• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAHASA PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

N/A
N/A
Earens SIM

Academic year: 2023

Membagikan "BAHASA PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN"

Copied!
35
0
0

Teks penuh

(1)

BAHASA PERATURAN

PERUNDANG-UNDANGAN

(2)

PROBLEMATIK BAHASA PERUNDANGAN

Sikap kalangan bahasa :

1. Apakah bahasa dalam perundang-undangan perlu dibicarakan secara khusus ?

2. Apakah bahasa perundang-undangan tidak sama dengan bahasa pada umumnya ?

3. Apakah bahasa dalam perundang-undangan tidak tunduk pada kaedah bahasa yang umum dan baku ?

(3)

Sikap ahli perundang-undangan :

1. Apakah perundang-undangan yang dirancangnya telah dituangkan dalam susunan kalimat perundang- undangan ?

2. Apakah ungkapan yang dituangkannya cukup jernih dan tidak mengandung makna ganda, tidak terlalu banyak dan tidak pula sedikit ?

3. Apakah kata-kata yang dipilihnya sudah tepat dan tidak meninggalkan keraguan kepada pembacanya.

(4)

PENDAPAT HAMID ATTAMIMI

1. Bahasa Indonesia dalam perundang-undangan adalah tetap bahasa Indonesia, sehingga tetap tunduk pada kaedah bahasa Indonesia yang umum dan baku.

2. Bahasa Indonesia perundang-undangan adalah suatu ragam bahasa Indonesia, yang karena sifat an tujuannya mengandung ciri yang khas sehingga tidak berbeda dengan bahasa Indonesia yang lainnya.

3. Bahasa Indonesia perundang-undangan mempunyai susunan kalimat yang tidak sempurna.

4. Ketidaksempurnaan bahasa Indonesia mengandung ketidaksempurnaan pertama dan kedua.

(5)

4. Ketidaksempurnaan pertama meliputi kandungan makna ganda, kabur dan terlalu luas.

5. Ketidaksempurnaan kedua meliputi ketidaktetapan kata dan ungkapan

(6)

BAHASA INDONESIA HUKUM

1. Dalam membicarakan bahasa Indonesia dalam perundang-undangan, semua pihak berkepentingan agar susunan kata dan bentukan kalimat yang dituangkan dalam proses pembentukan peraturan negara tersebut jernih dan baik, sehingga peraturan negara itu terbebas dari ketidak sempurnaan.

2. Peraturan perundang-undangan mengandung norma hukum yang bersifat umum dan abstrak serta berfungsi menetapkan Suruhan, Kebolehan atau Larangan.

(7)

3. Fungsi kaedah suruhan berupa keharusan melakukan suatu perbuatan.

4. Fungsi kaedah larangan berupa keharusan tidak melakukan perbuatan.

5. Fungsi kaedah kebolehan berupa kebolehan melakukan perbuatan.

6. Peraturan perundang-undangan dapat juga mengandung norma hukum yang memberikan kuasa untuk menetapkan norma hukum yang umum dan abstrak, yang berisi suruhan dan larangan serta mencabut atau menarik kembali wewenang/kuasa yang diberikan

(8)

7. Dengan norma hukum itu peraturan perundang- undangan bertujuan mengatur tata kehidupan masyarakat, selain sesuai dengan nilai-nilai yang telah disetujui bersama serta telah mantap, juga sesuai dengan tujuan yang hendak dicapai oleh masyarakat sendiri.

8. Kalimat-kalimat yang berupa ketentuan dalam peraturan perundang-undangan dan berisi norma hukum yang umum dan abstrak merupakan kalimat normatif, tidak deskriptif atau deklaratif.

(9)

9. Dalam tata bahasa Indonesia yang baku, kalimat normatif biasa disebut kalimat Imperatif, tetapi karena tidak semua perintah adalah norma yang berlaku, maka untuk menunjukkan bahwa kalimat itu mengandung norma akan disebut saja kalimat normatif, tidak imperatif.

10. Kalimat hukum yang normatif, biasanya ditandai dengan adanya kata kerja bantu, harus atau dapat, tetapi dapat juga tanpa kata-kata tersebut.

Berdasarkan susunan kalimat, segera diketahui bahwa kalimat itu mengandung suruhan, kebolehan atau larangan.

(10)

HAL YANG DIPERHATIKAN DALAM MENYUSUN BAHASA PERUNDANGAN

Menurut Montesquieu :

1. Gaya bahasa hendaknya ringkas dan sederhana.

2. Istilah yang dipilih bersifat mutlak dan tidak relatif.

3. Hendaknya kalimat membatasi diri pada yang riil dan aktual, serta menghindari diri dari kiasan dan dugaan.

4. Hendaknya kalimat tidak halus, sehingga memerlukan ketajaman pikiran pembacanya, karena rakyat banyak mempunyai tingkat pemahaman yang sedang-sedang saja, hendaknya tidak untuk latihan logika, melainkan untuk pikiran sederhana yang ada pada rata-rata manusia.

(11)

5. Hendaknya tidak merancukan yang pokok dengan yang pengecualian, pembatasan atau pengubahan, kecuali apabila dianggap mutlak perlu.

6. Hendaknya tidak memancing perdebatan/perbantahan adalah berbahaya memberikan alasan-alasan yang terlalu rinci, karena hal ini dapat membuka pintu pertentangan.

(12)

7. Hendaknya dipertimbangkan apakah mengandung manfaat praktis, hendaknya tidak menggoyahkan dasar-dasar nalar dan keadilan serta kewajaran yang alami, karena peraturan yang lemah tidak diperlukan, dan yang tidak adil akan menyebabkan seluruh sistem peraturan dalam reputasi yang jelek dan karena itu bisa mengguncangkan kewibawaan negara.

(13)

BAHASA HUKUM

MENURUT HAMID ATTAMIMI

1. Kalimat dalam bahasa peraturan adalah Kalimat Normatif.

2. Kata yang berubah arti.

3. Penggunaaan kata jika dan apabila.

4. Penggunaan kata dan sebagainya dan lain-lainnya.

5. Penggunaan kata dan/atau

6. Penggunaan tanda baca, tanda koma (,), serta konjungsi “dan” dan kunjungsi “atau”

(14)

KALIMAT NORMATIF

1. Peraturan perundang-undangan berisi norma hukum yang umum dan abstrak.

2. Norma hukum umum dalam arti adresatnya ialah sekelompok atau segolongan orang yang tidak dapat dipastikan siapa-siapanya.

3. Norma hukum abstrak dalam arti hal yang diaturnya tidak dapat ditentukan bilanganya berapa kali.

4. Meski demikian, dalam peraturan perundang- undangan, dapat diselipkan norma hukum yang umum dan tidak abstrak (konkrit), atau tidak umum (individuil) dan abstrak (konkrit).

(15)

Contoh kalimat yang umum dan abstrak :

1. Dihukum dengan hukuman penjara selama-lamanya lima tahun, orang asing yang sesudah dikeluarkan dari Indonesia berada di Indonesia secara tidak sah. (UU Darurat No 8 Tahun 1953, Pasal 3).

2. Tiap-tiap perkawinan dicatat menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku. (UU No 1 Tahun 1974 Pasal 7 ayat (12))

(16)

KATA YANG BERUBAH ARTI

1. Kata yang berubah arti bisa terjadi karena penggunaan norma hukum yang tidak tepat.

2. Oleh sebab itu penggunaan norma hukum yang tepat, dapat mencegah kata yang berubah arti.

3. Selain itu kata yang berubah arti bisa juga terjadi karena situasi dan kondisi ketika peraturan itu di buat.

4. Oleh sebab itu ketika membaca suatu peraturan, harus dilihat juga situasi dan kondisi ketika peraturan itu dibuat.

(17)

KATA JIKA DAN APABILA

1. Kalimat normatif yang menyatakan hubungan syarat, sebaiknya menggunakan subordinat JIKA.

2. Kalimat normatif yang menyatakan adanya uraian atau penegasan waktu terjadinya sesuatu, sebaiknya menggunakan subordinat APABILA ATAU BILA.

3. Contoh : Perkawinan adalah sah, apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agamanya dan kepercayaannya itu (UU No 1 Tahun 1974 Pasal 2 ayat (1))

(18)

PENGGUNAAN KATA DAN SEBAGAINYA DAN LAIN-LAIN

1. Penggunaan kata dan sebagainya dan kata dan lain- lain, ingin menunjukkan adanya suatu hubungan sebab akibat atau hubungan sebab atau hubungan akibat.

2. Penggunaan kata dan sebagainya atau dan lain-lain, hanya untuk menegaskan bahwa induk kalimat perlu adanya penjelasan tambahan atau mempertegas induk kalimat.

(19)

PENGGUNAAN KATA DAN/ATAU

1. Penggunaan kata dan/atau menunjukkan pada suatu kondisi yang berdimensi jamak arah.

2. Biasanya penggunaan kata dan/atau mengarah kepada sanksi.

3. Kata dan/atau menunjukkan adanya kumulatif atau penggabungan atas situasi tertentu.

(20)

PENGGUNAAN TANDA BACA SERTA KONJUNGSI

1. Penggunaan tanda baca, biasanya untuk mempertegas kalimat dari suatu bacaan.

2. Penggunaan tanda baca juga dapat membantu para pembaca peraturan.

3. Penggunaan kata konjungsi ATAU, menunjukkan adanya hubungan hukum antara anak kalimat dan induk kalimat.

4. Selain itu penggunaan konjungsi ATAU, bisa menunjukkan adanya hubungan kausal.

(21)

PRINSIP BAHASA PERATURAN

1. Gunakan nalar hukum (legal reasoning).

2. Bahasa peraturan didapatkan berdasarkan adanya penemuan hukum, yang didasarkan kepada :

a. Analogi hukum,

b. Interpretasi hukum, atau c. Penafsiran hukum.

3. Bahasa yang digunakan adalah bahasa yang cukup sederhana dan mudah dipahami oleh setiap orang ketika membaca peraturan tersebut.

(22)

4. Bahasa peraturan adalah bahasa yang dapat dibacadan isi atau materi muatan peraturan dapat diterima oleh masyarakat dan tidak ada penolakan.

(23)

MENULIS KALIMAT PERATURAN

A. SIAPA MELAKUKAN APA ?

B. ISI KALIMAT PERATURAN YAITU APA DAN SIAPA.

C. MENJELASKAN PELAKU PEDOMAN MENENTUKAN SIAPA.

D. MENJELASKAN TINDAKAN PEDOMAN

MENENTUKAN APA.

(24)

SIAPA MELAKUKAN APA

1. Menguraikan teknik yang tepat dan benar dalam menulis kalimat peraturan perundang-undangan.

2. Dalam membuat kalimat dalam peraturan haruslah kalimat yang sederhana, jelas dan mampu menyampaikan INSTRUKSI.

3. Dalam kalimat peraturan harus jelas bahwa siapa yang melakukan dan apa yang akan dilakukan.

(25)

ISI KALIMAT PERATURAN

1. Fungsi kalimat peraturan adalah agar para pembaca dapat memahami apa yang diperintahkan dan apa yang dilarang oleh peraturan.

2. Kriteria pada kalimat peraturan bahwa kalimat tidak bermakna ganda, harus jelas dan mudah dimengerti dan dapat dilaksanakan.

3. Kalimat peraturan berisi norma hukum.

4. Norma hukum dimaksud adalah kaedah hukum Kebolehan, Suruhan, atau Larangan.

(26)

5. Dalam kalimat hukum tersebut tercakup unsur : a. Ada subyek hukum, yaitu SIAPA,

b. Ada tindakan hukum, yaitu APA.

(27)

MENJELASKAN PELAKU, PEDOMAN MENENTUKAN SIAPA

1. Subyek sebagai pelaku yang melakukan tindakan.

2. Subyek sebagai pelaku yang mampu melakukan tindakan.

3. Gunakan kalimat aktif, bukan pasif.

4. Menentukan pelaku, bila ditemukan adanya beberapa pelaku.

5. Sebaiknya menggunakan subyek tunggal (singular)

(28)

SUBYEK SEBAGAI PELAKU YANG MELAKUKAN TINDAKAN

1. Siapa subyek dalam kalimat peraturan ?

2. Apakah subyek tersebut melakukan tindakan.

3. Dalam hal tertentu, subyek bisa merupakan suatu benda mati.

(29)

SUBYEK SEBAGAI PELAKU YANG MAMPU MELAKUKAN TINDAKAN

1. Setiap subyek dalam peraturan, haruslah sebagai subyek yang mampu melakukan tindakan.

2. Ingat tentukan subyek lalu subyek pasti akan mampu melakukan suatu tindakan.

(30)

GUNAKAN KALIMAT AKTIF

1. Dalam membuat bahasa peraturan harus menggunakan kalimat aktif.

2. Penggunaan kalimat pasif bisa mengaburkan siapa yang sebenarnya bertindak.

(31)

MENENTUKKAN SIAPA PELAKU SEBENARNYA

1. Kadangkala dalam bahasa peraturan ditemukan adanya beberapa pelaku.

2. Ketika menemukan beberapa pelaku, maka untuk menentukan pelaku yang sebenarnya, maka pergunakan kata satu pihak yang bisa mencakup seluruh pelaku.

3. Hal ini penting agar kalimat tersebut lebih sederhana dan jelas.

(32)

KALIMAT YANG BERSUBYEK TUNGGAL

1. Dalam membuat bahasa peraturan, maka dalam kalimat tersebut haruslah merupakan kalimat yang bersubyek tunggal.

(33)

MENDEFINISIKAN TINDAKAN

1. Dalam mendefinisikan suatu tindakan, ditujukan untuk sebagai pedoman dalam menentukan suatu tindakan.

2. Dalam kalimat tersebut adalah kalimat yang merupakan perilaku dan bukan hak atau kewajiban.

3. Hindari penggunaan kalimat yang bersifat negatif.

(34)

MENULIS KALIMAT PERATURAN UNTUK TINDAKAN KEADAAN TERTENTU

1. Dalam kalimat peraturan harus jelas mengarahkan bahwa kalimat tersebut untuk menunjukkan adanya suatu tindakan yang mengarah kepada tindakan tertentu.

2. Adapun tindakan keadaan tertentu, didapatkan pada a. Adanya kasus yang belum pernah diatur

sebelumnya.

b. Adanya kalimat yang mengarah kepada suatu persyaratan tertentu.

c. Ada juga kalimat peraturan mengarah kepada suatu pengecualian.

(35)

PEMERIKSAAN KEMBALI

1. Sebelum memastikan bahwa draft peraturan telah memenuhi unsur kesahihannya, maka perlu ada pemeriksaan kembali.

2. Hal ini penting sebagai standar operasional terakhir sebelum peraturan tersebut diserahkan kepada pihak yang berkepentingan.

Referensi

Dokumen terkait

Sebagaiman penegasan Tuan, Siregar dalam Naing.N (2011) menunjukkan bahwa manusia merupakan gambaran kosmos, hal yang sama pada konsep Komunitas local (Kaili) dan

Proyek akhir yang bertema Hanoman Duta dikemas dalam konsep tradisi 40% dan dipadukan dengan tekno 60% ini bertujuan untuk 1) menghasilkan rancangan kostum,

[r]

Darussalam. Pengkisah merupakan saksi yang telah bekerja sebagai kepala sekolah Pondok Pesantren Sekolah Darussalam. Dari pemaparannya ketika diwawancarai, terlihat

Pemerintah Kabupaten Daerah Tingkat II Bengkalis yang tempat kedudukan dan kegiatannya berada di wilayah Kotamadya Daerah Tingkat II Dumai, untuk mencapai daya guna dan hasil guna

• Sistem telah mampu menghasilkan nilai yang tepat sama dengan 1 untuk dokumen yang sama dengan dokumen COBIT, nilai 0 untuk dokumen yang berbeda dengan dokumen COBIT, dan nilai

Jumlah rumah tangga usaha pertanian kelompok umur kurang dari 15 tahun dengan petani utama laki-laki tercatat sebesar 96 rumah tangga, lebih tinggi daripada

Dari hasil analisis untuk model pertama dengan ROA sebagai variabel dependen diketahui bahwa variabel Asset Quality, Earnings Ability dan Total Asset berpengaruh negatif