• Tidak ada hasil yang ditemukan

KEDUDUKAN NOTARIS DALAM PENGIKATAN DEPOSITO BERKAITAN DENGAN RAHASIA BANK.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "KEDUDUKAN NOTARIS DALAM PENGIKATAN DEPOSITO BERKAITAN DENGAN RAHASIA BANK."

Copied!
71
0
0

Teks penuh

(1)

ii

KEDUDUKAN NOTARIS DALAM PENGIKATAN

DEPOSITO BERKAITAN DENGAN RAHASIA BANK

NI KADEK AYU PURNAMA DEWI

NIM. 1203005024

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS UDAYANA

DENPASAR

(2)

iii

Skripsi ini dibuat untuk memperoleh Gelar Sarjana Hukum

pada Fakultas Hukum Universitas Udayana

NI KADEK AYU PURNAMA DEWI

NIM. 1203005024

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS UDAYANA

DENPASAR

(3)
(4)
(5)

vi

Puji syukur penulis panjatkan kepada Ida Sang Hyang Widhi Wasa karena atas

rahmat-Nya penulisan skripsi yang berjudul “Kedudukan Notaris Dalam

Pengikatan Deposito Berkaitan Dengan Rahasia Bank” dapat terselesaikan dengan

baik dan tepat pada waktunya.

Skripsi ini disusun dengan tujuan untuk memenuhi kewajiban terakhir

mahasiswa dalam menyelesaikan perkuliahan di Fakultas Hukum Universitas Udayana

sehingga dapat dinyatakan selesai menempuh program Sarjana (S1) serta memperoleh

gelar Sarjana Hukum.

Dalam penulisan skripsi ini penulis telah banyak mendapatkan bimbingan dan

dukungan dari berbagai pihak. Untuk itu pada kesempatan yang baik ini penulis

menyampaikan rasa terimakasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang

membantu penulis secara langsung maupun tidak langsung baik dalam hal

memberikan bimbingan, dorongan, motivasi, bantuan, dan fasilitas. Oleh karena

itu,penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Bapak Prof. Dr. I Made Arya Utama, S.H.,M.Hum., Dekan Fakultas

Hukum Universitas Udayana.

2. Bapak Dr. Gde Made Swardhana, S.H., M.H., Pembantu Dekan I Fakultas

(6)

vii

4. Bapak I Gede Yusa, S.H., M.H., Pembantu Dekan III Fakultas Hukum

Universitas Udayana.

5. Bapak Dr. I Wayan Wiryawan, S.H., M.H., Ketua Bagian Hukum

Keperdataan Fakultas Hukum Universitas Udayana.

6. Ibu Dr. Desak Putu Dewi Kasih, S.H., M.Hum., Dosen Pembimbing I yang

telah membimbing dan mengarahkan penulis dalam menyelesaikan

penulisan skripsi ini.

7. Bapak A.A. Ketut Sukranatha, S.H., M.H., Dosen Pembimbing II yang

telah membimbing dan mengarahkan penulis dalam menyelesaikan

penulisan skripsi ini.

8. Ibu Ni Made Ari Yuliartini Griadhi, S.H., M.H., Pembimbing Akademik

yang telah mendukung dan memberikan bimbingan semenjak awal penulis

kuliah di Fakultas Hukum Universitas Udayana dan menyelesaikan tugas

akhir di Fakultas Hukum Universitas Udayana.

9. Bapak/Ibu Dosen serta seluruh Staf Pengajar di Fakultas Hukum

Universitas Udayana yang telah memberikan ilmu yang sangat bermanfaat

selama mengikuti perkuliahan di Fakultas Hukum Universitas Udayana.

10.Bapak/Ibu Pegawai Administrasi Fakultas Hukum Universitas Udayana

(7)

viii

memperoleh literatur yang penulis perlukan dalam penyusunan skripsi ini.

12.Kedua orang tua saya Bapak (I Wayan Tendi S.Pd), Ibu (Ni Wayan Sirki

Artini), Kakak saya I Putu Adi Mahendra Putra, S.H.,M.Kn., Ipar saya Ni

Nyoman Sri Ayu Mentari, S.H., Keponakan saya Kayika Tenaya,dan

saudara-saudara saya Ni Kadek Sri Windari dan Novita Rahayu Lestari

yang selalu memberikan dorongan, semangat, masukan dan finansial dalam

penyusunan skripsi ini.

13.Untuk sahabat-sahabat tercinta: Maria M.C.N. Blegur Laumuri, Komang

Alit Adnya Sari Dewi, Ni Made Ayu Pasek Dwilaksmi, Anak Agung Ayu

Intan Puspadewi, Nyoman Putri Purnama Santhi, Kevin Saputra, Gusti

Triantaka, Adi Wagestu, Yeyen Karista, Sri Inten Damayanti, Dewi

Lestari, Denik Suantari, Yuyun PD, Elistiawati, Bayu Pinarta, AMP yang

selalu memberikan semangat, motivasi dan selalu setia mendengarkan

keluh kesah penulis selama menyusun skripsi ini.

14. Untuk rekan-rekan 2012 Kelas A dan rekan-rekan KKN 2012 kabupaten

Negara Desa Yeh Embang yang tidak dapat saya sebutkan satu-persatu

yang telah mendukung penulis agar segera dapat menyelesaikan skripsi ini

(8)

kakak-ix

15.Pihak-pihak lain yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang telah

banyak memberikan bantuan dan dukungan selama penulis kuliah di

Fakultas Hukum Universitas Udayana.

Karena terbatasnya kemampuan penulis, maka penyusunan ini jauh dari kata

sempurna, sehingga penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya

membangun dari berbagai pihak demi kesempurnaan skripsi ini. Akhir kata penulis

berharap skripsi ini dapat bermanfaat bagi kepentingan akademik dan setiap orang

yang membacanya.

Om Shanti, Shanti, Shanti, Om

Denpasar, 28 Januari 2016

(9)
(10)

xi

Halaman

HALAMAN SAMPUL DEPAN ... i

HALAMAN SAMPUL DALAM ... ii

HALAMAN PRASYARAT GELAR SARJANA HUKUM ... iii

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... iv

HALAMAN PENGESAHAN PANITIA PENGUJI SKRIPSI ... v

HALAMAN KATA PENGANTAR ... vi

HALAMAN SURAT PERNYATAAN KEASLIAN ... x

DAFTAR ISI ... xi

ABSTRAK ... xv

ABSTRACT ... xvi

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 10

1.3 Ruang Lingkup Masalah ... 10

1.4 Orisinalitas Penelitian ... 10

1.5 Tujuan Penelitian ... 13

1.5.1 Tujuan umum ... 14

(11)

xii

1.6.2 Manfaat praktis ... 15

1.7 Landasan Teoritis ... 15

1.7.1 Teori perlindungan hukum ... 15

1.7.2 Teori kewenangan ... 18

1.7.3 Teori pertanggungjawaban hukum ... 19

1.8 Metode Penelitian... 21

1.8.1 Jenis penelitian ... 21

1.8.2 Jenis pendekatan ... 21

1.8.3 Sumber bahan hukum ... 22

1.8.4 Teknik pengumpulan bahan hukum ... 23

1.8.5 Teknik analisis bahan hukum ... 23

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG NOTARIS, DEPOSITO DAN RAHASIA BANK 2.1 Tinjauan Umum Tentang Notaris ... 25

2.1.1 Pengertian notaris dan dasar pengaturan notaris di Indonesia ... 25

2.1.2 Kewenangan, kewajiban dan larangan notaris ... 28

2.1.3 Rahasia jabatan notaris ... 32

2.1.4 Tanggung jawab notaris ... 35

(12)

xiii

2.2.2 Macam-macam deposito dalam perbankan... 41

2.2.3 Deposito sebagai jaminan dalam pemberian kredit ... 45

2.3 Tinjauan Umum Tentang Rahasia Bank ... 47

2.3.1 Pengertian rahasia bank dan dasar hukum rahasia bank ... 47

2.3.2 Perubahan ketentuan rahasia bank di Indonesia ... 49

2.3.3 Pihak-pihak yang berkewajiban merahasiakan rahasia bank ... 52

2.3.4 Teori-teori mengenai rahasia bank dan perlindungan hukum bagi nasabah penyimpan ... 54

BAB III KEDUDUKAN NOTARIS DALAM PENGIKATAN JAMINAN DEPOSITO PADA BANK 3.1 Jaminan Kredit Bank………...………57

3.2 Pengikatan Deposito Sebagai Jaminan Kredit Dalam Perbankan ... 62

3.2 Kedudukan Notaris Dalam Pembuatan Akta Pengikatan Deposito Pada Bank ... 67

BAB IV TANGGUNG JAWAB NOTARIS DALAM PENGIKATAN DEPOSITO PADA BANK 4.1 Tanggung jawab Notaris Sebagai Pejabat Umum ... 73

4.2 Tanggung jawab Notaris Berkaitan Dengan Rahasia Bank ... 81

(13)

xiv

5.2 Saran-saran ... 97

DAFTAR PUSTAKA ... 98

(14)

xv

bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak. Berdasarkan Pasal 40 ayat (1) Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 perubahan atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan merumuskan bahwa bank wajib merahasiakan keterangan nasabah penyimpan dan simpanannya, ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) berlaku juga untuk pihak terafiliasi. Dalam pemberian kredit, deposito dapat dijadikan sebagai jaminan. Pengikatan jaminan kredit dengan deposito yang dilakukan oleh bank dan nasabah debitur harus dilakukan dengan pembuatan akta pengikatan jaminan deposito yang memerlukan jasa Notaris untuk memberikan kekuatan hukum yang sempurna yang melekat dalam akta tersebut dan menjamin perjanjian pokok berupa perjanjian. Maka dari itu, pentingnya melakukan penelitian mengenai kedudukan dan tanggung jawab Notaris berkaitan dengan pengikatan deposito dalam rahasia bank.

Jenis penelitian yang digunakan dalam skripsi ini ialah penelitian hukum normatif. Pendekatan yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan undang-undang dan pendekatan konsep. Bahan hukum yang digunakan adalah bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tersier. Untuk menganalisis bahan hukum digunnakan teknik deskripsi, teknik evaluasi dan teknik argumentasi. Dalam hal peraturan perundang-undangan terdapat norma kabur dalam penelitian ini maka dari itu digunakan metode penafsiran ekstentif.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa dalam pembuatan akta pengikatan jaminan kredit dengan deposito Notaris berkedudukan dalam menjaga kerahasian akta yang dibuatnya dalam hal ini akta pengikatan jaminan kredit dengan deposito sebagai pihak yang terafiliasi sebagaimana yang dimaksud dalam ketentuan Pasal 40 ayat (2) UU Perbankan. Apabila dalam pembuatan akta jaminan deposito Notaris melakukan pelanggaran terhadap kerahasian akta yang dibuatnya, maka Notaris dapat dimintakan pertanggungjawabannya baik itu secara perdata, kode etik profesinya sebagai Notaris, maupun pidana.

(15)

xvi

public life grade. Based on the article 40 paragraph (1) the law number 10 in 1998 the change on the law number 7 in 1992 on banking that formulate that bank has obligation to conceal information on customer andn its saving. The stipulation as intended in paragraph (1) apply also for affiliated party. In giving credit, deposit can be guarantee object. Bonding of credit guarantee with deposit that conducted by the bank and the debtor customer should be conducted by give perfect law power that stick in the deed and to guarantee the main agreement in the form of agreement. Hence the importance to conduct a study on position and the notary public’s responsibility concern with deposit bonding in bank secret.

This study type has been applied in this study was normative law. This study by using statue approach and concept approach. Law material has been used for this study as follows primary, secondary and tertier. To analyze law material has been used description technique, evaluation technique and argumentation tehnique. In relation of the rule and regulation there was blur norm in this study hence from it applied extensive interpretation.

The result shows that in making of the deed of credit guarantee bonding with deposit the notary public have position to keep screet of the deed made by him/her in this case is the deed of credit guarantee bonding with deposit as afiliated party as intended in the regulation article 40 paragraph (2) the banking law. If in making of the deed of deposit guarantee the notary public has conduct break the law on screet of the deed which made by him/her, hence the notary public can to asked responsibility either in civil, ethic code of its profession as the notary public or criminal.

(16)

1.1Latar Belakang Masalah

Negara Indonesia adalah negara hukum seperti yang tercantum pada ketentuan

Pasal 1 angka 3 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945

(selanjutnya disebut UUD NRI 1945). Sebagai negara yang menganut prinsip negara

hukum, maka negara itu harus menjamin keadilan, kegunaan dan kepastian hukum.

Hal ini kemudian mewajibkan bahwa dalam lalu lintas hukum diperlukan adanya alat

bukti dalam menentukan hak dan kewajiban seseorang sebagai subjek hukum dalam

kehidupan masyarakat. Maka dari itu keberadaan lembaga Notaris muncul hadir di

negara kita, karena untuk mewujudkan kepastian dan perlindungan hukum bagi

anggota masyarakat. Negara menempatkan Notaris sebagai pejabat umum yang

berwenangan dalam hal pembuatan akta otentik, untuk kepentingan pembuktian atau

alat bukti.

Keberadaan Akta otentik sebagai alat bukti tertulis, mempunyai peranan penting

dalam setiap hubungan hukum dalam kehidupan masyarakat, dalam berbagai kegiatan

salah satunya ialah kegiatan di bidang perbankan. Notaris sebagai pejabat umum yang

berwenang untuk membuat akta otentik dan kewenangan lainnya sebagaimana

dimaksud dalam undang-undang. Sehubungan dengan kewenangan Notaris, maka

(17)

kepadanya. Adapun tanggung jawab Notaris yaitu : Tanggung jawab atas keotentikan

formil akta, tanggung jawab atas keotentikan materiil akta, tanggung jawab atas

kerahasian akta yang dibuatnya. Notaris sebagai pejabat umum merupakan jabatan

kepercayaan yang bersumber dari negara dan masyarakat. Kepercayaan yang

diberikan oleh negara melalui ketentuan undang-undang yaitu dengan menjalankan

sebagian kekuasaan negara dibidang hukum perdata, antara lain mengatur

hubungan-hubungan hukum yang di lakukan oleh masyarakat untuk dituangkan dalam suatu

akta otentik, oleh karena itu ketika menjalankan tugasnya Notaris diwajibkan

menjaga kepercayaan yang diberikan oleh masyarakat. Sedangkan kepercayaan

masyarakat adalah dengan mempercayai atau menghendaki atau meminta agar

perbuatan hukum yang dilakukan oleh masyarakat dituangkan dalam suatu akta

otentik yang memiliki kekuatan bukti yang sempurna. Bukti yang sempurna ialah

kebenaran yang dinyatakan didalam akta Notaris itu tidak perlu dibuktikan dengan

alat bukti lainnya. Kepercayaan yang telah diberikan masyarakat kepada Notaris,

mengkehendaki agar Notaris merahasiakan setiap perbuatan yang dituangkan dalam

isi akta yang diberikan Notaris dalam pembuatan akta.

Keberadaan Notaris diharapkan dapat melindungi kepentingan hukum masyarakat

serta dapat memberikan pelayanan hukum dan penyuluhan hukum kepada masyarakat

(18)

perlindungan hukum dan kepastian hukum.1 Kebutuhan hukum dalam masyarakat

dapat dilihat dengan semakin banyaknya bentuk perjanjian dan pendirian badan usaha

seperti koperasi dan bank, mulai dari pendiriannya sampai dalam operasionalnya

sangat membutuhkan jasa Notaris.

Tidak dapat dipungkiri bahwa bank memiliki peran penting di dalam suatu negara

baik dalam sistem keuangan atau sistem pembayaran dalam suatu negara. Mengingat

bank merupakan suatu lembaga keuangan yang eksistensinya tergantung mutlak pada

kepercayaan dari para nasabahnya yang mempercayakan dana dan jasa-jasa lain yang

dilakukan mereka melalui bank pada khususnya dan dari masyarakat luas pada

umumnya.2 Adapaun kepercayaan masyarakat kepada bank merupakan unsur paling

pokok dari eksistensi suatu bank, sehingga terpeliharanya kepercayaan masyarakat

kepada perbankan adalah juga kepentingan masyarakat banyak. Sehubungan dengan

hal itu, dalam Pasal 1 ayat 2 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 10 Tahun

1998 perubahan atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 1992

tentang Perbankan (selanjutnya disebut UU Perbankan 1998 perubahan atas UU

Perbankan 1992), menyatakan bahwa “bank adalah badan usaha yang menghimpun

dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkan kepada masyarakat

1

Santia Dewi dan Fauwas Diradja, 2011, Panduan Teori dan Praktik Notaris, Pustaka Yustisia, Yogyakarta, h. 8.

2

(19)

dalam bentuk kredit dan atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan

taraf hidup rakyat banyak”.

Berdasarkan hal tersebut, jadi fungsi utama bank ialah menghimpun dan

menyalurkan dana dari bank kepada masyarakat. Dana yang berasal dari masyarakat

adalah dana yang berhasil dihimpun dari masyarakat dalam bentuk simpanan yang

diwujudkan dalam berbagai bentuk seperti giro, deposito, dan tabungan.3 Sedangkan

yang dimaksud dengan simpanan dalam Pasal 1 angka 5 UU Perbankan 1998 yaitu

dana yang dipercayakan oleh masyarakat kepada bank berdasarkan perjanjian

penyimpanan dana dalam bentuk giro, deposito, sertifikat deposito, dan tabungan

yang dipersamakan dengan itu. Adapun pengertian dalam bentuk simpanan sebagai

berikut :

1. Simpanan Giro, secara umum giro adalah simpanan pihak ketiga pada bank yang penarikannya dapat dilakukan setiap saat dengan mempergunakan cek, surat perintah pembayaran lainnya, atau dengan cara pemindahbukuan.4

Sedangkan berdasarkan ketentuan Pasal 1 angka 6 UU Perbankan yang dimaksud Giro adalah simpanan yang penarikannya dapat dilakukan setiap saat dengan menggunakan cek, bilyet giro, sarana perintah pembayaran lainnya, atau dengan pemindahbukuan

2. Deposito, secara umum deposito diartikan sebagai simpanan pihak ketiga pada bank yang penarikannya hanya dapat dilakukan dalam jangka waktu tertentu menurut perjanjian antara ihak ketiga dan bank yang bersangkutan.5

3

Hermansyah, 2011, Hukum Perbankan Nasional Indonesia, Kencana Prenada Media Group, Jakarta, (selanjutnya disingkat Hermansyah I), h.45.

4

Hermansyah, 2009, Hukum Perbankan nasional Indonesia, Kencana Prenada Media Group, Jakarta, (selanjutnya disingkat Hermansyah II), h.46.

5

(20)

Sedangkan berdasarkan ketentuan Pasal 1 amgka 7 UU Perbankan yang dimaksud dengan deposito adalah simpanan yang penarikannya hanya dapat dilakukan pada waktu tertentu berdasarkan perjanjian nasabah penyimpan dengan bank.

3. Sertifikat Deposito.

Berdasarkan ketentuan Pasal 1 angka 8 UU Perbankan yang dimaksud dengan Sertifikat Deposito adalah simpanan dalam bentuk deposito yang sertifikat bukti penyimpanannya dapat dipindahtangankan. Dari pengertian yang ditentukan oleh UU Perbankan mengandung dua unsur, yaitu:

a. Bentuk Deposito Bersertifikat, artinya bahwa bentuknya berbeda dengan deposito berjangka. Dalam hal ini deposito berjangka dikeluarkan atas nama, sedangkan sertifikat deposito dikeluarkan atas tunjuk.

b. Dapat dipindahtangankan, artinya dengan dikeluarkannya sertifikat deposito dalam bentuk atas tunjuk, maka bukti penyimpanannya dapat dipindah tangankan kepada pihak lain.6

4. Tabungan merupakan salah satu dari berbagai macam produk perbankan yang banyak diminati oleh masyarakat, mulai dari kalangan pelajar, mahasiswa maupun kalangan pengusaha, namun masih banyak masyarakat yang belum mengerti benar tentang produk tabungan.7

Sedangkan berdasarkan Ketentuan Pasal 1 angka 9 UU. No. 10 Tahun 1998 tentang Perbankan, yang dimaksud dengan tabungan yaitu simpanan yang penarikannya hanya dapat dilakukan menurut syarat tertentu yang disepakat, tetapi tidak dapat ditarik dengan cek, bilyet giro, dan/atau alat lainnya yang dipersamakan dengan itu.

Aktivitas bank yang berkaitan dengan menghimpun dan menyalurkan dana

masyarakat secara efektif dan efisien agar mencapai sasaran yang optimal, maka

perlu diiringi dengan pembinaan dan pengawasan. Aktivitas bank sebagaimana diatur

dalam Pasal 2 UU Perbankan 1998 ditetapkan salah satu asas dari perbankan di

Indonesia adalah asas demokrasi ekonomi dengan menggunakan prinsip

kehati-hatian. Demokrasi ekonomi disini adalah demokrasi ekonomi yang berdasarkan

6

Ibid, h.48. 7

(21)

Pancasila dan UUD NRI 1945.8 Untuk itu prinsip kehati-hatian dalam mengelola

dana haruslah berpijak pada prinsip responsibilitas. Dengan diterapkannya prinsip ini

diharapkan timbulnya kepatuhan pada aturan hukum yang berlaku dan melakukan

kegiatan secara bertanggungjawab kepada nasabah penyimpan dengan tidak

melakukan tindakan-tindakan yang merugikan para pihak yang berkepentingan

terhadap bank.

Bank merupakan lembaga keuangan yang mengandalkan kepercayaan

masyarakat guna mempertahankan kepercayaan masyarakat dan eksistensi dari bank,

maka bank wajib melindungi dana nasabah penyimpan dan simpanannya serta

berkewajiban menjaga kerahasiaan terhadap dana nasabahnya. Bank diwajibkan

menjamin kerahasian atas informasi mengenai nasabah penyimpan dan simpanannya,

maka dari itu timbullah kepercayaan masyarakat kepada bank. Kepercayaan dari

masyarakat dikatakan sebagai kunci utama dalam berkembang atau tidaknya lembaga

perbankan. Berawal dari kepercayaan masyarakat itulah keadaan nasabah wajib

dirahasiakan. Dengan adanya ketentuan tersebut ditegaskan bahwa bank harus

memegang teguh rahasia bank. Mengenai ketentuan rahasia bank berlaku pula bagi

pihak terafilisasi dalam operasional bank.

Rahasia bank merupakan suatu hal yang sangat penting bagi nasabah

penyimpan dan, apabila nasabah penyimpan tidak mempercayai bank dimana ia

menyimpan simpanannya tentu ia tidak akan mau menjadi nasabahnya. Hal ini

8

(22)

penting mengingat kerahasiaan bank sangat diperlukan demi menjaga kepercayaan

masyarakat yang menyimpan uangnya kepada bank yang bersangkutan atau dengan

kata lain bahwa masyarakat hanya akan mempercayakan uangnya kepada bank

apabila ada jaminan dari bank bahwa bank tidak akan menyalahgunakan

pengetahuannya tentang keadaan nasabahnya.9

Ketentuan rahasia bank diatur dalam dalam Pasal 1 angka 28 UU Perbankan

1998 menyatakan bahwa “rahasia bank adalah segala sesuatu yang berhubungan

dengan keterangan mengenai nasabah penyimpan dan simpanannya”. Segala sesuatu

yang berhubungan dengan keterangan mengenai nasabah penyimpan dan

simpanannya meliputi segala keterangan tentang orang dan badan yang memperoleh

pemberian layanan dan jasa dalam lalu lintas uang, baik dalam maupun luar negeri

meliputi : jumlah kredit, jumlah dan jenis rekening nasabah (simpanan giro, deposito,

sertifikat, dan surat berharga lainnya), pemindahan uang, pemberian garansi bank.

Rahasia bank diatur dalam Pasal 40 ayat (1) UU Perbankan 1998 yang

menyatakan bahwa “Bank wajib merahasiakan keterangan mengenai Nasabah

Penyimpan dan simpanannya, kecuali dalam hal sebagaimana dimaksud dalam Pasal

41, Pasal 41A, Pasal 42, Pasal 43, Pasal 44, dan Pasal 44A”. Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) berlaku pula bagi pihak terafiliasi. Berdasarkan ketentuan

diatas, jelas bahwa yang wajib dirahasiakan oleh pihak bank/pihak terafiliasi hanya

keterangan mengenai nasabah penyimpan dan simpananya.

9

(23)

Dalam penjelasan Pasal 40 ayat (1) UU. No. 10 Tahun 1998 tentang Perbankan menyatakan bahwa apabila nasabah bank adalah Nasabah Penyimpan yang sekaligus juga sebagai Nasabah Debitur, bank wajib tetap merahasiakan keterangan tentang nasabah dalam kedudukannya sebagai Nasabah Penyimpan. Keterangan mengenai nasabah selain sebagai nasabah penyimpan, bukan merupakan keterangan yang wajib dirahasiakan.

Dari ketentuan diatas dapat diketahui bahwa ruang lingkup dari rahasia bank

dibatasai atau dipersempit yaitu :

1. Menyangkut keterangan mengenai “nasabah penyimpan” dan

“simpanannya”

2. Pada dasarnya bank dan pihak terafiliasi berkewajiban memegang teguh kerahasiaan keterangan tersebut, kecuali hal itu tidak dilarang oleh undang-undang.

3. Situasi tertentu dalam mana informasi mengenai “nasabah penyimpan”

beserta dengan “simpanannya” dibolehkan, dimungkinkan atau dibenarkan

saja dibeberkan oleh pihak yang terkena larangan jika informasi tersebut tergolong ada informasi yang dikecualikan atau informasi nasabah penyimpan dan simpanannya tidak termasuk dalam kualifikasi kerahasiaan bank.10

Ketentuan Pasal 40 ayat (2) UU Perbankan menyatakan bahwa „ketentuan sebagaimana yang dimaksud ayat (1) berlaku pula bagi pihak terafiliasi‟. Golongan

pihak terafiliasi diatur dalam Pasal 1 angka 22 UU Perbankan antara lain akuntan

public, penilai, konsultan hukum, konsultan lainnya. Pihak terafiliasi ialah pihak yang

mempunyai hubungan dengan kegiatan serta pengelolaan usaha jasa pelayanan yang

diberikan oleh bank. Hubungan tersebut melalui cara menggabungkan dirinya pada

bank tetapi dengan tidak kehilangan identitasnya.

10

(24)

Bank dikatakan sebagai urat nadi perekonomian suatu negara. Salah satu

fungsi bank yaitu sebagai lembaga kredit. Pemberian kredit kepada masyarakat

merupakan usaha yang terpenting bank dalam menjalankan fungsinya sebagai

lembaga keuangan. Kredit yang diberikan oleh bank mengandung suatu resiko usaha

bagi bank. Guna mencegah dan mengurangi timbulnya resiko maka perbankan harus

memperhatikan prinsip kehati-hatian dalam memperhatikan objek jaminan kredit.

Dengan demikian, maka dibutuhkan jasa Notaris dalam pembuatan akta perjanjian

kredit, jaminan deposito serta perjanjian-perjanjian lainnya.

Salah satu bentuk objek jaminan kredit yang dapat dijaminkan oleh nasabah

debitur adalah jaminan gadai dalam bentuk deposito. Pengikatan jaminan kredit

dengan deposito yang dilakukan oleh bank dan nasabah debitur dilakukan dengan

pembuatan akta pengikatan jaminan dengan deposito yang memerlukan jasa Notaris

untuk memberikan kekuatan hukum yang sempurna yang melekat dalam akta tersebut

dan menjamin perjanjian pokok berupa perjanjian kredit. Dalam hal ini nasabah

penyimpan sebagai subjek perjanjian dan deposito merupakan simpanan dari nasabah

penyimpan sebagi objek dari suatu perjanjian yang wajib dirahasiakan oleh Notaris

dan pihak bank dalam kaitannya dengan rahasia bank.

Sehingga dalam pembuatan akta pengikatan jaminan kredit dengan deposito,

Notaris berkedudukan dalam menjaga kerahasian akta yang dibuatnya dalam hal ini

berupa akta pengikatan jaminan kredit dengan deposito sebagai pihak terafiliasi

sebagaimana tercantum dalam ketentuan Pasal 40 ayat (2) dan pasal 1 butir 22 huruf c

(25)

Perbankan 1998 tidak mencantumkan secara jelas kedudukan Notaris sehingga adana

kekaburan norma pada ketentuan tersebut. Kekaburan norma dalam pasal tersebut

berdampak pada kerahasiaan bank.

Berdasarkan latar belakang masalah diatas, penulis tertarik untuk menulis

Skripsi dengan judul “Kedudukan Notaris Dalam Pengikatan Deposito Berkaitan

Dengan Rahasia Bank”

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang sudah dikemukakan diatas, maka dapat

dirumuskan masalah sebagai berikut:

1. Bagaimana kedudukan Notaris dalam pengikatan jaminan dengan

deposito?

2. Bagaimanakah tanggung jawab Notaris dalam pengikatan jaminan dengan

deposito?

1.3 Ruang Lingkup Masalah

Agar tidak menyimpang dari pokok pembahasan yang dibahas, maka akan

dipaparkan mengenai batasan-batasan yang menjadi ruang lingkup permasalahan

tersebut. Permasalahan pertama membahas tentang kedudukan Notaris dalam

pengikatan jaminan dengan deposito. Permasalahan kedua membahas tanggungjawab

Notaris dalam pengikatan jaminan dengan deposito.

1.4 Orisinalitas Penelitian

Berdasarkan penelusuran pada kepustakaan, khususnya di lingkungan

(26)

hasil penelitian yang sudah ada maka belum ada penelitian yang menyangkut masalah

ini. adapun penulisan penelitian yang berkaitan dengan penulisan penelitian ini antara

(27)
(28)

ketentuan rahasia

bank?

Berdasarkan hasil penelusuran yang dilakukan sebelumnya menyangkut

permasalahan mengenai “Kedudukan Notaris Dalam Pengikatan Deposito Berkaitan

Dengan Rahasia Bank”, belum pernah diajukan dan bukan merupakan karya ilmiah

yang pernah diajukan sebelumnya, oleh karena itu penelitian yang dilakukan dapat

dikemukakan masih bersifat orisinal dan layak dijadikan objek penelitian dalam

skripsi ini.

1.5 Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian dapat diklasifiasikan kedalam dua bentuk yaitu tujuan

secara umum dan tujuan secara khusus, untuk lebih jelasnya akan dipaparkan sebagai

(29)

1.5.1 Tujuan umum

Adapun tujuan penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut :

1. Untuk mengetahui kedudukan Notaris dalam pengikatan deposito.

2. Untuk mengetahui tanggungjawab Notaris dalam pengikatan deposito.

1.5.2 Tujuan khusus

Sedangkan tujuan khusus yang ingin dicapai adalah sebagai berikut :

1. Untuk mendalami kedudukan Notaris dalam pengikatan deposito.

2. Untuk memahami tanggungjawab Notaris dalam pengikatan deposito.

1.6 Manfaat Penelitian

1.6.1 Manfaat teoritis

1. Diharapkan bermanfaat dan menjadi sumbangan pemikiran bagi

pengembangan disiplin bidang ilmu hukum khususnya hukum perbankan

tentang rahasia bank serta hubungan antara hukum perbankan dan hukum

kenotariatan mengenai kedudukan Notaris dalam pengikatan deposito

berkaitan dengan rahasia bank.

2. Memberi masukan ilmu pengetahuan dalam ilmu hukum pada umumnya

dan hukum perdata pada khususnya yang berkaitan dengan pengikatan

deposito.

3. Hasil penelitian ini dapat digunakan untuk penambahan referensi sebagai

bahan acuan bagi penelitian yang akan datang.

1.6.2 Manfaat praktis

(30)

2. Diharapkan dapat memberikan pengetahuan khususnya kepada nasabah

penyimpan mengenai rahasia bank.

3. Dapat memberikan informasi bagi Notaris pentingnya menjaga kerahasiaan

bank.

1.7 Landasan Teoritis

Landasan Teoritis adalah upaya mengidentifikasi teori umum atau teori

khusus, konsep-konsep hukum, asas-asas hukum yang akan dipakai sebagai landasan

untuk membahas permasalahan penelitian. Dalam setiap penelitian harus disertai

dengan pemikiran-pemikiran teoritis, oleh karena ada hubungan timbal balik yang

erat antara teori dengan kegiatan pengumpulan dan pengolahan data serta analisa.

Oleh karena itu sebelum mengemukakan asumsi terhadap permasalahan, maka

terlebih dahulu dikemukakan beberapa teori menurut para ahli.

Dalam penelitian ini teori yang digunakan ialah :

1.7.1 Teori perlindungan hukum

Teori ini dipergunakan dengan tujuan untuk membahas dan menganalisis

masalah kewajiban bank kepada nasabah penyimpan dan simpanannya berkaitan

dengan rahasia bank, sehubungan dengan bank menjalankan fungsinya dalam

menyalurkan dananya, yang berupa pemberian kredit dan guna melindungi dananya

bank mengikat jaminan kredit tersebut dengan jaminan deposito, dan Notaris sebagai

pihak yang memberikan jasanya kepada bank. Berkaitan dengan itu, lembaga

perbankan adalah suatu lembaga yang sangat tergantung kepada kepercayaan dari

(31)

menjalankan kegiatan usahanya dengan baik. Oleh karena itu tidaklah berlebihan bila

dunia perbankan harus sedemikian menjaga kepercayaan dari masyarakat dengan

memberikan perlindungan hukum terhadap kepentingan masyarakat, terutama

kepentingan nasabah dari bank yang bersangkutan.

Hubungan hukum antara nasabah penyimpan dan bank didasarkan atas suatu

perjanjian. Untuk itu tentu adalah suatu yang wajar apabila kepentingan dari nasabah

yang bersangkutan memperoleh perlindungan hukum sebagai mana perlindungan

yang diberikan oleh hukum kepada bank. Berkaitan dengan perlindungan hukum

terhadap nasabah ini, Marulak Pardede mengemukakan bahwa dalam sistem

perbankan Indonesia, mengenai perlindungan terhadap nasabah penyimpan dana,

dilakukan melalui dua cara :

1) Perlindungan secara implisit.

Perlindungan ini diperoleh melalui : (1) peraturan perundang-undangan di

bidang perbankan, (2) perlindungan yang dihasilkan oleh pengawasan dan

pembinaan yang efektif, yang dilakukan oleh Bank Indonesia, (3) upaya

menjaga kelangsungan usaha bank sebagai sebuah lembaga pada

khususnya dan perlindungan terhadap sistem perbankan pada umumnya,

(4) memelihara tingkat kesehatan bank, (5) melakukan usaha sesuai

dengan prinsip kehati-hatian, (6) cara pemberian kredit yang tidak

merugikan bank dan kepentingan nasabah, dan (7) menyediakan infomasi

(32)

2) Perlindungan secara eksplisit, yaitu perlindungan melalui pembentukan

suatu lembaga yang menjamin simpanan masyarakat, sehingga apabila

bank mengalami kegagalan, lembaga tersebut yang akan mengganti dana

masyarakat yng disimpan pada bank yang gagal tersebut.11

Perlindungan hukum bagi nasabah penyimpan dapat ditemukan dalam

kewajiban bank menjaga kerahasiaan bank. Ada 2 teori tentang rahasia bank menurut

Hermansyah yaitu :

1. Teori Rahasia Bank yang Bersifat Mutlak (Absolutely Theory).

Menurut teori ini, bank mempunyai kewajiban untuk menyimpan rahasia

atau keterangan-keterangan mengenai nasabahnya yang diketahui oleh

bank karena kegiatannya dalam keadaan apa pun juga, baik dalam keadaan

biasa maupun keadaan luar biasa. Teori ini sangat menonjolkan

kepentingan individu, sehingga kepentingan negara dan masyarakat sering

terabaikan. Penetapan sanksinya sangat berat dapat dikenakan kepada

pelanggar rahasia bank.12

2. Teori Rahasia Bank yang Bersifat Relatif.

Menurut teori ini, bank diperbolehkan membuka rahasia bank dan

memberikan keterangan kepada nasabahnya jika untuk kepentingan yang

11

Hermansyah II, op.cit, h. 144. 12

(33)

mendesak. Teori ini banyak dianut oleh bank-bank di banyak negara di

dunia, termasuk Indonesia.13

Notaris merupakan jabatan kepercayaan yang menjalankan profesi dalam

pelayanan hukum kepada masyarakat perlu mendapatkan perlindungan dan jaminan,

demi tercapainya kepastian hukum. Notaris sebagai pejabat umum dalam

menjalankan jabatannya seharusnya memang diberikan perlindungan. Perlindungan

sebagaimana dimaksud :

1. Untuk tetap menjaga keluhuran harkat dan martabat jabatannya termasuk

ketika memberikan kesaksian dan berproses dalam pemeriksaan dan

persidangan.

2. Merahasiakan akta dan keterangan yang diperoleh guna pembuatan akta.

3. Menjaga minuta akta atau surat-surat yang dilekatkan pada minuta akta

atau protokol Notaris dalam penyimpanan Notaris.

1.7.2 Teori kewenangan

Kewenangan merupakan ketentuan dalam kekuasaan yang bisa digunakan

oleh seorang pemegang kuasa untuk menjalankan roda kepemimpinannya. Menurut

Phillipus M. Hadjon, jika dicermati ada sedikit perbedaan antara istilah kewenangan

dengan istilah wewenang. Perbedaan tersebut terletak pada karakter hukumnya.

Istilah wewenang digunakan dalam konsep hukum publik maupun dalam hukum

privat. Dalam konsep hukum kita istilah kewenangan atau wewenang seharusnya

13

(34)

digunakan dalam konsep hukum publik. Teori kewenangan ini dikemukakan dengan

tujuan untuk membahas dan menganalisa masalah tentang kewenangan Notaris dalam

memberikan jasanya kepada bank dalam pembuatan akta pengikatan jaminan

deposito.

Notaris adalah pejabat umum yang memperoleh wewenang secara atribusi

karena wewenang tersebut diciptakan dan diberikan oleh UUJN. Dalam kaitannya

kewenangan dengan permasalahan yang diangkat adalah apabila Notaris yang diberi

kewenangan dalam memegang teguh kerahasian keterangan nasabah penyimpan dan

simpanannya yang mengakibatkan para pihak mengalami kerugian, maka Notaris

dapat dikatakan telah bertindak sewenang-wenang dalam menjalankan tugas dan

wewenangnya.

1.7.3 Teori pertanggungjawaban hukum

Teori tanggung jawab hukum menurut Hans Kelsen yaitu “seseorang

bertanggung jawab secara hukum atas perbuatan tertentu atau bahwa dia memikul

tanggung jawab hukum, subjek berarti dia bertanggungjawab atas sesuatu sanksi

dalam hal perbuatan yang bertentangan”. Lebih lanjut Hans Kelsen menyatakan

bahwa :

Kegagalan untuk melakukan kehati-hatian yang diharuskan oleh hukum disebut kehilafan; dan kehilafan biasanya dipandang sebagai satu jenis lain dari kesalahan, walaupun tidak sekelas kesalahan yang terpenuhi karena mengantisipasi dan menghendaki, dengan atau tanpa maksud jahat, akibat yang membahayakan.

(35)

a. Pertanggungjawaban individu yaitu seorang individu bertanggungjawab terhadap pelanggaran yang dilakukannya sendiri;

b. Pertanggungjawaban kolektif berarti seorang individu bertanggungjawab atas suatu pelanggaran yang dilakukan oleh orang lain.

c. Pertanggungjawaban berdasarkan kesalahan yang berarti bahwa seorang individu bertanggungjawab atas pelanggaran yang dilakukannya karena sengaja dan diperkirakan dengan tujuan menimbulkan kerugian.

d. Pertanggungjawaban mutlak yang berarti bahwa seorang individu bertanggungjawab atas pelanggaran yang dilakukannya karena tidak sengaja dan tidak diperkirakan.

Berkaitan dengan tanggung jawab Notaris selaku pejabat umum yang

berhubungan dengan kebenaran materiil, dibedakan menjadi 4 hal yaitu :

1. Tanggung jawab Notaris secara perdata akan kebenaran materiil akta yang dibuatnya;

2. Tanggung jawab Notaris seara pidana akan kebenaran materiil akta yang dibuatnya;

3. Tanggung jawab Notaris berdasarkan Peraturan Jabatan Notaris akan kebenaran materiil akta yang dibuatnya;

4. Tanggung jawab Notaris dalam menjalankan tugas jabatannya berdasarkan kode etik Notaris.

Hubungan antara teori pertanggungjawaban ini dengan permasalahan yang

penulis angkat adalah walaupun Notaris di dalam menjalankan tugasnya sesuai

dengan ketentuan-ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku, tetapi tidak

dipungkiri di dalam seorang Notaris bisa saja melakukan kesalahan-kesalahan

didalamnya yang akan menimbulkan akibat hukum pada para pihaknya. Apabila

Notaris melakukan kesalahan-kesalahan yang dapat merugikan para pihak, maka

Notaris tersebut dapat dimintakan pertanggungjawabannya atas kesalahannya

tersebut. Teori ini untuk menjawab rumusan masalah satu yaitu untuk mengetahui

(36)

apabila dia tidak memegang teguh kerahasian keterangan nasabah penyimpan dan

simpanannya.

1.8 Metode Penelitian

1.8.1 Jenis penelitian

Dalam pelaksanaan penulisan skripsi ini, penulis menggunakan jenis

penelitian normatif yaitu penelitian hukum yang dilakukan dengan cara meneliti

bahan-bahan pustaka atau penelitian hukum kepustakaan. Penelitian hukum normatif

adalah suatu proses untuk menemukan suatu aturan hukum, prinsip-prinsip hukum,

maupun doktrin-doktrin hukum untuk menjawab permasalahan hukum yang dihadapi.

Penelitian ini merupakan suatu proses untuk menemukan aturan hukum,

prinsip-prinsip hukum, maupun doktrin-doktrin hukum, yang beranjak dari kekaburan norma

di dalam UU Perbankan.

1.8.2 Jenis pendekatan.

Jenis pendekatan yang digunakan dalam penulisan karya ilmiah ini adalah

Pendekatan Perundang-undangan (The Statue Approach) dan Pendekatan Konsep

(Conceptual Approach). Pendekatan perundang-undangan dilakukan dengan

menelaah Undang-undang dan regulasi yang bersangkut paut dengan isu hukum yang

sedang ditangani.14 Sedangkan Pendekatan konsep adalah pendekatan yang beranjak

14

(37)

dari pandangan-pandangan doktrin-doktrin yang berkembang di dalam ilmu hukum.

Dua pendekatan ini digunakan agar diperoleh hasil penelitian yang lebih akurat.

1.8.3 Sumber bahan hukum

Sumber bahan hukum yang digunakan dalam penulisan skripsi ini ialah

sumber hukum primer, sekunder dan tersier.

a. Bahan Hukum Primer

Bahan Hukum Primer yakni bahan hukum yang mempunyai kekuatan

mengikat umum, terdiri atas peraturan perundang-undangan, yurisprudensi

atau putusan pengadilan, peraturan dasar. Adapun sejumlah bahan hukum

primer yang digunakan dalam penulisan karya tulis ini antara lain :

1) Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Perdata)

2) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP)

3) Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1967 Tentang Pokok-Pokok

Perbankan.

4) Undang Nomor 7 tahun 1992 tentang Perubahan atas

Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan.

5) Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 Tentang Perbankan Syariah.

6) Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Perubahan atas

Undang-Undang 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris.

b. Bahan Hukum Sekunder

Bahan hukum sekunder yakni bahan hukum yang dapat memberikan

(38)

buku-buku, karya tulis hukum atau pandangan ahli hukum yang termuat

dalam media massa dan berita di internet. Terkait dengan penulisan karya

tulis ini maka digunakan sumber dari kepustakaan seperti buku-buku, karya

tulis hukum atau pandangan ahli hukum yang termuat dalam media massa

maupun berita di internet yang berkaitan dengan masalah yang dibahas.

c. Bahan Hukum Tersier

Bahan hukum tersier, yaitu bahan yang memberikan petunjuk maupun

penjelasan terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder, seperti

kamus hukum, dan ensiklopedia.

1.8.4 Teknik pengumpulan bahan hukum

Data yang digunakan dalam penulisan penelitian ini diperoleh melalui

pengumpulan bahan hukum yang dilakukan dengan studi pustaka yang meliputi

sumber hukum primer yaitu peraturan perundang-undangan yang relevan dengan

permasalahan yang hendak di bahas. Sumber hukum sekunder yaitu buku-buku

literatur ilmu hukum serta tulisan lainnya yang relevan dengan permasalahan yang

dibahas. Serta sumber hukum tersier yaitu kamus hukum dan ensiklopedia.

1.8.5 Teknik analisis

Dalam penelitian ini bahan hukum dianalisis dengan :

1) Teknik Deskripsi yaitu teknik dasar analisis yang menguraikan apa

adanya terhadap suatu posisi dari proposisi-proposisi hukum ataupun

non hukum. Dalam teknik deskripsi dilakukan pada beberapa

(39)

kekaburan norma mengenai kedudukan Notaris dalam pengikatan

deposito pada bank dilihat dari UU Perbankan dan UUJN

2) Teknik evaluasi berkaitan dengan penilaian berupa tepat atau tidak

tepat, setuju atau tidak setuju, sah atau tidak sah oleh peneliti

terhadap suatu pandangan yang tertera dalam bahan hukum primer

maupun dalam bahan hukum sekunder.

Teknik Argumentasi adalah teknik yang tidak bisa dilepaskan dari teknik evaluasi

karena penilaian harus berdasarkan pada alasan-alasan yang bersifat penalaran

hukum. Teknik ini digunakan untuk membuat kesimpulan-kesimpulan terhadap

(40)

BANK

2.1 Tinjauan Umum Tentang Notaris.

2.1.1 Pengertian dan dasar hukum Notaris

Profesi Notaris sudah sejak lama dikenal di Indonesia sejak masuknya hukum

Belanda ke Indonesia. Dalam perkembangannya profesi Notaris semakin dibutuhkan

dimasyarakat Indonsia khususnya dalam rangka membuat suatu alat bukti tertulis dari

perbuatan hukum yang dilakukan oleh masyarakat. Munculnya lembaga Notaris yang

dilandasi kebutuhan akan suatu alat bukti yang mengikat selain alat bukti saksi.

Adanya alat bukti lain yang mengikat, mengingat alat bukti saksi kurang memadai

lagi, sebab sesuai dengan perkembangan masyarakat, perjanjian-perjanjian yang

dilaksanakan anggota masyarakat semakin rumit dan kompleks. Oleh karena itu,

Notaris dan produk aktanya dapat diartikan sebagai upaya negara untuk menciptakan

kepastian hukum dan perlindungan bagi anggota masyarakat.

Pentingnya fungsi, tugas dan profesi Notaris di Indonesia maka sejak zaman

kolonial Belanda sampai awal kemerdekaan telah ada peraturan perundang-undangan

yang mengatur mengenai Jabatan Notaris yaitu :

1. Ordonantie 16 September 1931 tentang Honorarium Notaris;

2. Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 1949 tentang Sumpah/janji Jabatan

(41)

3. Reglement Op Het Notaris Ambt in Indonesie sebagaimana telah diubah

terakhir dalam Lembaran Negara Tahun 1954 Nomor 101; dan

4. Undang-Undang Nomor 33 tahun 1954 tentang Wakil Notaris dan wakil

Notaris Sementara (selanjutnya disebut UU. No. 33 Tahun 1954)

15

Berbagai ketentuan mengenai Jabatan Notaris dalam peraturan perundang

undangan tidak sesuai lagi dengan kebutuhan masyarakat Indonesia, maka dari itu

Pemerintah mengesahkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 30 Tahun

2004 jo Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 2 tahun 2014 tentang Jabatan

Notaris (selanjutnya disebut UUJN).

Istilah Notaris berasal dari bahasa latin yaitu notarius yang berarti nama yang

diberikan pada orang-orang Romawi dimana tugasnya menjalankan pekerjaan

menulis atau orang-orang yang membuat catatan pada masa itu.16 Selain itu, ada

pendapat lain yang menyatakan bahwa kata notarius berasal dari perkataan nota dan

literaria yang memiliki arti tanda tulisan atau karakter yang dipergunakan untuk

menuliskan atau menggambarkan ungkapan kalimat yang disampaikan narasumber.

Tanda atau karakter yang dimaksud yaitu tanda yang dipakai dalam penulisan cepat.

Pengertian Notaris dalam Pasal 1 angka 1 UUJN merumuskan bahwa “Notaris adalah pejabat umum yang berwenang untuk membuat akta otentik dan kewenangan

15

R. Soegando Notodisoerjo, 1993, Hukum Notariat di Indonesia Suatu Penjelasan, CV Rajawali, Jakarta, h. 35.

16

(42)

lainnya sebagaimana dimaksud dalam undang-undang ini”. Pengertian dalam pasal tersebut mengalami perubahan, dalam Pasal 1 angka 1 perubahan UUJN yang

menyatakan bahwa “Notaris adalah pejabat umum yang berwenang untuk membuat

akta autentik dan memiliki kewenangan lainnya sebagaimana dimaksud dalam

undang-undang ini atau berdasarkan undang-undang lainnya”. Dalam hal ini Notaris sebagai pejabat umum berfungsi menjamin otentisitas pada tulisan-tulisannya (akta),

bahwa akta yang dibuat oleh dan/atau dihadapan Notaris merupakan akta otentik yang

menjadi dokumen/arsip negara, dan perjanjian yang dinyatakan di dalamnya menjadi

undang-undang bagi mereka yang membuatnya, demikian sesuai dengan Pasal 1337

jo Pasal 1338 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (selanjutnya disebut

KUHPerdata).

Notaris dalam menjalankan tugas jabatannya harus memiliki keterampilan

profesional di bidang hukum, juga harus dilandasi dengan tanggungjawab dan moral

yang tinggi maupun nilai-nilai dan etika, sehingga dapat menjalankan tugas

jabatannya sesuai dengan ketentuan hukum dan kepentingan masyarakat17. Dalam

melaksanakan tugas dan jabatannya seorang Notaris harus berpegang teguh pada

Kode Etik Jabatan Notaris sebab tanpa itu, harkat dan martabat profesionalisme akan

hilang.18

17

Suhrawardi K. Lubis, 2008, Etika Profesi Hukum, Sinar Grafika, Jakarta, h. 34. 18

(43)

2.1.2 Kewenangan, kewajiban dan larangan Notaris.

Istilah wewenang atau kewenangan sering disejajarkan dengan istilah

bevoegdheid” dalam istilah hukum Belanda. Istilah “bevoegdheid” digunakan baik

dalam konsep hukum publik maupun konsep hukum privat. Dalam hukum kita, istilah

kewenangan atau wewenang seharusnya digunakan dalam konsep hukum publik.

Wewenang (atau sering pula ditulis dengan istilah kewenangan) merupakan suatu

tindakan hukum yang diatur dan diberikan kepada suatu jabatan berasarkan peraturan

perundang-undangan yang berlaku yang mengatur jabatan yang bersangkutan.19

Tanpa adanya kewenangan sah seorang pejabat tidak dapat melaksanakan suatu

perbuatan sesuai dengan jabatannya. Dengan demikian setiap wewenang ada

batasannya sebagaimana yang tercantum dalam peraturan perundang-undangan yang

mengaturnya, termasuk wewenang Notaris yang dibatasi oleh undang-undang yang

mengatur jabatan yang bersangkutan. Jabatan memperoleh wewenang melalui tiga

sumber yaitu atribusi, delegasi dan mandat.20

Mengenai atribusi, delegasi dan mandat ini H.D. Van Wijk/Willemn

konijnenbelt mendefinisikan sebagai berikut :

a. Atribusi adalah pemberian wewenang pemerintahan oleh pembuat undang-undang kepada organ pemerintah.

b. Delegasi adalah pelimpahan wewenang pemerintahan dari satu organ pemerintahan kepada organ pemerintahan lainnya.

19

Habib Adjie, 2014, Hukum Notaris Indonesia, PT Rafika Aditama, Bandung, h.77. 20

(44)

c. Mandat terjadi ketika organ pemerintahan mengizinkan kewenangannya dijalankan organ lain atas namanya.21

Sejalan dengan pengertian wewenang yang dikemukakan oleh Sadjijino, bahwa

secara teoritis pemerintah memperoleh wewenang melalui tiga cara dan sekaligus

melekat sebagai wewenangnya,yaitu :

a. Wewenang artibusi (atributie bevoegdheid), adalah wewenang pemerintah yang diperoleh dari peraturan perundang-undangan;

b. Wewenang delegasi (delegatie bevogdheid), adalah wewenang yang diperoleh atas dasar pelimpahan wewenang dari badan/organ pemerintahan yang lain.

c. Wewenang mandat (mandaaat bevogdheid), adalah pelimpahan wewenang yang pada umumnya dalam hubungan rutin antara bawahan dengan atasan, kecuali dilarang secara tegas oleh peraturan perundang-undangan

Berdasarkan UUJN, Notaris sebagai pejabat umum memperoleh wewenang

secara atribusi, karena wewenang tersebut diciptakan dan diberikan oleh UUJN

sendiri.22 Jadi wewenang yang diperoleh Notaris bukan berasal dari lembaga lainnya,

misalnya Departemen Hukum dan HAM. Sehingga Notaris memiliki legalitas untuk

melakukan perbuatan hukum yaitu membuat akta otentik. Kewenangan Notaris lebih

lanjut diatur dalam Pasal 15 ayat (1), (2), dan (3) sebagaimana dalam UUJN

perubahan atas UUJN sebelumnya, yang dapat dibagi menjadi :

a) Kewenangan Umum Notaris;

b) Kewenangan Khusus Notaris; dan

c) Kewenangan Notaris yang akan ditentukan kemudian.

21

Ridwan HR, 2011, Hukum Administrasi Negara, PT. RajaGrafindo Persada, Jakarta, h. 102. 22

(45)

Kewenangan utama atau umum yang ditentukan dalam Pasal 15 ayat (1)

UUJN. Dalam ketentuan Pasal 15 ayat (1) UUJN menyatakan bahwa “Notaris berwenang membuat akta otentik mengenai semua perbuatan, perjanjian, dan

ketetapan yang diharuskan oleh peraturan perundang-undangan dan / atau yang

dikehendaki oleh yang berkepentingan untuk dinyatakan dalam akta otentik,

menjamin kepastian tanggal pembuatan akta, menyimpan akta, memberikan grosse,

salinan dan kutipan akta, semuanya itu sepanjang pembuatan akta-akta itu tidak juga

ditugaskan atau dikecualikan kepada pejabat lain atau orang lain yang ditetapkan oleh

undang-undang”.

Selain wewenang utama, Notaris juga memilik wewenang khusus untuk

melakukan tindakan hukum sebagaimana diataur dalam Pasal 15 ayat (2) UUJN

perubahan atas UUJN sebelumnya. Dalam Pasal 15 ayat (2) UUJN menyatakan

bahwa “selain kewenangan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), Notaris

berwenang pula :

a. Mengesahkan tanda tangan dan menetapkan kepastian tanggal surat di bawah tangan dengan mendaftar dalam buku khusus;

b. Membubuhkan surat-surat di bawah tangan dengan mendaftar dalam buku khusus;

c. Membuat kopi dari asli surat-surat di bawah tangan berupa salinan yang memuat uraian sebagaimana ditulis dan digambarkan dalam surat yang bersangkutan;

d. Melakukan pengesahan kecocokan fotokopi dengan surat aslinya; e. Memberikan penyuluhan hukum sehubungan dengan pembuatan akta; f. Membuat akta yang berkaitan dengan pertanahan; dan

(46)

Kewenangan lain-lain ditentukan dalam Pasal 15 ayat (3) UUJN yang

menyatakan bahwa “selain kewenangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), Notaris mempunyai kewenangan lain yang diatur dalam peraturan

perundang-undangan”.

Salah satu wewenang Notaris yaitu, memberi penyuluhan hukum. Penyuluhan

hukum yang diberikan seperti memberikan nasehat hukum dan memberi informasi

dalam rangka pembuatan akta otentik, sebagaimana diatur dalam Pasal 15 ayat (2)

huruf e UUJN perubahan atas UUJN sebelumnya. Seorang Notaris dalam membuat

sebuah akta otentik tidak hanya menerima begitu saja apa yang diminta oleh pihak

atau penghadap untuk dituangkan ke dalam akta, tetapi juga harus berperan aktif

dengan membuat penilaian terhadap isi dari akta yang dimintakan kepadanya dan

tidak perlu ragu untuk menyatakan keberatan atau menolak, jika kepentingan pihak

yang memintanya tidak sesuai dengan kelayakan maupun undang-undang.

Notaris selaku pejabat umum yang mempunyai kewenangan membuat akta

otentik, dalam menjalankan tugasnya melekat juga kewajiban yang harus dipatuhi,

karena kewajiban tersebut merupakan suatu yang harus dilaksanakan. Kewajiban atau

disebut juga dengan duty atau obligation atau responsibility (bahasa Inggris) atau

verplichting (bahasa Belanda) dikonsepkan sebagai sesuatu yang harus dilaksanakan

oleh orang atau badan hukum atau Notaris dalam melaksanakan kewenangannya. Hal

ini sesuai dengan ketentuan Pasal 16 ayat (1) huruf b UUJN menyatakan bahwa

“Membuat Akta dalam bentuk Minuta Akta dan menyimpannya sebagai bagian dari

(47)

Mengenai ketentuan yang terdapat dalam Pasal 16 UUJN di atas, maka

Notaris dalam menjalankan tugasnya selain memiliki kewajiban yang harus dijalani

juga yaitu Notaris harus tunduk pada larangan-larangan yang harus ditaati dalam

menjalankan tugas dan jabatannya. Larangan bagi Notaris merupakan aturan yang

memerintahkan kepada Notaris untuk tidak melakukan sesuatu yang bertentangan

dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Adapun larangan tersebut

tercantum dalam Pasal 17 ayat (1) UUJN ditentukan secara jelas bahwa Notaris

dilarang :

a. Menjalankan jabatan diluar wilayah jabatannya;

b. Meninggalkan wilayah jabatannya lebih dari 7 (tujuh) hari kerja berturut-turut tanpa alasan yang sah;

c. Merangkap sebagai pegawai negeri;

d. Merangkap jabatan sebagai pejabat negara; e. Merangkap jabatan sebagai advokat;

f. Merangkap jabatan sebagai pemimpin atau pegawai badan usaha milik negara, badan usaha milik daerah atau badan usaha swasta;

g. Merangkap jabatan sebagai Pejabat Pembuat Akta Tanah dan/atau Pejabat Lelang Kelas II diluar tempat Kedudukan Notaris;

h. Menjadi Notaris pengganti;atau

i. Melakukan pekerjaan lain yang bertentangan dengan norma agama, kesusilaan, atau kepatutan yang dapat mempengaruhi kehormatan dan martabat jabatan Notaris.

2.1.3 Rahasia jabatan Notaris

Jabatan Notaris merupakan suatu lembaga yang diciptakan oleh negara,

menempatkan Notaris sebagai jabatan merupakan suatu bidang pekerjaan atau tugas

yang sengaja dibuat oleh aturan hukum untuk keperluan dan fungsi tertentu serta

bersifat berkesinambungan sebagai suatu lingkungan pekerjaan tetap. Dalam proses

(48)

perlindungan demi tercapainya kepastian hukum. Salah satu bentuk perlindungan

tersebut antara lain Notaris wajib untuk menyimpan rahasia mengenai akta yang

dibuatnya dan keterangan/pernyataan para pihak yang diperoleh dalam pembuatan

akta, kecuali undang-undang memerintahkannya untuk membuka rahasia dan

memberikan keterangan/pernyataan tersebut kepada pihak yang memintanya.

Telah menjadi asas hukum publik bahwa seorang pejabat umum, sebelum

menjalankan jabatannya dengan sah harus terlebih dahulu mengangkat sumpah (di

ambil sumpahnya). Selama hal tersebut belum dilakukan, maka jabatan itu tidak

boleh atau tidak dapat dijalankan dengan sah. Sesuai dengan isi dari Pasal 4 ayat (1)

UUJN yang merumuskan “bahwa Notaris sebelum menjalankan jabatannya, wajib mengucapkan sumpah/ janji menurut agamanya di hadapan Menteri atau Pejabat yang

ditunjuk”.

Kewajiban merahasiakan ini lebih luas karena meliputi keterangan yang

diperoleh Notaris dalam pelaksanaan jabatannya, karena jabatan yang dipangku oleh

Notaris adalah jabatan kepercayaan dan justru oleh karena itu seseorang bersedia

mempercayakan sesuatu kepercayaan kepadanya. Kewajiban menyimpan atau

memegang rahasia ini dapat pula diketahui dari Pasal 4 ayat (2) poin ke-4 Sumpah

Jabatan Notaris menyatakan bahwa saya akan merahasiakan isi akta dan keterangan

yang diperoleh dalam pelaskanaan jabatan, selaras dengan ketentuan-ketentuan

peraturan ini, etika profesi juga memberikan kewajiban bagi kaum profesional hukum

sebagai aparat atau pejabat untuk memegang teguh rahasia profesi, menghormati

(49)

Dalam sumpah Jabatan Notaris menyatakan, Notaris berjanji di bawah

sumpah untuk merahasiakan isi akta dan keterangan yang diperolehnya. Pasal 16 ayat

(1) huruf e juga menyatakan “bahwa dalam menjalankan jabatannya, Notaris berkewajiban merahasiakan akta yang dibuatnya dan segala keterangan yang

diperoleh guna pembuatan akta sesuai dengan sumpah/janji jabatan, kecuali

Undang-Undang menentukan lain”. Di dalam penjelasan Pasal tersebut dikatakan bahwa

kewajiban untuk merahasiakan segala sesuatu yang berhubungan dengan akta dan

surat-surat lainnya adalah untuk melindungi kepentingan semua pihak yang terkait

dengan akta tersebut. Sudah menjadi kewajiban Notaris untuk mempertahankan

rahasia jabatan tersebut karena jika melakukan pelanggaran terhadap Pasal tersebut

dapat dikenai sanksi dalam Pasal 85 UUJN.

Pelanggaran terhadap kewajiban menjaga kerahasiaan jabatan dapat

mengakibatkan Notaris dikenakan sanksi oleh Majelis Pengawas Notaris, hal ini

sesuai dengan ketentuan Pasal 85 UUJN antara lain :

a. teguran lisan; b. teguran tertulis;

c. pemberhentian sementara; d. pemberhentian dengan hormat;

e. pemberhentian dengan tidak hormat oleh Menteri atas usul Majelis Pengawas Pusat.

Menurut Pasal 322 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana

(selanjutnya ditulis KUHP) juga menyatakan bahwa barangsiapa dengan sengaja

membuka rahasia yang ia wajib menyimpannya oleh karena jabatan atau

(50)

selama-lamanya 9 (sembilan) bulan atau denda sebanyak-banyaknya Rp. 600,- (enam

ratus rupiah).

Apabila akibat dibukanya rahasia seseorang oleh Notaris atau karyawan

Notaris, sehingga menjadi diketahui oleh masyarakat dan mengakibatkan kerugian

bagi orang yang bersangkutan, maka Notaris tersebut dapat digugat secara perdata

berdasarkan Pasal 1365 KUHPerdata menyatakan bahwa tiap perbuatan melanggar

hukum, yang membawa kerugian pada orang lain, mewajibkan orang yang karena

salahnya menerbitkan kerugian itu, mengganti kerugian tersebut. Kewajiban Notaris

berdasarkan Pasal 4 dan 16 huruf f UUJN, Pasal 332 ayat (1) KUHP serta Pasal 1365

KUHPerdata yang telah dijabarkan di atas, maka sudah jelas bahwa Notaris harus

merahasiakan yang berhubungan dengan jabatannya. Notaris berkewajiban untuk

merahasiakan isi aktanya, bahkan Notaris wajib merahasiakan semua keterangan

mulai dari persiapan pembuatan akta hingga selesainya pembuatan suatu akta.

2.1.4 Tanggung jawab Notaris

Notaris adalah pejabat yang diberi kewenangan oleh Negara berdasarkan

ketentuan undang-undang untuk membuat akta otentik, guna memberikan pelayanan

kepada masyarakat yang membutuhkan alat bukti tertulis. Pemberian kewenangan

kepada Notaris untuk membuat akta sebagaiamana diatur dalam UUJN, menimbulkan

pertanggujawaban atas penggunaan wewenang itu.

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (selanjutnya disebut KBBI) tanggung

(51)

dituntut, dipersalahkan, diperkarakan dan sebagainya).23 Dalam kamus hukum,

tanggung jawab merupakan suatu keharusan bagi seseorang untuk melaksanakan apa

yang telah diwajibkan kepadanya.

Dalam hal ini Notaris melaksanakan tugas dan jabatannya sebagai pejabat

umum yang berwenang membuat akta otentik dapat dibebani tanggung jawab atas

perbuatannya sehubungan dengan pekerjaannya dalam membuat akta otentik.

Tanggung jawab Notaris sebagai profesi lahir dari adanya kewajiban dan kewenangan

yang diberikan kepadanya, kewajiban dan kewenangan tersebut secara sah dan terikat

mulai berlaku sejak Notaris mengucapkan sumpah jabatannya sebagai Notaris.

Sumpah yang telah diucapkan tersebutlah yang seharusnya mengontrol segala

tindakan Notaris dalam menjalankan jabatannya. Tanggung jawab etis Notaris

berkaitan dengan norma moral yang merupakan ukuran bagi Notaris untuk

menentukan benar-salahnya atau baik buruknya tindakan yang dilakukan dalam

menjalankan profesinya. Tanggung jawab ini meliputi tiga hal yaitu Pertama,

bilamana tindakan tersebut dilakukan dalam keadaan kemampuan akal budinya

berfungsi secara normal. Kedua, dalam hal Notaris melakukan pelanggaran dengan

kemauan bebas. Ketiga, adanya kesengajaan dengan maksud jahat yang dilakukan

Notaris dan akibatnya menimbulkan kerugian.

23

Fajar, 2015, “Menelisik Arti Kata Bertangung Jawab Mendikbud”, URL :

(52)

Ruang lingkup dari tanggung jawab Notaris meliputi kebenaran materiil atas

akta yang dibuatnya. Notaris tidak bertanggungjawab atas kelalaian dan kesalahan isi

akta yang dibuat di hadapannya, melainkan Notaris hanya bertanggungjawab bentuk

formal akta otentik sesuai yang diisyaratkan oleh undang-undang. Mengenai

tanggung jawab Notaris selaku pejabat umum yang berhubungan dengan kebenaran

materil dibedakan menjadi empat poin, yaitu :

1. Tanggung jawab Notaris secara perdata terhadap kebenaran materil terhadap

akta yang dibuatnya.

2. Tanggung jawab Notaris secara pidana terhadap kebenaran materil dalam akta

yang dibuatnya.

3. Tanggung jawab Notaris berdasarkan Paraturan Jabatan Notaris terhadap

kebenaran materil dalam akta yang dibuatnya.

4. Tanggung jawab Notaris dalam menjalankan tugas jabatannya berdasarkan

kode etik Notaris.24

Sedangkan menurut Abdul Kadir Muhammad, Notaris dalam menjalankan

tugas dan jabatannya harus bertanggungjawab, artinya :

1. Notaris dituntut melakukan pembuatan akta dengan baik dan benar. Artinya

akta yang dibuat itu memenuhi kehendak hukum dan permintaan pihak

berkepentingan karena jabatannya.

24

(53)

2. Notaris dituntut menghasilkan akta yang bermutu. Artinya akta yang

dibuatnya itu sesuai dengan aturan hukum dan kehendak para pihak yang

berkepentingan dalam arti sebenarnya, bukan mengada-ada. Notaris

menjelaskan kepada pihak yang berkepentingan kebenaran isi dan prosedur

akta yang dibuatnya itu.

3. Berdampak positif, artinya siapapun akan mengakui akta Notaris itu

mempunyai kekuatan bukti sempurna.25

2.2 Tinjauan Umum Tentang Deposito

2.2.1 Pengertian dan dasar hukum deposito dalam perbankan

Salah satu produk penghimpun dana yang ditawarkan oleh pihak bank kepada

nasabah yaitu deposito. Kegunaan deposito ialah untuk memenuhi kebutuhan

masyarakat (nasabah) yang mengalami kelebihan likuiditas, bisa berfungsi untuk

menyimpanan dana sekaligus sebagai wahana investasi, karena biasanya produk ini

menawarkan financial return.

Secara umum deposito dapat diartikan sebagai simpanan pihak ketiga pada

bank yang penarikannya hanya dapat dilakukan dalam jangka waktu tertentu menurut

perjanjian antara pihak ketiga dengan bank yang bersangkutan.26 Saat ini simpanan

deposito sangat digemari oleh para pengusaha karena mempunyai kekuatan untuk

dijadikan jaminan kredit. Sedangkan berdasarkan Pasal 1 angka 7 UU Perbankan

25

Ibid, h.49 26

(54)

menyatakan bahwa “deposito adalah simpanan yang penarikannya hanya dapat dilakukan pada waktu tertentu berdasarkan perjanjian nasabah penyimpan dengan

bank”. Jadi, penarikan simpanan yang berbentuk deposito ini waktunya sudah

ditentukan (waktunya tetap) disesuaikan dengan perjanjian antara nasabah penyimpan

dana dengan bank pada saat pembukaan deposito yang bersangkutan. Peruntukan

deposito ini lebih sebagai instrumen investasi daripada sebagai wadah menyimpan

kelebihan likuiditas.

Dari pemaparan pengertian diatas ada dua unsur yang terkandung dalam

deposito yaitu :

1. Penarikan hanya dapat dilakukan dalam waktu tertentu, yang berarti

bahwa penarikan simpanan dalam bentuk deposito hanya dapat dilakukan

oleh si penyimpan pada waktu tertentu berdasarkan perjanjian antara

nasabah penyimban dengan bank;

2. Cara penarikan, dalam hal ini apabila batas waktu yang tertuang dalam

perjanjian deposito tersebut telah jatuh tempo, maka si penyimpan dapat

menarik deposito tersebut atau memperpanjang dengan suatu waktu yang

diinginkannya.27

27

(55)

Secara khusus pengaturan perbankan syariah juga merumuskan pengertian

deposito sebagaimana dalam ketentuan Pasal 1 angka 22 Undang-Undang Nomor 21

Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah (selanjutnya disebut UU Perbankan Syariah),

yaitu:

“Deposito adalah investasi dana berdasarkan akad mudharabah atau akad lain

yang tidak bertentangan dengan Prinsip Syariah yang penarikannya hanya

dapat dilakukan pada waktu tertentu berdasarkan akad antara nasabah

penyimpan dan bank syariah san/atau UUS”.

Sedangkan menurut ketentuan dalam Pasal 1 huruf f Undang-Undang Nomor

14 Tahun 1967 tentang Pokok Perbankan (selanjutnya disingkat UU

Pokok-Pokok Perbankan) merumuskan bahwa “deposito adalah simpanan dari pihak ketiga kepada bank yang penarikannya hanya dapat dilakukan dalam jangka waktu tertentu

menurut perjanjian antara pihak ketiga dan bank yang bersangkutan”.

Karakter pokok dari deposito ialah waktu penarikannya yang tepat karena

disebut fixed deposit dan umumnya memiliki waktu jatuh tempo yaitu 1 bulan, 3

bulan, 6 bulan, 12 bulan dan 24 bulan. Deposito merupakan simpanan atau

penyerahan dana oleh nasabah untuk disimpan pada bank, dimana mengandung

pengertian bahwa bank yang menerima simpanan berhak untuk memakai dana

tersebut untuk keperluan pemenuhan keuangan operasinal bank, sedangkan hak bagi

nasabah penyimpan dana (deposan) adalah menerima bunga yang relatif lebih tinggi

dibandingkan dengan giro atau jenis simpanan lainnya. Dalam praktek perbankan

Referensi

Dokumen terkait

Dalam hal ini berdasarkan judul dari tulisan ini mengenai “Deposito Sebagai Jaminan Kredit Pada Bank Sumut Cabang Binjai”, apabila deposito akan dijadikan sebagai jaminan

Notaris bertanggung jawab dan wajib untuk memberikan kesaksian terkait dengan hal-hal yang tercantum dalam awal atau kepala akta dan hal-hal yang terkait dengan

Penulisan ini bertujuan untuk mengkaji dan menganalisa secara yuridis mengenai pelaksanaan pengikatan jaminan deposito berjangka sebagai jaminan fasilitas kreditdan untuk

Meskipunkekuatan hukum dari akta perjanjian pengikatan jual beli hak atas tanah yang dibuat oleh Notaris dalam pelaksanaan pembuatan Akta Jual Belinya adalah kuat (akta notaril

Hasil penelitian ini adalah bahwa proses pengikatan deposito berjangka sebagai jaminan gadai pada perjanjian kredit dilakukan dengan lima tahapan diantaranya deposito

Akan tetapi dalam hal akta PPJB yang mengandung peralihan hak atas tanah yang akan digunakan sebagai dasar dibuatnya akta jual beli balik nama kemudian dijadikan alat

memanggil notaris untuk hadir dalam pemeriksaan yang berkaitan dengan akta yang dibuatnya atau protokol notaris yang berada dalam penyimpanan notaris.”.. Berdasarkan

Para pihak dalam perjanjian pengikatan jaminan fidusia tidak cukup hanya membuktikan adanya fidusia dengan mempertunjukan Akta Jaminan Fidusia yang dibuat oleh notaris sebab menurut