27
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
IV.1 Penentuan Bahan Aditif sebagai Pewarna dan Pewangi Alami
Pada pembuatan pewarna dan pewangi alami menggunakan berbagai metode yaitu maserasi, sokhletasi, destilasi uap, pengambilan ekstrak dengan pemanasan, dan pengambilan pigmen warna. Bahan yang digunakan antara lain adas, telang, secang, dan kulit jeruk. Hasil ekstraksi berbagai metode dengan bahan yang berbeda dapat dilihat pada Tabel IV.1.
Tabel IV.1 Hasil Ekstraksi Berbagai Metode dan Bahan Metode
Bahan
Adas Telang Secang Kulit
Jeruk Pandan
Maserasi
Warna Hijau, Aroma Adas
Warna Biru Tua,
Tidak Beraroma
Warna Merah, Tidak Beraroma
- -
Sokhletasi
Warna Coklat, Aroma Adas
- - - -
Penyulingan Minyak
Atsiri
- - -
Warna Bening,
Aroma Jeruk
-
Ekstraksi pada Suhu
Tinggi
Warna Coklat, Aroma Adas
Warna Biru, Tidak Beraroma
Warna Merah, Tidak Beraroma
- -
Ekstraksi pada Suhu
Ruang
- - - -
Warna Hijau, Aroma Pandan
27 commit to user commit to user
28 Berikut gambar hasil ekstrak yang dihasilkan dari berbagai metode dan bahan yang berbeda.
Gambar IV.1 Hasil Ekstrak Berbagai Metode dengan Bahan yang Berbeda IV.2 Pembuatan Sabun Susu Padat dengan Cold Process
Metode pembutan sabun susu padat secara rumahan (home made) untuk industri UMKM dari susu sapi segar dalam Tugas Akhir ini dilakukan menggunakan proses dingin (cold process). Hasil percobaan dengan proses dingin disajikan dalam Gambar IV.4.
Gambar IV.2 Penampakan Hasil Sabun Susu Padat dengan Proses Dingin (Cold Process)
Sabun susu padat yang dibuat dengan proses dingin (cold process) bewarna putih dan homogen. Kelemahan metode proses dingin terkait dengan waktu curing yang lama akan diantisipasi dengan optimasi formula bahan baku sehingga basa yang digunakan tidak memberikan kadar alkali bebas yang tinggi.
IV.3 Karakterisasi Sabun dari Minyak Nabati
Sabun susu padat yang diperoleh dari reaksi penyabunan susu sapi segar murni dengan basa NaOH memiliki tekstur yang lembut dan halus di kulit tetapi terlalu lunak, mudah hancur, menghasilkan sedikit busa, dan kadar alkali bebas yang tinggi. Oleh karena itu, perlu dilakukan upgrading dengan menambahkan commit to user commit to user
29 minyak nabati sebagai bahan baku kedua. Pertimbangan utama yang akan digunakan dalam penentuan komposisi bahan baku pembuatan sabun susu padat adalah kualitas sabun yang dihasilkan dan harga minyak nabati.
Minyak kelapa berfungsi sebagai penghasil busa dalam sabun dan menghasilkan sabun yang keras dan merupakan agen pembersih dalam sabun.
Minyak kelapa sawit berfungsi untuk menghasilkan sabun yang keras dan dapat bertahan lama saat digunakan. Selain menggunakan minyak kelapa dan kelapa sawit dapat juga ditambahkan minyak zaitun. Namun terdapat kendala yakni minyak zaitun memiliki harga yang mahal sehingga untuk formulasi sabun susu padat hanya menggunakan minyak kelapa dan minyak kelapa sawit. Hasil investigasi lapangan di pasaran, harga minyak kelapa Rp 34.000/L dan minyak kelapa sawit Rp 15.000/L. Karakterisasi dilakukan dalam dua tahap yaitu karakterisasi kualitatif dan karakterisasi
a. Karakterisasi Kuantitatif Minyak Nabati
Karakterisasi kuantitatif ditunjukkan untuk mengetahui jumlah basa yang harus ditambahkan dalam proses penyabunan sempurna, yaitu melalui uji bilangan penyabunan terhadap susu sapi segar dan dua jenis minyak nabati yang digunakan. Berikut merupakan hasil pengujian bilangan penyabunan.
Tabel IV.2 Hasil Uji Bilangan Penyabunan Bahan Hasil Uji Bilangan
Penyabunan Literatur
Minyak Kelapa 259,25 264
Minyak Kelapa Sawit 194,5 206
Susu Sapi Segar 57,82 -
Berdasarkan Tabel IV.2 hasil uji bilangan penyabunan untuk dua jenis minyak nabati sesuai dengan data literatur. Urutan bilangan penyabunan dari yang terbesar adalah minyak kelapa kemudian minyak kelapa sawit. Semakin besar nilai bilangan penyabunan menunjukkan semakin banyak basa yang digunakan untuk penyabunan sempurna. Komponen utama asam lemak dalam minyak kelapa adalah asam laurat (Ccommit to user commit to user 11), sedangkan dalam minyak kelapa sawit
30 adalah asam palmitat (C13), dan dalam minyak zaitun adalah asam oleat (C13-1 ikatan rangkap), dan asam linoleat (C13-2 ikatan rangkap). Bilangan penyabunan susu sapi segar relatif kecil karena kandungan lemak di dalam susu sapi segar sebesar 3,3% (Maheswari dan Ronny, 2002).
Minyak kelapa memiliki bilangan penyabunan yang paling tinggi karena kandungan asam laurat di dalamnya. Asam laurat memiliki bobot molekul paling kecil dibandingkan asam palmitat, asam oleat, dan asam linoleat.
Sehingga jumlah mol asam laurat dalam berat sampel yang sama akan lebih tinggi dan mengakibatkan basa yang diperlukan dalam penyabunan sempurna akan lebih banyak. kuantitatif.
b. Karakterisasi Kualitatif Sabun dari Minyak Nabati
Karakterisasi kualitatif sabun minyak nabati ditujukan untuk mengetahui pengaruh jenis minyak nabati yang digunakan sebagai bahan baku kedua yang ditunjukkan pada penampakan fisis sabun susu padat yang dihasilkan.
Penampakan fisis sabun susu padat dari tiga jenis minyak nabati disajikan pada Gambar IV.3, dan sifat fisis sabun susu padat yang dihasilkan disajikan pada Tabel IV.3.
Gambar IV.3 Penampakan Fisis Sabun Susu Padat dengan Bahan Baku Kedua:
(A) Minyak Kelapa, (B) Minyak Kelapa Sawit dan (D) Minyak Kelapa + Minyak Kelapa Sawit
(C) (A) (B)
commit to user commit to user
31 Tabel IV.3 Sifat Fisis Sabun Susu Padat Berbahan Baku Berbagai Minyak Nabati
Sampel Jenis Minyak Warna Tekstur Daya Busa A Minyak kelapa Kecoklatan Sedikit Keras Tinggi B Minyak kelapa
sawit Putih Keras Rendah
C
Minyak kelapa sawit+minyak
kelapa
Putih agak
kecoklatan Keras Tinggi
Berdasarkan Gambar IV.3 dan Tabel IV.3, penggunaan minyak nabati yang berbeda akan memberikan sifat dan penampakan fisis sabun susu padat yang berbeda pula. Sabun susu padat dari minyak kelapa berwujud sedikit keras dan memiliki daya busa tinggi. Sedangkan sabun dari minyak kelapa sawit memiliki tekstur yang keras tetapi daya busa rendah. Sabun susu padat yang dihasilkan diharapkan mempunyai tekstur yang lembut di kulit dan daya busa tinggi. Akan tetapi minyak kelapa yang berlebih dalam campuran bahan baku akan menghasilkan sabun yang sangat lunak. Sehingga untuk memperoleh sabun susu padat yang tepat digunakan campuran minyak kelapa dan minyak kelapa sawit.
IV.4 Formulasi Pembuatan Sabun Susu Padat
Sabun padat yang diinginkan merupakan sabun dengan bahan dasar susu sapi segar, sehingga diinginkan kadar susu sapi dalam sabun optimal agar diperoleh manfaat dari susu sapi terhadap kesehatan kulit, mempunyai nilai ekonomis, dan mudah diaplikasikan untuk Usaha Mikro, Kecil dan Menengah. Oleh karena itu dilakukan penyusunan formula bahan baku pembuatan sabun susu padat dengan variasi jumlah susu sapi segar dan minyak nabati yang digunakan.
Formula pembuatan sabun susu padat disajikan dalam Tabel IV.4, sedangkan hasil pengamatan disajikan dalam Tabel IV.5.
commit to user commit to user
32 Tabel IV.4 Formulasi Pembuatan Sabun Susu Padat dari Susu Sapi Segar
Bahan Perlakuan (gram)
P1 P2 P3 P4
Susu sapi segar 45 45 55 55
Minyak kelapa 25 10 25 10
Minyak kelapa
sawit 100 100 100 100
NaOH 26 22 26 22
Pewarna dan
pewangi alami 10 10 10 10
Tabel IV.5 Hasil Pengamatan Pembuatan Sabun Susu Padat
Sampel tpengadukan, men Pencetakan Kekerasan
P1 10 Mudah Keras
P2 10 Mudah Lunak
P3 10 Mudah Keras
P4 10 Mudah Lunak
Berdasarkan Tabel IV.5 dapat dilihat bahwa sabun dengan formulasi P1 dan P3 mempunyai tekstur yang keras dan formulasi P2 dan P4 mempunyai tekstur yang lunak. Sabun yang diinginkan nantinya mempunyai tekstur yang keras sehingga untuk formulasi P1 dan P3 bisa menjadi pertimbangan.
IV.5 Pengujian Produk Sabun Susu Padat
Pengujian sabun susu padat dilakukan terhadap sabun hasil formulasi (P1, P2, P3 dan P4) dan dibandingkan terhadap sabun komersial. Sabun komersial yang digunakan sebagai pembanding adalah sabun susu LERVIA (K1). Pengujian meliputi uji laboratorium (derajat keasaman (pH), kadar air, alkali bebas dan stabilitas busa), serta uji penerimaan produk oleh calon konsumen yang meliputi warna, aroma, daya busa, dan tekstur dalam penggunaan. Hasil uji laboratorium disajikan dalam Tabel IV.6.
commit to user commit to user
33 Tabel IV.6 Rangkuman Hasil Uji Laboratorium terhadap Sabun Susu Padat
dengan Waktu Curing 24 jam Sampel pH Kadar Air,
%
Alkali Bebas, %
Stabilitas Busa, %
P1 10,95 2,01 0,98 58,33
P2 10,05 1,44 1,29 20,00
P3 10,40 5,09 1,12 66,67
P4 9,59 7,22 1,18 62,50
K1 10,00 6,00 0 76,92
Berdasarkan Tabel IV.6 dapat dilihat bahwa untuk formulasi P3 memiliki stabilitas busa yang paling tinggi diantara semua formulasi. Selain itu, formulasi P3 juga memiliki tekstur yang sesuai dengan yang diinginkan, yaitu tekstur yang keras.
Sehinga formulasi P3 merupakan formulasi terbaik untuk membuat sabun susu padat.
Hasil pengukuran pH sabun susu padat menunjukkan sabun susu padat bersifat basa dan semakin tinggi nilai pH juga menggambarkan terdapat sisa basa sehingga untuk dapat dipergunakan sabun susu padat harus dibiarkan terlebih dahulu (curing). Jumlah sisa basa dalam produk sabun susu padat ditentukan dengan uji kadar alkali bebas.
Alkali bebas merupakan alkali yang tidak habis bereaksi dengan asam lemak pada proses pembuatan sabun. Berdasarkan Tabel IV.9 terlihat produk hasil formulasi masih mengandung alkali bebas, sedangkan produk sabun susu komersial sudah tidak mengandung alkali bebas walaupun pH tetap basa. Hal ini terjadi karena uji alkali bebas terhadap produk P1, P2, P3, dan P4 dilakukan setelah 24 jam proses pembuatan.
Pengaruh waktu curing diamati terhadap produk P3 dan disajikan dalam Gambar IV.4. commit to user commit to user
34 Gambar IV.4 Pengaruh Lama Waktu Curing terhadap Nilai Alkali Bebas
Berdasarkan gambar IV.4 terlihat kadar alkali bebas berkurang dengan bertambahnya waktu.
Berdasarkan SNI (1994), kadar air maksimal dalam sabun batang sebesar 15%. Sabun susu padat yang dihasilkan dari formulasi telah memenuhi Kriteria mutu SNI. Kadar air dalam sabun susu padat berasal dari susu sapi segar.
Hasil uji stabilitas busa menunjukkan daya busa sabun susu hasil formulasi lebih rendah dibanding sabun susu komersial. Daya pembusaan produk sabun susu padat dapat ditingkatkan dengan memperbesar kandungan minyak kelapa.
Uji penerimaan produk oleh calon konsumen merupakan salah satu uji yang menyangkut penilaian seseorang terhadap kesukaan atau ketidaksukaan suatu produk. Uji kesukaan dilakukan untuk mengetahui tingkat penerimaan konsumen terhadap sabun susu yang dihasilkan. Kriteria uji penerimaan calon konsumen yang dilakukan meliputi warna, aroma, daya busa, dan tekstur dalam penggunaan. Total koresponden pada uji ini sebanyak 11 orang. Hasil uji penerimaan sabun susu padat oleh calon konsumen disajikan dalam Lampiran III dan Tabel IV.7.
1,11
0,8
0,62
0,5 0,43
0,31
0,25 y = 1,1655e-0,035x
R² = 0,9355
0,0 0,2 0,4 0,6 0,8 1,0 1,2
0 4 8 12 16 20 24 28 32 36 40 44 48
Kadar Alkali Bebas (%)
Waktu Curing (Hari)
commit to user commit to user
35 Tabel IV.7 Hasil Uji Penerimaan Sabun Susu Padat oleh Calon Konsumen
No.
Kriteria
Aroma Daya Busa Tekstur Warna
A B A B A B A B
1. 5 3 4 4 5 5 4 1
2. 2 4 4 5 4 4 5 4
3. 4 5 5 5 3 5 3 5
4. 3 4 5 4 5 4 4 4
5. 5 4 3 4 5 5 4 3
6. 5 4 4 5 4 4 5 3
7. 2 4 3 2 3 4 3 4
8. 3 3 3 4 4 4 3 4
9. 3 3 5 5 5 4 5 4
10. 4 2 4 5 5 5 4 3
11. 4 4 5 2 5 3 3 3
Total 40 40 45 46 48 47 43 38
Rata- rata
3,64 3,64 4,00 4,18 4,36 4,27 3,91 3,45 Keterangan:
A = Sabun La-riz (Formulasi P3) B = Sabun Lervia
(1) = tidak suka, (2) = kurang suka, (3) = sedikit suka, (4) = suka, (5) = sangat suka
Berdasarkan hasil uji menunjukkan sabun susu padat hasil formulasi P3 mempunyai nilai lebih dalam hal daya busa, tekstur di kulit dan warna dibanding sabun susu komersial dan aroma sabun susu padat hasil formulasi juga disukai konsumen.
commit to user commit to user
36 IV.6 Penambahan Pewarna dan Pewangi Alami pada Sabun
Hasil ekstrak dari berbagai metode dan bahan kemudian diaplikasikan pada sabun.
1) Metode Maserasi
Pada metode ini, diterapkan pada bahan adas, bunga telang dan secang dengan waktu curing 24 jam. Berikut hasil ekstraksi dengan maserasi pada sabun susu padat disajikan pada Tabel IV.8.
Tabel IV.8 Aplikasi Hasil Ekstrak dari Metode Maserasi pada Sabun
Ekstrak
Aplikasi pada Sabun Sebelum Curing
Aplikasi pada Sabun Setelah Curing
Warna Bau Warna Bau
Adas Kuning Aroma Adas Putih Tidak Ada
Telang Biru Tidak Ada Putih Tidak Ada
Secang Merah muda Tidak Ada Putih Tidak Ada
2) Metode Sokhletasi
Hasil ekstraksi adas dengan metode sokhletasi menghasilkan ekstrak berwarna coklat dan memiliki aroma adas. Apabila diterapkan pada sabun, aroma adas masih tetap ada pada sabun namun warna ekstrak menghilang.
3) Metode Penyulingan Minyak Atsiri
Hasil ekstraksi kulit jeruk dengan metode penyulingan minyak atsiri menghasilkan minyak atsiri yang berwarna bening dan memiliki aroma jeruk. Sabun yang dihasilkan dengan penambahan minyak atsiri dari kulit jeruk hanya memiliki sedikit aroma jeruk dan tetap berwarna putih.
4) Metode Ekstraksi pada Suhu Tinggi
Pada metode ini, diterapkan pada bahan adas, bunga telang dan secang dengan waktu curing 24 jam. Berikut hasil ekstraksi dengan suhu tinggi pada sabun susu padat disajikan pada Tabel IV.9.
commit to user commit to user
37 Tabel IV.9 Aplikasi Hasil Ekstraksi pada Suhu Tinggi
Ekstrak
Aplikasi pada Sabun Sebelum Curing
Aplikasi pada Sabun Setelah Curing
Warna Bau Warna Bau
Adas Kuning Aroma Adas Putih Tidak Ada
Telang Biru Tidak Ada Putih Tidak Ada
Secang Merah muda Tidak Ada Putih Tidak Ada 5) Metode Ekstraksi pada Suhu Ruang
Metode ini diaplikasikan pada daun pandan dengan waktu curing 24 jam. Hasil ekstrak pandan yang dihasilkan berwarna hijau pekat dan beraroma pandan yang kuat tetapi apabila diterapkan pada sabun menghasilkan sabun yang berwarna hijau muda dan sedikit beraroma pandan.
Berikut hasil adonan sabun setelah ditambahkan berbagai ekstrak sebelum curing.
Gambar IV.5 Hasil Adonan Sabun Setelah ditambahkan Ekstrak Sebelum Curing
commit to user commit to user
38 Berikut merupakan hasil sabun dengan penambahan ekstrak alami yang telah melewati masa curing selama 24 jam.
Gambar IV.6 Hasil Adonan Sabun Setelah Ditambahkan Ekstrak Setelah Curing
Berdasarkan pengujian metode ekstraksi yang telah didapatkan dalam penelitian ini, menunjukkan bahwa untuk metode ekstrak bahan adas, telang, secang dan kulit jeruk manis mengalami pelunturan warna setelah didiamkan selama 24 jam. Hal tersebut dikarenakan bahwa sabun yang dibuat menggunakan cold process. Pada saat melakukan curing, sabun masih bersifat basa sehingga reaksi saponifikasi pada sabun masih berlanjut hingga melunturkan warna alami yang diaplikasikan pada sabun sebelumnya. Hasil ekstrak pandan, baik warna dan aromanya dapat bertahan di antara semua hasil ekstrak yang telah diaplikasikan pada sabun. Oleh karena itu, ekstrak pandan dipilih untuk digunakan sebagai pewarna dan pewangi pada sabun.
Pewarna dan pewangi untuk sabun susu padat diperoleh dengan cara mengambil ekstrak daun pandan dengan perbandingan daun pandan dan air sebesar 1:2.Berikut disajikan hasil penambahan pewarna dan pewangi alami pada sabun susu padat pada Tabel IV.10.
commit to user commit to user
39 Tabel IV.10 Hasil Penambahan Pewarna dan Pewangi Alami pada Sabun
Setelah Curing 24 Jam
Sampel Warna Awal Warna Akhir Aroma Keterangan Warna
P1 + Hijau pudar
P2 ++ Hijau
P3 +++ Hijau
P4 ++ Hijau tua
Berdasarkan tabel IV.10 dapat dilihat bahwa pada formulasi P3 warna sabun susu padat tidak memudar dan memiliki aroma pandan yang paling kuat diantara formulasi yang lainnya sedangkan untuk formulasi P1, P2, dan P3 memiliki warna hijau yang memudar. Penggunaan pewarna alami tidak begitu menghasilkan sabun susu padat dengan warna yang kuat maupun cerah bahkan warnanya memudar dikarenakan kurang tahan terhadap kondisi basa (pH tinggi) yang dimiliki sabun susu padat.
IV.7 Evaluasi Ekonomi Sederhana
Evaluasi ekonomi sederhana terdapat dalam dalam Lampiran II. Hasil evaluasi ekonomi sederhana menunjukkan biaya produksi untuk menghasilkan commit to user commit to user
40 sabun dengan 80 gram sebanyak 2000 sabun/bulan adalah Rp 2.784,77. Sabun susu padat dijual seharga Rp 4.000 yang akan memberikan ROI sesudah pajak 340,453%, POT 3,35 bulan, dan BEP 21,04%.
commit to user commit to user