• Tidak ada hasil yang ditemukan

KINERJA KENYAMANAN TERMAL RUANG KELAS PADA BANGUNAN KOLONIAL HOOGERE BURGER SCHOOL (HBS) BANDUNG.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "KINERJA KENYAMANAN TERMAL RUANG KELAS PADA BANGUNAN KOLONIAL HOOGERE BURGER SCHOOL (HBS) BANDUNG."

Copied!
31
0
0

Teks penuh

(1)

KINERJA KENYAMANAN TERMAL

RUANG KELAS PADA BANGUNAN KOLONIAL

HOOGERE BURGER SCHOOL (HBS) BANDUNG

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Sebagian dari Syarat

Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Teknik Arsitektur

Jurusan Pendidikan Teknik Arsitektur FPTK UPI

Oleh:

EMILIA RAHMAWATI

0908715

JURUSAN PENDIDIKAN TEKNIK ARSITEKTUR

FAKULTAS PENDIDIKAN TEKNOLOGI DAN KEJURUAN

UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA

(2)

Bandung, 26 Agustus 2013

Diajukan Kepada Dewan Penguji

Sidang Sarjana Jurusan Pendidikan Teknik Arsitektur

FPTK Universitas Pendidikan Indonesia

Pembimbing I,

Ir. H. Sidik Hananto, M.T.

NIP. 199500123 197803 1 002

Pembimbing II,

Dr. Johar Maknun, M.Si.

NIP. 19680308 199303 1 002

Mengetahui:

Ketua

Jurusan Pendidikan Teknik Arsitektur

FPTK UPI Bandung

Dra. RR. Tjahyani Busono, M.T.

(3)

PERNYATAAN

Saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul Kinerja Kenyamanan Termal

Ruang Kelas pada Bangunan Kolonial Hoogere Burger School (HBS) Bandung ini sepenuhnya karya saya sendiri. Tidak ada bagian di dalamnya yang

merupakan plagiat dari karya orang lain dan saya tidak melakukan penjiplakan atau pengutipan dengan cara-cara yang tidak sesuai dengan etika keilmuan yang berlaku dalam masyarakat keilmuan.

Atas pernyataan ini, saya siap menanggung resiko/sanksi yang dijatuhkan kepada saya apabila kemudian ditemukan adanya pelanggaran terhadap etika keilmuan dalam karya saya ini, atau ada klaim dari pihak lain terhadap keaslian karya saya ini.

Bandung, 26 Agustus 2013

Yang membuat pernyataan,

EMILIA RAHMAWATI

(4)

Kinerja Kenyamanan Termal Ruang Kelas

pada Bangunan Kolonial Hoogere Burger School (HBS) Bandung

Abstrak

Hoogere Burger School (HBS) Bandung merupakan Bangunan Kolonial Belanda yang dibangun pada tahun 1916 dan termasuk ke dalam kategori bangunan yang baru sebagian beradaptasi dengan iklim tropis lembap Indonesia. Gedung yang didesain oleh Prof. Ir. Charles Prosper Wolff Schoemaker ini berfungsi sebagai gedung sekolah. Fungsi bangunan ini sesuai dengan desain awal pembangunannya pada zaman kolonial Belanda.

Kinerja kenyamanan termal ruang kelas ini diuji dengan mengukur temperatur, kelembapan, dan pergerakan udara di dalam ruang kelas, koridor, dan di luar bangunan. Metode penelitian yang digunakan adalah metode deskriptif. Pengumpulan data dilakukan sebanyak 3 kali dalam waktu satu hari, yaitu pukul 07.00, 10.00, dan 13.00 WIB. Sedangkan observasi dilakukan dengan mengumpulkan data denah bangunan SMA Negeri 3 dan 5 Bandung untuk membuat denah skalatis kedua sekolah tersebut. Bangunan yang diteliti adalah bangunan utama yang dipergunakan oleh SMA Negeri 5 Bandung (ex bangunan HBS Bandung). Ruang yang diteliti adalah ruang 6, 8, dan 10 pada lantai bawah serta ruang 5, 3, dan 1 pada lantai atas.

Pengolahan data dilakukan dengan melihat bagaimana perubahan atau kinerja kondisi termal di ruang-ruang tersebut pada pukul 07.00-13.00 atau waktu efektif ruang kelas digunakan. Kondisi termal yang diukur dilihat kesesuaiannya dengan standar kenyamanan termal untuk daerah tropis lembap menurut Prasasto Satwiko dalam bukunya yang berjudul Fisika Bangunan. Dari hasil penelitian diketahui bahwa setiap ruang kelas yang diteliti pada bangunan HBS Bandung berada pada

zona nyaman optimal pada pukul 07.00, dengan rata-rata temperatur udara 23,7

°C pada lantai bawah dan 25 °C pada lantai atas. Pada pukul 10.00, setiap ruangan yang diteliti berada pada zona hangat nyaman, dengan rata-rata temperatur udara 26,2 °C pada lantai bawah dan 27 °C pada lantai atas. Pada pukul 13.00, setiap ruangan yang diteliti berada pada zona tidak nyaman dengan rata-rata temperatur udara 28,9 °C untuk lantai bawah dan 30,2 °C untuk lantai atas.

Data hasil penelitian di atas dapat digunakan sebagai bahan acuan bagi perancang dalam desain perancangan ruang kelas agar aktivitas di dalamnya dapat berlangsung secara optimal.

Kata Kunci : Kenyamanan Termal, Bangunan Kolonial Belanda, Hoogere

(5)

Thermal Comfort Performance Classroom

at the Hoogere Burger School (HBS) Bandung Colonial Building

Abstract

Hoogere Burger School (HBS) Bandung is a Dutch Colonial building built in 1916 and belongs to the category of the new building partially adapt to the humid tropical climate of Indonesia. Building designed by Prof. Ir. Charles Prosper Wolff Schoemaker serves as a school building. Function of the building in accordance with the initial design development in the Dutch colonial era.

Thermal comfort classroom performance is tested by measuring temperature, humidity, and air movement inside the classrooms, corridors, and outside the building. The method used is descriptive. The data was collected 3 times in a day, at 07.00, 10.00, and 13.00. While the observation is done by collecting data plan of building 3 and 5 Senior High School Bandung to make skalatis plan for both of schools. Buildings studied were the main building used by 5 Senior High School Bandung (ex HBS building). Space under study is a 6, 8, and 10 on the ground floor as well as a 5, 3, and 1 on the upper floor.

Data processing is done by looking at how changes in the thermal conditions or performance of these spaces at 07.00 to 13.00 or the effective time classroom use. Thermal conditions be measured for compliance with the standards for thermal comfort in humid tropical regions by Prasasto Satwiko in his book Physics Building. The survey results revealed that each classroom studied at HBS Bandung building is at the optimum comfort zone at 07.00, with an average air temperature of 23.7 °C on the bottom floor and 25 °C on the top floor. At 10.00 am, every room in the zone under study are comfortably warm, with an average air temperature of 26.2 °C on the bottom floor and 27 °C on the top floor. At 13.00, every room in the zone under study are not comfortable with an average air temperature of 28.9 °C on the bottom floor and 30.2 °C for the upper floors.

Data above results can be used as a reference for the designer in the design so that the design of classroom activity can take place in it optimally.

Keywords : Thermal Comfort, Dutch Colonial Building, Hoogere Burger School

(6)

DAFTAR ISI 1.1.Latar Belakang Masalah ... 1

1.2.Identifikasi Masalah ... 3

1.3.Pembatasan Masalah ... 4

1.4.Rumusan Masalah ... 4

1.5.Penjelasan Istilah dalam Judul ... 4

1.6.Tujuan Penelitian ... 5

1.7.Kegunaan Penelitian ... 5

BAB II : KAJIAN TEORETIS 2.1.Iklim di Indonesia ... 7

2.2.Iklim Kota Bandung ... 10

2.2.1. Temperatur Udara ... 10

2.2.2. Kelembapan Udara Relatif ... 11

2.2.3. Kecepatan Angin ... 11

2.2.4. Intensitas Radiasi Matahari Global Horizontal ... 12

2.2.5. Radiasi Matahari Langsung atau Difus ... 13

2.3.Arsitektur Kolonial di Indonesia ... 14

2.3.1. Belum Beradaptasi dengan Iklim (Awal Abad Ke-19) ... 14

2.3.2. Sedang Beradaptasi dengan Iklim (Tahun 1900-1920) ... 15

2.3.3. Telah Beradaptasi dengan Iklim (Tahun 1920-1940) ... 15

2.4.Bandung sebagai Kota Pendidikan ... 16

2.5.Ruang Kelas sebagai Tempat Belajar ... 18

2.6.Kenyamanan Termal ... 19

2.6.1. Karakteristik Kenyamanan Termal ... 21

2.6.2. Kinerja Kenyamanan Termal ... 25

(7)

BAB III : METODOLOGI PENELITIAN

3.1.Metode Penelitian ... 26

3.2.Variabel dan Paradigma Penelitian ... 26

3.2.1. Variabel Penelitian ... 26

3.2.2. Paradigma Penelitian ... 27

3.3.Data dan Sumber Data ... 28

3.3.1. Data ... 28

3.3.2. Sumber Data ... 29

3.4.Populasi dan Sampel ... 29

3.4.1. Populasi ... 29

3.4.2. Sampel ... 29

3.5.Waktu Penelitian ... 30

3.6.Teknik Pengumpulan Data ... 30

3.7.Teknik Analisis Data ... 31

BAB IV : ANALISIS DAN PEMBAHASAN PENELITIAN 4.1.Deskripsi Data ... 32

4.1.1. Lokasi Penelitian ... 33

4.1.2. Fungsi Bangunan ... 34

4.1.3. Karakteristik Lingkungan Sekitar ... 35

4.1.4. Sirkulasi dan Pencapaian HBS ... 37

4.1.5. Bentuk dan Massa Bangunan HBS ... 38

4.1.6. Tata Ruang Bangunan HBS ... 40

4.1.7. Tatanan Massa dan Tapak ... 44

4.1.8. Elemen Fisik Bangunan Gedung HBS ... 46

4.1.8.1.Kolom ... 46

4.1.9. Data Hasil Observasi ... 59

4.1.10.Data Hasil Simulasi ... 64

4.2.Hasil Analisis Data ... 70

4.2.1. Temperatur Udara ... 70

4.2.2. Kelembapan Udara ... 77

4.2.3. Pergerakan Udara ... 83

4.3.Pembahasan Hasil Penelitian ... 84

(8)

4.3.2.2.Ruang 3 (XII IPA H) ... 90

4.3.2.3.Ruang 1 (XII IPA J) ... 92

BAB V : KESIMPULAN DAN REKOMENDASI 5.1.Kesimpulan ... 95

5.2.Rekomendasi ... 95

Daftar Pustaka ... x

Tautan Gambar ... xii

(9)

DAFTAR TABEL

Tabel 4.1. Tabel Hasil Penelitian pada Lantai Bawah Pukul 07.00 ... 60

Tabel 4.2. Tabel Hasil Penelitian pada Lantai Atas Pukul 07.00 ... 60

Tabel 4.3. Tabel Hasil Penelitian pada Lantai Bawah Pukul 10.00 ... 61

Tabel 4.4. Tabel Hasil Penelitian pada Lantai Atas Pukul 10.00 ... 61

Tabel 4.5. Tabel Hasil Penelitian pada Lantai Bawah Pukul 13.00 ... 62

Tabel 4.6. Tabel Hasil Penelitian pada Lantai Atas Pukul 13.00 ... 62

Tabel 4.7. Tabel Temperatur Harian Ruang 6 pada Tanggal 25 Juni ... 65

Tabel 4.8. Tabel Persentase Periode Kenyamanan Ruang 6 ... 66

Tabel 4.9. Tabel Temperatur Harian Ruang 10 pada Tanggal 25 Juni ... 68

(10)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1. Gedung sekolah MULO sekarang SMP 5 Bandung (kiri) ... 16

Gambar 2.2. Gedung sekolah dewi sartika sekarang Kantor Polisi Jalan Merdeka (kanan)... 16

Gambar 2.3. Anemometer ... 25

Gambar 2.4. Humidity Meter ... 25

Gambar 3.1. Paradigma penelitian ... 28

Gambar 4.1. Gedung HBS Bandung pada masa kolonialisasi belanda (kiri) ... 32

Gambar 4.2. Gedung HBS saat ini (kanan) ... 32

Gambar 4.3. Pengindraan atas lokasi Hoogere Burger School Bandung ... 33

Gambar 4.4. Gedung detasemen markas angkatan darat ... 35

Gambar 4.5. Kolam pemandian centrum zaman kolonial Belanda (kiri) ... 36

Gambar 4.6. The Centrum saat ini (kanan) ... 36

Gambar 4.7. Batas-batas wilayah SMA Negeri 3 dan 5 Bandung saat ini ... 37

Gambar 4.8. Rencana denah lantai dasar gedung sekolah SMAN 3 dan 5 Bandung 1950 ... 39

Gambar 4.9. Tampak Depan Bangunan HBS ... 40

Gambar 4.10. Pembagian area SMAN 3 dan 5 Bandung ... 41

Gambar 4.11. Denah massa inti (depan) SMAN 3 dan 5 Bandung ... 42

Gambar 4.12. Denah massa tengah SMAN 3 dan 5 Bandung ... 43

Gambar 4.13. Denah massa belakang ... 44

Gambar 4.14. Bentuk tapak kompleks bangunan Gedung Sekolah SMAN 3 dan Bandung ... 45

Gambar 4.15. Denah SMAN 3 dan 5 Bandung pada masa awal dibangun (kiri) dan denah SMAN 3 dan 5 Bandung setelah adanya pemekaran wilayah (kanan). ... 46

Gambar 4.16. Detail kolom yang terdapat dalam bangunan. A merupakan kolom ganda yang dipadukan hanya bagian kaki, B merupakan kolom ganda yang dipadukan pada bagian kaki dan kepala kolom, dan C merupakan kolom tunggal ... 47

(11)

Gambar 4.18. Motif dan corak warna lantai yang terdapat pada bangunan gedung

lama ... 49

Gambar 4.19. Denah dinding pada bangunan massa inti SMAN 3 dan 5 Bandung

... 49

Gambar 4.20. Letak atap perisai kombinasi pada bangunan gedung lama inti ... 50

Gambar 4.21. Atap perisai kombinasi yang bentuknya diadaptasi dari bentuk atap

tradisional Jawa, yaitu atap tajug ... 51

Gambar 4.22. Atap pelana dengan gevel pada bangunan HBS ... 52

Gambar 4.23. Detail atap dengan gevel pada bangunan lama bagian tengah ... 52

Gambar 4.24. Atap pelana yang terdapat pada jalur sirkulasi utama yang

menghubungkan massa inti, massa tengah dan massa belakang... 53

Gambar 4.25. Atap miring yang terdapat pada jalur sirkulasi koridor lantai dua

bangunan inti ... 54

Gambar 4.26. Atap perisai yang terdapat pada bangunan massa belakang ... 54

Gambar 4.27. Jenis pintu yang terdapat pada bagian entrance bangunan massa

initi (kiri) dan jenis pintu dengan jalusi yang terdapat pada ruang-ruang kelas pada bangunan massa inti ... 55

Gambar 4.28. Jenis detail pintu kayu yang terdapat pada bangunan ... 56

Gambar 4.29. Teralis baja yang terdapat pada entrance bangunan massa inti

(kiri) dan jendela rangkap yang terdapat pada bagian fasad bangunan massa inti 57

Gambar 4.30. Detail jendela rangkap ... 58

Gambar 4.31. Jenis jendela dengan menggunakan kaca patri atau stainned glass

... 58

Gambar 4.32. Diagram temperatur harian Ruang 6 pada tanggal 25 Juni... 64

Gambar 4.33. Persentase Periode Kenyamanan selama setahun untuk Ruang 6 66

Gambar 4.34. Diagram temperatur harian Ruang 10 pada tanggal 25 Juni... 67

Gambar 4.35. Persentase Periode Kenyamanan selama setahun untuk Ruang 10

... 69

Gambar 4.36. Grafik temperatur udara lantai atas dari arah barat ke timur pada

pagi hari ... 71

Gambar 4.37. Grafik temperatur udara lantai bawah dari arah barat ke timur pada

(12)

Gambar 4.38. Grafik perbedaan temperatur udara lantai bawah dan lantai atas

pada pagi hari ... 72

Gambar 4.39. Grafik temperatur udara lantai atas dari arah barat ke timur pada

pukul 10.00 ... 73

Gambar 4.40. Grafik temperatur udara lantai bawah dari arah barat ke timur pada

pukul 10.00 ... 73

Gambar 4.41. Grafik perbedaan temperatur udara lantai bawah dan lantai atas

pada pukul 10.00 ... 74

Gambar 4.42. Grafik temperatur udara lantai atas dari arah barat ke timur pada

siang hari ... 75

Gambar 4.43. Grafik temperatur udara lantai bawah dari arah barat ke timur pada

siang hari ... 75

Gambar 4.44. Grafik perbedaan temperatur udara lantai bawah dan lantai atas

pada siang hari... 76

Gambar 4.45. Grafik kelembapan udara lantai bawah dari arah barat ke timur

pada pagi hari ... 77

Gambar 4.46. Grafik kelembapan udara lantai atas dari arah barat ke timur pada

pagi hari ... 78

Gambar 4.47. Grafik perbedaan kelembapan udara lantai bawah dari arah barat

ke timur pada pagi hari ... 78

Gambar 4.48. Grafik kelembapan udara lantai bawah dari arah barat ke timur

pada pukul 10.00 ... 80

Gambar 4.49. Grafik kelembapan udara lantai atas dari arah barat ke timur pada

pukul 10.00 ... 80

Gambar 4.50. Grafik perbedaan kelembapan udara lantai bawah dari arah barat

ke timur pada pukul 10.00 ... 81

Gambar 4.51. Grafik kelembapan udara lantai bawah dari arah barat ke timur

pada siang hari... 82

Gambar 4.52. Grafik kelembapan udara lantai atas dari arah barat ke timur pada

siang hari ... 82

Gambar 4.53. Grafik perbedaan kelembapan udara lantai bawah dari arah barat

ke timur pada siang hari ... 83

Gambar 4.54. Grafik kinerja kenyamanan termal ruang 6 ... 85

(13)

Gambar 4.56. Grafik kinerja kenyamanan termal ruang 8 ... 87

Gambar 4.57. Grafik Kinerja kecepatan pergerakan udara (angin) ruang 8 ... 87

Gambar 4.58. Grafik kinerja kenyamanan termal ruang 10 ... 88

Gambar 4.59. Grafik Kinerja kecepatan pergerakan udara (angin) ruang 10 ... 88

Gambar 4.60. Grafik kinerja kenyamanan termal ruang 5 ... 90

Gambar 4.61. Grafik Kinerja kecepatan pergerakan udara (angin) ruang 5 ... 90

Gambar 4.62. Grafik kinerja kenyamanan termal ruang 3 ... 91

Gambar 4.63. Grafik Kinerja kecepatan pergerakan udara (angin) ruang 3 ... 91

Gambar 4.64. Grafik kinerja kenyamanan termal ruang 1 ... 92

Gambar 4.65. Grafik Kinerja kecepatan pergerakan udara (angin) ruang 1 ... 93

(14)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. LATAR BELAKANG MASALAH

Arsitektur merupakan bidang studi yang selalu berkaitan dengan

kegiatan manusia, apalagi kebutuhannya terhadap ruang. Secara garis besar,

ruang untuk kegiatan manusia dapat dibedakan menjadi 2, yaitu: ruang luar

dan ruang dalam. Dalam proses perancangan ruang, banyak faktor yang harus

diperhatikan, salah satunya adalah faktor kenyamanan yang sekaligus menjadi

syarat utama dalam perancangan bangunan.

Faktor kenyamanan pada bangunan terbagi menjadi 4, yaitu:

kenyamanan ruang (spatial comfort), kenyamanan visual (visual comfort),

kenyamanan yang berhubungan dengan suara (audiobility comfort), dan

kenyamanan panas/termal (thermal comfort). Tidak tercapainya faktor-faktor

kenyamanan dalam sebuah ruang akan menyebabkan kegiatan manusia di

dalamnya menjadi tidak optimal. Hal ini menandakan proses perancangan

yang telah dilakukan kurang berhasil (Fitriani, 1997).

Kenyamanan termal arsitektur tropis khas Indonesia telah diterapkan

secara intensif pada arsitektur tradisional dan diadopsi oleh arsitektur kolonial

(Sujatmiko, 2007). Salah satu bangunan kolonial Belanda yang baru sebagian

beradaptasi dengan iklim tropis lembap Indonesia adalah bangunan Hoogere

Burger School (HBS) Bandung. Bangunan ini berfungsi sebagai gedung

sekolah sesuai dengan fungsi pada desain awalnya.

HBS yang berdiri hampir seabad ini merupakan gedung sekolah

lanjutan tingkat menengah pada zaman Hindia Belanda untuk orang Belanda,

(15)

setara dengan MULO + AMS atau SMP + SMA, namun hanya 5 tahun. Saat

ini gedung HBS digunakan sebagai gedung sekolah oleh Sekolah Menengah

Atas (SMA) Negeri 3 dan 5 Bandung.

Prasasto Satwiko (2004) dalam bukunya, Fisika Bangunan,

menyimpulkan bahwa hingga saat ini, ternyata penerapan aspek-aspek Fisika

Bangunan pada desain arsitektur masih lemah. Saat ini bangunan dengan

desain baru yang berasal dari gagasan segar muncul di mana-mana. Teknologi

digital telah menawarkan percepatan kemajuan dunia arsitektur melalui

penyebaran gagasan-gagasan baru dan cara penyelesaian desain secara cepat,

akurat, mudah dan menyenangkan dengan tersedianya berbagai program

grafis dan simulasi. Namun di sisi lain, ternyata kehadiran aneka program

komputer canggih tersebut tidak serta merta mempermudah para arsitek

memahami aspek fisika bangunan. Akibatnya, banyak bangunan yang secara

estetis menawan namun dari segi fisikawinya tidak dapat

dipertanggung-jawabkan.

Kemajuan teknologi pun memberi dampak yang sangat besar terhadap

lingkungan, salah satunya adalah efek rumah kaca, sebagai akibat dari kurang

ramahnya bangunan terhadap lingkungannya. Pendekatan statistik

menunjukkan lebih dari 60% energi listrik pada bangunan digunakan untuk

mesin pengkondisian udara (AC), yang juga berarti konsumsi energi listrik

menjadi sangat besar.

Sebagai perancang, kita bertanggungjawab atas efek negatif yang

ditimbulkan bangunan. Hal yang bisa kita lakukan adalah dengan

meminimasasi efek negatif tersebut dan benar-benar memperhatikan aspek

fisika bangunan dalam proses perancangan.

Seperti yang kita tahu bahwa bangunan kolonial yang beradaptasi

dengan lingkungan iklim tropis lembap Indonesia memiliki passive cooling

(16)

untuk mendinginkan bangunan tanpa konsumsi daya atau dengan konsumsi daya

atau energi yang sekecil mungkin.

Semakin baiknya proses perancangan termal suatu bangunan semakin

optimal aktivitas di dalamnya. Hal ini terbukti dan menjadi salah satu faktor

pendukung SMA Negeri 3 dan 5 menjadi sekolah menengah atas terbaik di

Kota Bandung. HBS merupakan bangunan kolonial yang mayoritas berfungsi

sebagai ruang kelas, sehingga untuk memaksimalkan aktivitas kegiatan

belajar mengajar di dalamnya, kita harus mengetahui bagaimana kinerja

kenyamanan termal ruang kelas tersebut.

1.2. IDENTIFIKASI MASALAH

Dengan latar belakang di atas, peneliti tertarik untuk meneliti

bagaimana kinerja kenyamanan termal suatu bangunan di Indonesia, lebih

tepatnya bangunan yang dibangun pada zaman kolonial dan masih berfungsi

sesuai dengan desain awalnya. Dari fungsi bangunan inilah dipilih bangunan

Hoogere Burger School (HBS) Bandung. Karena bangunan HBS ini

berfungsi sebagai ruang kelas dari awal perancangan hingga saat ini.

Tanggung jawab kita sebagai perancang terhadap aspek fisika bangunan

dan juga efek negatif yang ditimbulkan oleh bangunan dapat direduksi

dengan mempelajari bangunan yang memperhatikan iklim tropis lembap di

Indonesia, salah satunya adalah bangunan HBS Bandung ini.

Berdasarkan pemaparan di atas, maka judul penelitian yang diangkat

pada skripsi ini adalah Kinerja Kenyamanan Termal Ruang Kelas pada

(17)

1.3. PEMBATASAN MASALAH

Pembatasan masalah pada penelitian ini, yaitu:

1. Kenyamanan bangunan difokuskan hanya pada kenyamanan termal.

Ruang lingkup penelitiannya adalah faktor-faktor kenyamanan termal,

yaitu suhu udara, kelembapan udara, dan pergerakan udara.

2. Objek penelitiannya adalah bangunan HBS yang dirancang dan masih

berfungsi sebagai ruang kelas. Agar lebih fokus, maka bangunan yang

diteliti adalah bangunan utama HBS yang digunakan oleh SMA Negeri

5 Bandung. Alasannya karena SMAN 5 Bandung lebih sedikit

melakukan renovasi dibandingkan SMAN 3 Bandung pada bagian

bangunan peninggalan HBS-nya. Ruang kelas yang diteliti adalah ruang 6, 8, dan 10 pada lantai bawah dan ruang kelas 1, 3, dan 5 pada lantai

atas.

3. Waktu penelitian dibatasi hanya pada waktu efektif ruang kelas

digunakan, yaitu pukul 07.00-13.00 WIB.

1.4. RUMUSAN MASALAH

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dikemukakan di atas,

rumusan masalah dalam penelitian ini adalah bagaimana kinerja

kenyamanan termal ruang kelas bangunan kolonial Hoogere Burger

School (HBS) Bandung?

1.5. PENJELASAN ISTILAH DALAM JUDUL

Kinerja kenyamanan termal adalah kemampuan suatu bangunan dalam

(18)

tempat beraktivitas. Bangunan kolonial adalah bangunan yang dirancang dan

dibangun pada zaman kolonial Belanda. Bangunan kolonial Hoogere Burger

School dipilih karena arsitektur kolonial mengadopsi kenyamanan termal

arsitektur tropis dari penerapan arsitektur tradisional di Indonesia.

Kinerja kenyamanan termal dapat diketahui dengan pengukuran

pasca-pembangunan dan hasilnya berpengaruh terhadap aktivitas di dalamnya.

Hoogere Burger School merupakan bangunan yang berfungsi sebagai ruang

kelas, sehingga kinerja kenyamanan termal ruang kelas bangunan kolonial

Hoogere Burger School Bandung adalah kemampuan ruang kelas yang

dibangun pada zaman kolonial dalam mengekspresikan kepuasan suhu

lingkungan ketika digunakan sebagai ruang belajar mengajar.

1.6. TUJUAN PENELITIAN

Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan dari penelitian ini

adalah mengetahui kinerja kenyamanan termal ruang kelas bangunan kolonial

Hoogere Burger School (HBS) Bandung.

1.7. KEGUNAAN PENELITIAN

Adapun kegunaan penelitian ini antara lain:

1. Hasil penelitian diharapkan dapat meningkatkan kesadaran perancang

tentang pentingnya mengetahui aspek-aspek fisika bangunan pada

proses perancangan suatu bangunan, khususnya pada perancangan yang

melibatkan bangunan kolonial Belanda. Kesadaran ini sebagai upaya

(19)

2. Dengan menganalisis ruang kelas pada bangunan kolonial Hoogere

Burger School Bandung diharapkan kegiatan belajar mengajar di

dalamnya dapat berlangsung lebih optimal setelah adanya rekomendasi

hasil penelitian ini diterapkan. Dan juga dapat menjadi contoh kasus

bagi perancang dalam merancang ruang kelas selanjutnya.

3. Hasil penelitian diharapkan dapat memberi pemahaman kepada

masyarakat luas tentang kinerja kenyamanan termal, sehingga

masyarakat lebih selektif dalam menentukan bukaan bangunan atau

unsur-unsur yang mempengaruhi kenyamanan ketika beraktivitas di

(20)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1. METODE PENELITIAN

Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah metode deskriptif.

Lebih luas lagi penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif yang

dikuantitatifkan. Yang dimaksud ‘kualitatif’ dalam penelitian ini adalah

datanya. Data kualitatif adalah data yang diwujudkan dalam kata keadaan

atau kata sifat. Pada penelitian ini kata keadaan tersebut adalah zona nyaman

optimal, zona hangat nyaman, dan zona tidak nyaman yang merupakan

kelanjutan kualitasnya. Sebelumnya kategori tersebut di dapat dari hasil

pengukuran dan perhitungan di lapangan, sehingga disebut data yang

dikuantitatifkan. Karena hasil akhirnya berupa angka dan dimasukkan ke

dalam kategori kata keadaan tersebut, maka disebut pendekatan kualitatif

yang dikuantitatifkan.

3.2. VARIABEL DAN PARADIGMA PENELITIAN

3.2.1. VARIABEL PENELITIAN

Variabel pada penelitian ini adalah variabel tunggal, yaitu kenyamanan

termal bangunan. Faktor-faktor yang mempengaruhi kenyamanan termal

adalah suhu, kelembapan, dan pergerakan udara. Sehingga dapat dikatakan

(21)

Lebih jauh lagi variabel dalam penelitian ini merupakan variabel

kuantitatif. Variabel kuantitatif sendiri terbagi menjadi 2, yaitu variabel

diskrit dan variabel kontinum. Variabel kontinum dibagi menjadi 3 variabel

kecil, yaitu variabel ordinal, interval, dan ratio. Penelitian ini masuk ke dalam

variabel kontinum dengan variabel kecilnya adalah variabel interval.

Variabel interval dalam penelitian kenyamanan termal ini adalah

masing-masing kategori zona kenyamanan termal memiliki jarak yang dapat

dihitung dengan pasti di lapangan menggunakan alat penelitian.

3.2.2. PARADIGMA PENELITIAN

Paradigma merupakan konsep dasar dan alur berpikir yang melandasi

penelitian dan menghubungkan variabel-variabel yang diteliti. Paradigma

(22)

Gambar 3.1. Paradigma Penelitian

3.3. DATA DAN SUMBER DATA

3.3.1. DATA

Data dalam penelitian ini adalah:

OBSERVASI

PENDAHULUAN

PENYUSUNAN INSTRUMEN

PENELITIAN

PENELITIAN DI LAPANGAN

ANALISIS DAN PEMBAHASAN

KESIMPULAN DAN

(23)

1. Data mengenai bangunan kolonial Hoogere Burger School, denah

HBS dan denah SMA Negeri 3 dan 5 Bandung.

2. Data mengenai kenyamanan termal dan cara perhitungan kinerja

kenyamanan termal, yaitu dengan pengukuran suhu, kelembapan, dan

pergerakan udara di lapangan.

3.3.2. SUMBER DATA

Sumber data di dapat dari hasil observasi. Data yang dipergunakan

dalam penelitian ini adalah sumber data berupa tempat (place). Place adalah

sumber data yang menyajikan tampilan berupa keadaaan diam dan bergerak.

Karena yang diteliti adalah kinerja, maka sumber data termasuk ke dalam

place yang bergerak.

3.4.POPULASI DAN SAMPEL

3.4.1.POPULASI

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh ruangan pada bangunan

utama Hoogere Burger School yang sekarang digunakan sebagai gedung

sekolah di SMA Negeri 3 dan 5 Bandung. Total ruang kelas tersebut ada 20

ruangan.

3.4.2.SAMPEL

Penelitian dilakukan pada bangunan utama Hoogere Burger School

(HBS), lebih tepatnya yang sekarang digunakan oleh SMA Negeri 5

Bandung. Sampel dalam penelitian ini ada 6 ruang kelas, yaitu ruang kelas

XII IPS A (ruang 6), XII IPA C (ruang 8), dan XII IPA C (ruang 10) pada

lantai bawah serta ruang kelas XII IPA J (ruang 5), XII IPA H (ruang 3) dan

(24)

3.5.WAKTU PENELITIAN

Penelitian dilakukan bulan 14 Mei – 12 Agustus 2013. Pengukuran

dilakukan pada saat sekolah sedang libur semester dan ruang kelas pada

bangunan utama HBS sedang tidak digunakan untuk kegiatan belajar

mengajar atau dalam keadaan kosong, lebih tepatnya pada hari Selasa tanggal

25 Juni 2013. Kondisi ini dipilih karena singkatnya waktu perizinan yang

dikeluarkan oleh badan-bedan yang terkait (terlampir). Kondisi cuaca cerah

berawan. Ruang kelas dikondisikan, yaitu seluruh jendela yang berhubungan

langsung dengan ruang luar dikondisikan terbuka.

3.6. TEKNIK PENGUMPULAN DATA

Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah

survei dengan Pengukuran Kinerja Kenyamanan Termal

a. Pengukuran temperatur dan kelembapan udara di dalam ruang kelas,

koridor dan ruang luar menggunakan humidity meter.

b. Pengukuran kecepatan angin di dalam ruang kelas, koridor dan ruang luar

menggunakan anemometer.

c. Pengukuran dilakukan 3 kali dalam satu hari penuh, yaitu jam 07.00, jam

10.00, dan jam 13.00. Dilakukan penelitian jam 07.00 karena mewakili

pukul 06.00-09.00, pukul 10.00 karena mewakili pukul 09.00-12.00, dan

pukul 13.00 mewakili pukul 12.00-15.00.

d. Penelitian dilakukan pada jam efektif kegiatan belajar mengajar di dalam

kelas. Pada kedua SMA ini ruang kelas digunakan efektif pada hari

(25)

3.7. TEKNIK ANALISIS DATA

Teknik analisis data dalam penelitian ini menggunakan teknik analisis

deskriptif. Hasil pengukuran dibandingkan dengan standar kenyamanan

termal untuk daerah tropis lembap menurut Prasato Satwiko pada bukunya

Fisika Bangunan. Selain itu dibuat simulasi juga pada Autodesk Ecotect

Analysis 2011 dengan membuat model bangunan utama HBS dan dilihat

(26)

BAB V

KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

5.1.KESIMPULAN

Setiap ruang kelas yang diteliti pada bangunan HBS ini pada pagi hari

menunjukkan zona nyaman optimal, baik di lantai bawah dengan rata-rata

temperatur udara 23,7 °C maupun di lantai atas dengan rata-rata temperatur

udara 25 °C. Begitu pun pada pukul 10.00, setiap ruangan yang diteliti berada

pada zona hangat nyaman, baik lantai bawah dengan rata-rata temperatur

udara 26,2 °C maupun lantai atas dengan rata-rata temperatur udara 27 °C.

Tetapi berbeda dengan hasil penelitian pada siang hari, setiap ruangan yang

diteliti berada pada zona tidak nyaman dengan rata-rata temperatur udara

28,9 °C untuk lantai bawah dan 30,2 °C untuk lantai atas. Pola perubahan

kinerja kenyamanan termal hasil pengukuran di lapangan dengan hasil

simulasi menunjukkan pola yang relatif sama.

Sehingga dapat diambil kesimpulan bahwa kinerja kenyamanan termal

ruang kelas pada bangunan kolonial Hoogere Burger School (HBS) Bandung

berangsur-angsur berubah dari pagi pukul 07.00 menuju siang pukul 13.00

memiliki kinerja yang terletak pada zona nyaman optimal, zona hangat

nyaman, dan zona tidak nyaman.

5.2.REKOMENDASI

Berdasarkan kesimpulan hasil penelitian ini, maka direkomendasikan

untuk para perancang diharapkan memperhatikan sudut kemiringan bangunan

(27)

Gambar 5.1. Autodesk Ecotect Analysis 2011

bangunan HBS, sehingga proteksi terhadap sinar matahari pada bangunan

dapat diminimalisasi, sehingga biaya pembangunannya bisa lebih rendah.

Bagi perancang yang berkeinginan merenovasi bangunan Kolonial

Belanda yang masuk kategori baru sebagian beradaptasi dengan iklim tropis

Indonesia, diharapkan lebih memperhatikan pergerakan udara atau ventilasi

silang pada bangunan kolonial tersebut. Agar jangan sampai bangunan

kolonial ini menjadi terlalu lembap karena ketebalan dinding yang mencapai

40 cm.

Selain itu, diharapkan interior pada ruang kelas bangunan Hoogere

Burger School menghindari material dari kayu ataupun boleh memakai

material kayu tetapi menggunakan material kayu dengan proteksi. Hal ini

dikarenakan material dari kayu lebih cepat lapuk dengan kondisi kelembapan

udara yang tinggi.

Bagi peneliti selanjutnya diharapkan menggunakan perangkat lunak

dengan input data yang lebih detail dari data penelitian ini agar hasil analisis

kinerja kenyamanan termalnya lebih terukur secara akurat. Perangkat lunak

yang direkomendasikan adalah Autodesk Ecotect Analysis. Selain itu juga

diharapkan memasukkan unsur manusia pada penelitian termal selanjutnya.

Autodesk Ecotect Analysis adalah perangkat

lunak analisis bangunan yang dilengkapi dengan 3D

Modelling yang diintegrasikan dengan berbagai

fungsi analisis dan simulasi yang mudah

dioperasikan bagi perancang bangunan. Ciri khas

ecotect adalah perhitungan yang tervisualisasi dari

proses awal deain hingga desain final.

Perangkat lunak ecotect dapat menghitung

(28)

termal, pemakaian air dan biayanya, radiasi matahari, pencahayaan, serta

pembayangan dan pencerminan. Analisis-analisis tersebut dapat disesuaikan

dengan standar yang diterapkan pada masing-masing negara. Di Indonesia,

terdapat sistem rating yang dinamakan greenship untuk mengukur suatu

bangunan apakah telah termasuk ke dalam kategori green building atau

belum.

Greenship sendiri dikeluarkan oleh GBCI (Green Building Council of

Indonesia). Bangunan yang dapat dievaluasi oleh sistem Greenship, minimal

memiliki luas 2.500 m².

Selain itu jika melakukan pengukuran di lapangan secara langsung

direkomendasikan untuk menggunakan alat ukur yang terbaru, seperti

humidity meter ataupun anemometer, agar pencatatan dapat direkam setiap

jam oleh alat tersebut. Hal ini membantu dalam keakuratan data hasil

penelitian.

Kenyamanan termal pada bangunan saat ini sering kali dilupakan oleh

banyak perancang. Hal yang sepertinya tidak terlalu penting, tetapi

sebenarnya kenyamanan termal merupakan salah satu tujuan dari

perancangan bangunan apapun dalam dunia arsitektur. Jadi, kita sebagai

perancang bangunan jangan sampai melupakan fisika bangunan untuk

mendapatkan kenyamanan termal yang sesuai dengan iklim tropis di

(29)

DAFTAR PUSTAKA

Arikunto, Suharsimi. 2010. Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktik. Edisi Revisi. Cetakan ke-14. Jakarta: Rineka Cipta.

Arya, Raden M. 2011. Elemen-elemen Arsitektur Nieuwe Bouwen – Wolff Schoemaker pada Bangunan Gedung Sekolah SMAN 3 dan 5 Bandung

(skripsi). Bandung: Tidak diterbitkan.

BMKG. 2013. Prakiraan Cuaca Indonesia [online]. Tersedia di : http://meteo.bmkg.go.id/prakiraan/indonesia [25 Juni 2013].

Fitriani, Yusi. 1997. Penerapan Arsitektur Surya pada Menara Perkantoran

di Daerah Tropis (skripsi). Depok: Tidak diterbitkan.

Frick, Heinz; Ardiyanto, Antonius; dan Darmawan, AMS. 2008. Seri Konstruksi Arsitektur 8 : Ilmu Fisika Bangunan. Cetakan keempat. Yogyakarta: Kanisius.

Frick, Heinz; Suskiyatno, Bambang FX. 2007. Dasar-dasar arsitektur ekologis. Bandung: ITB.

Halim, Deddy, Ph.D. 2005. Psikologi Arsitektur. Jakarta: Gramedia.

Hananto, Sidik. 2010. Handout Perkuliahan Fisika Bangunan. Bandung: Tidak diterbitkan.

Laksitoadi, Baskoro. 2008. Kenyamanan Termis Gedung (skripsi). Depok: Tidak diterbitkan.

Latifah, Laela. 2012. Tutorial ArchiCad 14 Desain SPSM dan Bukaan

Cahaya. Bandung: Lab. Fisika Bangunan ITENAS.

Latifah, Laela. 2012. Tutorial AutoCad 2004 dan Ecotect v5.20 Pengukuran

Kuat Penerangan. Bandung: Lab. Fisika Bangunan ITENAS.

Lechner, Norbert. 2007. Heating, Cooling, Lighting: Metode Desain untuk

Arsitektur. Penerjemah, Sandriana Siti. Edisi Kedua Cetakan Pertama.

Jakarta: PT RajaGrafindo Persada.

Lippsmeier. 1997. Bangunan Tropis. Penerjemah Syahmir Nasution. Jakarta: Erlangga.

(30)

Pamela, Sofia. 2012. Perbandingan Tingkat Kenyamanan Ruang Kelas pada

Bangunan Lama dan Baru di SMAN 3 Bandung (skripsi). Bandung:

Tidak diterbitkan.

Purwanto, L.M.F. 2004. Kenyamanan Termal pada Bangunan Kolonial

Belanda di Semarang (jurnal). Semarang: Tidak diterbitkan.

Soegijanto, Prof. Dr. Ir. 1999. Bangunan di Indonesia dengan Iklim Tropis

Lembab Ditinjau dari Aspek Fisika Bangunan. Bandung: ITB.

Satwiko, Prasasto. 2009. Fisika Bangunan. Yogyakarta: Penerbit Andi.

Sujatmiko, Wahyu; Hendradjit, Wisnu; dan Soegijanto. 2007. Menuju

Penyusunan dan Penerapan Standar Kenyamanan Termal Adaptif di Indonesia (penelitian). Bandung: Tidak diterbitkan.

(31)

TAUTAN GAMBAR

Gambar 4.1. http://pub.mahawarman.net/bandoeng-jaman-doeloe/images.html (kiri)

Gambar 4.2. http://disparbud.jabarprov.go.id/wisata/dest-det.php?id=75 (kanan)

Gambar 4.4. http://bangunanbersejarah.blogspot.com/2012_04_01_archive.html

Gambar 4.5. http://centrumbandung.com/about-us.html

Gambar 4.6. http://centrumbandung.com/about-us.html

Gambar 4.9.

Gambar

Gambar 3.1. Paradigma Penelitian
Gambar 4.4. http://bangunanbersejarah.blogspot.com/2012_04_01_archive.html

Referensi

Dokumen terkait

Aspirasi utama, persoalan dan perhatian yang dimunculkan oleh para partisipan di sepanjang semua lokasi proyek diperoleh melalui konsultasi dan wawancara selama

Penulisan ilmiah ini membahas tentang system akuntansi penjualan tunai pada Apotek Pondok Gede Farma, serta kemungkinan kemungkinan untuk melakukan pengembangan / perubahan

[r]

bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada huruf a, huruf b dan huruf c, perlu menetapkan Peraturan Daerah tentang Perubahan Atas Peraturan Daerah

Dalam hal terdapat pihak-pihak yang walaupun tidak diperbolehkan untuk melaksanakan HMETD karena pelaksanaan HMETD ke saham dilarang oleh hukum yang berlaku tetapi

Kegiatan Panti Sosial Asuhan Anak (PSAA) Tambatan Hati Subang meliputi pembinaan fisik, pelayanan mental, bimbingan sosial dan pembinaan keterampilan, semua bertujuan

yang terdapat dalam novel “Yakuza Moon” yang dapat berguna

Chamdan (2010) Motivasi dan Kemampuan Usaha Dalam Meningkatkan Keberhasilan Usaha Industri Kecil (Studi Pada Industri Kecil Sepatu di Jawa Timur) Independen: Motivasi,