TESIS
Oleh
GRACE NOVIKA RASTA
127011023/M.Kn
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
TESIS
Diajukan Untuk Memperoleh Gelar Magister Kenotariatan Pada Program Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum
Universitas Sumatera Utara
Oleh
GRACE NOVIKA RASTA
127011023/M.Kn
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
Nomor Pokok : 127011023 Program Studi : Kenotariatan
Menyetujui Komisi Pembimbing
(Prof. Dr. Runtung, SH, MHum)
Pembimbing Pembimbing
(Prof.Dr.Muhammad Yamin,SH,MS,CN) (Prof.Dr.Budiman Ginting,SH,MHum)
Ketua Program Studi, Dekan,
(Prof. Dr. Muhammad Yamin, SH, MS, CN) (Prof. Dr. Runtung, SH, MHum)
PANITIA PENGUJI TESIS
Ketua : Prof. Dr. Runtung, SH, MHum
Nama : GRACE NOVIKA RASTA
Nim : 127011023
Program Studi : Magister Kenotariatan FH USU
Judul Tesis : PERLINDUNGAN HUKUM BAGI NOTARIS UNTUK
MENJAGA KERAHASIAAN ISI AKTA YANG
DIPERBUATNYA DALAM PERKARA PIDANA (STUDI DI PEMATANGSIANTAR)
Dengan ini menyatakan bahwa Tesis yang saya buat adalah asli karya saya sendiri
bukan Plagiat, apabila dikemudian hari diketahui Tesis saya tersebut Plagiat karena
kesalahan saya sendiri, maka saya bersedia diberi sanksi apapun oleh Program Studi
Magister Kenotariatan FH USU dan saya tidak akan menuntut pihak manapun atas
perbuatan saya tersebut.
Demikianlah surat pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya dan dalam keadaan
sehat.
Medan,
Yang membuat Pernyataan
kepada masyarakat yang membutuhkan alat bukti tertulis yang bersifat otentik mengenai peristiwa hukum yang terjadi di hadapannya. Notaris wajib merahasiakan tidak hanya apa yang dimuat dalam akta yang diperbuatnya namun termasuk segala keterangan yang diberitahukan atau disampaikan kepadanya sekalipun keterangan tersebut tidak tercantum dalam akta. Permasalahan yang diangkat pada penelitian ini adalah bagaimana pengaturan rahasia jabatan atas akta yang diperbuat oleh atau dihadapan Notaris ketika akta tersebut berindikasi tindak pidana, bagaimana perlindungan hukum terhadap Notaris apabila membuka rahasia atas isi akta yang diperbuatnya terkait dengan rahasia jabatannya, apakah yang menjadi kendala dan cara mengatasi kendala yang ada atas rahasia jabatan Notaris manakala berhadapan dengan perkara pidana atas akta yang diperbuatnya.
Untuk menemukan jawaban dari permasalahan tersebut maka penelitian yang dilakukan bersifat prespektif analitis dengan pendekatan perundang-undangan yaitu dengan maksud mempelajari tujuan hukum, nilai-nilai keadilan, validasi aturan hukum yang dihadapi. Jenis penelitian ini ialah penelitian hukum normatif dengan menggunakan pendekatan yuridis normatif. Alat pengumpulan data yang digunakan dengan mengadakan studi dokumen/kepustakaan dan wawancara dengan beberapa Notaris di Pematangsiantar. Penarikan kesimpulan dalam penelitian ini menggunakan metode deduktif.
Hasil penelitian dari permasalahan tersebut adalah Notaris wajib menyimpan rahasia terkait isi akta yang dibuat oleh atau dihadapannya terikat pada sumpah/rahasia jabatannya dan kewajiban Notaris, namun apabila akta yang diperbuatnya memiliki indikasi tindak pidana maka Notaris harus melepaskan atau mengabaikan kewajiban merahasiakan isi akta terkait dikarenakan demi kepentingan umum dalam membantu proses hukum untuk mencapai kepastian hukum. Notaris memiliki hak ingkar sebagai bentuk perlindungan hukum terhadap jabatannya dan dalam hal pemeriksaan terkait akta yang diperbuatnya serta dapat memohon Turunan Berita Acara Pemeriksaan di Pengadilan terkait keterangan yang diberikan Notaris saat Persidangan di Pengadilan. Kurangnya pemahaman oleh Notaris dan para penegak hukum sering mengakibatkan kesalahpahaman dalam hal pemeriksaan Notaris terhadap akta yang diperbuat dihadapannya yang memiliki indikasi perkara pidana. Sehingga sangat diperlukan kesamaan pengetahuan dan pemahaman agar tidak menimbulkan kesalahpahaman dalam hal pemeriksaan Notaris terkait perkara pidana menyangkut akta yang diperbuatnya.
his presence. Notaries are required to keep secret not only what is contained in a deed they made but also including any information informed or delivered to him even if the information is not listed in the deed. The issues raised in this study were how the occupational confidentiality on the deedmadeby or before a Notarywas regulated when the deed indicates a criminal act,what legal protection can be given to a Notary ifhe/she divulges the contents of the deedhe/shemadein relation to his/her occupational confidentiality, what are the obstacles and how to overcomethe existing constraints on the occupational confidentiality of the Notary when dealing with the criminal cases over the deed he made.
To answer these questions, this perspective analytical study with regulatory approach intended to learn the legal purposes, justice values, and the validation of the legal rulesbeing facedwas conducted. The data for this normative legal study with normative juridical approach were obtained through documentation study and interviews with several Notaries in the city of Pematangsiantar. The conclusion of this study was drawn through deductive method.
The result of this study showed that a Notary is obliged to keep secret the contents of the deed he/she made or made before him/her that is bound to the oath / occupational confidentiality and the dutyof a Notary, but if the deed he made has indications of a criminal act, then the notary must remove or ignore his/her obligation to keep secret the contents of the deed due to meeting the public interest to help smooth the legal process to achieve legal certainty. Notary has the right of refusal as a form of legal protection for his/heroffce/position and in the case of examination in relation to the deed he/she made, the notary can plead for the Derivatives of the Minutes of Interrogation at Court related to the information he/she gave in the court trial. Lack of understanding on the side of Notary and law enforcement officers often leads to misunderstandings during the examination of a Notary related to the deed made before him/her that have indications of criminal matters. So it is necessary to have the same knowledge and understanding in order to avoid misunderstandings when examininga Notary related to the criminal case concerning the deed he/she made.
diberikan kesehatan, hikmat, kebijaksanaan dan kesempatan serta kemudahan dalam
menyelesaikan penulisan tesis yang berjudul “PERLINDUNGAN HUKUM BAGI
NOTARIS UNTUK MENJAGA KERAHASIAAN ISI AKTA YANG
DIPERBUATNYA DALAM PERKARA PIDANA (STUDI DI
PEMATANGSIANTAR)”.
Dengan ketulusan hati, penulis mengucapkan terima kasih yang
sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyelesaian penelitian
ini. Ucapan terima kasih disampaikan kepada :
1. Bapak Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, DTM&H, M.Sc (CTM), Sp.A (K) selaku
Rektor Universitas Sumatera Utara atas kesempatan dan fasilitas yang diberikan
dalam menyelesaikan pendidikan Program Studi Magister Kenotariatan Fakultas
Hukum Universitas Sumatera Utara.
2. Bapak Prof. Dr. Runtung, SH, M.Hum, selaku Dekan Fakultas Hukum
Universitas Sumatera Utara dan Ketua Komisi Pembimbing, atas kesempatan,
arahan, bimbingan, masukkan, dan saran yang diberikan kepada Penulis dalam
menyelesaikan pendidikan dan penulisan tesis ini.
3. Bapak Prof. Dr. Muhammad Yamin, S.H, MS, CN, selaku anggota Komisi
Pembimbing dan Ketua Program Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum
Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan arahan, bimbingan, masukan,
dan saran, dalam penulisan tesis ini.
4. Bapak Prof. Dr. Budiman Ginting, SH, MHum, anggota Komisi Pembimbing
yang telah memberikan arahan, bimbingan, masukan, dan saran, dalam penulisan
tesis ini.
5. Bapak Notaris Dr. Syahril Sofyan, SH, MKn, selaku Dosen Penguji Program
Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara yang
telah memberikan arahan, bimbingan, masukan dan saran dalam penulisan tesis
ini.
7. Seluruh Dosen/pengajar mata kuliah pada Program Studi Magister Kenotariatan
Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.
8. Rekan-rekan Program Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas
Sumatera Utara angkatan 2012 yang senantiasa memberikan dukungan moril dan
material untuk kelancaran penyelesaian studi ini.
Ucapan terimakasih yang setulus-tulusnya kepada Ayahanda, Djintaraman
Damanik, SH dan Ibunda, Kariani Saragih, SH, MKn tercinta serta adik-adik (Felix,
Raka dan Rani) yang telah memberikan dukungan semangat, kasih sayang, kesabaran
dan doa-doa yang tiada hentinya.
Terimakasih untuk terkasih Junhaidel Samosir, SH yang telah memberikan
waktu, dukungan dan masukkan dalam penulisan tesis ini hingga selesai.
Hanya Tuhan yang dapat membalas segala kebaikan dan jasa-jasa yang
diberikan mereka semua. Dengan penuh kerendahan hati, penulis mengharapkan
kritik dan saran dari semua pihak atas segala kekurangan yang penulis sadari
sepenuhnya terdapat dalam tesis ini guna perbaikan dikemudian hari.
.
Medan, Oktober 2014 Penulis
2. Tempat, Tanggal Lahir : 09 November 1986 3. Jenis Kelamin : Perempuan
4. Status : Belum Menikah
5. Agama : Kristen Protestan
6. Alamat : Jalan Diponegoro No. 48 D,
Pematangsiantar
II. KELUARGA
1. Nama Ayah : Djintaraman Damanik, SH 2. Nama Ibu : Kariani Saragih, SH, SpN 3. Nama Saudara/i : 1. Felix Syahputra Damanik, SP
2. Ramasabda Damanik 3. Ramasandi Damanik III. PENDIDIKAN
1. SD : SD Swasta Sultan Agung
Kota Pematangsiantar Tahun 1993-1999
2. SMP : SMP Kristen Kalam Kudus
Pematangsiantar Tahun 1999-2002
3. SMA : SMA RK Budi Mulia Pematangsiantar
Tahun 2002-2005
4. Perguruan Tinggi (Amd) : Universitas Sumatera Utara (USU) Fakultas Ekonomi (Keuangan) Tahun 2005-2008
5. Perguruan Tinggi (S1) : Universitas Simalungun (USI) Pematangsiantar Fakultas Hukum (Pidana) Tahun 2008-2012
6. Perguruan Tinggi (S2) : Universitas Sumatera Utara (USU) Magister Kenotariatan
ABSTRACT ... ii
KATA PENGANTAR ... iii
DAFTAR RIWAYAT HIDUP ... v
DAFTAR ISI ... vi
DAFTAR ISTILAH ... viii
DAFTAR SINGKATAN ... x
BAB I PENDAHULUAN ... 1
A. Latar Belakang ... 1
B. Permasalahan ... 10
C. Tujuan Penelitian ... 11
D. Manfaat Penelitian ... 11
E. Keaslian Penelitian ... 12
F. Kerangka Teori dan Konsep ... 16
1. Kerangka Teori ... 16
2. Kerangka Konsep ... 25
G. Metode Penelitian ... 27
BAB II RAHASIA JABATAN NOTARIS ATAS AKTA YANG DIPERBUAT OLEH ATAU DIHADAPAN NOTARIS YANG BERINDIKASI TINDAK PIDANA ... 32
A. Tinjauan Umum Tentang Notaris ... 32
1. Notaris Sebagai Pejabat Umum ... 32
2. Tugas/Kewenangan Notaris ... 36
3. Kewajiban Notaris ... 41
B. Akta Otentik Yang Dibuat Oleh Atau Dihadapan Notaris Yang Berindikasi Perkara Pidana ... 48
1. Rahasia Jabatan Notaris ... 67
2. Pelanggaran Rahasia Jabatan Notaris ... 70
3. Rahasia Jabatan Notaris Berindikasi Tindak Pidana ... 73
BAB III PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP NOTARIS APABILA MEMBUKA RAHASIA ATAS ISI AKTA YANG BERINDIKASI TINDAK PIDANA ... 76
A. Pembatasan Terhadap Kerahasiaan Jabatan Notaris ... 76
B. Hak Ingkar Notaris ... 85
C. Perlindungan Hukum Terhadap Notaris Yang Membuka Isi Akta Yang Diperbuatnya... 91
BAB IV KENDALA DAN CARA MENGATASI KENDALA BAGI NOTARIS DALAM MENJAGA KERAHASIAAN AKTA YANG DIPERBUAT OLEH ATAU DIHADAPAN NOTARIS 101 A. Pemeriksaan Notaris Selaku Pejabat Umum Dalam Perkara Pidana Terkait Akta Yang Diperbuatnya ... 101
B. Penerapan Asas Kerahasiaan Akta Atas Akta Yang Diperbuat Oleh Atau Dihadapan Notaris ... 108
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 115
A. Kesimpulan ... 115
B. Saran ... 117
Ipsa membuktikan keabsahannya
Akta Relaas = Berita Acara
Alpa = Khilaf
Ambt / Beroep = Jabatan
Ambtsplicht = Kewajiban jabatan
Ambtsgeheim / Official Secret/ = Profesional Secret
Rahasia Jabatan
Anti Trial Role = Mencegah terjadinya masalah College Van Schepenen = Urusan Perkapalan Kota
Culpa = Lalai
Door = Dibuat oleh
Faute Personelle / Personal = Fault
Kesalahan Pribadi
Faute de serive / Service = Fault
Kesalahan dalam tugas
Formele Bewijskracht = Formal
Geestelijke en Materiele = Kerohanian dan Kebendaan
Gezag = Kewibawaan / Kekuasaan
Library Research = Data kepustakaan
Nonexecutable = Tidak dapat dilaksanakan
Notarius = Notaris
Nota Literaria / Letter Mark = Tanda / Karakter Materiele Bewijskracht = Materil
Merelateer = Merekam / Mengkonstantir
Onafhankelijkheid - Independency = Kedudukan yang mandiri Onpartijdigheid - Impartially = Tidak memihak
Openbare Ambtenaren = Pejabat Umum
Openbare Gezag = Kekuasaan umum
Publiekrechtelijk = Mengikat
Presumption of Innocence = Asas praduga tak bersalah Probatio Plena = Pembuktian penuh dan sempurna Rechtsgerechtigheid = Keadilan
Rechtsutiliteit = Kemanfaatan
Rechtszekerheid = Kepastian hukum
Rechtmatig = Sesuai Hukum
Reglement Op Het Notaris Ambt = in Indonesia
Peraturan Jabatan Notaris di Indonesia
Verschoningsrecht = Kewajiban Ingkar Verschoningsplicht = Hak Ingkar
IPPAT = Ikatan Pejabat Pembuat Akta Tanah
KUHP = Kitab Undang-Undang Hukum Pidana
KUH Pdta = Kitab Undang-Undang Hukum Perdata
KUHAP = Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana
PJN = Peraturan Jabatan Notaris
POLRI = Polisi Republik Indonesia
UU = Undang-Undang
UUJN = Undang-Undang Jabatan Notaris
MOU = Memorandum of Understanding
MKN = Majelis Kehormatan Notaris
MPD = Majelis Pengawas Notaris
kepada masyarakat yang membutuhkan alat bukti tertulis yang bersifat otentik mengenai peristiwa hukum yang terjadi di hadapannya. Notaris wajib merahasiakan tidak hanya apa yang dimuat dalam akta yang diperbuatnya namun termasuk segala keterangan yang diberitahukan atau disampaikan kepadanya sekalipun keterangan tersebut tidak tercantum dalam akta. Permasalahan yang diangkat pada penelitian ini adalah bagaimana pengaturan rahasia jabatan atas akta yang diperbuat oleh atau dihadapan Notaris ketika akta tersebut berindikasi tindak pidana, bagaimana perlindungan hukum terhadap Notaris apabila membuka rahasia atas isi akta yang diperbuatnya terkait dengan rahasia jabatannya, apakah yang menjadi kendala dan cara mengatasi kendala yang ada atas rahasia jabatan Notaris manakala berhadapan dengan perkara pidana atas akta yang diperbuatnya.
Untuk menemukan jawaban dari permasalahan tersebut maka penelitian yang dilakukan bersifat prespektif analitis dengan pendekatan perundang-undangan yaitu dengan maksud mempelajari tujuan hukum, nilai-nilai keadilan, validasi aturan hukum yang dihadapi. Jenis penelitian ini ialah penelitian hukum normatif dengan menggunakan pendekatan yuridis normatif. Alat pengumpulan data yang digunakan dengan mengadakan studi dokumen/kepustakaan dan wawancara dengan beberapa Notaris di Pematangsiantar. Penarikan kesimpulan dalam penelitian ini menggunakan metode deduktif.
Hasil penelitian dari permasalahan tersebut adalah Notaris wajib menyimpan rahasia terkait isi akta yang dibuat oleh atau dihadapannya terikat pada sumpah/rahasia jabatannya dan kewajiban Notaris, namun apabila akta yang diperbuatnya memiliki indikasi tindak pidana maka Notaris harus melepaskan atau mengabaikan kewajiban merahasiakan isi akta terkait dikarenakan demi kepentingan umum dalam membantu proses hukum untuk mencapai kepastian hukum. Notaris memiliki hak ingkar sebagai bentuk perlindungan hukum terhadap jabatannya dan dalam hal pemeriksaan terkait akta yang diperbuatnya serta dapat memohon Turunan Berita Acara Pemeriksaan di Pengadilan terkait keterangan yang diberikan Notaris saat Persidangan di Pengadilan. Kurangnya pemahaman oleh Notaris dan para penegak hukum sering mengakibatkan kesalahpahaman dalam hal pemeriksaan Notaris terhadap akta yang diperbuat dihadapannya yang memiliki indikasi perkara pidana. Sehingga sangat diperlukan kesamaan pengetahuan dan pemahaman agar tidak menimbulkan kesalahpahaman dalam hal pemeriksaan Notaris terkait perkara pidana menyangkut akta yang diperbuatnya.
his presence. Notaries are required to keep secret not only what is contained in a deed they made but also including any information informed or delivered to him even if the information is not listed in the deed. The issues raised in this study were how the occupational confidentiality on the deedmadeby or before a Notarywas regulated when the deed indicates a criminal act,what legal protection can be given to a Notary ifhe/she divulges the contents of the deedhe/shemadein relation to his/her occupational confidentiality, what are the obstacles and how to overcomethe existing constraints on the occupational confidentiality of the Notary when dealing with the criminal cases over the deed he made.
To answer these questions, this perspective analytical study with regulatory approach intended to learn the legal purposes, justice values, and the validation of the legal rulesbeing facedwas conducted. The data for this normative legal study with normative juridical approach were obtained through documentation study and interviews with several Notaries in the city of Pematangsiantar. The conclusion of this study was drawn through deductive method.
The result of this study showed that a Notary is obliged to keep secret the contents of the deed he/she made or made before him/her that is bound to the oath / occupational confidentiality and the dutyof a Notary, but if the deed he made has indications of a criminal act, then the notary must remove or ignore his/her obligation to keep secret the contents of the deed due to meeting the public interest to help smooth the legal process to achieve legal certainty. Notary has the right of refusal as a form of legal protection for his/heroffce/position and in the case of examination in relation to the deed he/she made, the notary can plead for the Derivatives of the Minutes of Interrogation at Court related to the information he/she gave in the court trial. Lack of understanding on the side of Notary and law enforcement officers often leads to misunderstandings during the examination of a Notary related to the deed made before him/her that have indications of criminal matters. So it is necessary to have the same knowledge and understanding in order to avoid misunderstandings when examininga Notary related to the criminal case concerning the deed he/she made.
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Indonesia adalah Negara hukum berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang
Dasar Tahun 1945 yang menjamin kepastian, ketertiban dan perlindungan hukum.
Dalam menjamin suatu kepastian hukum dibutuhkan alat bukti tertulis yang bersifat
otentik mengenai suatu keadaan, peristiwa atau suatu perbuatan hukum yang dapat
diperoleh salah satunya melalui pembuatan akta Notaris dan Notaris mempunyai
jabatan tertentu dalam hal menjalankan profesi hukumnya dalam hal memberikan
pelayanan hukum (berupa pembuatan akta Notaris) kepada anggota masyarakat.
Karenanya, Notaris memiliki tanggung jawab dalam bidang hukum privat, hukum
pajak, hukum pidana dan disipliner Notaris dalam rangka menjamin kepastian hukum
serta memberikan perlindungan hukum kepada anggota masyarakat yang sesuai
dengan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Perubahan Undang-Undang
Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris yang telah diundangkan sejak tanggal
15 Januari 2014.
Pentingnya peranan Notaris dalam membantu menciptakan kepastian dan
perlindungan hukum bagi masyarakat, lebih bersifat preventif, atau bersifat
pencegahan terjadinya masalah hukum, dengan cara penerbitan akta otentik yang
dibuat dihadapannya terkait dengan status hukum, hak dan kewajiban seseorang
sempurna di Pengadilan dalam hal terjadi sengketa hak dan kewajiban yang terkait1.
Kepastian, ketertiban dan perlindungan hukum dalam lalu lintas hukum pada
umumnya memerlukan alat bukti yang menentukan dengan jelas hak dan kewajiban
seseorang sebagai subjek hukum dalam masyarakat.
Notaris sebagai pejabat umum yang dalam istilah bahasa Belanda yaitu
Openbare Ambtenaren yang terdapat dalam Pasal 1 Peraturan Jabatan Notaris
(Reglement op Het Notaris Ambt In Indonesia, Stb. 1860:3) menyebutkan bahwa
Notaris adalah pejabat umum yang satu-satunya berwenang untuk membuat akta
otentik mengenai semua perbuatan, perjanjian dan penetapan yang diharuskan oleh
suatu peraturan umum atau oleh yang berkepentingan dikehendaki untuk dinyatakan
dalam suatu akta otentik, menjamin kepastian tanggalnya, menyimpan aktanya dan
memberikan grosse, salinan dan kutipannya, semuanya sepanjang pembuatan akta itu
oleh suatu peraturan umum tidak juga ditugaskan atau dikecualikan kepada pejabat
atau orang lain2. Sedangkan dalam Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 2 Tahun
2014 tentang Perubahan Undang-Undang Jabatan Notaris Nomor 30 Tahun 2004
(UUJN) menyebutkan bahwa “Notaris adalah pejabat umum yang berwenang untuk
membuat akta otentik dan memiliki kewenangan lainnya sebagaimana dimaksud
dalam undang-undang ini atau berdasarkan undang-undang lainnya”3.
1
Sjaifurrachman dan Habib Adjie, Aspek Pertanggungjawaban Notaris dalam Pembuatan Akta, CV. Mandar Maju, Bandung, 2011, hal. 7.
2G.H.S. Lumban Tobing,Peraturan Jabatan Notaris,Erlangga, Jakarta, 1992, hal 3.
3Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Perubahan Undang-Undang Jabatan Notaris
Secara subtantif akta Notaris dapat berupa suatu keadaan , peristiwa atau
perbuatan hukum yang dikehendaki oleh para pihak agar dituangkan dalam bentuk
akta otentik untuk dijadikan sebagai alat bukti dan berdasarkan peraturan
perundang-undangan bahwa tindakan hukum tertentu wajib dibuat dalam bentuk akta otentik.
Dalam menjalankan jabatannya Notaris berada dalam kedudukan netral dan tidak
memihak artinya Notaris berada di luar para pihak yang melakukan hubungan hukum
tersebut dan bukan sebagai salah satu pihak dalam hubungan hukum itu4, Notaris
diharapkan untuk memberikan penyuluhan hukum untuk dan atas nama tindakan
hukum yang dilakukan Notaris atas permintaan kliennya dalam hal melakukan
tindakan hukum untuk kliennya, Notaris juga tidak boleh memihak kliennya karena
tugas Notaris ialah untuk mencegah terjadinya masalah (anti trial role).
Notaris dalam menjalankan jabatannya hanya membuat akta berdasarkan
kehendak para penghadap, maka Notaris hanya menghormati kehendak, kepribadian
juga rahasia para penghadap, oleh sebab itu Notaris juga tidak ada keharusan untuk
mengetahui data atau informasi yang tidak disampaikan oleh para pihak yang
menghadapnya. Sehingga Notaris berkewajiban membuat akta berdasarkan keinginan
dan kehendak pihak yang menghadap kepadanya, maka setiap Notaris tidak dapat
diminta untuk bertanggungjawab mengenai isi akta yang merupakan kehendak pihak
yang menghadap.
Notaris sebagai pejabat publik yang diberi kepercayaan untuk menyimpan
rahasia para pihak yang membuat akta kepadanya, sebagai pejabat umum Notaris
diberi kepercayaan oleh Negara dan diangkat oleh Negara berdasarkan
undang-undang sehingga kepadanya diberi wewenang untuk mencantumkan title eksekutorial
pada grosse akta yang dibuatnya. Dikarenankan jabatan yang dimiliki oleh Notaris
adalah jabatan kepercayaan dimana seseorang bersedia mempercayakan sesuatu
kepadanya sehingga selayaknyalah sebagai orang kepercayaan Notaris memiliki
kewajiban untuk merahasiakan semua yang diberitahukan kepadanya selaku Notaris,
sekalipun ada sebagian yang tidak dicantumkan dalam akta. Dengan demikian
Notaris mempunyai kewajiban untuk memasukkan bahwa apa yang termuat dalam
akta Notaris sungguh-sungguh telah dimengerti dan sesuai dengan kehendak para
pihak, yaitu salah satunya dengan membacakannya, sehingga menjadi jelas isi akta
Notaris tersebut, serta memberikan akses terhadap informasi, termasuk akses
terhadap perundang-undangan yang terkait bagi para pihak penandatanganan akta.
Berdasarkan kepercayaan yang diberikan tersebut maka seorang Notaris tidak
dapat membatasi dirinya akan berhadapan dengan konsekuensi kehilangan
kepercayaan publik dan sehingga tidak lagi dianggap sebagai orang kepercayaan.
Namun dalam perkembangannya, bilamana Notaris dipanggil untuk dimintai
keterangannya atau dipanggil sebagai saksi dalam hubungannya dengan sesuatu
perjanjian yang dibuat oleh atau dihadapan Notaris bersangkutan apakah itu
dikarenakan kesengajaan atau karena tidak mengetahui tentang adanya peraturan
perundang-undangan mengenai itu sering kali dianggap tidak ada rahasia jabatan
Pasal 4 dan Pasal 16 ayat (1) huruf f Undang-Undang Jabatan Notaris
mewajibkan Notaris untuk menjaga kerahasiaan segala sesuatu mengenai akta yang
dibuatnya dan segala keterangan yang diperoleh guna pembuatan akta sesuai dengan
sumpah janji jabatan kecuali undang-undang menentukan lain. Kemungkinan
terhadap pelanggaran kewajiban tersebut berdasarkan Pasal 16 ayat (11)
Undang-Undang Jabatan Notaris, seorang Notaris dapat dikenai sanksi berupa teguran lisan
sampai dengan pemberhentian dengan tidak hormat.
Penggunaan hak untuk merahasiakan sesuatu yang berkaitan dengan jabatan
diatur pula dalam hukum acara pidana, hukum perdata dan Kitab Undang-Undang
Hukum Pidana. Pada Pasal 170 ayat (1) KUHAP menyatakan bahwa, mereka yang
karena pekerjaan, harkat, martabat, atau juga jabatannya diwajibkan untuk
menyimpan rahasia, dapat diminta dibebaskan dari penggunaan hak untuk
memberikan keterangan sebagai saksi, yaitu tentang hal yang dipercayakan
kepadanya. Selanjutnya pada Pasal 1909 ayat (2) KUH Perdata dinyatakan bahwa,
segala siapa yang karena kedudukannya, pekerjaannya atau jabatannya menurut
undang-undang, diwajibkan merahasiakan sesuatu, namun hanyalah semata-mata
mengenai hal-hal yang pengetahuannya dipercayakan kepadanya sebagaimana
demikian. Pasal 322 ayat (1) KUH Pidana menyatakan bahwasanya, “Barangsiapa
dengan sengaja membuka rahasia yang wajib disimpannya karena jabatan atau
pencahariannya, baik yang sekarang maupun yang dahulu, diancam dengan pidana
Notaris sebagai pejabat umum dilengkapi dengan kewenangan hukum umum
untuk memberikan pelayanan umum kepada masyarakat, terutama dalam pembuatan
akta otentik sebagai alat bukti yang sempurna berkenaan dengan perbuatan hukum di
bidang keperdataan saja. Sebagai pejabat umum bukan berarti Notaris adalah pegawai
menurut undang-undang atau peraturan kepegawaian negeri dan tidak pula menerima
gaji dalam melaksanakan jabatannya, melainkan menerima honorarium sebagai
penghargaan atas jasa yang telah diberikan kepada masyarakat.5 Seorang Notaris
melaksanakan jabatannya semata-mata bukan hanya untuk kepentingan diri pribadi
Notaris itu sendiri, akan tetapi untuk kepentingan masyarakat umum yang dilayani.
Menurut Herlien Budiono, dalam lalu lintas hubungan-hubungan hukum privat, Notaris mempunyai kewenangan ekslusif untuk membuat akta-akta otentik. Terhadap akta otentik tersebut diberikan kekuatan bukti yang kuat dalam perkara-perkara perdata, sehingga Notaris yang berwenang membuat akta-akta otentik demikian menempati kedudukan sangat penting dalam kehidupan hukum. Dalam banyak hal Notaris berkedudukan sebagai penasehat terpercaya dari orang-orang yang memerlukan bantuan hukum, dan bagi klien dapat berperan sebagai penunjuk arah.6
Berdasarkan hal tersebut Notaris wajib merahasiakan isi akta dan keterangan
yang diperoleh dalam pembuatan akta Notaris, kecuali diperintahkan oleh
undang-undang bahwa Notaris tidak wajib merahasiakan dan memberikan keterangan yang
diperlukan berkaitan dengan akta tersebut. Dengan demikian batasannya hanya
undang-undang saja yang dapat memerintahkan Notaris untuk membuka rahasia isi
5Komar Andasasmita,Notaris I,Sumur, Bandung, 1981, hal. 45
6Herlin Budiono,Asas Keseimbangan Bagi Hukum Perjanjian Indonesia, Hukum Perjanjian
akta dan keterangan atau pernyataan yang diketahui Notaris yang berkaitan dengan
pembuatan akta yang dimaksud.
Notaris sebagai pejabat umum yang menjalankan pelayanan jasa hukum,
maka terhadap kesalahan Notaris perlu dibedakan antara kesalahan yang bersifat
pribadi (faute personelle atau personal fault) dan kesalahan di dalam menjalankan
tugas(faute de seriveatauservice fault).7Artinya sengketa hukum yang terjadi bukan
hanya terkait pada Notaris yang membuat akta itu saja, tetapi bisa saja terkait pada
akta itu sendiri. Dalam proses pelanggaran hukum yang terjadi tentunya Notaris harus
mengalami proses penyelidikan, penyidikan dan persidangan. Dalam hal
pemanggilan dan kehadiran seorang Notaris dalam pemeriksaan perkara pidana dapat
dibedakan sebagai berikut :
1. Sebagai Ahli; dalam hal ini Notaris dipanggil dan perlu kehadirannya dalam
pemeriksaan perkara pidana sebagai ahli hukum yang berwenang membuat akta
otentik sehingga diperlukan pertimbangan hukum yang khusus sesuai
keahliannya berkaitan dengan kewenangan dan tanggung jawab Notaris serta
hal-hal yang dapat memberikan penjelasan kepada penyidik di Kepolisian,
Jaksa/penuntut umum, hakim, pengacara/penasehat hukum maupun pihak
pencari keadilan;
2. Sebagai Saksi; dalam hal ini Notaris dipanggil dan perlu kehadirannya dalam
pemeriksaan perkara pidana, dalam kapasitas sebagai pejabat umum yang
7
membuat akta otentik, diperlukan kesaksiannya terhadap apa yang dilihat,
didengar dan bukti-bukti pendukung dalam pembuatan akta otentik tersebut,
yang ternyata terindikasi perkara pidana. Dalam kedudukan sebagai saksi ini
apabila kuat dugaan Notaris terlibat, maka dapat ditingkatkan statusnya menjadi
tersangka; dan
3. Sebagai tersangka; dalam hal ini Notaris dipanggil dan perlu kehadirannya dalam
pemeriksaan perkara pidana sebagai tersangka berdasarkan bukti awal sehingga
patut diduga adanya tindak pidana yang dilakukan Notaris sebagai pembuat akta
otentik, baik dilakukan sendiri maupun bersama-sama, yang ditemukan oleh
penyidik, sehingga Notaris harus mempertanggung jawabkan perbuatan tersebut
dalam persidangan
Notaris sebagai salah satu perangkat hukum, Notaris memiliki hak ingkar
sebagai pejabat umum yang profesional dengan harus memegang sumpah jabatannya
untuk tidak memberikan isi aktanya, namun di sisi lain Notaris harus berdiri pada
kepentingan Negara yang mana mengacu pada kepentingan publik guna terselesainya
proses hukum dalam peradilan sehingga mnghasilkan putusan yang adil, bermanfaat
dan menjamin kepastian hukum. Namun, Notaris sebagai pejabat umum yang
berkewajiban merahasiakan isi akta harus memperoleh perlindungan hukum
manakala Notaris yang bersangkutan harus membuka isi akta yang dibuatnya kepada
Dalam kenyataan yang terjadi di lapangan bahwa Notaris sering kali
tersangkut dalam suatu perselisihan hukum, yang dikarenakan perbuatan para pihak
yang membuat akta dihadapannya, dan perselisihan tersebut dilaporkan kepada
penyidik/polisi atau penuntut umum/jaksa sehingga penyidik/polisi atau penuntut
umum/jaksa turut memanggil Notaris berdasarkan Surat Panggilan terkait dengan
keterlibatannya dalam akta yang diperbuatnya. Namun, beberapa Notaris yang
mendapat Surat Panggilan tersebut tidak memenuhi panggilan tersebut sehingga
Notaris dianggap tidak beritikad baik dan membangkang sehingga Notaris di jemput
secara paksa, bahkan untuk sementara ditahan, karena dianggap
menghalang-halangi/mengganggu pemeriksaan oleh pihak berwajib.
Kejadian tersebut sebenarnya dapat terjadi karena kurangnya pemahaman dari
pihak yang berwajib mengenai undang-undang jabatan Notaris dan sumpah jabatan
Notaris dimana pihak yang berwajib beranggapan bahwa ia mempunyai kekuasaan
untuk melakukan pemeriksaan/penuntutan, penangkapan/penahanan dalam
malaksanakan tugas dan kewajibannya sebagai aparat hukum. Dalam hal memenuhi
panggilan dari pihak yang berwajib yakni kepolisian, Notaris yang bersangkutan
harus bersikap profesional dan tidak perlu khawatir sepanjang ia tidak melanggar
peraturan perundang-undangan yang berlaku dalam hal proses pembuatan aktanya.
Dalam memeriksa Notaris yang berkaitan dengan akta yang dibuat atau dibuat oleh
Notaris, dalam hal ini UUJN. Jika semua prosedur telah dilakukan, maka akta yang
bersangkutan tetap mengikat mereka yang membuatnya di hadapan Notaris.8
Mengingat hal tersebut dalam melaksanakan tugas jabatannya Notaris
memerlukan perlindungan hukum yang proporsional. Sehingga Notaris akan merasa
amam, tenang dan tentram dalam menjalankan jabatannya dikarenakan ada
perlindungan hukum terhadapnya sebagai pejabat umum. Bagi Notaris akan terjamin
bahwa segala tindakan penangkapan, penahanan ataupun pemeriksaan di kepolisian,
kejaksaan, sampai ke Pengadilan telah dilaksanakan sesuai prosedur dan ketentuan
hukum yang berlaku sekalipun proses tersebut dapat menjatuhkan sanksi-sanksi
administratif maupun pidana.
Berdasarkan latar belakang tersebut di atas maka penelitian tesis ini akan
difokuskan pada perlindungan hukum bagi Notaris yang terkait dengan rahasia
jabatan atas isi/substansi/keterangan/muatan akta autentik yang diperbuatnya dalam
perkara pidana, yang tersusun dalam suatu judul tesis :“Perlindungan Hukum Bagi Notaris Untuk Menjaga Kerahasiaan Isi Akta Yang Diperbuatnya Dalam Perkara Pidana (Studi di Pematangsiantar)”, yang nantinya kelak dapat memberikan saran dan masukan terhadap praktek kenotariatan khususnya dan
lembaga umumnya, serta lembaga yang terkait dalam penegakkan hukum di
Indonesia.
B. Permasalahan
Berdasarkan uraian-uraian pada latar belakang tersebut di atas maka terdapat
beberapa hal yang menjadi pokok permasalahan dalam penelitian ini, yakni:
8Habib Adjie,Sekilas Dunia Notaris dan PPAT Indonesia (Kumpulan Tulisan),Mandar Maju,
1. Bagaimana pengaturan rahasia jabatan atas akta yang diperbuat oleh atau
dihadapan Notaris ketika akta tersebut berindikasi tindak pidana?
2. Bagaimana perlindungan hukum terhadap Notaris apabila membuka rahasia atas
isi akta yang diperbuatnya terkait dengan rahasia jabatannya ?
3. Apakah yang menjadi kendala dan cara mengatasi kendala yang ada atas rahasia
jabatan Notaris manakala berhadapan dengan perkara pidana atas akta yang
diperbuatnya ?
C. Tujuan Penelitian
Mengacu pada topik penelitian dan permasalahan yang diajukan di atas, maka
tujuan yang hendak dicapai pada penelitian ini adalah :
1. Untuk mengetahui dan menganalisis pengaturan rahasia jabatan atas akta yang
diperbuat oleh atau dihadapan Notaris ketika akta tersebut berindikasi tindak
pidana.
2. Untuk mengetahui dan menganalisis bentuk perlindungan hukum terhadap
Notaris apabila membuka rahasia atas isi akta yang diperbuatnya terkait dengan
rahasia jabatannya.
3. Untuk menganalisa dan mengatasi kendala atas rahasia jabatan Notaris manakala
berhadapan dengan dengan perkara pidana atas akta yang diperbuatnya.
D. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat secara teoritis dan praktis,
yaitu:
Diharapkan hasil penelitian ini dapat memberikan masukan secara akademis
dalam memberikan manfaat dan memberikan gambaran mengenai perkembangan
hukum kenotariatan, khususnya dalam hal perlindungan hukum terhadapNotaris
dalam menjalankan rahasia jabatan..
2. Secara Praktis
Diharapkan hasil dari penelitian ini dapat memberikan masukan-masukan dan
pemikiran-pemikiran baru bagi kalangan Notaris dalam menjalankan profesi dan
jabatannya sebagai pejabat umum yang berwenang membuat akta autentik sesuai
Undang-Undang Jabatan Notaris (UUJN).
E. Keaslian Penelitian
Berdasarkan penelusuran kepustakaan yang ada di lingkungan Universitas
Sumatera Utara, khususnya pada sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara
menunjukkan bahwa penelitian dengan judul “Perlindungan Hukum Bagi Notaris
Untuk Menjaga Kerahasiaan Isi Akta Yang Diperbuatnya Dalam Perkara Pidana
(Studi di Pematangsiantar)” belum ada yang membahasnya sehingga tesis ini dapat
dipertanggungjawabkan keasliannya secara akademis. Meskipun terdapat
peneliti-peneliti terdahulu yang pernah melakukan peneliti-penelitian terkait jabatan Notaris, namun
secara judul dan substansi berbeda dengan penelitian ini. Adapun penelitian yang
berkaitan dengan tugas jabatan Notaris tersebut yang pernah dilakukan adalah:
1. Susanna, NIM: 067011130, mahasiswa Magister Kenotariatan Program
Pascasarjana USU, Tahun , dengan judul “Analisa Yuridis Pengambilan Minuta
KUM HAM RI No. M. 03.10 Tahun 2007”. Adapun permasalahan yang dibahas
adalah :
a) Bagaimanakah prosedur pengambilan fotokopi Minuta Akta dan pemanggilan
Notaris di Indonesia?
b) Apakah kendala yang dihadapi dalam pengambilan fotokopi Minuta Akta dan
pemanggilan Notaris?
c) Apakah upaya untuk mengatasi kendala dalam pengambilan fotokopi Minuta
Akta dan pemanggilan Notaris?
Kesimpulan :
a) Pengambilan fotokopi Minuta Akta atau surat-surat sebagaimana dimaksud, dibuat berita acara penyerahan. Berdasarkan ketentuan Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor : M.03.HT.03.10 Tahun 2007 Majelis Pengawas Daerah (MPD) wajib memberikan persetujuan atau tidak memberikan persetujuan secara tertulis dalam jangka waktu paling lama 14 (empat belas) hari terhitung sejak diterimanya surat permohonan. Apabila dalam jangka waktu 14 (empat belas) hari Majelis Pengawas Daerah (MPD) tidak memberikan jawaban maka Majelis Pengawas Daerah (MPD) dianggap menyetujui pemanggilan Notaris tersebut, dimana Penyidik dapat melakukan penyitaan atau pengambilan fotokopi Minuta Akta dan Protokol Notaris serta pemanggilan Notaris tersebut untuk diperiksa lebih lanjut.
b) Adapun yang menjadi kendala yang dihadapi di dalam pengambilan fotokopi Minuta Akta dan pemanggilan Notaris adalah dengan adanya sumpah/janji Jabatan Notaris yang akan merahasiakan isi akta dan keterangan yang diperoleh di dalam pelaksanaan jabatan, berdasarkan Pasal 4 ayat (2) Undang-undang Nomor 30 tahun 2004 tentang Jabatan Notaris. Oleh karena itu, Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor: M.03.HT.03.10 Tahun 2007 tidak dapat diberlakukan kepada Notaris di dalam pengambilan Minuta Akta dan pemanggilan Notaris terkecuali adanya Undang-undang yang menentukan lain.
2. Nuzualita Permata Sari Harahap, NIM: 087011146, mahasiswa Magister
Kenotariatan Program Pascasarjana USU, Tahun 2008, dengan judul “Kajian
Hukum Terhadap Pemanggilan Notaris Oleh Penyidik Polri Berkaitan Dengan
Dugaan Pelanggaran Hukum Atas Akta Yang Dibuatnya”. Adapun permasalahan
yang dibahas adalah :
a. Bagaimana pengaturan hukum yang berlaku tentang kewenangan, kewajiban
dan larangan terhadap Notaris sebagai pejabat umum berdasarkan
Undang-Undang Jabatan Notaris (UUJN) Nomor 30 Tahun 2004 dan kode etik
Notaris?
b. Bagaimana prosedur hukum yang berlaku terhadap pemanggilan Notaris oleh
penyidik Polri berkaitan dengan dugaan pelanggaran hukum atas akta yang
dibuatnya ?
c. Bagaimana status hukum Notaris dari segi jabatan dan kewenangan, setelah
ditetapkan sebagai tersangka oleh penyidik Polri ?
Kesimpulan :
a) Pemanggilan Notaris oleh penyidik Polri berkaitan dengan dugaan pelanggaran hukum atas akta yang dibuatnya wajib memperoleh izin tertulis terlebih dahulu dari Majelis Pengawas Daerah (MPD) Notaris sesuai dengan Pasal 66 ayat (1) Undang-Undang Jabatan Notaris Nomor 30 Tahun 2004.Di samping itu penyidik Polri harus pula memperhatikan nota kesepahaman antara INI dengan Polri Nomor Polisi 01/MOU/PP-INI/V/2006 tentang pembinaan dan peningkatan profesionalisme di bidang penegakan hukum serta keputusan Kapolri Nomor 12 Tahun 2009 tentang Pengawasan dan Pengendalian Penanganan Perkara Pidana di Lingkungan Kepolisian Negara RI.
b) Penyidik Polri yang tidak terlebih dahulu memperoleh izin pemanggilan dari MPD dalam melakukan pemanggilan terhadap Notaris dipandang telah melakukan perbuatan melawan hukum (Onrechtmatige van overheidsdaad) yaitu melanggar ketentuan Pasal 66 ayat (1) Undang-Undang Jabatan Notaris Nomor 30 Tahun 2004.
menyatakan bahwa ketidakberwenangan Notaris dalam membuat akta jika dia dalam status belum disumpah, cuti, diberhentikan sementara (diskors), dipecat dan pensiun.
3. Agustining, NIM: 087011001, mahasiswa Magister Kenotariatan Program
Pascasarjana USU, Tahun , dengan judul “Tanggung Jawab Notaris Terhadap
Akta Otentik Yang Dibuat Dan Berindikasi Perbuatan Pidana”.
Adapun permasalahan yang dibahas adalah :
a) Faktor apakah yang menyebabkan Notaris diperlukan kehadirannya dalam
pemeriksaaan perkara pidana?
b) Bagaimana tanggung jawab Notaris sebagai pejabat umum terhadap akta
otentik yang dibuat dan berindikasi perbuatan pidana?
c) Bagaimana fungsi dan peranan Majelis Pengawas Daerah terhadap
pemanggilan Notaris pada pemeriksaan perkara pidana?
Kesimpulan :
a) Faktor yang menyebabkan Notaris diperlukan kehadirannya dalam pemeriksaan perkara pidana adalah apabila akta yang dibuatnya menimbulkan kerugian yang diderita para pihak maupun pihak lain; Untuk mendapatkan keterangan dari Notaris terhadap bukti materiil berkaitan dengan akta yang dibuat dan berindikasi perbuatan pidana; Merupakan kewajiban setiap warga/anggota masyarakat untuk menghadiri pemeriksaan pidana sebagai saksi, saksi ahli atau juru bahasa.
b) Berdasarkan Pasal 65 UUJN bahwa Notaris bertanggung jawab atas setiap akta yang dibuatnya meskipun protokol Notaris telah diserahkan kepada peyimpan protokol Notaris. Artinya tanggung jawab Notaris tidak berakhir meskipun Notaris telah Pensiun/Purna tugas, sehingga setiap saat dapat dimintai pertanggungjawabannya atas akta yang dibuat, jika berindikasi perbuatan pidana.
terhadap Notaris; Memberikan nasehat dan teguran lisan berkaitan dengan pelanggaran yang dilakukan Notaris; Secara moral turut bertanggung jawab terhadap perilaku Notaris dalam pelaksanaan jabatan Notaris, Pengawasan khususnya pemeriksaan kepada Notaris harus mengedepankan rasa menghargai dan menghormati sesama perangkat negara, dengan mengedepankan asas praduga tak bersalah; Menjadi saluran satu-satunya bagi masyarakat yang ingin mengadukan perbuatan tidak etis atau pelanggaran jabatan yang dilakukan Notaris.
Apabila dibandingkan dengan penelitian yang pernah dilakukan dengan
penelitian ini, baik permasalahan maupun pembahasan adalah berbeda. Oleh karena
itu penelitian ini adalah asli dan dapat dipertanggungjawabkan kebenaran dan
keasliannya secara akademis.
F. Kerangka Teori dan Konsep 1. Kerangka Teori
Kerangka Teori adalah kerangka pemikiran atau butir-butir pendapat, teori,
mengenai suatu kasus atau permasalahan yang menjadi bahan perbandingan atau
pegangan teoritis dalam penelitian.9
Di dalam suatu teori sedikitnya terdapat tiga unsur, yakni: Pertama,
penjelasan mengenai hubungan antara berbagai unsur dalam suatu teori;Kedua, Teori
menganut sistem deduktif, yaitu bertolak dari suatu yang umum dan abstrak menuju
suatu yang khusus dan nyata;Ketiga, Teori memberikan penjelasan atau gejala yang
dikemukakannya. Fungsi teori dalam suatu penelitian adalah untuk memberikan
pengarahan kepada penelitian yang akan dilakukan. Hukum merupakan sarana untuk
mengatur kehidupan sosial. Tujuan hukum adalah mewujudkan keadilan
9
(rechtsgerechtigheid), kemanfaatan (rechtsutiliteit) dan kepastian hukum
(rechtszekerheid).10
Kerangka teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori
keseimbangan kepentingan dan teori perlindungan hukum, terkhusus keseimbangan
kepentingan dan perlindungan hukum terhadap Notaris dalam menjaga rahasia isi
akta yang diperbuatnya dalam pemeriksaan perkara pidana.
Sebagai pisau analis, Roscoe Pound mengungkapkan bahwa hukum itu
sebagai Keseimbangan Kepentingan. Artinya kepentingan-kepentingan yang ada
dalam masyarakat harus di tata sedemikian rupa agar tercapai keseimbangan yang
proporsional. Pound menyatakan tiga kategori kelompok kepentingan, yaitu
kepentingan umum, kepentingan sosial dan kepentingan pribadi.
Kepentingan-kepentingan yang tergolong Kepentingan-kepentingan umum terdiri atas dua yakni Kepentingan-kepentingan
Negara sebagai badan hukum dalam mempertahankan kepribadian dan hakikatnya,
kepentingan-kepentingan Negara sebagai penjaga kepentingan-kepentingan sosial.11
Yang tergolong kepentingan pribadi/perorangan adalah :
1. Pribadi (integritas fisik, kebebasan kehendak, kehormatan/nama baik, Privacy, kebebasan kepercayaan, dan kebebasan berpendapat). Kepentingan-kepentingan ini biasanya menjadi bagian dari hukum pidana yang mengatur tentang penganiayaan, fitnah, dan lain sebagainya;
2. Kepentingan-kepentingan dalam hubungan rumah tangga/domestik (orang tua, anak, suami, isteri). Kepentingan-kepentingan ini meliputi soal-soal seperti perlindungan hukum atas perkawinan, hubungan suami isteri, hak orang tua untuk mendidik anak;
10Achmad Ali, Menguak Tabir Hukum;Suatu Kajian Filosofis dan Sosiologis, PT. Gunung
Agung Tbk, Jakarta, 2002, Hal. 85
11 Bernard L. Tanya, Yoan N. Simanjuntak, dan Markus Y. Hage, Teori hukum, Genta
3. Kepentingan substansi meliputi perlindungan hak milik, kebebasan menyelesaikan warisan, kebebasan berusaha dan mengadakan kontrak, hak untuk mendapatkan keuntungan yang sah, pekerjaan, dan hak untuk berhubungan dengan orang lain.12
Roscoe Pound, melihat hukum berfungsi sebagai menata perubahan. Dalam
hal ini Pound memunculkan teori tentang Law as a tool of social engineering.
Menurut Pound, hukum adalah untuk “menata kepentingan-kepentingan yang ada
dalam masyarakat”. Kepentingan-kepentingan tersebut harus ditata sedemikian rupa
agar tercapai keseimbangan yang proporsional. Manfaatnya adalah terbangunnya
suatu struktur masyarakat sedemikian rupa hingga secara maksimum mencapai
kepuasan akan kebutuhan dengan seminimum mungkin menghindari benturan.13
Teori Perlindungan hukum menjelaskan bahwa hukum bertujuan
mengintegrasikan dan mengkoordinasikan berbagai kepentingan dalam masyarakat
karena dalam suatu lalu lintas kepentingan, perlindungan terhadap kepentingan
tertentu hanya dapat dilakukan dengan cara membatasi berbagai kepentingan di lain
pihak. Menurut Satjipto Rahardjo, perlindungan hukum adalah memberikan
pengayoman terhadap hak asasi manusia yang dirugikan orang lain dan perlindungan
itu diberikan kepada masyarakat agar dapat menikmati semua hak-hak yang diberikan
oleh hukum.14
Perlindungan hukum harus melihat tahapan yakni perlindungan hukum lahir
dari suatu ketentuan hukum dan segala peraturan hukum yang diberikan oleh
12
Ibid, hal 150.
13Satjipto Rahardjo,Ilmu Hukum, Citra Aditya, Bandung, 2000, hal. 85 14
masyarakat yang pada dasarnya merupakan kesepakatan mayarakat tersebut untuk
mengatur hubungan perilaku antara anggota-anggota masyarakat dan antara
perseroan dengan pemerintah yang dianggap mewakili kepentingan masyarakat.
Dalam hal ini Notaris dalam proses membuat akta harus menjaga dan
melindungi kepentingan-kepentingan para pihak sebagai pribadi perseorangan, dalam
menjaga dan melindungi kepentingan-kepentingan tersebut Notaris tidaklah
melanggar ketentuan dalam hukum perdata maupun pidana.
Notaris adalah pejabat umum yang berwenang untuk membuat akta otentik
dan memiliki kewenangan lainnya sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang ini
dan berdasarkan undang-undang lainnya (Pasal 1 angka 1 UU No. 2 Tahun 2014
tentang perubahan undang-undang jabatan Notaris). Pasal 1868 KUH Perdata
menyatakan bahwa “suatu akta autentik ialah suatu akta yang dibuat dalam bentuk
yang ditentukan Undang-Undang oleh atau dihadapan pejabat umum yang berwenang
untuk itu di tempat akta tersebut dibuat”. Notaris sebagai pejabat umum, yang berarti
kepadanya diberikan dan dilengkapi dengan kewenangan atau kekuasaan umum yang
menyangkut publik (openbaar gezag).15Pasal tersebut mengartikan agar suatu akta
memiliki kekuatan bukti otentik, maka haruslah ada kewenangan dari Pejabat Umum
yang dalam hal ini Notaris, untuk membuat akta otentik yang bersumber dari
undang-undang.16
15R. Sugondo Notodisoerjo, Hukum Notariat di Indonesia suatu penjelasan, Raja Grafindo
Persada, Jakarta, 1983, hal 44.
16
Notaris diangkat oleh pemerintah selaku representasi kekuasaan umum
(openbaar gezag), demi kepentingan publik. Dimana otoritas Notaris diberikan
langsung oleh undang-undang, demi pelayanan kepentingan publik dan bukan demi
kepentingan pribadi Notaris sendiri. Hal ini dikarenakan, kewajiban-kewajiban yang
diemban Notaris merupakan kewajiban jabatan (ambtsplicht)sehingga Notaris wajib
melakukan perintah jabatannya, sesuai dengan isi sumpah pada saat hendak
memangku jabatan Notaris. Dengan batasan dimana seorang Notaris dapat dikatakan
mengabaikan tugas/kewajiban jabatan apabila Notaris tidak melakukan perintah
undang-undang yang dibebankan kepadanya.
Notaris berwenang membuat akta autentik, karena di beri kewenangan oleh
Undang-Undang, dan sebagai alat bukti yang sempurna bagi para pihak, ahli waris,
maupun sekalian orang yang mendapatkan hak dari akta tersebut. Oleh karenanya,
siapa saja yang hendak menyangkal atas kebenaran akta tersebut maka pihak yang
menyangkal tersebutlah yang membuktikannya. Menurut Subekti, akta berbeda
dengan surat, selanjutnya dikatakan bahwa, “kata akta bukan berarti surat melainkan
harus diartikan dengan perbuatan hukum, berasal dari kataacte yang dalam bahasa
Perancis berarti perbuatan”.17
Jabatan yang dimiliki Notaris merupakan jabatan kepercayaan dimana
seseorang bersedia mempercayakan sesuatu kepadanya, sebagai kepercayaan maka
Notaris memiliki hak untuk merahasiakan semua yang diberitahukan kepadanya
selaku Notaris. Notaris dalam menjalankan jabatannya selaku pejabat umum, selain
terikat pada suatu aturan jabatan, juga terkait pada sumpah jabatan yang
diucapkannya pada saat diangkat sebagai Notaris dimana Notaris wajib untuk
merahasiakan isi akta dan keterangan yang diperolehnya sebagaimana diatur dalam
Pasal 4 ayat (2) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 30 Tahun 2004 tentang
Undang-Undang Jabatan Notaris, yang menyatakan “….. bahwa saya akan
merahasiakan isi akta dan keterangan yang diperoleh dalam pelaksanaan jabatan saya,
….”. Artinya Notaris dalam menjalankan jabatannya haruslah selalu menjaga rahasia
akta yang dibuatnya, termasuk keterangan-keterangan yang diminta oleh pihak
lain/pihak ketiga kecuali undang-undang menentukan lain. Apabila Notaris
melakukan pelanggaran dimana undang-undang tidak memerintahkannya, maka atas
pengaduan pihak yang dirugikan, pihak yang berwajib dapat mengambil tindakan
terhadap Notaris tersebut mengenai ketentuan membongkar rahasia seperti yang
tercantum dalam Pasal 322 ayat (1) dan (2) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.
Dalam pembuatan aktanya, Notaris haruslah di lihat dan di nilai apa adanya,
dan setiap orang harus dinilai benar berkata seperti yang dituangkan dalam akta
tersebut. Karena Notaris dalam jabatannya hanya bersifat formal, artinya Notaris
hanya berfungsi mancatat/menuliskan apa-apa saja yang dikehendaki dan
dikemukakan oleh para pihak yang menghadap Notaris tersebut. Karenanya, Notaris
harus menyelidiki secara materil hal-hal yang dikemukakan para penghadap Notaris.
Sehingga jika ada yang mendalilkan akta tersebut tidak benar, maka yang
mendalilkan tersebut harus dapat membuktikan dalil yang menyatakan tidak benar
Sebagai salah satu perangkat hukum, Notaris memiliki hak ingkar18 sebagai
pejabat umum yang professional dengan harus memegang sumpah jabatannya untuk
tidak memberitahukan isi aktanya. Namum di sisi lain Notaris harus berdiri pada
kepentingan Negara yang mana hal ini mengacu pada kepentingan publik guna
terselesaikannya proses hukum dalam peradilan sehingga dapat menghasilkan
keputusan yang adil, bermanfaat dan menjamin kepastian. Dalam hal tersebut berarti
bahwa Notaris bisa memberitahukan isi akta pada pihak yang tidak berkepentingan
terhadapnya seperti pihak kepolisian asalkan didukung peraturan
perundang-undangan yang mengatur tentang hal tersebut. Hal ini mengacu pada Nota
Kesepahaman antara Kepolisian Negara Republik Indonesia dengan Ikatan Notaris
Indonesia dan Ikatan Pejabat Pembuat Akta Tanah No.Pol.1056/V/2006 dan
Nomor:01/MOU/PP-INI/2006, tanggal 9 Mei 2006, yang ditandatangani di Jakarta
pada tanggal 9 Mei 2006 oleh Kepala Kepolisisn Negara Republik Indonesia dan
Ketua Umum Ikatan Notaris Indonesia. Dalam hal terdapat kesalahan yang bersifat
18
Dasar hukum daripada Hak Ingkar tercantum pada Pasal 1909 ayat (2) KUH Pdta yang selengkapnya berbunyi “Namun dapatlah meminta dibebaskan dari kewajibannya memberikan kesaksian :
a) Siapa yang bertalian kekeluargaan darah dalam garis samping dalam derajat kedua atau semenda dengan salah satu pihak.
b) Siapa yang ada pertalian darah dalam garis lurus tak terbatas dan dalam garis samping dalam derajat kedua dengan suami atau isteri salah satu pihak.
c) Segala pekerjaannya atau jabatannya menurut undangundang diwajibkan merahasiakan sesuatu namun hanyalah semata-mata mengenai hal-hal yang pengetahuannya dipercayakan kepadanya sebagai demikian”.
Pasal 170 ayat (1) KUHP yang mengatakan :
a) Mereka yang karena pekerjaan, harkat martabat atau jabatannya diwajibkan menyimpan rahasia, dapat minta dibebaskan dari kewajiban untuk memberi keterangan sebagai saksi, yaitu tentang hal yang dipercayakan kepada mereka.
pribadi, maka haruslah Notaris diperlakukan seperti warga masyarakat biasa yang
dapat diminta dan dituntut pertanggungjawabannya, namun terhadap kesalahan yang
terkait dengan tugas pekerjaan/jabatannya maka kedudukan akta-aktanya tetaplah
dijamin dan terhadap Notaris perlu diberi perlindungan hukum sesuai prosedur
peraturan perundang-undangan yang berlaku terkait dengan jabatannya. Adapun
dalam lampiran Nota Kesepahaman diatur bahwa pemanggilan Notaris harus
dilakukan secara tertulis dan ditandatangani oleh penyidik dan pemanggilan Notaris
tersebut harus sudah memperoleh persetujuan dari Majelis Pengawas. Dalam surat
pemanggilan tersebut juga harus jelas mencantumkan alasan pemanggilan, status
pemanggilan sebagai saksi atau tersangka, waktu dan tempat serta pelaksanaannya.
Profesi hukum khususnya Notaris merupakan profesi yang menuntut
pemenuhan nilai moral dan pengembangannya. Nilai moral merupakan kekuatan
yang mengarahkan dan mendasari perbuatan luhur, oleh karena itu Notaris dituntut
supaya memiliki moral yang kuat. Franz Magnis Suseno mengemukakan 5 (lima)
kriteria nilai moral yang kuat mendasari kepribadian professional hukum. Kelima
kriteria tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut :19
a) Kejujuran, kejujuran adalah dasar utama. Tanpa kejujuran maka professional hukum mengingkari misi profesinya, sehingga dia menjadi munafik, licik, penuh tipu diri. Dua sikap yang terdapat dalam kejujuran yaitu (1) sikap terbuka, ini berkenaan dengan pelayanan klien, kerelaan melayani secara bayaran atau secara cuma-cuma. (2) sikap wajar, ini berkenaan dengan perbuatan yang tidak berlebihan, tidak otoriter, tidak sok kuasa, tidak kasar, tidak menindas dan tidak memeras;
19Supriadi,Etika dan Tanggung Jawab Profesi Hukum di Indonesia,Sinar Grafika, Jakarta,
b) Autentik. Autentik artinya mengahayati dan menunjukkan diri sesuai dengan keasliannya, kepribadian yang sebenarnya. Autentik pribadi professional hukum antara lain : (1) tidak menyalahgunakan wewenang; (2) tidak melakukan perbuatan yang merendahkan martabat(perbuatan tercela); (3) mendahulukan kepentingan klien; (4) berani berinisiatif dan berbuat sendiri dengan kebijakan, tidak semata-mata menunggu perintah atasan; (5) tidak mengisolasi diri dari pergaulan;
c) Bertanggung Jawab. Dalam menjalankan tugasnya, professional hukum wajib bertanggung jawab, artinya (1) kesediaan melakukan dengan sebaik mungkin apa saja yang termasuk lingkup profesinya; (2) bertindak secara proporsional tanpa membedakan perkara bayaran dan perkara cuma-cuma (prodeo);
d) Kemandirian moral. Kemandirian moral artinya tidak mudah terpengaruh atau tidak mudah mengikuti pandangan moral yang terjadi di sekitarnya, melainkan membentuk penilaian sendiri. Mandiri secara moral berarti tidak dapat dibeli oleh pendapat mayoritas, tidak terpengaruh oleh pertimbangan untung rugi (pamrih), menyesuaikan diri dengan nilai kesusilaan agama;
e) Keberanian moral. Keberanian moral adalah kesetiaan terhadap suatu hati nurani yang menyatakan kesediaan untuk menanggung resiko konflik. Keberanian tersebut antara lain : (1) menolak segala bentuk korupsi, kolusi, suap dan pungli; (2) menolak tawaran damai di tempat atas tilang karena pelanggaran jalan raya; (3) menolak segala bentuk cara penyelesaian melalui jalan belakang yang tidak sah.
Melalui sudut pandang teori kepentingan, penerima hak refleks sepertinya
tidak dimungkinkan jika tindakan yang wajib dilaksanakan oleh seseorang terhadap
orang lain adalah berupa pengenaan tindakan kejahatan terhadap dirinya. Jika suatu
kepentingan dilindungi oleh kewajiban tersebut, itu bukanlah kepentingan individu
yang menjadi sasaran sanksi.20 Misalkan bukanlah kepentingan dan bukan pula hak
Notaris yang tidak memenuhi kewajiban, melainkan kepentingan dan hak para pihak
dilindungi dengan kewajiban hukum Notaris untuk menjaga kerahasiaan aktanya.
Hak dan kewajiban bukanlah merupakan kumpulan peraturan atau kaedah, melainkan
20 Hans Kelsen, Teori Hukum Murni (Dasar-Dasar Ilmu Hukum Normatif), Penerbit Nusa
merupakan perimbangan kekuasaan dalam bentuk hak individual di satu pihak yang
tercermin pada kewajiban pada pihak lawan.21
Jika diasumsikan bahwa suatu kewajiban hukum untuk berperilaku dengan
cara tertentu hanya ada jika tatanan hukum melekatkan sanksi kepada perilaku yang
sebaliknya; maka yang secara hukum diwajiban untuk berperilaku tertentu adalah
individu yang perilakunya tidak hanya dapat memenuhi kewajiban namun juga
melanggarnya; maka subjek dari kewajiban yang dipertautkan kepada Negara adalah
individu yang harus memenuhi kewajiban ini dengan perilaku dan perbuatannya.22
2. Kerangka konsep
Konsep diartikan sebagai kata yang menyatakan abstrak yang
digeneralisasikan dari hal-hal yang khusus, yang disebut dengan defenisi operasional.
Kegunaan dari adanya konsepsi agar ada pegangan dalam melakukan penelitian atau
penguraian, sehingga dengan demikian memudahkan bagi orang lain untuk
memahami batasan-batasan atau pengertian-pengertian yang dikemukakan.
Soejono Soekanto bependapat bahwa kerangka konsepsi pada hakekatnya
merupakan suatu pengarah atau pedoman yang lebih konkrit dari kerangka teoritis
yang seringkali bersifat abstrak, sehingga diperlukan defenisi-defenisi operasional
yang menjadi pegangan konkrit dalam proses penelitian.
21Sudikno Mertokusumo,Mengenal Hukum Suatu Pengantar, Penerbit Liberty, Yogyakarta,
2005, hal 42.
Menghindari kesimpangsiuran dalam menafsirkan istilah-istilah yang
digunakan dalam penelitian ini, dikemukakan beberapa definisi operasional sebagai
berikut:
1. Notaris adalah Pejabat Umum yang berwenang untuk membuat akta autentik dan
memiliki kewenangan lainnya sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang ini
atau berdasarkan undang-undang lainnya23;
2. Hak adalah sesuatu yang benar; kepunyaan/milik; kewenangan; kekuasaan untuk
melakukan sesuatu atau kekuasaan yang benar atas sesuatu24;
3. Kewajiban adalah sesuatu yang wajib dilaksanakan, keharusan (sesuatu hal yang
harus dilaksanakan);
4. Rahasia jabatan (ambtsgeheim atau official secret atau professional secret)
merupakan membuka, menceritakan ataupun memberikan keterangannya tentang
jabatannya sendiri yang dipangkunya atau jabatan seseorang yang wajib
dirahasiakan, baik masa sekarang atau masa lampau dapat dituntut25;
5. Akta autentik adalah suatu akta yang dibuat dalam bentuk yang ditentukan
Undang-Undang oleh atau dihadapan pejabat umum yang berwenang untuk itu di
tempat akta itu dibuat26;
6. Perkara pidana adalah perbuatan yang dilarang oleh suatu aturan hukum,
larangan mana disertai ancaman (sanksi) berupa pidana tertentu, bagi barangsiap
melanggar larangan tersebut27;
23Pasal 1 angka 1 UU No 2 Tahun 2014 tentang Undang-Undang Jabatan Notaris. 24Sudarsono,Kamus Hukum,PT. Asdi Mahasatya, Jakarta, hal. 154
G. Metode Penelitian
Penelitian adalah usaha atau pekerjaan untuk mencari kembali yang dilakukan
dengan suatu metode tertentu dengan cara hati-hati, sistematis serta sempurna
terhadap permasalahan, sehingga dapat digunakan untuk menyelesaikan atau
menjawab problemanya. Penelitian hukum merupakan suatu kegiatan ilmiah, yang
didasarkan pada metode, sistematika dan pemikiran tertentu, yang bertujuan untuk
mempelajari satu atau beberapa gejala hukum tertentu, dengan jalan menganalisanya.
Kecuali itu, maka diadakan juga pemeriksaan mendalam terhadap fakta hukum
tersebut, untuk kemudian mengusahakan suatu pemecahan atas
permasalahan-permasalahan yang timbul di dalam gejala yang bersangkutan.
Metode penelitian merupakan suatu sistem dan suatu proses yang mutlak
harus dilakukan dalam suatu kegiatan penelitian dan pengembangan ilmu
pengetahuan. Sebagai suatu penelitian ilmiah, maka rangkaian kegiatan penellitian
dinilai dari pengumpulan data sampai pada analisis data dilakukan dengan
memperhatikan kaidah-kaidah ilmiah sebagai berikut :
1. Sifat dan Jenis Penelitian
Penelitian ini menggunakan pendekatan bersifat prespektif analitis. Bersifat
prespektif maksudnya penelitian ini mempelajari tujuan hukum, nilai-nilai keadilan,
validasi aturan hukum yang dihadapi.28 Analitis dimasukkan berdasarkan gambaran
fakta yang diperoleh akan dilakukan secara cermat bagaimana menjawab
permasalahan.
27
Moeljatno,Asas-Asas Hukum Pidana,Rineka Cipta, Jakarta, 2000), hal 54
28
Jenis penelitian yang digunakan disesuaikan dengan permasalahan yang
diangkat di dalamnya. Jenis penelitian ini adalah penelitian hukum normatif.
Penelitian hukum normatif yaitu penelitian yang dilakukan dengan cara menganalisa
hukum yang tertulis dari bahan pustaka atau data sekunder belaka yang lebh dikenal
dengan nama bahan hukum sekunder dan bahan acuan dalam bidang hukum atau
bahan rujukan bidang hukum.
Penelitian hukum normatif dimaksudkan untuk mengadakan pendekatan
terhadap masalah dengan cara melihat dari segi perundang-undangan yang berlaku
serta doktrin-doktrin. Dalam penelitian ini, penelitian hukum normatif bertujuan
untuk meneliti Perlindungan Hukum Bagi Notaris Untuk Menjaga Kerahasiaan Isi
Akta Yang Diperbuatnya Dalam Perkara Pidana (Studi di Pematangsiantar).
Pendekatan penelitian ini dilakukan dengan menggunakan pendekatan yuridis
normatif atau pendekatan perundang-undangan. Dengan tujuan untuk mengadakan
pendekatan terhadap permasalahan dengan cara melihat dari segi peraturan
perundang-undangan yang berlaku mengenai Perlindungan Hukum Bagi Notaris
Untuk Menjaga Kerahasiaan Isi Akta Yang Diperbuatnya Dalam Perkara Pidana
dengan tujuan untuk mempelajari penerapan norma-norma atau kaidah hukum yang
dilakukan dalam praktik hukum.
2. Teknik Pengumpulan Data
Pengumpulan data mempunyai hubungan erat dengan sumber data, karena
dengan pengumpuan data akan diperoleh data yang diperlukan untuk selanjutnya
penelitian ini menggunakan metode pengumpulan data kepustakaan atau library
research.
Sumber data dalam penelitian ini diperoleh melalui data sekunder yaitu data
yang dikumpulkan melalui studi dokumen terhadap bahan kepustakaan yang terdiri
dari:
a. Bahan hukum primer yakni bahan hukum yang terdiri dari peraturan
perundang-undangan, terdiri dari :
1) Undang-Undang Dasar Negara Kesatuan Republik Indonesia Tahun 1945;
2) Kitab Undang-Undang Hukum Perdata;
3) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana;
4) Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP);
5) Kode Etik Notaris Ikatan Notaris Indonesia (I.N.I) tanggal 27 Januari 2005 di
Bandung;
6) Nota Kesepahaman Antara kepolisian Negara Republik Indonesia dengan
Ikatan Notaris Indonesia (I.N.I) dan Ikatan Pejabat Pembuat Akta Tanah
(I.P.P.A.T) No.Pol.1056/V/2006 dan Nomor:01/MOU/PP-INI/2006, tanggal 9
Mei 2006;
7) Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Perubahan Undang-Undang
Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris (UUJN);
b. Bahan hukum sekunder, yaitu bahan hukum yang diperoleh dengan melakukan
penelitian literatur, yaitu melakukan penelitian atas pendapat dan pemikiran para
hukum serta bentuk-bentuk tulisan lainnya yang berkaitan dengan masalah yang
sedang diteliti.
c. Bahan hukum tersier, yaitu bahan yang memberikan petunjuk maupun penjelasan
terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder.
3. Alat Pengumpulan Data
Alat pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan
mengadakan studi dokumen/kepustakaan dan wawancara.
a. Studi dokumen/kepustakaan yaitu dengan menelaah bahan hukum
kepustakaan yang terkait dengan permasalahan yang diajukan untuk meneliti
lebih jauh, guna memperoleh data sekunder berupa bahan hukum primer dan
bahan hukum sekunder;
b. Wawancara yaitu menghimpun data dengan melakukan tanya jawab antara
peneliti dengan nara sumber untuk mendapatkan informasi. Guna menambah
dan melengkapi data sekunder yang diperoleh akan dilakukan wawancara
dengan Notaris/Pejabat Pembuat Akta Tanah di Kota Pematangsiantar
sebanyak 5 orang;
4. Analisis Data
Analisis data dilakukan untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan penelitian
atau untuk menguji hipotesis-hipotesis penelitian yang telah dinyatakan sebelumnya.
Analisis data adalah proses penyederhanaan data dan penyajian data dengan
Analisia data merupakan proses menatur urutan data, mengorganisasikan ke dalam
suatu pola, kategori dan satuan uraian dasar. Yang dilakukan dalam analisis data
adalah menginventarisasi semua ketentuan hukum positif yang menyangkut tentang
Notaris, hak dan kewajiban Notaris dan rahasia jabatan.
Penarikan kesimpulan dalam penelitian ini menggunakan metode deduktif
yakni berpikir dari yang umum menuju hal yang khusus dengan menggunakan
perangkat normatif. Kesimpulan merupakan jawaban atas permasalahan yang telah
diteliti sehingga diharapkan akan memberikan jawaban yang jelas atas permasalahan