• Tidak ada hasil yang ditemukan

IDENTIFIKASI SAMPAH ELEKTRONIK (E-WASTE)TELEPON SELULER DI SURABAYA.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "IDENTIFIKASI SAMPAH ELEKTRONIK (E-WASTE)TELEPON SELULER DI SURABAYA."

Copied!
69
0
0

Teks penuh

(1)

SKRIPSI

Diajukan Oleh :

YONIE SATRIA

0752010034

PROGRAM STUDI TEKNIK LINGKUNGAN FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “ VETERAN”

(2)

ABSTRACT... iv

2.1.4 Pengguna Telepon Seluler... 11

2.2. Limbah Elektronik (E-waste)... 12

2.3. Jenis-jenis E-Waste... 13

2.4. Bahan Berbahaya yang Terkandung dalam E-Waste... 14

2.4.1 Dampak Buruk E-Waste………. 14

2.4.2 Komponen Telepon Seluler yang Berbahaya Bagi Lingkungan……….. 15

2.5. Contoh Kasus E-Waste... 17

(3)

2.6. Dasar Hukum Pengelolaan E-Waste di Indonesia ...…… 20

2.6.1 Peraturan Indonesia tentang Basel Convention…... 20

2.6.2 Peraturan Tentang Sampah……….. 20

2.6.3 Peraturan tentang Bahan Berbahaya dan Beracun(B3)……… 20

2.7. Penelitian Terdahulu Tentang E-Waste...……... 21

2.7.1 Identifikasi Kegiatan Reuse dan Recycle E-Waste Telepon Seluler Pada Sektor Secondhand di Kota Bandung………. 21

2.7.2 Identifikasi Material E-Waste Komputer dan Komponen Daur Ulangnya di Lokasi Pengepulan E-Waste (Studi Kasus : Kota Bandung)…………. 22

2.7.3 Identifikasi Pola Aliran E-Waste Komputer dan Komponennya di Bandung... 24

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Penelitian Terhadap Pengguna Telepon Seluler... 34

4.2. Penelitian Terhadap Pelaku Usaha Telepon Seluler... 45

4.3. Pola Alir E-Waste Telepon Seluler... 54

4.3.1 World Trade Centre Surabaya………... 55

(4)

BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan... 60

5.2. Saran... 60

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN A. PERHITUNGAN J UMLAH SAMPEL

LAMPIRAN B. KUISIONER UNTUK PENGGUNA TELEPON SELULER LAMPIRAN C. KUISIONER UNTUK PELAKU USAHA YELEPON

(5)

moderen tapi sudah menjadi kebutuhan primer. Seperti halnya alat elektronik lain,

ponsel memiliki masa pakai, jika kegunaannya di nilai kecil oleh penggunanya maka

akan dianggap sebagai sampah. Karena tidak ada peraturan khusus yang mengatur

tentang e-waste di Indonesia, hingga sekarang sampah elektronik dapat dibuang

bersama sampah rumah tangga. Penelitian ini membahas perlakuan pengguna telepon

seluler dan pelaku usaha telepon seluler terhadap e-waste telepon seluler di Surabaya.

Hasilnya menunjukkan sebanyak 55% responden pengguna telepon seluler

membuang ke tempat sampah umum, 45% memilih membawa ke tempat pengepulan

untuk didaur ulang. Sedangkan untuk responden pelaku usaha telepon seluler yang

membuang hasil kegiatan reparasi telepon seluler ke tempat sampah sebanyak 34%,

sebanyak 32% diserahkan kepada konsumen, 30% disimpan, sisanya 4% dijual ke

pengepul.

Kata kunci : e-waste, telepon seluler, pengguna telepon seluler, dan pelaku usaha

(6)

become a primary needs. Like the other electronic equipments, mobile phone has a

life time use, if the benefit is priceless it will become a waste. As there is no specific

regulation regarding with e-waste in Indonesia, hence until now the waste can be

disposed of together with municipal solid waste. This current research discusses

about the treatment of mobile phone’s users and the mobile phone’s traders

concerning mobile phone e-waste. The result shown 55% the respondents of mobile

phone’s users dispose their mobile phone to trash can, 45% choose to bring it to flea

market for recycle. The otherwise for mobile phone’s traders that dispose their

mobile phone’s used components is 34%, amounting to 32% return it back to the

mobile phone’s users, 30% keep it for their own, the rest of 4% sell it to the vendor of

used articles.

Key word : e-waste, mobile phone, mobile phone’s users, and mobile phone’s

(7)

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Dewasa ini telepon seluler (ponsel) tidak hanya menjadi kebutuhan tersier

masyarakat moderen tapi sudah menjadi kebutuhan primer. Seperti halnya alat

elektronik lain, ponsel memiliki masa pakai, jika kegunaannya di nilai kecil oleh

penggunanya maka akan dianggap sebagai sampah. Limbah elektronik yang

kemudian dikenal sebagai e-waste memiliki ciri khas yang membedakan dari

limbah-limbah lain.

E-waste ini memiliki karakteristik yang berbeda dengan sampah-sampah lain.

Hal ini disebabkan definisi terhadap e-waste sangat bergantung dari persprektif tiap

orang, pada kenyataanya e-waste di Indonesia terdapat dua versi yaitu, limbah yang

masih dapat digunakan kembali (secondhand) dan limbah elektronik yang tidak dapat

digunakan lagi tapi komponennya masih dapat digunakan. Karena e-waste masih

memiliki daya jual perdagangan e-waste oleh sektor informal sangat marak apalagi di

negara-negara berkembang.

Jumlah pengguna ponsel di Indonesia mengalami peningkatan dari tahun ke

tahun. Informasi dan komunikasi telah menjadi kebutuhan dasar masyarakat dari

berbagai golongan ekonomi. Pada awal kemunculannya, ponsel terbatas digunakan

(8)

profesional yang membutuhkan komunikasi instan. Namun kini, penggunaan alat

komunikasi ini meluas ke berbagai daerah di seluruh negeri dan didukung pula

dengan meluasnya jaringan pelayanan operator ponsel. Cepat atau lambat,

ponsel-ponsel tersebut akan habis masa pakainya. Pada kenyataannya, ponsel-ponsel biasanya tidak

digunakan lagi meskipun masih dapat beroperasi. Mereka digantikan ponsel baru

karena pemilik mereka menginginkan fitur-fitur baru atau ponsel yang lama tidak

memadai untuk layanan terbaru dari operator, atau hanya karena ingin berganti ponsel

saja. Akibatnya dalam satu tahun ratusan juta ponsel tidak digunakan lagi oleh

pemiliknya (Osibanjo dan Nnorom, 2007). Suatu ponsel dapat hidup hingga 10 tahun,

namun karena faktor teknologi dan gaya hidup, pengguna ponsel rata-rata berganti

ponsel sebanyak 4 kali dalam kurun waktu itu (NOKIA, 2005).

Ada berbagai macam model dari tiap-tiap jenis peralatan elektronik dan

masing-masing model memiliki komponen dan teknik pemretelan dan daur ulang

yang berbeda-beda. Sebuah ponsel standar terdiri dari 500-1000 komponen. Salah

satu penemuan penting kajian dampak telepon seluler terhadap lingkungan yang

dilaksanakan oleh Nokia dan pihak-pihak yang terlibat adalah bahwa Printed Wiring

Board (PWB), Integrated Circuit (ICs), dan Liquid Crystal Display (LCD)

merupakan komponen yang memiliki dampak tertinggi terhadap lingkungan

(NOKIA,2005).

(9)

salah satu jenis e-waste yang tercepat pertumbuhannya. Peningkatan volume per

tahunnya diperkirakan mencapai 3-5 % atau tiga kali lebih cepat daripada sampah

biasa. Telah diketahui bahwa alat elektronik yang tidak terpakai cepat atau lambat

akan berakhir di tempat pemrosesan akhir seperti landfill atau incinerator, di mana

mereka akan mengeluarkan material toksik seperti merkuri, kadmium,timbal, arsen,

dioksin dan zat-zat berbahaya lain ke udara, tanah dan air (Triwiswara dan

Damanhuri, 2009).

Negara-negara berkembang termasuk di Indonesia, terdapat kegiatan

perbaikan dan penggunaan kembali ponsel bekas dalam jumlah yang tinggi. Toko

reparasi dapat ditemukan di sektor secondhand. Para pekerja di toko-toko tersebut

mencari komponen-komponen yang rusak atau tidak terpakai dan menggantinya

dengan komponen baru buatan lokal. Komponen yang rusak parah dan tidak dapat

digunakan kembali, masih memiliki nilai jual karena masih bisa didaur ulang.

1.2. Perumusan Masalah

Peranan jasa reparasi sangat penting dalam memperpanjang umur peralatan

elektronik, umumnya melalui penggantian komponen elektronik yang rusak dengan

komponen baru atau sistem kanibal, yaitu dengan menggunakan bagian yang masih

bisa dipakai dari peralatan elektronik yang sudah tidak terpakai. Mekanisme ini

belum tentu benar, karena peralatan elektronik mempunyai usia batas pemakaian dan

(10)

Oleh karena itu diperlukan identifikasi mengenai peralatan elektronik yang

sudah benar-benar tidak bisa digunakan lagi di Kota Surabaya. Dari identifikasi yang

akan dilakukan diharapkan dapat merepresentasikan perjalanan e-waste telepon

seluler dan juga dapat memberikan informasi tentang perjalanan e-waste telepon

seluler di Surabaya. Karena e-waste jika dibiarkan menumpuk di tempat pembuangan

akhir dapat membahayakan lingkungan dan kesehatan.

1.3. Tujuan Penelitian

Tujuan tugas akhir ini adalah :

1. Untuk mengetahui perlakuan pelaku jasa reparasi dan pengguna telepon

seluler terhadap E-waste telepon seluler di Surabaya.

2. Merepresentasikan perjalanan e-waste telepon seluler dan komponennya di

Surabaya.

3. Mengetahui persentase e-waste telepon seluler yang diolah kembali dan yang

dibuang di TPA.

1.4. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat dari penelitian ini adalah :

1. Memberikan informasi tentang perjalanan sampah elektronik telepon seluler

di Kota Surabaya.

2. Memberikan pengetahuan baru tentang permasalahan sampah, yaitu sampah

(11)

3. Sebagai pembanding dari penelitian yang pernah dilakukan sebelumnya di

Kota Bandung.

4. Memberikan informasi kepada masyarakat mengenai bahaya e-waste.

1.5. Ruang Lingkup Penelitian

1. Penelitian ini dilaksanakan di kota Surabaya.

2. E-waste yang menjadi perhatian adalah telepon seluler (ponsel).

3. Ponsel dibatasi pada unit ponsel secara kesuluruhan dan komponen-komponen

penyusunnya.

4. Komponen yang ditinjau adalah komponen eksternal dan komponen internal

5. Kerusakan ponsel tidak akan ditinjau dalam peneltian ini.

6. Subjek penelitian ini adalah pelaku usaha jual beli, jasa reparasi dan pengguna

ponsel secondhand yang beroperasi di World Trade Centre dan Plaza Marina

(12)

BAB 2

TINJ AUAN PUSTAKA

2.1 Telepon Seluler

2.1.1 Sejarah Telepon Seluler

Ponsel merupakan gabungan dari Teknologi Radio yang dikawinkan dengan

Teknologi Komunikasi Telepon. Telepon pertama kali ditemukan dan diciptakan oleh

Alexander Graham Bell pada tahun 1876. Sedangkan komunikasi tanpa kabel

(wireless) ditemukan oleh Nikolai Tesla pada tahun 1880 dan diperkenalkan oleh

Guglielmo Marconi. Akar dari perkembangan digital wireless dan seluler dimulai

sejak 1940 saat teknologi telepon mobil.

2.1.2 Definisi Telepon Seluler

Telepon genggam atau telepon selular (ponsel) atau handphone (HP) atau

disebut pula adalah perangkat telekomunikasi elektronik yang mempunyai

kemampuan dasar yang sama dengan telepon konvensional saluran tetap, namun

dapat dibawa ke mana-mana dan tidak perlu disambungkan dengan jaringan telepon

menggunakan kabel. (Anonim, 2010)

2.1.3 Komponen Telepon Seluler

Tujuan pokok dari telepon seluler adalah untuk komunikasi suara dua arah

(13)

Berikut ini adalah komponen-komponen pendukung telepon seluler :

1. Antena

Fungsinya sebagai penangkap dan pemancar gelombang sinyal yang diterima

oleh pesawat telepon selular.

2. Switch-Antena

Fungsinya sebagai duplixer atau pemisah antara sinyal RX (Penerimaan)

dengan sinyal TX (Pemancaran), dan bisa juga disebut sebagai terminal pada

pesawat telepon selular.

3. Filter-RX

Fungsinya sebagai penyaring atau pembagi frekwensi yang diinginkan atau

yang akan diterima, agar sinyal menjadi lebih bersih yang akan diterima oleh

pesawat telepon selular.

4. Penguat-RX (Transistor)

Fungsinya sebagai penguat frekwensi penerimaan yang telah disaring oleh

Filter RX sebelum diproses lebih jauh oleh pesawat telepon selular.

5. IC-P.A(Power-Amplifier)

Fungsinya sebagai penguat akhir sinyal yang akan di pancarkan melalui

komponen switch antena yang terdapat di dalam pesawat telepon selular.

6. Power-Detector

(14)

data kepada CPU untuk diolah dan kemudian memberikan data keseluruh

komponen terkait, khususnya dengan hardware yang berkaitan dengan sinyal

7. IR-T/R-Dioda

Sebagai pemancar dan penerimaan frekuensi data dengan menggunakan

cahaya infra merah, digunakan untuk mengiring dan menerima data aplikasi

software, tanpa perlu kabel data.

8. Bluetooth

Komponen ini pemancar dan penerimaan frekuensi data dengan menggunakan

gelombang radio atau gelombang frekuensi dengan fungsi-fungsi yang sama

dengan infra red

9. Speaker

Suatu alat untuk keluarnya suara yang sebelumnya hanyalah getaran listrik dan

diubah menjadi suara dengan melalui IC Audio, yang diterima oleh CPU untuk

mengeluarkan suara yang terdapat dalam pesawat telepon selular

10.Mikrofon

Suatu alat untuk berbicara dan cara kerjanya ialah mengubah getaran suara

menjadi getaran listrik agar suara yang diterima bisa diproses oleh komponen

pesawat telepon selular lainnya

11.Sim-Card

(15)

dari provider sim card yang digunakan, dengan cara diproses oleh CPU yang

terdapat dalam pesawat telepon selular

12.C.P.U

Pusat pengolahan data yang terdapat pada seluruh elemen atau komponen yang

bekerja didalam pesawat telepon selular seperti memerintah komponen terkait

untuk bekerja sesuai kebutuhan dan dapat menerima informasi dari

masing-masing komponen Contoh : Memerintahkan IC Power supply untuk

memberikan tegangan/ arus keseluruh bagian pesawat telepon selular,

memerintahkan LCD untuk menampilkan aktifitas pada pesawat telepon

selular, memerintahkan IC Flash untuk menyimpan data dan mengeluarkannya

pada saat dibutuhkan, memeriksa data dari sim card yang masuk melalui IC

Power supply, menerima perintah data dari keypad untuk di proses.

13.RAM

Menyimpan data sementara dan membantu kinerja CPU.semakin besar

kapasitas RAM semakin baik kinerja CPU.

14.IC-Flash

Adalah tempat penyimpanan data pada pesawat telepon selular, yang sifatnya

sementara karena datanya dapat dirubah ataupun ditambah

15.EEPROM

(16)

bekerja tidak dengan ada atau tidak adanya arus listrik pada ponsel, karena

mempunyai daya listrik tersendiri. Sedangkan letaknya terdapat pada IC Audio

16.IC-Regulator

Untuk mengatur tegangan, agar dapat diatur sesuai kebutuhan masing-masing

komponen terkait, dan juga sebagai pengkontrol dari IC Charging yang

dikendalikan oleh CPU.

17.IC-Charge

Komponen yang bekerja secara otomais pada saat pengisian dan kerjanya

hanya untuk mengisi tegangan battry yang dikendalikan oleh CPU melalui IC

Regulator

18.IC-Audio

Fungsinya Sebagai pengolah sinyal suara yang masuk dari IC RF, diperkuat

dan diteruskan ke Speaker, memperkuat getaran suara yang telah dirubah Mic

menjadi getaran listrik kemudian diteruskan ke IC RF, menjalankan perintah

dari CPU dan Pada IC Audio juga terdapat PCM ( Pulse Code Module ) dan

EEPROM yang berfungsi membaca kode sinyal yang datang dari operator

untuk disesuaikan dengan Imei Ponsel juga menyimpan data-data yang bersifat

permanen seperti : Imei, Phone Code, Sec.Code

19.LCD

(17)

20.Keypad

Komponen ini berfungsi sebagai alat yang memberikan perintah data kepada

CPU untuk di proses dan akan dikirimkan kepada komponen lain yang terkait

dalam pesawat telepon selular

21.IC-Interface

Fungsinya sebagai pengontrol data yang diperintahkan oleh CPU untuk

vibrator, buzzer, lampu dan bersifat sebagai saklar otomatis dalam pesawat

telepon selular

22.Baterai

Fungsinya sebagai sumber arus listrik / tegangan yang diperlukan untuk

memberikan arus listrik kepada pesawat telepon selular

23.Flexible

Fungsinya sebagai penghubung antara komponen satu dengan komponen

lainnya

2.1.4 Pengguna Telepon Seluler

Jumlah pengguna ponsel di Indonesia mengalami peningkatan dari tahun ke

tahun. Informasi dan komunikasi telah menjadi kebutuhan dasar masyarakat dari

berbagai golongan ekonomi. Pada awal kemunculannya, ponsel terbatas digunakan

hanya oleh masyarakat dengan perekonomian menengah ke atas serta kaum

profesional yang membutuhkan komunikasi instan. Namun kini, penggunaan alat

(18)

dengan meluasnya jaringan pelayanan operator ponsel. (Damanhuri dan Sukandar

dalam Triwiswara dan Damanhuri, 2009)

Sekitar 450 juta ponsel baru diproduksi tiap tahunnya. Di Indonesia sendiri,

pada tahun 2008, terdapat 116.144.392 pengguna ponsel, yaitu terbesar keenam di

seluruh dunia (Suryadhi dalam Triwiswara dan Damanhuri, 2009). Di Kota Surabaya,

mengalami juga peningkatan pengguna ponsel. Hal ini dapat ditunjukkan di dalam

Tabel 2.1 berikut ini :

Tahun Jumlah Penduduk Persentase Pengguna Ponsel

2005 2.698.972 45,66

2006 2.716.971 47,14

2007 2.720.156 62,76

2008 2.630.079 77,40

2009 2.631.305 86,60

2.2 Limbah Elektronik (E-waste)

Limbah Elektronik dapat didefinisikan sebagai semua komputer bekas,

perangkat hiburan elektronik, handphone, dan barang lainnya seperti televisi dan

kulkas, yang dijual, disumbangkan, atau dibuang oleh pemilik aslinya. Definisi ini

mencakup alat elektronik yang digunakan yang dimaksudkan untuk digunakan

Sumber : Badan Pusat Statistik (2011)

(19)

kembali, dijual kembali, penyelamatan, daur ulang, atau pembuangan. (Anonim,

2010)

Para ahli di tiap negara belum sampai pada suatu kesepakatan mengenai apa

sebenarnya e-waste tersebut. Konsekuensinya, sampai saat ini belum ada definisi

yang jelas mengenai e-waste. (Mulyadi dalam Sutarto, 2008)

Berbagai macam definisi tentang e-waste yang dijelaskan di dalam Sutarto,

2008, e-waste adalah peralatan elektronik dan komponennya yang telah rusak untuk

dibuang dan peralatan elektronik bekas pakai yang masih berfungsi,menurut Eric

Willams. Sedangkan menurut MH Wong, e-waste adalah produk elektronik

(komputer, printer, mesin fotokopi, TV, telepon seluler, dan lain-lain) yang sudah

tidak berfungsi lagi.

2.3 J enis-jenis E-Waste

E-Waste merupakan sampah elektronik yang memiliki banyak jenis, seperti

berupa komputer, ponsel, oven, radio, atau televisi yang tidak dapat berfungsi lagi.

Berikut ini adalah pengelompokkan e-waste secara umum :

1. Peralatan Rumah Tangga Besar

2. Peralatan Rumah Tangga Kecil

3. Peralatan Komunikasi dan Informasi

4. Peralatan Hiburan Elektronik

5. Peralatan Elektronik

(20)

Untuk penelitian ini, ponsel termasuk ke dalam jenis peralatan komunikasi dan

informasi.

2.4 Bahan Berbahaya yang Terkandung dalam E-Waste

Secara garis besar bahan-bahan berbahaya di dalam e-waste hampir sama

kandungannya, meskipun jenis e-waste berbeda-beda. Di dalam e-waste terkandung

bahan-bahan berbahaya, seperti timbal, merkuri, PVC, bromin, barium, kromium,

berilium, kadmium, arsenic, antimony. (Fitriana dkk, 2010)

Bahan-bahan berbahaya yang terkandung dalam e-waste memiliki sifat dan

karakteristik yang berbeda-beda. Sebagai contoh, timah dapat menyebabkan

kerusakan sistem saraf pusat pada manusia, arsenic dapat menyebabkan gangguan

saluran pencernaan pada makhluk hidup, dan antimony beracun dan berakibat fatal

apabila dalam dosis yang besar. (Fitriana dkk, 2010)

2.4.1 Dampak Buruk E-Waste

Apabila e-waste tidak segera dikelola dan dibiarkan dalam jumlah yang sangat

besar sehingga menumpuk, maka akan berakibat buruk terhadap lingkungan dan

makhluk hidup. E-waste dapat mengakibatkan : (Fitriana dkk, 2010)

1. Racun kimia dari e-waste dapat mengakibatkan kerusakan pada tanah,

meracuni udara dan mencemari air.

2. Apabila e-waste dibiarkan di landfill atau dibakar akan menimbulkan

(21)

3. Akumulasi timah yang besar dapat berdampak pada hewan, tumbuhan dan

mikroorganisme.

2.4.2 Komponen Telepon Seluler yang Berbahaya Bagi Lingkungan

Di dalam telepon seluler mengandung senyawa-senyawa kimia yang

berbahaya terhadap lingkungan. Senyawa-senyawa tersebut apabila terkontaminasi ke

dalam lingkungan dan makhluk hidup dalam jumlah yang banyak akan berdampak

buruk terhadap lingkungan dan makhluk hidup.

Berikut ini adalah komponen-komponen telepon seluler yang berbahaya bagi

lingkungan dan kesehatan makhluk hidup :

1. Antena

Radiasi pancaran sinyal radio jenis “non-ionizing radiation” dari antena

telepon selular yang diduga dapat menjadi gangguan yang membahayakan

kesehatan jaringan otak pemakai HP, walau sejauh ini efek bahaya yang

sesungguhnya masih merupakan kontroversi dan masih terus dalam penelitian

yang mendalam.

2. Keypad, Casing, dan LCD

Terbuat dari plastik PVC dan senyawa PBDE (polybrominated

diphennylethers), senyawa PBDE merupakan salah satu jenis brominated

flame-retardants, suatu senyawa yang digunakan untuk mengurangi tingkat

panas (flammability) pada bagian produk elektronik. Pembakaran PVC dapat

(22)

sistem endokrin dan mereduksi level hormon tiroksin di hewan mamalia dan

manusia sehingga perkembangan tubuhnya menjadi terganggu.

3. PCB (Printed Circuit Board)

Printed Circuit Board merupakan komponen terpenting dalam telepon seluler,

di PCB terdapat komponen-komponen telepon seluler lainnya seperti IC

Flash, IC Audio, IC Charge, IC Regulator, dan lain sebagainya. Oleh karena

itu, di dalam PCB terdapat banyak solderan dan bekas solderan. Solderan

tersebut mengandung logam berat seperti merkuri, timbal, kromiun, dan

kadmium. Logam merkuri dikenal dapat meracuni manusia dan merusak

sistem saraf otak, serta menyebabkan cacat bawaan. Sedangkan timbal, selain

dapat merusak sistem saraf, juga dapat mengganggu sistem peredaran darah,

ginjal, dan perkembangan otak anak. Timbal dapat terakumulasi di

lingkungan dan dapat meracuni tanaman, hewan, dan mikroorganisme.

Sementara itu, kromium dapat dengan mudah terabsorpsi ke dalam sel

sehingga mengakibatkan berbagai efek racun, alergi, dan kerusakan DNA.

Kadmium adalah logam beracun yang efeknya baik bagi kesehatan manusia.

Kadmium masuk ke dalam tubuh melalui saluran pernafasan dan makanan,

kemudian merusak saluran pencernaan, seperti ginjal. Senyawa-senyawa

tersebut dapat menjadi lindi apabila dibiarkan di TPA, bila dibakar dapat

(23)

Sampah baterai sesungguhnnya termasuk sebagai sampah B3 (Bahan

Berbahaya & Beracun), karena di dalamnya mengandung berbagai logam

berat, seperti merkuri, mangan, timbal, kadmium, nikel dan lithium, yang

berbahaya bagi lingkungan dan kesehatan kita.

2.5 Contoh Kasus E-Waste

E-waste dapat berdampak buruk terhadap suatu Negara apabila e-waste tidak

dikelola dengan baik. Hal ini dapat merugikan suatu Negara karena e-waste dapat

merusak lingkungan dan mengganggu kesehatan makhluk hidup.

Kasus yang disebabkan oleh pencemaran e-waste, biasanya berasal dari

Negara maju dan yang menjadi korban dari pencemaran e-waste adalah Negara

berkembang. E-waste disalurkan ke Negara berkembang dengan modus ekspor

barang elektronik secondhand.

E-waste paling banyak dihasilkan oleh Negara-negara maju, akan tetapi

Negara-negara yang sedang berkembang menjadi tempat pembuangan akhir (TPA)

dari e-waste yang dihasilkan oleh negara-negara maju tersebut. Kasus-kasus yang

diakibatkan oleh e-waste banyak terjadi di Negara-negara berkembang dan juga

Negara-negara maju. Beberapa contoh kasus e-waste sebagai berikut :

1. Penumpukkan PCB di TPA Indiana, Amerika Serikat (1950-1977)

Pada akhir 1950-an hingga 1977, Westinghouse Electric menggunakan PCB

dalam pembuatan kapasitor di perusahaan Bloomington, Indiana. Produk

(24)

TPA Lemon Lane. Pekerja juga membuang minyak PCB ke saluran pabrik yang

mengkontaminasi instalasi pengolahan limbah kota. Kemudian lumpul hasil

pengolahan limbah diberikan pada warga yang berkebun dan bertani yang

kemudian menyebabkan pencemaran tanah. Lebih dari 2 juta pon PCB

diperkirakan telah dibuang di Monroe dan Owen County. Meskipun pemerintah

federal dan negara telah bekerja keras untuk “rehabilitasi lingkungan” , masih

banyak daerah yang terkontaminasi. Kekhawatiran akan bahaya PCB telah

mempelopori penghapusan PCB dari topografi batu kapur Karst, dan mencari

alternative pembuangan yang paling aman dan memungkinkan. Pada tahun 1985

Westinghouse memutuskan untuk membangun sebuah insinerator yang akan

membakar bahan yang mengandung PCB. Namun, karena penolakan publik

terhadap insinerator, pembangunan insinerator pun ditunda bahkan diblokir.

(Fitriana dkk, 2010)

2. Sapi Potong Terkontaminasi Lindi dari PBB di Michigan, Amerika Serikat

(1970)

Polybrominated Biphennyls (PBB) adalah jenis lain dari Brominated

Flame-retardants, suatu senyawa yang digunakan untuk mengurangi tingkat

panas (flammability) pada bagian produk elektronik. Sebuah laporan riset yang

dipublikasikan pada 1998 yang menyelidiki insiden tercampurnya PBB ke dalam

(25)

juta warga yang mengonsumsi daging sapi itu. Disebutkan, manusia yang

mengonsumsinya menghadapi risiko 23 kali lebih tinggi terserang kanker saluran

pencernaan, seperti kanker lambung, pankreas, liver, dan limfa. (Anonim, 2009)

3. Penumpukkan E-Waste di Nigeria (2010)

Rata-rata 500.000 ton limbah usang peralatan listrik dan elektronik (e-waste)

dibuang ke Nigeria dalam periode bulanan dengan kesehatan terkait dan bahaya

lingkungan. Pembuangan e-waste di Nigeria memiliki konsekuensi kesehatan

negatif seperti pencucian racun ke udara, tanah dan air tanah yang kemudian

masuk ke dalam tanaman, hewan dan sistem tubuh manusia menyebabkan

pencemaran dan polusi. Ahli medis telah memperingatkan bahwa paparan zat ini

dapat menyebabkan kerusakan pada darah dan saraf sistem, DNA, sistem

kekebalan tubuh, ginjal dan dapat menyebabkan gangguan pernapasan dan kulit

dan kanker paru-paru dan dapat mengganggu hormon dan perkembangan otak. Ini

adalah berita buruk bagi Nigeria dan Afrika yang menerima komputer bekas yang

memiliki hidup yang sangat pendek sebagai hadiah, ini merupakan cara halus

membuang peralatan elektronik yang tidak dibutuhkan oleh negara maju. Tidak

ada kesadaran yang serius telah dibuat oleh pemerintah atau industri tentang

bahaya e-waste untuk Nigeria dan belum pernah terjadi kebijakan peraturan yang

(26)

2.6 Dasar Hukum Pengelolaan E-Waste di Indonesia

2.6.1 Peraturan Indonesia tentang Basel Convention

Pada tanggal 22 Maret 1989 di Basel, Swiss, telah diterima Basel Convention on

the Control of Transboundary Movements of the Hazardous Wastes and Their

Disposal yang diselenggarakan oleh the United Nations Environment Programme

(UNEP), yang mengatur larangan ekspor dan impor serta pembangunan limbah

berbahaya secara tidak sah. Indonesia meratifikasi keputusan ini pada tahun 1993

dengan Keputusan Presiden No. 61 tahun 1993 (Basel Convention, 2007).

2.6.2 Peraturan Tentang Sampah

Sampah e-waste termasuk dalam sampah spesifik yaitu sampah yang

mengandung bahan berbahaya dan beracun atau sampah yang mengandung limbah

bahan berbahaya dan beracun( Menurut UU No18 tahun 2008 ). Jenis pengolahan

sampah ini tidak diatur dalam UU No 18/2008, tetapi diatur dengan peraturan menteri

lingkungan hidup. Indonesia menetapkan pengendalian e-waste termasuk dalam

peraturan limbah B3 dengan pertimbangan e-waste mengandung komponen B3.

2.6.3 Peraturan tentang Bahan Berbahaya dan Beracun (B3)

UU No 23/1997 Tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup menyatakan setiap

orang atau badan usaha yang melakukan kegiatan harus bertanggung jawab terhadap

(27)

pemerintah mengeluarkan beberapa peraturan pemerintah yang efektif berlaku sejak

tahun 1995 (Basel Convention, 2007).

1. Keputusan Kepala Bapedal No. 1 Tahun 1995. Tentang : Tata Cara Dan

Persyaratan Teknis Penyimpanan Dan Pengumpulan Limbah Bahan Berbahaya

Dan Beracun.

2. Keputusan Kepala Bapedal No. 2 Tahun 1995 Tentang : Dokumen Limbah

Bahan Berbahaya Dan Beracun.

3. Keputusan Kepala Bapedal No. 3 Tahun 1995 Tentang : Persyaratan Teknis

Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya Dan Beracun.

4. Keputusan Kepala Bapedal No. 4 Tahun 1995 Tentang : Tata Cara Pesyaratan

Penimbunan Hasil Pengolahan, Persyaratan Lokasi Bekas Pengolahan, Dan

Lokasi Bekas Penimbunan Limbah Bahan Berbahaya Dan Beracun.

5. Keputusan Kepala Bapedal No. 5 Tahun 1995 Tentang : Simbol dan Label

Limbah B3.

2.7 Penelitian Terdahulu Tentang E-Waste

Sebelum memiliki ide tentang penelitian, penulis melakukan studi literature

terlebih dahulu.

2.7.1 Identifikasi Kegiatan Reuse dan Recycle E-Waste Telepon Seluler Pada

Sektor Secondhand di Kota Bandung

Sekarang ini, telepon seluler (ponsel) tidak dapat dipisahkan lagi dari kehidupan

(28)

pakai, suatu saat akan mati dan menjadi limbah, Limbah dari ponsel ini biasanya di

kenal dengan e-waste ponsel. Karena tidak ada peraturan khusus yang mengatur

tentang e-waste di Indonesia, hingga sekarang sampah elektronik dapat dibuang

bersama sampah rumah tangga. Kenyataannya, tidak ditemukan e-waste ponsel di

TPA Bandung. Hal ini mengindikasikan ada berbagai proses yang memperpanjang

life time ponsel. Sektor secondhand berperan penting dalam memperpanjang life time

suatu ponsel melalui upaya reuse dan recycle ponsel dan komponen-komponennya.

Makalah ini membahas hasil studi mengenai aktivitas daur ulang ponsel bekas pada

sektor secondhand di Kota Bandung. Hasilnya menunjukkan bahwa 59% pelaku

usaha secondhand yang diwawancara masih menggunakan komponen bekas. Selain

itu hanya sebagian kecil pelaku usaha secondhand yang membuang sampah sisa

kegiatan reparasi langsung ke pembuangan sampah, sedangkan yang lainnya memilih

menyimpan, menjual atau mengembalikannya pada konsumen. (Triwiswara dan

Damanhuri, 2009)

Penelitian dari skripsi ini yang menjadi sumber inspirasi dari penulis untuk

melakukan penelitian yang sama di Kota Surabaya. Hal ini berdasarkan analogi

antara Kota Bandung dan Kota Surabaya.

2.7.2 Identifikasi Material E-Waste Komputer dan Komponen Daur Ulangnya

di Lokasi Pengepulan E-Waste

(29)

Pengelolaan e-waste di Indonesia sampai saat ini belum mendapatkan penanganan

yang spesifik. Mengacu kepada peraturan yang ada saat ini yakni PP Nomor 18

Tahun 1999 jo PP No 85/1999 tentang Pengelolaan Limbah B3, maka e-waste

tergolong limbah B3 berkarakter racun. Penelitian ini bertujuan untuk

mengidentifikasi besaran jumlah komponen e-waste komputer yang berada di level

pengepul e-waste komputer di wilayah Kota Bandung dan memprediksikan alur

perjalanan e-waste komputer di Kota Bandung setelah tidak berfungsi lagi.

Berdasarkan hasil survei, diperoleh fakta jumlah pengepul di Kota Bandung yang

berhasil disensus berjumlah 18 (delapan belas) lokasi. Pengepul memiliki peranan

sebagai penghubung antara pelaku penghasil e-waste dengan pelaku yang

memanfaatkan e-waste baik untuk dilebur untuk diambil kandungan logamnya

(recovery process), dirakit ulang menjadi komputer bekas ataupun untuk

dikumpulkan dan diekspor ke luar negeri. Secara keseluruhan jumlah komponen

e-waste yang masuk ke pengepul mencapai 48.712 unit per bulan, dengan rincian 164

unit berasal dari pengepul kecil, 2.888 unit dari pengepul menengah, dan 45.660 unit

berasal dari pengepul besar. Pengepul skala menengah paling dominan dalam

pengumpulan barang bekas atau e-waste dari segi total kuantitasnya. Berdasarkan

literatur, diperoleh fakta bahwa terdapat banyak komponen kecil

penyusun komputer yang mengandung logam-logam berbahaya dan atau beracun,

seperti Ag, Al, Au, Cu, Cr, Fe, Mg, Mn, Ni, Pb, Sb, Si, Sn, Zn, dan lainnya dalam

(30)

sektor pengepul (collector), dan diperoleh kenyataan bahwa ada keluhan kesehatan

yang dirasakan akibat menjalankan aktivitasnya. Tidak seluruhnya komponen

komputer merupakan limbah B3, ada juga material penyusun komponen komputer

yang bukan tergolong limbah B3, seperti plastik, logam, dsb. Sekitar 70-90% material

pada komputer (berdasarkan berat) sangat berpotensi untuk didaur ulang atau

digunakan kembali. (Widyarsana et. al., 2010)

2.7.3 Identifikasi Pola Aliran E-Waste Komputer dan Komponennya di

Bandung

Sekarang ini, komputer tidak dapat dipisahkan lagi dari kehidupan masyarakat

modern. Seperti halnya alat elektronik lainnya, komputer memiliki masa pakai, suatu

saat akan mati dan menjadi limbah, limbah dari komputer ini biasanya di kenal

dengan e-waste komputer. Kenyataan bahwa tidak ditemukan e-waste komputer di

TPA Bandung mengindikasikan ada jalur material e-waste yang berbeda dari

limbah-limbah pada umumnya. Untuk itu diperlukan sebuah Penelitian yang ingin menjawab

“Kemana e-waste komputer tersebut ?”. Tahap pertama Penelitian ini adalah

mengidentifikasi jasa servis di kota Bandung, setelah itu mengadakan wawancara

langsung dan kuisioner barulah kemudian menyusun sebuah aliran e-waste komputer

dan komponennya. Total jasa servis di kota Bandung adalah 436 konter. Sebagian

besar (69 %) jasa servis mengaku pernah menganti komponen komputer dengan yang

(31)

Pihak-distributor resmi, jasa servis/toko, pengumpul spesialis, pedagang e-waste, tukang

loak, penampung produsen manufaktur dan industri rumah tangga. Aliran e-waste

komputer terbagi atas tiga aliran : aliran komputer baru, aliran komputer bekas dan

aliran e-waste komputer. (Sutarto, 2008)

2.8 Pengelolaan dan Penanganan E-Waste

Panasonic Eco Technology Center (Petec) di Kato City, Osaka, Jepang, adalah

salah satu pusat daur ulang barang-barang elektronik yang rusak. Kato City, Osaka,

adalah sebuah area yang luasnya 38.570 meter persegi. Kawasan tersebut dikelilingi

persawahan yang menghasilkan beras untuk diolah menjadi sake, minuman khas

negara sakura tersebut.

Sesuai dengan namanya, Petec merupakan areal daur ulang yang dimiliki

Panasonic dan beroperasi sejak 2001.

Di area Petec terdapat banyak kerangka besi yang berwarna. Sebab, pembeda

ruang menggunakan kerangka besi yang dicat dengan warna-wana berbeda. Ruang

dengan kerangka merah muda digunakan daur ulang televisi. Lalu, warna biru untuk

daur ulang mesin cuci, kuning untuk pendingin ruangan (AC), dan hijau untuk ruang

daur ulang kulkas.

Di dalam ruang-ruang tersebut sampah elektronik dibongkar dengan cara manual,

karena pembongkaran awal dilakukan secara manual, saedangkan untuk

(32)

Petec tidak hanya mendaur ulang produk Panasonic, tetapi juga elektronik merek

yang lain. Dalam setahun, mereka bisa mendaur ulang 700 ribu sampah elektronik

yang datang dari berbagai wilayah di Jepang. Dalam proses mendaur ulang, mereka

menerapkan konsep dari produk menjadi produk. Maksudnya, bahan dari sampah

elekronik itu dipilah hingga menjadi partikel, lantas diolah menjadi produk kembali.

Misalnya, televisi. Setelah dibongkar, setiap bagian dikelompokkan berdasar

jenisnya. Lalu, dihancurkan dan dipilah lagi. Biasanya, televisi terdiri atas aluminium

2 persen, tembaga 3 persen, besi 10 persen, plastik 23 persen, dan kaca 57 persen.

Hingga kini, sudah sekitar tujuh juta sampah elektronik yang mereka hancurkan.

Proses itu memisahkan aluminium hingga 9,8 ribu ton.

Selain mendapatkan dukungan dana dari Panasonic, Petec memperoleh

keuntungan dari penjualan kembali produk daur ulang. Mereka juga mendapatkan

dana dari ongkos pengolahan sampah elektronik. Menurut undang-undang, ongkos itu

dibebankan kepada pemilik barang. Berbeda dengan Indonesia. Pemilik mendapat

uang dari pemulung tanpa tahu barang tersebut dibawa ke mana.

Biaya pengolahan sampah elektronik tidak murah. Untuk satu televisi

LCD/plasma berukuran 16 inci ke atas, misalnya, mereka mengeluarkan dana 2.835

yen atau sekitar Rp 302 ribu (asumsi satu yen setara dengan Rp 106). Biaya paling

besar dibebankan untuk kulkas. Lemari pendingin berukuran 171 liter ke atas dikenai

(33)

Meski harus mengeluarkan dana ekstra, warga Jepang tidak bisa menghindari

kewajiban tersebut. Mereka hanya menghubungi petugas khusus yang akan datang

dan membawa rongsokan tersebut ke tempat daur ulang. Ada sekitar 380 tempat

pengumpulan rongsokan dan 48 pabrik daur ulang di Jepang.

Dibutuhkan dana sekitar 400 juta yen (sekitar Rp 40 triliun) untuk mendirikan

dan mengelola Petec. Jumlah yang cukup besar bagi negara berkembang seperti

Indonesia. Yang diterapkan Petec tidak hanya mengurangi sampah elektronik, tetapi

juga memaksimalkannya melalui daur ulang.(Rufaidah, 2010)

2.9 Teknik Pengambilan Sampel

Dalam pelaksanaan suatu penelitian, kadang populasi sasaran kita demikian besar

jumlahnya sehingga kita harus menggunakan sampel daripada menggunakan seluruh

anggota populasi.

Sampel adalah kelompok kecil yang kita amati dan populasi adalah kelompok

besar yabg merupakan sasaran generalisasi kita. (Consuelo et. al., 1993)

Di dalam pengambilan sampel ada suatu strategi yang harus kita pikirkan, kita

harus memikirkan metode pengambilan sampel yang akan kita gunakan.

2.9.1 Strategi Pengambilan Sampel

Berikut ini adalah beberapa strategi pengambilan sampel yang dipertimbangkan

oleh peneliti dalam melaksanakan penelitian :

(34)

Suatu metode pemilihan ukuran sampel dari suatu populasi dimana setiap

anggota populasi mempunyai peluang yang sama dan semua kemungkinan

yang sama.

§ Pengambilan Sampel Sistematis

Strategi pengambilan sampel yang direncanakan melalui peluang dan suatu

sistem untuk menentukan keanggotaan dalam sampel.

§ Pengambilan Sampel Strata

Teknik pengambilan sampel dengan cara mendifinisikan sub-kelompok

(strata) yang spesifik akan memiliki jumlah yang cukup mewakili dalam

sampel, serta menyediakan jumlah sampel sebagai sub-analisis dari anggota

sub-kelompok tersebut. (Vockell dalam Consuelo et. al., 1993)

§ Pengambilan Sampel Kluster

Berkenaan pada pemilihan anggota sampel dalam kluster dan bukan

menyeleksi individu secara terpisah. Pengambilan sampel dilakukan secara

kelompok, bukan secara individu yang diseleksi secara acak.

§ Pengambilan Sampel Non-Acak

Dalam strategi ini, semua anggota atau subjek penelitian tidak memiliki

peluang yang sama untuk dipilih sebagai sampel. Beberapa bagian tertentu

dalam semua kelompok sengaja tidak dimasukkan dalam pemilihan untuk

(35)

BAB 3

METODE PENELITIAN

3.1. Pendahuluan

Penting halnya untuk menyusun sebuah metodologi yang tepat dalam proses

penelitian ini, berikut ini adalah tahap metodologi yang akan digunakan dalam proses

penelitian.

3.2. Prosedur Penelitian

Penelitian ini akan dilakukan melalui studi literature, observasi langsung di

lapangan, wawancara (interview), dan penyebaran kuesioner.

3.2.1. Studi Literatur

Studi literature dilakukan untuk melihat informasi-informasi mengenai

e-waste dan untuk mengkaji aliran e-waste.

Tidak dapat dipungkiri bahwa literature mengenai e-waste di Indonesia masih

sangat sedikit, maka studi literature yang dilakukan tidak hanya literature dari

Indonesia saja, tetapi literature internasional juga.

Adapun bahan studi literature ini tidak hanya terbatas pada hasil penelitian

terdahulu melainkan Peneliti melihat juga laporan-laporan dari lembaga internasional

dan regulasi yang terkait.

3.2.2. Penentuan Daerah Studi dan Jumlah Sample

(36)

Daerah studi dalam penelitian ini adalah Kota Surabaya yang meliputi

wilayah penelitian yang akan diteliti, yaitu Plaza Marina dan Surabaya World

Trade Centre (WTC). Untuk pelaku usaha ponsel secondhand, survey

dilakukan di dua tempat pusat elektronik terbesar di Surabaya yaitu Plaza

Marina dan Surabaya World Trade Centre (WTC).

2. Penentuan Jumlah Sample

Teknik sampling kluster akan dikenakan kepada tiga objek sebagai berikut :

1. Pengguna Ponsel

Pengumpulan data tentang pola penggunaan ponsel dan perlakuan

terhadap ponsel yang sudah tidak terpakai di Kota Surabaya dilakukan

melalui survey dengan cara penyebaran kuisioner.

Untuk menentukan jumlah sampel yang representatif digunakan

metode Slovin yang biasanya digunakan untuk penelitian bisnis dan

(37)

Responden yang dikehendaki adalah responden yang melakukan

transaksi jual-beli di lokasi penelitan yaitu di WTC dan Plaza Marina.

2. Pelaku Usaha Jual-Beli Ponsel Secondhand

Pengumpulan data tentang pola perbaikan ponsel dan perlakuan

terhadap ponsel dan komponen-komponen yang sudah tidak terpakai

di Kota Surabaya dilakukan melalui survey dengan cara penyebaran

kuisioner dan wawancara terhadap pelaku usaha jual-beli ponsel

secondhand. Pelaku Usaha Jual-Beli Ponsel Secondhand dibagi

menjadi kelompok sebagai berikut :

a. Pedagang saja

b. Pedagang dan jasa reparasi

c. Jasa reparasi saja

3. Pelaku Daur Ulang

Untuk mendapatkan data mengenai aliran material e-waste komponen

ponsel, maka survey dilakukan pada pelaku daur ulang informal di Kota

Surabaya. Sampel diambil dari lokasi penelitian. Jumlah pemulung yang

disampling ditentukan menggunakan Persamaan 1.

Pendataan terhadap pelaku daur ulang ini dilakukan peneliti setelah

mendapatkan informasi tentang cara pengelolaan sampah yang dilakukan oleh

manajemen WTC dan Plaza Marina, apabila dalam proses pengelolaan sampah

(38)

pemilahan sampah sebelum ke TPA, maka peneliti akan menyebarkan kuisioner

dan melakukan wawancara dengan pelaku daur ulang di lokasi penelitian tersebut.

Apabila di lokasi penelitian tidak ada pemilahan sampah, maka lokasi penelitian

yang diteliti akan meluas ke TPA.

3.2.3. Pembuatan Kuisioner

Dalam pembuatan kuisioner akan dibagi menjadi dua tahap, yaitu :

1. Wawancara

Wawancara dilakukan bertujuan untuk mendapatkan informasi secara

langsung yang mengenai hal-hal tentang e-waste, khususnya ponsel dan aliran

e-waste ponsel itu sendiri. Wawancara akan dilakukan bersamaan dengan

pembagian kuisioner. Untuk penelitian ini wawancara akan dilakukan dengan

pelaku usaha jual-beli dan pelaku daur ulang di Surabaya.

2. Kuisioner

Kuisioner adalah instrumen penting dalam penelitian ini. Kuisioner dapat

berupa serangkaian pertanyaan yang dapat menggali informasi dari anggota

sampling. Untuk penelitian ini kuisioner akan dibagikan kepada masyarakat

(39)
(40)

BAB 4

HASIL DAN PEMBAHASAN

Penelitian ini dilakukan di Gedung World Trade Centre (WTC) Surabaya dan

Plaza Marina Surabaya dengan menggunakan survey seperti kuisioner, wawancara,

dan pengamatan secara langsung di lapangan. Sampel diambil dari jumlah populasi

pengunjung World Trade Centre (WTC) Surabaya dan Plaza Marina Surabaya per

hari. Sampel ini terdiri dari pengguna telepon seluler dan pelaku usaha telepon

seluler.

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pola alir e-waste di Kota Surabaya,

lalu dari pola alir tersebut akan direpresentasikan dan untuk mengetahui presentase

e-waste yang diolah kembali dan yang dibuang di TPA. Untuk mengetahui semua hal

tersebut dengan menggunakan cara penyebaran kuisioner kepada pengguna dan

pelaku usaha telepon seluler, wawancara di tempat, dan pengamatan langsung tentang

pengelolaan sampah di World Trade Centre (WTC) Surabaya dan Plaza Marina

Surabaya.

Pengamatan hasil dari penelitian ini dilakukan dengan cara mengolah data

dari jawaban kuisioner yang sudah disebarkan kepada pengguna dan pelaku usaha

(41)

secara langsung di lapangan tentang cara pengelolaan sampah di World Trade Centre

(WTC) Surabaya dan Plaza Marina Surabaya. Penelitian ini juga akan meluas ke

tempat pembuangan sampah sementara yang berada dekat dengan lokasi penelitian

ini dan juga meluas kepada pelaku daur ulang e-waste. Penelitian dilakukan dengan

cara penentuan jumlah sampel yang dianggap mewakili jawaban dari keseluruhan

pengunjung World Trade Centre (WTC) Surabaya dan Plaza Marina Surabaya tiap

harinya. Penentuan jumlah sampel menggunakan Per samaan 1, seperti yang

tercantum di dalam bab 3.

Pertanyaan dari kuisioner yang disebarkan kepada pengguna dan pelaku usaha

telepon seluler di World Trade Centre (WTC) Surabaya dan Plaza Marina Surabaya

terdiri dari 8 pertanyaan. Isi dari pertanyaan tersebut terlampir pada Lampiran.

Hasil penelitian disusun dalam bentuk tabel yang merupakan jumlah dan

persentase dari jawaban kuisioner yang telah disebarkan kepada pengguna dan pelaku

usaha telepon seluler di World Trade Centre (WTC) Surabaya dan Plaza Marina

Surabaya sesuai dengan sampel yang telah dihitung sebelumnya. Selain dalam bentuk

tabel, hasil dari penelitian ini juga digambarkan dalam gambar diagram alir untuk

mengetahui pola alir e-waste di Surabaya.

4.1 Penelitian Terhadap Pengguna Telepon Seluler

Penelitian dilakukan di World Trade Centre (WTC) Surabaya dilaksanakan

(42)

pengunjung untuk pengguna telepon seluler. Hasil penelitian terhadap pengguna

telepon seluler dijelaskan pada Tabel 4.1

Tabel 4.1 Jumlah dan Persentase Jawaban Kuisioner Untuk Pengguna Telepon

Seluler di World Trade Centre Surabaya

No. Pilihan J awaban Persentase J awaban ∑ %

Selain mendata pengguna telepon seluler di WTC Surabaya, dilakukan juga

pendataan terhadap pengguna telepon seluler di Plaza Marina Surabaya sebanyak 364

sampel dari 4000 pengunjung di Plaza Marina Surabaya. Data dari penyebaran

kuisioner di Plaza Marina Surabaya dapat ditunjukkan pada Tabel 4.2

Tabel 4.2 Jumlah dan Persentase Jawaban Kuisioner Untuk Pengguna Telepon

(43)

Setelah mendapatkan data-data dari kuisioner yang disebarkan di World Trade

Centre (WTC) dan Plaza Marina Surabaya, dilakukan rekapitulasi dari kedua lokasi

tersebut dengan menjumlahkan angka-angka yang tercantum pada Tabel 4.1 dan

Tabel 4.2.

Hal ini dilakukan agar mempermudah mendapatkan hasil dari tujuan

penyebaran kuisioner terhadap pengguna telepon seluler di kedua lokasi penelitian

tersebut.

Rekapitulasi jumlah dan persentase di World Trade Centre (WTC) dan Plaza

Marina Surabaya ditunjukkan pada Tabel 4.3.

Tabel 4.3 Jumlah dan Persentase Jawaban Kuisioner Untuk Pengguna Telepon

Seluler di World Trade Centre dan Plaza Marina Surabaya

No. Pilihan J awaban Persentase J awaban ∑ %

(WTC) Surabaya dan Plaza Marina Surabaya, ternyata sebagian responden

(44)

lain seperti, Blackberry, Sony Ericsson, Samsung, dan merk telepon seluler lainnya

yang persentase nya dapat dilihat pada Gambar 4.1.

Hal ini menunjukkan bahwa merk telepon seluler Nokia dianggap paling laris

dipasaran, karena memiliki fitur-fitur yang lebih mudah dioperasikan daripada merk

telepon seluler yang lainnya. Untuk memuaskan dan memanjakan konsumen, Nokia

lebih cepat berinovasi terhadap fiturnya, sehingga konsumen dapat membeli telepon

seluler terbaru dari Nokia.

Berdasarkan kondisi ponsel yang didapat oleh responden, mayoritas

responden mendapatkan ponsel yang keadaannya baru dengan persentase 78%.

Sedangkan responden yang mendapatkan ponsel dengan keadaan bekas sebesar 22%

(45)

Gambar 4.2 Keadaan HP Saat Memperolehnya 78%

22%

Baru Bekas

Berdasarkan hasil kuisioner, mayoritas responden memilih membawa ponsel

mereka ke tukang servis apabila ponsel mereka mengalami kerusakan (64%). Sebesar

19% mengganti ponsel yang rusak dengan ponsel yang baru. Pada kenyataannya,

ponsel biasanya tidak digunakan lagi meskipun masih dapat beroperasi. Mereka

digantikan ponsel baru karena pemilik mereka menginginkan fitur-fitur baru atau

ponsel yang lama tidak memadai untuk layanan terbaru dari operator, atau hanya

karena ingin berganti ponsel saja (Osibanjo dan Nnorom, 2007).

Adapun 8% responden memperbaiki sendiri ponsel mereka apabila rusak dan

sebesar 6% membiarkan ponsel mereka yang rusak, hal ini karena kerusakan pada

ponsel tidak begitu parah. Sekitar 3% responden membuang ponsel mereka yang

rusak. Persentase perlakuan pengguna telepon seluler terhadap ponsel mereka yang

(46)

Gambar 4.3 Perlakuan Terhadap HP Rusak 8%

64% 6%

3% 19%

Diperbaiki Sendiri

Diperbaiki Ke Tukang Service

Dibiarkan

Dibuang

Ganti HP Baru

Usaha reparasi yang kebanyakan responden kunjungi adalah usaha reparasi

resmi (66%). Hal ini disebabkan karena jasa reparasi resmi lebih mengetahui jenis

kerusakan yang dialami oleh ponsel, dan responden meminta garansi yang diberikan

oleh tempat mereka membeli.

Sisanya sebanyak 34% responden memilih membawa ponsel mereka yang

rusak kepada jasa reparasi non resmi (Gambar 4.4), karena faktor lama waktu tinggal

ponsel yang rusak. Jangka waktu yang diberikan oleh jasa reparasi non resmi

(47)

Gambar 4.4 Jenis Servis yang Dikunjungi Responden 66%

34%

Service Resmi Service Non Resmi

Pada Gambar 4.5 dapat dilihat persentase perlakuan pengguna telepon seluler

terhadap komponen ponsel mereka yang rusak setelah diperbaiki oleh jasa reparasi,

Sebesar 52% pengguna menolak untuk membawa komponen ponsel mereka yang

telah rusak, komponen tersebut mereka tinggalkan di tempat reparasi yang mereka

kunjungi. Menurut Damanhuri dan Sukandar dalam Triwiswara, 2009, jasa reparasi

masih membutuhkan komponen lama yang masih bisa digunakan untuk penggantian

komponen yang rusak dengan komponen baru atau sistem kanibal.

Sisanya sebesar 48% membawa pulang komponen ponsel mereka yang rusak,

(48)

Gambar 4.5 Perlakuan Responden Terhadap Sisa Servis HP 52%

48%

Menolak Untuk Dibawa Pulang

Dibawa Pulang Lalu Dibuang

Dengan banyaknya jenis-jenis ponsel yang berada di pasaran membuat para

konsumen telepon seluler ingin memiliki telepon seluler yang terbaru. Hal ini

disebabkan para pengguna telepon seluler menginginkan fitur-fitur baru atau ponsel

yang lama tidak memadai untuk layanan terbaru dari operator, atau hanya karena

ingin berganti ponsel saja (Osibanjo dan Nnorom, 2007).

Berhubungan dengan hal tersebut dan pada Gambar 4.3, peneliti ingin

mengetahui perlakuan pengguna telepon seluler terhadap ponsel mereka yang lama,

apabila pengguna membeli ponsel yang baru.

Pada Gambar 4.6 sebesar 44% responden memilih untuk menjual ponsel lama

mereka dan membiarkan ponsel mereka yang lama (32%). Para pengguna telepon

seluler akan memberikan ponsel lama mereka kepada orang lain (21%) seperti ke

(49)

Gambar 4.6Perlakuan Responden Terhadap Subsitusi HP Lama Dengan HP

sebagian kecil responden memilih untuk membuang ponsel atau komponen ponsel

mereka yang lama atau rusak. Meskipun hanya sedikit tetapi hal ini bila dilakukan

secara kontinu dapat berbahaya bagi lingkungan. Telah diketahui bahwa alat

elektronik yang tidak terpakai cepat atau lambat akan berakhir di tempat pemrosesan

akhir seperti landfill atau incinerator, di mana mereka akan mengeluarkan material

toksik seperti merkuri, kadmium,timbal, arsen, dioksin dan zat-zat berbahaya lain ke

udara, tanah dan air (Triwiswara dan Damanhuri, 2009).

Hal ini pada kenyataannya belum dapat dipahami oleh para pengguna telepon

seluler, Gambar 4.7 menunjukkan sebesar 55% responden membuang ponsel atau

(50)

Gambar 4.7 Tempat Untuk Membuang Sampah HP Responden 55%

45% Tempat Sampah

Tempat Pengepulan

Berdasarkan Gambar 4.7, pada Gambar 4.8 dijelaskan bahwa penyebab dari

banyaknya responden yang memilih untuk membuang ponsel atau komponen ponsel

mereka yang lama atau rusak adalah responden masih belum mengetahui bahwa

ponsel mereka memiliki potensi untuk mencemari lingkungan (55%). Sisanya

mengetahui bahwa ponsel dapat mencemari lingkungan (45%).

Gambar 4.8 Pengetahuan Responden Terhadap Bahaya Sampah HP 45%

55%

(51)

4.2 Penelitian Terhadap Pelaku Usaha Telepon Seluler

Penelitian terhadap pelaku usaha telepon seluler juga dilakukan, dengan

menyebarkan kuisioner sebanyak 83 sampel dari 83 pelaku usaha telepon seluler

yang ada di World Trade Centre (WTC) Surabaya. Hasil penelitian terhadap pelaku

usaha telepon seluler di World Trade Centre (WTC) Surabaya ditunjukkan pada

Tabel 4.4.

Tabel 4.4 Jumlah dan Persentase Jawaban Kuisioner Untuk Pelaku Usaha Telepon

Seluler di World Trade Centre Surabaya

No. Pilihan J awaban Pesentase J awaban ∑ %

Penelitian ini dilakukan juga di Plaza Marina Surabaya, dengan menyebarkan

kuisioner seperti di WTC Surabaya sebanyak 99 sampel dari 99 pelaku usaha telepon

seluler. Penyebaran kuisioner di kedua lokasi penelitian tersebut dilakukan untuk

mengetahui pola alir e-waste telepon seluler di Surabaya.

(52)

Tabel 4.5 Jumlah dan Persentase Jawaban Kuisioner Untuk Pelaku Usaha Telepon

Setelah melakukan penyebaran kuisioner di kedua lokasi penelitian terhadap

pelaku usaha telepon seluler, agar mempermudah untuk mengetahui pola alir e-waste

telepon seluler di Surabaya dilakukan rekapitulasi dengan menjumlahkan data-data

yang telah didapat dari kedua lokasi tersebut.

Hasil rekapitulasi dapat dilihat pada Tabel 4.6.

Tabel 4.6 Jumlah dan Persentase Jawaban Kuisioner Untuk Pelaku Usaha Telepon

Seluler di World Trade Centre Surabaya dan Plaz Marina Surabaya

(53)

Dalam perhitungan data kali ini, beberapa pertanyaan tidak mencapai jumlah

sampel yang telah ditentukan sebelumnya, hal ini terjadi karena tergantung dari jenis

pertanyaan dalam kuisioner yang telah disebarkan. Untuk soal nomer 3 dan nomer 6

digunakan sampel dari jumlah jawaban A dan B pada soal nomer 1. Soal nomer 4 dan

nomer 5 menggunakan jumlah sampel dari jumlah jawaban B dan C pada soal nomer

3, sedangkan pada nomer 7 dan nomer 8 menggunakan sampel dari jumlah jawaban B

dan C pada soal nomer 1.

Dari hasil survey terhadap 182 pelaku usaha telepon seluler di World Trade

Centre (WTC) dan Plaza Marina Surabaya, menunjukkan bahwa sebagian besar

responden merupakan pedagang telepon seluler (62%), pedagang dan jasa reparasi

hanya sebesar 29%, sisanya 9% merupakan jasa reparasi saja (Gambar 4.9).

Hal ini menunjukkan bahwa usaha jual beli ponsel lebih menguntungkan

daripada usaha reparasi. Kenyataan ini berkaitan dengan cepatnya penggantian ponsel

dalam masyarakat yang perkembangan yang pesat fitur-fitur baru dan menarik

(Triwiswara dan Damanhuri, 2009).

Menurut para pedagang di kedua lokasi penelitian menyebutkan banyak

(54)

Gambar 4.9 Jenis Usaha Responden

Berdasarkan umur usaha dari pelaku usaha ponsel, mayoritas responden

membuka usaha mereka >5 tahun yang lalu dengan persentase 48%, menurut para

pedagang hal ini disebabkan karena usaha ponsel mulai menunjukkan kemajuan yang

pesat sejak tahun 2004 seiring meningkatnya kebutuhan masyarakat. Hasil persentase

lainnya dapat dilihat pada Gambar 4.10.

(55)

Dalam usaha jual beli telepon seluler, ponsel dibagi menjadi dua macam yaitu

ponsel baru dan ponsel second, begitu pula yang diperjual belikan di WTC dan Plaza

Marina Surabaya. Kebanyakan pelaku usaha di kedua tempat tersebut melakukan jual

beli ponsel baru (57%), sebesar 37% melakukan jual beli ponsel baru dan ponsel

second, dan sisanya sebesar 6% melakukan jual beli ponsel second (Gambar 4.11).

Hal ini terjadi karena harga ponsel baru yang ditawarkan oleh dealer atau

distributor resmi dengan para pelaku usaha telepon seluler di kedua lokasi tersebut

sangat bersaing, ada pelaku usaha bersedia memberikan tambahan fitur apabila

konsumen membeli di tempatnya.

Sering terjadi pula harga ponsel baru yang ditawarkan oleh para pelaku usaha

telepon seluler lebih murah dibandingkan di dealer atau distributor resmi.

Gambar 4.11 Jenis Barang yang Diperjual belikan 37%

6% 57%

Baru Second

Baru dan Second

Pada Gambar 4.12 para pelaku usaha mendapatkan ponsel second sebagian

(56)

(92%), 6% ponsel second mereka dapatkan dari pedagang lain di lokasi yang sama,

sisanya sebanyak 2% melakukan hunting ponsel second di luar Surabaya seperti

Sidoarjo.

Gambar 4.12 Sumber Barang Second

92% 6% 2%

Masyarakat Pedagang Lain Luar Surabaya

Pada Gambar 4.13 ditunjukkan persentase kondisi ponsel second yang

diterima oleh pelaku usaha telepon seluler di kedua lokasi penelitian. Mayoritas

responden menerima ponsel second yang hanya layak pakai saja (90%), sedangkan

yang menerima segala kondisi rusak maupun hanya rusak ringan sebesar 10%

(57)

Gambar 4.13 Kondisi Ponsel Second yang Diterima 10%

0%

90%

Segala Kondisi

Rusak yang Masih Dapat Diperbaiki

Hanya yang Layak Pakai

Pada Gambar 4.14 ditunjukkan persentase perlakuan responden terhadap

ponsel yang tidak laku. Mayoritas pelaku usaha akan menjual murah ponsel tersebut

(68%). Hanya 19% yang menjual ke pedagang lain karena menurut pendapat mereka,

pedagang lain pun enggan untuk menjual barang yang kurang diminati pengguna

telepon seluler. Sebesar 12% responden memilih untuk menyimpannya saja karena

merasa yakin bahwa barang tersebut akan laku dalam waktu singkat. Sisanya 1%

memilih membuang ponsel yang tidak laku karena sudah tidak mungkin lagi ada

(58)

Gambar 4.14 Perlakuan Responden Terhadap Barang yang Tidak Laku

68% 12%

19%

1%

Dijual Murah Disimpan

Dijual Ke Pedagang Lain Dibuang

Berdasarkan hasil kuisioner, mayoritas pelaku usaha sering mendapatkan

keluhan dari pengguna telepon seluler mengenai kerusakan pada software,

keluhannya berupa tiba-tiba ponsel tidak dapat beroperasi lagi dikarenakan ada

software yang terkena virus (62%), diikuti komponen internal seperti IC CPU, IC RF,

IC Flash sebesar 25%, dan komponen eksternal seperti LCD, speaker, keypad, dan

mic sebesar 13%.

Komponen Eksternal dan Internal sangat berbahaya bagi lingkungan, hal ini

ditunjukkan dengan salah satu penemuan penting kajian dampak telepon seluler

terhadap lingkungan yang dilaksanakan oleh Nokia dan pihak-pihak yang terlibat

adalah bahwa Printed Wiring Board (PWB), Integrated Circuit (ICs), dan Liquid

Crystal Display (LCD) merupakan komponen yang memiliki dampak tertinggi

(59)

Gambar 4.15 Komponen HP yang Paling Sering rusak 62%

13% 25%

Software

Komponen Eksternal Komponen Internal

Proses perbaikan ponsel menghasilkan sampah komponen yang rusak atau

tidak terpakai (Triwiswara dan Damanhuri, 2009). Sebagian besar sampah tersebut

ikut tercampur dan terbuang bersama sampah domestik.

Mayoritas pelaku usaha reparasi ponsel membuang sampah tersebut

bersamaan dengan sampah domestik ke dalam keranjang sampah mereka (34%),

sebesar 32% menyerahkannya kepada konsumen, tetapi pada kenyataannya di dalam

kuisioner pengguna telepon seluler sebelumnya menyatakan bahwa mayoritas

pengguna telepon seluler menolak membawa sisa reparasi tersebut dan memilih

menyerahkannya kepada tukang servis, dan 30% responden memilih untuk

menyimpannya untuk digunakan kembali dengan sistem kanibal. Sisanya sebesar 4%

memilih untuk menjualnya kepada pengepul untuk menambah penghasilan mereka.

(60)

Gambar 4.16 Perlakuan Terhadap Sisa Kegiatan Reparasi 30%

34% 32%

4%

Disimpan

Dibuang

Diserahkan Kepada Konsumen

Dijual Ke Pengepul

4.3 Pola Alir E-Waste Telepon Seluler

Setelah dilakukan pendataan terhadap pengguna telepon seluler dan

pelaku usaha telepon seluler di World Trade Centre dan Plaza Marina,

dilakukan pembuatan diagram alir mengenai pola alir e-waste di kedua lokasi

penelitian tersebut.

Hal ini dilakukan dalam upaya untuk mengetahui pola alir e-waste di

(61)

4.3.1 World Trade Centre Surabaya

Pada Gambar 4.17 dapat dijelaskan tentang pola alir e-waste di World Trade

Pedagang saja

(62)

kepada pengguna telepon seluler dapat berupa telepon seluluer baru maupun bekas.

Apabila ada kerusakan terhadap telepon seluler, ada pengguna yang bereksperimen

untuk memperbaiki sendiri kerusakan tersebut (6%), ada pula telepon seluler

dibiarkan oleh pengguna apabila terjadi kerusakan (5,1%), hal ini terjadi karena

pengguna menginginkan mengganti telepon seluler yang rusak tersebut (16,2%).

Sebanyak 2,3% pengguna telepon seluler membuang telepon seluler yang sudah

rusak ke tempat sampah karena telepon seluler tersebut sudah dalam kondisi rusak

berat.

Pengguna telepon seluler membawa telepon seluler mereka ke jasa reparasi

telepon seluler (69,6%), baik jasa reparasi resmi maupun non resmi. Hal ini

dikarenakan pengguna telepon seluler lebih mempercayakan telepon seluler mereka

kepada yang lebih ahli, atau pengguna telepon seluler memanfaatkan garansi yang

merka dapat pada saat membeli telepon seluler. Pada saat jasa reparasi melakukan

kegiatan reparasi, akan menimbulkan sisa kegiatan reparasi berupa

komponen-komponen yang sudah rusak, dan akan membuang sisa kegiatan reparasi tersebut ke

dalam tempat sampah (24,4%).

Pengelolaan sampah e-waste dengan pengelolaan sampah organic dan

anorganik di WTC Surabaya mendapatkan perlakuan yang sama yaitu dikumpulkan

menjadi satu, lalu dibawa ke Tempat Pengumpulan Sampah di WTC untuk dipilah

(63)

4.3.2 Plaza Marina Surabaya

(64)

Pada Gambar 4.18 dijelaskan bahwa pola alir e-waste di Plaza Marina

Surabaya sama dengan pola alir e-waste di World Trade Centre Surabaya, dimulai

dari para pelaku usaha yang menjual telepon seluler kepada pengguna. Pelaku usaha

yang terdapat di Plaza Marina Surabaya sebanyak 75,7% adalah pedagang saja,

pedagang dan jasa reparasi (22,2%), dan jasa reparasi saja (2%).

Apabila telepon seluler yang dimiliki para pengguna rusak, sebanyak 8,8%

memilih untuk diperbaiki sendiri, hal ini dilakukan untuk mencoba bereksperimen

terhadap kerusakan telepon seluler. Sebanyak 6,6% pengguna membiarkan telepon

seluler mereka karena ingin mengganti dengan telepon seluler yang rusak tersebut

(21,4%), dan ada pengguna yang memilih untuk membuang telepon seluler mereka

(3,6%), karena mereka menganggap telepon seluler mereka sudah tidak memiliki

nilai jual lagi.

Sebanyak 59,6% memilih untuk membawa telepon seluler mereka yang rusak

ke jasa reparasi, dalam hal ini termasuk jasa reparasi non resmi dan resmi. Dalam

kegiatan reparasi, para pelaku jasa reparasi memiliki sisa kegiatan reparasi berupa

komponen-komponen yang telah rusak, mereka akan membuang sisa kegiatan

reparasi tersebut ke dalam tempat sampah (50%).

Pengelolaan sampah di Plaza Marina sama dengan di WTC Surabaya. Sampah

e-waste dijadikan satu dengan sampah yang lain lalu diangkut langsung ke Tempat

(65)

Berdasarkan pola alir e-waste telepon seluler di World Trade Centre dan

Plaza Marina Surabaya, dapat disimpulkan bahwa pola alir e-waste telepon seluler di

Surabaya secara umum sama dengan pola alir kedua tempat penelitian tersebut. Hal

ini dikarenakan kedua tempat tersebut dapat mewakili pola alir e-waste telepon

Gambar

Tabel 2.1 Data Pengguna Ponsel di Kota Surabaya
Gambar 3.3 Kerangka Prosedur Penelitian
Tabel 4.1 Jumlah dan Persentase Jawaban Kuisioner Untuk Pengguna Telepon
Tabel 4.3 Jumlah dan Persentase Jawaban Kuisioner Untuk Pengguna Telepon
+7

Referensi

Dokumen terkait

Padahal beberapa penelitian sebelumnya menginformasikan keunggulan pendekatan konstruktivistik, beberapa diantaranya: (1) Putra (2008) menyatakan bahwa pembelajaran

Hasil adanya perbedaan sisa makanan sebelum dan sesudah diberikan konseling menunjukkan bahwa terdapat pengaruh pemberian konseling gizi terhada sisa makanan diet

Hasil simulasi transformasi gelombang dari laut lepas ke garis pantai dengan menggabungkan efek shoaling dan refraksi gelombang Transpormasi Gelombang di Sepanjang

Bioautografi kontak dilakukan dengan meletakkan plat KLT hasil elusi pada media Agar yang sudah diinokulasikan bakteri uji dan didiamkan beberapa menit hingga

a) Lokasi fisik merupakan saluran yang tersohor dikalangan perusahaan yang menyediakan jasa dan program yang ditawarkan. Keputusan ini berkaitan dengan dimana menempatkan

Kemampuan dan keterampilan mahasiswa calon guru dalam materi analisis kimia kuantitatif juga sangat dibutuhkan untuk melakukan pembelajaran kimia di sekolah, antara lain ketika

Pada tahun berikut pengusul diperkenankan mengajukan usul baru dengan topik baru atau lanjutan dari penelitian yang sudah dilakukan (namun bukan penelitian

 Logo di Backdrop dengan ukuran Terbesar di bagian Sponsor  Logo utama dan terbesar di Video Promosi Pensi. “Spaceship” melalui Media Online (Youtube, Instagram,