• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II RAHASIA JABATAN NOTARIS ATAS AKTA YANG

B. Akta Otentik Yang Dibuat Oleh Atau Dihadapan Notaris

1. Kekuatan Pembuktian Akta Otentik Yang Dibuat Oleh

“Akta Notaris yang selanjutnya disebut Akta adalah akta autentik yang dibuat oleh atau dihadapan Notaris menurut bentuk dan tata cara yang ditetapkan dalam undang- undang ini.” Dan tersirat dalam Pasal 58 ayat (2) UUJN disebutkan bahwa Notaris wajib membuat daftar Akta dan mencatat semua akta yang dibuat oleh atau dihadapan Notaris. Menurut Sudikno Mertokusumo47, akta adalah surat sebagai alat bukti yang diberi tandatangan yang memuat peristiwa yang menjadi dasar suatu hak atau perikatan, yang dibuat sejak semula dengan sengaja untuk pembuktian.

47

Akta Notaris lahir dan tercipta karena :

1. Atas dasar permintaan atau dikehendaki oleh yang berkepentingan, agar perbuatan hukum mereka itu dinyatakan atau dituangkan dalam bentuk akta otentik;

2. Atas dasar Undang-undang yang menentukan agar untuk perbuatan hukum tertentu mutlak harus dibuat dalam bentuk akta otentik dengan diancam kebatalan jika tidak, misalnya dalam mendirikan suatu perseroan terbatas, harus dengan akta otentik.48

Terdapat 2 (dua) jenis akta Notaris yakni Akta yang dibuat oleh (door)Notaris dalam praktek Notaris disebutAkta Relaasatau Akta Berita Acara yang berisi berupa uraian Notaris yang dilihat dan disaksikan Notaris sendiri atas permintaan para pihak, agar tindakan atau perbuatan para pihak yang dilakukan dituangkan kedalam bentuk akta Notaris; Akta yang dibuat dihadapan (ten overstaan) Notaris, dalam praktek Notaris disebut Akta Pihak, yang berisi uraian atau keterangan, pernyataan para pihak yang diberikan atau yang diceritakan di hadapan Notaris. Para pihak berkeinginan agar uraian atau keterangannya dituangkan ke dalam bentuk akta Notaris.49

Akta otentik merupakan alat bukti bagi para pihak dalam suatu perjanjian yang berisi hak dan kewajiban para pihak tersebut berkaitan dengan hal-hal yang telah disepakati. Oleh karena itu akta otentik berguna bagi para pihak untuk memastikan hak dan kewajiban masing-masing demi kepastian hukum, ketertiban, dan perlindungan hukum bagi para pihak yang berkepentingan dan sekaligus juga bagi masyarakat secara keseluruhan. Keotentikan akta tersebut tetap bertahan walaupun Notaris yang membuatnya meninggal dunia. Tanda tangan Notaris yang

48Rachmat Setiawan,Pokok-Pokok Hukum Perikatan,Putra A Bardin, Bandung, 1999, hal. 3 49G. H. S. Lumban Tobing,op.cit,hal 51.

bersangkutan tetap memiliki kekuatan meskipun ia tidak dapat lagi menyampaikan keterangan mengenai kejadian-kejadian pada saat pembuatan akta itu.50

Akta Notaris merupakan perjanjian para pihak yang mengikat mereka membuatnya, oleh karena itu syarat-syarat sahnya perjanjian harus dipernuhi. Pasal 1320 KUHPerdata telah mengatur tentang syarat sahnya suatu perjanjian yakni syarat subjektif yaitu syarat yang berkaitan dengan subjek yang mengadakan atau membuat perjanjian yang terdiri dari kata sepakat dan cakap bertindak untuk melakukan suatu perbuatan hukum, dan syarat objektif yaitu syarat yang berkaitan dengan perjanjian itu sendiri atau berkaitan dengan objek yang dijadikan perbuatan hukum oleh para pihak yang terdiri dari suatu hal tertentu dan sebab yang tidak dilarang.51

Menurut A. Pitlo, akta merupakan surat yang ditandatangani, diperbuat untuk dipakai sebagai alat bukti, dan untuk dipergunakan oleh orang, untuk keperluan siapa surat itu dibuat.52 Sedangkan menurut Subekti, Akta berbeda dengan surat, artinya bahwa kata akta bukan berarti surat melainkan harus diartikan dengan perbuatan hukum, berasal dari kata acte yang dalam bahasa Prancis berarti perbuatan.53Dalam menilai sebuah akta Notaris harus didasarkan pada 3 (tiga) nilai pembuktian, yaitu:54

a. Lahiriah(Uitwendige Bewijskracht)

50Habib Adjie, Meneropong Khazanah Notaris dan PPAT Indonesia, Citra Aditya Bakti,

2009, hal. 43.

51Suatu persetujuan tanpa sebab, atau yang telah dibuat karena sesuatu sebab yang palsu atau

terlarang maka persetujuan tersebut tidak mempunyai kekuatan hukum (Pasal 1335 KUHPerdata). Jika tidak dinyatakan suatu sebab, tetapi ada sebab yang halal (tidak dilarang), ataupun jika ada suatu sebab yang lain, daripada yang dinyatakan, maka persetujuan tetap sah (Pasal 1336 KUHPerdata). (Habib Adjie,Hukum Notaris Indonesia (Tafsir Tematik Terhadap UU No. 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris),(Bandung :PT. Refika Aditama, 2009), hal. 82).

52A. Pitlo,Pembuktian dan Daluwarsa (Alih Bahasa M. Isa Arief),Intermasa, Jakarta 1986,

hal. 52.

53Subekti,Pokok-Pokok Hukum Perdata, Intermasa, Jakarta, 1980, hal. 29.

54R. Soegondo Notodisoerjo, op.cit., hal. 55. G. H. S. Lumban Tobing, op.cit., hal. 54-65.

Sudikno Mertokusumo, Hukum Acara Perdata Indonesia, Liberty, Yogyakarta, 1998, hal. 123; R. Subekti,Hukum Acara Perdata, Bina Cipta, Bandung, 1989, hal. 93-94.

Kemampuan lahiriah akta Notaris merupakan kemampuan akta itu sendiri untuk membuktikan keabsahannya sebagai akta otentik (acta publica probant sese ipsa). Artinya kata itu sendiri mempunyai kekuatan untuk membuktikan dirinya sendiri sebagai akta otentik karena kehadirannya, kelahirannya sesuai atau ditentukan dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku. Penyangkalan atau pengingkaran bahwa secara lahiriah akta Notaris sebagai akta otentik bukan akta otentik, penilaian pembuktiannya haris didasarkan pada syarat-syarat akta Notaris sebagai akta otentik. Dimana pembuktiannya harus melalui upaya gugatan ke pengadilan dan penggugat harus dapat membuktikan bahwa secara lahiriah akta yang menjadi objek gugatan bukan akta Notaris.

b. Formal(Formele Bewijskracht)

Akta Notaris harus memberikan kepastian bahwa suatu kejadian dan fakta tersebut dalam akta betul-betul dilakukan oleh Notaris atau diterangkan oleh pihak-pihak yang menghadap pada saat yang tercantum dalam akta sesuai dengan prosedur yang sudah ditentukan dalam pembuktian akta. Secara formal untuk membuktikan kebenaran dan kepastian tentang hari, tanggal, bulan, tahun, pukul atau waktu menghadap, dan identitas dari pihak yang menghadap, paraf dan tanda tangan para pihak/penghadap, saksi dan Notaris, demikian juga tempat dimana akta itu dibuat, serta membuktikan apa yang dilihat, disaksikan, didengar oleh Notaris pada akta pejabat/berita acara dan

mencatatkan keterangan atau pernyataan para pihak/penghadap pada akta pihak.

c. Materiil(Materiele Bewijskracht)

Akta Notaris memberikan kepastian tentang materi suatu akta bahwa apa yang tersebut dalam akta merupakan pembuktian yang sah terhadap pihak-pihak yang membuat akta atau mereka yang mendapat hak dan berlaku untuk umum, kecuali ada pembuktian sebaliknya (tegenbewijs). Jika akan membuktikan aspek materiil dalam akta, yang bersangkutan harus dapat membuktikan bahwa Notaris tidak menerangkan atau menyatakan yang sebenarnya dalam akta (akta pejabat), atau para pihak yang telah benar berkata (dihadapan Notaris) menjadi tidak benar berkata, dan harus dilakukan pembuktian terbalik untuk menyangkal aspek materiil dari akta Notaris. Kuantitas Notaris sangatlah tinggi, oleh karena itu tidak tertutup kemungkinan terjadinya pelanggaran-pelanggaran terhadap pembuatan akta. Setiap perbuatan melanggar hukum tentunya haruslah mengalami proses penyelidikan, penyidikan, dan persidangan serta proses hukum lainnya, baik secara perdata maupun pidana. Terkait dengan hal-hal yang demikian, seringkali permasalahan tersebut masuk dalam ranah hukum pidana. Sengketa hukum ini tentunya tidak hanya berimplikasi pada Notaris yang membuat akta itu saja, tapi juga dapat berimplikasi pada akta itu sendiri. Dalam hal pemanggilan dan kehadiran seorang Notaris dalam pemeriksaan perkara pidana dapat dibedakan sebagai berikut :

Dalam hal ini Notaris dipanggil dan perlu kehadirannya dalam pemeriksaan perkara pidana sebagai ahli hukum yang berwenang membuat akta otentik sehingga diperlukan pertimbangan hukum yang khusus sesuai keahliannya berkaitan dengan kewenangan dan tanggung jawab Notaris serta hal-hal yang dapat memberikan penjelasan kepada penyidik di Kepolisian, Jaksa/penuntut umum, hakim, pengacara/penasehat hukum maupun pihak pencari keadilan;

b. Sebagai Saksi;

Dalam hal ini Notaris dipanggil dan perlu kehadirannya dalam pemeriksaan perkara pidana, dalam kapasitas sebagai pejabat umum yang membuat akta otentik, diperlukan kesaksiannya terhadap apa yang dilihat, didengar dan bukti-bukti pendukung dalam pembuatan akta otentik tersebut, yang ternyata terindikasi perkara pidana. Dalam kedudukan sebagai saksi ini apabila kuat dugaan Notaris terlibat, maka dapat ditingkatkan statusnya menjadi tersangka; dan

c. Sebagai tersangka;

Dalam hal ini Notaris dipanggil dan perlu kehadirannya dalam pemeriksaan perkara pidana sebagai tersangka berdasarkan bukti awal sehingga patut diduga adanya tindak pidana yang dilakukan Notaris sebagai pembuat akta otentik, baik dilakukan sendiri maupun bersama-sama, yang ditemukan oleh penyidik, sehingga Notaris harus mempertanggung jawabkan perbuatan tersebut dalam persidangan.

Pemidanaan terhadap Notaris dapat saja dilakukan dengan batasan, jika ada tindakan hukum dari Notaris terhadap aspek lahir, formal dan materil akta yang sengaja, penuh kesadaran dan keinsyafan serta direncanakan bahwa akta yang dibuat

dihadapan Notaris atau oleh Notaris bersama-sama (sepakat) para penghadap untuk dijadikan dasar untuk melakukan suatu tindak pidana; Ada tindakan hukum dari Notaris dalam membuat akta dihadapan atau oleh Notarisyang jika diukur berdasarkan UUJN tidak sesuai dengan UUJN; dan Tindakan Notaris tersebut juga tidak sesuai menurut instansi yang berwenang untuk menilai tindakan suatu Notaris, dalam hal ini Majelis Pengawas Notaris.

Notaris kemungkinan dikenakan dakwaan, seperti :

1. Notaris telah memenuhi rumusan delik dalam undang-undang yaitu sifat melawan hukum formil, sebagai dampak kriminalisasi dan penalisasi yang telah dilakukan oleh penguasa, dalam rangka reaksi kemungkinan terjadinya penyimpangan;

2. Dalam rangka menentukan ada atau tidaknya tindak pidana kepada yang bersangkutan, maka proses peradilan umum akan menguji seberapa jauh syarat-syarat penentuan perkara telah terpenuhi; Apakah perbuatan Notaris yang bersangkutan telah memenuhi unsur-unsur delik dalam undang-undang dan apabila sudah, masih harus dipersoalkan mengenai kesalahan Notaris, baik intern maupun ekstern, membenarkan atau tidak terhadap perbuatan Notaris tersebut. Penyimpangan dapat melanggar norma hukum pidana dan atau melanggar hukum disiplin. Hal ini penting untuk dipersoalkan, karena apa yang dinamakan bersifat melawan hukum pada dasarnya harus bersifat formil dan materil, jika hanya berpegang pada hukum tertulis saja akan mengurangi rasa keadilan;

3. Sifat melawan hukum materil tersebut dapat digali baik dari ketentuankode etik maupun dari ketentuan Peraturan Jabatan Notaris (sekarang UUJN). Kode etik yang seharusnya ditegakkan oleh peradilan disiplin profesi yang sampai saat ini belum kelihatan aktivitas dan peraturan jabatan Notaris ditegakkan oleh peradilan administrasi. Keputusan yang telah diambil oleh salah satu dari peradilan tersebut tidak menghalangi keputusan peradilan umum, bahkan sifatnya saling melengkapi atau komplementer;

4. Kemudian baru dipersoalkan, adakah alasan pembenar baik dalam undang- undang maupun di luar undang-undang.

Jika tahapan tersebut di atas sudah dapat dipenuhi, maka keputusan Hakim untuk memberikan jaminan kepastian dan keadilan dapat diwujudkan, terutama kepada profesi Notaris.55

Sanksi pidana merupakan ultimatum remedium, yaitu obat terakhir, apabila sanksi atau upaya-upaya pada cabang hukum lainnya tidak mempan atau dianggap tidak mempan, oleh karena itu penggunaannya harus dibatasi.

Perkara pidana yang berkaitan dengan aspek formal akta Notaris, pihak penyidik, penuntut umum dan hakim akan memasukkan Notaris telah melakukan tindakan hukum :

a. Membuat surat palsu/yang dipalsukan dan menggunakan surat palsu/yang dipalsukan (Pasal 263 ayat (1), (2), KUHP);

b. Melakukan pemalsuan (Pasal 264 KUHP);

c. Menyuruh mencantumkan keterangan palsu dalam akta otentik (Pasal 266 KUHP);

d. Melakukan, menyuruh melakukan, yang turut serta melakukan (Pasal 55 jo Pasal 263 ayat (1) dan (2) atau 264 atau 266 KUHP);

e. Membantu membuat surat palsu/atau yang dipalsukan dan menggunakan surat palsu/yang dipalsukan (Pasal 56 ayat (1) dan (2) jo Pasal 263 ayat (1) dan (2) atau 264 atau 266 KUHP).

Sebagai contoh kasus pendukung dan bukan sebagai objek dalam penelitian ini, Putusan Mahkamah Agung Nomor: 1847 K/Pid/2010 merupakan kasus yang terjadi di wilayah Kota Medan dan bukan merupakan contoh kasus yang berada di

55

wilayah Kota Pematangsiantar, hal ini disebabkan karena di Kota Pematangsiantar belum terdapat kasus yang mengenai tindak pidana yang dilakukan oleh Notaris yang menyangkut dengan pembuatan akta otentik dan terkait dengan jabatannya sebagai Notaris. Dari putusan tersebut dapat diketahui bahwa Notaris yang melakukan tindak pidana tersebut telah dinyatakan secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana membuat surat Autentik Palsu. Dimana Mahkamah Agung menguatkan Putusan Pengadilan Negeri Medan No. 265/Pid/2009/PT.MDN, yang amar putusannya :

1. Menyatakan terdakwa Drs. Ade Rachman Maksudi, SH, MH telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana “membuat surat Autentik Palsu” (Pasal 264 ayat (1) ke- 1 e KUHP);

2. Menghukum terdakwa dengan pidana penjara selama 2 (dua) tahun. Adapun kasus posisinya ialah sebagai berikut :

Bahwa ia Terdakwa Drs. ADE RACHMAN MAKSUDI, SH.MH pada tanggal 26 Desember 1990 atau setidak-tidaknya pada waktu lain pada bulanDesember 1990 bertempat di Kantor Notaris Drs. ADE RACHMAN MAKSUDI,SH Jalan Palang Merah No.56 Medan atau setidak-tidaknya pada tempat lain yang masih termasuk dalam daerah hukum Pengadilan Negeri Medan memalsukan surat Akta Authentik yang dilakukan Terdakwa dengan cara sebagai berikut :

Bermula Terdakwa Drs. ADE RACHMAN MAKSUDI, SH.MH pada hari Rabu tanggal 26 Desember 1990 di Kantor Notaris Drs. ADE RACHMAN MAKSUDI, SH Jalan Palang Merah No. 56 Medan, didatangi Haji Sugeng Imam Soeparno untuk

membuat perubahan-perubahan pada Akta Authentik No. 132 tanggal 26 Desember 1990, Terdakwa menuliskan perubahan-perubahan dan pengurangan serta menghilangkan isi yang ada dalam asli/Minuta Akta Yayasan Trie Argo Mulyo Nomor 132 tanggal 26 Desember 1990 ke dalam selembar kertas kosong. isi Akta yang telah dirubah Terdakwa Drs. Ade Rachman Maksudi, SH. Pada hari Senin targgal 25 Juni 2007 sekira pukul 11.00 Wib di Kantor Pengadilan Negeri Medan Jalan Pengadilan No. 08 Kota Medan Propinsi Sumatera Utara Akta Authentik No 132 tanggal 26 Desember 1990 yang seolah-olah sesuai dengan isi Minuta Asli salinan kedua Akte No. 132 tanggal 26 Desember 1990 yang dibuat oleh Notaris Soeparno, SH selaku pejabat yang menampung protokol Notaris Drs. Ade Rachman Maksudi, SH. Digunakan oleh saksi Haji Sugeng Imam Soeparno sebagai barang bukti dalam perkara Perdata di Pengadilan Negeri Medan Nomor 306/Pdt.G/06/PN.Mdn, tanggal 08 September 2006. Yang dibuat oleh Terdakwa Drs. Ade Rachman Maksudi, SH. mengakibatkan kerugian kepada saksi Alwi selaku Direktur Operasional PT. Pancing Business Centre Medan (pelapor) yaitu kalah dalam sidang perdata nomor 306/Pdt.G/06/PN.Mdn, tanggal 08 September 2006, Akibat dari perbuatan Terdakwa memalsukan surat Akta Authentik mengakibatkan suatu kerugian.

2. Tanggung Jawab Notaris Sebagai Pejabat Umum Terhadap Akta Otentik Yang diperbuatnya

Otensitas akta Notaris bukan pada kertasnya akan tetapi akta yang dimaksud dibuat di hadapan Notaris sebagai Pejabat umum dengan segala kewenangannya atau

dengan perkataan lain akta yang dibuat Notaris mempunyai sifat otentik, bukan karena undang-undang menetapkan sedemikian akan tetapi oleh karena akta itu dibuat oleh atau dihadapan pejabat umum, seperti yang dimaksud dalam Pasal 1868 KUHPerdata.56Perlunya akta otentik dalam suatu peristiwa hukum adalah untuk menjamin kepastian hukum untuk melindungi para pihak, baik secara langsung yaitu para pihak yang berkepentingan langsung dengan akta itu maupun secara tidak langsung yaitu masyarakat.

Mengenai tanggung jawab terhadap akta yang dibuat dihadapan Notaris, perlu ditegaskan bahwa dengan kewenangan Notaris dalam pembuatan akta Notaris, bukan berarti Notaris dapat secara bebas sesuai kehendaknya untuk membuat akta otentik tanpa adanya para pihak yang diminta untuk dibuatkan akta.57

Substansi Pasal 1868 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata58 memuat tiga syarat suatu akta otentik yakni:

1. Dibuat oleh atau dihadapan pegawai-pegawai umum yang berkuasa (pejabat publik yang berwenang) dimana hal yang dikeluarkan oleh pejabat yang berwenang yang dimaksud tersebut haruslah dipercaya dan diakui telah sesuai hukum (rechtmatig), misalnya akta yang dibuat oleh Notaris, pejabat lelang, pejabat pembuat akta catatan sipil, dan sebagainya;

2. Format atau bentuk akta tersebut telah ditentukan oleh undang-undang;59 56G. H. S. Lumban Tobing,op.cit.,hal 82.

57Ismantoro Dwi Yuwono, Memahami Berbagai Etika Profesi dan Pekerjaan, Pustaka

Yustisia, Yogyakarta, 2011, hal. 193

58Pasal 1868 selengkapnya berbunyi “suatu akta otentik ialah suatu akta yang dibuat dalam

bentuk yang ditentukan undang-undang oleh atau dihadapan pejabat umum yang berwenang untuk itu ditempat akta itu dibuat”.

3. Akta tersebut ditempat pejabat publik itu berwenang atau ditempat kedudukan hukum pejabat publik tersebut.

Ketiga syarat tersebut harus dipenuhi secara kumulatif. Apabila salah satu syarat tersebut tidak terpenuhi, kekuatan pembuktian akta tersebut tidaklah otentik dan hanya memiliki kekuatan pembuktian sebagai akta dibawah tangan. Ketiga syarat ini sangatlah penting dikarenakan suatu akta otentik memliki kekuatan pembuktian yang penuh dan sempurna (probatio plena), dimana pembuktian pembuktian akta otentik itu tidak lagi memerlukan alat bukti lain selain akta otentik itu sendiri, dan akta otentik tersebut haruslah tetap dianggap benar selama belum ada pembuktian yang dapat membuktikan otentisitas akta tersebut.

Adapun syarat otensitas dari akta Notaris adalah sebagai berikut : a. Para penghadap menghadap Notaris;

b. Para penghadap mngutarakan maksudnya;

c. Notaris mengkonstantir maksud dari para penghadap dalam sebuah akta; d. Notaris membacakan susunan kata dalam bentuk akta kepada para penghadap; e. Para penghadap membubuhkan tandatangannya, yang berarti membenarkan hal-

hal yang termuat dalam akta tersebut, dan penandatanganan tersebut harus dilakukan pada saat itu juga;

f. Dihadiri oleh paling sedikit 2 (dua) orang saksi, kecuali ditentukan lain oleh undang-undang.

59Akta Notaris wajib dibuat dalam bentuk yang telah ditentukan oleh Undang-Undang yang

Apabila akta yang bersangkutan tidak memenuhi syarat otensitas tersebut di atas, maka akta tersebut hanya mempunyai kekuatan pembuktian sebagai akta di bawah tangan kalau akta tersebut di tandatangani oleh para pihak. Surat yang ditanda tangani oleh pihak-pihak secara di bawah tangan itu, sekalipun merupakan salah satu bukti surat tertulis, namun kekuatan hukumnya agak lemah, karena jika ada pihak yang meragukannya maka surat di bawah tangan ini tidak dapat menjamin tentang tanggal yang pasti saat pembuatan suratnya; surat dibawah tangan ini tidak dapat mempunyai kekuatan eksekusi dan bila surat dibawah tangan itu hilang, baik asli maupun salinannya maka sulit sekali pihak-pihak yang telah menandatangani surat itu untuk membuktikan bahwa antara mereka telah ada suatu ikatan perjanjian atau ada suatu perbuatan hukum yang saling mengikat.

Notaris merupakan suatu jabatan yang memiliki keahlian khusus yang menuntut pengetahuan yang luas, serta tanggung jawab yang berat untuk melayani kepentingan umum dan inti dari tugas seorang Notaris yakni mengatur secara tertulis dan otentik hubungan-hubungan hukum antara para pihak yang secara mufakat mempergunakan jasa Notaris.60 Sehingga menurut Ismail Saleh, Notaris perlu memperhatikan apa yang disebut sebagai perilaku profesi yang memiliki unsur-unsur yakni :61

1) Mempunyai integritas moral yang mantap;

60Supriadi, Etika dan Tanggung Jawab Profesi Hukum di Indonesia,Sinar Grafika, Jakarta,

2006, hal 50.

Segala pertimbangan moral haruslah melandasi pelaksanaan tugas profesinya, dengan kata lain walaupun akan memperoleh imbalan jasa yang tinggi namun sesuatu yang bertentangan dengan moral yang baik harus dihindarkan.

2) Harus jujur terhadap klien maupun diri sendiri (kejujuran intelektual);

Kadar kejujuran intelektual seorang Notaris tidak hanya terbatas pada kliennya namun terhadap dirinya sendiri. Notaris harus mengetahui batas kemampuannya sehingga tidak hanya menebar janji-janji pada kliennya agar mau memakai jasanya.

3) Sadar akan batas-batas kewenangannya;

Seorang Notaris dilarang untuk menjalankan jabatannya di luar daerah jabatannya dan bersifat profesional.62

4) Tidak semata-mata berdasarkan uang.

Seorang Notaris haruslah berpegang teguh pada rasa keasilan yang hakiki, tidak terpengaruh akan jumlah uang dan semata-mata tidak hanya menciptakan alat bukti formal mengejar adanya kepastian hukum, namun mengabaikan rasa keadilan.

Adapun yang merupakan etika Notaris dalam menjalankan jabatannya yang merupakan prinsip umum etika Notaris Indonesia adalah sebagai berikut :63

62Notaris berkedudukan di daerah Kabupaten atau Kota (Pasal 18 ayat (1) UUJN) dan

memiliki wilayah jabatan propinsi dari tempat kedudukannya (Pasal 18 ayat (2) UUJN).

63Fuady, Munir,Profesi Mulia (Etika Profesi Hukum Bagi Hakim, Jaksa, Advokat, Notaris,

1) Notaris dalam melakukan tugas jabatannya menyadari kewajibannya, bekerja sendiri, jujur, tidak berpihak dan bekerja dengan penuh rasa tanggung jawab; 2) Notaris dalam menjalankan tugas jabatannya menggunakan 1 (satu) kantornya

yang telah ditetapkannya sesuai dengan undang-undang.

Notaris dalam menjalankan jabatannya sebagai pejabat umum yang berwenang membuat akta otentik dapat dibebani tanggung jawab atas perbuatannya sehubungan dengan pekerjaannya dalam membuat akta terkait. Pertanggungjawaban Notaris meliputi kebenaran materil atas akta yang dibuatnya.

Dalam hal ini Notaris tidak bertanggungjawab atas kelalaian dan kesalahan isi akta yang dibuat dihadapannya, melainkan Notaris hanya bertanggung jawab untuk bentuk formal akta otentik sebagaimana ditentukan oleh undang-undang.

Terkait tanggung jawab Notaris selaku pejabat umum yang berhubungan dengan kebenaran materil dibedakan menjadi empat poin, yaitu:64

1) Tanggung jawab Notaris secara perdata terhadap kebenaran materil terhadap akta yang dibuatnya;

Konstruksi yuridis yang digunakan dalam tanggung jawab perdata terhadap kebenaran materil terhadap akta yang dibuat oleh Notaris adalah konstruksi perbuatan melawan hukum.

2) Tanggung jawab Notaris secara pidana terhadap kebenaran materil dalam akta yang dibuatnya;

64

Terkait ketentuan pidana tidak diatur dalam UUJN namun tanggung jawab Notaris secara pidana dikenakan apabila Notaris melakukaan perbuatan pidana.

Dokumen terkait