• Tidak ada hasil yang ditemukan

STUDI PERBANDINGAN METODE ISTINBÂŤ HUKUM FATWA-FATWA SAYYID USMAN BIN YAHYA DAN SYEKH AHMAD KHATIB AL- MINANGKABAWI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "STUDI PERBANDINGAN METODE ISTINBÂŤ HUKUM FATWA-FATWA SAYYID USMAN BIN YAHYA DAN SYEKH AHMAD KHATIB AL- MINANGKABAWI"

Copied!
147
0
0

Teks penuh

(1)

STUDI PERBANDINGAN METODE ISTINBÂŤ HUKUM FATWA-FATWA SAYYID USMAN BIN

YAHYA DAN SYEKH AHMAD KHATIB AL- MINANGKABAWI

Tesis

Diajukan kepada Sekolah Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Magister dalam Bidang Hukum Islam

Oleh : Mohamad Mashudi

21171200000055 Pembimbing:

Prof. Dr. Huzaemah T. Yanggo, MA

Konsentrasi Hukum Islam Sekolah Pascasarjana Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah

Jakarta

1442 H/2021

▸ Baca selengkapnya: substansi dan strategi dakwah usman bin affan

(2)

ii

KATA PENGANTAR

ميحرلا نحمرلا للها مسب

دملحا ةلاصلاو ,للها ىلع لاإ ماصتعلاا لاو دامتعلاا لاو ,للها نم لاإ ةمعن نم امو ,لله ركشلاو لله

عبتا نمو هبحصو هلآ ىلعو ,للها دبع نب دممح يدصقو بييبحو يلاومو يديس ,للها لوسر ىلع ملاسلاو ,دعب امأ ,هاده

Segala puji hanya bagi Allah SWT , Tuhan semesta alam, Yang selalu pantas untuk dipuji dan Yang hanya Dialah yang pantas untuk memuji Dzat-Nya sendiri. Alhamdulillah atas karunia dan hidayah-Nya, saya bisa menyelesaikan Tesis saya yang berjudul Studi Perbandingan Metode Istinbâť Hukum Fatwa-Fatwa Sayyid Usman Bin Yahya Dan Syekh Ahmad Khatib Al-Minangkabawi ini.

Shalawat serta salam semoga tersampaikan kepada manusia sempurna, Nabi akhir zaman yang tak henti-hentinya merindukan umatnya, Baginda Nabi Muhammad SAW.

Selanjutnya saya ucapkan banyak terima kasih kepada semua pihak yang membantu proses penyelesaian tesis ini terutama :

1. Prof. Dr. Hj. Amany Lubis, MA, selaku Rektor UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, beserta pembantu rektor dan staffnya yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk mengikuti perkuliahan S2 di kampus UIN Syarif Hidayatullah

2. Prof. Dr. Phil. Asep Saepudin Jahar, MA selaku Direktur Sekolah Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Prof. Dr. Didin Saepudin, MA selaku ketua Program Doktor, dan Arif Jamhari, M. Ag, Ph. D, selaku ketua Program Magister, yang telah memberikan arahan, saran, dan motivasi kepada penulis, segala bentuk kritik dan perbaikan tentunya beliau hanya berharap agar tesis ini berguna dan bermanfaat untuk umat.

3. Prof. Dr. Huzaemah T. Yanggo, MA sebagai pembimbing yang begitu sabar memberikan arahan, koreksi dalam penulisan, meluruskan dan menyempurnakan pemikiran penulis hingga akhir tesis ini. Semoga segala amal kebaikan serta keikhlasannya dalam mendidik, Allah berikan nikmat kepada beliau yang tak terhingga.

4. Segenap Dosen Sekolah Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, staf akademik, administrasi, perpustakaan yang telah memberikan fasilitas, pemikiran, serta senyum yang setiap hari menghiasi hari-hari kami di lingkungan Sekolah Pascasarjana UIN Jakarta.

5. Bapak Abdurrahman dan segenap jajaran pengurus Markaz Jum’at al-Majid li al-Tsaqafah wa al-Turats Dubai yang bersedia mengirimkan file seluruh data manuskrip yang berkaitan dengan riwayat hidup Syekh Ahmad Khatib al-Minangkabawi.

6. Ayahanda, Bapak Ngatijan dan Ibu Wagirah yang selalu menasehati, memotivasi, dan mendoakan saya hingga saya bisa sampai sekarang ini.

(3)

iii

7. Bapak/Ibu Mertua, Saljum Siregar dan Ibu Arwati yang selalu antusias memberikan semangat untuk penulis menyelesaikan studi magister ini dan melanjutkan studi hingga jenjang berikutnya.

8. Istriku tercinta, Syifa Syarifah, M. Pd dan dedek Muhammad Salim Nawawi, yang selalu setia membantu, mendorong, dan memotivasi penulis dalam menyelesaikan studi ini. Suka dan duka, tangis dan tawa, mewarnai perjalanan hidup ini dengan penuh kebersamaan.

9. Saudara/iku, Yu Pah, Kang Ikin, Yu Ropi, Kang Rahman, Amir yang menjadi penyejuk hati setelah melewati segala ujian di Sekolah Pascasarjana UIN Jakarta.

10. Kawan-kawan tercinta seluruh Mahasiswa Sekolah Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta angkatan 2017, terutama Buya Syauqi, H. Oecang, Tukim, Akhyar, Cak Mahrus, Halimi, Yahya, yang selalu tertawa riang walaupun terkadang perjalanan ini terasa berat. Semoga ilmu yang telah kita terima, menjadi manfaat yang besar bagi banyak orang.

Jakarta, 25 Juli 2021

Mohamad Mashudi

(4)

vii ABSTRAK

Penelitian ini membuktikan bahwa metode istinbat hukum yang dilakukan Sayid Usman maupun Syekh Ahmad Khatib cenderung tekstualis dalam memahami produk hukum. Persamaannya adalah Sayid Usman dan Syekh Ahmad Khatib dalam beberapa fatwa tertentu meminta taŝĥĭĥ maupun taqriđ dari beberapa ulama yang semasa dengan keduanya untuk memperkuat otoritas fatwa keduanya. Perbedaannya terletak pada metode istinbat dan cara beristidlal. Sayid Usman terlihat lebih konsisten dalam beristidlal yang diperkuat dengan pendapat ulama baik salaf maupun khalaf, sedangkan Syekh Ahmad Khatib terkadang tidak memakai pendapat ulama dan terkadang meminta pendapat ulama yang semasa dengannya.

Penelitian ini mendukung hasil penelitian yang dilakukan oleh Sa’id Ramadhan al-Buti bahwa perubahan hukum sebab adanya perubahan zaman itu tidak boleh diambil secara lahiriyah saja, karena suatu hukum yang terlahir karena berdasarkan dari Al Qur an atau Sunnah atau Qiyas (yang bersumber dari keduanya) itu harus selalu ada selama keduanya masih ada dan tidak bisa berubah karena mengikuti zaman kecuali dengan jalan nasakh. Sedangkan nasakh sendiri sudah ditutup setelah syariah Islam sempurna dan Nabi SAW wafat.

Model penelitian ini bersifat kepustakaan (library research) dan merupakan penelitian kualitatif dengan menggunakan analisis (deskriptif-analitik). Penelitian ini mengkaji teks fatwa Sayyid Usman dan Syekh Ahmad Khatib al-Minangkabawi tentang tradisi keagamaan masyarakat muslim di Indonesia yang difokuskan pada penelusuran keterkaitan pilihan dalil dan metode istinbat hukum dengan upaya mempertahankan klaim/versi kebenaran paham keagamaan masing-masing. Sumber data primer penelitian ini berupa teks fatwa tentang jihad melawan Pemerintah Kolonial Belanda, pernikahan syarifah dengan laki-laki bukan sayid, warisan kemenakan, ta’addud al-Jum’ah dan tarekat yang dikumpulkan secara dokumentatif dan dibaca dengan pendekatan filsafat hukum Islam (Usūl al-Fiqh). Sumber data sekunder diambil dari data-data yang ditulis oleh para peneliti lain seperti Snouck Hourjge, Nico J. G. Kaptein, Azyumardi Azra, dan lain-lain yang relevan dengan pembahasan penulis.

Kata kunci : Fatwa, Metode Istinbat, Sayyid Usman, Syekh Ahmad Khatib

(5)

viii ABSTRACT

This study proved that the legal istinbat method applied by Sayid Usman and Sheikh Ahmad Khatib tended to be textual in understanding legal products. For some fatwas, both Sayid Usman and Sheikh Ahmad Khatib asked for taŝĥĭĥ and taqriđ from several scholars to strengthen the authority of their fatwas. The difference lied in the method of istinbat and the way of istidlal. Sayid Usman seemed to be more consistent in his istidlal reinforced by other salaf and khalaf scholars’ opinions, while Sheikh Ahmad Khatib did not use other scholars’ arguments for some cases.

This study supported the results of research conducted by Sa'id Ramadhan al-Buti that law should not be changed due to different times since laws were arranged based on the Qur'an or Sunnah or Qiyas. They should be applied as long as the Quran, Sunnah, and Qiyas were not improved. They could not be reformed only for following the times except by way of nasakh. While the text itself was closed after the Islamic sharia was perfect and the Prophet SAW died.

This study was library research using qualitative analysis (descriptive- analytic). This article examined Sayyid Usman and Syekh Ahmad Khatib al- Minangkabawi’s fatwas about the religious traditions of the Muslim community in Indonesia focused on exploring the link between the choice of argument and the method of legal istinbat to defend the claim/version of the truth of their respective religious understandings. The primary data sources of this research were fatwa texts about jihad against the Dutch colonial government, syarifah marriages with non- sayid men, nephew inheritance, ta'addud al-Jum'ah and tarekat which were collected using a documentative method and read using an Islamic legal philosophy approach (Usūl). al-Fiqh). Secondary data sources were taken from data written by other researchers such as Snouck Hourjge, Nico J. G. Kaptein, Azyumardi Azra, and others that were relevant to the author's discussion.

Keywords: Fatwa, Istinbat Method, Sayyid Usman, Sheikh Ahmad Khatib

(6)

ix

ثحبلا صخلم

جتنت ةقيرط نأ ةلاسرلا هذه طابنتسا

ىواتفلا دحمأ خيشلاو نامثع ديس اهمدختسا تيلا ةيعرشلا

ةينوناقلا تاجتنلما مهف في ةيصن نوكت نأ لىإ ليتم بيطلخا .

هباشتو بيطلخا دحمأ خيشلاو نامثع ديس نأ

تف في نابلطي ةنيعلما اهماوا ءاملعلا ضعب

امهعم اورصاع نيذلا صت

اظيرقتوأ احيح ةيوقتل

ةيعجرم اواتف اهم .

امهنيب قرفلاو .للادتسلاا ةقيرطو طابنتسلاا ةقيرط في

للاقتسلال هتسرامم في اًقاستا رثكأ نامثع ديسلا ناك

ي يذلا فللخاو فلسلا ءاملعلا لاوقأ هززع لأسيو ءاملعلا ءارآ مدختسي لا بيطلخا دحمأ خيشلا امنيب ،

يذلا ءاملعلا ءارآ اًنايحأ ن

اورصاع .هعم

يتن ةلاسرلا هذه معدت ج

ة نأب يطوبلا ناضمر ديعس هارجأ يذلا ثحبلا

ةملك ماكحلأا لدبت

نامزلأا لدبتب ذخؤت نأ يغبني لا

اهتقيقح نلأ ، مكلحا يذلا تي دلو نم يذلا( سايقلا وأ ةنسلا وأ نآرقلا

)امهيلك نم تيأي لازي لا

جوم لازي لا اهملاك نأ الماط اًمئاد اًدوجوم هيريغت نكيم لاو اًدو

نع لاإ نامزلأا يرغتب

سنلا قيرط .خ

لماكت دعب هباب قلغأ دقو ةيملاسلإا ةعيرشلا

ةافوو .ملسو هيلع للها ىلص بينلا

ثحابلا اهمدختسا تيلا ثحبلا اذه جهانم يفصو ثبح لكش في يعون

اذه ثحبي .يليلتح

نلما بيطخ دحمأ خيشلاو نامثع ديسلا ىوتف صن في ثحبلا ك

با ةينيدلا ديلاقتلا لوح يو ةيملاسلإا

في

ايسينودنإ لع زكرت تيلاو ، ليلدلا رايتخا ينب ةلصلا فاشكتسا ى

يعرشلا طابنتسلاا ةقيرطو ةلوامح عم

امههمافت ةقيقح بسح ةخسن وأ ءاعدا ىلع ظافلحا يه ثحبلا اذله ةيلولأا تانايبلا رداصم .ةينيدلا

ىواتف صوصن

امهنم لك لحا دض داهلجا لوح

ةموك ش جاوزو ، ةيدنلولها ةيرامعتسلاا لاجر نم ةفير

يرغ

دعتو ، خأ نبا ثايرمو ، ديس و ، ةعملجا د

طلا لوح ر ةقي سلفب اتهءارقو قثوم لكشب اهعجم تم تيلا ةيعرش ةف

لصأ جهنم( .ةيملاسإ .)هقفلا

و تانايبلا رداصم ةيناثلا

تانايب نم تذتخا اهبتك تيلا

وثحابلا ن نورخلآا لثم

كونس ره ,جنروك وكين ينتباك و ، ارزأ ىدرامويزا ، .ثحبلا اذبه ةلص مله نيذلا نم مهيرغ

تاملكلا ةيحاتفلما

بيطلخا دحمأ خيشلا ، نامثع ديس ، طابنتسلاا قرط ، ىوتفلا :

(7)

x

PEDOMAN TRANSLITERASI1

1. Padanan Aksara

Berikut ini adalah daftar aksara Arab dan padanannya dalam aksara latin:

Huruf Arab Huruf Latin Keterangan

ا tidak dilambangkan

ب b be

ت t te

ث ts tedanes

ج j je

ح h ha dengan garis bawah

خ kh ka dan ha

د d da

ذ dz de danzet

ر r er

ز z zet

س s es

ش sy es dan ye

ص s es dengan garisbawah

ض d de dengan garisbawah

1Pedoman ini disesuaikan dengan buku pedoman skripsi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Tahun 2012, hlm.43-46.

(8)

xi

ط t te dengan garisbawah

ظ z zet dengan garisbawah

ع ʻ koma terbalik diatas, hadapkanan

غ gh ge dan ha

ف f ef

ق q ki

ك k ka

ل l el

م m em

ن n en

و w we

ه h ha

ء ' apostrop

ي y ye

ة h ha

2. Vokal

Vokal dalam bahasa Arab seperti bahasa Indonesia, terdiri dari vokal tunggal atau monoftong dan vokal rangkap atau diftong. Untuk vokal tunggal alih aksaranya adalah sebagai berikut:

(9)

xii

Tanda Vokal Arab Tanda Vokal Latin Keterangan

َ__ a fatẖah

ِ__ i kasrah

ُ__ u ḏammah

Adapun untuk vokal rangkap, ketentuan alih aksaranya sebagai berikut:

Tanda Vokal Arab Tanda Vokal Latin Keterangan

يَـ ai a dan i

وَـ au a dan u

Contoh:

َبَتَك = kataba َفِرُع = ‘urifa َف يَك = kaifa َل وَح = haula 3. Maddah (Vokal Panjang)

Ketentuan alih aksara vokal panjang (madd) yang dalam bahasa Arab dilambangkan dengan harakat dan huruf adalah sebagai berikut:

Tanda Vokal Arab Tanda Vokal Latin Keterangan

اَـ â a dengan topi di atas

ْ يِـ ȋ i dengan topi di atas

ْ وُـ ȗ u dengan topi di atas

Contoh:

َناَك = kâna َل يِق = qîla اَعَد = daʻâ ُل وُقَي = yaqûlu 4. Ta' Marbûţah

1. Ta' Marbûtahhidup transliterasinya adalah /t/.

2. Ta' Marbûtahmati transliterasinya adalah /h/.

(10)

xiii

3. Jika pada suatu kata yang akhir katanya adalah Ta' Marbûtah diikuti oleh kata yang menggunakan kata sandang al, serta bacaan kedua kata itu terpisah, maka Ta' Marbûtahitu ditransliterasikan dengan /h/.

Contoh:

تاناويحلا ةقيدح = ẖadîqat al-ẖayawânâtatau ẖadîqatul ẖayawânât ةيئادتبلاا ةسردملا = al-madrasat al-ibtidâ'iyyah atau al-

madrasatul ibtidâ'iyyah.

ةزمح = hamzah 5. Syaddah (Tasydîd)

Syaddah/Tasydid ditransliterasikan dengan huruf yang sama

dengan huruf yang diberi tanda syaddah (digandakan).

Contoh:

َمَّلَع = ‘allama ُرِّرَكُي = yukarriru َمِّرُك = kurrima دَملا = al-maddu 6. Kata Sandang

a. Kata sandang diikuti oleh huruf Syamsiah ditransliterasi dengan huruf yang mengikuti dan dihubungkan dengan tanda

sambung/hubung.

Contoh:

ة َلََّصلا = as-salâtu

b. Kata sandang diikuti oleh huruf Qamariyah ditransliterasikan sesuai dengan bunyinya. Contoh:

ُقَلَف لَا = al-falaqu ُثِحاَب لَا = al-bâẖitsu

(11)

xiv 7. Penulisan Hamzah

a. Bila hamzah terletak di awal kata maka ia tidak dilambangkan dan ia seperti alif, contoh:

ُت لَكَأ = akaltu َيِت وُأ = ûtiya

b. Bila di tengah dan di akhir ditransliterasikan dengan apostrof, contoh:

َن وُلُك أَت = ta'kulûna ء يَش = syai'un 8. Huruf Kapital

Huruf kapital dimulai pada awal nama diri, nama tempat, bukan pada kata sandangnya, contoh:

نآ رُق لَا = al-Qur'ân

ُةَرَّوَنُم لَا ُةَن يِدَم لَا = al-Madînatul Munawwarah يِد وُع سَملا=al-Masʻûdî

(12)

xv DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ... ii

PERNYATAAN BEBAS PLAGIARISME ... iv

LEMBAR PENGESAHAN TESIS ... v

PERSETUJUAN HASIL UJIAN PENDAHULUAN ... Error! Bookmark not defined. ABSTRAK ... vii

PEDOMAN TRANSLITERASI ...x

DAFTAR ISI ... xv

BAB I ... 1

PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Identifikasi, Perumusan dan Pembatasan Masalah ... 8

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian... 9

D. Penelitian Terdahulu yang Relevan ... 10

E. Metodologi Penelitian ... 12

F. Sistematika Penulisan... 16

BAB II ... 17

A. Perkembangan Fatwa Masa Klasik dan Kontemporer ... 17

B. Kemunculan Fatwa Kolektif (Jama’i) dan Fatwa Individual (Fardi) di Nusantara ... 21

C. Metode Istinbat dan Dasar Penetapan Fatwa ... 25

D. Problematika Fatwa-Fatwa Kontroversial di Tengah Masyarakat ... 27

BAB III ... 32

A. Selayang Pandang Sayyid Usman bin Yahya ... 32

B. Selayang Pandang Syekh Ahmad Khatib al-Minangkabawi ... 39

C. Genealogi Paham Keagamaan Sayyid Usman bin Yahya dan Syekh Ahmad Khatib al-Minangkabawi ... 43

D. Sekilas tentang fatwa-fatwa Sayyid Usman bin Yahya dan Syekh Ahmad Khatib al-Minangkabawi ... 51

(13)

xvi

BAB IV ... 55

A. DISKURSUS IJTIHAD DALAM FATWA ... 55

B. METODE ISTINBAT FATWA-FATWA KONTROVERSIAL SAYID USMAN DAN SYEKH AHMAD KHATIB AL-MINANGKABAWI ... 60

1. Analisa Fatwa Sayyid Usman dan Syekh Ahmad Khatib al- Minangkabawi mengenai Jihad... 60

2. Analisa Fatwa Sayyid Usman Tentang Konsep Kafa’ah dalam Pernikahan Syarifah dengan Laki-laki Bukan Sayid dan Fatwa Syekh Ahmad Khatib al-Minangkabawi Tentang Warisan ... 79

3. Analisa Fatwa Sayyid Usman dan Syekh Ahmad Khatib al- Minangkabawi Tentang Ta’addud al-Jum’ah. ... 97

4. Analisa Fatwa Sayyid Usman dan Syekh Ahmad Khatib al- Minangkabawi Tentang Tarekat ... 105

5. Persamaan dan Perbedaan Metode Istinbat Hukum dalam Fatwa- Fatwa Sayyid Usman dan Syekh Ahmad Khatib al-Minangkabawi ... 120

BAB V ... 122

PENUTUP ... 122

A. Kesimpulan ... 122

B. Saran-Saran ... 122

DAFTARPUSTAKA ... 124

(14)

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Secara historis, fatwa menempati kedudukan yang sentral dalam hukum Islam. Fatwa merupakan pergerakan pembentukan syari’at, buah serta termasuk daripada cabang-cabangnya. Dalam sejarahnya, fatwa terkadang lambat diberikan seperti halnya terjadi pada periode mekkah, tidak cepat terjawab seperti pada periode madinah. Oleh karena itu dapat disimpulkan fatwa lebih cepat dikeluarkan oleh Nabi Muhammad SAW setelah hijrah dan menjadi luas cangkupan fatwanya yang disebabkan oleh bertambah luasnya kekuasaan umat Islam saat itu. Hal inilah yang mendasari terbentuknya lembaga-lembaga fatwa diberbagai Negara Islam.1

Seiring berjalannya waktu, fatwa juga dikeluarkan oleh para sahabat, tâbi’în, tâbi’u al-tâbi’în hingga sampai kepada para imam mujtahid. Karena fatwa tidak terlepas dari permasalahan ijtihad yang membuat seorang mufti atau pihak yang memberi fatwa harus mampu berijtihad atau mencari jawaban dengan mengikuti pendapat para mujtahid sebagai jawaban atas mustafti atau pihak yang meminta fatwa. Maka tidak asing jika menurut mayoritas ulama istilah mufti merupakan sinonim daripada mujtahid.2 Hanya saja mujtahid mengeluarkan hukum dengan diminta oleh pihak lain ataupun tidak, sedangkan mufti tidak megeluarkan fatwanya kecuali diminta oleh pihak peminta fatwa (muftasti) .

Permintaan oleh pihak lain masuk ke dalam salah satu bab permasalahan usul fiqh yang disebut suâl al-‘Âmî ‘an al-Dalîl (pertanyaan orang awam tentang dalil). Bab ini merupakan cabang daripada bab taqlid yang didefinisikan oleh para ulama usul dengan mengambil pendapat orang lain tanpa mengetahui dalilnya.3 Oleh karena itu orang awam yang belum mencapai derajat mujtahid wajib taqlid dengan mengikuti pendapat seorang mufti sebagaimana seorang qadi/hakim yang mengambil pendapat para saksi karena pendapat seorang mufti/para saksi bisa dijadikan hujjah.4

Dalam perkembangannya, fatwa masih bersifat fardi atau personal. Terbukti sejak periode Rasulullah sebagai mufti pertama dalam Islam hingga abad ke 4 Hijriyyah belum terbentuk lembaga resmi yang dikategorikan sebagai fatwa jama’i atau kolektif. Tetapi setelah abad ke 4 Hijriyyah sampai masa Khalifah Usmaniyyah para ulama sudah mulai menjadikan fatwa sebagai suatu keilmuan tersendiri, walaupun masih belum terbukukan sebagai koleksi fatwa-fatwa.

1 Abd al-Razzaq Abdullah Saleh bin Ghalib al-Kindy, al-Taisîr fi al-Fatwa:

Asbâbuhu wa Ḍawâbiṫuhu, (Damaskus: Muassasah al-Risalah Nasyirun, 2008), h. 32.

2 Hasan Salih, Ḍawâbiṫ al-Fatwâ fi al-Syarâ’ah al-Islâmiyyah, (al-Mamlakah al- Su’udiyah al-‘Arabiyyah, Maktabah Nizar Mustafa al-Bayan, 2007), h. 113.

3 Muhammad Hasan Hitou, al-Wajîz fi usûl al-Tasyri’ al-Islâmî, (Damaskus, Muassasah al-Risalah, t.t), h. 365

4 Zakariyya al-Ansari, Hâsyiyah al-Imâm Zakariyyâ al-Ansâri ‘ala syarhi al-Imâm al-Mahallî ‘ala jam’i al-Jawâmi’, (al-Mamlakah al-Su’udiyah al-‘Arabiyyah, Maktabah al- Rusyd, 2007), Vol. 4, h. 135.

(15)

2

Sebagai contoh kitab Adab al-Mufti wa al-Mustafti karya Ibn Salah al-Syafi’I (643 H), kitab Sifat al-Mufti wa al-Mustafti karya Ahmad bin Hamdan al- Hambali (695 H) dan kitab Adab al-Fatwa wa al-Mufti wa al-Mustafti karya Abu Zakariyya Yahya bin Syaraf al-Nawawi (676 H).5

Seiring dengan terbentuknya undang-undang pertama dalam Islam yang tersusun dalam kitab majallat al-Ahkam al-‘Adliyyah, maka terbentuk pula beberapa lembaga resmi dari pemerintah khalifah Usmaniyyah untuk menjawab berbagai problematika masyarakat. Walaupun belum terbentuk dalam buku akan tetapi terbentuknya majallat al-Ahkam al-‘Adliyyah sebagai pelopor terbentuknya mufti resmi pemerintah, ketua majelis ulama daerah dan mentri-mentri agama Islam.6

Sementara di zaman modern, fatwa personal dikeluarkan oleh banyak ulama, diantaranya fatwa Syaikh Muhammad Syaltut, fatwa Yusuf al-Qardhawi, fatwa Ibn Taimiyah, fatwa Syaikh al-Maraghi, fatwa dan lainnya.7 Sedangkan fatwa kolektif diprakarsai oleh himpunan fatwa Dār al-Iftā di Kairo yang terdiri atas lebih dari 130 volume. Koleksi fatwa ini memiliki pengaruh yang sangat luas, terbukti lembaga tersebut telah memuat fatwa selama satu abad lebih sejak 1895 hingga sekarang.8

Terdapat perbedaan antara hukum yang dikeluarkan oleh hakim dan seorang mufti, diantaranya bahwa hukum yang ditetapkan oleh hakim bersifat mengikat, sedangkan fatwa seorang mufti tidak mengikat.9 Menurut Cecerio, fatwa merupakan titik temu antara teori hukum dan praktik sosial. Oleh karenanya fatwa mempunyai fungsi beragam, seperti menjadi media hukum, instrument sosial, wacana politik maupun sebagai alat reformasi doktrinal. Bahkan lebih dari itu, fatwa dapat menciptakan kestabilan sosial antar komunitas muslim dengan menyediakan dan mempersiapkan pengaturan-pengaturan formal maupun informal untuk menjalankan urusan-urusan masyarakat.10 Bahkan menurut Nico Kaptein, fatwa merupakan unsur yang sangat baik dalam memahami realitas sosial Islam dalam berbagai konteksnya. Para sarjana di Barat semakin memperhatikan perkembangan fatwa. Sebagai contoh sebuah konferensi internasional yang diselenggarakan oleh Khalid Masud pada tahun 1990 tentang institusi fatwa yang mempublikasikan Interpretasi Hukum Islam atau dikenal

5 Muhammad Yusri Ibrahim, al-Fatwa : Ahammiyyâtuhâ, Ḍawâbiṫuhâ, Âtsâruhâ, (t.t, 2007), h. 142

6 Muhammad Yusri Ibrahim, al-Fatwa : Ahammiyyâtuhâ, Ḍawâbiṫuhâ, Âtsâruhâ, (t.t, 2007), h. 144

7 Rohadi Abdul Fatah, Analisis Fatwa Keagamaan dalam Fiqih Islam, ( Jakarta : PT. Bumi Aksara, 2006), h.158

8 Syamsul Anwar, Kata Pengantar untuk buku Tanya Jawab Agama, (Yogyakarta:

Suara Muhammadiyah), Jilid 5, h. ix-x.

9 Abu Zakariyya Muhyiddin Yahya bin Syaraf al-Nawawi, al-Majmû’ Syarh al- Muhaddzab, (Damaskus, Dar al-Fikr, t.t), Jilid 1, hal. 46.

10 Alexandre Caeiro, The Shifting Moral Universes of the Islamic Tradition of Iftā’: A Diachronic Study of Four Adab al-Fatwā Manuals, The Muslim World, vol. 96, no. 4 (Oktober 2006), h. 661.

(16)

3

dengan Islamic Legal Interpretation: Muftis and their fatwas (ILI).11

Indonesia sebagai Negara dengan penduduk muslim terbanyak di dunia tidak tertinggal dalam melegalkan terbentuknya suatu lembaga yang khusus menangani problematika pertanyaan masyarakat yang meminta fatwa atas suatu peristiwa.

Setidaknya terdapat 3 lembaga fatwa menjadi rujukan umat Islam Indonesia selama satu abad terakhir, Majelis Ulama Indonesia atau MUI yang berdiri pada tanggal 26 Juli 1975 M (17 Rajab 1395 H),12 Nahdlatul Ulama atau NU13 yang berdiri pada tanggal 31 Januari 1926 M (16 Rajab 1344 H) dan Muhammadiyyah14 yang didirikan pada tanggal 18 November 1912 M (8 Dzulhijjah 1330 H).15 Nico Kaptein menilai perubahan fatwa yang awalnya personal atau individu lalu mengarah kepada fatwa kolektif terkait dengan proses sejarah yang lebih luas, yakni kebangkitan organisasi masyarakat adat di Indonesia sejak awal abad kedua puluh, pembentukan Negara-Bangsa yang merdeka dengan birokratisnya yang bersamaan dan kelembagaan Islam yang berkelanjutan.16

Sedangkan untuk fatwa personal, setidaknya terdapat beberapa mufti yang

11 Nico J.G. Kaptein dan Michael Laffan (2005), Fatwās in Indonesia, Islamic Law and Society, Vol. 12, No. 1, h. 1.

12 Ma’ruf Amin, Himpunan Fatwa Majelis Ulama Indonesia Sejak 1975, (Ja007Akarta: Erlangga, 2011), hal. iii.

13 M. Ali Haidar, Nahdatul Ulama dan Islam Indonesia, (Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama, 1998), hal. 12. Badan Otonom dalam tubuh NU yang khusus menangani permasalahan-permasalahan masyarakat dikenal dengan Lajnah Bahsul Masail NU, dengan mendiskripsikan berbagai masalah kemudian diberikan jawaban dari pelbagai pendapat yang selanjutnya ditetapkan fatwanya pada Musyawarah Nasional (MUNAS) NU. Lihat juga Nadirsyah Hosen, “Nahdlatul Ulama and Collective Ijtihad,” dalam New Zealand Journal of Asian Studies, vol. 6, no. 1 (Juni 2004), h. 6 dan Khoiruddin Nasution, “Maslahah and Its Application in Indonesian Fatwa” dalam Studia Islamika, vol. 3, no. 4 (1996), h. 127-128.

14 Asjmuni Abdurrahman, Manhaj Majelis Tarjih Muhammadiyah Metode dan Aplikasi, Cet. V, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2010), h. 105-106. Dalam internal muhammadiyah, lembaga fatwa dikenal dengan Majelis Tarjih Muhammadiyah yang bertugas mengamati perjalanan muhammadiyah yang berhubungan dengan hukum-hukum agama, menerima dan mentarjih hukum masalah khilafiyah yang diragukan hukumnya, melakukan penyelidikan dan pembahasan yang berdasarkan Al Qur’an dan Hadits. Berbeda dengan NU maupun MUI, keputusan Majelis Tarjih setelah resmi diumumkan oleh Dewan Pusat Muhammadiyah bersifat mengikat, baik untuk organisasi maupun individu. Karena keputusan semacam itu dicapai setelah proses pengambilan keputusan yang dilembagakan dan formal, maka keputusan itu dapat dibatalkan hanya setelah prosedur serupa untuk pembatalan dilaksanakan. Lihat Nico J.G. Kaptein dan Michael Laffan (2005), Fatwās in Indonesia, Islamic Law and Society, Vol. 12, No. 1, h. 6. Begitu juga keputusan yang telah diambil Majelis Tarjih dapat dikoreksi oleh siapapun yang memberikannya asal disertakan dalil/petunjuk dalil yang kuat.

15 Niki Alma Febriana Fauzi (2015), Fatwa di Indonesia: Perubahan Sosial, Perkembangan dan Keberagaman, Jurnal Hukum Novelty, Vol. 8, No. 1, Februari 2017, h.108.

16 Nico J.G. Kaptein dan Michael Laffan (2005), Fatwās in Indonesia, Islamic Law and Society, Vol. 12, No. 1, h. 6.

(17)

4

masyhur di Indonesia dengan koleksi fatwanya. Praktek pemberian fatwa individual ini telah berlangsung cukup lama. Fatwa individual ini dipelopori oleh Sayid Usman bin Abdillah bin ‘Aqil bin Yahya al-‘Alawi dari Batavia (1822- 1914), yang merupakan salah satu ulama terkemuka di zaman Hindia-Belanda.17 Dari minangkabau daerah Sumatra Barat terkenal satu ulama bernama Syekh Ahmad Khatib al-Minangkabawi (1860-1916 ), seorang pengajar, imam dan khatib di Masjidil Haram pada masanya.18 Kemudian Ahmad Hassan (1887-1958) yang lahir di Singapura dan meninggal di Bandung sehingga dikenal oleh masyarakat Indonesia dengan Ahmad Hassan Bandung.19 Dan yang terakhir adalah KH. Sirajuddin Abbas al-Minangkabawi (1905-1980), seorang ulama, penulis buku dan politikus ulung.20

Ahmad Hassan berkiprah dalam dunia organisasi dengan menjabat sebagai salah satu pemimpin Persis (Persatuan Islam). Hal ini terlihat dari pesantren yang telah didirikannya yang bernama Pesantren Persatuan Islam di Bandung.21 KH.

Sirajuddin Abbas al-Minangkabawi sendiri juga direkrut oleh Persatuan Tarbiyah Indonesia (PERTI), bahkan menjadi Ketua Umum PERTI tahun 1936. Dibawah kepemimpinannya, tahun 1940 PERTI secara serius mendukung kemerdekaan Indonesia.22 Sedangkan Sayyid Usman belum terlihat aktif mendukung satu organisasi kecuali hanya memberikan sambutan pandangannya tentang Sarekat Islam didepan umum saat Kongres Sarekat Islam diselenggarakan di Taman Sriwedari Susuhunan di Surakarta pada 23 Maret 1913.23 Untuk Syekh Ahmad Khatib dalam otobiografinya tidak terlihat aktif dalam sebuah organisasi, disamping karena beliau bermukim di Haramain dan beliau disibukkan menjadi pengajar di serambi Masjidil Haram, tepatnya di Bab al-Ziyadah yang murid halaqahnya mencapai 100 murid.24

Sayyid Usman dikenal sebagai Mufti Betawi dengan berbagai sikap dan fatwa kontroversialnya, diantaranya Sayyid Usman menjadi kolega C. Snouck

17 Nico J.G. Kaptein, Islam, Colonialism, and the Modern Age in the Netherlands East Indies: A Biography of Sayyid ‘Uthman (1822-1914), (Leiden & Boston: Brill. 2014), h.

1.

18Amirul Ulum, Syekh Ahmad Khatib al-Minangkabawi, (Yogyakarta: Global Press, 2017), h. 51.

19 Niki Alma Febriana Fauzi (2015), Fatwa di Indonesia: Perubahan Sosial, Perkembangan dan Keberagaman, Jurnal Hukum Novelty, Vol. 8, No. 1, Februari 2017, h.110.

20 Saifuddin Dhuhri , The Text of Conservatism: The Role of Abbas’ Ahl al-Sunnah wa al-Jamā‘ah in Underpinning Acehnese Current Religious Violence, Studia Islamika, Vol.

23, No. 1, 2016, h. 33.

21 Siti Aisyah, Pemikiran Ahmad Hassan Bandung Tentang Teologi Islam, Jurnal Al-Lubb, Vol. 2, No. 1, 2017, h. 52

22 Saifuddin Dhuhri , The Text of Conservatism: The Role of Abbas’ Ahl al-Sunnah wa al-Jamā‘ah in Underpinning Acehnese Current Religious Violence, h. 35.

23 Nico J. G. Kaptein, Islam, Kolonialisme, dan Zaman Modern di Hindia-Belanda, (Yogayakarta: Suara Muhammadiyah, 2017), H. 330.

24 Amirul Ulum, Syekh Ahmad Khatib al-Minangkabawi, (Yogyakarta: Global Press, 2017), h. 91.

(18)

5

Hurgronje, seorang berkebangsaan Belanda yang beragama Kristen dan akhirnya masuk Islam untuk memperdalam agama Islam. Pandangan-pandangan yang kritis terhadap tarekat pada masanya, hingga fatwa-fatwanya tentang jihad di Bekasi dan Banten, begitu juga tidak kalah penting adalah fatwa tentang harta benda bersama (gono-gini) dalam pernikahan dan konsep kafa’ah dalam pernikahan syarifah dan non sayid.25 Berbeda dengan Sayyid Usman, Syekh Ahmad Khatib dalam beberapa fatwanya menanggapi sikap dan fatwa-fatwa Sayyid Usman, seperti permasalahan jihad, sholat jum’at, berdoa untuk orang non muslim, dan lain-lain. Ini yang mendorong penulis untuk meneliti lebih jauh istinbat hukum fatwa-fatwa Sayyid Usman dan Syekh Ahmad Khatib tersebut.

Sayyid Usman bernama lengkap Usman bin ‘Abdullah bin ‘Aqil bin bin Umar bin Yahya al-‘Alawi al-Husaini. Lahir pada tanggal 17 Rabiul awal 1238 H atau 1 Desember 1882 M di Pekojan, Batavia.26 Ayahnya ‘Abdullah bin ‘Aqil lahir di Mekkah dan merupakan salah seorang ulama/pedangan dari kalangan diaspora Hadramaut. Sedangkan Ibunya bernama Aminah, putri ‘Abdurrahman al-Mishri.27 Nasab sayyid Usman bersambung sampai Rasulullah SAW sehingga dijuluki Sayyid atau Habib. Mohamad Noupal menyebutkan nasab Sayyid Usman sampai Rasulullah dengan bersumber pada kitab Sayyid Usman sendiri yang berjudul Hadzihî al-Syajarah al-‘Âliyah fî al-Rawdah al-Saniyyah (manuskrif), juga disebutkan dalam kitab ‘Aqd al-Jumân fî Adâb Tilâwat al-Qur`ân halaman 116 dengan sanad sebagai berikut :

Utsman ibn ‘Abdullah ibn ‘Aqil ibn ‘Umar ibn ‘Aqil ibn Syekh ibn ‘Abd al- Rahman ibn ‘Aqil ibn Ahmad ibn Yahya—dari sini marga Sayyid Utsman diambil—ibn Hasan ibn ‘Ali ibn ‘Alwi ibn Muhammad Mawla alDawilah ibn ‘Ali ibn ‘Alwi ibn Muhammad Faqih Muqaddam ibn Ali ibn Muhammad Shahib Mirbath ibn ‘Ali Khala’ Qasam ibn ‘Alwi ibn Muhammad ibn ‘Alwi ibn ‘Ubaidillah ibn Ahmad al-Muhajir ibn Isa ibn Muhammad al-Naqib ibn

‘Ali al-‘Uraidhi ibn Ja’far Shadiq ibn Muhammad al-Baqir ibn ‘Ali Zain al-

‘Abidin ibn Husein ibn ‘Ali ibn Abi Thalib dengan Fathimah binti Muhammad SAW.28

Sejak 3 tahun, ayahnya kembali ke Mekkah sehingga dirawat dan dididik oleh kakeknya dari jalur ibu ‘Abdurrahman al-Mishri. Kakeknya ini merupakan suami dari anak perempuan Syekh Junaid, seorang ulama yang disebut sebagai poros keilmuan Islam di Betawi. Sebelum hijrah ke Betawi, Syekh Junaid tinggal

25 Azyumardi Azra, Jaringan Global dan Lokal Islam Nusantara, (Bandung, Mizan Media Utama (MMU), 2002), H. 144.

26 Pekojan merupakan satu daerah yang didominasi oleh koloni-koloni Arab di Indonesia. Selain dari Arab, banyak juga yang singgah disini dari Gujarat, Coromandel dan Malabar. Lihat Muhammad Haryono, Peranan Komunitas Arab dalam Bidang Sosial- Keagamaan di Betawi 1900-1942 dalam Jurnal Al-Turas, Vol. XXI, No. 1 Januari 2015, h.

172

27 Nico J. G. Kaptein, Islam, Kolonialisme, dan Zaman Modern di Hindia-Belanda, (Yogayakarta: Suara Muhammadiyah, 2017), h. 63.

28 Muhammad Noupal, Kontroversi Tentang Sayyid Usman bin Yahya (1822-1914) sebagai Penasehat Snouck Hurgronje, (Conference Proceedings, Annual International Conference on Islamic Studies, AICIS XII), h. 1371.

(19)

6

di Mekkah walaupun hanya selama 6 tahun tapi sudah menjadi Imam di Masjidil haram dan menjadi Syekh al-Masyayikh ulama sunni abad ke 18 dan 19.29 Pada usia 18 tahun, Sayyid Usman berangkat ke Mekkah untuk menemui ayahnya dan berguru padanya. Begitu juga ia menuntut ilmu kepada mufti syafi’i terkemuka Sayyid Ahmad Zaini Dahlan. Selain itu Sayyid Usman juga berguru kepada Syekh Ahmad al-Dimyati dan al-Habib Muhammad bin Husain al-Habsyi.30 Sayyid Usman menetap di Mekkah selama 6 tahun menurut Nico Kaptein, sedangkan menurut Azyumardi Azra, selama 7 tahun.

Setelah dari Mekkah, Sayyid Usman mengembara ilmu ke Hadramaut, Negeri para datuknya. Disana ia belajar kepada al-Habib ‘Abdullah bin Husain bin Thahir (1777-1855), al-Habib ‘Abdullah bin ‘Umar, al-Habib Hasan bin Salih al-Bihr (1777-1856), al-Habib Muhammad bin Thahir dan al-Habib ‘Alwi Saqqaf al-Jufri (meninggal pada 1856), dan lain-lain. Kurang lebih 15 tahun lamanya Sayyid Usman menetap di Hadramaut. Selain belajar, Sayyid Usman juga membina keluarga atas permintaan salah satu gurunya. Ia menikahi wanita dari golongan Syarifah dari keluarga Bani Sahl.31 Lalu pada tahun 1862, Sayyid Usman kembali ke Batavia dengan meninggalkan istrinya di Hadramaut. Menurut Fanani, istri Sayyid Usman dari keluarga Jamal al-Lail, dan dari pernikahan ini setidaknya lahir dua orang laki-laki, ‘Alwi dan ‘Aqil.32 Di Mekkah, Sayyid Usman bertemu dengan C. Snouck Hurgonje yang membicarakan tentang situasi keagamaan di Indonesia, salah satunya adalah tentang Aceh.33

Sekembalinya di Batavia, Sayyid Usman mencurahkan waktu dan tenaganya untuk berdakwah. Hal ini tercermin dengan dimintanya beliau untuk menggantikan Haji Abdul Ghani Bima untuk memberikan kajian dan ceramah keagamaan di Masjid Pekojan yang selanjutnya menjadi pusat aktifitas Sayyid Usman kemudian.34 Selain masjid Pekojan, Sayyid Usman juga diminta pula oleh Haji Abdul Mu’in untuk mengajar di Masjid Pasar Senen, di Kampung

29 Hal ini menurut Radinal mengutip dari Rakhmad Zailani Kiki dari Pusat Pengkajian dan Pengembangan Islam Jakarta (Jakarta Islamic Centre), lihat Radinal Mukhtar Harahap, Narasi Pendidikan dari Tanah Betawi: Pemikiran Sayyid Usman tentang Etika Akademik, dalam Journal Of Contemporary Islam and Muslim Societies, Vol. 2, No. 2 Juli- Desember 2018, h. 179

30 Nico J. G. Kaptein, Islam, Kolonialisme, dan Zaman Modern di Hindia-Belanda, (Yogayakarta: Suara Muhammadiyah, 2017), h. 70.

31 Freitag, Indian Ocean Migrants and State Formation in Hadhramaut: Reforming the Homeland, (Leiden: Brill, 2004), h. 133.

32 Ahwan Fanani, Fikih Hubungan Antarumat Beragama dalam Pemikiran Sayid Usman bin ‘Abdullah bin ‘Aqil bin Yahya al-‘Alawi, (Disertasi UIN Suarabaya, 2011), h.

155.

33 Yunani Hasan, Politik Christian Snouck Hurgronje terhadap Perjuangan Rakyat Aceh, (Jurnal Criksetra: Jurnal Pendidikan dan Kajian Sejarah Vol. 3 No. 4 Agustus 2013),h.

48

34 Ali bin Sayyid Usman, Ini Hikayat Bernama Qamar al-Zaman Menyatakan Keadaan al-Marhum al-Habib Usman dan Tariqahnya, (Batavia, Plano Sayyid Usman, 1984), h. 10

(20)

7 Besar.35

Sayyid Usman termasuk ulama produktif dengan menulis beberapa kitab dan risalah-risalah pendek tentang jawaban-jawaban permasalahan keagamaan di masyarakat. Diantara jawaban-jawaban tersebut terdapat beberapa fatwa- fatwa yang kontroversial. Sebagai contoh adalah fatwa Sayyid Usman tentang pemberontakan di Bekasi dan Cilegon. Dalam kitabnya yang berjudul Manhaj al-Istiqāmah fī al-Dīn bi al-Salāmah, Sayyid Usman pertama-pertama menjelaskan tentang arti ghurur (tipu daya). Salah satu bagian dari ghurur menurut Sayyid Usman adalah sangkaan sebagian orang jahil tentang bab jihad.

Menurut Sayyid Usman bahwa sekumpulan orang yang membuat rusuh Negri yang dimana sebagian masyarakat menyebutnya perang sabil itu termasuk dari ghurur yang amat besar dan membuat banyak madhorot bagi masyarakat.

Selanjutnya Sayyid Usman menjelaskan tentang jihad itu terdapat syarat- syaratnya dan mencontohkan pemberontakan yang terjadi di Cilegon-Banten dan Bekasi.36 Menurut Amiq, pendapat Sayyid Usman tentang jihad ini mengikuti prinsip menolak kerusakan lebih diutamakan daripada memandang kemaslahatan. Di karenakan fatwa Sayyid Usman ini juga dikeluarkan didalam kitab yang membahas tentang banyak perilaku bid’ah dalam beragama, salah satunya adalah kesalahan dalam pemaknaan jihad.37 Bahkan menurut Karel A.

Steenbrink mengutip penelitian Sartono Kartodirdjo bahwa motivasi pemberontakan di Cilegon ini adalah campuran antara motif ekonomi, politik, sosial dan agama.38 Jajang A. Rohmana bahkan menyebut Sayyid Usman merupakan mufti betawi keturunan Arab yang cenderung akomodasionis terhadap kekuasaan pemerintah Belanda.39

Kontroversial-kontroversial inilah yang sering menjadi alasan dari orang- orang Arab pada saat itu untuk mendeskreditkan Sayyid Utsman. Beberapa artikel di sejumlah koran berbahasa Arab yang terbit di Turki, Beirut atau Mesir, selalu menyudutkan posisi Sayyid Utsman sebagai pengkhianat dan orang yang tidak memperdulikan nasib sesama orang Islam.40 Begitu juga perdebatan Sayyid Usman dengan para pembaharu di Mesir seperti Muhammad Abduh,

35 Nico J. G. Kaptein, Islam, Kolonialisme, dan Zaman Modern di Hindia-Belanda, (Yogayakarta: Suara Muhammadiyah, 2017), h. 89.

36 Sayyid Usman bin Abdullah bin Aqil bin Yahya al-Alawi, Manhaj al-Istiqāmah fī al-Dīn bi al-Salāmah, (Jakarta, Syarikat Maktabah al-Madaniyah, tt), h. 22.

37 Amiq, Two Fatwas on Jihad against the Dutch Colonization in Indonesia: A Prosopograpical Approach to The Study of Fatwa, (Jurnal Studia Islamica, Vol. 5, No. 3, 1998), h. 105.

38 Karel A. Steenbrink, Beberapa Aspek Tentang Islam di Indonesia Abad Ke-19, ( Jakarta: P. T. Bulan Bintang, 1984), h. 58.

39 Jajang A Rohmana, Persahabatan Penjajah dan Bangsa Jajahan di Hindia Belanda: C. Snouck Hurgronje dan Haji Hasan Mustapa, (Jurnal Afkaruna, Vol. 17, No. 2 Desember 2016), h. 145

40 Misalnya dalam koran al-Muayyad (edisi 12 Februari 1896); al Ma’lumat (edisi no. 146, 150, 151 tahun 1899); Liwa` (edisi 11 Mei 1904); Tsamarat al-Funun (edisi no.

1255, tahun 1899). Lihat selanjutnya Snouck Hurgronje, Nasehat-Nasehat IX, hal. 1648, 1694, 1744, 1748, 1750.

(21)

8

Rasyid Ridha. sejumlah surat kabar di Timur Tengah, seperti al-Mu‘ayyad dan al-Manār di Kairo, Mesir. Pemberlakuan kebijakan diskriminatif oleh Belanda kepada orang Arab, seperti sistem tempat tinggal dan izin bepergian yang rumit, menjadi dasar pertanyaan kenapa Sayyid Usman bekerjasama dengan pihak kolonial. Kritik tersebut mulai secara tegas disuarakan setelah kedatangan duta Turki Usmani di Batavia Kamil Bey pada November 1897. Dia bersikap anti- Belanda, yang disuarakan sejalan dengan aspirasi pan-Islamisme ala Turki Usmani yang diketengahkannya. Majalah al-Manār bahkan memberi perhatian khusus kepada Sayyid Usman, yang digambarkanya -dengan mengambil kasus penaklukan Aceh oleh Belanda- telah ikut melemahkan posisi Umat Islam.41 Begitu juga penolakan Sayyid Usman terhadap pembaharu di Arab Saudi, Muhammad bin Abd al-Wahhab dalam permasalahan ijtihad.42

Walaupun begitu, Syekh Ahmad Khatib tidak terlepas dari pro dan kontra dengan ulama sezamannya. Dalam menanggapi berbagai permasalahan atau pertanyaan, Syekh Ahmad Khatib menjawabnya lewat beberapa karya tulis.

Sebagai contoh Snouck Hurgonje yang tidak suka akan keberadaan Syekh Ahmad Khatib tentang karya-karyanya yang menampik pihak kompeni seperti adat matrilineal dalam masalah warisan dan menampik syubhat yang mengatakan bahwa Islam itu sama dengan Kristen. Begitu juga perdebatannya dengan mufti Betawi Sayyid Usman bin Aqil bin Yahya dalam masalah masjid baru di Palembang. Selain itu Syekh Ahmad Khatib juga menentang tarekat, khususnya tarekat al-Naqsyabandiyyah. Termasuk kontra juga dengan Sayyid Usman dalam masalah jihad melawan Belanda dan masalah doa untuk non Muslim.43 Perdebatan-perdebatan antara Sayyid Usman dan Syekh Ahmad Khatib ini menjadi kajian menarik untuk diteliti. Dengan fokus kajian pada masalah jihad melawan Belanda, pernikahan kafa’ah syarifah dengan laki-laki bukan sayid, ta’addud al-jum’ah dan masalah tarekat. Dengan menganalisis dan membandingkan fatwa-fatwa Sayyid Usman dan Syekh Ahmad Khatib al- Minangkabawi terutama dalam istinbat hukum Islam yang tersebar di berbagai karya-karya keduanya. Selain menganalisis, penulis juga memberikan kritik dengan cara mengkomparasikan fatwa-fatwa keduanya dengan pendapat para ulama madzhab dan ulama yang sezaman dengan keduanya.

B. Identifikasi, Perumusan dan Pembatasan Masalah

1. Berdasarkan latar belakang yang dipaparkan sebelumnya, penulis mengidentifikasi beberapa masalah yang perlu untuk diteliti, diantaranya :

41 Jajat Burhanuddin, Islam dan Kolonialisme: Sayyid Usman ddan Islam di Indonesia Masa Penjajahan, (Studia Islamika, Vol. 22, No. 1, 2015), h. 193

42 Muhammad Noupal, Kritik Sayyid Utsman bin Yahya terhadap Pemikiran Pembaharuan Islam: Studi Sejarah Sosial Intelektual Islam di Indonesia dalam jurnal Intizar, Vol. 20, No. 1, 2014, h. 31

43 Karel A.Steenbrink, Beberapa Aspek Tentang Islam di Indonesia Abad Ke-19, ( Jakarta: P. T. Bulan Bintang, 1984), h. 141

(22)

9

a. Perkembangan fatwa di Nusantara abad 19-20, baik personal maupun lembaga.

b. Sejarah ulama-ulama Indonesia di Haramain.

c. Fatwa-fatwa individu ulama yang menimbulkan pro dan kontra.

d. Konsep pemikiran Sayyid Usman dan Syekh Ahmad Khatib dalam mengeluarkan fatwa.

e. Metode istinbat hukum Sayyid Usman dan Syekh Ahmad Khatib dalam beberapa fatwa yang kontroversial

2. Berdasarkan identifikasi masalah diatas, masalah utama dalam penelitian ini ialah Metode Istinbat hukum fatwa Sayyid Usman sebagai Mufti Betawi dan Syekh Ahmad Khatib al-Minangkabawi (sebuah studi perbandingan). Namun untuk lebih fokusnya penelitian ini maka rumusan masalah yang diajukan sebagai berikut :

a. Bagaimana diskursus ijtihad dalam fatwa di dunia Islam dan Nusantara?

b. Bagaimana metode istinbath fatwa Sayyid Usman dan Syekh Ahmad Khatib dalam masing-masing fatwanya?

c. Apa perbedaan dan persamaan metode istinbat fatwa Sayyid Usman dan Syekh Ahmad Khatib

3. Berdasarkan identifikasi dan perumusan masalah di atas, maka penulis membatasi permasalahan pada :

a. Pembahasan mengenai diskursus ijtihad dalam fatwa di dunia Islam dan Nusantara

b. Fokus permasalahan dari penelitian ini adalah metode istinbat fatwa-fatwa Sayyid Usman dan Syekh Ahmad Khatib yang menimbulkan perdebatan antara keduanya dalam beberapa karyanya. Pemikiran ini difokuskan pada kitab-kitab Sayyid Usman dan Syekh Ahmad Khatib yang membahas tentang permasalahan fiqh, sedangkan fatwa-fatwa keduanya diambil dari beberapa jawaban atas problematika sebagian masyarakat waktu itu.

c. Perbedaan dan persamaan metode istinbat fatwa Sayyid Usman dan Syekh Ahmad Khatib.

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

Berdasarkan masalah utama di atas, maka, penelitian ini bertujuan menganalisa perdebatan antara Sayyid Usman dan Syekh Ahmad dalam beberapa fatwanya. Oleh karena itu penelitian ini memiliki tujuan sebagai berikut :

1. Menguraikan diskursus ijtihad dalam fatwa di dunia Islam dan Nusantara 2. Mengkomparasikan dasar-dasar istinbat hukum Sayyid Usman dan Syekh

Ahmad Khatib dalam bidang syariah/fiqh, khususnya tentang permasalahan fatwa-fatwa yang menimbulkan kontroversi di tengah masyarakat..

3. Mengetahui perbedaan dan persamaan metode istinbat fatwa Sayyid Usman dan Syekh Ahmad Khatib.

Adapun manfaat penelitian ini adalah:

1. Menambah khazanah studi mengenai salah tokoh ulama Nusantara, terutama

(23)

10

mengenai pemikirannya di bidang fatwa tentang yang selama ini belum mendapat perhatian secara serius dikalangan akademik.

2. Menjadi salah satu bahan rujukan bagi semua pihak yang mempunyai kepentingan dengan kajian terhadap dinamika pemikiran fiqh di Nusantara, terutama terkait dengan tokohnya Sayyid Usman dan Syekh Ahmad Khatib.

D. Penelitian Terdahulu yang Relevan

Dalam literatur kepustakaan, nama Sayyid Usman dan Syekh Ahmad Khatib sudah tidak asing dikalangan para peneliti. Baik dari kalangan peneliti barat maupun dari Indonesia sendiri. Hanya saja penulis belum menemukan penelitian tentang studi perbandingan antara fatwa-fatwa Sayyid Usman dengan Syekh Ahmad Khatib dalam beberapa fatwa yang terjadi di Masyarakat. Terlebih dalam pendekatan filsafat hukum Islam. Disini penulis menemukan beberapa penelitian yang relevan, diantaranya:

Pertama, Nico J. G. Kaptein dam bukunya yang berjudul Islam, Colonialism, and the Modern Age in the Netherlands East Indies: A Biography of Sayyid ‘Uthman (1822-1914), 2014.44 Buku ini membahas secara tuntas tentang biografi Sayyid Usman dengan sumber kitab karya putra Sayyid Usman sendiri yang berjudul Suluh al-Zaman dan Qamar al-Zaman. Selain itu menjelaskan hubungan Sayyid Usman dengan kolonial dan menjelaskan pula karangan-karangannya, baik yang sudah dicetak maupun yang masih berbentuk manuskrip, baik berupa surat-surat, kitab-kitab, dan makalah-makalah kecil yang pernah ditulis Sayyid Usman. Persamaan buku ini dengan penelitian yang akan dilakukan adalah dari segi biografi lebih lengkap, walaupun sedikit berbeda dengan pandangan peneliti lain seperti Azyumardi Azra. Dan juga fokus penelitian yang akan dilakukan ini adalah tentang studi perbandingan antara metode istinbath fatwa-fatwa Sayyid Usman dengan Syekh Ahmad Khatib dalam beberapa fatwa yang terjadi di Masyarakat .

Kedua, Tesis yang ditulis oleh Nurhasanah dengan judul Kontribusi Sayyid Utsman dalam Kehidupan Keagamaan Masyarakat Islam Batavia (1862-1914), 2017.45 Tesis ini mengungkap beberapa kontribusi Sayyid Utsman pada mayarakat, baik dalam bidang keagamaan, sosial budaya, pendidikan dan dakwah. Tesis ini juga menjelaskan hubungan Sayyid Usman dengan kolonial Belanda maupun ulama-ulama yang semasa dengannya. Persamaan penelitian ini adalah dalam meneliti hubungan Sayyid Usman dengan pemerintah saat itu maupun dengan ulama daerah dan menjadi perhatian penting tentang motiv hubungan ini. Sedangkan perbedaannya fokus tesis ini masih bersifat umum karena berbentuk kontribusi, sedangkan yang akan peneliti lakukan adalah studi

44 Nico J. G. Kaptein, Islam, Colonialism, and the Modern Age in the Netherlands East Indies: A Biography of Sayyid ‘Uthman (1822-1914), 2014. Buku ini telah diterjemahkan oleh M. Yuanda Zara dengan judul Islam, Kolonialisme, dan Zaman Modern di Hindia-Belanda, Biografi Sayid Usman (1822-1914), 2017.

45 Nurhasanah, Kontribusi Sayyid Utsman dalam Kehidupan Keagamaan Masyarakat Islam Batavia (1862-1914), 2017.

(24)

11

perbandingan metode istinbath dalam fatwa-fatwa Sayyid Usman dengan Syekh Ahmad Khatib dalam beberapa fatwa yang terjadi di Masyarakat.

Ketiga, tesis yang ditulis oleh Siti Suniyah pada tahun 2015 dengan judul Kritik Terhadap Tarekat: Kajian Terhadap Pemikiran Sayyid Usman.46 Tesis ini membuktikan bahwa kritik ulama Nusantara terhadap tarekat pada abad ke 19 muncul sebagai respon internal terhadap kondisi sosial masyarakat, baik dari segi keagamaan maupun politik. Tesis ini serasi dengan penelitian yang dilakukan Muhammad Noupal dalam disertasinya yang berjudul Pemikiran Keagamaan Sayyid Usman yang menyimpulkan bahwa kritik tarekat pada abad 19 tidak ditujukan pada salah satu tarekat saja, melainkan untuk segala jenis tarekat. Dan dapat dikatakan pengktitik tarekat sebagai oposisi ulama anti tarekat. Persamaan tesis ini dengan penelitian yang akan dilakukan adalah tentang sejarah sosial maupun intelektual Sayyid Usman dan kondisi masyarakat saat itu dengan lebih mencari kembali sejarah-sejarah yang belum terungkap.

Perbedaannya terletak pada focus penelitian. Siti Suniyah memfokuskan pada kritik terhadap tarekat, sedangkan dalam penelitian ini pada studi perbandingan metode istinbath dalam fatwa-fatwa Sayyid Usman dengan Syekh Ahmad Khatib dalam beberapa fatwa yang terjadi di Masyarakat.

Keempat, disertasi yang ditulis oleh Muhammad Noupal dengan judul Pemikiran Keagamaan Sayyid Usman bin Yahya (1822-1914): respon dan kritik terhadap kondisi sosial keagamaan di Indonesia, 2008.47 Disertasi ini berisi tentang pemikiran Sayid Usman dengan pengklasifikasian 3 macam bidang keilmuan, yaitu syari’ah, akidah, dan tasawuf. Dalam permasalahan syari’ah disebutkan beberapa kitab dan sebagian isinya. Akan tetapi dalam permasalahan fiqh tentang bab jihad dan kafa’ah dan fatwa kontroversial lain, penulis merasa masih kurang dan perlu untuk diteliti kembali. Terlebih fokus penelitian yang akan dilakukan penulis adalah studi perbandingan metode istinbath dalam fatwa- fatwa Sayyid Usman dengan Syekh Ahmad Khatib dalam beberapa fatwa yang terjadi di Masyarakat.

Kelima, Karel A. Steenbrink dalam bukunya yang berjudul Beberapa Aspek Tentang Islam di Indonesia Abad Ke-19.48 Buku ini membahas beberapa peristiwa penting yang terjadi di Indonesia mulai abad ke-19, peranan ulama, kehidupan keagamaan dan kebijaksanaan pemerintah Hindia Belanda abad ke 19. Dalam bab peranan ulama Karrel menyebutkan Syekh Ahmad Khatib disertai biografi singkat dan polemik-polemiknya. Persamaan penelitian ini dengan buku Karrel adalah dari segi sejarah politik dalam perkembangan Islam di Indonesia abad ke 19 dan biografi Syekh Ahmad Khatib. Hanya saja masih perlu diteliti kembali tentang polemik-polemik Syekh Ahmad Khatib dengan ulama sezamannya sepeti Sayyid Usman dari segi istinbat hukumnya.

46 Siti Suniyah, Kritik Terhadap Tarekat: Kajian Terhadap Pemikiran Sayyid Usman, 2015.

47 Muhammad Noupal, Pemikiran Keagamaan Sayyid Usman bin Yahya (1822- 1914): respon dan kritik terhadap kondisi sosial keagamaan di Indonesia, 2008.

48 Karel A. Steenbrink, Beberapa Aspek Tentang Islam di Indonesia Abad Ke-19.

(25)

12

Keenam, Ahmad Fauzi Ilyas dalam jurnal yang berjudul Syekh Ahmad Khatib Minangkabau dan Polemik Tarekat Naqsyabandiyyah di Nusantara.49 Dalam artikel ini Ahmad Fauzi menjelaskan biografi singkat Syekh Ahmad Khatib dan beberapa karyanya. Termasuk dalam inti artikel yang membahas tentang polemik Syekh Ahmad Khatib dengan tarekat Naqsyabandiyyah. Akan tetapi penulis belum menemukan istinbat hukum pengambilan fatwa-fatwa yang terjadi antara Syekh Ahmad Khatib dengan Sayyid Usman.

Ketujuh, Amiq dalam jurnalnya yang berjudul Two Fatwas on Jihad against the Dutch Colonization in Indonesia: A Prosopograpical Approach to The Study of Fatwa.50 Amiq menyebutkan dua Ulama besar di Nusantara yang mengeluarkan fatwa yang sangat berpengaruh dalam masyarakat dengan tidak lupa menjelaskan singkat biografi singkat keduanya, yakni KH. Hasyim Asy’ari dengan fatwa resolusi jihadnya melawan penjajahan setelah kemerdekaan dan Sayyid Usman dengan fatwa ghurur atas pemberontakan yang dilakukan oleh para petani di Banten dan Bekasi dalam melawan Pemerintahan Kolonial Belanda. Penulis menilai masih kurang dalam penjelasan mengenai fatwa Sayyid Usman tentang jihad dan dasar-dasar yang digunakannya sebagai pijakan fatwa tersebut. Dan juga perdebatan Sayyid Usman dengan Syekh Ahmad Khatib dalam fatwa-fatwanya tersebut.

Kedelapan, Ahmad Athoillah dengan tulisannya yang berjudul Kritik Sayid Usman bin Yahya terhadap Ideologi Jihad dalam Gerakan Sosial Islam Pada Abad 19 dan 20.51 Dalam penjelasannya Ahmad Athoillah menjelaskan panjang lebar tentang sejarah dan sebab-sebab peperangan melawan Belanda. Sehingga menurutnya masing-masing dari golongan baik yang mengkritik pemberontakan dan yang mendukung mempunyai dasar tersendiri. Persamaan penelitian ini pada penelitian yang akan dilakukan penulis adalah tentang sejarah perjuangan Sayyid Usman dalam mengkritik ideologi jihad melawan Belanda, sedangkan perbedaannya adalah penulis akan melakukan analisa istinbath hukum Sayyid Usman dengan dibandingkan pemikiran Syekh Ahmad Khatib. Menurut pandangan penulis perlu diteliti lebih lanjut dasar-dasar pemikiran fiqh Sayyid Usman secara umum dan pemaknaannya terhadap jihad terutama jihad untuk Negara, jihad sebelum kemerdekaan dan jihad dibawah kekuasaan pemerintah Hindia Belanda.

E. Metodologi Penelitian 1. Bentuk Penelitian

49 Ahmad Fauzi Ilyas dalam jurnal yang berjudul Syekh Ahmad Khatib Minangkabau dan Polemik Tarekat Naqsyabandiyyah di Nusantara dalam Journal of Contemporary Islam and Muslim Societies Volume 1 Nomor 1 Januari-Juni 2017.

50 Amiq dalam jurnalnya yang berjudul Two Fatwas on Jihad against the Dutch Colonization in Indonesia: A Prosopograpical Approach to The Study of Fatwa dalam jurnal Studia Islamica Volume 5 Nomor 3, 1998.

51 Ahmad Athoillah dengan tulisannya yang berjudul Kritik Sayid Usman bin Yahya terhadap Ideologi Jihad dalam Gerakan Sosial Islam Pada Abad 19 dan 20 dalam jurnal Refleksi Volume 13 Nomor 5 Oktober 2013.

(26)

13

Dalam penelitian ini, penulis menggunakan bentuk penelitian yang berupa kepustakaan (library research) dengan mencari dan menganalis data-data yang berupa dokumen-dokumen yang berkaitan langsung dengan masalah yang diteliti.

Bentuk penelitian lain dalam perspektif analisisnya, penulis menggunakan penelitian kualitatif. Sedangkan bentuk penelitian dilihat dari perspektif tujuan penyelenggaraan penelitian, peneliti memilih menggunakan penelitian deskriptif, yakni dengan memberikan gambaran yang lebih detail tentang biografi Sayyid Usman dan Syekh Ahmad Khatib serta mendiskriptifkan fatwa-fatwa keduanya yang menimbulkan perdebatan.

2. Jenis Penelitian

Penulis dalam mengkaji penelitian ini menggunakan jenis penelitian normatif52, dengan meneliti hasil pemikiran (ijtihad) Sayyid Usman dan Syekh Ahmad Khatib dalam beberapa fatwa keduanya yang menimbulkan perdebatan serta latar belakang fatwa tersebut muncul.

3. Pengorganisasian Data a. Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data dari penelitian ini adalah dengan mengumpulkan beberapa karya Sayyid Usman dan Syekh Ahmad Khatib yang berhubungan dengan masalah yang akan diteliti. Masalah-masalah yang akan diteliti penulis berhubungan dengan fatwa-fatwa Sayyid Usman dan Syekh Ahmad Khatib maka penulis pertama-tama mengumpulkan kitab-kitab beliau yang berisikan fatwa-fatwa, baik yang masih berupa manuskrip maupun yang sudah dicetak seperti Manhaj al-Istiqāmah fī al-Dīn bi al- Salāmah, Taftīḥ al-‘Uyūn, Fatwa tentang persoalan kafa’ah, Fasl al-Khitab fi Bayan al-Sawab, Kitab al-Qawanin al-Shar’iyya li-ahl al-Majalis al- Hukumiyya bitahqiq al-Masail li-yatamayyaza la-hum al-Haqq min al-Batil, dan lain-lain dari kitab-kitab Sayyid Usman. Sedangkan dari kitab-kitab Syekh Ahmad Khatib seperti Sulhu al-Jama’atain fi jawaz ta’addud al- Jum’atain, al-Radd ‘ala Taftih al-Muqlatain fi al-Radd ‘Ala Sulhi al- Jama’atain, al-Suyuf wa al-Khanazir ‘Ala Riqabi kulli Man Yad’u lilkafir, dan lain-lain. Kedua, menganalisa pemikiran Sayyid Usman dan Syekh Ahmad Khatib dalam beberapa fatwa keduanya yang menimbulkan perdebatan.

b. Pengolahan Data

Untuk mengolah data dari sumber-sumber yang telah ditemukan, selanjutnya penulis memisahkan data-data tersebut menjadi dua, yakni sumber data primer dan sumber data sekunder.

1) Sumber Primer

Sumber data primer yang digunakan penulis adalah karya-karya Sayyid

52 Menurut M. Atho Mudzhar melengkapi pendapat Soerjono bahwa studi Hukum Islam diklasifikasikan menjadi 3, yaitu Studi Filsafat Hukum Islam, Studi Hukum Islam Normatif dan Studi Hukum Islam Empiris. Oleh karena itu penulis memilih studi Islam normatif karena berkaitan dengan fatwa-fatwa mufti/ulama (individual dan kolektif). Lihat M. Atho Mudzhar, Tantangan Studi Islam di Indonesia Dewasa Ini , dalam Jurnal Indo- Islamika, Vol. 2, No. 1, 2012/1433, h. 95.

(27)

14

Usman dan Syekh Ahmad Khatib, baik yang sudah dicetak oleh penerbit dan sudah beredar dikalangan masyarakat maupun karya yang masih berbentuk manuskri yang tersimpan rapi Perpustakaan Nasional Republik Indonesia (PNRI) dan Arsip Nasional Republik Indonesia (ANRI) atau yang masih dikoleksi oleh keturunan Sayyid Usman dan Syekh Ahmad Khatib.

2) Sumber Data Sekunder

Sumber data sekunder sebagai sumber data pendukung, penulis mengambil data-data yang ditulis oleh para peneliti lain seperti Snouck Hourjge, Nico J. G. Kaptein, Azyumardi Azra, Karrel A. Steenbrink dan lain- lain.

4. Analisis Data

Untuk menganalisis data dari berbagai sumber yang ada, penulis menggunakan cara deskriptif-analisis. Langkah-langkahnya adalah pertama-tama penulis mendeskripsikan masalah-masalah penting yang berkaitan dengan fatwa Sayyid Usman dan Syekh Ahmad Khatib yang menimbulkan polemik antar keduanya. Kemudian penulis menganalisis fatwa-fatwa tersebut. Dalam analisis ini penulis menggunakan pula analisis isi dan analisis komparatif. Metode analisis isi dapat digunakan untuk melihat metodologi istinbat hukum Sayyid Usman dan Syekh Ahmad Khatib dalam fatwa mereka. Perbandingan dilakukan untuk membandingkan antara pandangan kelompok pendukung dan penolak yang direpresentasikan Sayyid Usman dan Syekh Ahmad Khatib tentang beberapa fatwa yang menimbulkan polemik antar keduanya. Terdapat tiga tataran analisis perbandingan yang digunakan di sini, yakni horisontal, vertikal, dan diagonal.53 Pada tataran horisontal, kedua pandangan tersebut akan dibandingkan untuk ditemukan persamaan dan perbedaan antara kedua kelompok itu dalam melakukan ijtihad, sikap mereka terhadap tradisi keagamaan, dan gaya bahasa yang digunakan untuk mempertahankan paham keagamaannya. Secara vertikal, kedua pandangan tersebut dibandingkan untuk melihat sejauh mana fatwa-fatwa tersebut mengacu kepada sumber utama dan pendapat ulama klasik. Dan pada tataran diagonal, kedua pandangan tersebut dibandingkan untuk meletakkan pembuat fatwa itu dalam suatu posisi dari segi puritanis tidaknya, literalis tidaknya, dan lain-lain. Hasil dari perbandingan ini adalah rumusan karakteristik kelompok pendukung dan penolak praktik keagamaan Muslim di Indonesia.

Analisis ushul fikih ini kemudian dilengkapi dengan metode analisis wacana yang merupakan salah satu alternatif dari metode analisis isi (content analysis).54 Dasar dari analisis wacana adalah interpretasi, karena analisis wacana merupakan bagian dari metode interpretatif yang mengandalkan interpretasi dan penafsiran

53 M. Atho' Mudzhar, Pemberian Sanksi atas Pelanggaran UU Perkawinan di Neraga-negara Islam (Kajian Perbandingan Enam Negara), Makalah Kuliah Umum pada Program Pasca Sarjana Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Sultan Maulana Hasanuddin Serang Banten, 20 April 2012, h. 18

54 Sujono dan Abdurrahman, Metodologi Penelitian, Suatu Pemikiran dan Penerapan (Jakarta: Rineka Cipta, 1998), h. 13. Lihat juga Bruce A. Chadwick dkk, Metode Penelitian Ilmu Pengetahuan Sosial (Semarang: IKIP Press, 1991), h. 270, Imam Suprayogo dan Tobroni, Metodologi Penelitian Sosial-Agama, h. 154.

(28)

15

peneliti. Analisis wacana berpretensi memfokuskan pada pesan dan makna yang tersembunyi (latent) di balik teks.55 Dan analisis wacana yang penulis gunakan adalah Critical Discourse Analysis [CDA].56

5. Pendekatan Penelitian

Disamping analisis data, dalam penelitian perlulah digunakan pendekatan.

Dalam penelitian ini penulis memilih pendekatan historis, baik sosial maupun intelektual. Penelitian historis atau sejarah didefinisikan dengan penelitian yang digunakan untuk menetapkan fakta dan mencapai kesimpulan mengenai masalah- masalah atau hal-hal yang telah lalu yang dilakukan dengan sistematis dan objektif oleh para pakar ahli sejarah dalam mencari, mengevaluasi dan menafsirkan bukti-bukti untuk mempelajari masalah baru tersebut.57 Dengan jenis penelitian ini, penulis ingin menguraikan fakta mengenai fatwa-fatwa Sayyid Usman dan Syekh Ahmad Khatib dengan mencari sumber-sumber fatwa tersebut dalam karangan, surat-surat maupun dokumen-dokumen lalu mengevaluasi dan menafsirkan fatwa-fatwa tersebut dengan sitematis dan objektif.

Penelitian historis yang dilakukan oleh penulis hanya fokus pada sejarah sosial dan intelektual. Sejarah sosial adalah kajian tentang seuruh lingkup kehidupan dan kebudayaan dalam masyarakat yang tercatat dalam sejarah.58 Sejarah sosial dengan menekankan pada kajian atau analisis terhadap faktor- faktor yang mempengaruhi terjadinya sejarah. Sedangkan sejarah intelektual menurut Crane Brinton adalah sejarah aktivitas pikiran-pikiran manusia dan hubungannya dengan perkembangan masyarakat.59 Hal ini dengan mencoba mencari kembali dan memahami terhadap penyebaran karya pemimpin kebudayaan. Dengan ini penulis meneliti bagaimana kondisi sosial masa Sayyid Usman dan bagaimana pendidikan intelektual beliau sehingga muncul fatwa- fatwa kontroversialnya.

Pendekatan selanjutnya yang akan dilakukan oleh penulis adalah pendekatan filsafat hukum Islam (Usul al-Fiqh) dan filosofis. Pendekatan Usul Fiqh digunakan untuk menguji teori hukum/kaidah fiqh dalam menformulasikan hukum. Pendekatan Filosofis bertujuan untuk mengungkap subtansi pemikiran seorang tokoh dari aspek ontologis, epistemologis, dan aksiologis.60

55 Eriyanto, Analisis Wacana : Pengantar Analisis Media, h.337.

56 Norman Fairclough dan Ruth Wodak, "Critical Discourse Analysis," dalam Teun A. van Dijk [ed.], Discourse as Sosial Interaction: Discourse Studies A Multidisciplinary Introduction, Vol.2 (London: SAGE Publications, 1998), h.258-284.

57 Nurul Zuhriah, Metodologi Penelitian Sosial dan Pendidikan, (Jakarta: Bumi Aksara, 2009), h. 51-52.

58 Didin Saefuddin Buchori, Metodologi Studi Islam, (Tangerang Selatan: Penerbit Serat Alam Media, 2012), h. 72

59 Didin Saefuddin Buchori, Metodologi Studi Islam, , h. 73

60 Rob Fisher, Pendekatan Filosofis dalam Aneka Pendekatan Studi Agama, h. 173- 176 dan lihat Michael S. Northcott, Pendekatan Sosiologis, tej: Imam Khoiri, Peter Connolly, Aneka Pendekatan Studi Agama (Yogyakarta: LKIS, 2002), h. 271

Referensi

Dokumen terkait

bin Umar al kaf, habib Abdul qodir bin Ahmad as segaf, habib Thohir bin Yahya, dan Syeikh Muhammad Sa’id Romadhon Al-Buthi, dan istri- istri mereka, nenek moyang

tinggi dengan nilai antara >50% terdiri dari 10 petani, nilai kontribusi tersebut berarti bahwa kegiatan budidaya ikan nila merupakan mata pencaharian utama yang

Studi kepustakaan riset ini juga merujuk dari hasil penelitian yang sudah dilakukan sebelumnya, baik berupa jurnal, buku serta hasil penelitian terutama setelah

Hal ini terbukti dengan hasil yang diperoleh dari setiap observasi yang dilakukan sebelum tindakan, dan setelah siklus I dan siklus II bahwa kemampuan kerjasama dalam kelompok

Data persentase produksi ratun terhadap tanaman utama pada Tabel 4, menunjukkan bahwa ratun padi yang berasal dari singgang dengan ketinggian 40 cm mempunyai

Penelitian ini mengkaji tentang kehidupan dan konsep pemikiran (fatwa) tentang seorang tokoh ulama dari organisasi keislaman NU (Nahdlatul Ulama), KH. Baidlowi bin Abdul Aziz.

Untuk melihat perbandingan penggunaan fisik antara input luar (eksternal) dan input dalam (internal) dalam aktivitas usahatani di lahan usaha dan di lahan pekarangan yang

Arief (2009), dengan pakan pelet memiliki pertambahan bobot 0,27 gr dan pertumbuhan panjang 0,22 cm, sehingga kelangsungan hidup yang dimiliki ikan dengan