• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGARUH METODE PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE TGT TERHADAP AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR SISWA: Studi Quasi Eksperimen dalam Pembelajaran IPS di Kelas V SD.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PENGARUH METODE PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE TGT TERHADAP AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR SISWA: Studi Quasi Eksperimen dalam Pembelajaran IPS di Kelas V SD."

Copied!
50
0
0

Teks penuh

(1)

x DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ………... i

LEMBAR PERSETUJUAN ………. ii

PERNYATAAN ……… iv

MOTTO DAN PERSEMBAHAN ……… v

KATA PENGANTAR ………... vi

UCAPAN TERIMA KASIH ………. vii

ABSTRAK ……… ix

DAFTAR ISI ………. x

DAFTAR TABEL ………. xiii

DAFTAR GAMBAR ……… xv

DAFTAR LAMPIRAN ……….. xvi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ……… 1

B. Rumusan Masalah ………. 15

C. Tujuan Penelitian ……….. 16

D. Manfaat Penelitian ……… 16

E. Paradigma Penelitian ……… 17

F. Asumsi dan Hipotesis Penelitian ……….. 18

1. Asumsi ……… 18

2. Hipotesis ………. 18

G. Definisi Operasional ………. 19

H. Sistematika Penulisan ……… 20

(2)

xi

B. Metode Kooperatif Tipe TGT (Teams Games Tournament) ..…. 25

1. Hakikat Metode Kooperatif Tipe TGT ………..…… 25

2. Langkah-Langkah Kegiatan Metode Pembelajaran Kooperatif Tipe TGT ……… 27

C. Dasar Pemikiran Metode Pembelajaran Kooperatif ……….…… 35

D. Langkah-Langkah Pembelajaran Kooperatif ……… 36

E. Keterampilan-Keterampilan dalam Pembelajaran Kooperatif ….. 37

F. Kelebihan dan Kekurangan Metode Pembelajaran Kooperatif 39 1. Kelebihan Metode Pembelajaran Kooperatif………. 39

2. Kekurangan Metode Pembelajaran Kooperatif ………. 41

G. Aktivitas dan Hasil Belajar siswa ……….. 42

1. Aktivitas Belajar Siswa ………. 42

2. Hasil Belajar Siswa ……… 49

H. Hubungan Pembelajaran Kooperatif Tipe TGT dengan Aktivitas dan Hasil Belajar Siswa……….. 53

BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Metode Penelitian ……….……… 63

B. Alur Penelitian ……… 64

C. Sampel Penelitian ……….……….. 65

D. Lokasi Penelitian ……….………... 66

E. Prosedur Penelitian ……….……… 66

F. Alat Pengumpulan Data…..……….…………... 68

G. Uji Instrumen Soal Tes Hasil Belajar ………... 72

H. Teknik Pengolahan Data ………. 77

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian ……… 78

1. Aktivitas Belajar IPS Menggunakan Metode Cooperative Learning tipe TGT dan Pembelajaran Konvensional ……….. 78

2. Hasil Belajar IPS Menggunakan Metode Cooperative Learning tipe TGT dan Pembelajaran Konvensional ……… 92

(3)

xii

B. Temuan dan Pembahasan ………. 108

1. Aktivitas Belajar Siswa ………. 108

2. Hasil Belajar Siswa ……… 118

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan ………... 124

B. Rekomendasi ………. 125

(4)

1 BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pembelajaran kooperatif telah memiliki sejarah yang panjang. Sejak

zaman dahulu kala, para guru telah membolehkan atau mendorong siswa-siswa

mereka untuk bekerja sama dalam tugas-tugas kelompok tertentu, dalam diskusi

atau debat kelompok, atau dalam bentuk-bentuk kerja kelompok, atau dalam

kegiatan pelajaran tambahan kelompok lainnya. Metode ini biasanya bersifat

informal, tidak berstruktur dan hanya digunakan pada saat-saat tertentu saja.

Namun demikian, sejak dua puluh tahun yang lalu, telah dilakukan beberapa

penelitian yang signifikan terhadap teknik-teknik lama ini. Untuk pertama kalinya,

strategi pembelajaran kooperatif mulai dikembangkan, bahkan lebih dari itu,

mulai di evaluasi dalam berbagai konteks pengajaran yang lebih luas. Sebagai

hasil dari sekian tahun penelitian dan aplikasi praktis dari ratusan ribu guru,

keberadaan metode-metode pembelajaran kooperatif yang efektif kini sebenarnya

hadir untuk berbagai keperluan pengajaran yang ada. Lebih jauh lagi, kini kita

tahu akan betapa banyaknya pengaruh pembelajaran kooperatif terhadap siswa

dan kondisi-kondisi yang dibutuhkan untuk membuat pembelajaran kooperatif

yang efektif, khususnya untuk mencapai prestasi. Kini menjadi mungkin bagi para

guru memilih metode yang sesusi dari sekian banyak metode kooperatif untuk

diterapkan pada keperluan yang berbeda, dan untuk menggunakan pembelajaran

kooperatif sebagai skema pengorganisasian utama dalam pengajaran di kelas, dan

(5)

2

Pembelajaran kooperatif merujuk pada berbagai macam metode

pengajaran dimana para siswa bekerja dalam kelompok-kelompok kecil untuk

saling membantu satu sama lainnya dalam mempelajari materi pelajaran. Dalam

kelas kooperatif, para siswa diharapkan dapat saling membantu, saling

mendiskusikan dan berargumentasi, untuk mengasah pengetahuan yang mereka

kuasai pada saat itu dan menutup kesenjangan dalam pemahaman masing-masing.

Cara belajar kooperatif jarang sekali menggantikan pengajaran yang diberikan

oleh guru, tetapi lebih seringnya menggantikan pengaturan tempat duduk yang

individual, cara belajar individual, dan dorongan yang individual. Apabila diatur

dengan baik, siswa-siswa dalam pembelajaran kooperatif akan belajar satu sama

lain untuk memastikan bahwa tiap orang dalam kelompok telah mengetahui

konsep-konsep yang telah dipikirkan (Slavin, 2008: 4).

Pembelajaran kooperatif bukanlah gagasan baru dalam dunia

pendidikan, tetapi sebelum masa belakangan ini, metode ini hanya digunakan oleh

beberapa guru untuk tujuan-tujuan tertentu, seperti tugas-tugas atau laporan

kelompok tertentu. Namun demikian, penelitian selama dua puluh tahun terakhir

ini mengidentifikasi metode pembelajaran kooperatif dapat digunakan secara

efektif pada semua tingkatan kelas dan untuk mengajarkan berbagai mata

pelajaran.

Ada banyak alasan yang membuat pembelajaran kooperatif memasuki

jalur utama pendidikan. Salah satunya adalah berdasarkan penelitian dasar yang

mendukung penggunaan pembelajaran kooperatif untuk meningkatkan prestasi

(6)

3

hubungan antarkelompok, penerimaan terhadap teman sekelas yang lemah dalam

bidang akademik, dan meningkatkan rasa harga diri. Alasan lain adalah

tumbuhnya kesadaran bahwa para siswa perlu belajar untuk berpikir,

menyelesaikan masalah dan mengintegrasikan serta mengaplikasikan kemampuan

dan pengetahuan mereka dan bahwa pembelajaran kooperatif merupakan sarana

yang baik untuk mencapai hal-hal semacam itu. Pembelajaran kooperatif berjalan

dengan baik, dan dapat diaplikasikan untuk semua jenis kelas, termasuk

kelas-kelas yang khusus untuk anak-anak berbakat, kelas-kelas pendidikan khusus dan bahkan

dengan tingkat kelas dengan tingkat kecerdasan ”rata-rata” dan khususnya sangat

diperluan dalam kelas heterogen dengan berbagai tingkat kemampuan.

Pembelajaran kooperatif dapat membantu membuat perbedaan menjadi bahan

pembelajaran dan bukannya menjadi masalah. Karena sekolah bergerak dari

sistem pengelompokkan yang lebih heterogen, pembelajaran kooperatif menjadi

semakin penting. Lebih jauh lagi pembelajaran kooperatif memiliki kelebihan

yang sangat besar untuk mengembangkan hubungan antara siswa dari latar

belakang etnik yang berbeda dan antara siswa-siswa pendidikan khusus

terbelakang secara akademik dengan teman sekelas mereka, ini jelas melengkapi

alasan pentingnya menggunakan pembelajaran kooperatif (Slavin, 2008: 4-5).

Salah satu alasan terpenting mengapa pembelajaran kooperatif

dikembangkan adalah bahwa para pendidik dan ilmuwan sosial telah mengetahui

tentang pengaruh yang merusak dari persaingan dalam pembelajaran konvensional

yang sering digunakan di dalam kelas. Ini bukan mengatakan bahwa persaingan

(7)

4

dapat menjadi sarana yang efektif dan tidak berbahaya untuk memotivasi orang

untuk melakukan yang terbaik. Namun bentuk-bentuk persaingan yang biasanya

digunakan di dalam kelas jarang sekali bersifat efektif dan sehat (Slavin, 2008: 6).

Kritik terhadap pengaturan kelas tradisional yang diberikan oleh para

pencetus teori motivasional adalah bahwa penilaian yang kompetitif dan sistem

penghargaan informal di kelas menciptakan norma-norma di antara mereka yang

berlawanan dengan usaha-usaha akademi (Coleman, 1961). Karena kesuksesan

salah satu siswa menurunkan kesempatan untuk sukses bagi yang lainnya, para

siswa lebih suka mengekspresikan norma-norma bahwa pencapaian tinggi

hanyalah untuk “orang-orang aneh” dan kesayangan guru. Norma-norma

penghalang seperti ini sering ditemukan dalam dunia industri, di mana “si

pembuat onar” dicemooh oleh rekan kerjanya (Vroom, 1969). Akan tetapi, ketika

para siswa bekerjasama untuk mencapai tujuan yang sama, seperti yang mereka

lakukan ketika struktur penghargaan kooperatif diterapkan, mereka belajar tentang

usaha yang dapat membantu keberhasilan teman satu kelompoknya. Oleh sebab

itu, para siswa saling mendorong pembelajaran satu dengan lain, mendorong

usaha akademis satu sama lain, dan mengekspresikan norma-norma yang sesuai

dengan pencapaian akademik (Slavin, 2008: 35).

Bagi kebanyakan anak-anak dengan prestasi yang rendah situasi

persaingan adalah motivator yang buruk; bagi sebagian lainnya ini bahkan

menjadi penderitaan psikologis yang menetap. Siswa masuk ke dalam sebuah

kelas dengan latar belakang kemampuan dan pengetahuan yang berbeda. Siswa

(8)

5

materi-materi baru. Untuk alas an ini dan alasan lainnya, berhasil menjadi sesuatu

yang sulit bagi sebagian siswa, tetapi mudah bagi yang lainnya. Keberhasilan

ditentukan oleh dasar yang relatif dalam kelas yang kompetitif. Para siswa dengan

prestasi rendah, meskipun sudah belajar banyak, tetap saja masih berada di

peringkat bawah jika teman sekelasnya belajar lebih banyak lagi. Dari hari ke

hari, siswa dengan prestasi rendah mendapatkan umpan balik yang negatif dalam

usaha-usaha akademis mereka. Setelah beberapa waktu, mereka belajar bahwa

kesuksesan prestasi akademik bukanlah bidang mereka, lalu mereka memilih

bidang lain yang masih terbuka di mana masih ada kemungkinan bagi mereka

untuk membangun citra diri yang positif. Sebagian besar dari bidang ini menuntun

mereka pada perilaku antisosial dan menyimpang (Slavin, 2008: 7-8)

Inti dari pembelajaran kooperatif (Slavin, 1982a,b). Dalam metode

pembelajaran kooperatif, para siswa duduk bersama dalam kelompok yang

beranggotakan empat orang untuk menguasai materi yang akan disampaikan oleh

guru. Anggota kelompoknya heterogen yang terdiri dari siswa berprestasi tinggi,

sedang dan rendah, laki-laki dan perempuan dan berasal dari latar belakang etnik

yang berbeda. Setelah mendapatkan kesempatan untuk belajar dengan kelompok

mereka, para siswa mengerjakan kuis secara sendiri-sendiri. Skor kuis dari semua

siswa dicatat. Semua kelompok yang skor rata-rata kuisnya tinggi mendapatkan

penghargaan khusus, seperti sertifikat yang menarik atau menempatkan foto

anggota kelompok mereka di ruang kelas.

Selama belajar secara kooperatif siswa tetap tinggal dalam kelompoknya

(9)

6

khusus agar dapat bekerjasama dengan baik di dalam kelompoknya, seperti

menjadi pendengar aktif, memberikan penjelasan kepada teman sekelompok

dengan baik, berdiskusi dan sebaginya. Agar terlaksana dengan baik, siswa diberi

lembar kegiatan yang berisi pertanyaan atau tugas yang direncanakan untuk

diajarkan. Selama bekerja dalam kelompok, tugas anggota kelompok adalah

mencapai ketuntasan materi yang disajikan guru dan saling membantu di antara

teman sekelompok untuk mencapai ketuntasan materi. Belajar belum selesai jika

salah satu anggota kelompok ada yang belum menguasai materi pelajaran

(Trianto, 2007: 1996: 41-42).

Ide yang melatarbelakangi bentuk pembelajaran kooperatif semacam ini

adalah apabila siswa ingin agar kelompoknya berhasil, mereka akan mendorong

anggota kelompoknya untuk lebih baik dan akan membantu mereka

melakukannya. Seringkali, para siswa mampu melakukan pekerjaan yang luar

biasa dalam menjelaskan gagasan-gagasan yang sulit satu sama lain dengan

menerjemahkan bahasa guru yang digunakan guru ke dalam bahasa anak-anak.

Metode pembelajaran kooperatif tentu saja bukan hal baru. Para guru

sudah menggunakan selama bertahun-tahun dalam bentuk kelompok

laboratorium, kelompok tugas, kelompok diskusi dan sebagainya. Namun,

penelitian terakhir di Amerika Serikat dan beberapa negara lain telah menciptakan

metode-metode pembelajaran kooperatif yang sistematik dan praktis ditujukan

untuk digunakan sebagai elemen utama dalam pola pengaturan di kelas, pengaruh

penerapan metode-metode ini juga telah didokumentasikan dan telah

(10)

7

telah digunakan secara ekstensif dalam tiap subyek yang dapat dikonsepkan, pada

tingkat kelas mulai taman kanak-kanak sampai perguruan tinggi dan pada

berbagai macam sekolah diseluruh dunia (Slavin, 2008: 9).

Pembelajaran kooperatif merupakan sebuah kelompok strategi

pengajaran yang melibatkan siswa bekerja secara berkolaborasi untuk mencapai

tujuan bersama (Eggen and Kauchak: 279) dalam Trianto, 2007: 42. Pembelajaran

kooperatif disusun dalam sebuah usaha untuk meningkatkan partisipasi siswa,

memfasilitas dengan pengalaman sikap kepemimpinan dan membuat keputusan

dalam kelompok, serta memberikan kesempatan pada siswa untuk berinteraksi

dan belajar bersama-sama siswa yang berbeda latar belakangnya. Jadi, dalam

pembelajaran kooperatif siswa berperan ganda yaitu sebagai siswa ataupun

sebagai guru. Dengan bekerja secara kolaboratif untuk mencapai sebuah tujuan

bersama, maka siswa akan mengembangkan ketrampilan berhubungan dengan

sesama manusia yang akan sangat bermanfaat bagi kehidupan diluar sekolah.

Proses demokrasi dan peran aktif merupakan ciri khas dari lingkungan

pembelajaran kooperatif. Dalam kelompok guru menerapkan struktur tingkat

tinggi dan guru juga mendefinisikan semua prosedur. Meskipun demikian, guru

tidak dibenarkan mengelola tingkah laku siswa dalam kelompok secara ketat, dan

siswa memiliki ruang dan peluang untuk secara bebas mengendalikan

aktivitas-aktivitas di dalam kelompoknya. Selain itu pembelajaran kooperatif menjadi

sangat efektif jika materi pelajaran tersedia lengkap di kelas, ruang guru

(11)

8

Kelemahan-kelemahan pembelajaran IPS selama ini adalah kurang

mengikut sertakan siswa dalam proses pembelajaran. Guru tidak

mengembangkan berbagai pendekatan maupun metode dalam pembelajaran.

Kebanyakan para pendidik menempuh cara yang mudah saja dengan

menggunakan metode ceramah dan mengandalkan penghafalan fakta–fakta

belaka. Berikut ini perlu dicermati pendapat Numan Somantri (2001: 39) tentang

pembelajaran pendidikan IPS, yaitu pendekatan ekspositori sangat menguasai

keseluruhan proses belajar mengajar. Kalaupun ada diskusi tetapi tidak ada

hubungannya dengan prosedur berfikir ilmu sosial.

Hierarki belajar dalam pembelajaran IPS hampir tidak di temui baik

dalam rencana pembelajaran, proses pembelajaran, maupun konstruksi tes dalam

buku pelajaran. Tingkat pengetahuan sebagian besar peserta didik berada dalam

kelompok peringkat satu (fakta) dan peringkat dua (konsep), sedang generalisasi

sebagai peringkat tiga hampir tidak digunakan. Penyebaran kawasan tujuan

instruksional tidak memungkinkan peserta didik belajar aktif. Mata pelajaran

sejarah dan ilmu sosial lainnya sangat membosankan dan kurang membantu dalam

permulaan di perguruan tinggi maupun manfaatnya bagi kehidupan masyarakat.

Berdasarkan pengalaman di kelas dan analisis dari beberapa sumber,

ternyata masih banyak guru yang belum memiliki pengetahuan dan ketrampilan

yang memadai untuk memilih dan mengaplikasikan berbagai metode atau

pendekatan pembelajaran yang mampu meningkatkan kegairahan, keaktifan,

kreatifitas, dan motivasi belajar siswa. Disamping itu, tidak jarang siswa kesulitan

(12)

9

pembelajaran, karena metode yang digunakan tidak sesuai dengan karakteristik

materi pelajaran yang disampaikan.

Selanjutnya Como dan Snow (dalam Syafruddin, 2001:3) menilai bahwa

metode pembelajaran IPS yang diimplementasikan saat ini masih bersifat

konvensional sehingga siswa sulit memperoleh pelayanan secara optimal. Dengan

pembelajaran seperti itu maka perbedaan individual siswa di kelas tidak dapat

terakomodasi sehingga sulit tercapai tujuan; tujuan spesifik pembelajaran

terutama bagi siswa berkemampuan rendah. Metode pembelajaran IPS saat ini

juga lebih menekankan pada aspek kebutuhan formal dibanding kebutuhan riil

siswa sehingga proses pembelajaran terkesan sebagai pekerjaan administratif dan

belum mengembangkan potensi anak secara optimal.

http://educare.e_fkipunla.net/index.php?option=com_content&task=view&id=10&itemid=7

Sesuai dengan karakteristik anak dan IPS SD, maka metode ekspositori

akan menyebabkan siswa bersikap pasif, dan menurunkan derajat IPS menjadi

pelajaran hafalan yang membosankan. Guru yang bersikap memonopoli peran

sebagai sumber informasi, selayaknya meningkatkan kinerjanya dengan metode

pembelajaran yang dapat memotivasi, memacu aktivitas belajar, memperhatikan

perbedaan individual, dan memanfaatkan lingkungan. Metode pembelajaran

kooperatif adalah salah satu metode pembelajaran yang dapat diaplikasikan untuk

mengatasi berbagai permasalahan dalam pembelajaran IPS.

Pembelajaran kooperatif dirancang untuk membantu terjadinya

pembagian tanggung jawab ketika siswa mengikuti pembelajaran. Metode

(13)

10

siswa berbagi tanggung jawab dengan siswa lainnya termasuk dengan guru untuk

menciptakan keadaan belajar dan berusaha bersama memenuhi tugas

pengembangan keterampilan serta penguasaan kompetensi yang sedang dipelajari.

Siswa akan belajar lebih banyak melalui proses pembentukan dan penciptaan,

melalui kerja dengan kelompok dan melalui berbagi pengetahuan sesama siswa.

Namun tanggung jawab individual merupakan kunci keberhasilan pembelajaran.

Sehubungan dengan permasalahan diatas, maka upaya peningkatan

kualitas pembelajaran pendidikan IPS, merupakan suatu kebutuhan yang sangat

mendesak untuk dilakukan. Salah satu alternatif metode pembelajaran yang di

duga dapat menjembatani keresahan tersebut adalah metode cooperative learning.

Metode ini biasa disebut juga metode gotong royong. Sifat belajar cooperative

learning tidak sama dengan belajar kelompok atau belajar bekerja sama biasa.

Dalam kerja kelompok, guru biasanya membagi kelompok lalu memberikan tugas

kelompok tanpa rancangan tertentu yang dapat membuat setiap siswa menjadi

aktif. Akibatnya, siswa ada yang bekerja aktif tetapi ada juga yang pasif, ataupun

bahkan ada yang main-main atau ngobrol.

Sementara itu, cooperative learning, setiap siswa dituntut untuk bekerja

dalam kelompok melalui rancangan-rancangan tertentu yang sudah dipersiapkan

oleh guru, sehingga seluruh siswa harus bekerja aktif. Siswa adalah suatu

organisme hidup, di dalam dirinya beraneka ragam kemungkinan potensi. Di

dalam dirinya terdapat prinsip aktif, keinginan untuk berbuat dan bekerja sendiri.

(14)

11

mengarahkan tingkah laku dan perbuatan itu menuju ketingkat perkembangan

yang diharapkan.

Adanya berbagai temuan dan pendapat pada gilirannya menyebabkan

pandangan anak (siswa) berubah. Pengajaran yang efektif adalah pengajaran

yanga menyediakan kesempatan belajar sendiri atau melakukan aktivitas sendiri.

Dalam pembelajaran tradisional asas aktivitas sudah dilaksanakan, tetapi aktivitas

tersebut bersifat semu (aktivitas semu). Untuk saat ini, asas aktivitas lebih

ditonjolkan melalui suatu program unit activity, sehingga kegiatan belajar siswa

menjadi dasar untuk mencapai tujuan dan hasil belajar yang optimal. (Hamalik,

2008:171-172)

Jika dikaji lebih jauh, cooperative learning sangat relevan dengan tujuan

pendidikan yang ingin dicapai, apalagi kalau dikaitkan dengan berbagai life skill

yang harus dikuasai siswa. Umpamanya, dalam kecakapan berpikir rasional

(thinking skill), siswa dituntut memiliki kecakapan menggali dan menemukan

informasi, kecakapan mengolah informasi dan mengambil keputusan serta

kecakapan memecahkan masalah. Selain itu siswa pun dituntut untuk memiliki

kecakapan sosial, termasuk kecakapan berkomunikasi dan bekerjasama.

Hal ini juga sejalan pendidikan IPS yang sangat memperhatikan dimensi

ketrampilan disamping pemahaman dalam dimensi pengetahuan. Kecakapan

mengolah dan menerapkan informasi merupakan ketrampilan yang sangat penting

untuk mempersiapkan siswa menjadi warga negara yang mampu berpartispasi

(15)

12

pendidikan IPS salah satunya adalah ketrampilan partisipasi sosial, yaitu

bagaimana berinteraksi dan bekerjasama dengan orang lain. Keahlian bekerjasama

dalam kelompok sangat penting karena dalam kehidupan bermasyarakat begitu

banyak orang menggantungkan hidup melalui kelompok. Beberapa ketrampilan

partisipasi sosial yang perlu dibelajarkan oleh guru meliputi; mengidentifikasi

akibat dari perbuatan dan pengaruh ucapan terhadap orang lain, menunjukkan rasa

hormat dan perhatian kepada orang lain, berbagi tugas dan pekerjaan dengan

orang lain, berbuat efektif sebagai anggota kelompok, mengambil berbagai peran

kelompok, menerima kritik dan saran, menyesuaikan kemampuan dengan tugas

yang harus diselesaikan (Sapriya, 2008: 34-35)

Dalam melaksanakan pembelajaran IPS, guru harus dapat membangun dan

menciptakan keterampilan sosial siswa. Williams and Asher (Muijs & Reinolds,

2005: 133-134) menyebutkan 4 (empat) konsep dasar yang harus diajarkan dalam

membentuk keterampilan sosial siswa yaitu co-operation, participation,

communication, and validation. Konsep dasar yang pertama adalah kerja sama

(co-operation), dapat terwujud pada perilaku siswa dalam memberi kesempatan

dan saran kepada orang lain. Kedua adalah partisipasi (participation) yaitu

melibatkan diri dalam permainan. Ketiga adalah komunikasi (communication),

merupakan bentuk keterampilan sosial. Komunikasi dapat terwujud pada

kemampuan berbicara, keterampilan bertanya dan mendengarkan orang lain.

Keempat, validasi (validation) adalah validasi dengan mengatakan kebaikan dan

(16)

13

Untuk dapat mewujudkan keterampilan sosial tersebut, guru hendaknya

tidak hanya menuntut siswa untuk menghafal materi-materi secara konseptual

saja, tetapi lebih jauh siswa mampu mengaplikasikan secara cerdas dan

bertanggung jawab. Guru juga harus mampu melaksanakan pembelajaran dengan

multi media, metode dan teknik pembelajaran yang kompleks, sehingga

pembelajaran tidak monoton dan dapat menciptakan pembelajaran aktif, kreatif,

efektif dan menyenangkan (PAKEM) bagi siswa. Suasana belajar dan

pembelajaran diarahkan agar peserta didik dapat mengembangkan potensi dirinya,

berarti proses pembelajaran harus berorientasi kepada siswa (student active

learning). Oleh karena itu, dalam mencapai tujuan IPS membentuk warga negara

yang baik, yaitu warga negara yang memiliki kekuatan spiritual keagamaan,

pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta ketrampilan yang

diperlukan dirinya, masyarakat bangsa dan negara (UU NO. 20 TAHUN 2003

tentang SISDIKNAS), guru dapat menerapkan beberapa metode pembelajaran.

Proses pembelajaran berujung pada pembentukan sikap, pengembangan

kecerdasan , ketrampilan anak sesuai dengan kebutuhan. Ketiga aspek ini (sikap,

kecerdasan dan ketrampilan) merupakan arah dan tujuan pembelajaran yang harus

diupayakan. Salah satu metode pembelajaran yang dapat diterapkan adalah

cooperative learning (pembelajaran kooperatif).

Pembelajaran kooperatif dirancang untuk membantu terjadinya

pembagian tanggung jawab ketika siswa mengikuti pembelajaran. Metode

pembelajaran kooperatif dipandang sebagai proses pembelajaran yang aktif

(17)

14

untuk menciptakan keadaan belajar dan berusaha bersama memenuhi tugas

pengembangan keterampilan serta penguasaan kompetensi yang sedang dipelajari.

Siswa akan belajar lebih banyak melalui proses pembentukan dan penciptaan,

melalui kerja dengan kelompok dan melalui berbagi pengetahuan sesama siswa.

Namun tanggung jawab individual merupakan kunci keberhasilan pembelajaran.

Ada beberapa variasi metode pembelajaran kooperatif salah satu

diantaranya adalah metode pembelajaran kooperatif tipe TGT (Teams Games

Turnament). Metode pembelajaran kooperatif tipe TGT adalah salah satu tipe atau

metode pembelajaran kooperatif yang mudah diterapkan, melibatkan aktivitas

seluruh siswa tanpa harus ada perbedaan status, melibatkan peran siswa sebagai

tutor sebaya dan mengandung unsur permainan dan reinforcement. Aktivitas

belajar dengan permainan yang dirancang dalam pembelajaran kooperatif metode

TGT memungkinkan siswa dapat belajar lebih rileks disamping menumbuhkan

tanggung jawab, kerjasama, persaingan sehat dan keterlibatan belajar.

Metode pembelajaran kooperatif tipe TGT seringkali dilihat sebagai

salah satu metode pembelajaran kooperatif yang paling mengasyikkan. Steve

Parson dalam Slavin (2008: 167) mengatakan:

(18)

15

Sebagai tindak lanjutnya perlu dilakukan penelitian untuk melihat

pengaruh pembelajaran kooperatif dengan tipe TGT dalam pembelajaran Ilmu

Pengetahuan Sosial (IPS) di SD terhadap aktivitas dan hasil belajar siswa.

Penelitian dibatasi pada satu tingkat saja, yaitu kelas 5 Sekolah Dasar, dengan

pertimbangan bahwa dari sisi perkembangan kemampuan sosial, siswa sudah

mampu menjalin hubungan dengan teman sebaya karena pada usia tersebut ikatan

sebaya sangat kuat. Pada tingkatan tersebut siswa juga sudah mendapatkan

pelajaran IPS minimal dua tahun sehingga dipandang cukup memiliki dasar umum

pengetahuan, sikap, nilai dan keterampilan sosial.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang permasalahan yang telah diuraikan di atas,

maka masalah penelitian ini dirumuskan sebagai berikut:

1. Seberapa besar pengaruh metode pembelajaran kooperatif tipe TGT

terhadap peningkatan aktivitas siswa dibandingkan dengan siswa yang

mengikuti pembelajaran konvensional dalam kegiatan pembelajaran mata

pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial?

2. Seberapa besar pengaruh metode pembelajaran kooperatif tipe TGT terhadap

peningkatan hasil belajar dibandingkan dengan siswa yang mengikuti

pembelajaran konvensional dalam kegiatan pembelajaran mata pelajaran

Ilmu Pengetahuan Sosial?

Metode pembelajaran yang digunakan dalam penelitian ini adalah

metode pembelajaran kooperatif tipe TGT. Dengan metode pembelajaran ini,

(19)

16 C. Tujuan Penelitian

Tujuan diadakan penelitian ini, antara lain sebagai berikut:

1. Untuk menganalisis seberapa besar pengaruh metode pembelajaran

kooperatif tipe TGT terhadap peningkatan aktivitas siswa dibandingkan

dengan siswa yang mengikuti pembelajaran konvensional dalam kegiatan

pembelajaran mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial.

2. Untuk menganalisis seberapa besar pengaruh metode pembelajaran

kooperatif tipe TGT terhadap peningkatan hasil belajar dibandingkan dengan

siswa yang mengikuti pembelajaran konvensional dalam kegiatan

pembelajaran mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial.

D. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat yang diharapkan dari penelitian ini, adalah sebagai

berikut:

1. Bagi akademik, penelitian ini dapat dijadikan bahan kajian bagi

pengembangan pembelajaran kooperatif, khususnya pada bidang studi IPS di

Sekolah Dasar (SD).

2. Bagi peneliti, dapat menambah konsep baru yang dapat dijadikan sebagai

bahan rujukan penelitian lebih lanjut pengembangan penelitian bidang IPS.

Selain menambah pemahaman tentang metode pembelajaran kooperatif,

nantinya dapat diajarkan kepada mahasiswa PGSD/PGMI

3. Bagi guru, proses belajar mengajar Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) tidak lagi

(20)

17

konvensional, tetapi bersifat pembelajaran yang aktif, kreatif, efektif dan

menyenangkan (PAKEM).

4. Bagi siswa, keaktifan siswa dalam mengerjakan tugas mandiri maupun

kelompok meningkat, keberanian siswa mengungkapkan ide, pendapat,

pertanyaan dan saran meningkat sehingga hasil belajar siswa dalam mata

pelajarn IPS meningkat.

E. Paradigma Penelitian

Permasalahan:

”Seberapa besar pengaruh peningkatan aktivitas dan hasil

belajar siswa antara siswa yang pembelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial di SD?”

1. Persaingan dlm pembelajaran konvensional; sikap

individual, penderitaan psikologis yang menetap, prilaku anti sosial dan menyimpang 2. Pelaksanaan di kelas

(21)

18 F. Asumsi dan Hipotesis

1. Asumsi

Pada pembelajaran dengan menggunakan pendekatan metode kooperatif

tipe TGT (Teams Games Tournament) diharapkan keterlibatan setiap siswa dalam

proses meningkatkan aktivitas dapat dilihat dari: pertama, mayoritas siswa

beraktivitas dalam pembelajaran; kedua, aktivitas pembelajaran didominasi oleh

kegiatan siswa; ketiga, mayoritas siswa mampu mengerjakan tugas yang diberikan

guru dalam LAS melalui metode pembelajaran kooperatif tipe TGT (dilakukan

melalui kelompok). Sedangkan, peningkatan hasil belajar siswa dapat dilihat dari

peningkatan nilai setelah dilakukan pembelajaran dengan menggunakan metode

pembelajaran kooperatif tipe TGT dapat dilihat dari hasil pretes dan postes materi

IPS yang diberikan siswa.

2. Hipotesis

1. Terdapat pengaruh yang signifikan peningkatan aktivitas siswa yang

belajarnya memperoleh pembelajaran kooperatif tipe TGT dibandingkan

dengan siswa yang memperoleh pembelajaran secara biasa/konvensional

dalam pembelajaran IPS.

2. Terdapat pengaruh peningkatan hasil belajar siswa yang signifikan antara

siswa yang belajarnya memperoleh pembelajaran kooperatif tipe TGT

dibandingkan dengan siswa yang belajarnya memperoleh pembelajaran

(22)

19 G. Definisi Operasional

1. “Metode kooperatif tipe TGT (Teams Games Tournament)” adalah salah

satu metode pembelajaran kooperatif yang menggunakan turnamen

akademik dan menggunakan kuis-kuis dan sistem skor kemajuan individu,

dimana para siswa berlomba sebagai wakil kelompok mereka dengan

anggota kelompok lain yang kinerja akademik sebelumnya setara seperti

mereka.

2. “Aktivitas belajar” adalah segala kegiatan yang dilakukan dalam proses

interaksi (guru dan siswa) dalam rangka mencapai tujuan belajar. Aktivitas

belajar siswa adalah keterlibatan siswa dalam bentuk mental-emosional

(mengerjakan las, membuat keputusan/menjawab pertanyaan, mengingat

materi yang diajarkan, berada dalam tugas kelompok, melakukan prilaku

yang tidak relevan dengan pembelajaran, berani tampil di depan kelas,

menghargai pendapat teman, menghargai hasil keputusan kelompok dan

menyenangi pembelajaran) dan fisik (aktivitas visual, lisan, mendengarkan

dan menulis) dalam kegiatan pembelajaran guna menunjang keberhasilan

kegiatan pembelajaran dan memperoleh manfaat dari kegiatan tersebut.

3. ”Hasil belajar siswa” dalam penelitian ini hanya dibatasi pada ranah kognitif

yang meliputi pengetahuan, pemahaman, penerapan, analisis, dan sintesis

dengan penekanan pada aspek pengetahuan, pemahaman dan penerapan

yang disesuaikan dengan tingkat perkembangan siswa yang dijadikan

(23)

20 H. Sistematika Penulisan

Bab I Pendahuluan, berisi tentang latar belakang masalah, rumusan

masalah, tujuan penelitian, manfaat/kegunaan penelitian, kerangka berpikir, para

digma penelitian, asumsi dan hipotesis penelitian serta sistematikan penulisan.

Bab II Kajian Pustaka dan Kerangka Teoritis, menguraikan landasan

teori berupa uraian mengenai teori-teori yang mendukung penelitian ini sebagai

dasar pemikiran dan pemecahan masalah.

Bab III Metodologi Penelitian, bagian ini berisi tentang uraian

langkah-langkah yang dilakukan selama penelitian dan penulisan tesis.

Bab IV Hasil Penelitian, bagian ini berisi keseluruhan data dari hasil

penelitian. Menguraikan hasil pengolahan data berdasarkan metode yang telah

ditetapkan serta analisis data yang dilakukan. Kemudian hasil analisis ini dibahas

berkaitan dengan permasalahan penelitian.

BAB V Kesimpulan dan Saran, bagian ini berisi kesimpulan dari hasil

penelitian dan saran-saran penulis mengenai hal-hal yang perlu diperhatikan dan

(24)

63 BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Metode Penelitian

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode eksperimen

semu (quasi eksperimen) dimana sampel penelitian tidak dikelompokkan secara

acak, tetapi menerima keadaan sampel apa adanya (Ruseffendi, 2006: 2). Adapun

desain eksperimen yang digunakan dalam penelitian ini adalah "non-equivalent

groups pretest-posttest design".Dimana desain ini terdapat dua kelompok, yaitu

kelompok eksperimen dan kelompok kontrol. Menurut Schumacher (2001:342), desain

ini dapat digambarkan sebagai berikut:

Kelompok Pretes Perlakuan Postes

A O1 X O2

B O1 O2

Gambar 3.1: Desain Penelitian

A = Kelompok Eksperimen yang mendapat perlakuan B = Kelompok Kontrol

(25)

64 B. Alur Penelitian

Adapun langkah-langkah dalam mewujudkan desain penelitian tersebut

ditunjukkan dalam alur penelitian pada gambar dibawah ini:

Gambar 3.2. Diagram Alur Proses Penelitian

Identifikasi Masalah

Pengaruh Metode Pembelajaran Kooperatif Tipe TGT Terhadap Aktivitas dan Hasil Belajar Siswa

Penentuan Sampel

Kelompok Eksperimen

Kelompok Kontrol

Pretes

Postes

Pembelajaran

Kooperatif Tipe TGT

Pembelajaran Konvensional

Angket Aktivitas siswa

Pengolahan dan analisis data

Pengolahan dan analisis data

Pengolahan dan analisis data

Kesimpulan

Observasi Aktivitas siswa Pengolahan dan

(26)

65 C. Sampel Penelitian

Arikunto, (1998: 117) mengatakan “Sampel adalah bagian dari populasi

(sebagian atau wakil populasi yang diteliti). Sampel penelitian adalah sebagian

dari populasi yang diambil sebagai sumber data dan dapat mewakili seluruh

populasi”. Sugiyono (1997: 57) memberikan pengertian: “Sampel adalah sebagian

dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi”. Dari dua pendapat

tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa sampel adalah bagian dari populasi

yang mempunyai ciri-ciri atau keadaan tertentu yang diteliti (Akdon, 2008: 98).

Teknik penarikan sampel atau teknik sampling adalah suatu cara untuk

mengambil sampel yang representatif dari populasi. Teknik pengambilan sampel

dalam penelitian ini menggunakan teknik purpose sampling (sampling

pertimbangan), yaitu teknik sampling yang digunakan jika peneliti mempunyai

pertimbangan-pertimbangan tertentu dalam pengambilan sampelnya atau

penentuan sampel untuk tujuan tertentu (Akdon, 2008: 105).

Sampel dalam penelitian adalah siswa kelas V (Arofah) SD

Muhammadiyah Kecamatan Pringsewu Tanggamus sebanyak 32 siswa sebagai

kelompok eksperiman, sedangkan sebagai kelompok kontrol adalah siswa kelas V

(Marwah) SD Muhammadiyah Kecamatan Pringsewu Tanggamus sebanyak 32

siswa.

Faktor yang mendasari pemilihan sampel penelitian, antara lain:

1. SD Muhammadiyah Pringsewu dan SDN I Pringsewu merupakan salah satu

(27)

66

2. Letak sekolah dekat dengan rumah peneliti, sehingga mudah dijangkau dan

memudahkan dalam komunikasi.

3. Kesediaan guru kelas V sebagai mitra peneliti.

D. Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di SD Muhammadiyah Pringsewu

Kabupaten Tanggamus Lampung yang berlokasi di Jl. Jenderal Sudirman No. 27

Pringsewu Tanggamus 35373, Telp. (0729) 21156 dengan akreditasi A.

E. Prosedur Penelitian

Prosedur penelitian meliputi langkah-langkah sebagai berikut:

1. Melakukan observasi dan wawancara dengan guru yang mengajar IPS untuk

memperoleh informasi tentang penggunaan model pembelajaran.

Peneliti mengadakan observasi pada tanggal 5 (kelas eksperimen) dan 6

(kelas kontrol) Pebruari 2009 dengan memberikan pokok bahasan “Perjuangan

Para Tokoh Daerah dalam Melawan Penjajah” .

Sebelum mulai memberikan materi baru terlebih dahulu memberikan

apersepsi untuk mengetahui tingkat pengetahuan siswa. Dilanjutkan dengan

memberikan materi “Perjuangan Para Tokoh Daerah dalam Melawan Penjajah”.

Dalam penyampaiannya guru menggunakan metode ceramah, dan tanya jawab

lalu diakhiri dengan memberikan tes awal (pretes).

2. Bersama guru menyepakati penerapan metode pembelajaran kooperatif tipe

TGT dalam pembelajaran yang dilaksanakan oleh guru bersangkutan,

peneliti bertugas sebagai observer dan partner guru, pembelajaran

(28)

67

Hasil observasi awal pembelajaran IPS sebelum tindakan, didiskusikan

dengan guru kelas. Peneliti, memberikan saran, lalu menjelaskan suatu metode

yang dianggap dapat membangkitkan aktivitas siswa, yaitu metode pembelajaran

kooperatif . Setelah dipahami dan tercapai kesepakatan untuk menggunakan

metode pembelajaran kooperatif pada pembelajaran IPS berikutnya untuk kelas

eksperimen dan menggunakan satu kelas kontrol dengan metode konvensional.

3. Memperkenalkan model pembelajaran kooperatif tipe TGT dan

memberikan training pada guru yang bersangkutan.

Diskusi dilanjutkan dengan pendalaman materi metode pembelajaran

kooperatif yang akan diterapkan dalam penelitian, yaitu metode pembelajaran

kooperatif tipe TGT dilanjutkan dengan penyusunan rencana pembelajaran,

Lembar Aktivitas Siswa (LAS), soal tes hasil belajar, angket sikap siswa, pedoman

wawancara dan observasi. Selanjutnya soal tes diujicobakan pada siswa kelas V

sekolah dasar tahun pelajaran 2007/2008 yang telah mempelajari pokok bahasan

“Perjuangan Para Tokoh Daerah dalam Melawan Penjajah”. Ujicoba yang

diadakan dengan tujuan untuk menganalisis tingkat kesukaran, daya pembeda,

validitas dan reliabilitas soal tes.

4. Menerapkan pembelajaran kooperatif tipe TGT pada kelas eksperimen dan

pembelajaran konvensional pada kelas kontrol.

Setelah susun rencana pembelajaran , Lembar Aktivitas Siswa (LAS) untuk

kelas eksperimen dan kelas kontrol dilaksanakan kegiatan kegiatan pembelajaran pada

kelas eksperimen pembelajaran menggunakan metode kooperatif tipe TGT, sedangkan

(29)

68

5. Melakukan observasi dan analisis data observasi aktivitas siswa

Kegiatan observasi dan analisis aktivitas siswa dilakukan setiap kali

pertemuan, dalam penelitian ini dilaksanakan selama tiga minggu/pertemuan (9x35

menit).

6. Memberikan postes pada kelas eksperimen dan kelas kontrol

7. Melakukan analisis data kuantitatif dengan menggunakan uji-t terhadap rerata

skor pretes dan rerata skor postes

8. Memberikan angket dan analisis data aktivitas siswa

9. Mendokumentasikan kegiatan pembelajaran

F. Alat Pengumpulan Data

Alat pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah

sebagai berikut:

1. Angket

Angket adalah pertanyaan yang diberikan kepada orang lain bersedia

memberikan respons (responden) sesuai dengan permintaan pengguna. Tujuan

penyebaran angket adalah mencari informasi yang lengkap mengenai suatu

masalah dan responden tanpa khawatir bila responden memberikan jawaban yang

tidak sesuai dengan kenyataan dalam pengisian daftar pertanyaan. Di samping itu,

responden mengetahui informasi tertentu yang diminta (Akdon, 2008: 131).

Angket digunakan dalam penelitian ini untuk mengukur aktivitas siswa

selama dalam pembelajaran dengan menggunakan metode kooperatif tipe TGT.

Angket untuk mengukur aktivitas siswa dengan menggunakan Skala Guttman,

(30)

69

konsisten. Skala Guttmen yang digunakan dalam bentuk checlist. Jawaban

responden berupa skor tertinggi bernilai (1) dan skor terendah bernilai (0).

Tabel 3.1. Kisi-Kisi Angket Aktivitas Siswa

Aspek Sub Aspek Indikator No. Item

Aktivitas Siswa

Aktivitas visual

Memperhatikan penjelasan guru 1 Memperhatikan penjelasan teman 2 Mengamati kelompok lain bekerja 3 Membacakan hasil pekerjaan 4

Aktivitas lisan

Berdiskusi dengan sesama siswa 5 Berdiskusi antara siswa dengan guru 6

Bertanya kepada guru 7

Bertanya kepada teman 8

Memberi saran/masukan 9

Memberikan interupsi/sanggahan 10

Aktivitas mendengarkan

Mendengarkan penjelasan guru 11 Mendengarkan penjelasan teman 12 Mendengarkan percakapan atau diskusi

kelompok 13

Aktivitas menulis

Menulis hal-hal yang relevan dengan

pembelajaran 14

Menulis laporan hasil diskusi 15

Mengerjakan tes 16

Aktivitas mental

Mengerjakan LAS 17

Membuat keputusan/menjawab pertanyaan 18 Mengingat materi yang diajarkan 19 Berada dalam tugas kelompok 20

Aktivitas Emosional

Melakukan prilaku yang tidak relevan dengan

pembelajaran 21

(31)

70

Selain pengambilan data aktivitas siswa melalui angket juga dilakukan

observasi terhadap aktivitas siswa, tujuannya agar data yang diperoleh melalui

angket tidak bias. Observasi yaitu melakukan pengamatan secara langsung kepada

obyek penelitian untuk melihat dari dekat kegiatan yang dilakukan. Apabila obyek

penelitian bersifat perilaku dan tindakan manusia, fenomena alam

(kejadian-kejadian yang ada di alam sekitar), proses kerja dan penggunaan responden kecil

(Akdon, 2008: 136). Selanjutnya Sutrisno Hadi (1986) dalam Sugiono, 2008: 203)

mengemukakan bahwa observasi merupakan suatu proses yang kompleks, suatu

proses yang tersusun dari pelbagai proses biologis dan psikologis. Dua diantara

yang terpenting adalah proses-proses pengamatan dan ingatan.

Salah satu kegiatan pengumpulan data dalam penelitian ini adalah

mengguna observasi terhadap aktivitas siswa pada kelas eksperimen yang

menggunakan metode pembelajaran kooperatif tipe TGT dan pada kelas kontrol

yang menggunakan metode konvensional. Hal ini dilakukan untuk mengetahui

bagaimana perbedaan aktivitas siswa yang menggunakan metode pembelajaran

kooperatif tipe TGT dengan aktivitas siswa menggunakan metode konvensional.

2. Tes Hasil Belajar

Tes ini digunakan untuk mengukur hasil belajar yang berupa peningkatan

pemahaman kognitif siswa, yang dilakukan dengan pretes dan postes sebelum dan

sesudah metode pembelajaran kooperatif Tipe TGT diterapkan dengan indikator

kemampuan pengetahuan, pemahaman dan penerapan siswa dalam belajar Ilmu

Pengetahuan Sosial (IPS) di Sekolah Dasar (SD). Tes dilakukan melalui bentuk

soal pilihan ganda (multiple choice) 4 opsi (A, B, C dan D) berjumlah 25 butir

(32)

71 Tabel 3.2. Kisi-Kisi Soal Pilihan Ganda

(33)

72 G. Uji Instrumen Soal Tes Hasil Belajar

Untuk memperoleh data tentang hasil belajar siswa diperoleh melalui tes.

Soal tes harus memenuhi syarat valid (sahih), memiliki taraf kemudahan,

memiliki daya pembeda dan reliabel. Adapun rumus-rumus yang digunakan untuk

keperluan pengujian kesahihan tes di atas adalah :

1. Tingkat Kemudahan

Untuk melihat tingkat kemudahan butir soal dengan menggunakan

persamaan:

s J

B

P= (Arikunto, 2003)

Keterangan: P = Indeks kemudahan

B = Banyak siswa yang menjawab soal itu benar

Js = Jumlah seluruh siswa

Kriteria: P = 0,00 : Soal sangat sukar

0,00 < P ≤ 0,30 : Soal sukar

0,30 < P ≤ 0,70 : Soal sedang

0,70 < P ≤ 1,00 : Soal mudah

Tabel 3.3. Rekap Hasil Uji Tingkat Kemudahan Soal Pilihan Ganda

No Keterangan Rentang Jumlah %

1 Sangat sukar P= 0,00

2 Sukar 0,00 < P ≤ 0,30 1 4

3 Sedang 0,30 < P ≤ 0,70 8 32

4 Mudah 0,70 < P ≤ 1,00 16 64

(34)

73

Berdasarkan hasil uji tingkat kemudahan, diperoleh data soal pilihan

ganda yang menunjukkan tingkat kemudahan kategori sukar 1 soal (4%), sedang 8

soal (32%) dan mudah (16%).

2. Daya Pembeda Tes

Perhitungan daya pembeda setiap butir soal dapat digunakan rumus :

A B

B B A

A P P

J B J B

D= − = − (Arikunto, 2003)

Keterangan:

D = Daya pembeda

JA = Jumlah siswa kelompok atas

JB = Jumlah siswa kelompok bawah

BA = Jumlah siswa kelompok atas yang menjawab benar

BB = Jumlah siswa kelompok bawah yang menjawab benar

PA = Proporsi jumlah siswa kelompok atas yang menjawab benar

PB = Proporsi jumlah siswa kelompok bawah yang menjawab benar.

Kriteria:

DP ≤ 0,10 : sangat jelek

0,10 < DP ≤ 0,20 : jelek

0,20 < DP ≤ 0.40 : cukup

0,40 < DP ≤ 0,70 : baik

(35)

74

Tabel 3.4. Rekap Hasil Uji Daya Pembeda Soal Pilihan Ganda

No Keterangan Rentang Jumlah %

Validitas adalah suatu ukuran yang menunjukkan tingkat keabsahan dan

kevalidan suatu alat ukur atau instrumen penelitian. Validitas menunjukkan sejauh

mana suatu alat ukur itu mampu mengukur apa yang akan diukur pada penelitian.

(Singarimbun, 1995:). Alat ukur yang absah akan mempunyai validitas yang

tinggi, begitu pula sebaliknya. Untuk menguji validitas alat ukur atau instrumen

penelitian, terlebih dahulu dicari nilai (harga) korelasi dengan menggunakan

rumus korelasi Product Moment Pearson (PPM), sebagai berikut:

(

) ( )( )

Y : Jumlah skor total seluruh system

(36)

75

Kemudian validatas itu ditafsirkan berdasarkan kriteria sebagai berikut,

(Arikunto, 2003) :

r < 0,20 = sangat rendah

0,20 ≤ r < 0,40 = rendah

0,40 ≤ r < 0,60 = sedang

0,60 ≤ r < 0,80 = tinggi

r ≥ 0,80 = sangat tinggi

Kemudian nilai rs diuji dengan uji t, untuk memberikan taraf

signifikansinya, dengan rumus:

hitung

t =

2

1 2

r n r

− −

Setelah nilai korelasi (thitung) didapat, kemudian nilai thitung dibandingkan

dengan nilai ttabel. Kaidah keputusan adalah:

• Jika thitung > ttabel, maka alat ukur atau instrumen penelitian yang digunakan

adalah valid

• Jika thitung < ttabel, maka alat ukur atau instrumen penelitian yang digunakan

adalah tidak valid.

Tabel 3.5. Rekap Hasil Uji Validitas Soal Pilihan Ganda

No Keterangan Rentang Jumlah %

1 Sangat rendah r < 0,20 -

2 Rendah 0,20 ≤ r < 0,40 -

3 Sedang 0,40 ≤ r < 0,60 5 20

4 Tinggi 0,60 ≤ r < 0,80 18 72

5. Sangat tinggi r ≥ 0,80 2 8

(37)

76

Berdasarkan hasil uji validitas diperoleh data semua soal pilihan ganda

dinyatakan valid. Tingkat validitas data menunjukkan tingkat validitas rendah dan

sangat rendah tidak ada, tingkat sedang 5 soal (20%), tingkat tinggi 18 soal (72%)

dan tingkat sangat tinggi 2 soal (8%).

4. Reliabilitas

Suatu instrument dikatakan reliabilel, jika dalam dua kali atau lebih

pengevaluasian dengan dua atau lebih instrumen yang ekuivalen hasilnya akan

serupa pada masing-masing pengetesan (Ruseffendi, 1996: 142). Uji reliabilitas

diperlukan untuk melengkapi syarat validnya sebagai alat evaluasi. Untuk

mengetahui apakah sebuah tes memiliki realibilitas tinggi, sedang atau rendah

dilihat dari nilai koefisien realibilitasnya.

Suatu alat ukur (instrumen) memiliki reliabilitas yang baik bila alat

ukur itu memiliki konsistensi yang handal walaupun dikerjakan oleh siapun

(dalam level yang sama), di manapun dan kapanpun berada.

Hasil perhitungan koefisien reliabilitas, kemudian ditafsirkan dan

diinterpretasikan mengikuti interpretasi menurut J.P. Guilford (Suherman dan

Sukjaya, 1990:177), yaitu:

r ≤ 0,20 sangat rendah (SR)

0,20 < r ≤ 0,40 rendah (RD)

0,40 < r ≤ 0,70 sedang (SD)

0,70 < r ≤ 0,90 tinggi (TG)

(38)

77

Jika nilai korelasi telah diperoleh, maka untuk menghitung reliabilitas

soal dapat menggunakan rumus Spearman Brown, yaitu:

xy xy r r r

+ =

1 2

11 . Nilai r11

kemudian dibandingkan dengan nilai rtabel dengan taraf signifikansi 5% dan dk = 30 – 2. Jika r11 > rtabel berarti reliabel dan jika r11 < rtabel berarti tidak reliabel

(Akdon dan Hadi, 2005: 153).

Berdasarkan hasil uji coba instrumen soal pilihan ganda untuk mengukur reliabilitas diperoleh data seperti pada tabel 3.5. berikut ini:

Tabel 3.6. Rekap Hasil Uji Reliabilitas Soal Pilihan Ganda

No Keterangan Rentang Jumlah %

1 Sangat rendah r < 0,20 - 2 Rendah 0,20 ≤ r < 0,40 -

3 Sedang 0,40 ≤ r < 0,60 5 20 4 Tinggi 0,60 ≤ r < 0,80 18 72

5. Sangat tinggi r ≥ 0,80 2 8

Jumlah 25 100

Berdasarkan hasil uji reliabilitas diperoleh data semua soal pilihan ganda dinyatakan reliabel. Tingkat validitas data menunjukkan tingkat validitas rendah dan sangat rendah tidak ada, tingkat sedang 5 soal (20%), tingkat tinggi 18 soal (72%) dan tingkat sangat tinggi 2 soal (8%).

H. Teknik Pengolahan Data

(39)

78

dilakukan dengan menggunakan lembar pengamatan yang berisi ketrampilan

kooperatif yang diambil dari Fladers dalam Hopkins (1993). Aktivitas yang

diamati saat pembelajaran menggunakan model cooperative class experiment tipe

TGT ini adalah pada saat siswa diskusi dalam kelompok masing-masing.

Nilai aktivitas dikonversikan dengan menentukan kriteria sebagai dasar

untuk melakukan konversi nilai berdasarkan tabel 3.6 berikut:

Tabel 3.7. Kriteria Nilai Aktivitas Siswa

No. Keterangan Persentase aktivitas (%) Nilai Konversi

1 Baik 2.45 – 3.0

(81.7% - 100%) 3

2 Cukup 1.45 – 2.44

(48.3% - 81.3%) 2

3 Kurang

0.0 – 1.44

(0% - 48%) 1

( Suherman; 2001).

Pengolahan data hasil belajar IPS siswa secara garis besar dilakukan

dengan menggunakan bantuan program SPSS versi 12. Data primer dan hasil tes

siswa sebelum dan sesudah pembelajaran dengan pendekatan Pembelajaran

Kooperatif Tipe TGT, dianalisa dengan cara membandingkan skor pretes dan postes.

Pengolahan dan analisis data dengan menggunakan uji statistik dengan

langkah-langkah sebagai berikut:

1. Menguji Normalitas data hasil penelitian menggunakan program SPSS versi

(40)

79

Kriteria Pengujian:

• Jika nilai Sig. atau signifikansi atau nilai probabilitas < 0,05, maka distribusi

data tidak normal.

• Jika nilai Sig. atau signifikansi atau nilai probabilitas > 0,05, maka distribusi

data normal

2. Menguji homogenitas tes hasil belajar IPS

Menguji homogenitas tes hasil belajar IPS digunakan uji – F, dengan

menggunakan program SPSS versi 12.

Kriteria Pengujian:

• Jika Fhitung < Ftabel, maka keputusannya adalah homogen.

• Jika Fhitung > Ftabel, maka keputusannya adalah tidak homogen.

Rumus df atau db = n1 + n2 -2

3. Uji t

Tujuan Uji t dua vareabel bebas adalah untuk membandingkan

(membedakan) apakah kedua vareabel, yaitu nilai hasil pretes kelas eksperimen

dan nilai hasil pretes kelas kontrol. Gunanya adalah untuk menguji kemampuan

generalisasi (signifikasi hasil penelitian yang berupa perbandingan dua rata-rata

sampel. (Akdon, 2007: 145).

Uji t dilaksanakan untuk mengetahui perbedaan rata-rata hasil belajar

IPS siswa yang dilihat dalam data nilai pretes kelas eksperimen dan kelas kontrol.

(41)

80

dan kelas kontrol dilakukan dengan menggunakan uji-t dengan hipotesis

pengujian sebagai berikut:

H0 : Tidak ada perbedaan yang signifikan antara rata-rata skor pretes kelas

eksperimen dan kelas kontrol.

H1 : Terdapat perbedaan yang signifikan antara rata-rata skor pretes kelas

eksperimen dan kelas kontrol.

Dengan kriteria pengujian sebagai berikut:

Jika harga thitung≥ ttabel, berarti hipotesis H0 diterima, dan

Jika harga thitung≤ ttabel, berarti hipotesis H0 ditolak

Kedua kelompok (eksperimen dan kontrol) berdistribusi normal dan

homogen, maka uji statistik yang digunakan adalah uji-t dengan menggunakan

program SPSS versi 12.

Apabila data yang diperoleh berdistribusi normal tetapi tidak homogen,

maka uji statistik yang digunakan adalah uji- 1

t , dan dirumuskan sebagai berikut,

Sudjana (1996: 241),

menggunakan uji nonparametrik yaitu uji Mann-Whitney. Uji Mann-Whitney

(42)

81

Peningkatan yang terjadi sebelum dan sesudah pembelajaran dihitung

dengan rumus gain faktor (N-Gain) dengan rumus.

pre maks

pre post

S S

S S g

− −

= (Meltzer, 2002)

Ketarangan:

Spost : Skor postes

Spre : Skor pretes

Smaks : Skor maks ideal

Kriteria tingkatan Gain adalah:

Tabel 3.8. Kategori Tingkat Gain

Batasan Kategori

g > 0.7 Tinggi

0.3 ≤ g ≤ 0.7 Sedang

g < 0.3 Rendah

Nilai hasil belajar siswa dikatagorikan dengan berpatokan pada kriteria

berikut; standar sepuluh (0-10) dan standar empat (1-4) atau dengan huruf

(43)

82

Tabel. 3.9. Kriteria Nilai Konversi Hasil Belajar

Skor mentah Nilai Konversi

Standar huruf Standar 10 Standar 4

23-25 A 9 4

20-22 B 8 3

18-20 C 7 2

16-17 D 6 1

Kurang dari 15 (gagal) (gagal) (gagal)

Nilai 10 bila mencapai 25

(Sudjana, 2008 : 119)

Standar nilai yang digunakan dalam penelitian ini adalah standar sepuluh

(0-10). Nilai yang diperoleh kemudian diinterpretasikan sesuai sebagai berikut:

Tabel. 3.10. Kriteria Interpretasi Nilai Hasil Belajar Didalam Rapor

No Nilai Kriteria

1. 10 Istimewa

2. 9 Baik sekali

3. 8 Baik

4. 7 Lebih dari cukup

5. 6 Cukup

6. 5 Hampir cukup

7. 4 Kurang

8. 3 Kurang sekali

9. 2 Buruk

(44)

124 BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan analisis data, maka dapat disimpulkan

bahwa:

1. Aktivitas siswa selama proses pembelajaran dengan metode kooperatif

learning tipe TGT dalam penelitian ini menggambarkan terciptanya suasana

pembelajaran aktive learning (siswa aktif), belajar bersama dan saling

membantu untuk mendapatkan hasil yang optimal. Hal ini membuktikan

bahwa dalam kelas cooperative learning tipe TGT masing-masing siswa

memiliki tanggung jawab dan keharusan untuk membantu dan

menghasilkan hal terbaik bagi seluruh anggota kelompoknya. Adanya

tanggung jawab pribadi terhadap sesama teman dalam satu kelompok untuk

belajar, membantu dan mengerjakan tugas bersama dimana hal ini

mengindikasikan adanya proses pembelajaran yang berpusat pada siswa.

Dengan demikian, untuk selanjutnya metode pembelajaran

kooperatif tipe TGT dapat terus diterapkan dalam pembelajaran IPS di

SD/MI karena terbukti memberikan peningkatan aktivitas siswa

dibandingkan dengan kegiatan pembelajaran yang konvensional.

2. Pembelajaran dengan menggunakan metode pembelajaran kooperatif tipe

TGT terbukti dapat lebih meningkatkan hasil belajar IPS siswa,

dibandingkan dengan pembelajaran secara konvensional. Kelas eksperiman

(45)

rata-125

rata postes 19,63 (7,85) kategori cukup. Sedangkan kelas dengan

pembelajaran konvensional memperoleh skor rata-rata postes 16,56 (6,62)

kategori rendah.

Dengan demikian, dapat disimpulkan berdasarkan hasil analisis siswa

yang menggunakan metode pembelajaran kooperatif tipe TGT hasil

belajarnya meningkat bila dibandingkan dengan siswa yang memperoleh

pembelajaran biasa/konvensional. Peningkatan hasil belajar kelas

eksperimen lebih tinggi dibandingkan kelas kontrol, ini dimungkinkan

karena dalam pembelajaran siswa dapat saling berinteraksi dalam

menyelesaikan tugas kelompoknya. Interaksi ini berupa curah pendapat

(brainstorming) dalam rangka melengkapi masing-masing anggota. Untuk

selanjutnya metode pembelajaran kooperatif tipe TGT dapat terus

diterapkan dalam pembelajaran IPS di SD/MI karena terbukti memberikan

peningkatan hasil belajar siswa dibandingkan dengan kegiatan pembelajaran

yang konvensional.

B. Rekomendasi

Berdasarkan dari hasil penelitian yang dilakukan oleh para ahli

sebelumnya dan hasil penelitian membuktikan bahwa metode pembelajaran

kooperatif tipe TGT dapat meningkatkan aktivitas dan hasil belajar siswa, penulis

memberikan rekomendasi-rekomendasi sebagai berikut:

1. Metode pembelajaran kooperatif tipe TGT ini terbukti dapat meningkatkan

aktivitas dan hasil belajar siswa, dibandingkan dengan pembelajaran secara

(46)

126

juga harus diterapkan oleh guru dalam pemebelajaran IPS SD/MI, dan tidak

menutup kemungkinan metode ini dapat diterapkan pada mata pelajaran lain.

2. Bagi kepala sekolah hendaknya memberikan sosialisasi kepada guru akan

pentingnya penerapan pembelajaran aktif, kreatif dan menyenangkan

(PAKEM) yang melibatkan siswa secara aktif selama proses pembelajaran

berlangsung, sehingga pembelajaran yang dilakukan akan lebih bermakna

(meaningfull) bagi siswa.

3. Siswa mempunyai sikap yang positif terhadap diterapkannya metode

pembelajaran kooperatif tipe TGT dalam pembelajaran IPS, dan karena dapat

lebih meningkatkan keterlibatan siswa dalam proses belajar mengajar dengan

aktivitas yang ditunjukkan serta membuat anak lebih bersemangat dalam

belajar, sehingga siswa belajar lebih aktif, kreatif, bertanggungjawab, serta

terciptanya suasana demokrasi dalam proses pembelajaran. Oleh karena itu

pembelajaran kooperatif tipe TGT ini dapat dijadikan sebagai salah satu

alternatif bagi guru untuk melakukan proses belajar-mengajar di kelas.

Dengan harapan hasil belajar IPS siswa dapat lebih baik.

4. Penelitian tentang metode pembelajaran kooperatif tipe TGT ini dapat

digunakan sebagai bahan rujukan oleh peneliti di bidang pendidikan yang

ingin menggali lebih dalam tentang metode pembelajaran kooperatif dan

sebaiknya dilakukan terhadap sampel yang lebih besar untuk menjajagi

peningkatan aspek keterampilan atau kecakapan lainnya, tidak hanya pada

aktivitas dan hasil belajar siswa saja, sehingga dapat diperoleh hasil penelitian

lebih lengkap dan dapat menggambarkan manfaat pembelajaran kooperatif

(47)

127

DAFTAR PUSTAKA

Akdon, 2007. Modul: Aplikasi Statistika dalam Pendidikan. SPs UPI. Bandung. Arikunto, S. (2003). Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan (Edisi Revisi). Jakarta.

Bumi Aksara.

Azwar. 1999. Teori Kebutuhan dalam Bukunya Manajemen. edisi II.

Bloom, Benjamin S., 1979.Taxanomy of Educational Objectives, London: Longman.

Bonwell, C.C. (1995). Active Learning: Creating excitement in the classroom. Center for Teaching and Learning, St. Louis College of Pharmacy.

Chance, Paul, 1979. Learning and Behaviour, California: Wadsworth Publishing Company, Inc.,

Colemen, 1961. The Adolescent society. New York: Free Press.

Dewi, T.P.S. 2003. “Penggunaan Metode Pembelajaran Kooperatif Students

Teams Achievement Division pada Konsep Sistem Saraf Kelas II SLTP N 1 Wonopringgo Pekalongan Tahun Ajaran 2002/ 2003”. Skripsi.Semarang: Universitas Negeri Semarang.

Fatimah, Siti. 2004. Keefektifan MetodeTGT dalam Proses PembelajaranMatematika Siswa Kelas II Semester Ganjil pada Pokok Bahasan TeoremaPythagoras di SLTP 24 Semarang. Semarang: Skripsi

Unnes.

Gagne, Robert J and Leslie J. Briggs, 1992. Principles of Instructional Design. 4th Edition, New York : Holt Rinehart and Winston,

Good, Thomas L. & Jere E. Brophy, 1990. Educational Psychology, New York: Longman,

Greenwood, dkk., 1984. Teacher versus peer-mediated instruction: An

eco-behavioral analysis of achiavement outcomes. Journal of Applied

Behavior Analysis.

Hamalik. 2001. Proses Belajar Mengajar. Penerbit Bumi Aksara. Jakarta. Hamalik. 2008. Proses Belajar Mengajar. Penerbit Bumi Aksara. Jakarta. Hasan, 2006. Ketentuan-Ketentuan Untuk Karangan Ilmiah. Makalah.

Hertz-Lazarowitz, dkk., 1993. The Bilingual Cooperative Integrate Reading and

Composition (BCIRC) projec in the Ysleta Independent School District: Standarrized test outcomes. Baltimore, MD: John Hopkins University

(48)

128

Hopkins, 1993. Agrarian Reform and Social Tranformation. Baltimore and London.

http://educare.e_fkipunla.net/index.php?option=com_content&task=view&id=10 &itemid=7

http://one.indoskripsi.com/node/6312

http://re-searchengines.com/0805arief7.html

Ibrahim, dkk. (2000). Pembelajaran Kooperatif. Pusat Sains dan Matematika Sekolah Program Pascasarjana Unesa. Surabaya: University Press.

Isjoni, 2007. Cooperative Learning (Efektifitas Pembelajaran Kelompok). Alfabeta : Bandung.

LAPIS PGMI, 2009. Materi Workshop MBM 1A. Surabaya.

Lie, A. (2002). Cooperative Learning: Mempraktikkan Cooperative Learning di

Ruang-ruang Kelas. Grasindo

Lie, Anita, 2002. Cooperative Learning, Mempraktekkan Cooperative Learning di

Ruang-ruang Kelas.Jakarta: Gramedia.

Mc.Millan & Schumacher. (2001). Research Education: A Conceptual

Introduction (S^ed). United States: Addison Wesley Longman, Inc.

McKeachie W., 1986. Teaching Tips: A Guidebook for the Beginning College

Teacher. Boston, D.C. Health,

Megawangi, Ratna. 2005. Pendidikan Holistik Jakarta: Indonesia Heritage Foundation.

Meltzer, David E. (2002). "The Relationship between Mathematics Preparation and

Conceptual Learning Gain in Physics: 'hidden variable' in Diagnostic Pretest Scores'. American Journal ojPhysics, 70, (12), 1259-1267

Muijs, Daniel & David Reinold. (2005) Effective teaching evidence and practice. London: SAGE Publications Ltd.

Nana Sudjana. 2002. Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar. Bandung: Remaja Rosdakarya.

Peraturan Pemerintah No. 19 Tahun 2005 Bab IV Pasal 19 tentang Standar Proses

Pendidikan.

Pollio, H.R., , 1984. “What Students Think About and Do in College Lecture

Classes” dalam Teaching-Learning Issues No. 53. Knoxville, Learning

(49)

129

Reigeluth, Charles M., 1983. Instructional Design Theories and Models, An

Overview of Their Current Status, New Jersey: Lawrence Erlbaum

Associates Publishers, Inc.,

Ruseffendi, H.E.T. (1996). Statistika Dasar untuk Penelitian Pendidikan. Bandung: CV Andira.

Russefendi, E.T. 2006. Pengantar Kepada Membantu Guru Mengembangkan

Kompetensinya dalam Pengajaran Matematika untuk Meningkatkan CBSA (Edisi Revisi). Bandung: Tarsito.

Sanjaya, Wina. (2006). Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses

Pendidikan. Jakarta: Kencana Prenada Media.

Sapriya. 2002. Studi Sosial Konsep dan Model Pembelajaran. Bandung : Buana Nusantara.

Sarwono, 2006. Laskar Pelangi. Rajawali Pers.

Sharan, dkk. 1984. Cooperative Learning in the classroom: Research in

desegregated schools. Hilsdale, NJ: Erlbaum.

Silberman, Melvin. 1996. Active Learning,101 Cara Belajar Siswa Aktif. Bandung Nusa Media.

Slavin, R. E.(1995). Cooperative Learning : Theory, Research, and practice,

(seconded.). Boston: Allyn and Bacon.

Slavin, R. E.(2008). Cooperative Learning : Teori, Riset, dan Praktik

(terjemahan). Nusa Media. Bandung.

Slavin, R.E. (1978). Student teams and achievement divisions. Journal of Research and Development in Educational.

Slavin, R.E. (1983). Cooperative Learning. Maryland : John Hopkins University. Slavin, R.E. 1995. Cooperative Learning: Theory, Research, and Practice.

Second Edition. Massachussets: Allyn & Bacon.

Soedijarto, 1993. Menuju Pendidikan Nasional Yang Relevan dan Bermutu, Jakarta: Balai Pustaka,

Soemadi (1984). Psikologi Pendidikan. Jakarta: CV. Rajawali.

Soemantri, N. 2001. Menggagas Pembaharuan Pendidikan IPS. Bandung: Kerjasama UPI dengan PT Rosda Karya.

Gambar

Gambar 3.1: Desain Penelitian
Gambar 3.2. Diagram Alur Proses Penelitian
Tabel 3.1. Kisi-Kisi Angket Aktivitas Siswa
Tabel 3.2. Kisi-Kisi Soal Pilihan Ganda
+7

Referensi

Dokumen terkait

Tidak Ada surat dukungan dari pabrik/ distributor/ agen dengan melampirkan brosur/foto yang diaparaf dan distempel oleh pemberi dukungan untuk barang sebagai berikut : a. Atap

Puji syukur penyusun panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa yang telah melimpahkan rahmat-Nya sehingga penyusun dapat menyelesaikan Skripsi dengan judul Pengembangan

Panel yang paling banyak digunakan adalah panel terbuka karena isi cerita komik “One Piece” berupa adegan laga dan banyak memuat adegan ekspresif.. Sedangkan untuk balon kata

Komik Doraemon Pendidikan (Kajian Visual Komik Doraemon Pendidikan seri Tubuh Manusia: Kesehatan dan Gizi). Skripsi pada Jurusan Pendidikan Seni Rupa UPI Bandung:

Pemodelan data yang digunakan dalam sistem informasi akademik berbasis web pada SMK Pelayaran Sinar Bahari Palembang adalah dengan menggunakan Entity Relantionship Diagram

Buku yang menguraikan terkait bagaimana lahirnya anggota Parlemen yang aspiratif, dengan menggunakan kajian mulai dari mekanisme rekrutmen anggota Partai

Hasil penelitian menunjukkan bahwa kepemimpinan yang diterapkan oleh pejabat struktural yang di dalam struktur organisasi Puskesmas Christina Martha Tiahahu menggunakan

maka Pokja Pengadaan Barang, Jasa Konsultansi dan Jasa Lainnya Pada Unit Layanan Pengadaan Barang/Jasa Kabupaten Aceh Barat Daya Tahun Anggaran 2014 mengumumkan Paket tersebut di