Oleh :
KUNTO PUTRANUSA NPM. 0643010004
Telah dipertahankan dihadapan dan diterima oleh Tim Penguji Skripsi Program Studi Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur Pada Tanggal : 12 November 2010
Menyetujui, Pembimbing Utama
Dra. Diana Amalia, M.Si NIP. 196309071991032001
Tim Penguji : 1. Ketua
Juwito, S.Sos, M.Si NPT. 367049500361 2. Sekretaris
Drs. Saifuddin Zuhri, M.Si NPT. 370 069 400 351 3. Anggota
Dra. Diana Amalia, M.Si NIP. 196309071991032001
Mengetahui, DEKAN
menyelesaikan Skripsi ini dengan judul. Pemaknaan Iklan Ban Dunlop “Driving
To The Future” Studi Semiotika Terhadap Iklan Ban Dunlop “ Driving To The
Future” Di Media Cetak. Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan ini, tidak
akan berjalan dengan lancar dan terwujud apabila tanpa adanya dukungan dan
bantuan dari Ibu Dra. Diana Amalia, Msi selaku dosen pembimbing yang telah
memberikan petunjuk dan bimbinganya sehingga dapat terselesaikanya sekripsi
ini. Pada kesempatan ini penulis juga menyampaikan ucapan terimakasih kepada:
1. Prof. Dr. Ir Teguh Soedarto, MP selaku Rektor Universitas Pembangunan
Nasional Jawa Timur. Dan juga sebagai Paman dari Keluarga Besar
Paguyuban : R. Prawiro Hardjo.
2. Ibu Hj. Suparwati, Msi selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik
Universitas Pembangunan Nasioanal “Veteran” Jawa Timur.
3. Bapak Juwito, Sos M.si sebagai Ketua Program Studi Ilmu Komunikasi.
Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik Universitas Pembangunan Nasional
“Veteran” Jawa Timur.
4. Bapak Drs. Syaifudin Zhuhri, S.Sos, Msi. sebagai Sekertaris Program Studi
Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas
memberikan dukungan moril, materiel dan spiritual hingga penulis dapat
menyelesaikan Skripsi ini.
7. Kepada Kakak dan Adikku yang telah memberikan dukungan dan
semangatnya.
8. Sahabatku, Vriski ucok, Okim, Ronald, Dimas, Risky, Dicky, Aripin
Marselino, Danang, Yusran dan rekan - rekan semuanya yang tidak bisa
disebut satu persatu. Yang turut memberikan dukungan dan motivasi hingga
dapat terselesaikanya Skripsi ini. Dalam menyusun Skripsi ini, penulis
menyadari banyak kekurangan baik dari segi teknis maupun dalam segi
penyusunanya. Untuk itu, penulis senantiasa bersedia dan terbuka dalam
menerima saran dan kritik yang bersifat membangun. Besar harapan penulis
agar Skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi semua pihak khususnya
Mahasiswa Jurusan Ilmu Komunikasi. Akhir kata, penulis mengucapkan
terimakasih dan semoga Allah SWT senantiasa memberikan petunjuk bagi
kita semua, Amin.
Surabaya, 18 November 2010
DAFTAR ISI... iii
KATA PENGANTAR... VI ABSTRAKSI... IX BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah... 1
1.2 Perumusan Masalah... 10
1.3 Tujuan Penelitian... 10
1.4 Kegunaan Penelitian... 11
BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori... 12
2.2 Iklan Media Cetak... 12
2.3 Makna Warna... 17
2.4 Balita... 21
2.5 Masa Depan... 22
2.4 Tipografi... 22
2.2.4 Kerangka Berfikir... 36
2.2.5 Iklan Dunlop “Driving To The Future” versi balita merangkak... 37
BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Metode Penelitian... 40
3.2 Korpus... 41
3.3 Unit Analisis... 42
3.4 Ikon... 43
3.5 Indeks...43
3.6 Simbol... 44
3.7 Penempatan Ikon Indeks dan Simbol... 44
3.8 Teknik Pengumpulan Data... 46
3.9 Teknik Analisis Data... 46
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum Perusahaan... 48
4.2 Penyajian Data... 51
4.5 Analisis Iklan Dunlop “Driving To The Future”... 63
4.5.1 Ikon... 63
4.5.2 Indeks... 65
4.5.3 Simbol... 69
4.5.4 Makna Keseluruhan Iklan Dunlop “Driving To The Future Dalam Model Triangel Of Meaning Pierce... 70
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.2 Kesimpulan... 76
5.3 Saran... 78
peneliti terhadap gambar iklan yang menjadi obyek iklan ban dunlop. Gambar balita menjadi objek yang sangat menarik dalam iklan ini, hal ini dikarenakan pada umumnya iklan ban mobil umumnya digambarkan oleh ikon seseorang yang telah berusia dewasa.
Tujuan dari peneliti ini adalah mengetahui bagaimana makna yang dikomunikasikan ikan melalui media cetak. Kedalam sistem komunikasi berupa ikon, indeks dan simbol.
Iklan Dunlop Driving To The Future akan diteliti dengan menggunakan pendekatan
studi semiotik, yaitu teori semiotik menurut Charles S. Pierce. Berdasarkan teori semiotik Pierce maka iklan Dunlop Driving To The Future tersebut akan diteliti berdasarkan pengelompokan tanda Pierce. Teks yang dipaparkan oleh iklan Ban Dunlop menimbulkan maksud yang berbeda bagi konsumen dengan gambar iklan yang ada, Ikon,Index dan Simbol.
Berdasarkan pengamatan penulis terhadap iklan Ban Dunlop maka penulis memaknai ikon Ban Dunlop adalah gambar balita, veleg, rumput, awan putih dan langit biru. Indeks tersebut adalah Tulisan people always ride on tyers. Thats why we bring the comfort and trusted innovation. Love Of dunlop bring trust and motivate challenge. Dunlop “Driving To The Future”. Sedangkan Simbol dalam iklan adalah tanda panah ke arah kanan.
Berdasarkan hasil pengamatan dan penelitian pada iklan Ban Dunlop dapat di ambil kesimpulan bahwa iklan ini ingin menyampaikan pesan kepada khalayak luas yaitu jika ingin memberikan kepercayaan dan kenyamanan terbaik dalam berkendara maka khalayak sebaiknya menggunakan Ban Dunlop yang mempunyai slogan atau jargon “Driving To The Future” menuju masa depan. Ban tersebut menjamin keselamatan pada para konsumennya karena masa depan setiap orang bisa panjang apabila berkendara di jalan raya dengan aman dan nyaman dengan mempergunakan Ban Dunlop dalam setiap mobilitas dan aktivitas kegiatan sehari – hari.
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Dalam Kehidupan manusia terdapat banyak fenomena Komunikasi dan
Sosial didalamnya. Pada fenomena – fenomena tersebut tedapat berbagai macam
permasalahan yang dapat diangkat untuk menjadi sebuah penelitian. Dalam hal
ini, penulis meneliti sebuah permasalahan atau fenomena yang terjadi dalam
masyarakat yang tertuang dalam sebuah pemaknaan iklan ban dunlop dengan
slogan “Driving To The” Future dimedia cetak. Iklan Ban Dunlop dengan Slogan
menuju untuk masa depan, terasa sangat menarik untuk diteliti, fokus dalam
penelitian ini adalah menyangkut gambar, tanda, atau symbol, dan tulisan yang
digunakan untuk menyampaikan pesan yang dalam iklan Ban Dunlop serta
penggambaran seorang balita dengan merangkak diatas roda ban dunlop.
Melihat pesan yang ditampilkan peneliti melihat sosok balita yang
terpampang melalui penggambaran iklan nonverbal yang ditampilkanya pada ikan
ini, balita didalam iklan ini sebagai obyek yang di gambarkan dengan sedemikian
rupa melalui phose gerak – geriknya yang terdapat dalam gambar iklan balita
yang merangkak diatas roda mengarah ke arah kanan sesuai dengan sloganya Ban
Dunlop, menuju untuk masa depan. Dari penyampaian pesan atau informasi
kepada masyarakat melalui iklan dimedia cetak, ada beberapa para advertiser,
pengiklan menggunakan balita sebagai citra (image) yang ditonjolkan dalam
gambar juga mempengaruhi makna pesan iklan. Sehingga informasi atau pesan
iklan yang di tawarkan melui media cetak tentang produk tersebut menjadi tidak
jelas dan ambigu oleh kuatnya pencitraan produk, hal ini menyebabkan jalinan
alur cerita iklan seakan – akan mengena, meski sama sekali tidak ada keterkaitan.
Oleh karena itu dari berbagai macam iklan yang muncul dimedia massa,
khususnya di sebuah media cetak iklan Ban Dunlop dengan Slogan menuju untuk
masa depan, terasa sangat menarik untuk diteliti, fokus dalam penelitian ini adalah
menyangkut gambar, tanda, atau symbol, dan tulisan yang digunakan untuk
menyampaikan pesan yang dalam iklan Ban Dunlop serta penggambaran seorang
balita dengan merangkak diatas roda Ban Dunlop. Iklan yang baik juga harus
memperhatikan masalah etika dalam penyajiannya, baik etika beriklan, maupun
etika bisnis. Etika beriklan secara sehat mencakup tiga aspek penting yaitu etis,
estetis dan artistik. Dari aspek etis, bahwa iklan yang disajikan baik pesan melalui
gambar maupun narasi harus memperlihatkan etika dan norma – norma sosial
yang hidup dan berkembang di masyarakat.
Dari aspek etis bahwa iklan tersebut sedikit mungkin menumbuhkan
apresiasi masyarakat terhadap nilai – nilai keindahan, sedangkan dari aspek
artistik, bahwa iklan yang disajikan sebaliknya menerjemahkan unsur pesan atau
informasi yang ingin disampaikan oleh produsen dan pengiklan sehingga
membentuk kesan yang positif, sedangkan etika bisnis dalam berikalan bahwa
materi atau pesan yang disampaikan harus mengandung unsur informasi yang
jelas, akurat, aktual dan lengkap sesuai dengan kenyataan dari produk atau jasa
format – format yang mengandung unsur anak balita dengan bentuk tubuhnya,
bahkan ada pula yang sampai mengandalkan unsur perilaku yang aneh dengan
gerak – geriknya, bahkan ada pula yang sampai mengandalkan unsur perilaku
yang menyimpang sebagai dasar produknya, hal ini agar membuat produk
iklannya menarik dilihat dan dibaca oleh para pembaca surat kabar.
Akibat berorentasi pada prinsip ekonomi tanpa mempedulikan dampak
penyajian muatan iklan tersebut pada khalayaknya. Sebagaimana yang dikatakan
Assegaf, jika semakin besar media massa menjadi media ekonomi, maka orientasi
ke masyarakat semakin berkurang. Media massa akan cenderung mengekspose
selera rendah yang sifatnya sensasional (Assegaf, 1994 : 28). Komunikasi massa
(mass comunication) adalah komunikasi yang menggunakan media massa, baik
menggunakan media cetak (surat kabar, majalah, tabloid) atau menggunakan
media elektronik (radio,televisi dan internet) yang dikelola oleh suatu lembaga
atau orang yang dilembagakan. Yang ditujukan kepada sejumlah besar orang yang
tersebar dibanyak tempat, anonim dan hetrogen (Mulyana, 2003 : 75).
Didalam menyampaikan informasi, media mempunyai cara pengemasan
yang beragam yang disesuaikan dengan khalayaknya, orientasi internal dari media
itu sendiri dan banyak faktor – faktor kepentingan yang lain. Kegiatan
komunikasi massa yang dilakukan secara rutin dan konstan bukan hanya bersifat
normatif, yaitu agar orang tahu dan mengerti, tetapi juga mengandung unsur
persuasi agar orang lain bersedia menerima suatu pemahaman, keyakinan atau
Melalui media massa seperti majalah, tabloid, surat kabar, televisi dan radio
juga menyajikan berbagai macam informasi. Informasi tidak mengalami secara
harifah. Kenyataan informasi sendiri tidak bergerak yang sesungguhnya terlihat
adalah penyampaian suatu pesan, interpretasi penyampaian dan penciptaan
penyampaian pesan itu sendiri. Salah satu usaha produsen untuk mengenalkan
produknya kepada masyarakat adalah dengan beriklan, karena iklan memiliki arti
penting bagi sebuah produk sehingga dapat menunjang keberhasilan peningkatan
penjualan produk barang atau jasa. Kehidupan dunia moderen saat ini sangat
tergantung pada iklan. Tanpa iklan para produsen dan distributor tidak akan dapat
menjual barangnya, sedangkan disisi lain para pembeli tidak memiliki informasi
mengenai produk – produk barang dan jasa yang terseedia dipasar.
Salah satu usaha produsen untuk mengenalkan produknya kepada
masyarakat adalah beriklan di media massa, karena iklan memiliki arti penting
bagi sebuah produk sehingga dapat menunjang keberhasilan peningkatan
penjualan sebuah produk barang atau jasa. Tanpa iklan para produsen dan
distributor tidak akan dapat menjual produknya. Selain itu iklan berfungsi juga
sebagai pengenalan suatu produk kemasyarakat luas agar lebih mengenali produk
barang dan jasa yang diiklankan. Kehidupan modern saat ini sangat bergantung
pada iklan. Tanpa iklan, para produsen dan distributor mengalami kesulitan
dalam menjual suatu merek baru yang sama sekali belum pernah diiklankan,
sedangkan disisi lain para pembeli tidak memiliki informasi mengenai produk –
produk barang dan jasa yang tersedia dipasar. Jika itu tidak terjaadi, maka dunia
Menurut (Sunartono 2002 : 12) ditinjau dari perspektif komunikasi, iklan
dianggap sebagai tehnik penyampaian pesan yang efektif dalam penjualan produk.
Oleh karenanya dalam aktifitas perpindahan informasi tentang suatu produk yang
diiklankan kepada khalayak tentunya harus mengandung daya tarik sehingga
mampu mengubah pesan khalayaknya (Liliweri, 1992 : 33). Iklan tidak hanya
menggunakan bahasa sebagai alatnya tetapi juga menggunakan alat komunikasi
lainya seperti : gambar, warna dan bunyi. Istilah iklan sendiri berasal dari bahasa
inggris yaitu advertising yang menunjukan suatu proses atau kegiatan komunikasi
yang melibatkan pihak – pihak sponsor (pemasang iklan atau advertiser) media
massa atau agen periklanan (biro iklan). Ciri utama dari kegiatan tersebut adalah
kegiatan pembayaran yang dilakukan para pemasang iklan melalui perantara biro
iklan atau langsung pada media massa yang bersangkutan berhubungan atas iklan
dimuatnya atau disiarkanya penawaran barang atau jasa yang dihasilkan oleh
pemasang iklan tersebut (Aker dalam Rendra, 2007 : 7).
Periklanan adalah suatu sarana media komunikasi massa dalam penyebaran
informasi dari produsen ke konsumen. Periklanan digunakan sebagai salah satu
andalan untuk mencapai tujuan pemasaran barang atau jasa, baik untuk jangka
panjang maupun jangka pendek. Iklan merk (brand awarnes), citra merek (brand
image), citra perusahaan (corporate image) untuk membujuk khalayak konsumen
untuk tertarik dan membeli produk yang ditawarkan, memberikan informasi dan
sebagainya. Pada prinsipnya iklan merupakan salah satu tehnik penyanpaian
informasi komuniksi massa dengan membayar space kolom atau durasi waktu
ditawarkan oleh pemasang iklan. Dengan adanya iklan tersebut produsen
mengharapkan suatu produk dapat memberikan nilai yang lebih untuk menjamin
ketertarikan pada para konsumen untuk membeli produk yang diiklankan.
Iklan merupakan sebuah produk yang diciptakan untuk memenuhi
kebutuhan pemasang iklan dan di design semenarik mungkin untuk mencapai
beberapa tujuan, yakni membuat pangsa pasar sasaran yang dituju menyadari
(aware) akan suatu merek dagang, memfasilitasi pemahaman konsumen tentang
berbagai atribut dan manfaat merek yang dipromosikan melalui iklan
dibandingkan dengan merek lain, meningkatkan sikap – sikap dan mempengaruhi
niatan untuk membeli, menarik sasaran agar mencoba produk baru, dan
mendorong perilaku konsumen untuk membeli ulang (Shimp 2003 : 189). Prinsip
pertama didunia periklanan adalah sebuah iklan harus mampu bertahan dan
nampak lebih menonjol dibandingkan dengan iklan lain. Untuk merealisasikan
prinsip itu, para pemasang iklan kemudian mempergunakan berbagai alat media
(Shuterland, 2004 : 134).
Iklan adalah proses penyampaian pesan kepada sebagian atau seluruh
khalayak mengenai penawaran suatu produk atau jasa dengan menggunakan
media massa. Menurut (Wibowo 2003 : 6) dilingkungan bisnis ikalan difungsikan
sebagai perangsang dan sekaligus pembentuk perilaku konsumen atau dengan kata
lain, fungsi dan tujuan pengiklan adalah : menarik perhatian masyarakat sebagai
calon konsumen, menjaga atau memelihara citra nama (brand image) yang terpatri
Tekadang sebuah iklan senantiasa mudah diingat oleh para konsumen dari
tanda – tandanya, seperti gambar, warna yang menarik atau tulisan yang unik lain
dari pada iklan produk yang lain. Pada akhirnya jika seseorang mengingat tanda –
tanda atau ciri yang khas dari suatu iklan mereka akan terdorong untuk mengingat
dan mengidentifikasikan hal – hal yang penting lainya yang tertera dalam iklan
tersebut (Jefkins, 1995 : 16). Untuk tujuan pemasaran pengiklan memanfatkan
kekuatan pencitraan terhadap suatu produk atau gaya yang akan dipasarkan
dengan perantara media massa, sehingga iklan dapat menjadikan realitas baru dari
produk komoditas yang di promosikan melalui media massa. Bahasa (Language)
dan tanda (sign) merupakan instrumennya. Namun iklan tidak hanya
menggunakan media sebagai alatnya, tetapi juga alat komunikasi lainya seperti
gambar, warna, dan bunyi. Pada dasarnya lambang verbal adalah bahasa yang kita
kenal, lambang non verbal adalah bentuk dan warna yang disajikan dalam iklan
khusus meniru wujud atas bentuk realitas.
Pembagian iklan berdasarkan media yang digunakan dibedakan menjadi
dua, dalam bentuk iklan media cetak dan iklan media elektronik. Iklan dimedia
cetak akan lebih mudah diingat oleh para pembaca dan sesuai dengan kelebihan
media cetak surat kabar pesan informasi yang disampaikan terdokumentasi
dengan baik, berbeda dengan media elektronik, informasi yang disampaikan
selintas begitu saja. Iklan cetak dibuat dan dipasang dengan menggunakan teknik
cetak dan mencetak dengan teknologi sederhana maupun dengan teknologi yang
moderen. Berbagai teknik mencetak yang ada misalnya dengan cara letterpress,
digunakan dalam teknik cetak tersebut sangat beragam mulai dari kertas, pelat
metal, kulit, plastik, kaca, kain dan sebagainya.
Iklan yang dibuat dalam iklan cetak ini, akhirnya popular dalam iklan di
media cetak. Diantaranya bentuk iklan media cetak yaitu : iklan cetak surat kabar,
iklan cetak majalah, tabloid, iklan cetak baliho, iklan cetak poster, iklan leaflet,
iklan spanduk, flayer, kemasan produk, stiker, dan lain sebagainya. Ban Dunlop
adalah roda kendaraan bermotor yang mengklaim bahwa produknya sebagai
“Driving To The Future” (menuju untuk masa depan) hal itu dapat tercermin dari
penggambaran iklan ban dunlop dengan mengedepankan balita merangkak diatas
roda dengan posisi badan mengarah ke arah kanan yang mempunyai makna
menghadap kemasa yang akan datang, dan simbol pada iklan Ban Dunlop berupa
tanda panah ke arah kanan yang juga mempunyai makna, tanda panah ke kanan
juga mempunyai maksud menuju ke masa yang akan datang atau masa depan.
Dengan background/latar belakang langit cerah berwarna biru serta awan
putih. Ban dunlop ini juga mempunyai kelebihan mampu berjalan disegala medan
jalan yang rata, terjal ataupun licin pada saat cuaca musim hujan. Sementara
produk ban lainya berlomba lomba untuk mengiklankan segala kelebihan dan
kekuatan yang dimiliki oleh produknya. Misalnya Ban Swalow dengan slogan
awet, tahan lama dan tidak mudah gundul. Dengan pemilihan slogan tersebut akan
menjadi Brand Awarenes yaitu pengetahuan bagi khalayak, pengetahuan bahwa
Ban Dunlop dengan slogan “menuju untuk masa depan”, kemudian muncul brand
sebaliknya untuk menuju masa depan adalah slogan dari Ban Dunlop. Ini
merupakan sebuah iklan yang menampilkan model balita sebagai obyeknya.
Namun bisa dikatakan antara produk iklan ban dengan balita tidak terdapat
hubungan yang tidak erat, bahkan balita tidak pernah memperhatikan ban
kendaraan yang karena belum cukup umur dan tidak mengerti tentang kegunaan
ban kendaraan bermotor. Akan tetapi pada iklan ban dunlop ini justru
menggunakan modelnya seorang balita dalam menyampaikan pesanya. Dalam
penyajian pesan terdapat didalam iklan tersebut dapat menimbulkan
penggambaran yang berbeda – beda bagi para pembaca dan para konsumen
pengguna prodak ban dunlop, sehingga tidak jelas dan menimbulkan maksut yang
berbeda dengan gambar iklan di media cetak, sehingga peneliti mengunakan
metode kualitatif dengan pendekatan semiotika untuk mencari makna balita yang
terkandung dalam iklan ban dunlop Driving To The Future.
Melihat pesan yang ditampilkan peneliti melihat sosok balita yang
terpampang melalui penggambaran iklan nonverbal yang ditampilkanya pada
ikan ini, balita didalam iklan ini sebagai obyek yang di gambarkan dengan
sedemikian rupa melalui phose gerak – geriknya yang terdapat dalam gambar
iklan balita diatas roda, yang merangkak diatas roda mengarah ke arah kanan
sesuai dengan sloganya ban dunlop, menuju untuk masa depan. Dari penyampaian
pesan atau informasi kepada masyarakat melalui iklan dimedia cetak, ada
beberapa para advertiser, pengiklan menggunakan balita sebagai citra (image)
informasi atau pesan iklan yang di tawarkan melui media cetak tentang produk
tersebut menjadi tidak jelas dan ambigu oleh kuatnya pencitraan produk, hal ini
menyebabkan jalinan alur cerita iklan seakan – akan mengena, meski sama sekali
tidak ada keterkaitan.
Oleh karena itu dari berbagai macam iklan yang muncul dimedia massa,
khususnya di sebuah media cetak iklan ban dunlop dengan slogan menuju untuk
masa depan, terasa sangat menarik untuk diteliti, fokus dalam penelitian ini adalah
menyangkut gambar, tanda, atau symbol, dan tulisan yang digunakan untuk
menyampaikan pesan yang dalam iklan ban dunlop serta penggambaran seorang
balita dengan merangkak diatas roda ban dunlop.
1.2 Perumusan Masalah
Dari uraian latar belakang diatas, maka perumusan masalah pada penelitian
ini adalah sebagai berikut : “Bagaimana Pemaknaan Iklan Ban Dunlop Versi
Balita Merangkak Di Media Cetak Dengan Slogan “Driving To The Future”.
1.3 Tujuan Penelitian
Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui Pemaknaan Iklan
Ban Dunlop dimedia cetak ke dalam sistem komunikasi berupa tanda dan
1.4 Kegunaan Penelitian
Kegunaan Teoritis : Dapat menambah refrensi bagi mahasiswa Universitas
Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur khususnya FISIP Jurusan Ilmu
Komunikasi mengenai studi Semiotik Visual gambar pada iklan dimedia cetak.
Kegunaan Praktis : Masyarakat luas dapat memahami dengan benar
tentang makna yang terkandung didalam (pesan) Iklan Ban Dunlop “Driving to
the future” melalui penggambaranya. Terutama yang berkaitan dengan konsep
gambar, dan menggapa gambar balita digunakan sebagai objek dalam iklan
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Landasan Teori
2.2 Iklan Media Cetak
Media cetak merupakan salah satu sarana penyebaran informasi dan iklan,
yang dalam hal ini adalah pihak advertising untuk mengiklankan produk barang
atau jasa kepada konsumen dalam bentuk iklan media cetak. Dalam buku
“Komunikasi Periklanan Cetak”, Dedi Sudiana periklanan didevinisikan sebagai
sarana komunikasi diantara produsen dan konsumen. Tujuan akhir dari
periklanana untuk menciptakan respon perilaku dipasaran. Perilaku tersebut dapat
berupa pembelian pertama terhadap suatu merek, kunjungan ke tempat etalase
pedagang eceran atau grosir, dan melanjutkan tindakan pembelian merek tersebut.
Jika periklanan tanpa respon perilaku akhir maka perikanan hanya merupakan
hiburan baik dan buruk.
Dari definisi iklan media cetak dapat diketahui bahwa tujuan penampilan
iklan dimedia cetak adalah untuk membawa pesan yang ingin disampaikan oleh
pihak produsen melalui penggambaran dari isi pesan produsen tersebut melalui
pengambaran dari isi pesan produsen tersebut pada para pembaca media massa
cetak. Media massa cetak dalam hal ini berupa surat kabar menampilkan iklan
media massa yang mampu mengkomunikasikan pesan pada khalayak dalam
jangkauan yang sangat luas. Media massa sebagai salah satu saluran komunikasi
massa mempunyai efek untuk mempengaruhi para pembaca dan memberikan
pengetahuan dan wawasan bagi pembaca media massa.
Pengaruh iklan yang ditampilkan media masa cetak terhadap pembacanya
mampu memberikan pengetahuan tambahan maupun pengetahuan yang bersifat
baru, dimana iklan yang ditampilkan pada media massa cetak dibuat sangat
semenarik mungkin untuk merebut perhatian pembacanya.
Berikut ini akan diulas beberapa kelebihan yang dimiliki oleh media massa
cetak delam memuat sebuah iklan :
Kemampuan untuk menyajikan materi pesan dengan rinci
Waktu yang tidak terbatas (timelines)
Flexibel (Shimp, 2003 : 515)
Jangkauan khalayak lebih luas
Selain memiliki kelebihan tentunya media cetak juga memiliki kelemahan
kelemahan dibandingkan dengan media lainya :
Bukan media yang selektif
Komposisi pembaca bisa berubah (Shimp, 2003 :515)
Dari penjelasan mengenai kelebihan media massa cetak, dapat diamati
bahwasanya, iklan yang ditampiklan pada media massa cetak akan menimbulkan
daya ingatan yang kuat pada pembacanya sehingga isi pesaan yang disampaikan
melalui media cetak tidak mudah dilupakan begitu saja karena melalui proses
membaca. Dengan demikian daya ingatan khalayak pembaca relatif lebih baik
dibandingkan dengan khalayak sasaran media lainya seperti radio dalam
menyampaikan suatu pesan iklanya. Disamping kelebihan terapat pula
kekurangan – kekurangan media massa cetak, yang tentunya kelebihan dan
kekurangan tersebut, menjadi pertimbangan tersendiri bagi pihak pengiklan
sebelum menjatuhkan pilihan untuk untuk menggunakan media apa, iklan tersebut
akan ditransmisikan dan diinformasikan pada khalayaknya.
Hampir setiap orang melakukan kegiatan komunikasi, persepsi, dan proses
informasi termasuk terhadap informasi pesan iklan. Dengan kemampuan
memantau lingkungan, manusia dapat memilih dan menetapkan yang baik dan
yang buruk, memahami sebab akibat serta mampu mengendalikan atau
mempengaruhi lingkungan demi peningkatan taraf hidupnya (Mulyana, 2003 :
48). Iklan oleh Lavidge dan Gary Steiner yang dikutip oleh Jhon S. Wright dalam
bukunya “Advertising”. Dikemukakan bahwa, pesan yang telah disampaikan
kepada pembaca, saat itu juga komunikasi periklanan secara tidak langsung
membentuk perilaku membaca sesuai yang di harapkan dan pembentukan perilaku
merupakan efek atau akibat penyampaian pesan dalam bentuk komunikasi
Iklan juga memiliki fungsi, seperti yang dikatakan oleh Alo Liliweri (1998)
yaitu :
1. Fungsi Pemasaran
Fungsi iklan yang diharapkan untuk membantu pemasaran atau menjual
produk. Iklan digunakan untuk mempengaruhi khalayak untuk membeli dan
mengkonsumsi produk.
2. Fungsi Komunikasi
Iklan sebenarnya merupakan sebentuk pesan dari komunikator kepada
komunikan (khalayak).
3. Fungsi Pendidikan
Iklan merupakan alat membantu mendidik khalayak mengenai sesuatu, agar
mengetahui dan mampu melakukan sesuatu. Mendidik dalam hal ini dimaksud
agar khalayak siap menerima produk yang dihasilkan produsen.
4. Fungsi Ekonomi
Iklan mampu menjadi penggerak ekonomi agar kegiatan ekonomi dapat tetap
berjalan bahkan dapat melakukan ekspansi.
5. Fungsi Sosial
Iklan mampu menghasilkan dampak sosial psikologis yang cukup besar. Iklan
membawa berbagai pengaruh dalam masyarakat, misalnya muncul budaya
Pemahaman terhadap tujuan serta fungsi dari periklanan, tentunya akan
lebih memudahkan pihak produsen beserta biro iklan dalam menciptakan iklan
yang kreatif dan inovatif, memiliki daya tarik serta pesan yang ingin disampaikan
mengena kepada khalayak sasaranya yang hetrogen dan anonim. Pesan dari
sebuah iklan merujuk pada isi maupun penggarapanya sebagai suatu totalitas yang
akan mengalami proses persepsi khalayak. Adapun tujuan yang ingin dicapai
dalam pembuatan sebuah iklan adalah :
Membuat pasar sasaran menyadari (aware) akan sesuatu merek baru.
Memfasilitasi pemahaman konsumen tentang beragam berbagai atribut dan
merek yang diiklankan dibandingkan dengan merek – merek pesaing.
Meningkatkan sikap – sikap dan mempengaruhi niat konsumen untuk membeli.
Menarik sasaran untuk mencoba produk baru.
Mendorong perilaku pembelian ulang (Shimp 2003 : 369).
Penggarapan pesan dapat digambarkan dalam pengertian pendekatan kreatif.
Albert C. Book dan Norman D. Cary (1970) mengatakan bahwa ada tiga bentuk
pendekatan kreatif : (1) dogmatif, (2) memaparkan alasan/reason why, dan (3)
emosional. Dalam pendekatan dogmatif, sumber mengajukan suatu proporsi
langsung misalnya contoh : “Yamaha semakin didepan”. Pendekatan reason why
membubuhkan fakta dan argumentasi, mengapa produk atau jasa yang ditawarkan
itu perlu dibeli. Pendekatan emosional tepat untuk produk yang memiliki potensi
membangkitkan selera (fear appeals) bila tidak menggunakan produk yang
ditawarkan, misalnya dalam iklan susu penambah berat badan dan minuman
supelmen kesehatan (Sudiana, 1986 : 34) Untuk Iklan Ban Dunlop yang selalu
memberikan inovasi terhadap kenyamanan dan kepercayaan menuju untuk masa
depan, maka ia memaknai pendekatan dengan slogannya tersebut dengan “Driving
To The Future”.
2.3 Makna Warna
Pada teoritis bahasa mengemukakan bahwa kebanyakan kata memiliki
makna yang majemuk. Setiap kata - kata seperti : Merah, kuning, hitam dan putih
memiliki makna (Konotatif) yang berlainan. Dalam Rogets Thesaurus, seperti
yang dikutip Dedi Mulyana (2003 : 260 – 261), terdapat kira – kira 12 Sinonim
untuk kata hitam, dan beberapa kepercayaan warna – warna hitam dan abu – abu
memiliki asosiasi yang kuat dengan bahasa, hitam tidak bisa dipisahkan dari hal –
hal yang buruk dan negatif, misal daftar hitam, dunia hitam, kambing hitam, ilmu
hitam, sedangkan terdapat 134 sinonim untuk kata putih, dan semua artinya
positif. Warna putih kebalikan dari warna hitam, putih mewakili sesuatu yang
menyenagkan dan mencerminkan segala sesuatu yang bersifat kebaikan, seperti :
Murni, bersih, suci, dan inosen. Jadi kata hitam umumya berkonotasi negatif,
sedangkan kata putih berkonotasi positif (Sobur, 2001 : 25). Warna mampu
memberi pemaknan tentang suatu hal, misalnya warna merah, merah bisa berarti
kata merah itu sendiri, namun dibeberapa bahasa kata merah digunakan pada saat
bersamaan menjadi merah darah, karena merah dapat diartikan sebagai hasrat
kuat dalam hubunganya dengan iklan, kebenaran atau kejayaan, namun tak jarang
pula warna merah diartikan sebagai suatu kebencian dan dendam, tergantung dari
situasi dan kondisi.
Kuning bisa diartikan sebagai optimis, filosofi dalam budaya barat.
kebagsawanan, transformasi, kekasaran, kehangatan. Warna oranye yang berarti
energi, keseimbangan, kehangatan, menekankan suatu produk tidak mahal,
menurut budaya barat (Mulyana, 2003 : 376). Warna menurut Hoed dan Benny
Hoedoro 1992. Dalam bukunya “Periklanan” memiliki beberapa makna dalam
menunjang kegiatan periklanan menggunakan media cetak, karena perpaduan dan
kombinasi warna yang menarik akan mempunyai nilai ketertarikan tersendiri
dibenak khalayak, diantaranya adalah warna:
1. Merah merupakan warna energi, keseimbangan, kehangatan cinta, nafsu,
agresi, bahaya, kekuatan, kemauan keras dan penuh semangat. Sering juga
diapresiasikan untuk menunjukan emosi atau debar jantung.
2. Merah muda memiliki asosiasi yang kuat dengan cinta, keberanian dan
kesenangan. Ikatan antara merah dan kehidupan memiliki peranan yang
penting dalam kebuadayaan dibumi.
3. Warna Kuning bersifat menonjol, semangat untuk maju dan toleransi tinggi.
Pengaruh warna ini antara lain riang, dermawan, dan sukses. Kuning adalah
menarik perhatian. Warna ini dapat digunakan untuk menaikan
metabolisme.
4. Oranye merupakan warna energi, keseimbangan, kehangatan, antusiasme,
perluasan, pencapaian bisnis, karir, kesuksesan, keadilan, penjualan,
persahabatan, kesehatan, pikiran dan pengetahuan, daya tahan,
kegembiraan, gerak cepat, sesuatu yang tumbuh, tekanan sosial, modal
kecil, murah, ketertarikan, independen.
5. Hijau melambangkan alami, sehat, keberuntungan, pembaharuan, warna
bumi, penyembuhan fisik, kesuksesan materi, kelimpahan, kesuburan,
keajaiban, tanaman dan pohon, pertumbuhan, pencapaian personal,
kebangkitan, muda, stabil, daya tahan, kesegaran, lingkungan, keamanan,
rujukan, cinta, ketenangan, harapan, ketergantungan, persahabatan. Warna
hijau melambangkan elastisitas keinginan cenderung pasif, bertahan,
mandiri, prosesif, susah menerima pemikiran orang lain. Pengaruh dari
warna ini antara lain teguh dan kokoh, mempertahankan miliknya, keras
kepala, dan berpendirian tetap.
6. Biru melambangkan kepercayaan, konservatif, keamanan, teknologi,
kebersihan, keteraturan, komunikasi, peruntungan yang baik, kebijakan,
perlindungan, inspirasi, spiritual, kelembutan dinamis, air, laut, kreatifitas,
cinta, kedamaian, kepercayaan, loyalitas, kepandaian, panutan, kekuatan
dari dalam, kesedihan , kesetabilan, kepercayaan diri, kesadaran, pesan, ide,
serta kasih sayang, kalem, ketenangan, menenangkan, namun juga bisa
dingin dan depresi. Sebagai efek menenagkan, warna biru dapat membuat
orang lebih konsentrasi.
7. Putih melambangkan positif, kepenatan, ketidak bersalah, steril, kematian,
kedamaian, pencapaian ketinggian diri, spiritualitas, kedewasaan,
keperawanan atau kesucian, kesederhanaan, kebersihan, kesempurnaan,
keamanan, cahaya, persatuan, lugu, murni, ringan, netral, dan flexibel.
8. Abu – abu melambangkan intelektual, masa depan seperti warna melenium,
kesederhanaan, kesedihan, keamanan, rehabilitas, kepandaian, tenang, dan
serius, kesederhanaan, kedewasaan, konserfatif, praktis, kesedihan, bosan,
profesional, kualitas, diam dan tenang.
9. Cokelat melambangkan stabilitas, bobot, kestabilan, keanggunan, depresi
dan penuaan.
10. Hitam melambangkan power, kecangihan, kematian, misteri, ketakutan,
kesedihan, keanggunan, perlindungan, pengusiran, sesuatu yang negatif,
mengikat, formalitas, kekayaan, kejahatan, perasaan yang dalam,
kemarahan, harga diri, dan ketangguhan.
Dalam iklan Dunlop “Driving To The Future” versi balita merangkak di
media cetak, perpaduan warna – warna seperti biru, putih, kuning, menjadi
latar/bacground iklan, warna merah dan hitam menjadi logo atau lambang
Asosiasi warna dan model tulisan seperti yang sudah dijelaskan diatas,
mempunyai maksut dan tujuan yang akan dibahas lebih mendalam pada bab
selanjutnya. Warna Hitam dan Putih pada gambar iklan Dunlop yang terdapat di
dalam media cetak : Warna hitam pada tulisan Dunlop “Driving To The Future”
yang terdapat pada iklan media cetak menunjukkan ketangguhan, power dan
kecangihan dari sebuah Ban Dunlop terhadap slogannya yaitu : menuju untuk
masa depan. Warna putih pada tulisan People always ride on tyers thats’s why we
bring the comfort and trusted innovation. Memberikan kesan kedamaian,
pencapaian ketinggian diri, spiritualitas, kedewasaan Yang tercermin dalam
slogan Menuju Untuk masa Depan.
2.4 Balita
Balita pada usia 12 bulan pada umumnya akan lebih banyak belajar
berjalan dan menantang gaya grafitasi bumi meski langkahnya belum stabil dan
banyak merangkak, untuk pertama kalinya dan bangkit dengan bertumpu dengan
menggunakan tangan dan lutut kaki. (Aulia Fadli, 2001 : 14 – 15). Pelajaran
mengenai kordinasi terus berlanjut, dimana tungkai kaki depan kanan hanya
dilakukan bersamaan dengan tunggkai belakang kaki kiri. Balita akan
menggunakan otak pikiranya ketahap yang lebih tinggi untuk berpindah tempat
dengan pola gerakan yang seimbang. Pada usia tersebut balita cenderung senang
memegang alat tulis dan mencoret-coret kertas atau dinding dan ia menggunakan
2.5 Masa Depan
Untuk membangun masa depan yang baik, selain harus memahami diri
sendiri dan lingkunganya, setiap orang perlu memahami berbagai kemungkinan
lapangan kerja dimasa depan, dalam meraih cita – cita setiap orang akan
menjumpai hambatan yang berasal dari dalam maupun dari luar dirinya sendiri.
Untuk itu setiap orang harus mampu mengatasi dengan segenap kemampuan yang
ada agar cita – citanya dapat terwujud. Setelah memahami berbagai kemungkinan
dan hambatan yang ada, setiap individu harus memutuskan. Yakni memilih dari
sekian banyak alternatif yang sesuai dengan kemampuanya bakat dan minat serta
disesuaikan dengan lapangan pekerjaan dimasa depan (Nuryasa : 70 - 71).
Dengan demikian perjuanganya didalam membangun masa depan yang baik.
Langkah yang telah di rencanakan hendaknya di laksanakan dengan sebaik –
baiknya.
2.6 Tipografi
Tipografi adalah bentuk pemilihan huruf besar dan kecil dan tehnik
penyusunan huruf menjadi kata atau kalimat sesuai dengan karakter pesan (sosial
atau komersial) yang ingin disampaian, perkembangan tipografi saat ini banyak
sekali dipengaruhi oleh kemajuan teknologi digital. Tipografi didefinisikan
sebagai suatu proses seni untuk menyusun bahan publikasi menggunakan huruf
cetak. Oleh karena itu, menyusun meliputi merancang bentuk huruf cetak hingga
tampilan yang dikehendaki. Huruf yang akan dicetakkan pada suatu media
tertentu, baik menggunakan mesin cetak offset, mesin cetak desktop, cetak sablon
pada body pesawat terbang, bordir pada kostum pemain sepak bola, maupun
publikasi di halaman website.
Pemilihan huruf tidak semudah yang dibayagkan, ribuan bahkan jutaan
jumlah huruf menyebabkan desainer advertiser harus cermat dalam memilih
tipografi yang tepat untuk karyanya. Rangkaian huruf dalam sebuah kata atau
kalimat bukan saja bisa berarti suatu makna yang mengacu kepada sebuah objek
ataupun gagasan, tetapi juga memiliki kemampuan untuk menyuarakan suatu citra
ataupun kesan secara visual. Hal itu dikarenakan terdapatnya nilai fungsional dan
nilai estetika dalam suatu huruf. Pemilihan jenis huruf disesuakan dengan citra
yang ingin diungkapkan. ( Kusrianto, 2007 : 190 ). Huruf yang telah disusun
secara tipografis merupakan elemen dasar dalam membentuk sebuah tampilan
desain komunikasi visual diyakini dapat memberikan inspirasi untuk membuat
sebuah komposisi yang menarik. Sedangkan bentuk – bentuk tipografi sendiri
dapat dipergunakan secara terpisah dan dapat pula dikomposisikan dengan materi
lain seperti ilustrasi hand drawing ataupun image foto. Perkembangan tipografi
saat ini mengalami perkembangan dari fase penciptaan dengan tangan (hand
drawn) hingga mengalami komputerisasi. Fase komputerisasi membuat
penggunaan tipografi menjadi lebih mudah dan dalam waktu yang lebih cepat
dengan jenis pilihan huruf yang ratusan jumlahnya. Berikut ini beberapa jenis
huruf berdasarkan klasifikasi yang dilakukan oleh James Craig, antara lain
1. Huruf Roman Ciri dari huruf ini adalah memiliki sirip/kaki/serif yang
berbentuk lancip pada ujungnya. Huruf Roman memiliki ketebalan dan
ketipisan yang kontras pada garis – garis hurufnya. Kesan yang ditimbulkan
adalah klasik, anggun, lemah gemulai dan feminim.
2. Huruf Egyptian Adalah jenis huruf yang memiliki ciri kaki/sirip/serif yang
berbentuk persegi seperti papan dengan ketebalan yang sama atau hampir
sama. Kesan yang ditimbulakn adalah kokoh, kuat, kekar dan stabil.
3. Huruf Sans Serif Pengertian San Serif adalah tanpa sirip/serif, jadi huruf jenis
ini tidak memiliki sirip pada ujung hurufnya dan memiliki ketebalan huruf
yang sama atau hampir sama. Kesan yang ditimbulkan oleh huruf jenis ini
adalah modern, kontemporer dan efisien.
4. Huruf Script menyerupai goresan tangan yang dikerjakan dengan pena, kuas
atau pensil tajam dan biasanya miring ke kanan. Kesan yang ditimbulkannya
adalah sifast pribadi dan akrab.
5. Huruf Miscellaneous Huruf jenis ini merupakan pengembangan dari
bentuk-bentuk yang sudah ada. Ditambah hiasan dan ornamen, atau garis-garis
dekoratif. Kesan yang dimiliki adalah dekoratif dan ornamental.
http://de-kill.blogspot.com/2009/01/makna-dari-fontjenis-huruf-tipografi.html
Seorang desainer komunikasi visual harus mampu memilih dan
memainkan huruf – huruf tertentu dalam melakukan aktifitas perancangan. Ia
harus menjadikan rangkaian huruf kata atau kalimat tidak sekedar bisa dibaca dan
harus piawai menampilkan tipografi yang enak dipandang mata dan lebih
melancarkan pembaca dan memahami makna pesan sosial atau komersial yang
disampaikan melalui komunikasi visual berupa iklan.
Dengan demikian kebearadaan tipografi dalam rancangan karya desain iklan
cetak sangat penting. Sebab melalui perencanaan dan pemilihan tipografi yang
tepat baik untuk ukuran, warna, dan bentuk diyakini mampu menguatkan isi pesan
iklan tersebut.
2.7 Peranan Iklan Dalam Kajian Semiotika
Iklan dalam kajian semiotika dapat dikaji melalui sistem tanda dalam iklan.
Iklan menggunakan sistem tanda yang terdiri atas lambang, baik lambang verbal
maupun lambang non verbal yang berupa ikon. Iklan juga menggunakan tiruan
indeks didalam semua media. Pada dasarnya, lambang yang digunakan dalam
iklan terdiri atas dua jenis, yaitu lambang verbal dan lambang lambang non
verbal. Lambang verbal biasanya lebih dikenal sebagai bahasa kita sehari – hari,
sedangkan lambang non verbalnya adalah bentuk warna – warna yang disajikan
dalam sebuah penggambaran iklan, yang tidak secara khusus meniru bentuk
apapun rupa atas bentuk realitas. Ikon adalah bentuk dan warna yang serupa atau
mirip dengan keadaan sebenarnya seperti gambar benda orang atau binatang. Ikon
disini digunakan sebagai lambang (Sobur, 2006 : 116).
Kajian sistem tanda dalam iklan menyangkut objek. Objek iklan ada yang
dalam meneleah iklan adalah penafsiran kelompok sasaran dalam proses
interpretan. Jadi sebuah kata seperti “cakap” meski pada dasarnya mengacu pada
laki - laki berkulit putih, berwajah maco, bertubuh atletis, berpenampilan yang
rapi ditafsirkan sebagai cermin laki – laki yang peduli dengan dirinya sendiri itu
pasti mempunyai uang yang banyak dan seterusnya.
Sebuah tanda dalam iklan itu akan pernah berfungsi secara toleransi. Tanda
berfungsi dalam hubunganya dengan tanda lain. Untuk menyusun tanda – tanda
dalam iklan perlu perangkat untuk menghubungkan antara tanda tersebut.
Pemaknaan merupakan salah satu perangkat yang merupakan salah satu asosiasi
dari tanda yang merupakan kategori – kategori yang didefinisikan dimana untuk
memahami tiap – tiap tanda tersebut, diperlukan pemahaman dengan hubungan
struktural antara tanda tersebut dengan memaknainya.
Hal – hal ini selalu terjadi dalam sebuah iklan dalam proses pemaknaanya
yang disebut semiosis (Hoed dalam Sobur, 2006 : 117). Banyak sekali hal – hal
yang perlu diperhatikan dalam menganalisa sebuah iklan seperti penanda, petanda,
gambar dan simbol.
2.2.1 Semiotika
Semiotika adalah suatu ilmu atau metode untuk megkaji tanda. Tanda –
tanda adalah perangkat yang kita pakai dalam upaya berusaha mencari jalan
direalitas kehidupan yang nyata ini, ditengah – tengah manusia disekeliling kita.
Semiotika atau dalam istilah Barthes, semiologi, pada dasarnya hendak
Memaknai (to sinify) dalam hal ini tidak dapat dicampuradukkan dengan
mengkomunikasikan (to comunicate). Memaknai berarti bahwa obyek – obyek itu
hendak berkomunikasi, tetapi juga mengkonstitusi sistem berstruktur dari tanda.
Suatu tanda menandakan sesuatu selain dirinya sendiri, dan makna (meaning)
ialah hubungan dengan suatu obyek atau ide dan suatu tanda. (Bhartes, dalam
Sobur 2004 : 67).
Konsep dasar ini mengikat bersama seperangkat teori yang amat luas
berurusan dengan simbol, bahasa, wacana, dan bentuk – bentuk nonverbal, teori
yang menjelaskan bagaimana tanda berhubungan dengan maknanya dan
bagaimana tanda disusun. Secara umum, studi tentang tanda merujuk kepada
semiotika. Dengan tanda – tanda kita mencari keteraturan ditengah – tengah dunia
ini, setidaknya agar kita punya pegangan. Apa yang dikerjakan oleh semiotika
adalah mengajarkan bagaimana menguraikan aturan – aturan tersebut dan
membawanya dalam pada sebuah kesadaran. (Pines dalam Sobur, 2004 – 34).
Dengan Semiotika kita akan berurusan dengan tanda. Semiotika seperti kata
(Lechte dalam Wulandari 1998 : 11) adalah suatu disiplin yang menyadari semua
bentuk komunikasi yang terjadi dengan sarana signs tanda – tanda yang
berdasarkan pada sign system (code) tanda – tanda (Segers, dalam sobur 2004 :
38). Yang pelu digaris bawahi dari berbagai definisi diatas adalah bahwa para ahli
melihat semiotika atau semiosis itu sebagai ilmu atau proses yang berhubungan
dengan tanda. Begitulah semiotika berusaha menjelaskan esensi, ciri – ciri, dan
Tokoh dan pakar ahli dalam ilmu semiotika adalah Ferdinand de Saussure,
seorang ahli linguistik asal negara Swiss dan Chares Sanders Pierce, seorang ahli
filsafat dari Amerika. Berdasarkan obyeknya Pierce membagi tanda atas ikon
(icon), indeks index) dan symbol (symbol). Iklon adalah tanda yang berhubungan
antara tanda dan obyek acuan yang bersifat kemiripan, misalnya potret dan peta.
Indeks adalah tanda yang menunjukan adanya hubungan alamiah tanda yang
mengacu langsung pada kenyataan. Contoh yang paling jelas ialah asap sebagai
tanda adanya api. Tanda pula dapat mengacu ke denotatum melalui konvesional
yang bisa disebut simbol. Jadi simbol adalah tanda yang menunjukan hubungan
alamiah antara penanda dan petandanya. Simbol tidak harus mempunyai
kesamaan, kemiripan atau hubungan dengan objeknya (Sobur, 2004 : 14).
Beberapa Pengertian dalam semiotika Charles Pierce :
1. Model analisis Charles Pierce
Semiotik berangkat dari elemen utama yang disebut Pierce teori segitiga maka
(Triangle meaning) :
Tanda : adalah sesuatu yang berbentuk fisik yang dapat ditangkap oleh panca
indra manusia dan merupakan sesuatu yang merujuk/mempresentasikan hal
lain diluar tanda itu sendiri. Acuan tanda ini disebut objek
Pengguna tanda (interpretan) : Adalah konsep pemikiran dari orang yang
menggunakan tanda dan menurunkanya ke suatu makna tertentu atau makna
yang ada dalam benak seseorang tentang obyek yang dirujuk sebuah tanda.
Hubungan tanda, objek dan interpretan :
Sign
Interpretant object
Gb.2.1 Hubungan tanda, Objek dan interpretan Charles Pierce
2.2.2 Model Semiotika Charles Pierce
Semiotik untuk studi media massa tak hanya terbatas sebagai kerangka teori
namun sekaligus juga sebagai metode analisis (Sobur, 2004 : 83). Bagi Pierce
tanda “Is someting which stands to somebody for something in some respect or
capacity”. Kita misalnya dapat menjadi teori segitiga makna (triangel meaning)
menurut Pierce salah satu bentuk tanda adalah kata. Sedangkan objek adalah
sesuatu yang dirujuk tanda. Sesuatu yang digunakan agar tanda bisa berfungsi,
terdapat pada sebuah triadik, yakni ground, object, dan interpretant. (Sobur,
2004:41).
Sementara interpretan adalah tanda yang ada dalam benak seseorang tentang
obyek yang dirujuk sebuah tanda. Apabila ketiga elemen itu berinteraksi dalam
benak seseorang, makna munculah makna tentang sesuatu yang diwakili oleh
tanda tersebut. Makna adalah persoalan bagaimana makna muncul dari sebuah
tanda ketika tanda digunakan orang pada waktu berkomunikasi. (Bharthes, dalam
Wulandari 1998 : 23).
Charles Pierce membagi antara tanda dan acuannya tersebut menjadi tiga
kategori yaitu : Ikon, indeks, dan simbol. Ikon adalah tanda yang hubungan antara
penanda dan petandanya yang bersifat alamiah. Atau dengan kata lain ikon adalah
hubungan antara tanda dan objek atau acuan yang bersifat kemiripan misalnya
potret dan peta. Indeks adalah tanda yang menunjukan adanya hubungan alamiah
antara tanda dan petanda yang bersifat kausal atau hubungan sebab akibat. Contoh
paling jelas ialah asap sebagai tanda adanya api. Tanda dapat pula mengacu pada
denotatum melalui konvensi. Tanda seperti itu adalah tanda konvensional yang
bisa saja disebut simbol jadi Simbol tanda yang menunjukan hubungan alamiah
antara penanda dan petandanya. Hubungan diantaranya bersifat arbitrer atau
semena, hubungan berdasarkan konvensi atau perjanjian masyarakat. (Sobur,
Hubungan segitiga makna Pierce lazimnya ditampilkan dalam gambar berikut ini
: (Fiske dalam sobur, 2001 : 85).
Sign (Kode)
[image:38.595.224.386.195.333.2]Object Interpretant
Gambar 2.3
Sumber (Jhon Fiske dalam sobur, 2001 : 115)
Charles Pierce membagia atara tanda dan acuannya tersebut menjadi tigat
kategori, yaitu : ikon, indeks dan simbol. Ketiga kategori tersebut digambarkan
dalam sebuah model segitiga berikut :
Ikon
Simbol Indeks
Gambar 2.3 Model Kategori Tanda oleh Pierce
[image:38.595.223.375.521.654.2]2.2.3 Konsep Makna
Para ahli mengakui, istilah makana (meaning) Memang merupakan kata dan
istilah membingungkan. Dalam bukunya The Meaning Of Meaning, (Ogden dan
Richards dalam wulamdari 1998 :27) telah mengumpulkan tidak kurang dari 22
batasan mengenai makna. Bentuk makana diperhitungkan sebagai istilah sebab
bentuk ini mempunyai konsep dalam bidang ilmu tertentu, yakni dalam bidang
linguistik (Pateda, dalam Sobur 2004 : 257). Dalam penjelasan Umberto Eco
(Buddiman, 1997 :7), makna dari sebuah wahana tanda (Sign – vehicle) adalah
satu kultural yang diperagakan oleh wahana – wahana tanda yang lainya serta
dengan begitu, secara sematik mempertunjukan pula ketidak tergantungannya
pada wahana tanda sebelumnya.
Makna, sebagaimana dikemukakan oleh Fisher (dalam Sobur 2004 : 248),
merupakan konsep yang abstrak, yang telah menarik perhatian para ahli filsafat
dan para ahli teoritis ilmu sosial selama 2000 tahun yang silam. Semenjak Plato
mengkonseptualisasikan makna manusia sebagai salinan “ultrarealitas” para
pemikir besar telah sering menggunakan konsep itu dengan penafsiran yang
sangat luas yang merentang sejak pengungkapan mental dari Locke sampai ke
respon yang dikeluarkan dari Skinner. Tetapi menurut (Jerold Katz dalam
Budiman 1997 :27), setiap usaha memberikan jawaban yang langsung telah gagal.
Beberapa, seperti misalnya Plato, telah terbukti terlalu samar dan spekulatif. Yang
Dari mana datangnya makna. Makna ada dalam diri manusia, Menurut
Devito, makna tidak terletak pada kata – kata untuk mendekati makna yang ingin
kita komunikasikan. Tetapi kata – kata ini secara sempurna dan lengkap
menggambarkan makna yang dimaksutkan. Demikian pula, makna yang didapat
pendengar dari pesan – pesan kita akan sangat berbeda dengan makna yang ingin
kita komunikasikan. Komunikasi adalah proses yang kita gunakan untuk
memproduksi, dibenak pendengar, apa yang ada dalam benak kita. Reproduksi ini
adalah sebuah proses parsial dan selalu bisa salah. (Devito, 1997 : 123 - 124). Ada
tiga hal yang dijelaskan para filosof dan linguis sehubungan dengan usaha
menjelaskan istilah makna. Ketiga hal itu yakni : (1) menjelaskan makna secara
alamiah, (2) mendeskripsikan kalimat secara alamiah dan (3) menjelaskan makna
dalam proses komunikasi (Kempson dalam Sobur, 2004 :258).
Agar dapat mengungkapkan makna, perlu dibedakan beberapa pengertian
antara (1) Terjemah dan translation,(2) tafsir atau interpretasi, (3) ekstrapolasi dan
(4) pemaknaan atau meaning. Menurut Muhadjir (dalam Wulandari 1998 :36),
terjemah merupakan upaya mengemukakan materi atau substansi yang sama
dengan media yang berbeda : Media tersebut mungkin berupa bahasa yang satu
dengan media yang lain, dari verbal ke gambar dan sebagainya. Pada penafsiran
tetap berpegang pada materi yang ada, dicari latar belakangnya, konteksnya agar
dapat dikemukakan konsep atau gagasan yang lebih jelas.
Ekstrapolasi lebih menekankan pada kemampuan daya pikir manusia untuk
Pemaknaaan lebih menuntut pada kemampuan integratif manusia :
indrawinya, daya pikirnya, dan akal budinya. Materi disajikan, seperti
ekstrapolasi dilihat tidak lebih dari tanda – tanda atau indikator bagi sesuatu yang
lebih jauh. Hanya saja eksploitasi terbatas dalam arti empirik logik, sedangkan
pemaknaan dapat menjangkau yang etnik ataupun transedental. Lebih konkrit lagi
Dan Nimmo dalam Mulyana (2003 : 79 – 80) menjelaskan dalam kegiatan
simbolik bahwa orang mengintrepretasikan obyek dengan cara yang bermakna,
dan dengan demikian membentuk citra mental tentang objek – objek itu. (Bungin,
dalam Wulandari 1998 :33).
Ada beberapa pandangan yang menjelaskan teori atau konsep makna.
Model konsep makna (Jhonson dalam Devito 1997 : 123 – 125) sebagai berikut :
1. Makna dalam diri manusia. Makna tidak terletak pada kata – kata melainkan
pada manusia. Kita menggunakan kata – kata untuk mendekati makna yang
kita komunikasika tetapi kata – kata itu tidak secara sempurna dan lengkap
menggambarkan makna yang kita maksutkan. Komunikasi adalah proses yang
kita gunakan untuk memproduksi dibenak pendengar apa yang ada dibenak kita
dan proses ini adalah proses parsial, yang bisa saja salah.
2. Makna berubah. Kata – kata relatif statis, banyak dari kata – kata yang kita
gunakan 200 atau 300 tahun yang lalu. Tetapi makna dari kata – kata ini dan
3. Makna membutuhkan acuan. Walaupun tidak semua komunikasi mengacu
pada dunia nyata, komunikasi hanya masuk akal bilamana mempunyai kaitan
dengan dunia atau lingkungan eksternal.
4. Penyingkatan berlebih akan mengubah makna. Berkaitan erat dengan gagasan
bahwa acuan tersebut kita butuhkan bilamana terjadi masalah komunikasi yang
akibat penyingkatan berlebihan tanpa mengaitkan dengan acuan yang diamati.
Bila kita berbicara tentang cerita, persahabatan, kebahagiaan, kejahatan dan
konsep – konsep lain yang serupa tanpa mengaitkannya dengan sesuatu yang
spesifik, kita tidak akan bisa berbagi makna dengan lawan bicara.
5. Makna tidak terbatas jumlahnya. Pada saat tertentu, jumlah kata dalam satu
bahasa terbatas, karena itu kebanyakan kita mempunyai banyak makna. Ini bisa
menimbulkan masalah bila ada sebuah kata diartkan secara berbeda oleh dua
orang yang sedang berkomunikasi.
6. Makna yang dikomunikasikan hanya sebagian. Makna yang kita peroleh dari
suatu kejadian bersifat multi aspek dan sangat kompleks, tetapi hanya sebagian
saja dari makna – makna ini yang benar dapat dijelaskan. Banyak dari makna
tersebut yang tinggal dalam benak kita. Karena pemaknaanya yang sebenarnya
mungkin juga merupakan tujuan yang ingin kita capai tetapi tidak pernah
2.2.4 Kerangka Berfikir
Setiap individu mempunyai latar belakang yang berbeda – beda dalam
memaknai suatu peristiwa atau objek. Hal ini dikarenakan adanya pengalaman
(Field Of Experience) dan pengetahuan (Frame Of Refrence) yang berbeda – beda
pada individu tersebut. Begitu juga peneliti dalam memaknai tanda dan lambang
yang ada dalam objek, berdasarkan pengalaman dan pengetahuan peneliti.
Pada penelitian ini peneliti melakukan pemaknaan atau menginterpretasikan
dengan cara mengidentifikasi secara keseluruhan. Iklan tersebut akan dianalisis
menggunakan metode semiotik Pierce. Sehingga akhirnya dapat diperoleh hasil
dari interpretasi data mengenai penggambaran iklan Dunlop “Driving To The
Future”. Hal ini dilakukan karena dalam ilustrasi iklan Dunlop “Driving To The
Future” terangkum berbagai makna dan tanda. Maka digunakan icon, index dan
symbol untuk mengklasifikasikan sebuah tanda secara spesifik.
Yang diutamakan disini adalah peristiwa yang melatar belakangi pembuatan
ilustrasi iklan Dunlop “Driving To The Future”. Sebagai signifikan dalam
pembuatan makna. Realitas sosial tersebut dipaparkan secara eksplisit dalam
pemilihan icon yaitu balita merangkak diatas roda yang sudah terpasangkan
dengan veleg ban beralaskan rumput hijau, warna biru dan putih menjadi latar
belakang dari gambar iklan secara keseluruhan, warna – warna lainya pada iklan,
kata – kata yang terdapat dalam iklan Dunlop “Driving To The Future”. Pierce
menggunakan tanda istilah (singn) yang merupakan representasi dari sesuatu
2.2.5 Iklan Dunlop “Driving To The Future”( Versi Balita Merangkak)
Iklan Dunlop “Driving To The Future” (Versi Balita Merangkak) di media
cetak sangat menarik perhatian. Dengan menampilkan gambar Balita merangkak
di atas roda mobil dengan bertuliskan slogan “Driving To The Future” ada
keterkaitan dengan icon, indeks, symbol pada iklan tersebut dengan slogan atau
jargon yang di buat oleh Ban Dunlop berupa slogan “Driving To The Future”
Roda merupakan ujung tombak kendaraan dalam menjelajah. Berhadapan
langsung dengan kondisi jalan yang rata, terjal dan ekstrim. Bagaimanapun, roda
merupakan penggerak penting mobil yang patut mendapat perhatian khusus agar
pengendara selamat dalam mengemudi dijalan, karena sesuai dengan slogan ban
Dunlop menuju untuk masa depan, maka dalam menciptakan produk ban dunlop
menginovasi dan memberikan kenyamanan dalam setiap produk ban yang dibuat,
agar slogan yang di gunakan tidak hanya isapan jempol belaka dan benar – benar
teruji dan terbukti secara nyata sehingga pengguna dan konsumen ban Dunlop
mempunyai masa depan yang panjang karena selamat dalam berkendara di segala
medan jalan yang rata maupun terjal. Simbol pada iklan ban dunlop berupa tanda
panah ke arah kanan mempunyai arti makna bahwa tanda panah kearah kanan
mempunyai ketentuan atau kaidah berupa masa yang akan datang atau masa
depan. Indeks tersebut untuk mempertegas bahwa slogan Dunlop adalah menuju
masa depan, karena dalam menunju masa depan, dalam berkendara perlu adanya
kenyamanan, keamanan dalam berkendara sehingga Dunlop mengedepankan
sebagai sebagai penyempurnaan dari produk ban dunlop dari masa ke masa
sehingga menghasilkan produk ban yang lebih sempurna dan berkualitas baik.
Saat ini berbagai jenis produk ban kendaraan bermunculan mengingat para
produsen roda semakin berlomba untuk memproduksi roda yang memiliki kualitas
baik dan berteknologi tinggi agar dapat beradaptasi dengan kondisi jalan yang
rusak dan seganas apapun. Selain itu, konstruksi roda juga telah didesain untuk
menahan beban secara seimbang sehingga pada saat ketika kendaraan dipacu
dengan kecepatan yang tinggi serta dijalan yang licin, kendaraan tetap nyaman,
aman dan tidak slip.
Hal ini tentu saja memberi kabar yang baik bagi konsumen dan pengguna
ban karena menjadi lebih bebas memilih dan menentukan ban model apa yang
diinginkan dan sesuai dengan standar nasional Indonesia .www.dunlop.ac.id
Iklan Dunlop “Driving To The Future” Versi balita
merangkak
diatas roda di media cetak
Hasil pemaknaan iklan Dunlop Driving To The Future. Versi balita merangkak diatas roda di media cetak
Indeks:Semua
tulisan yang
ada pada iklan
tersebut
Simbol : Logo
Brand Dunlop
berupa tanda
panahke arah
kanan.
Ikon : Balita
baju warna
merah dan
celana pendek
warna coklat,
roda warna
hitam Veleg
warna
crome,rumput
hijau, awan
putih dan langit
biru Analisis
Semiotika
Charles S.
[image:46.595.137.495.130.636.2]Pierce
Gambar 2.4 Bagan Kerangka berpikir penelitian tentang pemaknaan Iklan Dunlop
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan deskriptif kualitatif dengan menggunakan
analisis semiotik, untuk menginterpretasikan penggambaran atau pencitraan balita
merangkak diatas roda pada media cetak. Dalam hal ini iklan yang dijadikan
sebagai objek penelitian adalah iklan Ban Dunlop “Driving To The Future”.
Alasan digunakanya metode deskriptif kualitatif beberapa faktor pertimbangan
yaitu pertama metode deskriptif kualitatif akan lebih mudah menyesuaikan bila
dalam penelitian ini kenyataan ganda, kedua metode deskriptif kualitatif
menyajikan secara langsung hubungan antara peneliti dengan objek peneliti, dan
yang ketiga metode deskriptif kualitatif lebih peka serta dapat menyesuaikan diri
dengan banyak pengaruh terhadap pola – pola nilai yang dihadapi. (Moleong,
2002 : 5).
Selain itu pada dasarnya pendekatan semiotik bersifat kualitatif interpretatif
yaitu : suatu metode yang memfokuskan dirinya pada tanda dan teks sebagai
objek kajian, serta bagaimana menafsirkan dan memahami kode dibalik tanda dan
teks tersebut (Christomy dan Yuwono dalam Budiman, 1997 : 46).
Untuk menginterpretasikan pencitraan balita merangkak pada media cetak.
diketahui sistem tanda dan gambar yang terdapat pada iklan yang akan dijadikan
korpus atau sampel penelitian ini. Seperti yang menjadi tujuan dari pembuatan
iklan, bahwa iklan juga memberikan pengaruh kepada para konsumen. Maka iklan
Dunlop “Driving To The Future” juga memberikan sensasi bahwa setiap anak
balita yang pemberani dengan bermain dan berkreasi dengan menjat, merangkak
dan mencoba berdiri disatu roda mempunyai jiwa yang petualangan. Kelak setelah
dewasa ia dapat mengendalikan diri untuk menuju masa depannya.
3.2 Korpus
Dalam penelitian kualitatif diperlukan suatu batasan masalah yang disebut
Korpus. Korpus adalah Sekumpulan bahan terbatas yang ditentukan pada
perkembanganya oleh analisis kesemenaan. Korpus harus cukup luas untuk
memberi harapan yang beralasan bahwa unsur – unsurnya akan memelihara
sebuah sistem kemiripan dan perbedaan yang lengkap. Korpus juga bersifat
sehomogen mungkin, baik homogen pada taraf substansi maupun taraf waktu
sinkroni. (Kurniawan dalam Wulandari 1998 : 40).
Korpus merupakan sample terbatas pada penelitian kualitatif yang bersifat
sehomogen. Tetapi sebagai analisa, korpus bersifat terbuka pada konteks yang
beraneka ragam, sehingga memungkinkan memahami berbagai aspek dari sebuah
teks pesan. Korpus bertujuan khusus digunakan untuk analisa semiotik dan analisa
wacana. Pada penelitian kualitatif memberikan peluang yang besar bagi dibuatnya
3.3 Unit Analisis
Unit analisis pada penelitian ini adalah tanda – tanda berupa gambar, tulisan
dan warna yang menjadi latar belakang dalam iklan Dunlop “Driving To The
Future”, dimana menggunakan balita sebagai model iklan, kemudian
diinterpretasikan dengan metode penelitian Charles Sanders Pierce yang terdiri
atas ikon (icon), indeks (index) dan simbol (symbol). Yang kemudian
diinterpretasikan dengan menggunakan segitiga dari Pierce. Tanda – tanda yang
berupa gambar yang ada dalam iklan Ban Dunlop dengan slogan “Driving To The
Future” adalah :
1. Bahasa Penampilan
a. Appereance yaitu petunjuk seperti rambut, kulit, bentuk posisi tubuh
b. Ekspresi wajah dari model ikon
c. Kontak mata yaitu terjadi melalui model dengan kamera dan kepada
khalayak
d. Prosemik atau kedekatan jarak suatu objek dengan objek yang lain :
- Bagaimana jarak dan ukuran tubuh dalam iklan
- Posisi tubuh yaitu cara berpose model
2. Komposisi yaitu warna yang dominan yang terdapat dalam iklan
3. Bahasa atau teks yaitu back ground atau latar belakang didalam (indoor) atau
3.4 Ikon (icon)
Ikon adalah hubungan antara tanda dan objek acuan yang bersifat
kemiripan. (Sobur, 2001 :41). Dengan kata lain suatu tanda memiliki ciri – ciri
sama dengan apa yang dimaksutkan. Apabila pada iklan Dunlop “Driving To The
Future” ditujukan dengan :
Balita berpakaian kaos oblong merah dan celana pendek warna coklat
dengan phose photo menyamping ke arah kanan merangkak diatas ban
mobil.
Roda mobil warna hitam dan veleg mobil warna putih.
Rumput hijau, langit biru dan awan putih.
3.5 Indeks (Index)
Indeks adalah sesuatu yang melaksanakan fungsi sebagai penanda yang
mengisyaratkan petandanya (Sobur, 2004 :42), atau juga tanda sebagai bukti. Pada
ilustrasi iklan Dunlop “Driving To The Future” ditunjukan dengan tulisan –
tulisan yang terdapat dalam iklan tersebut diantaranya adalah :
1. People always ride on tyers.
2. Thats’s why we bring the comfort and trusted innovation.
3. Dunlop “Driving To The Future”.
3.6 Simbol (Symbol)
Simbol adalah tanda yang menunjukan hubungan alamiah antara penanda
dengan petanda, bersifat abriter atau semena, hubungan berdasarkan konvensi
perjanjian masyarakat. (Sobur, 2004 : 42). Pada ilustrasi iklan Dunlop “Driving
To The Future” ditujukan dengan :
1. Logo Ban Dunlop berupa segitiga tanda panah yang menunjuk ke arah
kanan
3.7 Penempatan Ikon, Indeks dan Simbol
Penempatan sebuah tanda menjadi ikon, indeks dan simbol tergantung dari
kebutuhan dan sudut pandang khalayak (Point Of Interst) yang memaknainya.
Sehingga penempatan tanda – tanda dalam iklan Dunlop “Driving To The
Future”, seperti yang sudah penulis berikan contohnya diatas, yang mana sebagai
ikon, mana sebagai indeks dan mana sebagai simbol tersebut hanya sebatas
subyektifitas peneliti, bukan menjadi sesuatu yang mutlak, karena hal ini
dikembalikan lagi kepada sudut pandang khalayak yang memaknai iklan Dunlop
“Driving To The Future” sesuai dengan kebutuhan masing – masing.
Sebagai contoh bila seseorang menganggap tulisan People always ride on
tyers.Thats’s why we bring the comfort and trusted innovation. sebagai unsur
yang paling kuat, dan menjadi daya tarik pertama seseorang melihat iklan Dunlop
sebagai ikon. Namun bila seseorang melihat gambar balita merangkak diatas roda
mobil dalam iklan ban dunlop memaknai sebagai daya tarik pertama dalam iklan
Dunlop “Driving To The Future”, karena mengetahui ban dunlop merupakan
perusahaan yang terbesar ditingkat Benua Asia khususnya di Negara Jepang yang
mempunyai potensi Sumber Daya Manusia yang handal, pandai dalam membuat
suatu inovasi dan teknologi yang muthakir dan ingin menghubung – hubungkan
makna menuju masa depan, untuk sumber daya manusianya dibalik iklan tersebut,
dengan mengangkat balita sebagai ilustrasi dalam iklan tersebut, maka yang akan
terjadi adalah hubungan sebab akibat. Sehingga dikatakan bahwa gambar balita
dengan diatas roda adalah sebagai ikon.
Begitu juga dengan penempatan simbol, bila seseorang tertarik pertama kali
untuk melihat iklan Dunlop “Driving To The Future” adalah melihat slogan
tulisan Dunlop “Driving To The Future” dan tertarik dengan slogan brand Dunlop,
maka dapat dikatakan tulisan slogan Dunlop “Driving To The Future” dan logo
brand Dunlop adalah sebagai simbol. Hal ini karena orang akan paham secara
alamiah dan berdasarkan perjanjian, bisa dikatakan sebagai Trade Mark dari
brand Dunlop bahwa Dunlop adalah adalah “Driving To The Future” juga
sebaliknya “Dunlop Future To the Driving”, juga menjadi pakem bahwa logo dari
brand Dunlop adalah seperti itu, dan masyarakat telah mengetahui semuanya topik
3.8 Teknik Pengumpulan Data
Pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan melakukan
pengamatan secara langsung terhadap iklan “Driving To The Future” yang
terdapat pada media cetak, yang juga disebut sebagai data primer dalam
penelitian. Sealanjutnya data akan digunakan untuk menganalisa berdasarkan
landasan teori semiotik Pierce, dan data dari peneliti ini kemudian akan
digunakan untuk mengetahui penafsiran makna iklan dunlop “Driving To The
Future” tersebut kedalam sistem tanda komunikasi berupa gambar – gambar,
tulisan dan warna – warna yang menjadi latar belakang yang