• Tidak ada hasil yang ditemukan

STRATEGI PENGEMBANGAN AGRIBISNIS KOMODITAS BAWANG MERAH (Allium ascalonicum L.) (Kasus : Kecamatan Muara, Kabupaten Tapanuli Utara) SKRIPSI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "STRATEGI PENGEMBANGAN AGRIBISNIS KOMODITAS BAWANG MERAH (Allium ascalonicum L.) (Kasus : Kecamatan Muara, Kabupaten Tapanuli Utara) SKRIPSI"

Copied!
97
0
0

Teks penuh

(1)

STRATEGI PENGEMBANGAN AGRIBISNIS KOMODITAS BAWANG MERAH (Allium ascalonicum L.)

(Kasus : Kecamatan Muara, Kabupaten Tapanuli Utara)

SKRIPSI

OLEH:

ELITA TALENTA LUMBAN TOBING 130304118

AGRIBISNIS

PROGRAM STUDI AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

2017

(2)

ABSTRAK

ELITA TALENTA LUMBANTOBING (130304118/AGRIBISNIS) dengan judul skripsi “Strategi Pengembangan Agribisnis Komoditas Bawang Merah (Allium ascalonicum L.). Kasus penelitian adalah di Kecamatan Muara Kabupaten Tapanuli Utara. Ketua Komisi Pembimbing adalah Dr. Ir. Tavi Supriana, MS dan Anggota Komisi Pembimbing adalah Emalisa, SP., M.Si.

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi faktor internal (kekuatan dan kelemahan) serta faktor eksternal (peluang dan ancaman) yang dihadapi dan dimiliki oleh agribisnis bawang merah di Kecamatan Muara, Kabupaten Tapanuli Utara dan untuk memformulasikan strategi yang dapat dilakukan dalam pengembangan agribisnis bawang merah di Kecamatan Muara, Kabupaten Tapanuli Utara. Metode analisis data yang digunakan adalah analisis matriks IFAS (Internal Factor Analysis Summary), EFAS (External Factor Analysis Summary) dan analisis matriks SWOT yaitu untuk mengidentifikasi kekuatan, kelemahan, peluang, serta ancaman. Alternatif strategi yang paling tepat untuk dikembangkan di daerah penelitian tersebut yaitu strategi kekuatan-peluang (Strenght-OpportunityStrategy).

Kata kunci : Bawang Merah, IFAS, EFAS, SWOT, Strategi Pengembangan Agribisnis

(3)

ABSTRACT

ELITA TALENTA LUMBANTOBING (130304118), with the thesis entitled, Strategy of Defeloping Onion (Allium ascalonicum L. ) Commodity Agribusines, the research was conducted in Muara Subdistrict, Tapanuli Utara Regency. It was supervised by Dr. Ir. Tapi Supriana, MS, as the Member of Chairperson of the Supervisory Committee.

The objective of the research was to identify internal factors (strength and weakness) and external factors (opportunity and threat) faced and owned by onion agribusiness in Muara Subdistrict, Tapanuli Utara Regency and to formulate the strategy of developing onion agribusiness in Muara Subdistrict, Tapanuli Utara Regency. The data were analyzed by using IFAS (Internal Factors Analysis Summary) matrix analysis, EFAS(External Factors Analysis Summary), and SWOT matrix analysis in identifying strength, weakness, opportunity and threat. The most accurate alternative strategy to be developed in the research area was by using Strength-Opportunity Strategy.

Keywords : Onion, IFAS, EFAS, SWOT, Agribusiness Development Strategy

(4)

RIWAYAT HIDUP

ELITA TALENTA LUMBANTOBING, lahir pada tanggal 21 Oktober 1995 di Kecamatan Tarutung Kabupaten Tapanuli Utara, merupakan anak dari Ayah Jhon Richard Lumban Tobing (Alm.) dan Ibu Hotma Boru Aritonang.

Penulis adalah anak ke enam dari delapan bersaudara.

Pendidikan formal yang pernah ditempuh penulis adalah sebagai berikut : 1. Tahun 2001 mengikuti pendidikan Sekolah Dasar di SD Negeri No. 177031

Tarutung dan tamat tahun 2007.

2. Tahun 2007 melanjutkan pendidikan Sekolah Menengah Pertama di SMP Negeri 3 Tarutung dan tamat tahun 2010.

3. Tahun 2010 melanjutkan pendidikan Sekolah Menengah Atas di SMA Negeri 1 Tarutung dan tamat tahun 2013.

4. Pada tahun 2013 diterima di Program Studi Agribisnis, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara melalui jalur SBMPTN.

Kegiatan yang pernah diikuti penulis adalah sebagai berikut :

1. Anggota dalam organisasi kemahasiswaan yaitu IMASEP (Ikatan Mahasiswa Sosial Ekonomi Pertanian), Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara.

2. Bulan Juli s/d Agustus 2016 penulis melaksanakan Praktek Kerja Lapangan (PKL) di Desa Naga Kisar, Kecamatan Pantai Cermin, Kabupaten Serdang Bedagai.

3. Bulan April 2017, penulis melaksanakan penelitian skripsi di Kecamatan Muara, Kabupaten Tapanuli Utara.

(5)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul

“Strategi Pengembangan Agribisnis Komoditas Bawang Merah (Kasus : Kecamatan Muara, Kabupaten Tapanuli Utara)” yang merupakan syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian Program Studi Agribisnis, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara Medan.

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih kepada :

1. Ibu Dr. Ir. Tavi Supriana, MS selaku Ketua Komisi Pembimbing dan Ibu Emalisa, SP., M.Si selaku Anggota Komisi Pembimbing yang telah banyak meluangkan waktunya untuk membimbing, memotivasi dan membantu penulis dalam penyelesaian skripsi dan selama mengikuti perkuliahan di Program Studi Agribisnis, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Dr. Ir. Satya Negara Lubis, M.Ec selaku Ketua Program Studi Agribisnis, Fakultas Pertanian USU dan, Ir. M. Jupri, M.Si selaku Sekretaris Program Studi Agribisnis, Fakultas Pertanian USU yang telah banyak membantu dan memberikan kemudahan selama masa perkuliahan.

3. Seluruh Dosen Program Studi Agribisnis Fakultas Pertanian USU, yang telah membekali ilmu pengetahuan kepada penulis selama masa perkuliahan.

4. Seluruh Pegawai dan Staff Program Studi Agribisnis Fakultas Pertanian USU, yang telah banyak membantu penulis dalam administrasi perkuliahan.

5. Dinas Perkebunan Kabupaten Tapanuli Utara, Camat Kecamatan Muara, Penyuluh Pertanian Lapang Kecamatan Muara, Bapak / Ibu Petani bawang merah di Kecamatan Muara khususnya kepada Bapak Taksir J. Sianturi dan Bapak Halasan Toga Torop yang telah bersedia menjadi responden dalam penelitian ini dan telah banyak membantu penulis dalam penulisan skripsi ini.

6. Orang tua dan keluarga tercinta yang selalu memberikan motivasi, doa, kasih sayang dan dukungan baik berupa materi maupun non-materi selama masa perkuliahan penulis. Terima kasih kepada Kakak Ruth Juliana Tobing, Abang M. Subhan dan Abang Manombang Lumban Tobing yang telah

(6)

membantu penulis dalam mencukupi biaya selama proses perkuliahan dan memberikan dorongan semangat kepada penulis.

7. Teman-teman Agribisnis Fakultas Pertanian USU Stambuk 2013, terutama kepada Febrinae, Rini Theresia, Ivana Sitorus, Mei Aritonang dan Dwi Sianturi. Kepada Emanuelle dan Rekan PKL Naga Kisar 2016, terima kasih untuk motivasi, doa, semangat, kritik dan persahabatan selama masa perkuliahan dan di masa mendatang.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan. Untuk itu sumbangan saran dan kritik yang membangun sangat diperlukan demi perbaikan dan penyempurnaan selanjutnya. Penulis berharap skripsi ini dapat berguna bagi kita semua.

Medan, Juli 2017

Penulis

(7)

DAFTAR ISI

ABSTRAK ... i

RIWAYAT HIDUP ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR TABEL ... vii

DAFTAR GAMBAR ... viii

DAFTAR LAMPIRAN ... ix

BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Identifikasi Masalah ... 5

1.3 Tujuan Penelitian ... 5

1.4 Kegunaan Penelitian ... 5

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1 Tinjauan Pustaka... 6

2.1.1 Syarat Tumbuh... 6

2.2 Landasan Teori ... 8

2.2.1 Konsep Strategi Pengembangan Agribisnis... 8

2.2.2 Konsep Strategi Pengembangan Agribisnis Bawang Merah... 11

2.2.3 Analisis SWOT... 15

2.2.4 Fungsi SWOT... 19

2.3 Penelitian Terdahulu ... 19

2.4 Kerangka Pemikiran ... 23

BAB III. METODE PENELITIAN 3.1 Metode Penentuan Daerah Penelitian ... 26

3.2 Metode Penentuan populasi dan Sampel... 27

3.3 Metode Pengumpulan Data ... 28

3.4 Metode Analisis Data ... 30

3.4.1 Matrix IFAS (Internal Factor Analysis Summary)... 31

3.4.2 Matrix EFAS (External Factor Analysis Summary)... 32

3.4.3 Matrix SWOT... 34

3.5 Defenisi dan Batasan Operasional ... 36

3.5.1 Defenisi ... 36

3.5.2 Batasan Operasional ... 38 BAB IV. DESKRIPSI WILAYAH DAN KARAKTERISTIK SAMPEL

(8)

4.1.2 Keadaan Penduduk... 40

4.1.3 Kegiatan Penguasaan Bawang Merah... 42

4.2 Karakteristik Sampel... 43

BAB V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Analisis Faktor-faktor Internal dan Faktor Eksternal dalam Pengembangan Agribisnis Bawang Merah ... 47

5.1.1 Faktor Internal ... 47

5.1.2 Faktor Eksternal ... 59

5.2. Strategi Pengembangan Agribisnis Bawang Merah... 69

BAB VI. KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan... 82

6.2 Saran ... 83 DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

(9)

DAFTAR TABEL

No. Judul Halaman

Produksi Tanaman Bawang Merah per

Kabupaten/Kota di Sumatera Utara Tahun 2015 1. Daftar Nama-nama Gapoktan dan Kelompok Tani di

Kecamatan Muara Kabupaten Tapanuli Utara 15 2. Produksi Tanaman Bawang Merah per

Kabupaten/Kota di Sumatera Utara Tahun 2015

26 3. Produksi Tanaman Bawang Merah per Kecamatan di

Tapanuli Utara Tahun 2015

27 4. Faktor internal dan faktor eksternal serta responden

yang dibutuhkan

29

5. Faktor Strategi 33

6. Banyaknya hari hujan dan curah hujan per Bulan 2015 40 7. Jumlah Penduduk dan Kepadatan Penduduk menurut

Desa/Kelurahan 2015 (Orang)

41 8. Jumlah Penduduk Menurut Kelompok Umur dan Jenis

Kelamin 2015 (Orang)

42

9. Karakteristik Sampel 44

10. Faktor-faktor Internal 47

11. Sumber Modal dan Jumlah Sampel 54

12. Matriks IFAS 57

13. Faktor-faktor Eksternal dalam Pengembangan Agribisnis Bawang Merah

60

14. Tabel EFAS 67

15. Penentuan Alternatif Strategi Pengembangan Agribisnis Bawang Merah

72 16. Faktor Internal ( Kekuatan dan Kelemahan), Faktor

Eksternal ( Peluang dan Ancaman) dan Alternatif Strategi yang Paling Tepat pada Penelitian Terdahulu

75

(10)

DAFTAR GAMBAR

No. Judul Halaman

1. Luas panen areal bawang merah di Kecamatan Muara Kabupaten Tapanuli Utara tahun 2011-2014

3 2. Jumlah produksi bawang merah Kecamatan Muara

Kabupaten Tapanuli Utara Tahun 2011-2014

4

3. Sistem Agribisnis 9

4. Kerangka Pemikiran Strategi Pengembangan Bawang Merah di Kecamatan Muara Kabupaten Tapanuli Utara

25

5. Matriks Sel Alternatif Strategi 34

6. Matriks Posisi SWOT 35

7. Matriks Posisi Strategi Pengembangan Bawang Merah di Kecamatan Muara

70

(11)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Judul

1. Indikator dan Parameter Penelitian SWOT Bawang Merah di Kecamatan Muara Kabupaten Tapanuli Utara

2. Karakteristik Petani dan Agribisnis Usahatani Sampel 3. Faktor-faktor Internal

4. Faktor-faktor Eksternal

5. Parameter Penelitian Skor Faktor akekuatan, Kelemahan, peluang dan Ancaman perkebangan Bawang Merah di Kecamatan Muara

6. Penentuan Faktor Internal (Kekuatan dan Kelemahan) Bawang Merah

7. Penentuan Faktor Eksternal (Peluang dan Ancaman) Bawang Merah

(12)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Kebutuhan akan bawang merah semakin meningkat karena hampir semua masakan membutuhkan komoditas ini. Selain dipakai sebagai bahan bumbu masakan, bawang merah juga digunakan sebagai bahan obat untuk penyakit tertentu. Karena kegunaannya sebagai bahan bumbu dapur dan bahan obat-obatan,

maka bawang merah juga dikenal sebagai tanaman rempah dan obat (Sugiyanto, 2014).

Bawang merah termasuk komoditas utama dalam prioritas pengembangan sayuran dataran rendah di Indonesia, karena selain sudah ratusan tahun lamanya dibudidayakan, sekaligus merupakan salah satu sumber pendapatan petani maupun ekonomi negara. Meskipun harga pasar sering naik turun terjadi fluktuasi cukup tajam, usahatani bawang merah tetap menjadi andalan petani, terutama dimusim kemarau, dan menghasilkan keuntungan yang memadai. Permintaan bawang merah semakin meningkat (Rukmana, 1994).

Jumlah produksi bawang merah di Sumatera Utara pada tahun 2015 adalah sebesar 7106,7 Ton dimana produksi tertinggi berada di Kabupaten Simalungun yaitu sebesar 2167 Ton dan produksi terendah berada di Kabupaten Madina yaitu sebesar 19 Ton sementara Kabupaten Tapanuli Utara berada pada peringkat kedua terendah yaitu sebesar 500,7 Ton. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel berikut:

(13)

Tabel 1. Produksi Tanaman Bawang Merah per Kabupaten/Kota di Sumatera Utara Tahun 2015

No Kabupaten Produksi (Ton)

1 Simalungun 2167,0

2 Toba Samosir 974,2

3 Samosir 1352,7

4 Humbang Hasundutan 985,1

5 Karo 1108,0

6 Tapanuli Utara 500,7

7 Madina 19,0

Total 7106,7

Sumber : Badan Pusat Statistik (Kabupaten Tapanuli Utara tahun 2015)

Kepala Sub Bagian Program Dinas Pertanian Sumatera Utara mengatakan hasil panen petani bawang merah Sumatera Utara belum bisa memenuhi kebutuhan konsumen, kondisi tersebut diakibatkan kalah cepatnya kenaikan produksi diberbagai sentra seperti Kabupaten Deli Serdang, Karo dan Samosir dibandingkan permintaan bawang merah. Sehingga Sumatera Utara memasok dari Jawa seperti Brebes (Medan Bisnis, 2016).

Pada akhir April 2017, produksi bawang merah di Sumatera Utara ialah sebesar 3194 Ton. Permintaan bawang merah di Sumatera Utara Mencapai 3577 Ton per bulan. Sumatera Utara masih kekurangan pasokan bawang merah sebesar 383 Ton, sehingga bawang merah tersebut dipasok dari pulau Jawa (Kompas.com, 2017).

Salah satu daerah penghasil bawang merah di Sumatera Utara ialah Kecamatan Muara, Kabupaten Tapanuli Utara, yang terletak persis di pinggiran kawasan Danau Toba, memiliki lahan pertanian seluas 5168 hektar yang dapat diusahakan dan 766 hektar di antaranya sangat berpotensi baik untuk

(14)

merupakan sentra penghasil bawang merah untuk Sumatera Utara. Namun sekitar tahun 2003-2004, atas rekomendasi Dinas Pertanian Tapanuli Utara, pertanaman dihentikan. Hal itu dilakukan, karena sekitar tahun 2001, tanaman petani terserang hama penyakit tanaman yaitu jamur akar putih sehingga tanaman petani hancur.

Tidak ada cara yang dilakukan untuk pengendalian penyakit tanaman tersebut, selain pertanaman harus dihentikan (Medan Bisnis, 2013).

Pada tahun 2011-2014 terjadi fluktuasi pada produksi tanaman bawang merah di Kecamaan Muara Kabupaten Tapanuli Utara. Pada tahun 2011 jumlah produksi bawang merah di Kecamatan Muara adalah sebanyak 366,8 ton, pada tahun 2012 terjadi peningkatan produksi yaitu menjadi 576,4 ton, kemudian pada tahun 2013 terjadi penurunan produksi bawang merah di yaitu menjadi 449,57 ton, dan kemudian pada tahun 2014 terjadi sedikit peningkatan produksi bawang merah menjadi 491,34 ton.

Gambar 1. Jumlah produksi bawang merah Kecamatan Muara Kabupaten Tapanuli Utara Tahun 2011-2014

Sumber : Badan Pusat Statistik, Kecamatan Muara Dalam Angka, 2015

Pada tahun 2011-2014 terjadi perubahan luas areal panen bawang merah di Kecamatan Muara Kabupaten Tapanuli Utara. Pada tahun 2011-2012 terjadi

366,8

576,4

449,57 491,34

0 100 200 300 400 500 600 700

2011 2012 2013 2014

Produksi (Ton)

Tahun

Produksi(Ton)

(15)

kemudian pada tahun 2013 terjadi penurunan luas areal panen bawang merah yaitu menjadi 67 Ha. Akan tetapi, pada tahun 2014 luas panen bawang merah di Kecamatan Muara mengalami sedikit peningkatan menjadi 69 Ha. Untuk lebih jelas dapat dilihat pada grafik berikut :

Gambar 2. Luas panen areal bawang merah di Kecamatan Muara Kabupaten Tapanuli Utara tahun 2011-2014

Sumber : Badan Pusat Statistik, Kecamatan Muara Dalam Angka, 2015

Salah satu penyebab rendahnya produksi bawang merah adalah karena buruknya kualitas benih bawang merah yang dimiliki oleh petani. Sebagian besar petani bawang merah di Sumatera utara masih menggunakan benih bawang merah yang tidak unggul, sehingga beberapa petani bawang merah di Sumatera Utara mengalami gagal panen. Tetapi sebagian lagi, petani bawang merah di Sumatera Utara menggunakan benih bawang merah dari pulau Jawa yaitu benih bawang merah Brebes dan Ponorogo, dimana benih bawang merah tersebut lebih tahan akan serangan hama dan penyakit, ukuran diameter biji yang lebih besar dan masa pertumbuhan yang lebih cepat yaitu lebih kurang 2 bulan (Medan Bisnis, 2017).

Identifikasi Masalah

56

88

67 69

0 20 40 60 80 100

2011 2012 2013 2014

Luas Tanam (Ha)

Luas Areal(Ha)

Tahun

(16)

1. Faktor internal (kekuatan dan kelemahan) dan faktor eksternal ( peluang dan ancaman) apa saja yang berkaitan dengan agribisnis komoditas bawang merah di Kecamatan Muara, Kabupaten Tapanuli Utara ?

2. Strategi apa saja yang dapat dilakukan dalam pengembangan agribisnis komoditas bawang merah di Kecamatan Muara, Kabupaten Tapanuli Utara ?

2.3. TujuanPenelitian

1. Untuk mengidentifikasi faktor internal (kekuatan dan kelemahan) serta faktor eksternal (peluang dan ancaman) yang dihadapi dan dimiliki oleh agribisnis bawang merah di Kecamatan Muara, Kabupaten Tapanuli Utara.

2. Untuk memformulasikan strategi yang dapat dilakukan dalam pengembangan agribisnis bawang merah di Kecamatan Muara, Kabupaten Tapanuli Utara.

2.4. Kegunaan Penelitian

1. Sebagai bahan informasi bagi petani dan pihak-pihak yang terkait dalam usahatani bawang merah.

2. Sebagai bahan pemasukan bagi pemerintah dan instansi terkait dalam menetapkan kebijakan dan pengembangan agribisnis bawang merah.

3. Sebagai bahan pengetahuan dan pengalaman bagi peneliti serta salah satu cara dalam menerapkan ilmu yang di peroleh.

(17)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN

2.1. Tinjauan Pustaka 2.1.1 Syarat Tumbuh 1. Iklim dan Topografi

Tanaman bawang merah dapat ditanam di dataran rendah sampai dataran tinggi (0-900 mdpl) dengan curah hujan 300-2500 mm/tahun. Namun, pertumbuhan tanaman maupun umbi yang terbaik di ketinggian sampai 250 mdpl.

Bawang merah masih dapat tumbuh dan berumbi di ketinggian 800-900 mdpl, tetapi umbinya lebih kecil dan warnanya juga kurang mengkilap. Selain itu, umurnya lebih panjang dibanding umur tanam yang ditanam di dataran rendah karena suhu di dataran tinggi lebih rendah ( Rahayu, 1999).

Suhu udara yang baik untuk pertumbuhan tanaman bawang merah antara 25-32°C dengan iklim kering. Tanaman bawang merah lebih menghendaki daerah yang terbuka dengan penyinaran ±70%. Apabila terlindung maka akan menghasilkan umbi yang berukuran kecil (Kusumayana, 2016).

Badan Pertanian dan Perkebunan Kabupaten Tapanulil Utara (2015) menjelaskan bahwa, Kecamatan Muara Kabupaten Tapanuli Utara yang terletak di (1° 20' - 2° 41' LU dan 98° 05' - 99° 15' BT) dengan ketinggian tempat 900 – 1700 sampai dengan 1640 meter di atas permukaan laut dengan curah hujan tahunan sebesar 2060 mm/tahun.

(18)

2. Tanah

Tanaman bawang merah biasanya lebih bisa tumbuh pada tanah yang gembur, subur, dan banyak mengandung bahan-bahan berjenis organik seperti tanah lempung berdebu atau lempung berpasir. Jenis tanah tersebut yang terpenting harus mempunyai struktur bergumpal dan keadaan air tanahnya tidak menggenang (stagnasi), oleh karena itu pada daerah lahan yang sering tergenang atau daerah lahan yang becek harus dibuat saluran pembuangan air (drainase) yang baik. Derajat keasaman tanah (pH) antara 5,5 – 6,5 (Kusumayana, 2016).

Kecamatan Muara memiliki jenis tanah inseptisol. Inseptisol ini memiliki kelas tekstur agak halus dengan bahan kasar yang sedikit yaitu lempung berliat dan lempung liat berpasir, memiliki reaksi tanah yang masam yaitu pH 5,5 Kapasitas Tukar Katon (KTK) tanah ini rendah yaitu 13,00 me/100 gr, Kejenuhan Basa (KB) tanah termasuk rendah yaitu 20,73 %, dan Kandungan C-Organik tanah ini termasuk tinggi yaitu 4,34 %, (Rajagukguk, 2009).

3. Benih

Faktor benih memegang peranan yang penting untuk menunjang keberhasilan produksi tanaman bawang merah. Penggunaan benih yang bermutu tinggi merupakan langkah awal peningkatan produksi. Dalam peggunaan benih, pilihlah yang bermutu tinggi , yaitu benih yang bebas dari hama dan penyakit serta berasal dari tanaman yang sehat dan varieatas unggul (Rahayu, 1999).

Bawang merah dapat diperbanyak dengan dua cara, yaitu bahan tanam berupa biji botani dan umbi benih. Pada skala penelitian, perbanyakan bawang merah dengan biji mempunyai prospek cerah karena memiliki beberapa keuntungan (kelebihan) antara lain : keperluan benih relatif sedikit ±3 kg/ha,

(19)

mudah di distribusikan dan biaya transportasi relatif rendah, daya hasil tinggi serta sedikit mengandung wabah penyakit. Hanya saja perbanyakan dengan biji memerlukan penanganan dalam hal pembenihan di persemaian selama ± 1 bulan setelah itu bisa di budidayakan dengan cara biasa (Rukmana, 1994).

Ukuran umbi benih yang optimal adalah 3-4 gram/umbi. Umbi benih yang baik yang telah di simpan 2-3 bulan dan umbi masih dalam ikatan (umbi masih ada daunnya). Penyimpanan yang baik dan biasa dilakukan oleh petani adalah dengan menyimpan di atas para-para dapur atau di simpan di gudang. Umbi benih harus sehat, ditandai dengan bentuk umbi yang kompak (tidak keropos), kulit umbi tidak luka (tidak terkelupas atau berkilau). Benih yang dianjurkan adalah Kuning, Bima Brebes, Bangkok, Kuning Gombong, Klon No. 33, Klon No. 86 untuk dataran rendah. Sedangkan untuk dataran medium dan dataran tinggi disarankan memakai benih Sumenep, Menteng, Klon No. 88, Klon No. 33, Bangkok2 (Ma’rufah, 2008).

2.2. Landasan Teori

2.2.1 Konsep Strategi Pengembangan Agribisnis

Tujuan utama strategi dalam setiap kegiatan adalah mencapai keberhasilan, ada beberapa elemen strategi yang harus dipenuhi. Pertama, tujuan yang diformulasikan secara sederhana, kosisten dan berjangka panjang. Kedua, pengertian mendalam terhadap lingkungan persaingan. Ketiga, penilaian objektif terhadap sumberdaya dan implementsi yang efektif (Toguria, 2013).

Agribisnis adalah salah satu kesatuan sistem yang terdiri dari beberapa subsistem yang saling terkait erat, yaitu : subsistem penyediaan sarana produksi

(20)

(saprodi), subsistem usahatani (produksi), subsistem pasca panen dan pengolahan, subsistem pemasaran, subsistem jasa dan penunjang (Kusumayana, 2016).

Hermawan (2008) menjelaskan bahwa, agribisnis merupakan seperangkat unsur yang secara teratur saling berkaitan sehingga membentuk suatu totalitas.

Disini dapat diartikan bahwa agribisnis terdiri dari berbagai subsistem yang tergabung dalam rangkaian interaksi dan interpedensi secara reguler, serta terorganisir sebagai suatu totalitas.

Secara skematis konsep agribisnis ditunjukkan pada gambar berikut :

Gambar 3. Sistem Agribisnis

Adapun kelima mata rantai atau subsistem tersebut dapat diuraikan sebagai berikut:

a. Subsistem Penyediaan Sarana Produksi

Subsistem penyediaan sarana produksi menyangkut kegiatan pengadaan dan penyaluran. Kegiatan ini mencakup Perencanaan, pengelolaan dari sarana produksi, teknologi dan sumberdaya agar penyediaan sarana produksi atau input usahatani memenuhi kriteria tepat waktu, tepat jumlah, tepat jenis, tepat mutu dan tepat produk.

Subsistem Penyediaan

Saprodi

Subsistem Usahatani

Subsistem Pengolahan

Subsistem Pemasaran

Subsistem Pendukung :

• Lembaga Keuangan

• Transprotasi

• Penyuluhan

• Layanan Informasi Agribisnis

• Penelitian dan Pengembangan

• Kebijakan Pemerintah

• Koperasi, Bank dll

(21)

b. Subsistem Usahatani atau Proses Produksi

Subsistem ini mencakup kegiatan pembinaan dan pengembangan usahatani dalam rangka meningkatkan produksi primer pertanian. Termasuk kedalam kegiatan ini adalah perencanaan pemilihan lokasi, komoditas, teknologi, dan pola usahatani dalam rangka meningkatkan produksi primer. Dalam proses produksi tersebut, usahatani ditekankan agar intensif dan sustainable (lestari), artinya meningkatkan produktivitas lahan semaksimal mungkin dengan cara intensifikasi tanpa meninggalkan kaidah-kaidah pelestarian sumber daya alam yaitu tanah dan air. Disamping itu juga ditekankan usahatani yang berbentuk komersial bukan usahatani yang subsistem, artinya produksi primer yang akan dihasilkan diarahkan untuk memenuhi kebutuhan pasar dalam artian ekonomi terbuka

c. Subsistem Pengolahan Hasil

Lingkup kegiatan ini tidak hanya sekedar aktivitas pengolahan sederhana di tingkat petani, tetapi juga menyangkut keseluruhan kegiatan mulai dari penanganan pasca panen produk pertanian sampai pada tingkat pengolahan lanjutan, dengan maksud untuk menambah value added (nilai tambah) dari produksi primer tersebut. Dengan demikian proses pengupasan, pembersihan, pengekstraksian, penggilingan, pembekuan, pengeringan, dan peningkatan mutu.

d. Subsistem Pemasaran

Subsistem pemasaran mencakup pemasaran hasil-hasil usahatani yang di mulai dari pengemasan, penggudangan, pengangkutan, penyimpanan dan memasarkan hasil-hasil pertanian.

(22)

e. Subsistem Penunjang

Subsistem agribisnis yang terakhir adalah subsistem penunjang agribisnis, yakni seluruh kegiatan yang menyediakan jasa bagi agribisnis seperti lembaga keuangan, lembaga penelitian dan pengembangan, lembaga transportasi, lembaga pendidikan serta adanya regulasi pemerintah yang mendukung petani dan lain sebagainya. Subsistem–subsistem tersebut dikembangkan melalui manajemen agribisnis yang baik, tercakup dalam satu sistem yang utuh dan terkait. Subsistem ini merupakan penunjang kegiatan pra panen dan pasca panen yang meliputi :

• Sarana Tataniaga

• Perbankan/perkreditan

• Penyuluhan Agribisnis

• Gapoktan

• Infrastruktur Agribisnis

• Koperasi Agribisnis

• BUMN

• Swasta

• Penelitian dan Pengembangan

• Pendidikan dan Pelatihan

• Transportasi

• Kebijakan Pemerintah

2.2.2 Konsep Strategi Pengembangan Agribisnis Bawang Merah

Menurut Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian (2015), pengembangan agribisnis bawang merah pada lima tahun mendatang diarahkan untuk mencukupi kebutuhan konsumsi dalam negeri, perakitan varietas unggul, penguatan sistem produksi benih sumber, pengelolaan hara dan air terpadu, pengendalian hama penyakit terpadu, serta perbaikan mutu dan daya simpan produk. Prioritas pengembangan menitikberatkan pada perbaikan varietas serta

(23)

didukung oleh percepatan diseminasinya kepada pengguna, langkah-langkah strategis tersebut diarahkan untuk meningkatkan efisiensi usahatani bawang merah dan daya saing produk.

Dalam usaha meningkatkan produksi bawang merah, pengembangan sistem agribisnis merupakan alternatif kebijaksanaan yang tepat. Toguria (2013), menjelaskan bahwa sistem agribisnis merupakan sistem usaha pertanian dalam arti luas tidak hanya dilaksanakan secara subsistem melainkan dalam satu sistem dan agribisnis adalah suatu usaha tani dalam bidang usaha bisnis pertanian dengan orientasi keuntungan. Salah satu upaya yang dapat ditempuh agar dapat meningkatkan pendapatan usahatani bawang merah adalah dengan penerapan konsep pengembangan sistem agribisnis bawang merah secara terpadu yaitu sistem agribisnis yang terdiri dari subsistem penyediaan sarana produksi, subsistem produksi, subsistem pengolahan, subsistem pemasaran dan subsistem lembaga pendukung yang meliputi lembaga keuangan, transportasi, penyuluhan, layanan informasi agribisnis penelitian dan pengembangan, kebijakan pemerintah, koperasi dan lain-lain.

Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian (2015) menjelaskan Pengembangan agribisnis bawang merah pada lima tahun mendatang diarahkan untuk: mencukupi kebutuhan konsumsi dalam negeri, memenuhi kebutuhan bahan baku industri, substitusi impor, dan mengisi peluang pasar ekspor. Strategi yang ditetapkan untuk mencapai tujuan dan sasaran tersebut meliputi :

1. Strategi pengembangan di lini on-farm mencakup: perakitan varietas unggul, penguatan sistem produksi benih sumber, pengelolaan hara dan air terpadu, pengendalian hama penyakit terpadu, serta perbaikan mutu dan daya simpan

(24)

produk. Berdasarkan prioritas pengembangan yang menitikberatkan pada perbaikan varietas serta didukung oleh percepatan diseminasinya kepada pengguna, langkah-langkah strategis tersebut diarahkan untuk meningkatkan efisiensi usahatani bawang merah dan daya saing produk.

2. Strategi pengembangan di lini off-farm yang diawali dengan perbaikan teknologi pengolahan untuk mendukung pengembangan industri hilir bawang merah (skala rumah tangga maupun industri), misalnya industri irisan kering, irisan basah/utuh, acar, bawang goreng, bubuk bawang merah, tepung bawang merah, oleoresin, minyak bawang merah, pasta dsb. Pengembangan industri hilir diarahkan untuk meningkatkan efisiensi pengolahan bawang merah.

3. Strategi pengembangan di lini pemasaran dan perdagangan yang mencakup pengembangan unit usaha bersama (koperasi atau usaha berbadan hukum lainnya) serta pengembangan sistem informasi (harga penawaran dan permintaan produk) untuk mendukung upaya menangkap peluang pasar.

Pengembangan pasar bawang merah harus dilakukan sejalan dengan perkembangan di sisi on-farm. sehingga manfaat penuh bagi produsen dan konsumen dapat tercapai. Langkah strategis pengembangan pasar yang didukung oleh kebijakan pemerintah, terutama menyangkut pemberian skim kredit usaha mikro kecil dan menengah dapat mengarah pada peningkatan efisiensi pemasaran bawang merah.

4. Strategi pengembangan di lini kebijakan pemerintah yang mencakup:

dukungan kebijakan perlindungan harga produsen termasuk proteksi bea masuk atas membanjirnya bawang merah dari luar negeri, pengendalian harga untuk mengurangi fluktuasi harga, permodalan skim kredit lunak dan mudah bagi petani, pengawasan karantina atas lalu lintas komoditas antar negara,

(25)

penyediaan sarana pengairan/irigasi sederhana, pengembangan sarana dan prasarana pendukung operasionalisasi kelembagaan usahatani dan pemasaran serta jaminan keamanan dan insentif bagi calon investor. Berbagai dukungan kebijakan tersebut terutama diarahkan untuk menciptakan lingkungan kondusif bagi peningkatan investasi dan perbaikan distribusi.

Hermawan (2008) menjelaskan bahwa, salah satu faktor utama yang dapat menentukan keberhasilan usaha peningkatan produksi bawang merah adalah ketersediaan benih/benih bermutu. Produsen benih bawang merah di sentra-sentra produksi biasanya adalah petani yang memiliki skala usaha relatif luas atau petani individual yang menyisihkan sebagian hasil panen untuk digunakan sebagai benih musim tanam berikutnya. Beragamnya pengetahuan serta teknologi perbenihan yang berkembang dalam system tersebut menyebabkan terjadinya variasi mutu benih yang tinggi. Secara umum, variasi mutu benih/benih dapat mengarah pada pencapaian produktivitas yang cenderung di bawah potensi hasil. Observasi lapangan juga mengindikasikan bahwa sistem ini secara tidak langsung memungkinkan terjadinya fluktuasi harga benih yang sangat tajam. Sistem produksi benih non-formal dikenal sebagai jaringan arus benih antar lapangan dan musim. Sistem ini menghasilkan benih yang tidak bersertifikat. Benih yang diproduksi melalui sistem non-formal ditujukan untuk memenuhi kebutuhan petani dengan orientasi pasar tradisional yang belum menuntut persyaratan mutu.

Menyadari kenyataan tersebut, alternatif pemecahan masalah benih yang dapat ditempuh adalah memperbaiki kinerja sistem perbenihan informal atau di tingkat petani.

(26)

2.2.3. Analisis SWOT

Rangkuti (2005) menjelaskan bahwa SWOT adalah singkatan dari Strength, Weakness, Opportunities, dan Threats. Seperti namanya, Analisis

SWOT merupakan suatu teknik perencanaan strategi yang bermanfaat untuk mengevaluasi Kekuatan (Strength) dan Kelemahan (Weakness), Peluang (Opportunities) dan Ancaman (Threats) dalam suatu agribisnis usahatani.

Lembaga yang akan mengimplementasikan Hasil formulasi dan analisis SWOT strategi pengembangan agribisnis bawang merah di Kecamatan Muara, Kabupaten Tapanuli Utara Gabungan Kelompok Tani (GAPOKTAN) Kecamatan Muara. Berikut adalah tabel nama-nama gapoktan dan kelompok tani di Kecamatan Muara kabupaten Tapanuli Utara:

Tabel 2. Daftar Nama-nama Gapoktan dan Kelompok Tani di Kecamatan Muara Kabupaten Tapanuli Utara

No. Nama Desa Nama Gapoktan

Nama Kelompok

Tani

Jumlah Anggota 1 Aritonang TUNAS BARU Gabe Naniula

SAHATA Sejahtera Marsianjuan Pardomuan

33 30 30 40 30 2 Huta Ginjang Hutaginjang Siabal-abal

Padu Karya Sialogo Hatopan

Bintang Terang Harapan Maju Marsiurupan

21 21 20 26 17 22 24

3 Sitanggor Sempurna Banua Atas 30

Sumber :Badan Pusat Statistik (Kabupaten Tapanuli Utara tahun 2015)

(27)

- Strength (Kekuatan) atau disingkat dengan “S”, yaitu karakteristik agribisnis usahatani yang memberikan kelebihan/keuntungan dibandingkan dengan yang lainnya. Kekuatan adalah sumber daya, keterampilan, atau keungulan- keungulan lain yang berhubungan dengan para pesaing dan kebutuhan pasar yang dapat dilayani oleh usahatani yang diharapkan dapat dilayani.

Kekuatan adalah kompetisi khusus yang memberikan keunggulan kompetitif bagi agribisnis usahatani di pasar.

- Weakness (Kelemahan) atau disingkat dengan “W”, yaitu karakteristik yang berkaitan dengan kelemahan pada agribisnis usahatani dibandingkan dengan yang lainnya. Kelemahan adalah keterbatasan atau kekurangan dalam sumber daya, keterampilan, dan kapabilitas yang secara efektif menghambat kinerja usahatani. Keterbatasan tersebut dapat berupa fasilitas, sumber daya keuangan, kemampuan manajemen dan keterampilan pemasaran dapat merupakan sumber dari kelemahan agribisnis usahatani.

- Opportunities (Peluang) atau disingkat dengan “O”, yaitu Peluang yang dapat dimanfaatkan bagi agribisnis usahatani untuk dapat berkembang di kemudian hari. Peluang adalah situasi penting yang mengguntungkan dalam lingkungan usahatani. Kecendrungan – kecendrungan penting merupakan salah satu sumber peluang, seperti perubahaan teknologi dan meningkatnya hubungan antara produsen dengan pembeli atau pemasok merupakan gambaran peluang bagi agribisnis usahatani.

- Threats (Ancaman) atau disingkat dengan “T”, yaitu Ancaman yang akan dihadapi oleh agribisnis usahatani yang dapat menghambat perkembangannya. Ancaman adalah situasi penting yang tidak menguntungan dalam lingkungan usahatani. Ancaman merupakan

(28)

pengganggu utama bagi posisi sekarang atau yang diinginkan agribisnis usahatani. Adanya peraturan-peraturan pemerintah yang baru atau yang direvisi dapat merupakan ancaman bagi kesuksesan agribisnis usahatani.

Dari keempat komponen dasar tersebut, Strength (kekuatan) dan Weakness (Kelemahan) adalah faktor internal agribisnis usahatani itu sendiri, sedangkan Oppoturnities (Peluang) dan Threats (Ancaman) merupakan faktor eksternal yang

mempengaruhi perkembangan agribisnis usahatani. Oleh karena itu, Analisis SWOT juga sering disebut dengan Analisis Internal-Eksternal (Internal-External Analisis) dan Matriks SWOT juga sering dikenal dengan Matrix IE (IE Matrix).

Ihsannudin (2015), mengemukakan analisis SWOT digunakan untuk melihat antara faktor internal dan eksternal dengan asumsi bahwa, strategi yang efektif akan memaksimalkan kekuatan dan peluang, serta meminimalkan kelemahan dan ancaman. Analisis SWOT juga merupakan salah satu alat yang dapat dipakai untuk mengetahui keunggulan dan kelemahan dari objek yang akan diteliti dan timbul secara langsung atau tidak langsung karena adanya persaingan.

Analisis SWOT dipengaruhi oleh lingkungan yang bersifat strategis yaitu kondisi wilayah, situasi, keadaan dan pengaruh yang mengelilingi dan dapat mempengaruhi perkembangan dari waktu ke waktu. Secara struktur lingkungan strategis yaitu faktor kekuatan (Strengths) dan kelemahan (Weakness) berupa lingkungan eksternal yang terdiri atas 2 (dua) faktor strategis yaitu peluang (Opportunities) dan ancaman (Threats).

Analisis SWOT dapat digunakan secara deskriptif dan secara kuantitatif.

Penggunaan SWOT secara deskriptif yaitu hanya menjelaskan bagaimana pengembangan suatu organisasi tampa menjelaskan strategi faktor-faktor internal

(29)

dan eksternalnya. Sedangkan penggunaan analisis SWOT secara kuantitatif yaitu menjelaskan dengan terperinci faktor-faktor internal dan eksternalnya dengan menggunakan bobot dan bagaimana strategi pengembangan tersebut bermanfaat bagi suatu usaha atau organisasi. Analisis SWOT ditujukan untuk mengidentifikasi berbagai faktor internal dan faktor eksternal untuk merumuskan strategi (Toguria, 2013).

Untuk melakukan Analisis SWOT, perlu membuat beberapa pertanyaan seperti berikut ini :

Strength (Kekuatan)

- Kelebihan apa yang dimiliki oleh agribisnis usahatani ?

- Apa yang membuat agribisnis usahatani lebih baik dari agribisnis usahatani lainnya?

- Keunikan apa yang dimiliki oleh agribisnis usahatani ? - Apa yang menyebabkan kita mendapatkan penjualan ?

- Apa yang dilihat atau dirasakan oleh konsumen kita sebagai suatu kelebihan ? Weakness (Kelemahan)

- Apa yang dapat ditingkatkan dalam agribisnis usahatani?

- Apa yang harus dihindari oleh agribisnis usahatani?

- Faktor apa yang menyebabkan kehilangan penjualan ?

- Apa yang dilihat atau dirasakan oleh konsumen kita sebagai suatu kelemahan agribisnis usahatani kita ?

- Apa yang dilakukan oleh pesaing sehingga mereka dapat lebih baik dari agribisnis usahatani kita ?

Opportunities (Peluang)

- Kesempatan apa yang dapat kita lihat ?

- Perkembangan tren apa yang sejalan dengan agribisnis usahatani kita ? Threats (Ancaman)

- Hambatan apa yang kita hadapi sekarang ?

(30)

- Apa yang dilakukan oleh pesaing agribisnis usahatani?

- Perkembangan teknologi apa yang menyebabkan ancaman bagi agribisnis usahatani?

- Adakah perubahan peraturan pemerintah yang akan mengancam perkembangan organisasi ?

Faktor-faktor yang mempengaruhi keempat komponen dasar Analisis SWOT diantaranya adalah :

Faktor Internal (Strength dan Weakness) - Sumber daya yang dimiliki

- Keuangan atau finansial

- Kelebihan atau kelemahan internal agribisnis usahatani

- Pengalaman-pengalaman agribisnis usahatani sebelumnya (baik yang berhasil maupun yang gagal)

Faktor Eksternal (Opportunities dan Threats) - Sumber-sumber permodalan

- Peraturan Pemerintah - Perkembangan Teknologi - Peristiwa-peristiwa yang terjadi - Lingkungan

2.2.4. Fungsi SWOT

Menurut Rangkuti (2005), fungsi dari Analisis SWOT adalah untuk mendapatkan informasi dari analisis situasi dan memisahkannya dalam pokok persoalan internal (kekuatan dan kelemahan) dan pokok persoalan eksternal (peluang dan ancaman). Analisis SWOT akan menjelaskan apakah informasi tersebut berindikasi untuk membantu agribisnis usahatani mencapai tujuannya, atau memberikan indikasi bahwa terdapat rintangan yang harus dihadapi atau diminimalkan untuk memenuhi pemasukan yang diinginkan. Analisis SWOT dapat digunakan untuk meningkatkan usaha penetapan strategi yaitu sebagai

(31)

kerangka/panduan sistematis dalam diskusi untuk membahas kondisi altenatif dasar yang mungkin menjadi pertimbangan agribisnis usahatani.

2.3. Penelitian Terdahulu

Penelitian Ropolemba (2010), dalam Analisis Strategi Pengembangan Agribisnis Komoditas Sayuran di Kabupaten Poso memperoleh hasil faktor-faktor internal yaitu motivasi petani, kelembagaan Gapoktan, lahan potensial, adopsi teknologi, visi dan misi organisasi/Gapoktan, struktur organisasi/Gapoktan, anggaran rutin, kompetensi aparatur, pengetahuan petani, modal petani, sarana dan prasarana, manajemen usaha tani, manajemen lembaga tani dan jangkauan kebijakan. Faktor-faktor eksternal yang yaitu : kebijakan pemerintah daerah, peluang pasar, peningkatan jumlah penduduk, peningkatan konsumsi perkapita, kondisi politik dan keamanan, iklim spesifik, letak geografis, harga input produksi, perkembangan teknologi, fluktuasi harga, sistem pemasaran, isu keamanan pangan, tekanan harga persaing, kekuatan tawar menawar pemasok dan kekuatan tawar menawar pembeli.

Sugiyanto (2014), Adapun faktor-faktor internal dari Petani Bawang merah Desa Duwel Kecamatan Kedungadem Kabupaten Bojonegoro adalah kemampuan Gapoktan, ketersediaan bahan baku, pengalaman SDM, penggunaan benih unggul dan lembaga yang menawarkan permodalan, harga bahan baku, akses informasi pasar modern, inovasi baru, pasar khusus agro, masih menggunakan alat manual. Faktor eksternal yaitu sentra andalan komoditi bawang merah, penyuluh pertanian yang dilakukan secara intensif, kontribusi penting terhadap kesejahteraan petani, permintaan pasar dan pesaing untuk usahatani

(32)

bawang merah di daerah tersebut, serangan hama dan penyakit, harga bawang merah, harga fluktuatif dan anomali iklim.

Kusumayana (2016), adapun faktor internal pada Strategi Pengembangan Usaha Budidaya Bawang Merah di Kabupaten Tabalong yaitu sebagai berikut pengalaman berusahatani, penggunaan benih unggul, tersedianya tenaga kerja, usia petani, peningkatan pendapatan, penggunaan teknologi, tingkat pendidikan, modal kurang, sistem pemasaran, kepengurusan kelompok. Dan faktor eksternal yaitu permintaan pasar, luas lahan, intensitas penyuluhan oleh PPL, pengetahuan masyarakat, dukungan kebijakan pemerintah dan kelembagaan, hama dan penyakit, akses transportasi, analisa kepentingan kelompok, kelangkaan pupuk, fluktuasi harga bawang merah.

Ihsanuddin (2015), adapun faktor internal pada Strategi Pengembangan Usahatani Bawang Merah Varietas Lembah Palu yaitu menggunakan pupuk organik cair, pengalaman berusahatani dan gotong royong, kemampuan petani membuat biopestisida, ketersediaan bahan baku, akses modal usahatani, tingkat pendidikan petani, penggunaan benih unggul, akses informasi pasar, posisi tawar petani. Faktor eksternal yaitu sebagai berikut, iklim dan lahan, dukungan dari pemerintah, permintaan pasar, benih bermutu, pelatihan dan penyuluhan kepada petani, pengairan, hama penyakit, herbisida organik, harga benih bermutu, kemitraan dengan swasta.

Safitri (2015), adapun faktor internal pada Pengembangan Agribisnis Beras Organik Di Desa Lubuk Bayas yaitu luas lahan padi organik, pengalaman bertani organik, produksi padi organik, pelaksanaan tahapan pertanian organik, pencatatan kegiatan usahatani, ketersediaan modal, pendapatan. Faktor eksternal

(33)

yaitu : ketersediaan sarana produksi pertanian, ketersediaan mesin penggiling dan tempat penjemuran, mutu beras organik, jaringan pemasaran, permintaan beras organik, dukungan Gapoktan, dukungan pemerintah, dukungan LSM, sarana irigasi.

Aji (2014), adapun faktor internal pada Strategi Pengembangan Agribisnis Komoditas Padi dalam Meningkatkan Ketahanan Pangan Kabupaten Jember yaitu penerapan teknologi mesin pertanian, sumberdaya manusia yang kompeten kebijakan pemerintah kabupaten jember, perencanaan program peningkatan produksi padi, soliditas aparatur pertanian dan instansi terkait, motivasi petani, produktifitas lahan yang semakin menurun, kemampuan finansial yang lemah, alih fungsi lahan persawahan, manajemen kelembagaan petani, sarana dan prasarana. Faktor eksternal yaitu meningkatnya permintaan beras, dukungan kebijakan pemerintah pusat, dukungan kebijakan pemerintah pusat, adanya pelayanan lembaga keuangan, kesesuaian letak geografis, potensi pengembangan lahan persawahan, adanya varietas benih unggul, fluktuasi harga input dan output produksi, menurunnya minat generasi muda di bidang pertanian, adanya produk substitusi, serangan organisme pengganggu tanaman, perubahan iklim.

Toguria (2013), adapun faktor internal pada strategi pengembangan agribisnis kopi mandailing yaitu kondisi fisik dan mutu Kopi Mandailing, produksi Kopi Mandailing, pengalaman petani dalam usahatani Kopi Mandailing, penguasaan petani, luas lahan dan jumlah input. Faktor eksternal yaitu permintaan Kopi Mandailing, tenaga pendamping (Penyuluh Pertanian), sarana pendukung dan infrastruktur, sumber daya manusia, posisi tawar, akses pasar, harga input rata-rata (diterima petani), harga jual Kopi Mandailing di tingkat petani, lembaga pendukung permodalan dan bantuan pemerintah.

Fauzi (2016), adapun faktor internal pada Strategi Pengembangan Agribisnis Kentang Merah di Kabupaten Solok Sumatera Barat yaitu manajemen

(34)

dan SDM, pemasaran, produksi dan operasi, keuangan dan teknologi. Adapun faktor eksternal yaitu lingkungan politik, pemerintah dan hukum, lingkungan sosial, budaya dan demografi, lingkungan ekonomi, lingkungan teknologi.

Gultom (2014), adapun faktor internal pada Strategi Pengembangan Agribisnis Kopi Samosir yaitu ketersediaan benih kopi, ketersediaan tenaga kerja, ketersediaan lahan, ketersediaan modal usaha tani, penguasaan teknologi dan bantuan pemerintah. adapun faktor ekternal yaitu tersedidanya informasi pasar, harga kopi yang stabil, tenaga penyuluh dan sarana dan prasarana.

Mohamad (2016), adapun faktor internal pada Strategi Pengembangan Agribisnis Jagung Di Kecamatan Ampana Tete Kabupaten Tojo Una-Una adalah sebagai berikut, potensi lahan, pengalaman petani, adanya Gapoktan (poktan), ketersediaan tenaga kerja, pendapatan petani rendah, keterbatasan modal, kualitas sumber daya manusia rendah, produksi rendah. Faktor eksternal yaitu adanya dukungan pemerintah, permintaan pasar, perkembangan teknologi, adanya penyuluh pertanian lapangan, adanya penetapan harga dari tengkulak, hama dan penyakit, sulit mengakses modal, kemitraan dengan swasta belum terbangun.

2.4. Kerangka Pemikiran

Perkembangan bawang merah saat ini masih jauh dari misi pemerintah tentang pengembangan agribisnis bawang merah. Adanya permasalahan sistemik dalam kegiatan agribisnis yang mengakibatkan perkembangan bawang merah dapat dikatakan lambat. Sistem agribisnis merupakan suatu kesatuan berbagai kegiatan yang berbeda-beda mulai dari subsistem penyediaan sarana produksi (saprodi), subsistem produksi, subsistem pengolahan dan subsistem pemasaran serta subsistem lembaga pendukung yang secara tidak langsung kegiatan tersebut

(35)

akan mempengaruhi kinerja subsistem lain yang pada akhirnya akan mempengaruhi kelancaran kegiatan dalam pengembangan sistem agribisnis. Oleh karena itu perlu ditetapkan strategi pengembangan sistem agribisnis yang tepat untuk membantu petani bawang merah mencapai tujuan akhir.

Penentuan alternatif strategi dalam pengembangan sistem agribisnis dengan menggunakan analisis SWOT, dimana dalam analisis SWOT dapat diidentifikasi dengan menggunakan faktor internal yaitu kekuatan (strength) dan kelemahan (weakness) dan faktor eksternal yaitu peluang (opportunity) dan ancaman (threat) yang berpengaruh dalam sistem agribinis bawang merah di daerah penelitian.

Setelah dilakukan analisis faktor internal dan eksternal dengan menggunakan SWOT, berdasarkan hasil skoring dan pembobotan serta dibuat dalam matriks posisi dan matriks SWOT, maka kita dapat menentukan strategi pengembangan apa yang sesuai dan bisa diterapkan untuk mengembangkan sistem agribisnis bawang merah di daerah penelitian.

Terdapat 10 faktor internal dan 10 faktor ekternal, faktor-faktor tersebut digolongkan menjadi empat faktor yaitu faktor kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman. Kemudian, faktor-faktor tersebut digabungkan menjadi faktor strategi dalam meningkatkan agribisnis komoditas bawang merah di Kecamatan Muara, Kabupaten Tapanuli Utara.

(36)

Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada gambar berikut :

Gambar 4. Kerangka Pemikiran Strategi Pengembangan Bawang Merah di Kecamatan Muara Kabupaten Tapanuli Utara

Agribisnis Komoditas Bawang Merah

Peluang

Kekuatan Kelemahan Ancaman

Strategi Pengembangan Komoditas Bawang Merah

Faktor Internal 1. Kondisi fisik dan mutu

bawang merah

2. Produksi bawang merah 3. Pengalaman petani dalam

usaha tani bawang merah 4. Penguasaan petani terhadap

teknik budidaya 5. Luas lahan

6. Penggunaan input 7. Modal Petani

8. Benih yang digunakan dan ketersediaan benih unggul 9. Tenaga kerja yang digunakan

Faktor Eksternal 1. Permintaan bawang merah 2. Harga input rata-rata dan

ketersediaan input

3. Harga jual bawang merah di tingkat petani

4. Dukungan Gapoktan 5. Dukungan pemerintah 6. Infrastruktur dan sarana

pendukung agroindustri 7. Tenaga Pendamping

(Penyuluh Pertanian) 8. Posisi tawar

9. Akses pasar

Keterangan : : Ada hubungan

(37)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1. Metode Penentuan Daerah Penelitian

Penentuan daerah penelitian dilakukan secara sengaja (porpusive) yaitu dilakukan di Kecamatan Muara, Kabupaten Tapanuli Utara. Peneliti memilih Kecamatan Muara adalah karena daerah tersebut merupakan daerah yang memiliki kondisi eksisting yang sesuai dengan pertumbuhan tanaman bawang merah. Kemudian, peneliti memilih Kabupaten Tapanuli Utara karena kabupaten tersebut merupakan penghasil bawang merah terendah kedua di Provinsi Sumatera Utara yaitu dengan jumlah produksi sebanyak 500,74 Ton pada tahun 2015, sedangkan di kecamatan lainnya produksi bawang merah tergolong tinggi. Maka dari pada itu penulis berharap penelitian ini dapat membantu Gapoktan Kecamatan Muara dalam melaksanakan strategi yang telah diformulasikan oleh penulis untuk mengembangkan agribisnis komoditas bawang merah di Kecamatan Muara.

Berikut adalah tabel luas panen dan produksi bawang merah menurut kecamatan di Kabupaten Tapanuli Utara, 2015 :

Tabel 3. Luas Panen dan Produksi Bawang Merah menurut Kecamatan di Kabupaten Tapanuli Utara, 2015

Tahun Kecamatan Luas Lahan (Ha) Produksi (Ton)

2015 Pagaran 1 9,40

Muara 69 491,34

Total 70 500,74

2014 Pagaran 2 18,20

Muara 66 473,14

Total 68 491,34

2013 Pagaran 1 9,50

Muara 66 440,07

Total 67 449,57

Sumber : Badan Pusat Statistik (Kabupaten Tapanuli Utara tahun 2015)

(38)

Kabupaten Tapanuli Utara hanya memiliki 2 kecamatan penghasil bawang merah yaitu Kecamatan Pagaran dan Kecamatan Muara. Kecamatan Muara merupakan kecamatan penghasil bawang merah terbanyak dan luas lahan terbanyak di Kabupaten Tapanuli Utara yaitu sebesar 69 Ha dan produksinya 491,34 Ton. Pada Tabel 2 dapat dilihat luas lahan dan jumlah produksi keseluruhan bawang merah di Kabupaten Tapanuli Utara pada tahun 2015 yaitu sebesar 70 Ha dengan produksi 500,74 ton pada tahun 2015, 68 Ha dengan produksi 491,34 ton pada tahun 2014 dan sebanyak 67 Ha dengan produksi 449,57 ton pada 2013, Produksi tertinggi adalah pada tahun 2015.

3.2. Metode Penentuan populasi dan Sampel

Sampel merupakan suatu bagian dari populasi yang akan di teliti dan yang dianggap dapat menggambarkan populasinya. Populasi dalam penelitian ini adalah petani yang membudidayakan bawang merah dalam usahatani miliknya. Metode yang digunakan dalam pengambilan sampel adalah metode pengambilan sampel aksidental (Accidental Sampling), yaitu penentuan sampel berdasarkan orang yang ditemui secara kebetulan atau siapapun yang dipandang peneliti cocok sebagai sumber data. Alasan menggunakan metode tersebut adalah karena populasi petani bawang merah di Kecamatan Muara tidak diketahui. Jumlah sampel yang diteliti adalah sebanyak 30 sampel yang berasal dari 5 desa yaitu, 3 sampel dari Desa Huta Nagodang, 5 sampel dari Desa Simatupang, 5 sampel dari Desa Dolok Martumbur, 5 sampel dari Desa Huta Ginjang dan 7 sampel dari Desa Pulau Sibandang .

(39)

3.3. Metode Pengumpulan Data

Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini terdiri dari data primer dan data sekunder. Data primer yaitu data keadaan usaha tani dan latar belakang petani yang diperoleh dari hasil pengamatan serta wawancara langsung dengan responden, yaitu petani yang membudidayakan bawang merah dan Penyuluh Pertanian Lapang (PPL) setempat, dengan menggunakan daftar pertanyaan/kuisioner yang telah dipersiapkan terlebih dahulu. Data sekunder seperti topografi wilayah dan data kependudukan (demografi) diperoleh dari Dinas Pertanian dan Perkebunan Kabupaten Tapanuli Utara, Badan Pusat Statistik, perpustakaan USU dan dari berbagai sumber referensi dari internet.

Berikut adalah tabel faktor internal dan faktor eksternal serta responden yang dibutuhkan pada pengumpulan data :

Tabel 4. Faktor internal dan faktor eksternal serta responden yang dibutuhkan

No. Faktor-faktor Responden

1. Faktor Internal

0. Kondisi fisik dan mutu bawang merah

Petani Bawang Merah

1. Produksi bawang merah

Dinas Pertanian Kecamatan Muara

dan Petani Bawang Merah 2. Pengalaman petani dalam

usaha tani bawang merah

Petani Bawang Merah 3. Penguasaan petani terhadap

teknik budidaya

Petani Bawang Merah

4. Luas lahan Petani Bawang

Merah 5. Penggunaan input Petani Bawang

Merah

6. Modal Petani Petani Bawang

Merah

7. Varietas Unggul Petani Bawang

Merah

(40)

8. Komponen PHT Penyuluh Pertanian Lapang

2. Faktor Eksternal

- Permintaan bawang merah Petani Bawang Merah - Harga input rata-rata dan

ketersediaan input

Petani Bawang Merah - Harga jual bawang merah di

tingkat petani

Petani Bawang Merah - Lembaga pendukung

permodalan

Dinas Pertanian Kecamatan Muara - Bantuan pemerintah Dinas Pertanian

Kecamatan Muara - Program pemerintah Dinas Pertanian

Kecamatan Muara - Sarana pendukung dan

Infrastruktur

Petani Bawang Merah - Tenaga Pendamping

(penyuluh Pertanian)

Petani Bawang Merah

- Posisi tawar Petani Bawang

Merah

- Akses Pasar Petani Bawang

Merah 3.4. Metode Analisis Data

Analisis terhadap data akan dilakukan melalui analisis deskriptif kualitatif dan kuantitatif. Analisis deskriptif kualitatif digunakan untuk mendapatkan gambaran mengenai lingkungan usahatani bawang merah. Sedangkan analisis kuantitatif menggunakan matriks IFAS (Internal Factor Analysis Summary) dan EFAS (External Factor Analysis Summary).

Perumusan strategi pengembangan bawang merah di Kecamatan Muara dilakukan melalui tiga tahap, yaitu tahap pengumpulan data, tahap analisis dan tahap pengambilan keputusan. Pada tahap pengumpulan data dikumpulkan informasi dasar yang diperlukan untuk merumuskan strategi dengan menggunakan matriks IFAS (Internal Factor Analysis Summary) dan EFAS (External Factor Analysis Summary). Informasi dasar ini diperoleh dari data primer dan data

(41)

sekunder. Tahap analisis merupakan tahap perumusan strategi yang dilakukan dengan menggunakan analisis SWOT. Analisis SWOT didasarkan pada asumsi bahwa strategi yang efektif adalah memaksimalkan kekuatan dan peluang, meminimalkan kelemahan dan ancaman. Matriks SWOT terdiri dari empat sel faktor (Strength, Weakness, Opportunity dan Threat) dan empat sel alternatif strategi (Strategi SO, Strategi WO, Strategi ST dan Strategi WT). Kemudian dilanjutkan dengan tahap pengambilan keputusan.

Matriks tersebut dapat menggambarkan secara jelas bagaimana peluang dan ancaman eksternal yang dihadapi dapat disesuaikan dengan kekuatan dan kelemahan yang dimiliki serta menghasilkan empat sel kemungkinann alternatif strategis, seperti dijelaskan pada gambar di bawah ini:

IFAS EFAS

STRENGTH (S) Menentukan faktor kekuatan Internal

WEAKNESSES (W) Menentukan faktor kelemahan internal OPPORTUNITIES (O)

Menentukan faktor peluang Eksternal

STRATEGI (SO) Strategi yang

menggunakan kekuatan dan memanfaatkan peluang

STRATEGI (WO) Strategi yang

meminimalkan kelemahan dan memanfaatkan peluang

TREATHS (T) Menentukan faktor ancaman

Eksternal

STRATEGI (ST) Strategi yang

menggunakan kekuatan dan mengatasi ancaman

STRATEGI (WT) Strategi yang

meminimalkan kelemahan dan menghindari ancaman Sumber : Gultom, 2014

Gambar 5. Matriks Sel Alternatif Strategi 3.4.1. Matrix IFAS (Internal Factor Analysis Summary)

Menurut Erwiani (2013), IFAS Matrix dapat dikembangkan dalam lima tahap, yaitu :

1. Membuat daftar faktor internal, yaitu faktor kekuatan dan kelemahannya.

(42)

2. Memberi skor (nilai) antara 1 sampai 4 bagi masing-masing faktor untuk menunjukkan apakah faktor tersebut memiliki kelemahan yang besar (skor = 1), kelemahan yang kecil (skor = 2), kekuatan yang kecil (skor = 3), dan kekuatan yang besar (skor = 4). Jadi sebenarnya, skor mengacu pada usaha tani sedangkan bobot mengacu pada pentingnya faktor tersebut dilakukan.

3. Menentukan bobot nilai antara 0,0 (tidak penting) sampai 1,0 (sangat penting) bagi masing-masing faktor. Nilai bobot menunjukkan kepentingan relatif dari faktor tersebut untuk menjadi sukses dalam usaha taninya.

Jumlah seluruh bobot harus 1,0.

Bobot = Skor x Total bobot Total skor

4. Mengalikan bobot dan skor dari masing-masng faktor untuk menentukan skor terbobot

5. Menjumlahkan total skor terbobot masing-masing variabel. Nilainya merupakan nilai bagi agribisnis usahatani tersebut dari sisi IFAS Matrix.

Nilai rata-rata adalah 2,5. Jika nilainya di bawah 2,5 menandakan bahwa secara internal usahatani lemah, sedangkan nilai di atas 2,5 menunjukkan posisi internal yang kuat.

3.4.2. Matrix EFAS (External Factor Analysis Summary)

Menurut Erwiani (2013), ada lima tahap dalam mengembangkan EFAS Matrix, yaitu :

1. Membuatdaftar faktor eksternalyang mencakup perihal peluang dan ancaman.

2. Selanjutnya tentang skor, setiap faktor diberi skor antara 1 sampai 4, di mana :

(43)

4 = respon sangat bagus, 3 = respon di atas rata-rata, 2 = respon rata-rata,

1 = respon di bawah rata-rata.

Skor ini berdasar pada efektivitas strategi usaha tani, dengan demikian nilainya berdasarkan pada kondisi usaha tani.

3. Menentukan bobot dari faktor-faktor tersebut dengan skala mulai dari 0,0 (tidak penting) sampai 1,0 (sangat penting). Total seluruh bobot dari faktor tersebut harus sama dengan 1,0.

Bobot = Skor x total bobot Total skor

4. Mengalikan masing-masing nilai bobot dengan skornya untuk mendapatkan skor terbobot untuk semua faktor.

5. Menjumlah semua skor terbobot untuk mendapatkan nilai total score usaha tani. Sudah tentu bahwa dalam EFAS Matrix, kemungkinan nilai terbesar total score adalah 4,0 dan terendah adalah 1,0. Total score 4,0 mengindikasikan bahwa usaha tani merespon peluang yang ada dengan cara yang luar biasa dan menghindari ancaman-ancaman di pasar. Total score sebesar 1,0 menunjukkan strategi-strategi usaha tani tidak memanfaatkan peluang-peluang atau tidak menghindari ancaman-ancaman eksternal.

Pada tabel berikut akan dijelaskan bagaimana pembuatan tabel pemberian rating, bobot dan skor.

(44)

Tabel 5. Faktor Strategi

Faktor Strategi Skor Bobot Scoring

Internal/Eksternal (Skor x Bobot)

Kekuatan/Peluang 1.

2.

3.

Total bobot kekuatan/peluang 0,5 Kelemahan/Ancaman

1.

2.

3.

Total Bobot Kelemahan/Ancaman 0,5 Selisih Kekuatan-Kelemahan

Selisih Peluang-Ancaman Sumber : Gultom (2014)

3.4.3 Matrix SWOT

Ada delapan tahap dalam membentuk Matriks SWOT (Erwiani,2013), yakni:

1. Membuat daftar kekuatan dan kelemahan internal usaha tani 2. Membuat daftar peluang dan ancaman eksternal usaha tani

3. Mencocokkan kekuatan-kekuatan internal dan peluang-peluang eksternal serta mencatat hasilnya dalam sel Strategi SO

4. Mencocokkan kelemahan-kelemahan internal dan peluang-peluang eksternal serta catat hasilnya dalam sel Strategi WO

5. Mencocokkan kekuaktan-kekuatan internal dan ancaman-ancaman eksternal sertamencatat hasilnya dalam sel Strategi ST

6. Mencocokkan kelemahan-kelemahan internal dan ancaman-ancaman eksternal serta mencatat hasilnya dalam sel Strategi WT

(45)

Hasil analisis pada tabel matriks faktor strategi internal dan faktor strategi eksternal dipetakan pada matriks posisi dengan cara sebagai berikut :

a. Sumbu horizontal (x) menunjukkan kekuatan dan kelemahan, sedangkan sumbu (y) menunjukkan peluang dan ancaman.

b. Posisi agribisnis usahatani ditentukan dengan hasil sebagai berikut :

- Jika peluang lebih besar dari pada ancaman maka, nilai y > 0 dan sebaliknya jika ancaman lebih besar dari pada peluang maka, nilai y < 0.

- Jika kekuatan lebih besar dari pada kelemahan maka, nilai x > 0 dan sebaliknya jika kelemahan lebih besar dari pada kekuatan maka nilai x < 0.

Y(+)

Kuadran III Kuadran I

Strategi Turn-around Strategi agresif

X (-) X(+)

Kuadran IV Kuadran II

Strategi Defensif Strategi Diversifikasi Y(-)

Gambar 6. Matriks Posisi SWOT Keterangan :

Kuadran I

- Merupakan posisi yang menguntungkan.

EKSTERNAL FAKTOR I

N T E R N A L F A K T O R

(46)

- Mempunyai peluang dan kekuatan sehingga dapat memanfaatkan peluang secara maksimal.

- Menerapkan strategi yang mendukung kebijakan pertumbuhan yang agresif.

Kuadran II

- Meskipun menghadapi berbagai ancaman, namun mempunyai keunggulan sumber daya.

- Menggunakan kekuatan untuk memanfaatkan peluang jangka panjang.

Kuadran III

- Mempunyai peluang besar tetapi sumber dayanya lemah, karena itu dapat memanfaatkan peluang tersebut secara optimal fokus strategi agribisnis usahatani pada posisi seperti inilah meminimalkan kendala-kendala internal.

Kuadran IV

- Merupakan kondisi yang serba tidak menguntungkan.

- Menghadapi berbagai ancaman eksternal sementara sumberdaya yang dimiliki mempunyai banyak kelemahan.

3.5. Definisi dan Batasan Operasional

Untuk menghindari kesalahpahaman dan kekeliruan dalam penafsiran penelitian ini, maka perlu dibuat defenisi dan batasan operasional sebagai berikut:

3.5.1. Definisi

1. Petani bawang merah adalah petani yang mengusahakan serta mendapat penghasilan dari usaha tani bawang merah.

2. Usahatani adalah suatu organisasi produksi dimana petani sebagai pelaksana mengorganisasi alam, tenaga kerja dan modal ditunjukkan pada produksi di sektor pertanian, baik berdasarkan pada pencarian laba atau tidak. Keadaan

(47)

alam serta iklim juga mempunyai pengaruh pada proses produksi. Untuk mencapai hasil produksi diperlukan pengaturan yang cukup intensif dalam penggunaan biaya, modal dan faktor-faktor lain dalam usahatani.

3. Agribisnis adalah salah satu kesatuan sistem yang terdiri dari beberapa subsistem yang saling terkait erat, yaitu subsistem pengadaan sarana produksi, subsistem usahatani, subsistem pasca panen dan pengolahan, subsistem pemasaran, subsistem jasa dan penunjang. Dalam penelitian ini penulis lebih menekankan kepada pengadaan sarana produksi dan subsistem usaha tani.

4. Strategi adalah tindakan yang dilakukan untuk meningkatkan pengembangan agribisnis dengan cara memanfatkan kekuatan dan peluang yang ada. Memperkecil kelemahan dan ancaman dengan cara memanfaatkan kekuatan dan peluang tersebut. Sehingga tujuan dapat tercapai dengan hasil yang maksimal.

5. Strategi pengembangan agribisnis bawang merah adalah hal-hal yang dapat digunakan untuk meningkatkan agribisnis bawang merah yaitu subsistem Penyediaan Sarana Produksi, Subsistem Usahatani atau Proses Produksi, subsistem Pengolahan Hasil, Subsistem Pemasaran dan Subsistem Penunjang.

6. Analisis SWOT adalah identifikasi dalam berbagai faktor yang secara sistematis untuk merumuskan suatu strategi perusahaan dan didasarkan pada suatu hubungan atau interaksi diantara unsur-unsur internal yaitu, kekuatan serta kelemahan, unsur-unsur eksternal yaitu peluang serta ancaman.

(48)

7. Strengths (kekuatan) adalah sumber daya, keterampilan, atau keungulan-keungulan lain yang berhubungan dengan para pesaing perusahaan dan kebutuhan pasar yang dapat dilayani oleh perusahaan yang diharapkan dapat dilayani. Kekuatan adalah kompetisi khusus yang memberikan keunggulan kompetitif bagi perusahaan di pasar

8. Weaknesses (kelemahan) adalah adalah keterbatasan atau kekurangan dalam sumber daya, keterampilan, dan kapabilitas yang secara efektif menghambat kinerja perusahaan. Keterbatasan tersebut dapat berupa fasilitas, sumber daya keuangan, kemampuan manajemen dan keterampilan pemasaran dapat merupakan sumber dari kelemahan perusahaan.

9. Opportunities (peluang) adalah situasi penting yang mengguntungkan dalam lingkungan perusahaan. Kecenderungan- kecenderungan penting merupakan salah satu sumber peluang, seperti perubahaan teknologi dan meningkatnya hubungan antara perusahaan dengan pembeli atau pemasok merupakan gambaran peluang bagi perusahaan.

10. Threats (ancaman) adalah situasi penting yang tidak menguntungan dalam lingkungan perusahaan. Ancaman merupakan pengganggu utama bagi posisi sekarang atau yang diinginkan perusahaan.

Adanya peraturan-peraturan pemerintah yang baru atau yang direvisi dapat merupakan ancaman bagi kesuksesan perusahaan.

(49)

11. Internal Factor Analysis Summary (IFAS) adalah analisis dari faktor internal berupa kekuatan dan kelemahan yang dapat berpengaruh terhadap agribisnis yang sedang dijalankan.

12. External Factor Analysis Summary (EFAS) adalah analisis dari faktor eksternal berupa peluang dan ancaman yang dapat berpengaruh terhadap agribisnis yang sedang dijalankan.

3.5.2. Batasan Operasional

1. Tempat daerah penelitian adalah Kecamatan Muara, Kabupaten Tapanuli Utara

2. Responden penelitian ini adalah responden yang diambil dari semua subsistem agribisnis yaitu Dinas Pertanian dan Perkebunan Kabupaten Tapanuli Utara , Penyuluh Pertanian, dan petani yang mengusahakan tanaman bawang merah di Kecamatan Muara, Kabupaten Tapanuli Utara.

3. Waktu penelitian adalah tahun 2017.

Gambar

Gambar 1.   Jumlah produksi bawang merah Kecamatan Muara Kabupaten     Tapanuli Utara Tahun 2011-2014
Gambar 2. Luas panen areal bawang merah di Kecamatan Muara  Kabupaten Tapanuli Utara tahun 2011-2014
Gambar 3. Sistem Agribisnis
Gambar 4. Kerangka Pemikiran Strategi Pengembangan Bawang Merah di  Kecamatan Muara Kabupaten Tapanuli Utara
+7

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan uraian tersebut, penelitian ini bertujuan mengetahui (i) paramater kimia, fisik dan kualitas perairan menggunakan indeks kualitas perairan (WQI), (ii)

[r]

Pasangan Batako tebal 1/2 bata, camp... Pemasangan

Bentuk basis data dengan menggunakan Physical Data Model yang menampilkan relasi-relasi antar tabel yang digunakan pada aplikasi visualisasi data mahasiswa dan

Dana tahapan per masa masuk sekolah yang diberikan perusahaan pada peserta asuransi sistem syariah merupakan persentase dari jumlah premi yang dibayar oleh peserta,

Data minimum ialah minimum ialah data data yang paling yang paling sederhana yang sederhana yang masih masih dapat mengenal dapat mengenal suatu kasus kanker yang

Risk dan return saham syariah pada sektor industri barang konsumsi Risk dan return saham syariah pada sektor industri barang konsumsi ini lebih rendah jika

Menurut saya tes yang diberikan dalam proses seleksi dapat menggambarkan kemampuan pelamar sesuai dengan pekerjaan yang dilamarnya ( penjelasan : tes berkaitan dengan