• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB III PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP NOTARIS

B. Hak Ingkar Notaris

Jabatan Notaris merupakan jabatan kepercayaan (vertrouwens ambts) sehingga berkewajiban untuk merahasiakan isi akta-akta yang dibuat oleh dan di hadapannya serta segala keterangan yang diberitahukankliennya kepada Notaris, baik karena hukum formal Pasal 170 KUHAP maupun hukum materil, Pasal 322 KUHPidana serta Pasal 1909 ayat (2) huruf (3e), juga untuk menjaga martabatnya sebagai seorang Notaris yang tentunya menjadi tidak dipercaya, apabila Notaris tersebut tidak bisa menjaga rahasia kliennya.

79Riduan Syahrani, Beberapa Hak Tentang Hukum Acara Pidana, Almuni, Bandung, 1983,

Menurut Pasal 170 ayat (2) KUHAP, bahwa hak ingkar dapat dikesampingkan apabila terdapat kepentingan yang lebih tinggi menuntut untuk dibukanya rahasia jabatan serta adanya ketentuan pengecualian atau mengenyampingkan berlakunya ketentuan rahasia jabatan dan menerobos keberadaan hak ingkar berdasarkan Pasal 66 UUJN, seperti UU Tindak Pidana Korupsi, UU Pengadilan Pajak. Dimana Notaris tidak dapat diancam pidana berdasarkan Pasal 322 KUHP dengan tuduhan membongkar rahasia jabatan karena berdasarkan Pasal 50 KUHP mengatakan, “barang siapa melakukan perbuatan untuk melaksanakan ketentuan undang-undang tidak dapat dipidana”.

Sebagai contoh dalam Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009 tentang ketentuan umum dan tata cara perpajakan dalam Pasal 35 mengatakan :

1. Apabila dalam menjalankan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan diperlukan keterangan atau bukti dari bank, akuntan publik, Notaris, Konsultan pajak, Kantor Administrasi dan/atau pihak ketiga lainnya, yang mempunyai hubungan dengan wajib pajak yang dilakukan pemeriksaan pajak, penagihan pajak atau penyidikan tidak pidana di bidang perpajakan atas permintaan tertulis dari Direktur Jendral Pajak, pihak-pihak tersebut wajib memberikan keterangan atau bukti yang diminta;

2. Dalam hal pihak-pihak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terikat oleh kewajiban merahasiakan untuk keperluan pemeriksaan, penagihan pajak atau penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan, kewajiban merahasiakan tersebut

ditiadakan, kecuali untuk bank kewajiban merahasiakan ditiadakan atas permintaan tertulis dari Menteri Keuangan.

Dalam kaitannya dengan pemeriksaan kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan oleh Notaris selaku wajib pajak, maka Notaris selaku wajib pajak mempunyai kewajiban yaitu :80

a) Memperlihatkan dan/atau meminjamkan buku, catatan dan/atau dokumen yang menjadi dasar pembukuan atau pencatatan dan dokumen lain yang berhubungan dengan penghasilan yang diperoleh, kegiatan usaha, pekerjaan bebas wajib pajak atau objek yang terhutang pajak; dan

b) Memberikan keterangan lisan dan/atau tertulis yang diperlukan.

Dalam pemenuhan kewajiban Notaris selaku wajib pajak, harus ditempuh prosedur yang diatur dalam ketentuan hukum yang berlaku, yaitu:

a) Notaris hanya dapat memperlihatkan atau meminjamkan bundel minuta dan atau protokol Notaris yang tidak ada kaitannya dengan bank, dan yang termasuk objek pemeriksaan serta memberikan keterangan lisan dan atau tertulis kepada pemeriksa pajak setelah terlebih dahulu ada permintaan tertulis dari Direktur Jendral Pajak. Undang-undang tentang ketentuan umum dan tata cara perpajakan memberikan kewenangan atribusi secara langsung kepada Direktur Jendral Pajak berkaitan dengan pemeriksaan pajak, penagihan pajak dan tindak pidana di bidang perpajakan. (Pasal 4 ayat 2 jo 16 ayat 1 huruf (f) jo UU Jabatan Notaris jo Pasal 35 ayat 1 dan 2 UU Nomor 16 tahun 2009); b) Notaris dapat memperlihatkan dan atau meminjamkan bundel minuta akta dan

atau protokol Notaris yang ada kaitannya dengan bank, yang termasuk objek pemeriksaan serta memberikan keterangan lisan dan atau tertulis kepada pemeriksa pajak setelah terlebih dahulu mendapatkan persetujuan atau izin dari Menteri Keuangan, mengingat Notaris yang membuat akta antara bank dan nasabah merupakan pihak yang terafiliasi dengan bank sehingga ketentuan rahasia bank berlaku bagi bank dan pihak terafiliasi. (Pasal 4 ayat 2 jo Pasal 16 ayat 1 huruf (f) UUJN jo Pasal 35 ayat 3 UU Nomor 16 tahun 2009 jo Pasal47 UU Nomor 10 tahun 1998 tentang Perbankan).

Notaris selaku pejabat umum mendapatkan perlindungan hukum oleh Undang-Undang dalam hal memberikan kesaksian di pengadilan terkait dengan isi akta yang diperbuatnya. Bentuk perlindungan hukum tersebut ialah Hak Ingkar,

80Acil Akhiruddin, SOS Perlindungan Profesi Notaris (Notaris Dijadikan Tersangka Terus

dimana hak tersebut merupakan hak untuk menolak untuk memberikan kesaksian di pengadilan. Namun penolakan tersebut tidak terbatas pada hal-hal yang tercantum dalam akta yang diperbuat, tetapi atas keseluruhan fakta yang terkait dengan akta tersebut, dengan batasan bahwa yang wajib dirahasiakan oleh Notaris terkait akta yang diperbuatnya berdasarkan Pasal 4 ayat (2) dan Pasal 16 ayat (1) huruf f UUJN meliputi : keseluruhan isi akta yang terdiri dari awal akta, badan akta dan akhir akta, akta-akta lain yang dibuat Notaris sebagaimana ditegaskan Pasal 54 UUJN, serta termasuk juga keterangan-keterangan dan serangkaian fakta yang diberitahukan oleh klien kepada Notaris baik yang tercantum dalam akta maupun yang tidak tercantum di dalam akta dalam proses pembuatan akta serta tulisan-tulisan atau arsip-arsip yang mengikuti isi akta.81

Hak ingkar Notaris yang diberikan kepadanya oleh undang-undang bukan hanya merupakan suatu hak (verschoningsplicht), akan tetapi merupakan suatu kewajiban (verschoningsrecht), sehingga Notaris wajib untuk tidak bicara sekalipun di muka pengadilan; hal ini didasarkan Pasal 1909 ayat 3 KUHPerdata, yang memberikan kepadanya hak untuk mengundurkan diri sebagai saksi, akan tetapi didasarkan pada Pasal 4 ayat (2) dan Pasal 16 huruf (f) UUJN. Namun penggunaan hak ingkar yang dimiliki oleh Notaris terkait perkara pidana tidaklah dapat dipergunakan, sebab di hadapan hukum setiap warga negara yang baik wajib memberikan kesaksian yang sebenar-benarnya dan tak lain daripada yang sebenarnya.

81

Wawancara dengan Notaris Henry Sinaga, SH, SpN, MKn., Notaris Kota Pematangsiantar, Pada Tanggal 30 Juni 2014

Pada tanggal 11 Januari 1983 di Surabaya, telah diadakan symposium hak ingkar Notaris, yang ikut ambil bagian dalam symposium itu bukan saja Notaris, tetapi para cendikiawan seperti pengacara, kalangan ilmu dari fakultas hukum, dari Bakorap Dati I Jatim (Badan Koordinasi Aparat Negara Penegak Hukum), symposium tersebut mengambil kesimpulan sebagai berikut :

1. Jabatan Notaris adalah jabatan kepercayaan;

2. Hak ingkar(verschoningsrecht)Notaris diakui adanya; 3. Hak ingkar Notaris bersumber pada Undang-Undang;

4. Hak ingkar Notaris bukan hanya merupakan hak saja tetapi merupakan kewajiban, karena kalau dilanggar akan terkena sanksi menurut undang- undang. Hak ingkar tersebut ada kecuali tentang tidak pidana korupsi dan tentang tindak pidana subversi (dihapus);

5. Untuk menentukan “kepentingan yang lebih tinggi” hendaknya Notaris mendasarkan sebagai tolok ukurnya nilai-nilai yang ada/hidup dalam masyarakat;

6. Bahwa yang perlu dirahasiakan itu tidak saja apa yang tercantum/tertuang dalam akta saja, akan tetapi juga apa yang diketahui dan diberitahukan dalam rangka pembuatan akta itu;

7. Pengertian hak ingkar dalam symposium ini, adalah hak ingkar bukan hak ingkar yang dimaksud sebagaimana diatur dalam Pasal 28 Undang-Undang Pokok Kekuasaan Kehakiman Nomor 14 Tahun 1970;

8. Dalam hal Notaris terpaksa melanggar kewajiban merahasiakan pengetahuannya karena sesuatu ketentuan Undang-Undang yang mengharuskan Notaris memberikan kesaksiannya, maka Notaris tidak dapat dipersalahkan melanggar Pasal 322 KUHPidana, berdasarkan Pasal 50 KUHPidana dan bukan berdasarkan Pasal 48 KUHPidana.82

Notaris sebagai salah satu perangkat hukum memiliki hak ingkar sebagai pejabat umum yang profesional dengan harus memegang teguh sumpah jabatannya untuk tidak memberitahukan isi aktanya, namun di sisi lain Notaris harus memikirkan kepentingan Negara demi kepentingan publik guna terselesainya proses hukum dalam peradilan sehingga menghasilkan putusan yang adil, bermanfaat dan menjamin kepastian hukum (sebagaimana diatur dalam kalimat terakhir pada Pasal 16 ayat 1

82

huruf f UUJN dan Pasal 54 UUJN83). Hal ini dapat diartikan seorang Notaris bisa memberitahukan isi akta pada pihak yang tidak berkepentingan terhadapnya seperti pihak kepolisian asalkan didukung peraturan perundang-undangan.

Hak ingkar sering kali berbenturan dengan kepentingan Notaris dalam hal merahasiakan jabatan terkait dengan perkara pidana dalam hal penyidikan dan penyelesaian perkara pidana. Dimana Notaris harus memegang teguh rahasia jabatannya demi menjaga kepentingan profesi Notaris dan Notaris juga harus mempertimbangkan kepentingan umum. Apabila seorang Notaris yang merasa bahwa terdapat kepentingan yang lebih tinggi dapat melepaskan hak ingkar yang dimiliki, dalam hal ini Notaris harus menetapkan pilihan apakah akan memberikan kesaksian atau tidak memberikan kesaksian. Hingga pada akhirnya hakim yang akan memutuskan apakah Notaris tersebut perlu atau tidak dalam memberikan kesaksian dalam proses peradilan.

Terdapat pengecualian bagi seorang Notaris dalam hal menggunakan hak ingkarnya jika akta yang diperbuatnya berkaitan dengan :

a. Tindak Pidana Korupsi (UU Nomor 31 Tahun 1999 yang telah dirubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi), dalam Pasal 36 mengatakan bahwa:

“Kewajiban memberikan kesaksian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 berlaku juga terhadap mereka yang menurut pekerjaannya, harkat dan martabat

atau jabatannya diwajibkan menyimpan rahasia, kecuali petugas agama yang menurut keyakinannya harus menyimpan rahasia.”

b. Pelanggaran Pajak (UU Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak), dalam Pasal 59 mengatakan bahwa:

“Setiap orang yang karena pekerjaannya atau jabatannya wajib merahasiakna segala sesuatu sehubungan dengan pekerjaan atau jabatannya, untuk keperluan persidangan kewajiban merahasiakan dimaksud ditiadakan.”

Dalam hal menentukan sampai sejauh mana jangkauan hak ingkar daripada Notaris, haruslah bertitik tolak dari kewajiban Notaris untuk tidak bicara mengenai isi akta-aktanya. Baik yang tercantum dalam akta-aktanya maupun mengenai yang diberitahukan atau disampaikan kepadanya dalam kedudukannya sebagai Notaris, kecuali dalam hal-hal terdapat kepentingan yang lebih tinggi atau dalam hal-hal dimana untuk hal tersebut Notaris oleh suatu peraturan perundang-undangan yang berlaku membebaskannya secara tegas dari sumpah rahasia jabatannya.

C. Perlindungan Hukum Terhadap Notaris Yang Membuka Isi Akta Yang

Dokumen terkait