• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERLINDUNGAN HUKUM NOTARIS DALAM PERKARA PIDANA BERKAITAN DENGAN AKTA FIDUSIA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2024

Membagikan "PERLINDUNGAN HUKUM NOTARIS DALAM PERKARA PIDANA BERKAITAN DENGAN AKTA FIDUSIA"

Copied!
133
0
0

Teks penuh

(1)

1

PERLINDUNGAN HUKUM NOTARIS DALAM PERKARA PIDANA BERKAITAN DENGAN AKTA FIDUSIA

TESIS

Oleh :

MOKHAMAD HUSSAIN ADILLAH, S.H.

NIM : 21302100175 Program Studi : Kenotariatan

PROGRAM MAGISTER (S2) KENOTARIATAN (M.Kn) FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS ISLAM SULTAN AGUNG SEMARANG

2023

(2)

PERLINDUNGAN HUKUM NOTARIS DALAM PERKARA PIDANA BERKAITAN DENGAN AKTA FIDUSIA

TESIS

Diajukan untuk penyusunan Tesis Program Studi Kenotariatan

Oleh :

MOKHAMAD HUSSAIN ADILLAH, S.H.

NIM : 21302100175 Program Studi : Kenotariatan

PROGRAM MAGISTER (S2) KENOTARIATAN UNIVERSITAS ISLAM SULTAN AGUNG

SEMARANG 2023

ii

(3)

PERLINDUNGAN HUKUM NOTARIS DALAM PERKARA PIDANA BERKAITAN DENGAN AKTA FIDUSIA

TESIS

Diajukan untuk penyusunan Tesis Program Studi Kenotariatan

Oleh :

MOKHAMAD HUSSAIN ADILLAH, S.H.

NIM : 21302100175

Program Studi : Kenotariatan Disetujui oleh :

Pembimbing Tanggal,

Dr. Achmad Arifullah, S.H., M.H.

NIDN. 0121117801 Mengetahui,

Ketua Program Magister (S2) Kenotariatan (M.Kn)

Dr. Jawade Hafidz, S.H., M.H.

NIDN. 0620046701

iii

(4)

PERLINDUNGAN HUKUM NOTARIS DALAM PERKARA PIDANA BERKAITAN DENGAN AKTA FIDUSIA

TESIS

Diajukan untuk penyusunan Tesis Program Studi Kenotariatan

Oleh :

MOKHAMAD HUSSAIN ADILLAH, S.H.

NIM : 21302100175

Program Studi : Kenotariatan Telah Dipertahankan di Depan Dewan Penguji

Pada Tanggal 31 Agustus 2023 Dan dinyatakan LULUS

Tim Penguji Ketua,

Dr. Bambang Tri Bawono, S.H., M.H.

NIDN. 0607077601 Anggota

Dr. Achmad Arifullah, S.H., M.H.

NIDN. 0121117801 Anggota

Dr. Dahniarti Hasana, S.H.,M.Kn.

NIDN. 8954100020 Mengetahui

Ketua Program Magister (S2) Kenotariatan

Dr. Jawade Hafidz, S.H., M.H.

NIDN. 0620046701

(5)

5

PERNYATAAN KEASLIAN

Yang bertanda tangan dibawah ini :

Nama : MOKHAMAD HUSSAIN ADILLAH, S.H.

NIM : 21302100175

Program Studi : Kenotariatan

Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa penulisan tesis yang berjudul

Perlindungan Hukum Notaris Dalam Perkara Pidana Berkaitan Dengan Akta Fidusia”, adalah benar-benar karya saya sendiri dan belum pernah dipublikasikan secara umum, baik secara keseluruhan maupun sebagian dalam bentuk jurnal ataupun dalam bentuk lainnya. Apabila dikemudian hari terbukti pernyataan saya tidak benar, maka saya bersedia menerima sanksi sesuai Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2010 dan Peraturan Perundang-undangan lainnya yang berlaku.

Semarang, 30 Agustus 2023 Yang menyatakan

Mokhamad Hussain Adillah, S.H.

iv

v iv

(6)

SURAT PERNYATAAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH

Yang bertanda tangan dibawah ini :

Nama : MOKHAMAD HUSSAIN ADILLAH, S.H.

NIM : 21302100175

Program Studi : Kenotariatan

Dengan ini menyerahkan karya ilmiah berupa Tesis: “Perlindungan Hukum Notaris Dalam Perkara Pidana Berkaitan Dengan Akta Fidusia”, dan menyetujuinya menjadi hak milik Universitas Islam Sultan Agung Semarang serta memberikan Hak Bebas Royalti Non-ekslusif untuk disimpan di internet atau media lain untuk kepentingan akademis selama tetap mencantumkan nama penulis sebagai pemilik Hak Cipta.

Pernyataan ini saya buat dengan sungguh-sungguh. Apabila dikemudian hari terbukti ada pelanggaran Hak Cipta/Plagiarismw dalam karya ilmiah ini, maka segala bentuk tuntutan hukum yang timbul akan saya tanggung secara pribadi tanpa melibatkan pihak Universitas Islam Sultan Agung Semarang.

Semarang, 30 Agustus 2023 Yang menyatakan

Mokhamad Hussain Adillah, S.H.

vi

(7)

MOTTO DAN PERSEMBAHAN MOTTO

“Kesedihan tak pernah berakhir, ia hanya berubah wajah.” (Keanu Reeves)

“Uang adalah hal terakhir di dalam hidup yang aku pikirkan. Dengan apa yang kumiliki sekarang, aku dapat hidup dengan sederhana selama berabad-abad” (Keanu Reeves)

PERSEMBAHAN

Penulis persembahkan tesis ini khususnya untuk:

1. Bapak dan Ibu tercinta, yang membesarkanku penuh dengan kasih sayang hingga sekarang.

2. Istri dan Anakku yang selalu memberikan doa dan support.

3. Saudara-saudara dan keluarga besarku, yang senantiasa memberikan doa dan dorongan semangat.

4. Almamater dan teman-teman satu angkatan.

5. Pembaca yang budiman.

vii

(8)

ABSTRAK

Perkara pidana berkaitan dengan akta fidusia dapat memposisikan notaris sebagai saksi, tersangka bahkan terdakwa yang menunjukkan bahwa notaris tidak mempunyai kekebalan hukum.Penelitian ini tentang Perlindungan Hukum Notaris Dalam Perkara Pidana Berkaitan Dengan Akta Fidusia, yang bertujuan mengetahui dan menganalisis kedudukan notaris dalam perkara pidana terkait dengan akta fidusia yang dibuatnya dan perlindungan hukumnya.Penelitian inimenggunakan pendekatanyuridis sosiologis. Pengumpulan data dilakukan melalui wawancara dan studi pustaka. Analisis data dilakukan secara deskriptif kualitatif. Penelitian ini menunjukkan bahwa notaris dalam perkara pidana terkait dengan akta fidusia yang dibuatnya dapat berkedudukan sebagai saksi atau pelaku tindak pidana sebagaimana diatur dalam Pasal 35 Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia tentang tindak pidana dengan sengaja memalsukan, mengubah, menghilangkan atau dengan cara apapun memberikan keterangan secara menyesatkan, yang jika hal tersebut diketahui oleh salah satu pihak tidak melahirkan perjanjian Jaminan Fidusia. Selain itu berdasarkan Pasal 15 UUJN notaris yang membuat akta otentik dengan adanya unsur – unsur tindak pidana seperti turut serta melakukan tindak pidana (Pasal 55 KUHP), membantu pelaku dalam melakukan kejahatan (Pasal 231 KUHP), membuat surat palsu (Pasal 263 KUHP), memberikan keterangan palsu dalam akta otentik (Pasal 266 KUHP), penggelapan (Pasal 372 KUHP), dan penipuan (Pasal 378 KUHP) yang menimbulkan kerugian pada pihak lain maka notaris dapat dimintai pertanggungjawabannya secara pidana.

Perlindungan hukum terhadap notaris dalam perkara pidana terkait dengan akta fidusia yang dibuatnya yakni setelah keluarnya putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 49/PUU-X/2012 yaitu pemanggilan notaris melalui Majelis Kehormatan Notaris sesuai ketentuan Pasal 66 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris. Selain itu notaris masih mendapat perlindungan dari hak dan kewajiban ingkar notaris sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1909 ayat (3) KUH Perdata dan Pasal 322 KUHP.

Kata Kunci : Perlindungan, Notaris, Pidana, Fidusia

viii

(9)

9

ABSTRACT

Criminal cases related to authentic fiduciary deed can position the notary as a witness, suspect and even the accused which shows that the notary has no legal immunity.This research is about Legal Protection of Notaries in Criminal Cases Related to Authentic Fiduciary Deeds, which aims to find out and analyze the position of notaries in criminal cases related to the fiduciary deed they made and their legal protection.This study uses a sociological juridical approach.Data collection was carried out through interviews and literature study.Data analysis was carried out in a qualitative descriptive manner.This research shows that a notary in a criminal case related to a fiduciary deed he made can serve as a witness or perpetrator of a crime as stipulated in Article 35 of Law Number 42 of 1999 concerning Fiduciary Guarantees concerning criminal acts by intentionally falsifying, changing, eliminating or by means ofanything gives misleading information, which if it is known by one of the parties does not give birth to a Fiduciary Guarantee agreement.In addition, based on Article 15 of the UUJN, a notary makes an authentic deed with elements of a criminal act such as participating in a crime (Article 55 of the Criminal Code), assisting the perpetrator in committing a crime (Article 231 of the Criminal Code), making fake letters (Article 263 of the Criminal Code),providing false statements in authentic deeds (Article 266 of the Criminal Code), embezzlement (Article 372 of the Criminal Code), and fraud (Article 378 of the Criminal Code) which cause harm to other parties, the notary can be held criminally responsible.Legal protection for notaries in criminal cases related to the fiduciary deed he made, namely after the issuance of the Constitutional Court decision Number 49/PUU-X/2012 namely the summons of a notary through the Notary Honorary Council in accordance with the provisions of Article 66 of Law Number 2 of 2014 Amendments to the LawNumber 30 of 2004 concerning the Position of Notary.In addition, notaries still receive protection from the rights and obligations of notary disobeying as referred to in Article 1909 paragraph (3) of the Civil Code and Article 322 of the Criminal Code.

Keywords: Protection, Notary, Criminal, Fiduciary

ix

(10)

KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Penulis memanjatkan puji syukur kehadirat Allah SWT atas limpahan berkat, rahmat, dan karuniaNya sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis ini dengan baik.

Tesis ini disusun dalam rangka memenuhi syarat guna menyelesaikan Program Magister Kenotariatan Universitas Islam Sultan Agung Semarang.

Penulis menyadari bahwa dari tesis ini masih jauh dari kesempurnaan mengingat keterbatasan ilmu pengetahuan yang penulis miliki. Berdasarkan hal demikian, penulis dengan senang hati senantiasa menerima kritik dan saran yang bersifat membangun demi kesempurnaan tesis ini. Penulis juga ingin menyampaikan rasa terima kasih yang sebesar-besarnya kepada para pihak yang telah membantu selesainya penulisan tesis ini. Ucapan terima kasih disampaikan kepada :

1. Bapak Prof. Dr.Gunarto,S.H., M.Hum., Rektor Universitas Islam Sultan Agung Semarang

2. Bapak Dr. Bambang Tri Bawono,S.H.M.H., Dekan Fakultas Hukum Universitas Islam Sultan Agung Semarang

3. Bapak Dr. Jawade Hafidz, S.H., M.H.. Ketua Program Magister (S2) Kenotariatan 4. Bapak Dr. Nanang Sri Darmadi, S.H., M.H., Nanang Sri Darmadi, S.H., M.H.,

Sekretaris Program Studi Magister (S2) Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Islam Sultan Agung Semarang.

5. Bapak Dr. Achmad Arifullah, S.H., M.H., selaku Pembimbing Tesis yang dengan penuh kesabaran memberikan bimbingan, arahan dan petunjuk.

x

(11)

11

6. Bapak dan Ibu dosen Program Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Islam Sultan Agung Semarang yang sudah memberikan ilmu pengetahuan dan pengalaman yang dimilikinya selama masa perkuliahan.

7. Bapak dan Ibu selaku penguji yang sudah memberikan petunjuk dan arahan dalam penyusunan tesis ini.

8. Bapak Busono, notaris/PPAT Kabupaten Batang yang berkenan memberikan berbagai informasi yang dibutuhkan dalam penyusunan tesis.

9. Seluruh Staf dan Karyawan Akademik Fakultas Hukum Universitas Islam Sultan Agung Semarang. Terkhusus Staf Program Studi Magister Kenotariatan, yang sudah banyak memberikan bantuan selama masa perkuliahan.

10. Rekan-rekan Mahasiswa Magister Kenotariatan Universitas Islam Sultan Agung Semarang.

11. Serta kepada semua pihak yang tidak sempat penulis sebutkan namanya satu persatu, baik yang secara langsung maupun tidak langsung telah membantu penulis dalam penyelesaian tesis ini.

Akhirnya penulis menyampaikan permohonan maaf atas keterbatasan dalam penulisan ini dan mengharapkan tesis ini dapat memberikan manfaat khususnya bagi pengembangan ilmu pengetahuan di bidang hukum pada masa yang akan datang.

Wassalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.

Semarang, 30 Agustus 2023 Penulis,

Mokhamad Hussain Adillah, S.H.

xi

(12)

D A F T A R I S I

Halaman

HALAMAN SAMPUL ….………...………...…....

HALAMAN JUDUL ...

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ...

HALAMAN PENGESAHAN ……….

PERNYATAAN KEASLIAN ………

SURAT PERNYATAAN PUBLIKSI KARYA ILMIAH ……….

MOTTO DAN PERSEMBAHAN ……….

ABSTRAK ...

ABSTRACT ...

KATA PENGANTAR …..………..………....………

DAFTAR ISI ………..………...…….

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah ………...

B. Perumusan Masalah……. ...

C. Tujuan Penelitian ...

D. Manfaat Penelitian ………….………...

E. Kerangka Konspetual ………...

F. Kerangka Teoritis ………

G. Metode Penelitian ...

1. Metode Pendekatan...

i ii iii iv v vi vii viii

ix x xii

1 1 6 6 6 7 10 15 16

xii

(13)

2. Spesifikasi Penelitian ...

3. Jenis dan Sumber Data...

4. Metode Pengumpulan Data ...

5. Metode Analisis Data ………..

H. Sistematika Penulisan Tesis ...

BAB II KAJIAN PUSTAKA

A. Notaris ………

1. Sejarah Notaris ...

2. Pengertian Notaris ...

3. Dasar Hukum Notaris ...

4. Kewenangan, Kewajiban dan Larangan Notaris. ...

B. Profesi dan Kode Etik Jabatan Notaris ………...

1. Notaris Sebagai Pofesi ………..

2. Kode Etik Jabatan Notaris.. ………

C. Akta Notaris ………...

1. Pengertian Akta Notaris ………

2. Jenis-jenis Akta ………

3. Kekuatan Pembuktian Akta Otentik……….

D. Jaminan Fidusia ………

1. Pengertian Fidusia dan Jaminan Fidusia ……….

2. Obyek dan Subyek Jaminan Fidusia ……….

3. Proses Terjadinya Jaminan Fidusia ………

4. Hapusnya Jaminan Fidusia ………..

17 18 19 21 22 23 23 23 27 28 29 34 34 37 39 39 40 42 50 50 51 52 53

xiii

(14)

E. Sistem Peradilan Pidana……….

BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Kedudukan Notaris Dalam Perkara Pidana Terkait Dengan Akta Fidusia Yang Dibuatnya ………

B. Perlindungan Hukum Terhadap Notaris Dalam Perkara Pidana Terkait Dengan Akta Fidusia Yang Dibuatnya……….

C. Contoh Akta Fidusia/Litigasi Yang Berkaitan………..

BAB IVPENUTUP

A. Simpulan ……...………....………...

B. Saran …...………...………...……..

DAFTAR PUSTAKA

54 56

56

77 105 113 113 114 115

xiv

(15)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Menurut Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris, bahwa Notaris merupakan pejabat pembuat akta otentik. Tugas dan kewenangan notaris sebagai pembuat akta otentik mempunyai peranan yang sangat besar dalam mewujudkan kepastian hukum dan perlindungan masyarakat. Hal demikian dengan mengingat bahwa akta otentik sebagai alat bukti yang sempurna terhadap suatu perbuatan dan atau peristiwa hukum tertentu.

Notaris dapat pula disebut sebagai pejabat umum yang kewenangannya dalam pembuatan akta otentik yang tidak dilaksanakan khusus kepada pejabat lain, seperti pegawai catatan sipil, pejabat pembuat akta tanahm panitera pengadilan, juru sita, dan sebagainya. Sebagaimana disebutkan dalam Pasal 15 ayat (1) Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 yang berbunyi “Notaris berwenang membuat akta otentik mengenai semua perbuatan, perjanjian, dan ketetapan yang diharuskan oleh peraturan perundang undangan dan/ atau yang dikehendaki oleh yang berkepentingan untuk dinyatakan dalam akta otentik, menjamin kepastian tanggal pembuatan akta, menyimpan akta, memberikan grosse, salinan dan kutipan akta, semuanya itu sepanjang pembuatan akta- akta itu tidak ditugaskan atau dikecualikan kepada pejabat lainatau orang lain yang ditetapkan oleh Undang-Undang”

1

(16)

Berdasarkan tugas dan kewenangan notaris sebagai pembuat akta otentik maka dapat dikatakan bahwa notaris merupakan pejabat umum yang melaksanakan sebagian kekuasaan negara di bidang hukum perdata, yakni memberikan pelayanan kepada masyarakat yang membutuhkan bukti atau dokumen hukum dalam bentuk akta otentik yang mendapat pengakuan dari negara sebagai bukti yang sempurna. Berdasarkan hal demikian, maka notaris dalam melaksanakan profesi dalam pelayanan hukum untuk masyarakat perlu memperoleh perlindungan dan jaminan dalam rangka terwujudnya kepastian hukum.

Pada Pasal 16 ayat (1) UUJN disebutkan bahwa dalam menjalankan jabatannya, Notaris wajib: bertindak amanah, jujur, saksama, mandiri, tidak berpihak, dan menjaga kepentingan pihak yang terkait dalam perbuatan hukum. Berdasarkan hal tersebut maka notaris dalam menjalankan tugas dan kewenangannya harus sesuai dengan amanat ketentuan tersebut sehingga akta otentik yang dihasilkan tidak merugikan kliennya atau pihak lain.

Kenyataannya di lapangan kadangkala dijumpai akta otentik yang dibuat oleh notaris menimbulkan persoalan hukum karena diragukan keotentikannya, sehingga merugikan klien dan atau pihak lain. Persoalan hukum tersebut dapat terjadi karena adanya kelalaian atau kesengajaan notaris dalam menjalankan tugas dan jabatannya dalam membuat akta otentik atau disebabkan oleh perbuatan kliennya yang memberikan data yang tidak benar.

Notaris sebagai pejabat publik harus taat dan tunduk pada peraturan yang berlaku, dan berpegang kepada Undang-Undang Jabatan Notaris dan juga taat pada kode etik Notaris. Jika Akta yang dibuat oleh Notaris tersebut menimbulkan sengketa

(17)

atau gugatan, maka akta ini perlu dipertanyakan. Apakah akta tersebut merupakan kesalahan Notaris dengan sengaja untuk menguntungkan salah satu pihak penghadap atau kesalahan penghadap yang memberikan dokumen yang tidak sesuai dengan sebenarnya atau dokumen yang benar. Apabila akta yang dibuat oleh Notaris tersebut cacat hukum karena kesalahan Notaris baik karena kelalaian maupun karena kesengajaan, maka Notaris tersebut harus mempertanggung jawabkan secara moral atau secara hukum. Yang tentunya dengan pembuktian terlebih dahulu1.

Undang–Undang Jabatan Notaris mengatur, bahwa ketika dalam menjalankan tugas dan jabatannya sebagai Notaris telah melakukan pelanggaran yang menyebabkan penyimpangan hukum, maka Notaris tersebut dapat dijatuhi sanksi. ndang –Undang Jabatan Notaris mengatur bahwa ketika dalam menjalankan tugas dan jabatannya sebagai Notaris telah melakukan pelanggaran yang menyebabkan penyimpangan hukum, maka Notaris tersebut dapat dijatuhi sanksi hukum, yaitu sanksi perdata, sanksi administratif atau kode etik jabatan Notaris, bahkan dapat juga dikenakan sanksi pidana.

Berbagai peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai sanksi pidana tidak memberikan pengaturan sanksi pidana secara langsung mengeaai sanksi pidana bagi Notaris. Berkaitan dengan perbuatan notaris yang dapat dikenakaan sanksi pidana, pada prakteknya sering ditemukan adanya tindakan hukum atau pelanggaran yang dilakukan oleh Notaris, yang sebenarnya dapat dijatuhi dengan sanksi pidana sesuai dengan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana. Bahkan ada beberapa Notaris elah menjadi tersangka. Berdasarkan penyidikan akta yang dibuat dihadapan Notaris

1 Andi Ahmad Suhar Mansyur, “Analisis Yuridis Normatif Terhadap Pemalsuan Akta Otentik Yang Dilakukan Oleh Notaris”, Jurnal Mahasiswa Fakultas Hukum Univ Brawijaya Malang, 2013.2-30

(18)

telah memenuhi unsur pidana, misalnya turut serta dalam melakukan pemalsuan surat atau akta.2

Faktanya notaris dalam menjalankan profesinya tidak jarang dipanggil oleh pihak aparat hukum kepolisian sebagai tersangka sehubungan dengan akta otentik yang dibuatnya. Praktik-praktik pembuatan akta oleh Notaris yang menimbulkan persoalan hukum masih banyak terjadi di Indonesia. Kasus-kasus tersebut masih sering terjadi di beberapa daerah.

Misalnya permasalahan hukum mengenai akta fidusiayang merupakan pelanggaran hukum pidana sehingga menyebabkan notaris sebagai pembuat akta otentuk fidusia dapat berurusan dengan hukum pidana. Mengenai tindak pidana yang berkaitan dengan akta otentik jaminan fidusia dapat dijumpai pada ketentuan Pasal 35 Undang – Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia yang menyebutkan bahwa setiap orang yang dengan sengaja memalsukan, mengubah, menghilangkan atau dengan cara apapun memberikan keterangan secara menyesatkan, yang jika hal tersebut diketahui oleh salah satu pihak tidak melahirkan perjanjian Jaminan Fidusia, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling sedikit Rp.10.000.000,-(sepuluh juta rupiah) dan paling banyak Rp.100.000.000,- (seratus juta rupiah).

Persoalan hukum yang berkaitan dengan akta fidusia yang di dalamnya melibatkan notaris maka dapat menyebabkan notaris dituntut di muka hukum baik secara pidana maupun perdata. Pada perkara pidana yang memposisikan notaris

2 Maimunah Nurlete, „Tanggung Jawab Notaris Terhadap Akta Palsu Berdasarkan Pelanggaran Jenis Norma dan Sanksinya. (Studi Kasus Putusan Pengadilan Negeri Tanjung Karang Nomor 244/PID.B/PN.TJK)‟, Indonesia Notary, 2 (2020), 378–401

(19)

sebagai saksi atau tersangka bahkan terdakwa menunjukkan bahwa notaris tidak kebal hukum. Notaris yang terbukti bersalah melakukan perbuatan pidana dalam pembuatan akta misalnya dengan melakukan pemalsuan,maka dapat dikenakan sanksi pidana.

Akan tetapi terkadang permasalahan hukum yang berkaitan dengan akta terjadi karena perbuatan dari Klien notaris yang melakukan manipulasi terhadap data dalam pembuatan akta. Untuk itu notaris perlu mendapatkan perlindungan hukum dalam perkara pidana terkait dengan akta yang dibuatnya.

Berdasarkan uraian tersebut di atas, penelitian ini akan membahas lebih lanjut mengenai perkara pidana dengan keterlibatan notaris di dalamnya terutama dari aspek perlindungan hukumnya. Hal demikian menjadi hal yang penting mengingat jabatan Notaris sangat rentan terhadap terjadinya permasalahan terkait akta yang dibuatnya karena akta merupakan alat bukti yang dapat menimbulkan aspek hukum seringkali menimbulkan persoalan di lapangan. Persoalan utama akta yang berdampak pada hukum yakni masalah keotentikan akta yang bisa menjadi sengketa hukum, terutama hukum perdata dan hukum pidana.

Pada aspek persoalan hukum pidana berkaitan dengan akta yang dibuat Notaris dapat menyeret notaris berhadapan dengan hukum pidana sehingga notaris sebagai profesi juga mendapatkan perlindungan hukum berdasarkan peraturan perundang- undangan. Berdasarkan hal demikian maka penelitian ini akan membahas lebih lanjut mengenai : “Perlindungan Hukum Notaris Dalam Perkara Pidana Berkaitan Dengan Akta Fidusia”.

(20)

B. Perumusan Masalah

Adapun permasalahan yang dirumuskan dalam penelitian ini adalah :

1. Bagaimana kedudukan notaris dalam perkara pidana terkait dengan akta fidusia yang dibuatnya?

2. Bagaimana perlindungan hukum terhadap notaris dalam perkara pidana terkait dengan akta fidusia yang dibuatnya?

C. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian yang penulis lakukan adalah sebagai berikut :

1. Untuk mengetahui dan menganalisis kedudukan notaris dalam perkara pidana terkait dengan akta fidusia yang dibuatnya.

2. Untuk mengetahui dan menganalisis perlindungan hukum terhadap notaris dalam perkara pidana terkait dengan akta fidusia yang dibuatnya.

D. Manfaat Penelitian

Penelitian ini mempunyai manfaat, baik manfaat teoritis maupun praktis sebagai berikut:

1. Manfaat Teoritis

a. Sebagai sumbangan pemikiran dalam pengembangan ilmu hukum umumnya dan kajian masalah perlindungan hukum notaris dalam perkara pidana terkait akta yang dibuatnya

b. Memberikan referensi keilmuan di bidang hukum bagi kepentingan akademis dan bahan kepustakaan.

(21)

c. Sebagai sarana pengimplementasian teori hukum ke dalam bentuk yang sebenarnya dalam praktik penerapannya di lapangan kaitannya dengan perlindungan hukum notaris dalam perkara pidana.

2. Manfaat Praktis

a. Sebagai bahan kajian dan pertimbangan bagi pihak-pihak terkait seperti Notaris, Majelis Pengawas Daerah (MPD), aparat penegak hukum maupun pemerintah dan masyarakat terhadap masalah perlindungan hukum notaris dalam perkara pidana terkait akta yang dibuat notaris.

b. Sebagai sarana peningkatan kemampuan penulis dalam mengaplikasikan ilmu yang telah diperoleh di bangku kuliah pada praktik di lapangan.

c. Hasil penelitian merupakan jawaban terhadap masalah yang diteliti.

E. Kerangka Konseptual

Kerangka konseptual merupakan jalan pemikiran suatu permasalahan sebagai dasar dalam melakukan pembahasan permasalahan pada obyek penelitian. Kedrangka konseptual merupakan konsep terhadap permasalahan yang dapat digambarkan pada pokok permasalahan sesuai judul penelitian. Berdasarkan hal tersebut maka untuk memberikan pengetahuan yang menjelaskan konsep judul tesis, berikut ini diberikan definisi-definisi kaitannya dengan judul tesis yaitu:

1. Perlindungan Hukum

Secara etimologi perlindungan hukum terdiri dari 2 (dua) suku kata yakni Perlindungan dan hukum. Kamus Besar Bahasa Indonesia mengartikan perlindungan sebagai (1) tempat berlindung, (2) hal (perbuatan dan sebagainya),

(22)

(3) proses, cara, perbuatan melindungi.3 Hukum berfungsi sebagai pelindungan kepentingan manusia, agar kepentingan manusia terlindungi, hukum harus dilaksanakan secara profesional. Berdasarkan hal tersebut, maka perlindungan hukum dapat diartikan sebagai suatu tindakan atau perbuatan yang dilakukan dengan cara-cara tertentu menurut hukum atau peraturan perundang-undangan.

2. Notaris

Pengertian Notaris dapat dijumpai pada ketentuan Pasal 1 butir (1) Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris, bahwa notaris adalah pejabat umum yang berwenang untuk membuat akta otentik dan kewenangan lainnya sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang ini atau berdasarkan undang- undang lainnya.

Notaris adalah pejabat umum yang berwenang antuk membuat akta otentik sejauh pembuatan akta otentik tertentu tidak dikhususkan bagi pejabat umum lainnya. Pembuatan akta otentik ada yang diharuskan oleh peraturan perundang-undangan dalam rangka menciptakan kepastian, ketertiban, dan perlindungan hukum. Selain akta otentik yang dibuat oleh atau di hadapan notaris, bukan saja karena diharuskan oleh peraturan perundang-undangan, tetapi juga karena dikehendaki oleh pihak yang berkepentingan untuk memastikan hak dan kewajiban para pihak demi kepastian, ketertiban, dan perlindungan hukum bagi pihak yang berkepentingan sekaligus, bagi masyarakat secara keseluruhan.4

3 Kamus Besar Bahasa Indoesia (KBBI) Online, https://kbbi.web.id/perlindungan, diakses pada tanggal 5 Maret 2023.

4 Penjelasan Umum Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris

(23)

3. Peradilan Pidana

Proses penyelesaian perkara pidana berdasarkan hukum yang berlaku di Indonesia saat ini dilakukan dalam suatu sistem peradilan pidana (Criminal justice system). Sistem Peradilan Pidana atau Criminal Justice System kini telah menjadi suatu istilah yang menunjukan mekanisme kerja dalam penanggulangan kejahatan dengan mempergunakan dasar pendekatan sistem. Mardjono memberikan batasan pengertian sistem peradilan pidana adalah sistem dalam suatu masyarakat untuk menaggulangi masalah kejahatan. Menanggulangi disini diartikan sebagai mengendalikan kejahatan agar berada dalam batas-batas toleransi masyarakat5

4. Akta otentik.

Akta otentik adalah akta yang dibuat oleh pejabat yang diberi wewenang untuk itu oleh penguasa, menurut ketentuan-ketentuan yang telah ditetapkan, baik dengan maupun tanpa bantuan dari yang berkepentingan, yang mencatat apa yang dimintakan untuk dimuat di dalamnya oleh yang berkepentingan. Akta otentik terutama memuat keterangan seorang pejabat, yang menerangkan apa yang dilakukannya dan dilihat di hadapannya. Dalam Pasal 165 HIR dan 285 Rbg, akta otentik adalah suatu akta yang dibuat oleh atau dihadapan pejabat yang diberi wewenang untuk itu, merupakan bukti yang lengkap antara para pihak dan para ahli warisnya dan mereka yang mendapat hak daripadanya tentang yang tercantum di dalamnya dan bahkan sebagai pemberitahuan belaka,

5Trisno Raharjo, 2011, Mediasi Pidana Dalam Sistem Peradilan Pidana, Mata Padi Pressindo,Yoyakarta, hlm. 3 dalam Binti. Sistem Peradilan Pidana di Indonesia. http://ilmuhukumuin- suka.blogspot.com/2013/05/, Diakses 5 Maret 2023

(24)

akan tetapi yang terakhir ini hanya diberitahukan itu berhubungan dengan perihal pada akta itu. Pejabat yang dimaksudkan antara lain ialah Notaris, Panitera, Jurusita, Pegawai Pencatat Sipil, Hakim dan sebagainya.

Menurut Pasal 101 ayat (a) Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2004 tentang Peradilan Tata Usaha Negara, menyatakan bahwa akta otentik adalah surat yang diuat oleh atau di hadapan seorang pejabat umum, yang menurut peraturan perundang-undangan berwenang membuat surat itu dengan maksud untuk dipergunakan sebagai alat bukti tentang peristiwa atau peristiwa hukum yang tercantum di dalamnya.

5. Fidusia

Menurut Pasal 1 ke 1 Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia bahwa fidusia merupakan pengalihan hak kepemilikan suatu benda atas dasar kepercayaan dengan ketentuan bahwa benda yang hak kepemilikannya dialihkan tersebut tetap dalam penguasaan pemilik benda.

F. Kerangka Teoritis

Selanjutnya untuk memberikan analisis yang memberikan penjelasan pokok permasalahan terhadap teori-teori hukum yang berlaku maka digunakan teori hukum sebagai berikut :

1. Teori Perlindungan Hukum

Teori perlindungan hukum digunakan untuk menganalisis permasalahan terkait perlindungan hukum Notaris dalam perkara pidana terkait dengan akta yang dibuatnya. Perlindungan hukum dimaksud sebagai

(25)

bagian dari perlindungan hukum jabatan Notaris yang karena tugas dan kewenangannya sebagai pejabat umum pembuat akta.

Satjipto Raharjo mengutip Fitzgerald menyatakan bahwa awal mula kemunculan teori perlindungan hukum bersumber dari teori hukum alam atau aliran hukum alam. Aliran hukum alam dipelopori Plato, Zeno (pendiri aliran Stoic) dan Aristoteles (murid Plato). Aliran hukum alam menyatakan bahwa hukum bersumber dari Tuhan yang mempunyai sifat global atau universal dan bersifat abadi, selain itu antara hukum dan moral tidak boleh ada pemisahan. Penganut aliran hukum alam memandang bahwa hukum dan moral merupakan representasi dan aturan yang secara internal maupun eksternal daripada kehidupan manusia merupakan perwujudan dari hukum dan moral.6

Teori pelindungan hukum Salmond sebagaimana dijelaskan Fitzgerald bahwa hukum mempunyai tujuan mengintegrasikan dan mengkoordinasikan berbagai macam kepentingan dalam masyarakat karena suatu lalu lintas kepentingan, perlindungan kepada kepentingan suatu tertentu hanya dapat dilakukan melalui cara pembatasan berbagai kepentingan di lain pihak. Suatu kepentingan hukum yaitu mengurusi hak dan kewajiban/kepentingan manusia/masyarakat, maka hukum mempunyai otoritas tertinggi guna menentukan kepentingan manusia/masyarakat yang perlu pengaturan dan perlindungan. Perlindungan hukum wajib memperhatikan tahap-tahap yaitu perlindungan hukum muncul dari

6Satjipto Raharjo, 2000, Ilmu Hukum, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung,hlm. 53

(26)

ketentuan hukum dan peraturan hukum yang diberikan masyarakat yang pada dasarnya sebagai kesepakatan masyarakat untuk mengatur hubungan/interaksi prilaku antara anggota-anggota masyarakat dan antara perseorangan dengan Negara/pemerintah yang dianggap mewakili kepentingan masyarakat.7

Perlindungan hukum pada hakikatnya merupakan perlindungan kepada subyek hukum yaitu orang dan/atau badan hukum ke dalam suatu bentuk perangkat baik yang bersifat prefentif atau bersifat represif, baik lisan atau tertulis.8 Perlindungan hukum merupakan upaya pemberian pengayoman terhadap hak asasi manusia yang dirugikan orang lain dan perlindungan tersebut diberikan kepada masyarakat agar masyarakat dapat menikmati hak-hak yang diberikan hukum atau dengan perkataan lain perlindungan hukum merupakan berbagai upaya hukum yang wajib diberikan aparat penegak hukum dalam rangka memberikan rasa aman, baik secara pikiran maupun fisik dari berbagai gangguan dan berbagai ancaman dari pihak manapun.9

Perlindungan hukum adalah tindakan atau upaya untuk melindungi masyarakat dari perbuatan sewenang-wenang oleh penguasa yang tidak sesuai dengan aturan hukum, untuk mewujudkan ketertiban dan ketentraman

7Ibid, hlm. 54.

8 http://tesishukum.com. Diakses tanggal 5 Maret 2023.

9 Satjipto Rahardjo, 1993, “Penyelenggaraan Keadilan Dalam Masyarakat Yang Sedang Berubah”, Jurnal Masalah Hukum

(27)

sehingga memungkinkan manusia untuk menikmati martabatnya sebagai manusia.10

Berikut merupakan pengertian mengenai perlindungan hukum dari pendapat para ahli, yakni sebagai berikut:11

1) Menurut Satjipto Raharjo mendefinisikan perlindungan hukum adalah memberikan pengayoman kepada hak asasi manusia yang dirugikan orang lain dan perlindungan tersebut diberikan kepada masyarakat agar mereka dapat menikmati semua hak-hak yang diberikan oleh hukum.12 2) Menurut Philipus M. Hadjon berpendapat bahwa perlindungan hukum

adalah perlindungan akan harkat dan martabat, serta pengakuan terhadap hak-hak asasi manusia yang dimiliki oleh subyek hukum berdasarkan ketentuan hukum dari kesewenangan.13

3) Menurut CST Kansil perlindungan hukum adalah berbagai upaya hukum yang harus diberikan oleh aparat penegak hukum untuk memberikan rasa aman, baik secara pikiran maupun fisik dari ganguan dan berbagai ancaman dari pihak manapun.14

4) Menurut Philipus M. Hadjon perlindungan hukum adalah sebagai kumpulan peraturan atau kaidah yang akan dapat melindungi suatu hal

10 Setiono, Rule Of Law (supremasi hukum), Magister Ilmu Hukum Program Pascasarjana, (Surakarta: Universitas Sebelas Maret, 2004), hlm. 3

11http://tesishukum.com, Op Cit.

12Ibid.

13Ibid.

14Ibid.

(28)

dari hal lainnya.15 Berkaitan dengan Notaris, berarti hukum memberikan perlindungan terhadap dalam melaksanakan tugas dan kewenangannya.

Menurut Muktie, A. Fadjar perlindungan hukum adalah penyempitan arti dari perlindungan, dalam hal ini hanya perlindungan oleh hukum saja.

Perlindungan yang diberikan oleh hukum, terkait pula dengan adanya hak dan kewajiban, dalam hal ini yang dimiliki oleh manusia sebagai subyek hukum dalam interaksinya dengan sesama manusia serta lingkungannya. Sebagai subyek hukum manusia memiliki hak dan kewajiban untuk melakukan suatu tindakan hukum.16

2. Teori Keadilan

Keadilan berasal dari kata adil, menurut Kamus Bahasa Indonesia adil adalah tidak sewenang-wenang, tidak memihak, tidak berat sebelah. Adil terutama mengandung arti bahwa suatu keputusan dan tindakan didasarkan atas norma-norma objektif. Keadilan pada dasarnya adalah suatu konsep yang relatif, setiap orang tidak sama, adil menurut yang satu belum tentu adil bagi yang lainnya, ketika seseorang menegaskan bahwa ia melakukan suatu keadilan, hal itu tentunya harus relevan dengan ketertiban umum dimana suatu skala keadilan diakui. Skala keadilan sangat bervariasi dari satu tempat ke tempat lain, setiap skala didefinisikan dan sepenuhnya ditentukan oleh masyarakat sesuai dengan ketertiban umum dari masyarakat tersebut.17

15Ibid.

16Ibid.

17 M. Agus Santoso, 2014, Hukum,Moral & Keadilan Sebuah Kajian Filsafat Hukum, Ctk. Kedua, Kencana, Jakarta, hlm. 85

(29)

Di Indonesia keadilan digambarkan dalam Pancasila sebagai dasar negara, yaitu keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Dalam sila lima tersebut terkandung nilai-nilai yang merupakan tujuan dalam hidup bersama.Adapun keadilan tersebut didasari dan dijiwai oleh hakikat keadilan kemanusiaan yaitu keadilan dalam hubungannya manusia dengan dirinya sendiri, manusia dengan manusia lainnya, manusia dengan masyarakat, bangsa, dan negara, serta hubungan manusia dengan Tuhannya.18

Nilai-nilai keadilan tersebut haruslah merupakan suatu dasar yang harus diwujudkan dalam hidup bersama kenegaraan untuk mewujudkan tujuan negara, yaitu mewujudkan kesejahteraan seluruh warganya dan seluruh wilayahnya, mencerdaskan seluruh warganya. Demikian pula nilai-nilai keadilan tersebut sebagai dasar dalam pergaulan antar negara sesama bangsa didunia dan prinsip-prinsip ingin menciptakan ketertiban hidup bersama dalam suatu pergaulan antarbangsa di dunia dengan berdasarkan suatu prinsip kemerdekaan bagi setiap bangsa, perdamaian abadi, serta keadilan dalam hidup bersama (keadilan sosial).19

G. Metode Penelitian

Metode penelitian dimaksudkan untuk memudahkan bagi setiap peneliti mengetahui suatu peristiwa atau keadaan yang diinginkan. Penelitian dilakukan tidak

18Ibid, hlm. 86

19Ibid, hlm. 87.

(30)

lepas dari ilmu tentang penelitian yang sudah dicoba dan diatur menurut aturan serta urutan secara menyeluruh dan sistematis.20

Penerapan teori terhadap suatu permasalahan memerlukan metode khusus yang dianggap relevan dan membantu memecahkan permasalahannya. Metode berasal dari bahasa Yunani methodos yang berarti cara atau jalan. Jadi metode merupakan jalan yang berkaitan dengan cara kerja dalam mencapai sasaran yang diperlukan bagi penggunanya, sehingga dapat memahami objek sasaran yang dikehendaki dalam suatu upaya mencapai sasaran atau tujuan pemecahan permasalahan.21

Agar pembahasan masalah penelitian ini dapat dilaksanakan secara sistematis maka digunakan beberapa metode penelitian. Penggunaan metode penelitian dimaksudkan agar penelitian dapat dicapai sasaran yang dikehendaki terhadap masalah yang menjadi objek penelitian. Adapun metode penelitian yang digunakan penulis dalam penelitian ini meliputi :

1. Metode Pendekatan

Metode pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah yuridis sosiologis atau sosio legal research. Metode pendekatan yuridis sosiologis merupakan metode penelitian yang menggambarkan keadaan senyatanya atau keadaan riil tentang pelaksanaan hukum atau perundang-undangan khususnya yang berkaitan dengan jabatan Notaris.

Metode ini digunakan dengan alasan, bahwa penelitian ini ditekankan pada ilmu hukum dan penelaahan kaidah-kaidah hukum yang berlaku dalam masyarakat

20 P. Joko Subagyo, 1997, Metode Penelitian Dalam Teori dan Praktek, Rineka Cipta, Jakarta, hlm.

1.

21Ibid.

(31)

yang berhubungan dengan permasalahan mengenai perlindungan hukum terhadap Notaris dalam perkara pidana kaitannya dengan akta yang dibuat.

Penelitian hukum sosiologis (sosio legal) memberikan arti penting pada langkah-langkah observasi dan analisis yang bersifat empiris.22 Hukum yang secara empiris merupakan gejala masyarakat, disatu pihak dapat dipelajari sebagai suatu variabel penyebab (independent variable) yang menimbulkan akibat-akibat pada berbagai segi kehidupan sosial.23

Penelitian ini untuk mendekati pokok permasalahan dipergunakan suatu tipe penelitian untuk menemukan hukum in concreto. Penelitian untuk menemukan hukum bagi suatu perkara in concreto merupakan suatu usaha untuk menemukan apakah hukumnya yang sesuai untuk diterapkan in concreto guna menyelesaikan suatu perkara tertentu dan di manakah bunyi peraturan hukum itu dapat diketemukan termasuk ke dalam penelitian hukum juga dan disebut dengan istilah legal research.24

2. Spesifikasi Penelitian

Spesifikasi penelitian yang digunakan dalam penelitian ini berupa pola Descriptif Analitis25, yaitu menggambarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku dikaitkan dengan teori-teori hukum dan praktek pelaksanaan hukum positif yang menyangkut permasalahan obyek penelitian. Selain menggambarkan obyek

22 Ronny Hanitijo Soemitro, 1988, Metodologi Penelitian Hukum dan Jurimetri, Ghalia, Jakarta, hlm 35.

23Ibid, hlm. 34.

24Ibid, hlm. 12

25Ibid., hlm. 97.

(32)

yang menjadi permasalahan juga menganalisa bahan hukum yang diperoleh dari penelitian.

Bersifat deskriptif yakni penelitian ini memberi gambaran yang rinci, sistematis dan menyeluruh mengenai segala sesuatu yang berkaitan dengan perlindungan hukum bagi Notaris dalam perkara pidana terkait akta yang dibuatnya. Bersifat analitis mengandung makna mengumpulkan, mengelompokkan, menghubungkan, membandingkan serta memberi makna aspek-aspek mengenai pokok permasalahan dalam penelitian.

3. Jernis dan Sumber Data

Penelitian ini data yang digunakan berupa data primer dan data sekunder, yaitu:

a. Data primer adalah Data primer adalah data yang langsung diperoleh dari sumbernya di lapangan penelitian dan dicatat untuk pertama kalinya berupa data hasil wawancara. Data primer dalam penelitian ini yaitu hasil wawancara tentang perliindungan hukum bagi Notaris dalam perkaea pidana terkait akta yang dbuatnya.

b. Data sekunder, yaitu data yang diperoleh melalui bahan kepustakaan.26 Data sekunder dalam penelitian ini berupa :

1) Bahan hukum primer, yaitu bahan hukum yang mengikat berupa dokumen-dokumen dan peraturan perundang-undangan, antara lain:

a) Kitab Undang-Undang Hukum Perdata b) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana

26Ibid, hlm. 10.

(33)

c) Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana

d) Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia e) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2004 tentang Perubahan Atas

Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1986 tentang Peradilan Umum f) Undang-undang Nomor 30 Tahun 2004 Jabatan Notaris

g) Undang-Undang Nomor 49 Tahun 2009 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1986 tentang Peradilan Umum

h) Undang-undang Nomor 2 tahun 2014 tentang perubahan atas Undang-undang Nomor 30 Tahun 2004 Jabatan Notaris

i) Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 1949 tentang Sumpah/Janji Jabatan Notaris,

2) Bahan hukum sekunder yaitu bahan hukum pendukung bahan hukum primer. Bahan hukum sekunder penelitian ini berupa bahan kepustakaan yang meliputi literatur, buku-buku, jurnal, artikel, pendapat para sarjana terkemuka, dan rujukan internet.

c. Bahan hukum tersier yakni bahan hukum pendukung bahan hukum primer dan sekunder. Bahan hukum tersier penelitian ini berupa hasil-hasil penelitian terdahulu maupun kamus hukum dan encyclopedia.

4. Metode Pengumpulan Data

Pengumpulan data dilakukan sesuai dengan jenis dan sumber data, sehingga metode pengumpulan data dilakukan sebagai berikut :

a. Wawancara

(34)

Studi lapangan ini penulis melaksanakan kegiatan wawancara, yaitu suatu metode pengumpulan data dengan cara mendapatkan keterangan secara lisan dari seorang responden atau nara sumber dengan bercakap-cakap secara langsung. Narasumber penelitian ini yaitu notaris.

Wawancara ini bertujuan untuk mengumpulkan ketarangan tentang kehidupan manusia serta pendapat-pendapat mereka.27 Secara umum ada 2 (dua) jenis teknik wawancara, yaitu wawancara terpimpin (terstruktur) dan wawancara dengan teknik bebas (tidak struktur) yang disebut wawancara mendalam (in-depth interviewing).28 Wawancara dilakukan dengan cara mengadakan komunikasi langsung dengan pihak-pihak yang dapat mendukung diperolehnya data yang berkaitan dengan permasalahan yang diteliti gunua memperoleh data baik lisan maupun tertulis atas sejumlah data yang diperlukan.

Metode wawancara yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode bebas terpimpin, dimana metode ini menggabungkan metode terpimpin (terstruktur) dengan metode bebas (tidak terstruktur) dengan cara, penulis membuat pedoman wawancara dengan mengembangkan secara bebas sebanyak mungkin sesuai dengan kebutuhan data yang ingin diperoleh. Metode wawancara dilakukan dalam rangka memperoleh data primer serta pendapat- pendapat dari para pihak yang berkaitan dengan praktik pembuatan akta notaris, khususnya dalam hal penghadap menghadap dalam waktu dan tempat yang berbeda.

27Burhan Ashofa, 2004, Metode Penelitian Hukum, Rineka Cipta, Jakarta, hlm.. 95

28HB Sutopo,2002. Metode Penelitian Knlitafl, UNS Press, Surakarta, hlm.. 58

(35)

b. Studi Pustaka

Studi ini penulis mengumpulkan data dengan cara membaca, memahami dan mengumpukan bahan-bahan hukum yang akan diteliti, yaitu dengan mempuat lembar dokumen yang berfungsi untuk mencatat informasi atau data dari bahan-bahan hukum yang diteliti yang berkaitan dengan masalah penelitian yang sudah dirumuskan terhadap :1) Buku-buku literature.2) Undang-Undang dan peraturan-peraturan yang ada hubungannya dengan penelitian ini.3) Dokumen pendukung lainnya.Studi Pustaka merupakan metode yang dilakukan dalam rangka memperoleh data sekunder.

5. Metode Analisis Data

Data yang telah terkumpul dengan lengkap dari lapangan harus dianalisis.Dalam tahap analisis data, data yang telah terkumpul diolah dan dimanfaatkan sehingga dapat dipergunakan untuk menjawab persoalan penelitian.

Analisis data yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif kualitatif karena data yang diperoleh bukan angka atau yang akan diangkakan secara sistematis. Menurut Soejono Soekanto, analisis data kualitatif adalah suatu cara analisis yang menghasilkan data diskriptif analisis, yaitu apa yang dinyatakan oleh responden secara tertulis atau lisan dan juga perilaku yang nyata,yang diteliti dan dipelajari sebagai sesuatu yang utuh.29

Operasionalisasinya, peneliti membatasi permasalahan yang diteliti dan juga membatasi pada pertanyaan-pertanyaan pokok yang perlu dijawab dalam penelitian. Dari hasil penelitian tersebut data yang sudah diperoleh disusun sesuai

29 Soerjono Soekanto, 1984, Pengantar Penelitian Hukum, Universitas Indonesia, Jakarta. hlm. 154

(36)

dengan pokok permasalahan yang diteliti kernudian data tersebut diolah dalam bentuk sajian data. Setelah pengolahan data selesai, peneliti melakukan penarikan kesimpulan atau verifikasi berdasarkan hal yang terdapat dalam reduksi data maupun sajian datanya.

H. Sistematika Penulisan Tesis

Sistematika penulisan tesis yang akan dipergunakan penulis yaitu sebagai berikut:

Bab I Pendahuluan, menjelaskan mengenai latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, kerangka berpikir, kerangka teoritis, metode penelitian dan sitematika penulisan tesis.

Bab II Kajian Pustaka, membahas tentang Notaris meliputi sejarah Notaris, pengertian Notaris, dasar hukum Notaris, kewenangan, kewajiban dan larangan Notaris.

Bab ini juga membahas mengenai Profesi dan Kode Etik Jabatan Notaris meliputi 1.

Notaris Sebagai Pofesi dan Kode Etik Jabatan Notaris.. Untuk memberikan pemahaman tentang akta notaris bab ini juga membahas tentang Akta Notaris meliputi Pengertian Akta Notaris, Jenis-jenis Aktadan Kekuatan Pembuktian Akta Otentik. Bab ini diakhiri dengan pembahasan mengenai fidusia dan Sistem Peradilan Pidana.

Bab III Hasil Penelitian dan Pembahasan, Bab ini dijelaskan mengenaikedudukan notaris dalam perkara pidana terkait dengan akta fidusia yang dibuatnya dan perlindungan hukum terhadap notaris dalam perkara pidana terkait dengan akta fidusia yang dibuatnya.

Bab V Penutup, menjelaskan tentang simpulan dan saran.

(37)

BAB II

KAJIAN PUSTAKA A. Notaris

1. Sejarah Notaris di Indonesia

Lembaga Notariat di Indonesia yang dikenal saat in bukan lembaga yang lahir dari bumi Indonesia, masuknya lembaga Notaris ke Indonesia dimulai saat VOC (Vereenigde Oost Ind. Compagnie) mulai mengekspansi Indonesia pada abad ke-17 yaitu sekitar tahun 1602. Pada tahun 1617-1629 jan pieterzoon coen yang menduduki jabatan sebagai gubernur jenderal Batavia (sekarang bernama Jakarta) menganggap perlu membuat sebuah lembaga demi keperluan perputaran roda ekonomi dalam bidang perdagangan, hingga diangkatlah seorang Notaris yang disebut Notarium Publicum, pada tanggal 27 Agustus 1620 diangkatlah seorang Notaris yang bernama Melchior Kerchem.30 Mechlior Kerchem merangkap jabatan sebagai seorang Notaris karna pada saat itu Merlion Kerchem menduduki jabatan sebagai sekretaris College Van Schepenen (urusan perkapalan kota) di Batavia.

Melchion Kerchem dalam jabatannya sebagai seorang Notaris dalam surat pengangkatannya memiliki tugas yaitu, melayani dan melakukan semua surat libel (smaadschrift), surat wasiat dibawah tangan (codicil), persiapan penerangan, akta perjanjian perdagangan, perjanjian kawin, surat wasiat (testament), dan akta-akta lainnya dan ketentuan-ketentuan yang perlu dari

30 Habib Adjie, 2014, Hukum Notaris Indonesia (Tafsir Tematik Terhadap UU No. 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris), PT Refika Aditama,cetakan keempat, Bandung, hlm. 4.

23

(38)

kotapraja.31 Pada tahun 1625 jabatan Notaris dipisahkan dari jabatan sekretaris Collage Van Schepenen, yaitu dengan dikeluarkan instruksi untuk para Notaris pada tanggal 16 Juni 1625. Instruksi tersebut hanya terdiri dari 10 pasal, antara lain menetapkan bahwa Notaris wajiib merahasiakan segala sesuatu yang dipercayakan kepadanya dan tidak boleh menyerahkan salinan-salinan dari akta-akta kepada orang-orang yang tidak berkepentingan.32

Tanggal 17 Maret 1822 (Stb.No. 11) dikeluarkan Instructie voor de Notarissen Residerende in Nederlands Indie. Pasal 1 instruksi tersebut mengatur secara hukum batas-batas dan wewenang dari seorang Notaris, dan juga menegaskan Notaris bertugas untuk memberikan kepadanya kekuatan dan pengesahan, menetapkan dan memastikan tanggalnya, menyimpan asli atau minutanya dan mengeluarkan grossenya, demikian juga memberikan salinannya yang sah dan benar.33 Tahun 1860 pemerintahan Hindia Belanda memandang perlu untuk membuat peraturan-peraturan yang baru mengenai jabatan Notaris di Nederlands Indie untuk disesuaikan dengan peraturan- peraturan yang mengatur mengenai jabatan Notaris di Belanda, sebagai pengganti Instructie voor de Notarissen Residerende in Nederlands Indie, kemudia pada tanggal 1 juli 1860 ditetapkan Reglement op Het Notaris Ambt in Nederlands Indie (Stbl. 1860: 3) dan mulai berlaku pada tanggal 1 juli 1860,

31Ibid.

32Ibid.

33Ibid.

(39)

dengan diundangkannya Stbl 1860 tersebut maka diletakkanlah dasar yang kuat bagi lembaga Notariat di Indonesia.34

Kemerdekaan Indonesia yang diraih berkat kegigihan dan semangat yang berapi-api dari pahlawan bangsa, hingga pada 17 Agustus 1945 Indonesia meraih kemerdekaannya setelah sekian abad dijajah belanda, tidak menyebabkan lembaga Notariat maupun aturannya hilang. Eksistensi aturan dan lembaga kenotariatan tetap bertahan berdasarkan ketentuan pasal II aturan peralihan (AP) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, yang menyatakan bahwa “segala peraturan perundang undangan yang ada masih tetap berlaku selama belum diadakan yang baru menurut undang-undang dasar ini”. Dengan dasar pasal II Aturan Peralihan tersebut Reglement op Het Notaris Ambt in Nederlands Indie (Stbl. 1860:3) tetap berlaku. Sejak tahun 1948 kewenangan pengangkatan Notaris dilakukan oleh Menteri Kehakiman, berdasarkan peraturan pemerintah Tahun 1948 Nomor 60, tanggal 30 Oktober 1948 tentang Lapangan Pekerjaan, Susunan, Pimpinan dan Tugas Kewajiban Kementerian Kehakiman.35

Reglement op Het Notaris Ambt in Nederlands Indie (Stbl. 1860:3) mengalami beberapa kali perubahan, perubahan terakhir pada tanggal 13 November 1954 saat dikeluarkannya Undang-undang Nomor 33 Tahun 1954 tentang wakil Notaris dan Wakil Notaris sementara yang diundangkan pada tanggal 13 November 1954 dalam lembaran Negara Republik Indonesia (LNRI)

34 Raden Soegondo Notodisoedjoro, 1993, Hukum Notariat di Indonesia Suatu Penjelasan, Radja Grafindo Persada, Cetakan Kedua, Jakarta, hlm. 29

35 Habib Adjie, Op. Cit, hlm. 5.

(40)

Tahun 1956 Nomor 101 dan Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia (TLNRI) Nomor 700. Undang-undang ini berlaku cukup lama di Indonesia yaitu sekitar 144 tahun hingga undang-undang yang terbaru dikeluarkan, Hingga pada tanggal 6 Oktober 2004 diundangkan Undangundang Nomor 30 Tahun 2004 tentang jabatan Notaris dan pasal 91 Undang-Undang Jabatan Notaris Nomor 30 Tahun 2004 mencabur dan menyatakan tidak berlaku lagi : a.

Reglement op Het Notaris Ambt in Indonesia (Stbl. 1860:3) sebagaimana telah diubah terakhir dalam Lembaran Negara 1954 Nomor 101 dan Tambahan Lembaran Nogara Nomor 700; b. Ordonantie 16 September 1931 tentang Honorarium Notaris; c. Undang-undang Nomor 33 Tahun 1954 tentang Wakil Notaris dan Wakil Notaris Sementara; d. Pasal 54 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2004 tentang Perubahan atas Undangundang Nomor 2 Tahun 1986 Tentang Peradilan Umum; e. Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 1949, tentang sumpah/janji Jabatan Notaris.

Tahun 2014 tepatnya pada tanggal 15 Januari 2014 diundangkannya UndangUndang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris yang diundangkan dalam Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2014. Dengan adanya Undang-Undang Jabatan Notaris yang baru tersebut, telah terjadi perubahan dan pengaturan kembali secara komprehensif mengenai lembaga Kenotariatan dalam satu undang-undang yang mengatur mengenai jabatan Notaris sehingga tercipta suatu unifikasi hukum yang berlaku bagis seluruh rakyat Indonesia.

(41)

2. Pengertian Notaris

Beberapa literatur menjelaskan bahwa istilah Notaris berasal dari kata

“Notarius”, Notarius adalah sebuah nama yang pada zaman romawi kuno diberikan kepada orang-orang yang menjalankan pekerjaan menulis. Beberapa pendapat lain menjelaskan istilah Notaris berasal dari kata “Nota Literaria”

yaitu yang menyatakan suatu perkataan.36 istilah Notarius sekitar abad V-VI diberikan kepada sekretarissekretaaris dikerajaan dan para pegawai di istana yang menjalankan pekerjaan dalam bidang administratif

Secara epistimologi istilah Notaris berasal dari kata Natae, yang memiliki arti yaitu tulisan rahasia.37 Dalam bahasa Inggris Notaris disebut dengan Notary, sedangkan dalam bahasa belanda disebut dengan Van notaris, kedudukan Notaris sangan penting dalam ranah hukum keperdataan yang dalam menjalankan jabatannya mempunyai kewenangan untuk membuat akta otentik dan kewenangan lainnya.38 Notaris dalam pengertian secara umum dalam masyarakat merupakan orang yang diangkat oleh pemerintah untuk membuat suatu akta yang memiliki kekuatan pembuktian yang sempurna atau biasa disebut dengan akta autentik. Pasal 1 ayat 1 UUJNP menjelaskan bahwa Notaris adalah pejabat umum yang berwenang untuk membuat akta autentik dan memiliki kewenangan lainnya sebagaimana dimaksud dalam undang- undang ini atau berdasarkan undang-undang lainnya.

36 R Soegondo Notodisoerjo, 1993, Hukum Notariat di Indonesia Suatu Penjelasan, Raja Grafindo Persada, Jakarta. hlm. 13.

37 Soetarjo Soemoatmodjo, 1986, Apakah Notaris, PPAT, Pejabat lelang, Liberty, Yogyakarta, hlm.

4.

38 Salim HS, 2015, Teknik Pembuatan Akta Satu (Konsep Teoritis, Kewenangan Notaris, Bentuk dan Minuta Akta), Raja Grafindo Persada, Mataram, hlm.. 33.

(42)

Notaris adalah pejabat umum, Istilah Pejabat umum tersebut merupakan terjemahan dari istilah Openbare Amtbtenaren yang terdapat dalam pasal 1 Peraturan Jabatan Notaris dan terdapat dalam pasal 1868 Burgerlijk Wetboek (BW).39 Notaris merupakan pejabat umum yang satu-satunya berwenang untuk membuat akta otentik mengenai semua perbuatan, perjanjian dan penetapan yang diharuskan oleh suatu peraturan umum atau oleh yang berkepentingan dikehendaki untuk dinyatakan dalam suatu akta otentik, menjamin kepastian tanggalnya, menyimpan aktanya dan memberikan grosse, salinan dan kutipannya sepanjang pembuatan akta itu oleh suatu peraturan umum tidak juga ditugaskan atau dikecualikan kepada pejabat atau orang lain).40 R. Soegondo Notodisoerjo menjelaskan bahwa Notaris adalah pejabat umum “Openbare Ambetaren”, karena erat kaitannya dengan wewenang atau tugas dan kewajiban yang utama yaitu membuat akta otentik.41

3. Dasar hukum Notaris

Landasan hukum pengaturan tentang notaris tertuang di dalam berbagai peraturan perundang-undangan di antaranya: Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas dan Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014.

Ketentuan yang mengatur tentang notaris dalam Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris, antara lain :

39 Habib Adjie, Op.cit., Hlm. 12.

40Ibid, hlm. 13

41 Suharwadi K Lubis, 1994, Etika Profesi Hukum, Sinar Grafika, Jakarta. hlm. 32

(43)

a. Penguatan persyaratan untuk dapat diangkat menjadi notaris, antara lain, adanya surat ketarangan dari dokter dan psikiater serta perpanjang jangka waktu waktu menjalani magang dari 12 (dua belas) bulan manjadi 24 bulan.

b. Penambahan kewajiban, jabatan merangkap jabatan dan alasan pemberhantian sementara notaris.

c. Pengenaan kewajiban kepada calon notaris yang melakukan magang.

d. Pembentukan dewan kehormatan notaris.

e. Penguatan dan penegasan organisasi notaris

f. Penguatan fungsi, wewenang dan kedudukan majlis pengawas.42 4. Kewenangan, kewajiban dan larangan Notaris

a. Kewenangan Notaris

Setiap pemberian atau adanya suatu kewenangan senantiasa diikuti pula dengan kewajiban dan/atau tanggung jawab dari padanya. Oleh karena notaris diberi kewenangan membuat akta otentik, maka notaris yang bersangkutan berkewajiban untuk memenuhi segala persyaratan yang telah ditentukan oleh peraturan perundang-undangan, agar akta yang dibuat itu memenuhi syarat sebagai akta otentik. Adapun yang menjadi kewenangan notaris, yaitu :

1) Kewenangan umum

Mengenai wewenang yang harus dipunyai oleh notaris sebagai pejabat umum untuk membuat suatu akta otentik. Pasal 15 ayat 1 UUJN

42 Salim Hs, 2015, Teknik Pembuatan Suatu akta (konsep Teoritis, Kewenangan Notarism Bentuk dan Minuta Akta, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, hlm. 36

(44)

menegaskan bahwa salah satu kewenangan notaris yaitu membuat akta secara umum. Hal ini dapat disebut sebagai kewenangan umum notaris dengan batasan sepanjang : 1. Tidak dikecualikan kepada pejabat lain yang telah ditetapkan oleh undang-undang. 2. Menyangkut akta yang harus dibuat adalah akta otentik mengenai semua perbuatan, perjanjian dan ketetapan yang diharuskan oleh aturan hukum untuk dibuat atau dikehendaki oleh yang bersangkutan. 3. Mengenai kepentingan subjek hukumnya yaitu harus jelas untuk kepentingan siapa suatu akta itu dibuat.43

Namun, ada juga beberapa akta otentik yang merupakan wewenang notaris dan juga menjadi wewenang pejabat atau instansi lain, yaitu: a) Akta pengakuan anak di luar kawin (Pasal 281 BW) b) Akta berita acara tentang kelalaian pejabat penyimpan hipotik (Pasal 1227 BW)

2) Kewenangan khusus

Kewenangan notaris ini dapat dilihat dalam pasal 15 ayat 2 UUJN yang mengatur mengenai kewenangan khusus notaris untuk melakukan tindakan hukum tertentu, seperti : a) Mengesahkan tanda tangan dan menetapkan kepastian tanggal surat di bawah tangan dengan mendaftarkannya di dalam suatu buku khusus. b) Membukukan surat- surat di bawah tangan dengan mendaftarkannya dalam suatu buku khusus. c) Membuat salinan (copy) asli dari surat-surat di bawah tangan

43 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris

(45)

berupa salinan yang memuat uraian sebagaimana ditulis dan digambarkan dalam surat yang bersangkutan. d) Melakukan pengesahan kecocokan antara fotokopi dengan surat aslinya. e) Memberikan penyuluhan hukum sehubungan dengan pembuatan akta, f) Membuat akta yang berkaitan dengan pertanahan. g) Membuat akta risalah lelang.44

3) Kewenangan yang akan ditentukan kemudian

Menurut Pasal 15 ayat 3 UUJN yang dimaksud dengan kewenangan yang akan ditentukan kemudian adalah wewenang yang berdasarkan aturan hukum lain yang akan datang kemudian (ius constituendum). Wewenang notaris yang akan ditentukan kemudian, merupakan wewenang yang akan ditentukan berdasarkan peraturan perundang-undangan. Batasan mengenai apa yang dimaksud dengan peraturan perundang-undangan ini dapat dilihat dalam pasal 1 angka 2 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 tetang Peradilan Tata Usaha Negara bahwa : yang dimaksud dengan peraturan perundang-undangan dalam undang-undang ini ialah semua peraturan yang bersifat mengikat secara umum yang dikeluarkan oleh Badan perwakilan rakyat bersama pemerintah baik di tingkat pusat maupun di tingkat daerah, serta semua keputusan badan atau pejabat tata usaha negara, baik di tingkat pusat maupun tingkat daerah, yang juga mengikat secara umum.45

44 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris

45 Habib Adjie, 2008, Hukum Notaris Indonesia, PT. Refika Aditama, Bandung, hlm. 82

(46)

Berdasarkan uraian di atas, bahwa kewenangan notaris yang akan ditentukan kemudian tersebut adalah peraturan perundangundangan yang dibentuk oleh lembaga negara (Pemerintah bersamasama Dewan Perwakilan Rakyat) atau pejabat negara yang berwenang dan mengikat secara umum. Dengan batasan seperti ini, maka peraturan perundang-undangan yang dimaksud harus dalam bentuk undangundang dan bukan di bawah undang-undang.

b. Kewajiban Notaris

Notaris sebagai pejabat umum yang mempunyai kewenangan dalam membuat akta otentik tentunya memiliki kewajiban yang harus dijalankan dan tidak boleh bertentangan dengan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia. Kewajiban seorang Notaris diatur dalam pasal 16 ayat 1 UUJN yaitu sebagai berikut: a. Bertindak amanah, jujur, saksama, mandiri, tidak berpihak, dan menjaga kepentingan pihak yang terkait dalam perbuatan hukum. b. Membuat akta dalam bentuk minuta akta dan menyimpannya sebagai bagian dari protokol notaris. c. Melekatkan surat dan dokumen serta sidik jari penghadap pada minuta akta, d. Mengeluarkan grosse akta, salinan akta atau kutipan akta berdasarkan minuta akta. e. Memberikan pelayanan sesuai dengan ketentuan dalam undang-undang ini, kecuali ada alasan untuk menolaknya. f. Merahasiakan segala sesuatu mengenai akta yang dibuatnya dan segala keterangan yang diperoleh guna pembuatan akta sesuai dengan sumpah/janji jabatan, kecuali ditentukan lain oleh undang-undang. g.

Menjilid akta yang dibuatnya dalam 1 (satu) bulan menjadi buku yang

(47)

memuat tidak lebih dari 50 (lima puluh) Akta, dan jika jumlah akta tidak dapat dimuat dalam satu buku, akta tersebut dapat dijilid menjadi lebih dari satu buku, dan mencatat jumlah minuta akta, bulan, dan tahun pembuatannya pada sampul setiap buku. h. Membuat daftar dari akta protes terhadap tidak dibayar atau tidak diterimanya surat berharga. i. Membuat daftar akta yang berkenaan dengan wasiat menurut urutan waktu pembuatan akta setiap bulan. j. Mengirimkan daftar akta sebagaimana dimaksud dalam huruf i atau daftar nihil yang berkenaan dengan wasiat ke pusat daftar wasiat pada kementrian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang hukum dalam waktu 5 (lima) hari pada minggu pertama setiap bulan berikutnya. k.

Mencatat dalam repertorium tanggal pengiriman daftar wasiat pada setiap akhir bulan. l. Mempunyai cap atau stempel yang memuat lambang negara Republik Indonesia dan pada ruang yang melingkarinya dituliskan nama, jabatan, dan tempat kedudukan yang bersangkutan. m. Membacakan akta dihadapan penghadap dengan dihadiri oleh paling sedikit 2 (dua) orang saksi, atau 4 (empat) orang saksi khusus untuk pembuatan akta wasiat dibawah tangan, dan ditandatangani pada saat itu juga oleh penghadap, saksi, dan notaris. n. Menerima magang calon notaris.46

c. Larangan Notaris

Selain kewajiban yang harus dikerjakan oleh seorang notaris, terdapat pula larangan bagi seorang notaris. Larangan bagi seorang notaris sebagai berikut: a. Menjalankan jabatan diluar wilayah jabatannya. b. Meninggalkan

46 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris

Referensi

Dokumen terkait

Notaris dalam menjalankan jabatannya sehari-hari adakalanya diminta untuk membuka isi (rahasia) akta, sehubungan akta yang dibuatnya tersangkut kasus pidana sehingga

hukum terhadap pelapor tindak pidana ( whistleblower ) dan saksi pelaku yang bekerja sama (justice collaborator) dalam perkara korupsi merupakan upaya perlindungan

BAB IV KEDUDUKAN JAMINAN FIDUSIA DALAM SUATU PERJANJIAN KREDIT DAN KAITANNYA DENGAN PERAN NOTARIS DALAM PEMBUATAN AKTA JAMNINAN FIDUSIA ... Kedudukan Jaminan Fidusia Dalam

tidak mengatur mengenai tanggung jawab pidana seorang notaris dari akta yang

Permasalahan yang diangkat pada penelitian ini adalah bagaimana pengaturan rahasia jabatan atas akta yang diperbuat oleh atau dihadapan Notaris ketika akta tersebut berindikasi

Rumusan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) mengenai tindak pidana yang erat kaitannya dengan jabatan Notaris dalam pembuatan akta otentik adalah tindak pidana

Permasalahan yang diajukan yaitu bagaimana penerapan asas kerahasiaan dan pelaksanaan proses penyidikan terhadap Notaris sebagai saksi dalam tindak

Perbuatan hukum pegawai Notaris menjadi saksi akta berkaitan dengan disahkannya akta Notaris merupakan ranah Hukum Kenotariatan, sehingga perlukan adanya suatu pengaturan dalam UUJN