• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II RAHASIA JABATAN NOTARIS ATAS AKTA YANG

A. Tinjauan Umum Tentang Notaris

3. Kewajiban Notaris

Notaris dalam menjalankan kewajibannya menganut beberapa asas yang dijadikan pedoman dalam menjalankan tugas jabatan Notaris. Asas atau prinsip merupakan sesuatu yang dapat dijadikan alas, dasar, tumpuan, tempat untuk menyadarkan sesuatu, mengembalikan sesuatu hal yang hendak dijelaskan.44Asas- asas dalam pelaksanaan tugas jabatan Notaris yaang baik adalah sebagai berikut :45 a) Asas Persamaan;

Sesuai dengan perkembangan zaman, institusi Notaris telah menjadi bagian dari masyarakat Indonesia, dan dengan lahirnya UUJN semakin meneguhkan institusi Notaris. dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat Notaris tidak boleh membeda-bedakan satu dengan lainnya berdasarkan keadaan sosial-ekonomi atau alasan lainnya. hanya alasan hukum yang dapat dijadikan dasar bahwa Notaris dapat tidak memberikan jasa kepada pihak yang menghadap.

b) Asas Kepercayaan;

Salah satu bentuk dari Notaris sebagai jabatan kepercayaan, yaitu Notaris mempunyai kewajiban untuk merahasiakan segala sesuatu mengenai akta yang dibuatnya dan segala keterangan yang diperoleh gunapembuatan akta sesuai dengan sumpah/janji jabatan, kecuali undang-undang menentukan lain (Pasal 16 ayat (1) huruf f UUJN juncto Pasal 4 ayat (2) UUJN).

c) Asas Kepastian Hukum;

44

Mahadi,Falsafah Hukum Suatu Pengantar,PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 1989, hal.119. 45Philipus M. Hadjon,-dkk,Op. Cit.,hal. 270

Notaris dalam menjalankan tugas jabatannya wajib berpedoman secara normatif kepada aturan hukumyang berkaitan dengan segala tindakan yang akan diambil untuk kemudian dituangkan dalam akta.Dimana akta yang dibuat oleh Notaris harus sesuai dengan aturan hukum yang berlaku, yang apabila terjadi permasalahan akta Notaris dapat dijadikan pedoman bagi para pihak.

d) Asas Kecermatan;

Meneliti semua bukti yang diperlihatkan kepada Notaris dan mendengarkan keterangan atau pernyataan para pihak wajib dilakukan sebagai bahan dasar untuk dituangkan dalam akta. Notaris dalam kecermatannya wajib melakukan pengenalan terhadap penghadap, berdasarkan identitas penghadap. Menanyakanmendengarkan serta mencermati keinginan piha yang menghadap, memeriksa setiap bukti surat yang berkaitan dengan keinginan atau kehendak para pihak, memberikan saran kepada penghadap, memenuhi teknik dalam pembuatan akta serta memenuhi kewajiban lainnya yang berkaitan dengan pelaksanaantugas jabatannya sebagai Notaris.

e) Asas Pemberian Alasan;

Setiap akta yang dibuat dihadapan atau oleh Notaris harus sesuai dengan alasan serta fakta yang mendukung.

f) Larangan Penyalahgunaan Wewenang;

Batas kewenangan Notaris dituangkan dalam Pasal 15 UUJN, apabila Notaris melakukan tindakan di luar kewenangannya maka tindakan tersebut dapat disebut sebagai tindakan penyalahgunaan wewenang.

g) Larangan Bertindak Sewenang-wenang;

Notaris harus mempertimbangkan dan melihat semua dokumen yang diperlihatkan kepada nya. dalam hal ini Notaris mempunyai peranan untuk menetukan suatu tindakan apakah dapat dituangkan dalam bentuk akta atau tidak, dan keputusan yang diambil harus didasarkan pada alasan hukum yang harus dijelaskan kepada para penghadap.

h) Asas Proporsionalitas;

Berdasarkan Pasal 16 ayat (1) huruf a UUJN, Notaris wajib menjaga kepentingan para pihak yang terkaitdalam perbuatan hukum atau dalam menjalankan tugas jabatannya, wajib mengutamakan adanya keseimbangan antara hak dan kewajiban para penghadap.

i) Asas Profesionalitas

Dalam menjalankan tugas jabatannya mengutamakan keahlian (keilmuan) berdasarkan UUJN dan Kode Etik Notaris. Hal tersebut diwujudkan dalam melayani masyarakat dan akta yang dibuat dihadapan atau oleh Notaris.

Notaris selaku pejabat umum yang memiliki kewenangan dalam membuat akta otentik, dalam menjalankan tugasnya melekat pula kewajiban yang harus dipatuhi, karena kewajiban tersebut merupakan sesuatu yang harus dilaksanakan. Hal ini diatur dalam ketentuan Pasal 16 ayat (1) UUJN, yang menyatakan bahwa dalam menjalankan jabatannya Notaris memiliki kewajiban:

a. Bertindak amanah, jujur, saksama, mandiri, tidak berpihak, dan menjaga kepentingan pihak yang terkait dalam perbuatan hukum;

b. Membuat Akta dalam bentuk Minuta Akta dan menyimpannya sebagai bagian dari Protokol Notaris;

c. Melekatkan surat dan dokumen serta sidik jari penghadap pada Minuta Akta; d. Mengeluarkan Grosse Akta, Salinan Akta, atau Kutipan Akta berdasarkan

Minuta Akta;

e. Memberikan pelayanan sesuai dengan ketentuan dalam Undang-Undang ini, kecuali ada alasan untuk menolaknya;

f. Merahasiakan segala sesuatu mengenai Akta yang dibuatnya dan segala keterangan yang diperoleh guna pembuatan Akta sesuai dengan sumpah/janji jabatan, kecuali undang-undang menentukan lain;

g. Menjilid Akta yang dibuatnya dalam 1 (satu) bulan menjadi buku yang memuat tidak lebih dari 50 (lima puluh) Akta, dan jika jumlah Akta tidak dapat dimuat dalam satu buku, Akta tersebut dapat dijilid menjadi lebih dari satu buku, dan mencatat jumlah Minuta Akta, bulan, dan tahun pembuatannya pada sampul setiap buku;

h. Membuat daftar dari Akta protes terhadap tidak dibayar atau tidak diterimanya surat berharga;

i. Membuat daftar Akta yang berkenaan dengan wasiat menurut urutan waktu pembuatan Akta setiap bulan;

j. Mengirimkan daftar Akta sebagaimana dimaksud dalam huruf i atau daftar nihil yang berkenaan dengan wasiat ke pusat daftar wasiat pada kementerian yang

menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang hukum dalam waktu 5 (lima) hari pada minggu pertama setiap bulan berikutnya;

k. Mencatat dalam repertorium tanggal pengiriman daftar wasiat pada setiap akhir bulan;

l. Mempunyai cap atau stempel yang memuat lambang negara Republik Indonesia dan pada ruang yang melingkarinya dituliskan nama, jabatan, dan tempat kedudukan yang bersangkutan;

m. Membacakan Akta di hadapan penghadap dengan dihadiri oleh paling sedikit 2 (dua) orang saksi, atau 4 (empat) orang saksi khusus untuk pembuatan Akta wasiat di bawah tangan, dan ditandatangani pada saat itu juga oleh penghadap, saksi, dan Notaris; dan

n. Menerima magang calon Notaris.

Kewajiban Notaris untuk “bertindak jujur dan seksama”, artinya bahwa Notaris harus terbuka dan cermat dalam setiap pengambilan keputusan, apakah tindakan atau keinginan para pihak dapat dirangkumkan ke dalam bentuk akta Notaris, dan apakah semua syarat yang dibutuhkan/diperlukan dalam pembuatan akta sudah dipenuhi. Jika hal tersebut tidak dipenuhi, maka Notaris wajib untuk menolaknya. Sehingga Notaris sebagai pejabat umum harus memberikan pelayanan yang sebaik-baiknya kepada masyarakat yang membutuhkan bukti otentik atas perbuatan hukum yang dilakukan dihadapan Notaris.

Dalam Pasal 16 ayat (1) huruf d UUJN memuat Notaris dapat menolak untuk memberikan pelayanan dengan alasan-alasan tertentu. Alasan untuk menolak tersebut merupakan alasan yang mengakibatkan agar Notaris tidak berpihak, seperti adanya hubungan darah atau semenda dengan Notaris sendiri atau dengan suami/isterinya, salah satu pihak tidak mempunyai kemampuan bertindak untuk melakukan perbuatan, atau hal lain yang tidak dibolehkan oleh undang-undang.

Dalam praktik ditemukan alasan-alasan lain, sehingga Notaris menolak memberikan jasanya, antara lain46:

a. Apabila Notaris sakit sehingga tidak dapat memberikan jasanya, jadi berhalangan karena fisik;

b. Apabila Notaris tidak ada karena dalam cuti, jadi karena sebab yang sah;

c. Apabila Notaris karena kesibukan pekerjaannya tidak dapat melayani orang lain; d. Apabila surat-surat yang diperlukan untuk membuat sesuatu akta, tidak

diserahkan kepada Notaris;

e. Apabila penghadap atau saksi instrumentair yang diajukan oleh penghadap tidak dikenal oleh Notaris atau tidak dapat diperkenalkan kepadanya;

f. Apabila yang berkepentingan tidak mau membayar bea materai yang diwajibkan; g. Apabila karena pemberian jasa tersebut, Notaris melanggar sumpahnya atau

melakukan perbuatan melanggar hukum;

h. Apabila pihak-piahak menghendaki bahwa Notaris membuat akta dalam bahasa yang tidak dikuasai olehnya, atau apabila orang-orang yang menghadap berbicara

46

dengan bahasa yang tidak jelas, sehingga Notaris tidak mengerti apa yang dikehendaki oleh mereka.

Berdasarkan hal tersebut di atas, apabila Notaris ingin menolak untuk memberikan jasanya kepada pihak yang membutuhkan, maka penolakan tersebut harus merupakan penolakan dalam arti hukum dan memiliki alasan yang jelas, sehingga ada alasan atau argumentasi hukum yang jelas dan tegas sehingga masing- masing pihak yang terkait dapat memahaminya.

Notaris memiliki kewajiban untuk memasukkan bahwa apa yang termuat dalam akta Notaris sungguh-sungguh telah dimengerti dan sesuai dengan kehendak para pihak, yaitu dengan cara membacakannya, sehingga menjadi jelas isi akta Notaris tersebut, serta memberikan penjelasan terhadap informasi, termasuk perundang-undangan yang terkait bagi para pihak penanda tangan akta.

Kewajiban Notaris terkandung dalam Pasal 4 UUJN terkait sumpah/janji jabatan Notaris sebagai berikut:

(1)Sebelum menjalankan jabatannya, Notaris wajib mengucapkan sumpah/janji menurut agamanya dihadapan menteri atau pejabat yang ditunjuk;

(2)Sumpah/janji sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berbunyi sebagai berikut: “saya bersumpah/berjanji:

- bahwa saya akan patuh dan setia kepada Negara Republik Indonesia, Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Undang-Undang tentang Jabatan Notaris serta peraturan perundang-undangan lainnya.

- bahwa saya akan menjalankan jabatan saya dengan amanah, jujur, saksama, mandiri, dan tidak berpihak.

- bahwa saya akan menjaga sikap, tingkah laku saya, dan akan menjalankan kewajiban saya sesuai dengan kode etik profesi, kehormatan, martabat dan tanggung jawab saya sebagai Notaris.

- bahwa saya akan merahasiakan isi akta dan keterangan yang diperoleh dalam pelaksanaan jabatan saya.

- bahwa saya untuk dapat diangkat dalam jabatan ini, baik secara langsung maupun tidak langsng, dengan nama atau dalih apapun, tidak pernah dan tidak akan memberikan atau menjanjikan sesuatu kepada siapapun.” Sumpah jabatan Notaris dalam Pasal 4 dan kewajiban Notaris dalam Pasal 16 ayat 1 huruf (f) UUJN mewajibkan Notaris untuk tidak bicara, sekalipun di muka pengadilan, artinya tidak dibolehkan untuk memberikan kesaksian mengenai apa yang dimuat dalam akta. Notaris tidak hanya berhak untuk bicara, akan tetapi mempunyai kewajiban untuk tidak bicara. Kewajiban ini mengenyampingkan kewajiban umum untuk memberikan kesaksian yang dimaksud dalam Pasal 1909 ayat (1) KUHPerdata.

B. Akta Otentik Yang Dibuat Oleh Atau Dihadapan Notaris Yang Berindikasi

Dokumen terkait