EFEKTIFITAS PELAKSANAAN ZAKAT PADA BAZNAS DI KOTA PALOPO (Studi Analisi Perundang-Undangan)
Draft Skripsi
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Meraih Gelar Sarjana Hukum Jurusan Hukum Keluaraga Islam
Fakultas Syariah dan Hukum UIN Alauddin Makassar
OLEH : ISMAIL Nim : 10100113145
Dosen pembimbing
1. Prof. Dr. Darussalam, M.Ag.
2. Dr. Hj. Patimah. M,Ag.
FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM UIN ALAUDDIN MAKASSAR
2021
PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI
Mahasiswa yang bertanda tangan di bawah ini:
Nama : Ismail
NIM : 10100113145
Tempat/Tgl. Lahir : Lambara Harapan, 26 Februari 1993
Jurusan : Hukum Keluarga Islam
Fakultas : Syari‟ah dan Hukum
Alamat : Jl. Monginsidi Lama No 44 Makassar
Judul :EFEKTIFITAS PELAKSANAAN ZAKAT PADA
BAZNAS DI KOTA PALOPO ( Studi Analisis Perundang- Undangan )
Menyatakan dengan sesungguhnya dan penuh kesadaran bahwa skripsi ini benar adalah hasil karya sendiri. Jika di kemudian hari terbukti bahwa ia merupakan duplikat, tiruan, plagiat, atau dibuat oleh orang lain, sebagian atau seluruhnya, maka skripsi dan gelar yang diperoleh karenanya batal demi hukum.
Makassar, 12 Agustus 2020 Penyusun
ISMAIL
NIM: 10100113145
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadiran Allah SWT, penulis panjatkan atas terselesaikannya skripsi ini, yang berjudul “Efektifitas Pelaksanaan Zakat Pada Baznas Di Kota Palopo (Studi Analisis Perundang-Undangan)” yang merupakan sala satuh syarat bagi penulis untuk
memperoleh gelar Sarjana Hukum, pada jurusan Hukum Keluarga Islam, Fakultas Syariah, Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar. Shalawat serta salam tadak lupa penulis hanturkan kepada junjungan Nabi besar Muhammad SAW, yang telah menjadi suri tauladan bagi seluruh umat.
Dalam merampungkan penulisan skripsi ini, ternyata memerlukan daya upaya yang sangat keras dan penuh dengan perasaan yang tidak akan perna terlupakan, antara harapan, kekhawatiran, keyakinan, dan kenyataan menjadi suatu unsur sangat mewarnai dalam khazanah penulisan skripsi ini. Bahwa dalam menyelesaikan penulisan skripsi ini tidak terlepas dari bantuan bimbingan, dan dukungan dari berbagai pihak, baik secara langsung maupun tidak langsung. Untuk itu, penulis mengucapkan rasa terima kasih yang sedalam-dalamnya atas semua bantuan dan jasa yang diberikan dalam penyelesaian skripsi ini. Terutama kepada beberapa pihak, diantaranya:
1. Prof. Dr. Darussalam, M.Ag. Selaku Pembimbing I dalam skripsi ini 2. Dr. Fatimah, M.Ag. Selaku Ketua Jurusan Hukum Keluarga Islam dan
sekaligus Pembimbing II Penulis
3. Dr. H. Supardin, M.H.I. Selaku Penguji I saya
4. Drs. H. Muh. Jamal Jamil, M.Ag. Selaku penguji II saya 5. Kepada Kedua Orang Tua saya
6. Keluarga Saya
7. Teman-Teman seperantauan yang tak perna Berhenti memberikan dukungannya
8. Walidah Asaf S.Q selaku Calon pendamping hidup
9. Serta rekan-rekan Mahasiswa yang sampai akhir penyusunan skripsi setia menemani saya
10. Angkatan 2013 (Kambing tua)
11. Staf Jurusan Hukum Keluarga Islam (kak Sri)
Akhirnya hanya kepada Allah lah penulis serahkan, semoga segala amal baik yang telah mereka berikan mendapatkan balasan yang sebaik-baiknya dari Allah SWT. Aamiin
Makassar 12 Agustus 2020 Penulis
ISMAIL
DAFTAR ISI JUDUL
PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI……….…………..…ii
PENGESAHAN SKRIPSI……….…..iii
KATA PENGANTAR……….………….iv
DAFTAR ISI………vi
ABSTRAK……….…………viii
PEDOMAN TRANSLITERASI………..……ix
BABI PENDAHULUAN………...16
A. Latar Belakang Masalah……….16
B. Fokus Penelitian dan Deskripsi Fokus………..21
C. Rumusan Masalah……….22
D. Kajian Pustaka………...23
E. Tujuan dan Kegunaan………24
BAB II TINJAUAN TEORETIS………..26
A. Tinjauan Tentang Efektifitas……….26
B. Tinjauan Tentang Pelaksanaan Zakat………31
C. Tinjauan Tentang Baznas………..38
D. Tinjauan Tentang Analisa Perundang-undangan………..43
BAB III METODOLOGI PENELITIAN………46
A. Jenis dan Lokasi Penelitian………...46
B. Sumber Data……….46
C. Metodologi Pengumpulan Data……….47
D. Instrument Penelitian………47
E. Teknik Pengelolaan Data………..48
BAB IV ANALISIS PERUNDANG-UNDANGAN TENTANG EFEKTIFITAS PELAKSANAAN ZAKAT PADA BAZNAZ KOTA PALOPO………..49
A. Gambaran Umum Baznas Kota Palopo……….49
B. Pengumpulan dan Pendistribusian Zakat di Baznas Kota Palopo……….56
C. Pelaksanaan Undang-Undang Zakat di Baznas Kota Palopo………62 D. Studi Analisis Perundang-undangan Tentang Pelaksanaan Zakat di Kota Palopo
BAB V PENUTUP……….75
A. KESIMPULAN………...75
B. SARAN-SARAN………76
DAFTAR PUSTAKA………78
DAFTAR RIWAYAT HIDUP……….81
LAMPIRAN………...82
ABSTRAK
Zakat merupakan salah satu dari Rukun Islam, maka dengan dikeluarkannya Undang-Undang No.38 Tahun 1999 tentang Pengelolaan Zakat oleh pemerintah, dibentuklah organisasi pengelolaan zakat yaitu Badan Amil Zakat (BAZ) yang dibentuk oleh pemerintah dan Lembaga Amil Zakat (LAZ) yang dikukuhkan oleh pemerintah, namun kemudian pada tahun 2011 pemerintah merevisi UU No.38 Tahun 1999 dengan UU No.23 Tahun 2011 tentang pengelolaan zakat dan mengganti nama menjadi BAZNAS.
Penelitian ini menggunakan pendekatan yuridis empiris. Dalam pengumpulan data dan bahan hukum, baik primer maupun sekunder, kasus yang dikumpulkan melalui wawancara dan studi dokumen-dokumen hukum, sedangkan tekhnik analisis dilakukan secara kualitatif.
Susunan Pengurus BAZNAS Kota Palopo terdiridari Dewan Pertimbangan, Komisi Pengawas dan Badan Pelaksana. Dalam hal pengumpulan zakat, hal ini dilakukan oleh UPZ di berbagai instansi, baik instansi pemerintah maupun swasta, setelah itu disetorkan kepada BASNAS Kota Palopo untuk didayagunakan. Di BAZNAS Kota Palopo, pendayagunaan hasil penerimaan zakat telah sesuai dengan ketentuan agama yaitu meliputi delapan ashnaf. Di dalam melakukan pengelolaan zakat, BAZNAS Kota Palopo menemui berbagai macam kendala yang dihadapi. Dengan adanya kendala-kendala di dalam pengelolaan zakat di BAZNAS Kota Palopo tersebut, BAZNAS Kota Palopo meresponnya dengan melakukan upaya-upaya untuk menanggulangi kendala-kendala tersebut.
PEDOMAN TRANSILITERASI
Transiliterasi huruf Arab kepada huruf latin yang dipakai dalam penyusunan skripsi ini berpedoman kepada Surat Keputusan Bersama Menteri Agama dan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Repoblik Indonesia Nomor: 158/1987 dan 0534b/U/1987.
A. Konsonan Tunggal
Huruf Arab Nama Huruf Latin Nama
ا
alif tidak dilambangkan tidak dilambangkan
ب ba b be
ث Ta t Te
ث Sa es (dengan titik di atas)
ج jim j Je
ح ha h ha (dengan titik di
bawah)
خ kha kh ka dan ha
د dal d De
ر zal z zet (dengan titik di atas)
ر Ra r Er
ز zai z zet
ش sin s Es
ش syin sy es dan ye
ص sad s es (dengan titik di
bawah)
ض dad d de (dengan titik di bawah)
ط Ta t te (dengan titik di bawah)
ظ za z zet (dengan titik di bawah)
ع „ain „ apostrof terbalik
غ gain g Ge
ف Fa f Ef
ق qaf q Qi
ن kaf k Ka
ي lam l El
و mim m Em
ٌ nun n En
و wau w We
ٌ ha h Ha
ء hamzah ‟ apostrof
ٌ ya y Ye
B. Vokal Tunggal
Tanda Nama Huruf Latin Nama
ٌ Fathah dan ya’ ai a dan i
و Fathah dan wau au a dan u
Tanda Nama Huruf Latin Nama
ا Fathah A a
ا Kasrah I i
ا U U
C. Vokal Rangkap
Contoh:
ٌ ف ن : kaifah ي ي ي: haula
D. Maddah Atau Fokal Panjang
Contoh:
ثا م: Māta
ً م ر: Ramā ً ُ ل: Qīla ُث ىُم َ: Yamūtu
E. Ta’marbutah
Harakat dan Huruf Nama Huruf dan
Tanda
Nama
...ٌ |ا ... Fathah dan alif atau ya’
a a dan garis di atas
ٌ Kasrah dan ya’ i i dan garis di atas
و Dammah dan wau u u dan garis di atas
Ta‟marbutah yang hidup (berharokat fatha, kasrah atau damma) dilambangkan dengan huruf “t”. Ta‟marbutah yang mati (tidak berharokat) dilambangkan dengan huruh “h”.
Contoh :
ُت ض و ر يا ف ط لأا Rauḍah al-aṭfāl ُت ٍ ضا فٌاُت ى َ ذ مٌا: Al-madīnah al-fāḍilah ُت م ى حٌا :Al-ḥikmah
F. Syaddah (Tasydid)
Tanda Syaddah atau tasydid dalam bahasa Arab, dalam transliterasinya dilambangkan menjadi huruf ganda, yaitu huruf yang sama dengan huruf yang diberi tanda syaddah tersebut.
Contoh : ا ىَّب ر : Rabbanā ا ى َُّج و : Najjainā ك حٌا : Al-Ḥaqq ج حٌا : Al-Ḥajj
مِّعُو : Nu‘‘ima وُذ ع : ‘Aduww
Jika huruf ٌ bertasydid di akhir sebuah kata dan didahului oleh huruf kasrah ( ٍ ـ ), ia dialihaksarakan seperti huruf maddah .
Contoh : ٍ ٍ ع ‘Alī ٍ ب ر ع ‘Arabī
G. Kata Sandang
Kata sandang dalam abjad Arab dilambangkan dengan huruf يا (alif lam ma„arifah). Dalam pedoman alih aksara ini, kata sandang dialihaksarakan seperti biasa, al-, baik ketika ia diikuti oleh huruf syamsiah maupun huruf qamariah. Kata sandang tidak mengikuti bunyi huruf langsung yang mengikutinya. Kata sandang ditulis terpisah dari kata yang mengikutinya dan dihubungkan dengan garis mendatar.
Contoh :
ُص مَّشٌا: Al-Syamsu (bukan asy-syamsu) ُت ٌ س ٌَّسٌا: Al-Zalzalah (bukan az-zalzalah) ُت ف س ٍ فٌا: Al-Falsafah
ُد لَ بٌا: Al-Bilāā H. Hamzah
Aturan alih aksara huruf hamzah menjadi apostrof (‟) hanya berlaku bagi hamzah yang terletak di tengah dan akhir kata. Namun, bila hamzah terletak di awal kata, ia tidak dilambangkan karena ia berupa alif dalam tulisan Arab.
Contoh:
ن وُرُم أ ت Ta’muranū ُء ىَّىٌا An-Nau’
ء ٍ ش Syai’un ُث ر مُأ Umirtu
I. Penulisan Kata
Kata, istilah, atau kalimat Arab yang dialihaksarakan adalah kata, istilah, atau kalimat yang belum dibakukan dalam bahasa Indonesia. Kata, istilah, atau kalimat yang sudah lazim dan menjadi bagian dari perbendaharaan bahasa Indonesia atau sudah sering ditulis dalam tulisan bahasa Indonesia tidak lagi ditulis menurut cara alih aksara di atas. Misalnya kata Al- quran(dari al-Qur‟ān), 'Sunnah,' 'khusus,' dan 'umum'. Namun, bila kata-kata tersebut menjadi bagian dari satu rangkaian teks Arab, mereka harus dialihaksarakan secara utuh,
contoh:
Fī Ẓilāl al-Qur‟ān,
Al-Sunnah qabl al-tadwīn, dan
Al-„Ibārāt bi „umūm al-lafẓ lā bi khuṣūṣ al-sabab.
J. Lafẓ al-Jalālah
Lafẓ al-jalālah (lafal kemuliaan) “Allah” (الله) yang didahului partikel seperti huruf jarr dan huruf lainnya atau berkedudukan sebagai muḍāf ilaih (frasa nominal), dialihaksarakan tanpa huruf hamzah (hamsah wasal).
Contoh:
الله ُه َ د Dīnluuāī للا ب Billāī
Adapun ta marbutah di akhir kata yang disandarkan kepada lafẓ al- jalālah dialihaksarakan dengan huruf (t).
Contoh:
ٍ ف مُه هٌٍا ت م ح ر: Hum fī rahmatillāh
Walau sistem tulisan Arab tidak mengenal huruf kapital, dalam alih aksaranya, huruf-huruf tersebut dikenai ketentuan tentang penggunaan huruf kapital berdasarkan pedoman Ejaan yang Disempurnakan (EyD). Huruf kapital, misalnya, digunakan untuk menuliskan huruf awal nama diri (orang, tempat, bulan) dan
huruf pertama pada permulaan kalimat. Bila nama diri didahului oleh kata sandang (al-), yang ditulis dengan huruf kapital tetap huruf awal nama diri tersebut, bukan huruf awal kata sandangnya. Jika terletak pada awal kalimat, huruf A dari kata sandang tersebut menggunakan huruf kapital (Al-). Ketentuan yang sama juga berlaku untuk huruf awal dari judul referensi yang didahului oleh kata sandang al-, baik ketika ia ditulis dalam teks maupun dalam catatan rujukan (catatan kaki, daftar pustaka, catatan dalam kurung, dan daftar referensi).
Contoh:
Wa mā Muḥammadun illā rasūl
Inna awwala baitin wuḍi‘a linnāsi lallażī bi Bakkata mubārakan Syahru Ramaḍān al-lażī unzila fīh al-Qur’ān
Naṣīr al-Dīn al-Ṭūsī Abū Naṣr al-Farābī Al-Gazālī
Al-Munqiż min al-Ḍalāl
BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah
Pengelolaan zakat di Indinesia mengalami perkembangan yang dinamis dalam rentang waktu sangat panjang. Zakat berkembang sebagai prantara sosial keagamaan yang penting dan signifikan dalam penguatan masyarakat sipil muslim. Di era Indonesia modern, di tangan masyarakat sipil, zakat telah bertransformasi dari ranah amal sosial keranah pembangunan ekonomi.
Zakat adalah ibadah yang memiliki dua dimensi, yaitu vertikal dan horizontal. Zakat merupakan ibadah sebagai bentuk ketaatan kepada Allah (hablu minallah; vertikal) dan sebagai kewajiban kepada sesama manusia (hablu minannass; horizontal).1 Zakat juga merupakan satu-satunya ibadah yang dalam syariat islam secara eksplisit dinyatakan ada petugasnya. Ada dua model pengelolaan zakat. Pertama, zakat dikelola oleh negara dalam sebuah lembaga atau departemen khusus yang dibentuk oleh pemerintah. Kedua, zakat yang dikelola oleh lembaga non-pemerintah (masyarakat) atau semi pemerintah dengan mengacuh pada aturan yang telah ditentukan oleh negara. Zakat dikelola oleh negara maksudnya, bukan untuk memenuhi keperluan negara, seperti membiayai pembangunan dan biaya-biaya rutinitas lainya. Zakat dikelola oleh negara untuk dikumpulkan dan dibagikan kepada yang berhak menerimanya. Jadi negara hanya sebagai fasilitator, untuk memudahkan dalam pengelolaan zakat tersebut. Karena zakat berhubungan dengan masyarakat, maka pengelolaan zakat, juga membutuhkan konsep-konsep manajemen agar supaya pengelolaan zakat itu bisa efektif dan tepat sasaran.
Zakat adalah suatu rukun dari rukun-rukun agama, suatu fardhu dari fardhu-fardhu agama yang wajib diselenggarakan2, zakat juga suatu kewajiban
1Fuadi.Zakat dalam sistem Pemerintahan Aceh (Yokyakarta: Deepublish 2016), h. 26.
2 M. Hasbi ash-Shiddieqy Pedoman Zakat (Semarang: PustakaRizki Putra, 2009), h. 12.
bagi umat islam yang telah ditetapkan dalam al-Qur‟an, sunnah Nabi dan Ijma‟
para ualama3.Dalam Al-Qur‟an banyak terdapat ayat yang memerintahkan dan menganjurkan kita menunaikan zakat. Sedemikian pula bnayak sekali hadis Nabi yang memerintahkan kita memberikan zakat. Diantara firman Allah dalam QS.Al- Bayyinah ayat 5 :
ُح ۙ ه َِّۡذٌا ًُـ ٌ ه ُۡ ص ٍ ۡخُم ه الله اوُذُب ۡع ُ ٌ َّلَّ ا ا ۤۡوُر مُا ۤا م و ةى هوَّسٌا اىُت ۡؤَُ و ةىهٍَّصٌا اىُمُۡ مَُ و ءٓا ف ى
ه ٌ هر و ِةَمِّيَق ۡلا ُن ۡيِد
Terjemahannya :
Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama yang lurus, dan supaya mereka mendirikan shalat dan menunaikan zakat; dan yang demikian itulah agama yang lurus
Menurut Dr Yusuf Qardhawi, salah seorang ulama fiqih menyatakan bahwa salah satu upaya mendasar dan fundamental untuk mengentaskan atau memperkecil masalah kemiskinan adalah dengan cara mengoptimalkan pelaksanaan zakat. Hal itu dikarenakan zakat adalah sumber dana yang tidak akan pernah kering dan habis. Dengan kata lain selama umat Islam memiliki kesadaran untuk berzakat dan selama dana zakat tersebut mampu dikelola dengan baik, maka dana zakat akan selalu ada serta bermanfaat untuk kepentingan dan kesejahteraan masyarakat. Oleh karena itu, zakat memiliki peranan yang sangat strategis dalam upaya pengentasan kemiskinan atau pembangunan ekonomi.
Berbeda dengan sumber keuangan untuk pembangunan yang lain, zakat tidak memiliki dampak balik apapun kecuali ridha dan mengharap pahala dari Allah semata. Namun demikian, bukan berarti mekanisme zakat tidak ada sistem kontrolnya. Nilai strategis zakat dapat dilihat melalui: Pertama, zakat merupakan panggilan agama. Ia merupakan cerminan dari keimanan seseorang. Kedua,
3Fuadi. Zakat dalam sistem Pemerintahan Aceh (Yokyakarta: Deepublish 2016), h. 1.
sumber keuangan zakat tidak akan pernah berhenti. Artinya orang yang membayar zakat, tidak akan pernah habis dan yang telah membayar setiap tahun atau periode waktu yang lain akan terus membayar. Ketiga, zakat secara empirik dapat menghapus kesenjangan sosial dan sebaliknya dapat menciptakan redistribusi aset dan pemerataan pembangunan. Yang mendorong masyarakat Islam melaksanakan pemungutan zakat di Indonesia ini antara lain adalah:
1. Keinginan umat Islam Indonesia untuk meyempurnakan pelaksanaan ajaran agamanya. Setelah mendirikan shalat, berpuasa selama bulan Ramadhan dan bahkan menunaikan ibadah haji ke Mekkah, umat Islam semakin menyadari perlunya penunaian zakat sebagai kewajiban agama, kewajiban yang harus dilaksanakan oleh setiap orang yang mampu melaksanakannya karena telah memenuhi syarat-syarat yang ditentukan.
2. Kesadaran yang semakin meningkat di kalangan umat Islam tentang potensi zakat jika dimanfaatkan sebaik-baiknya, akan dapat memecahkan berbagai masalah sosial di Indonesia.
3. Usaha-usaha untuk mewujudkan pengembangan dan pengelolaan zakat di Indonesia makin lama makin tumbuh dan berkembang. Zakat yang diberikan kepada mustahiq akan berperan sebagai pendukung peningkatan ekonomi mereka apabila dikonsumsikan pada kegiatan produktif.
Pendayagunaan zakat produktif sesungguhnya mempunyai konsep perencanaan dan pelaksanaan yang cermat seperti mengkaji penyebab kemiskinan, ketidakadaan modal kerja, dan kekurangan lapangan kerja, dengan adanya masalah tersebut maka perlu adanya perencanaan yang dapat mengembangkan zakat bersifat produktif tersebut. Pengembangan zakat bersifat produktif dengan cara dijadikannya dana zakat sebagai modal usaha, untuk pemberdayaan ekonomi penerimanya, dan supaya fakir miskin dapat menjalankan atau membiayai kehidupannya secara konsisten.
Dengan dana zakat tersebut fakir miskin akan mendapatkan penghasilan tetap, meningkatkan usaha, mengembangkan usaha serta mereka dapat
menyisihkan penghasilannya untuk menabung. Sebenarnya sistem pengelolaan zakat sudah diatur oleh pemerintah. Dimulai dengan regulasi zakat pertama di Indonesia yaitu Surat Edaran Kementerian Agama No.A/VII/17367 tahun 1951 yang meyatakan bahwa negara tidak mencampuri urusan pemungutan dan pembagian zakat, tetapi hanya melakukan pengawasan.
Tetapi ini menjadikan pengelolaan zakat di Indonesia menjadi lambat.
Selanjutnya Surat Keputusan Bersama Menteri Dalam Negeri dan Menteri Agama Republik Indonesia Nomor 29 dan 47 Tahun 1991 tentang Pembinaan Badan Amil Zakat, Infaq dan shadaqah. Dan diikuti dengan Instruksi Menteri Agama Nomor 5 Tahun 1991 tentang Pembinaan Teknis Badan Amil Zakat, Infaq dan Shadaqah dan Instruksi Menteri Dalam Negeri Nomor 7 Tahun 1998 tentang Pembinaan Umum Badan Amil Zakat, Infaq dan Shadaqah.
Seiring dengan keluarnya berbagai instruksi dan keputusan menteri dan perkembangan BAZIS DKI tersebut, maka mendorong pertumbuhan BAZIS maupun lembaga amil zakat yang dikelola masyarakat di daerah-daerah lain.
Puncaknya adalah ketika pada tahun 1999, pemerintah bersama DPR menyetujui lahirnya Undang-Undang Nomor 38 Tahun 1999 tentang Pengelolaan Zakat. UU Pengelolaan Zakat ini kemudian ditindaklanjuti dengan Keputusan Menteri Agama (KMA) Nomor 581 tahun 1999 tentang Pelaksanaan UU No.38 tahun 1999 dan Keputusan Dirjen Bimas Islam dan Urusan Haji Nomor D/291 tahun 2000 tentang Pedoman Teknis Pengelolaan Zakat. Sebelumnya pada tahun 1997 juga keluar Keputusan Menteri Sosial Nomor 19 Tahun 1998, yang memberi wewenang kepada masyarakat yang menyelenggarakan pelayanan 5 kesejahteraan sosial bagi fakir miskin untuk melakukan pengumpulan dana maupun menerima dan menyalurkan ZIS. Namun UU No.38 Tahun 1999 Tentang Pengelolaan Zakat sudah direvisi dengan UU No. 23 tahun 2011 Tentang Pengelolaan Zakat. Setelah disahkannya UU Pengelolaan Zakat tersebut Indonesia telah memasuki tahap institusionalisasi pengelolaan zakat dalam wilayah formal kenegaraan, meskipun masih sangat terbatas.
Lembaga-lembaga pengelola zakat mulai berkembang, termasuk pendirian lembaga zakat yang dikelola oleh pemerintah, yaitu BAZNAS (Badan Amil Zakat Nasional), BAZDA (Badan Amil Zakat Daerah) dan LAZ (Lembaga Amil Zakat) yang dikelola masyarakat dengan manajemen yang lebih baik dan modern.
Setidaknya dengan UU Zakat tersebut telah mendorong upaya pembentukan lembaga pengelola zakat yang amanah, kuat dan dipercaya masyarakat. Tentu saja hal ini meningkatkan pengelolaan zakat sehingga peran zakat menjadi lebih optimal.
Lembaga-lembaga zakat telah mampu mengelola dana hingga puluhan milyar rupiah, dengan cakupan penyalurannya mencapai seluruh wilayah Indonesia. Namun, jika kita melihat di zaman sekarang sebenarnya potensi zakat di Indonesia sangatlah besar. Dengan komposisi 87% muslim dan asumsi 20%
adalah muzaki atau pemberi zakat, nilai potensi zakat berdasarkan penelitian Badan Amil Zakat Nasional (Baznas) dengan Institut Pertanian Bogor pada Januari - April 2011 sekitar Rp217 triliun. Namun, kenyataannya, dana zakat ditambah dengan infak, sedekah, serta wakaf yang dihimpun berkisar Rp. 1,5 trilyun pertahun. Itu artinya penghimpunan zakat belum mencapai 1 persen dari potensi zakat yang ada. Tampaknya memang ada banyak hal yang harus 6 dibenahi dalam pengelolaan zakat di Indonesia. Padahal jumlah tersebut amat signifikan untuk mengatasi kemiskinan. Direktur Eksekutif BAZNAS Teten Setiawan mengemukakan ada dua faktor penyebab belum optimalnya zakat.
Pertama, masih banyak orang kaya yang wajib berzakat tapi belum paham tentang zakat. Kedua, zakat di Indonesia masih bersifat sukarela seperti tercantum pada UU No 23 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat. Berbeda dengan Malaysia, ada sanksi administratif bagi yang tidak berzakat, seperti perpanjangan paspor dipersulit. Risikonya di Sudan malah penjara satu tahun. Ada beberapa hal yang memang masih menjadi persoalan dalam penghimpunan zakat. Diantaranya adalah pengelolaan zakat masih berciri tradisional. Zakat umumnya diberikan langsung oleh muzakki kepada mustahik. Biasanya amil zakat bukanlah sebuah profesi atau pekerjaan yang permanen. Amil zakat hanya ditunjuk ketika ada aktivitas zakat hanya terbatas pada zakat fitrah, kemudian zakat yang diberikan
pada umumnya hanya bersifat konsumtif dan harta objek zakat terbatas pada harta yang secara eksplisit dikemukan dalam Al-Qur‟an dan Hadist. Sedangkan untuk pungutan zakat harta biasanya dilakukan oleh pengurus masjid. Dengan sistem pengelolaan yang masih terbatas dan tradisional itu, sulit untuk mengetahui berapa sebenarnya jumlah zakat yang telah dihimpun. Untuk di Kota Palopo sendiri potensi zakat yang ada cukuplah besar. Pada tahun 2011 BAZ Kota Palopo mengelolah dana zakat, infak dan sedekah sebesar Rp. 2,032 Milyar dan ini terus meningkat dari tahun ke tahun. Tetapi pengelolaan dana zakat, infak dan sedekah ini belumlah maksimal. Dari data diperoleh bahwa penderma terbesar dari total dana yang dikelola BAZNAS Palopo 7 mayoritas dari kalangan guru yang bertugas di sembilan kecamatan. Dari catatan BAZNAS Palopo, 1.479 pegawai negeri sipil (PNS) Palopo aktif membayarkan zakatnya. Sedangkan dari kalangan pejabat Pemerintah Kota (Pemkot), Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Palopo dan para pengusaha, sebagian besar di antara mereka belum mengeluarkan zakatnya.
Berdasarkan hal tersebut diatas, diduga bahwa optimalisasi pengelolaan zakat lebih disebabkan oleh faktor-faktor manajemennya mulai dari perencanaan hingga pengawasan terhadap peran pengelolah zakat tersebut sehingga penulis tertarik untuk meneliti tentang sistem pengelolaan zakat di Kota Palopo yang berjudul :
“ EFEKTIFITAS PELAKSANAAN ZAKAT PADA BAZNAS DI KOTA PALOPO “
B. Fokus Penelitian dan Deskripsis Fokus 1. Fokus Penelitian
Fokus penelitian adalah pemusatan konsentrasi terhadap tujuan penelitian yang akan dilakukan. Fokus penelitian harus diungkapkan secara eksplisit untuk mempermudah peneliti. Penelitian ini dilaksanakan di Kota Palopo melalui wawancara langsung kepada Kepala Baznas Kota Palopo dan Masyarakat Kota Palopo yang berhak menerima atau mengeluarkan Zakat serta data-data lain yang dianggap perlu untuk menunjang penelitian ini.
2. Deskripsi fokus
Deskripsi fokus dimaksudkan untuk memberikan gambaran yang jelas tentang variable-variabel yang diperhatikan sehingga tidak terjadi kesalah pahaman.
1. Efektifitas adalah keaktifan, daya guna, adanya kesesuaian dalam suatu kegiatan orang yang melaksanakan tugas dengan sasaran yang dituju.
Efektivitas pada dasarnya menunjukkan pada tarap tercapainya hasil.
2. Pelaksanaan Zakat adalah pengambilan tertentu dari harta yang tertentu, menurut sifat-sifat tertentu dan untuk orang diberikan kepada golongan tertentu. Dalam Undang-undang No. 23 Tahun 2011 memberikan pengertian bahwa Zakat adalah harta yang wajib dikeluarkan oleh seorang muslim atau badan usaha untuk diberikan kepada yang berhak menerimanya sesuai dengan syariat Islam.
3. Baznas Kota Palopo adalah merupakan lembaga yang melakukan pengelolaan Zakat yang bertanggung jawab kepada BAZNAS provinsi dan pemerintah daerah Kabupaten/kota.
4. Analisis Perundang-undangan C. Rumusan Masalah
Melihat pemaparan latar belakang di atas, pokok masalah dalam penelitian ini adalah bagaimana efektifitas pelaksanaan zakat pada Baznas Kota Palopo bila ditinjau dari analisis perundang-undangan. Kemudian, melihat pokok masalah tersebut, maka penulis menarik rumusan masalah, yaitu :
1. Bagaimana cara pengumpulan dan pendistribusian Zakat di Baznas Kota Palopo ?
2. Bagaimana pelaksanaan perundang-undang Zakat di Baznas Kota Palopo?
3. Bagaimana Studi analisis perundang-undangan tentang pelaksanaan zakat Kota Palopo ?
D. Kajian Pustaka
Setelah penulis melakukan penelusuran terhadap literatur-literatur yang berkaitan dengan objek kajian penelitian ini, yang diperoleh dari beberapa hasil penelitian maupun buku-buku yang berkaitan dengan efektif pelaksanaan zakat pada Badan Amil Zakat diantaranya:
1. Skripsi Andi Hikmawati, Dengan judul Manajemen Pengelolaan Zakat Pada Desa Watu Toa Kecamatan Marioriwawo Kabupaten Soppeng tahun 2016, skripsi ini membahas menganai potret Pengelolaan Zakat berdasarkan ketentuan Undang-undang RI No. 23 Tahun 2011 tentang pengelolaan zakat serta didasarkan pula pada keputusan Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS) Kabupaten tersebut bersama kepala KUA Kecamatan dan Badan Amil Zakat Camat (BAZCAM) yaitu pengumpulan dan pendistribusian zakat dilakukan oleh Unit Pengumpul Zakat (UPZ).
2. Skripsi Humriani, dengan judul Analisis Manajemen Zakat Dalam Menjaga Loyalitas Muzakki Pada Badan Amil Zakat Di Makassar tahun 2016. Skripsi ini membahas kesepakatan muzakki mengenai manajemen zakat Badan Amil Zakat terutama pada perencanaan sedangkan pada loyalitas muzakki cenderung mengatakan banyak hal positif tentang BAZ Makassar. Manajemen Zakat BAZ Makassar sudah melaksanakan dengan baik fugsinya, hal ini Nampak pada perencanaan sudah baik dan organisasi sudah sesuai dengan harapan muzakki, meskipun beberapa masih perlu perbaikan terutama dalam memperbaiki penyimpangan yang terjadi.
3. Jurnal Yoghi Citra Pratama, dengan judul Peran Zakat dalam Penanggulangan Kemiskinan (Studi Kasus : Program Zakat Produktif pada Badan Amil Zakat Nasional) tahun 2015. Jurnal ini meneliti mengenai sejauh manaperanan zakat produktif dalam memberdayakan masyarakat kurang mempu yang diidentifikasi sebagai mustahik dalam berwirausaha. Zakat yang dikembangkan oleh mustahik pada umumnya masih berskala kecil, yang tidak terakses lembaga keuangan bank
4. Hasbih Ash-Shiddieqy, yang di beri judul Pedoman Zakat tahun 2009,
dalam buku ini membahas tentang banyak hal mengenai penanganan zakat seperti sejarah zakat, baik itu zakat mal dan juga zakat Nafs. Dalam buku ini juga salah-satu babnya membahas dan memaparkan seca rarinci mengenai hukum-hukum pemungutan zakat.
5. Buku Kementrian Agama RI, dengan judul Panduan zakat Praktis tahun 2013. Dalam buku ini membahas pelaksanan zakat, mulai dari sejarah, tujuan zakat, syarat wajib dan sahnya zakat, jenis dan macam harta yang kena zakat serta golongan yang berhak menerimah zakat.
Dari beberapa literatur seperti dipaparkan diatas penulis merasa bahwa judul Efektifitas Pelaksanaan Zakat pada Baznas Kota Palopo (Studi Analisis Perundang-Undangan) belum ada yang meneliti sebelumnya.
E. Tujuan dan kegunaan Penelitian.
1. Tujuan Penelitian
Dalam penelitian ini yang hendak dicapai yaitu:
1) Untuk mengetahui efektif pelaksanaan zakat pada Baznas Kota Palopo.
2) Untuk mengetahui manajemen pengelolaan Zakat di Baznas Kota Palopo.
3) Untuk mengetahui strategi Baznas di Kota Palopo agar pemberian Zakat kepada masyarakat merata.
4) Untuk mengetahui teknik pengumpulan Zakat pada Baznas Kota Palopo.
5) Untuk mengetahui apakah Undang-undang Zakat pada Baznas Kota Palopo benar berjalan.
2. Kegunaan Penelitian
Dalam Penelitian ini, peneliti mempunyai dua kegunaan:
1) Kegunaan Praktik, peneliti berharap agar hasil penelitian ini dijadikan
gambaran dan bahan pelajaran bagi pihak yang memerlukan juga sebagai bahan referensi atau tambahan informasi bagi mereka yang ingin mempelajari lebih dalam lagi mengenai efektifitas pelaksanaan zakat di Baznas Kota Palopo.
2) Kegunaan Teoritis, untuk dapat memberikan wawasan penulis agar lebih memahami tentang efektifitas pelaksanaan zakat di Baznas Kota Palopo.
BAB II
TINJAUAN TEORITAS A. Tinjauan Tentang Efektifitas
1. Pengertian Efektifitas
Kurniawan menjelaskan jika efektivitas merupakan kemampuan melaksanakan tugas, fungsi (operasi kegiatan program atau misi) dari pada suatu organisasi atau sejenisnya yang tidak adanya tekanan atau ketegangan diantara pelaksanaannya.4 Pengertian tersebut mengartikan bahwa efektivitas merupakan tahap dicapainya keberhasilan dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
Efektifitas selalu terkait dengan hubungan antara hasil yang diharapkan dengan hasil yang sesungguhnya dicapai. Berbeda dengan pendapat Susanto, yang memberikan definisi tentang Efektivitas merupakan daya pesan untuk mempengaruhi atau tingkat kemampuan pesan-pesan untuk mempengaruhi.5 Jadi dapat diartikan jika efektifitas sebagai suatu pengukuran akan tercapainya tujuan yang telah direncanakan sebelumnya secara matang.
Efektivitas juga dapat diartikan sebagai ukuran berhasil tidaknya suatu organisasi mencapai tujuannya. Apabila suatu organisasi berhasil mencapai tujuannya, maka organisasi tersebut dikatakan telah berjalan dengan efektif.6
Menurut Bastian efektivitas dapat diartikan sebagai keberhasilan dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya. Selain itu efektifitas adalah hubungan antara output dan tujuan dimana efektivitas diukur berdasarkan seberapa jauh tingkat output atau keluaran kebijakan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Selanjutnya istilah efektivitas adalah pencapaian tujuan atau
4 http://e-journal.uajy.ac.id/4241/3/2MH01723.pdf. Diakses pada 28 april 2019
5 http://e-journal.uajy.ac.id/4241/3/2MH01723.pdf
6 Ulum. Ihyaul MD, 2004, Akuntansi Sektor Publik, Malang,UMM Press, Hlm. 294.
hasil yang dikehendaki tanpa menghiraukan faktor-faktor tenaga, waktu, biaya, pikiran, alat-alat dan lain-lain yang telah ditentukan.7
Effendy menjelaskan efektivitas adalah komunikasi yang prosesnya mencapai tujuan yang direncanakan sesuai dengan biaya yang dianggarkan, waktu yang ditetapkan dan jumlah personil yang ditentukan.8 Jadi dapat diartikan bahwa indikator efektivitas dalam arti tercapainya sasaran atau tujuan yang telah ditentukan sebelumnya merupakan sebuah pengukuran dimana suatu target telah tercapai sesuai dengan apa yang telah direncanakan.
2. Ukuran Efektifitas
Mengukur efektifitas organisasi bukanlah hal yang sangat sederhana, karena efektifitas dapat dikaji dari berbagai sudut pandang dan tergantung pada siapa yang menilai. Bila dipandang dari sudut produktivitas, maka seorang manajer produksi memberikan pemahaman bahwa efektifitas berarti kualitas dan kuantitas (output) barang dan jasa.
Pengukuran efektifitas dapat dilakukan dengan melihat hasil kerja yang dicapai oleh suatu organisasi. Efektifitas dapat diukur melalui berhasil tidaknya suatu organisasi mencapai tujuan-tujuannya. Apabila suatu organisasi berhasil mencapai tujuan, maka organisasi tersebut dapat dikatakan telah berjalan dengan efektif. Hal terpenting adalah efektifitas tidak menyatakan tentang berapa besar biaya yang dikeluarkan untuk mencapai tujuan tersebut. Efektifitas hanya melihat apakah proses program atau kegiatan tersebut telah mencapai tujuan yang telah ditetapkan.9
Untuk itu perlu diketahui alat ukur efektifitas kinerja, menurut Richard dan M.
Steers yang meliputi :10
7 Asnawi. 2013,Efektivitas Penyelenggaraan Publik Pada Samsat Corner Wilayah Malang Kota , Skripsi S-1 Jurusan Ilmu Pemerintahan, FISIP, UMM, hlm.6
8 http://e-journal.uajy.ac.id/4241/3/2MH01723.pdf. Diakses pada 28 april 2019
9 Ulum. Ihyaul MD, 2004, Akuntansi Sektor Publi. Malang,UMM Press, Hlm. 294
10 Steers. M. Richard, 1985,Efektivitas Organisasi, Jakarta, Erlangga, h. 46
1) Kemampuan Menyesuaikan Diri Kemampuan manusia terbatas dalam segala hal, sehingga dengan keterbatasannya itu menyebabkan manusia tidak dapat mencapaipemenuhan kebutuhannya tanpa melalui kerjasama dengan orang lain.
Kunci keberhasilan organisasi adalah kerjasama dalam pencapaian tujuan. Setiap orang yang masuk dalam organisasi dituntut untuk dapat menyesuaikan diri dengan orang yang bekerja di dalam organisasi tersebut maupun dengan pekerjaan dalam organisasi tersebut.
2) Prestasi Kerja Prestasi kerja adalah suatu hasil kerja yang dicapai seseorang dalam melaksanakan tugas-tugas yang dibebankan kepada seseorang yang didasarkan atas kecakapan, pengalaman, kesungguhan dan waktu. Dari pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa dengan kecakapan, pengalaman, kesungguhan dan waktu yang dimiliki oleh seorang pegawai maka tugas yang diberikan dapat dilaksanakan sesuai dengan tanggung jawab yang dibebankan kepadanya.
3) Kepuasan kerja yang dimaksud adalah tingkat kesenangan yang dirasakan seseorang atas peranan atau pekerjaannya dalam organisasi. Tingkat rasa puas individu bahwa mereka mendapat imbalan yang setimpal, dari bermacam-macam aspek situasi pekerjaan dan organisasi tempat mereka berada.
4) Kualitas dari jasa atau produk primer yang dihasilkan oleh organisasi menentukan efektifitas kinerja dari organisasi itu.
Kualitas mungkin mempunyai banyak bentuk operasional, terutama ditentukan oleh jenis produk atau jasa yang dihasilkan oleh organisasi tersebut.
5) Penilaian mengenai organisasi atau unit organisasi diberikan oleh mereka (individu atau organisasi) dalam lingkungan
organisasi itu sendiri, yaitu pihak-pihak dengan siapa organisasi ini berhubungan. Kesetiaan, kepercayaan dan dukungan yang diberikan kepada organisasi oleh kelompok- kelompok seperti para petugas dan masyarakat umum.
3. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Efektivitas Ada empat seperti yang dikemukakan oleh Richard M. Steers dalam bukunya yang berjudul Efektivitas Organisasi, yaitu:11
1) Karakteristik Organisasi Karakteristik organisasi terdiri dari struktur dan teknologi organisasi yang dapat mempengaruhi segi-segi tertentu dari efektivitas dengan berbagai cara. Yang dimaksud struktur adalah hubungan yang relatif tepat sifatnya, seperti dijumpai dalam organisasi, sehubungan dengan susunan sumber daya manusia, struktur meliputi bagaimana cara organisasi menyusun orang-orangnya dalam menyelesaikan pekerjaan, sedangkan yang dimaksud teknologi adalah mekanisme suatu organisasi untuk mengubah masukan mentah menjadi keluaran (output).
2) Karakteristik Lingkungan Aspek lingkungan luar dan lingkungan dalam juga telah dinyatakan mempunyai pengaruh terhadap efektivitas kerja. Kedua aspek tersebut sedikit berbeda, namun saling berhubungan. Lingkungan luar yaitu semua kekuatan yang timbul di luar batas-batas organisasi dan mempengaruhi keputusan serta tindakan di dalam organisasi. Pengaruh factor semacam ini terhadap dinamika organisasi pada umumnya dianggap meliputi derajat kestabilan yang relatif dari lingkungan, derajat kompleksitas lingkungan dan derajat ketidak pastian lingkungan.12 Sedangkan lingkungan dalam yang pada umumnya disebut iklim organisasi, meliputi macam-macam atribut lingkungan kerja yang mempunyai hubungan dengan segi-segi tertentu dari efektivitas, khususnya atribut-atribut yang diukur pada tingkat
11 Steers. M. Richard, 1985,Efektivitas Organisasi, Jakarta, Erlangga, h. 9
12 Steers. M. Richard, 1985,Efektivitas Organisasi, Jakarta, Erlangga, h. 10
individual. Keberhasilan hubungan organisasi dengan lingkungan tampaknya amat tergantung pada tingkat variabel kunci yaitu tingkat keterdugaan keadaan lingkungan, ketepatan persepsi atas keadaan lingkungan dan tingkat rasionalisme organisasi.
Ketiga faktor ini mempengaruhi ketepatan tanggapan organisasi terhadap perubahan lingkungan.
3) Karakteristik Pekerja Pada kenyataannya para anggota organisasi merupakan faktor pengaruh yang paling penting karena perilaku merekalah yang dalam jangka panjang akan memperlancar atau merintangi tercapainya tujuan organisasi. Pekerja merupakan sumber daya yang langsung berhubungan dengan pengelolaan semua sumber daya yang ada di dalam organisasi, oleh sebab itu perilaku pekerja sangat berpengaruh terhadap pencapaian tujuan organisasi. Pekerja merupakan modal utama di dalam organisasi yang akan berpengaruh besar terhadap efektivitas, karena walaupun teknologi yang digunakan merupakan teknologi yang canggih dan didukung oleh adanya struktur yang baik, namun tanpa adanya pekerja maka semua itu tidak ada gunanya.
4) Kebijaksanaan dan Praktek Manajemen Secara umum, para pemimpin memainkan peranan sentral dalam keberhasilan suatu organisasi melalui perencanaan, koordinasi dan memperlancar kegiatan yang ditunjukan kearah sasaran. Kewajiban mereka para pemimpin untuk menjamin bahwa struktur organisasi konsisten dengan dan menguntungkan untuk teknologi dan lingkungan yang ada. Sudah menjadi tanggung jawab dari para pemimpin untuk menetapkan suatu sistem imbalan yang pantas sehingga para pekerja dapat memuaskan kebutuhan dan tujuan pribadinya sambil mengeja.13 tujuan dan sasaran organisasi.
Peranan pemimpin ini mungkin merupakan fungsi yang paling penting.
Dengan makin rumitnya proses teknologi dan makin rumit dan kejamnya keadaan lingkungan, peranan manajemen dalam mengkoordinasi orang
13 Uno. B.Hamzah, 2012, Teori Kinerja dan Pengukurannya , Jakarta, Bumi Aksara, Hlm. 59.
dan proses demi keberhasilan organisasi tidak hanya bertambah sulit, tapi juga menjadi semakin penting artinya
B. Tinjauan tentang pelaksanaan zakat
1. Zakat
Menurut bahasa, zakat berasal dari kata “zakaa” yang artinya berkah, tumbuh, dan baik.14 Zakat dinamakan berkah, karena dengan membayar zakat, hartanya akan bertambah atau tidak berkurang, sehingga akan menjadikan hartanya tumbuh laksana tunas-tunas pada tumbuhan karena karunia dan keberkahan yang diberikan Allah SWT kepada seorang muzakki.15 Sedangkan pengertian zakat menurut syara‟ sebagaimana pendapat Al-Mawardi dalam kitab al-Hawi mengatakan bahwa zakat itu nama bagi pengambilan tertentu dari harta yang tertentu, menurut sifat-sifat yang tertentu untuk diberikan kepada golongan tertentu.16 Dengan kata lain, Zakat adalah mengeluarkan sebagian harta yang telah ditentukan oleh syara‟ jenis dan kadarnya, dari orang yang berkewajiban mengeluarkan kepada pihak yang berhak menerimanya menurut syarat-syarat tertentu.17
Zakat Merupakan salah satu rukun Islam dan menjadi salah satu unsur pokok bagi tegaknya Syariat Agama Islam, oleh Sebab itu hukum
menunaikan zakat adalah wajib atas setiap muslim yang telah memenuhi syarat-syarat tertentu. Adapun Syarat-Syarat wajib zakat adalah Muslim, Baligh dan berakal, dan memiliki harta yang mencapai nishab. Firman allah SWT dalam surah Al-Bayyina ayat 5 :
14 M. Yusuf Qardawi, Hukum Zakat, Studi Komparatif mengenai Status dan Filsafat Zakat Berdasarkan Qur‟an dan Hadits, (Jakarta: Litera Antar Nusa, 1987), 34.
15 Hikmat Kurnia dan Hidayat, Panduan Pintar Zakat, (Jakarta Selatan: Qultum Media, 2008), 2
16 Institut Manajemen Zakat, Panduan Puasa dan Zakat, (Jakarta: Kementrian Agama RI, 2007), 25- 26.
17 Abdusshomad Buchory, Zakat, Sebuah Potensi Yang Terlupakan, (Surabaya : Kantor Wilayah Kementrian Agama Provinsi Jawa Timur, 2010), 14.
َّسٌا اىُت ۡؤَُ و ةىهٍَّصٌا اىُمُۡ مَُ و ءٓا ف ىُح ۙ هَِّۡذٌا ًُـ ٌ هُۡ ص ٍ ۡخُم ه الله اوُذُب ۡع ُ ٌ َّلَّ ا ا ۤۡوُر مُا ۤا م و ةى هو
ه ٌ هر و ِةَمِّيَق ۡلا ُن ۡيِد
Terjemahannya :
Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama yang lurus, dan supaya mereka mendirikan shalat dan menunaikan zakat; dan yang demikian itulah agama yang lurus.18 Zakat diklasifikasikan menjadi menjadi dua macam jenis, zakat Nafs (jiwa) yang juga disebut zakat fitrah. Dan zakat mal atau zakat harta.19 Sedangkan sesuatu dapat disebut dengan mal atau harta/kekayaan apabila menenuhi dua syarat yakni, pertama, dapat dimiliki atau disimpan atau dihimpun atau dikuasai. Kedua, dapat diambil manfaatnya sesuai dengan kebiasaannya, misalnya rumah, mobil, ternak, hasil pertanian, uang, emas, perak dan lain-lain. Sedangkan sesuatu yang tidak dapat dimiliki tetapi dapat diambil manfaatnya seperti udara, cahaya, sinar matahari, tidaklah termasuk kekayaan.20
2. Dasar Hukum Zakat
Zakat merupakan rukun Islam yang ketiga dan yang hukumnya fardhu ain bagi yang telah memenuhi berbagai syarat yang telah disyariatkan dalam al-Qur‟an.21
Surat Al-Baqarah ayat 43 :
يِعِك ّٰرلا َعَم ا ۡوُعَك ۡرا َو َةو ٰكَّزلا اوُتٰا َو َةو ٰلَّصلا اوُم ۡيِقَا َو ۡۡ
Terjemahannya:
18Kementrian Agama Republik Indonesia. Al-Qur’an Al-Karim dan Terjemahan (Surabaya : Halim Publishin
& Distributing :2013), h. 162
19 Institut Manajemen Zakat, Panduan Puasa dan Zakat, h. 28.
20
21 Fakhruddin. Fiqh & Manajemen Zakat di Indonesia. (Malang: UIN Malang Press, 2008), 21-22.
dan dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat dan ruku'lah beserta orang- orang yang ruku'22
Surat Al-An‟am ayat 141
ٍتٌَََّّٰج َأَشًَأ ِٓٓزَّلٱ ََُُّْ ۞ َىُْتْيَّزلٱَّ ۥَُُلُكُأ اًفِلَت ْخُه َعْسَّزلٱَّ َل ْخٌَّلٱَّ ٍت ََّٰشُّشْعَه َشْيَغَّ ٍت ََّٰشُّشْعَّه
ٍِِداَصَح َمَْْي ۥََُّقَح ۟اُْتاَءَّ َشَوْثَأ ٓاَرِإ ٓۦٍِِشَوَث يِه ۟اُْلُك ۚ ٍَِث ََّٰشَتُه َشْيَغَّ اًِِث ََّٰشَتُه َىاَّهُّشلٱَّ
ۥًََُِّإ ۚ ۟آُْفِشْسُت َلََّ ۖ ۦ
َييِفِشْسُوْلٱ ُّةِحُي َلَ
Terjemahannya:
“dan Dialah yang menjadikan kebun-kebun yang berjunjung dan yang tidak berjunjung, pohon korma, tanam-tanaman yang bermacam- macam buahnya, zaitun dan delima yang serupa (bentuk dan warnanya) dan tidak sama (rasanya). makanlah dari buahnya (yang bermacam-macam itu) bila Dia berbuah, dan tunaikanlah haknya di hari memetik hasilnya (dengan disedekahkan kepada fakir miskin); dan janganlah kamu berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang yang berlebih-lebihan.
3. Macam-Macam Zakat
Syariat agama islam membagio zakat menjadi dua macam, zakat harta dan zakat fitrah. Pensyariatan kedua macam zakat ini tidak bersamaan walaupun sama-sama pada tahun kedua hijriyah. Kedua macam zakat ini juga berbeda tentang fokus dan waktu pelaksanaannya. Zakat Harta Zakat harta diwajibkan karena adanya harta tertentu yang telah memenuhi syarat tertentu, dengan kata lain, pembicaraan mengenai zakat harta lebih menitik beratkan kepada hartanya bukan pada pemilik harta.
Dari segi macam-macamnya zakat harta dapat dikelompokkan menjadi : Zakat emas dan perak; zakat perdagangan dan perusahaan, zakat hasil pertanian, hasil perkebunan hasil perikanan, zakat pertambangan, zakat hasil peternakan, zakat
22 Kementrian Agama Republik Indonesia. Al-Qur’an Al-Karim dan Terjemahan (Surabaya : Halim Publishing & Distributing :2013), h. 162
pendapatan dan jasa, zakat rikaz. Harta yang dizakati beraneka ragam, namun secara garis besar dapat dibagi menjadi 2 kelompok :
1)Harta yang menyangkut hajat hidup manusia, yaitu harta yang jika tidak dimiliki oleh seseorang, maka kehidupan yang bersangkutan akan terganggu, bahkan akan mengakibatkan kematian. Harta semacam ini dikenal dengan istilah makanan pokok
2) Harta yang tidak menyangkut hajat hidup manusia, yaitu harta yang akan menunjang kelancaran dan kesuksesan hidup, namun demikian tanpa harta ini manusia masih dapat bertahan walaupun seadanya. Zakat fitrah Yang dimaksud zakat fitrah adalah nama bagi sejumlah makanan pokok yang dikeluarkan oleh seorang muslim setelah berlalunya bulan suci ramadhan, zakat ini disebut zakat badan atau jiwa. Zakat ini berbeda dengan zakat harta dalam berbagai segi, zakat fitrah lebih mengacu kepada orang, baik pembayar maupun penerimanya. Penunanian zakat fitrah bertujuan untuk membersihkan seseorang yang baru menyelesaiakn ibadah puasa dari noda yang mengganggu kesucian ibadah puasanya, juga bertujuan untuk memberikan kelapangan bagi kaum fakir miskin terutama dalam hal pangan sandang pada hari raya idhul fitri.
4. Hikmah Zakat
Banyak hikmah dari pensyariatan zakat, antara lain : 1) Untuk menghindarkan muzakki dari sifat kikir
2) Harmonisasi hubungan antara orang kaya dan orang miskin 3) Membersihkan harta
4) Menumbuhkan keberkahan pada harta yang dizakati 5. Golongan-Golongan yang berhak menerima zakat
Adapun golongan yang berhak menerima zakat menurut syariat Islam ada delapan golongan / asnaf yang terangkum dalam firman Allah pada surat Al- Taubah ayat 60. Allah berfirman dalam surat Al-Taubah ayat 60 :
ِباَقِّشلا ِٔفَّ ْنُُِت ُْْلُق ِةَفَّلَؤُوْلاَّ اَِْيَلَع َيْيِلِوَّٰعْلاَّ ِيْيِك َّٰسَوْلاَّ ِءۤاَشَقُفْلِل ُتَّٰقَذَّصلا اَوًَِّا ۞ ْيِفَّ َيْيِهِشَّٰغْلاَّ
ٌنْيِكَح ٌنْيِلَع ُ َّّٰاللَِّّۗ ِ َّّٰاللّ َيِّه ًةَضْيِشَف ِِۗلْيِثَّسلا ِيْتاَّ ِ َّّٰاللّ ِلْيِثَس
Terjemahannya:
Sesungguhnya zakat-zakat itu, hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-orang miskin, pengurus-pengurus zakat, Para mu'allaf yang dibujuk hatinya, untuk (memerdekakan) budak, orang-orang yang berhutang, untuk jalan Allah dan untuk mereka yuang sedang dalam perjalanan, sebagai suatu ketetapan yang diwajibkan Allah, dan Allah Maha mengetahui lagi Maha Bijaksa
1. Fakir miskin ialah orang yang sangat membutuhkan karena tidak dapat mencukupi kebutuhan primer. Sedangkan tidak ada orang lain yang menanggungnya. Secara umum pengertian yang dipaparkan oleh para ulama mazhab untuk fakir dan miskin tidak jauh dari indikator ketidak mampuan secara materi untuk memenuhi kebutuhannya, atau indikator kemampuannya mencari nafkah (usaha), dimana dari hasil usaha tersebut belum bisa memenuhi kebutuhannya. Kelompok fakir dikaitkan dengan ketiadaan materi sedangkan kelompok miskin dikaitkan dengan penghasilan yang tidak mencukupi. Dalam hal ini zakat dapat diberikan kepada, antara lain :
1) Orang yang tidak memiliki harta;
2) Orang yang tidak sanggup bekerja karena lemah fisik, cacat, seperti buta, lumpuh, lanjut usia dan sebagaianya
3) Orang yang memiliki harta akan tetapi tidak mencukupi kebutuhannya.
4) Orang yang sanggup bekerja akan tetapi tidak dapat memenuhi kebutuhan hidup.
5) Orang yang tidak memiliki mata pencaharian yang tetap dan tidak mencukupi kebutuhannya.
2. Amilin ( Amil zakat) Yaitu mereka yang menjalankan segala kegiatan urusan pengumpulan dan pendayagunaan zakat, termasuk administrasi pengelolaan mulai dari merencanakan pengumpulan, mencatat, meneliti, menghitung, menyetor dan menyalurkan kepada mustahiq-nya.
Mualaf Yaitu golongan yang diinginkan agar supaya hatinya dapat dilunakkan dan didekatkan kepada Islam atau dikokohkan imannya atau demi menghindarkan usaha-usaha jahatnya terhadap kaum muslimin atau demi menarik mereka untuk dimanfaatkan untuk membela kaum muslimin. Zakat bagian muallaf ini dapat digunakan untuk :
1) Mereka yang imannya masih lemah. Pemberian zakat dalam hal ini bisa juga berupa buku-buku agama bagi muallaf yang kaya.
2) Orang yang berpengaruh yang baru masuk Islam, dijinakkan hatinya dengan zakat agar supaya keluarga dan masyarakatnya memeluk agama Islam.
3) Untuk pembinaan orang-orang yang terasingkan (golongan minoritas) di daerah yang mayoritas masyarakatnya beragama lain.
4) Orang-orang yang berpengaruh terhadap orang-orang yang menentang zakat.
5) Orang yang dijinakkan hatinya agar supaya mereka memeluk agama Islam 6) Orang yang dijinakkan hatinya agar supaya tidak menyakiti, tidak
mengganggu dan tidak memusuhi umat Islam
7) Orang yang dijinakkan hatinya agar supaya memberikan bantuan atau membela kaum muslimin.
3. Arriqob (dana untuk memerdekakan budak) Yaitu budak belian (hamba sahaya). Dana untuk memerdekaan budak artinya, dana yang dipergunakan untuk membebaskan budak belian dan atau untuk menghilangkan segala macam perbudakan. Di Indonesia, tidak ada riqab dalam pengertian semula, oleh karena itu diisi dengan pengertian baru yaitu pembebasan manusia dari
perbudakan. Demikian juga dengan perumusan tentang penerima zakat yang lain juga disesuaikan dengan keadaan di Indonesia dan perkembangannya masa kini.
4. Gharimin Yaitu orang-orang yang memiliki hutang, baik hutang itu untuk dirinya sendiri maupun bukan, baik hutang itu dipergunakan untuk hal-hal yang baik maupun untuk melakukan kemaksiatan. Jika hutang itu dilakukan untuk kepentingan sendiri, dia tidak berhak mendapatkan bagian dari zakat kecuali dia adalah seorang yang dianggap fakir. Tetapi, jika hutang itu untuk kepentingan orang banyak yang berada di bawah tanggung jawabnya, untuk menebus denda pembunuhan atau menghilangkan barang orang lain, dia boleh diberi bagian zakat meskipun sebenarnya dia itu kaya. Misalnya: Orang yang jatuh pailit, yang tidak dapat membayar hutangnya, agar supaya dapat membayarnya. Mengangkat orang yang jatuh pailit dalam usaha. Orang atau badan yang berhutang untuk kemaslahatan umum, seperti hutang untuk pemeliharaan anak yatim piatu, hutang untuk membangun rumah sakit, untuk membangun kepentingan agama, untuk biaya mendamaikan perselisihan. Orang yang meninggal dunia dan mempunyai hutang, sedangkan harta peninggalannya tidak cukup untuk melunasi hutangnya.
5. Sabilillah Yaitu jalan untuk menuju kepada keridhaan Allah SWT. Sabilillah itu meliputi semua sarana kemaslahatan agama secara umum, seperti : Sarana pendidikan, Asrama pelajar dan pondok pesantren, Sarana kesehatan. Sarana peribadahan: masjid atau surau, Penampungan anak yatim piatu/cacat.
6. Ibnusabil Yaitu orang yang kehabisan bekal dalam perjalanan dan tidak dapat mendatangkan bekal tersebut dengan cara apapun, atau orang yang hendak melaksanakan perjalanan yang sangat penting (dharurat) sedang ia tidak memiliki bekal.Boleh juga dimaksudkan dengan ibnusabil, anak-anak yang ditinggalkan di tengah-tengah jalan oleh keluarganya (anak buangan).
Hendaklah anak-anak itu diambil dan dipelihara dengan harta yang diperoleh dari bagian ini. Juga masuk dalamnya, mereka yang tidak mempunyai rumah tangga bergelandangan di jalan-jalan raya, tidak tentu tempat tinggalnya dan
tidak mempunyai usaha yang dapat menghasilkan nafkah hidupnya.
C. Tinjauan Tentang Baznas
Pengelolaan zakat di Indinesia mengalami perkembangan yang dinamis dalam rentang waktu sangat panjang. Zakat berkembang sebagai perantara sosial keagamaan yang penting dan signifikan dalam penguatan masyarakat sipil muslim. Di era Indonesia modern, di tangan masyarakat sipil, zakat telah bertransformasi dari ranah amal sosial keranah pembangunan ekonomi.
Zakat adalah ibadah yang memiliki dua dimensi, yaitu vertikal dan horizontal. Zakat merupakan ibadah sebagai bentuk ketaatan kepada Allah (hablu minallah; vertikal) dan sebagai kewajiban kepada sesama manusia (hablu minannass; horizontal).23 Zakat juga merupakan satu-satunya ibadah yang dalam syariat islam secara eksplisit dinyatakan ada petugasnya. Ada dua model pengelolaan zakat. Pertama, zakat dikelola oleh negara dalam sebuah lembaga atau departemen khusus yang dibentuk oleh pemerintah. Kedua, zakat yang dikelola oleh lembaga non-pemerintah (masyarakat) atau semi pemerintah dengan mengacuh pada aturan yang telah ditentukan oleh negara. Zakat dikelola oleh negara maksudnya, bukan untuk memenuhi keperluan negara, seperti membiayai pembangunan dan biaya-biaya rutinitas lainya. Zakat dikelola oleh negara untuk dikumpulkan dan dibagikan kepada yang berhak menerimanya. Jadi negara hanya sebagai fasilitator, untuk memudahkan dalam pengelolaan zakat tersebut. Karena zakat berhubungan dengan masyarakat, maka pengelolaan zakat, juga membutuhkan konsep-konsep manajemen agar supaya pengelolaan zakat itu bisa efektif dan tepat sasaran.
Zakat adalah suatu rukun dari rukun-rukun agama, suatu fardhu dari fardhu-fardhu agama yang wajib diselenggarakan24, zakat juga suatu kewajiban bagi umat islam yang telah ditetapkan dalam al-Qur‟an, sunnah Nabi dan Ijma‟
23Fuadi.Zakat dalam sistem Pemerintahan Aceh (Yokyakarta: Deepublish 2016), h. 26.
24 M. Hasbi ash-Shiddieqy Pedoman Zakat (Semarang: PustakaRizki Putra, 2009), h. 12.
para ualama25.Dalam Al-Qur‟an banyak terdapat ayat yang memerintahkan dan menganjurkan kita menunaikan zakat. Sedemikian pula bnayak sekali hadis Nabi yang memerintahkan kita memberikan zakat. Diantara firman Allah dalam QS.Al- Bayyinah ayat 5 :
ُح ۙ ه َِّۡذٌا ًُـ ٌ ه ُۡ ص ٍ ۡخُم ه الله اوُذُب ۡع ُ ٌ َّلَّ ا ا ۤۡوُر مُا ۤا م و ةى هوَّسٌا اىُت ۡؤَُ و ةىهٍَّصٌا اىُمُۡ مَُ و ءٓا ف ى
ه ٌ هر و ِةَمِّيَق ۡلا ُن ۡيِد
Terjemahannya :
Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama yang lurus, dan supaya mereka mendirikan shalat dan menunaikan zakat; dan yang demikian itulah agama yang lurus
Menurut Dr Yusuf Qardhawi, salah seorang ulama fiqih menyatakan bahwa salah satu upaya mendasar dan fundamental untuk mengentaskan atau memperkecil masalah kemiskinan adalah dengan cara mengoptimalkan pelaksanaan zakat. Hal itu dikarenakan zakat adalah sumber dana yang tidak akan pernah kering dan habis. Dengan kata lain selama umat Islam memiliki kesadaran untuk berzakat dan selama dana zakat tersebut mampu dikelola dengan baik, maka dana zakat akan selalu ada serta bermanfaat untuk kepentingan dan kesejahteraan masyarakat. Oleh karena itu, zakat memiliki peranan yang sangat strategis dalam upaya pengentasan kemiskinan atau pembangunan ekonomi.
Berbeda dengan sumber keuangan untuk pembangunan yang lain, zakat tidak memiliki dampak balik apapun kecuali ridha dan mengharap pahala dari Allah semata. Namun demikian, bukan berarti mekanisme zakat tidak ada sistem kontrolnya. Nilai strategis zakat dapat dilihat melalui: Pertama, zakat merupakan panggilan agama. Ia merupakan cerminan dari keimanan seseorang. Kedua, sumber keuangan zakat tidak akan pernah berhenti. Artinya orang yang membayar zakat, tidak akan pernah habis dan yang telah membayar setiap tahun atau periode
25Fuadi. Zakat dalam sistem Pemerintahan Aceh (Yokyakarta: Deepublish 2016), h. 1.
waktu yang lain akan terus membayar. Ketiga, zakat secara empirik dapat menghapus kesenjangan sosial dan sebaliknya dapat menciptakan redistribusi aset dan pemerataan pembangunan. Yang mendorong masyarakat Islam melaksanakan pemungutan zakat di Indonesia ini antara lain adalah:
1. Keinginan umat Islam Indonesia untuk meyempurnakan pelaksanaan ajaran agamanya. Setelah mendirikan shalat, berpuasa selama bulan Ramadhan dan bahkan menunaikan ibadah haji ke Mekkah, umat Islam semakin menyadari perlunya penunaian zakat sebagai kewajiban agama; kewajiban yang harus dilaksanakan oleh setiap orang yang mampu melaksanakannya karena telah memenuhi syarat-syarat yang ditentukan.
2. Kesadaran yang semakin meningkat di kalangan umat Islam tentang potensi zakat jika dimanfaatkan sebaik-baiknya, akan dapat memecahkan berbagai masalah sosial di Indonesia.
3. Usaha-usaha untuk mewujudkan pengembangan dan pengelolaan zakat di Indonesia makin lama makin tumbuh dan berkembang. Zakat yang diberikan kepada mustahiq akan berperan sebagai pendukung peningkatan ekonomi mereka apabila dikonsumsikan pada kegiatan produktif.
Pendayagunaan zakat produktif sesungguhnya mempunyai konsep perencanaan dan pelaksanaan yang cermat seperti mengkaji penyebab kemiskinan, ketidakadaan modal kerja, dan kekurangan lapangan kerja, dengan adanya masalah tersebut maka perlu adanya perencanaan yang dapat mengembangkan zakat bersifat produktif tersebut. Pengembangan zakat bersifat produktif dengan cara dijadikannya dana zakat sebagai modal usaha, untuk pemberdayaan ekonomi penerimanya, dan supaya fakir miskin dapat menjalankan atau membiayai kehidupannya secara konsisten.
Dengan dana zakat tersebut fakir miskin akan mendapatkan penghasilan tetap, meningkatkan usaha, mengembangkan usaha serta mereka dapat menyisihkan penghasilannya untuk menabung. Sebenarnya sistem pengelolaan zakat sudah diatur oleh pemerintah. Dimulai dengan regulasi zakat pertama di
Indonesia yaitu Surat Edaran Kementerian Agama No.A/VII/17367 tahun 1951 yang meyatakan bahwa negara tidak mencampuri urusan pemungutan dan pembagian zakat, tetapi hanya melakukan pengawasan.
Tetapi ini menjadikan pengelolaan zakat di Indonesia menjadi lambat.
Selanjutnya Surat Keputusan Bersama Menteri Dalam Negeri dan Menteri Agama Republik Indonesia Nomor 29 dan 47 Tahun 1991 tentang Pembinaan Badan Amil Zakat, Infaq dan shadaqah. Dan diikuti dengan Instruksi Menteri Agama Nomor 5 Tahun 1991 tentang Pembinaan Teknis Badan Amil Zakat, Infaq dan Shadaqah dan Instruksi Menteri Dalam Negeri Nomor 7 Tahun 1998 tentang Pembinaan Umum Badan Amil Zakat, Infaq dan Shadaqah.
Seiring dengan keluarnya berbagai instruksi dan keputusan menteri dan perkembangan BAZIS DKI tersebut, maka mendorong pertumbuhan BAZIS maupun lembaga amil zakat yang dikelola masyarakat di daerah-daerah lain.
Puncaknya adalah ketika pada tahun 1999, pemerintah bersama DPR menyetujui lahirnya Undang-Undang Nomor 38 Tahun 1999 tentang Pengelolaan Zakat. UU Pengelolaan Zakat ini kemudian ditindaklanjuti dengan Keputusan Menteri Agama (KMA) Nomor 581 tahun 1999 tentang Pelaksanaan UU No.38 tahun 1999 dan Keputusan Dirjen Bimas Islam dan Urusan Haji Nomor D/291 tahun 2000 tentang Pedoman Teknis Pengelolaan Zakat. Sebelumnya pada tahun 1997 juga keluar Keputusan Menteri Sosial Nomor 19 Tahun 1998, yang memberi wewenang kepada masyarakat yang menyelenggarakan pelayanan 5 kesejahteraan sosial bagi fakir miskin untuk melakukan pengumpulan dana maupun menerima dan menyalurkan ZIS. Namun UU No.38 Tahun 1999 Tentang Pengelolaan Zakat sudah direvisi dengan UU No. 23 tahun 2011 Tentang Pengelolaan Zakat. Setelah disahkannya UU Pengelolaan Zakat tersebut Indonesia telah memasuki tahap institusionalisasi pengelolaan zakat dalam wilayah formal kenegaraan, meskipun masih sangat terbatas.
Lembaga-lembaga pengelola zakat mulai berkembang, termasuk pendirian lembaga zakat yang dikelola oleh pemerintah, yaitu BAZNAS (Badan Amil Zakat Nasional), BAZDA (Badan Amil Zakat Daerah) dan LAZ (Lembaga Amil Zakat)
yang dikelola masyarakat dengan manajemen yang lebih baik dan modern.
Setidaknya dengan UU Zakat tersebut telah mendorong upaya pembentukan lembaga pengelola zakat yang amanah, kuat dan dipercaya masyarakat. Tentu saja hal ini meningkatkan pengelolaan zakat sehingga peran zakat menjadi lebih optimal.
Lembaga-lembaga zakat telah mampu mengelola dana hingga puluhan milyar rupiah, dengan cakupan penyalurannya mencapai seluruh wilayah Indonesia. Namun, jika kita melihat di zaman sekarang sebenarnya potensi zakat di Indonesia sangatlah besar. Dengan komposisi 87% muslim dan asumsi 20%
adalah muzaki atau pemberi zakat, nilai potensi zakat berdasarkan penelitian Badan Amil Zakat Nasional (Baznas) dengan Institut Pertanian Bogor pada Januari - April 2011 sekitar Rp217 triliun. Namun, kenyataannya, dana zakat ditambah dengan infak, sedekah, serta wakaf yang dihimpun berkisar Rp. 1,5 trilyun pertahun. Itu artinya penghimpunan zakat belum mencapai 1 persen dari potensi zakat yang ada. Tampaknya memang ada banyak hal yang harus 6 dibenahi dalam pengelolaan zakat di Indonesia. Padahal jumlah tersebut amat signifikan untuk mengatasi kemiskinan. Direktur Eksekutif BAZNAS Teten Setiawan mengemukakan ada dua faktor penyebab belum optimalnya zakat.
Pertama, masih banyak orang kaya yang wajib berzakat tapi belum paham tentang zakat. Kedua, zakat di Indonesia masih bersifat sukarela seperti tercantum pada UU No 23 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat. Berbeda dengan Malaysia, ada sanksi administratif bagi yang tidak berzakat, seperti perpanjangan paspor dipersulit. Risikonya di Sudan malah penjara satu tahun. Ada beberapa hal yang memang masih menjadi persoalan dalam penghimpunan zakat. Diantaranya adalah pengelolaan zakat masih berciri tradisional. Zakat umumnya diberikan langsung oleh muzakki kepada mustahik. Biasanya amil zakat bukanlah sebuah profesi atau pekerjaan yang permanen. Amil zakat hanya ditunjuk ketika ada aktivitas zakat hanya terbatas pada zakat fitrah, kemudian zakat yang diberikan pada umumnya hanya bersifat konsumtif dan harta objek zakat terbatas pada harta yang secara eksplisit dikemukan dalam Al-Qur‟an dan Hadist. Sedangkan untuk pungutan zakat harta biasanya dilakukan oleh pengurus masjid. Dengan sistem