingan L/d > 16.

Untuk mendapatkan nilai regangan bending digunakan persamaan berikut:

……….. (2.8) Dimana:

regangan (mm/mm) D = defleksi maksimum (mm) L = panjang span (mm) d = tebal (mm)

(30)

Untuk mendapatkan nilai modulus elastisitas bending digunakan persamaan berikut:

……… (2.9)

Dimana:

modulus elastisitas bending (MPa) panjang span (mm)

lebar spesimen (mm) tebal spesimen (mm)

slope tangent pada kurva beban defleksi (N/mm)

2.9. Karakteristik Patahan Pada Material Komposit

Patah didefinisikan sebagai pemisahan sebuah bahan menjadi dua atau lebih potongan sebagai respon dari tegangan static yang berkerja dan pada temperature yang relative rendah terhadap temperature cairnya. Dua model patah yang mungkin terjadi pada bahan teknik adalah patah liat (ductile fracture) dan patah getas (brittle facture). Klasifikasi ini didasarkan pada kemampuan bahan mengalami deformasi plastic. Bahan liat (ductile) memperlihatkan deformasi plastik dengan menyerap energi yang besar sebelum patah. Sebaliknya, patah getas hanya memperlihatkan deformasi palstik yang kecil atau bahkan tidak ada.

Setiap proses perpatahan meliputi dua tahap yaitu pembentukan dan perambatan sebagai respon terhadap tegangan yang diterapkan. Jenis perpatahan sangat tergantung pada mekanisme perambatan retak.

Patahan material komposit dapat disebabkan oleh deformasi ganda, antara lain disebabkan oleh kondisi pembebanan serat struktur mikro komponen pembentuk komposit, yang dimaksud struktur mikro ialah : diameter serat, fraksi volume serat dan distribusi serat. Kemungkinan lainnya adalah patahnya serat selama proses pembuatan, yang diakibatkan tegangan termal dan tegangan sisa.

Jenis model patah material komposit antara lain adalah sebagai berikut:

(31)

2.9.1. Patah banyak

Menurut Chawla (1987), ketika jumlah serat yang putus akibat beban tarik masih sedikit dan kekuatan interface masih baik, resin mampu mendukung beban yang diterima dengan mendistribusikan beban tersebut ke sekitarnya. Apabila resin mampu menahan gaya geser dan meneruskan beban keserat yang lain maka jumlah serat yang putus semakin banyak. Patahan terjadi lebih dari satu bidang.

Gambar 2.19. Patah banyak (Schwartz, 1984)

2.9.2. Patah tunggal

Menurut Chawla (1987), patah yang disebabkan ketika serat putus akibat beban tarik, resin tidak mampu menerima lagi beban tambahan. Patah terjadi satu bidang kontak.

Gambar 2.20. Patah tunggal (Schwartz, 1984)

2.9.3. Deliminasi

Deliminasi (interlaminar) adalah perpatahan yang terjadi akibat terlepasnya ikatan antar lapisan penguat. Penyebab utama perpatahan ini adalah gaya adhesi anatara penguat dan matriks yang lemah. Selain itu kemampuan matriks untuk mengisi ruang antara serat juga mempengaruhi.

(32)

Gambar 2.21. Deliminasi (Schwartz, 1984) 2.9.4. Fiber pull out

Gambar 2.22. Fiber pull out (Schwartz, 1984)

Fiber pull out adalah tercabutnya serat dari resin yang disebabkan ketika resin retak akibat beban tarik, kemampuan untuk menahan beban akan segera berkurang. Namun, komposit masih mampu menahan beban walau beban yang ditahan relatif kecil dari beban maksimal. Saat resin retak, beban akan ditransfer dari resin keserat di tempat persinggungan retak. Kemampuan untuk mendukung beban berasal dari serat. Seiring dengan bertambahnya deformasi, serat akan tercabutdari resin (akibat debonding dan patahnya serat).

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan hasil analisis data dan prosentase peningkatan dari aspek keterampilan proses yang di amati pada siklus I, siklus II, dan siklus II maka dibuatlah

Minyak nabati yang memiliki kandungan asam lemak tidak jenuh merupakan sumber menarik untuk diperbaharui dalam menghasilkan produk baru yang berguna tetapi kereaktifannya

Pokja Pengadaan Barang Kelompok II yang dibentuk berdasarkan Keputusan Kepala Unit Layanan Pengadaan Barang / Jasa Pemerintah Kabupaten Muara Enim Nomor : 11/KPTS/ULP/2012

[r]

Pengaruh persepsi mengenai kondisi lingkungan kerja dan dukungan sosial terhadap tingkat burnout pada perawat IRD RSUD dr.Soetomo Surabaya.. Prosedur penelitian,

Dibuatnya Sistem Informasi Transportasi dan Jalur Angkutan Kota dengan memanfaatkan alat bantu Sistem Informasi Geografi yang mendukung Pengambilan Keputusan bagi analisa dan

Setelah mendapatkan pendidikan kesehatan mencuci tangan (posttest) sebagian besar atau 63,2% responden diketahui memiliki perilaku mencuci tangan yang cukup dan

Kesimpulan yang bisa ditarik dari penelitian tahap pertama ini adalah masih terdapat ketimpangan pelayanan kesehatan masyarakat di wilayah Jawa Timur.Ketimpangan ini