• Tidak ada hasil yang ditemukan

HASIL DAN PEMBAHASAN. penyimpanan dan metode pelapisan kerabang berupa pengolesan minyak parafin

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "HASIL DAN PEMBAHASAN. penyimpanan dan metode pelapisan kerabang berupa pengolesan minyak parafin"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

1

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Interaksi antara Metode Pelapisan Kerabang dan Lama Penyimpanan Terhadap Kualitas Fisik Telur Puyuh

Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat interaksi antara metode pelapisan kerabang dan lama penyimpanan terhadap rongga udara, pH putih telur, Haugh unit, indeks putih telur dan indeks kuning telur (P<0.05) (Tabel 1.).

Pemberian perlakuan pada telur dapat menghambat kerusakan dan penurunan kualitas telur selama penyimpanan karena dapat menahan hilangnya gas dan air.

Sejalan dengan itu, Sarwono (1994) menyatakan bahwa prinsip pengawetan telur yaitu untuk menunda kerusakan fisik dan kimiawi serta mencegah terjadinya pembusukan oleh mikroorganisme dengan cara menutupi pori-pori telur untuk menghambat terjadinya kontaminasi dan penguapan air serta gas.

Berdasarkan pada hasil analisis dapat dilihat bahwa terjadi interaksi antara lama penyimpanan dan metode pelapisan kerabang berupa pengolesan parafin terhadap nilai rongga udara telur (Tabel 1.). Nilai rongga udara pada lama penyimpanan 7 hari berbeda nyata dengan rongga udara pada lama penyimpanan yang lainnya. Sedangkan nilai rongga udara pada penyimpanan 14 hari berbeda tidak nyata dengan rongga udara pada hari ke-21. Hal tersebut menunjukkan bahwa telur yang dilapisi minyak parafin dan disimpan selama 14 dan 21 hari tidak memiliki perbedaan secara signifikan.

Hasil analisis statistik menunjukkan bahwa terjadi interaksi antara lama penyimpanan dan metode pelapisan kerabang berupa pengolesan minyak parafin terhadap pH putih telur (Tabel 1.). Nilai pH putih telur dari telur yang diberi pelapis minyak parafin pada hari ke 7 berbeda nyata dengan lama penyimpanan yang lain.

Hasil analisis juga memperlihatkan bahwa terjadi interaksi antara lama penyimpanan dan metode pelapisan kerabang berupa pengolesan minyak parafin terhadap nilai Haugh Unit (Tabel 1.). Nilai Haugh Unit pada hari ke-7 dari telur yang diberi pelapis minyak parafin berbeda nyata dengan haugh unit dari lama penyimpanan yang lain. Sedangkan pada hari ke-14 nilai Haugh Unit berbeda tidak nyata dengan penyimpanan hari ke-7 dan ke-21. Hal tersebut menunjukkan bahwa telur yang disimpan selama 21 hari dan 14 hari tidak memiliki perbedaan secara

signifikan. commit to user

(2)

2

Tabel 1. Interaksi Antara Metode Pelapisan dan Lama Penyimpanan Terhadap Kualitas Fisik Telur Puyuh

Tanpa perlakuan

0 hari 7 hari 14 hari 21 hari Rata-rata Rongga

Udara 1,87±0,70 3,01±0,81 5,03±0,36 5,84±1,43 3,93 pH Putih

Telur 9,30±0,12 9,65±0,13 9,73±0,18 9,68±0,40 9,59 Haugh Unit 81,47±7,30 79,54±4,47 78,32±3,66 76,65±4,29 78,99 Indeks

Kuning Telur 0,38±0,03 0,28±0,05 0,21±0,03 0,13±0,02 0,25 Indeks Putih

Telur 0,05±0,29 0,07±0,01 0,05±0,01 0,07±0,02 0,06 Berat Telur 11,70±0,32 10,79±0,36 10,94±0,45 10,75±0,45 11,04

Pengolesan Minyak Parafin

0 hari 7 hari 14 hari 21 hari Nilai P

Rongga

Udara 1,66±0,57a 2,40±0,88b 3,83±1,34c 4,23±1,95c 0,001 pH Putih

Telur 9,29±0,18b 9,09±9,48a 9,48±0,30b 9,46±0,43b 0,001 Haugh Unit 77,56±7,59a 82,03±5,25b 79,62±3,55ab 77,95±3,79a 0,005 Indeks

Kuning Telur 0,38±0,06d 0,32±0,06c 0,25±0,05b 0,19±0,07a 0,02 Indeks Putih

Telur 0,06±0,02a 0,07±0,01ab 0,08±0,01b 0,08±0,02ab 0,001 Berat Telur 11,62±0,36 11,08±0,47 11,19±0,68 11,11±0,60 0,10

Perendaman dalam Kapur

0 hari 7 hari 14 hari 21 hari Nilai P

Rongga

Udara 1,78±0,58 2,58±0,85 5,20±1,25 5,38±1,39 0,353 pH Putih

Telur 9,23±0,33 9,44±0,44 9,69±0,15 9,66±0,29 0,449 Haugh Unit 78,66±6,52 78,85±3,77 77,95±5,33 79,60±4,69 0,40 Indeks

Kuning Telur 0,37±0,03d 0,30±0,05c 0,20±0,03b 0,15±0,03a 0,04 Indeks Putih

Telur 0,05±0,02 0,08±0,02 0,08±0,02 0,08±0,01 0,12 Berat Telur 11,57±0,42 10,90±0,45 10,86±0,41 10,86±0,61 0,43

Pencelupan dalam Air Mendidih

0 hari 7 hari 14 hari 21 hari Nilai P

Rongga

Udara 1,62±0,57 3,10±0,75 4,89±0,57 5,94±1,06 0,551 pH Putih

Telur 9,22±0,30 9,23±0,57 9,49±0,69 9,62±0,30 0,134 Haugh Unit 77,85±7,24 79,76±5,02 75,65±5,22 77,84±5,19 0,07 Indeks

Kuning Telur 0,37±0,03 0,29±0,04 0,20±0,02 0,14±0,03 0,08 Indeks Putih

Telur 0,05±±0,02 0,08±0,02 0,07±0,02 0,08±0,01 0,12 Berat Telur 11,44±0,54b 11,08±0,49ab 10,83±0,69a 10,78±0,40a 0,02

a,b,c,d Superskrip yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata (P<0,05).

commit to user

(3)

3

Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa terjadi interaksi antara lama penyimpanan dan metode pelapisan kerabang berupa parafin dan perendaman dalam air kapur pada nilai indeks kuning telur (Tabel 1.). Nilai indeks kuning telur pada pemberian pelapis minyak parafin dan perendaman dalam air kapur yang disimpan selama 0 hari, 7 hari, 14 hari dan 21 hari berbeda nyata. Interaksi antara lama penyimpanan dan metode pelapisan kerabang juga terjadi pada nilai indeks putih telur dari telur yang diberi pelapis berupa pengolesan minyak parafin (Tabel 1.). Nilai indeks putih telur pada hari ke 7, 14 dan 21 berbeda tidak nyata dan semakin meningkat seiring dengan lama penyimpanan.

Interaksi antara lama penyimpanan dan metode pelapisan kerabang juga terjadi pada berat akhir telur yang diberi pelapis berupa pencelupan dalam air mendidih (Tabel 1.). Berat telur pada hari ke 7, hari ke-14 dan hari ke-21 berbeda tidak nyata dan terus mengalami penurunan. Hal tersebut menunjukkan bahwa telur yang disimpan selama 14 dan 21 hari tidak lebih baik dari telur yang disimpan selama 7 hari

Yanis (2008) melaporkan bahwa bahan pelapis untuk mengawetkan telur bertujuan untuk menutup pori-pori telur dan mencegah masuknya udara ke dalam telur yang mengakibatkan terbentuknya rongga udara. Nilai pH putih telur pada telur akan terus mengalami kenaikan selama penyimpanan. Gas CO2 yang keluar dapat membuat naiknya pH dan membuat putih telur menjadi lebih encer karena kantong udara mengalami pemecahan selama penyimpanan (Buckle et al., 2007). Pemberian perlakuan pada telur dapat menghambat naiknya derajat keasaman atau pH pada putih telur selama penyimpanan. Pemberian pelapis (coating) pada telur meminimalisir penurunan Haugh unit. Benyamin et al. (1960) menyatakan bahwa nilai Haugh unit yang tinggi menandakan telur masih berkualitas baik dan putih telur kental masih tinggi. Penurunan kualitas telur sejalan dengan rendahnya tinggi putih telur kental. Kusumawati et al. (2012) menyatakan bahwa semakin lama telur disimpan maka nilai indeks kuning telur akan semakin menurun, hal ini disebabkan karena penguapan air dan gas cukup tinggi sehingga berpengaruh pada diameter kuning telur yang semakin membesar.

commit to user

(4)

4

B. Pengaruh Metode Pelapisan Kerabang Terhadap Kualitas Fisik Telur Puyuh

Hasil penelitian antara metode pelapisan kerabang terhadap kualitas fisik telur puyuh dapat dilihat pada Tabel 1. Hasil pengukuran menunjukkan bahwa pemberian metode pelapisan kerabang berpengaruh nyata terhadap nilai rongga udara, pH putih telur, indeks kuning telur dan berat telur puyuh.

Tabel 2. Pengaruh Metode Pelapisan Kerabang Terhadap Kualitas Fisik Telur Puyuh

Metode Tanpa

Perlakuan

Pengolesan Parafin

Perendaman pada Kapur

Pencelupan pada Air Mendidih

Nilai P

Rongga

Udara (mm) 3,94±1,82b 2,13±0,69a 3,54±1,99b 3,84±1,87b 0,001 pH Putih

Telur 9,59±0,28b 9,07±0,39a 9,42±0,42b 9,19±0,60a 0,001 Haugh Unit 78,99±5,15 79,58±5,81 78,54±5,06 76,56±6,18 0,133 Indeks

Kuning Telur 0,25±0,10a 0,32±0,07b 0,26±0,08a 0,25±0,08a 0,001 Indeks Putih

Telur 0,07±0,01 0,08±0,02 0,08±0,02 0,07±0,02 0,152 Berat Telur

(g) 11,04±0,54a 11,46±0,52b 11,05±0,58a 11,02±0,64a 0,007

a,b Superskrip yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata (P<0,05).

Pemberian pelapisan pada kerabang berpengaruh nyata terhadap kualitas fisik telur berdasarkan hasil analisis statistik telur (Tabel 2 dan Lampiran 1). Rongga udara dari telur yang diberikan pelapisan kerabang berupa pengolesan minyak parafin memiliki nilai yang paling kecil di antara telur yang diberi perlakuan lainnya (Tabel 2). Nilai rongga udara telur yang dilakukan perendaman air kapur dan pencelupan pada air mendidih berbeda tidak nyata dengan telur tanpa perlakuan.

Telur yang diberikan pelapis berupa minyak parafin juga memiliki nilai pH putih telur paling kecil jika dibandingkan dengan metode pelapisan kerabang lainnya.

Akan tetapi, telur yang dioleskan minyak parafin memiliki pH putih telur yang berbeda tidak nyata dengan pencelupan pada air mendidih (Tabel 2). Hal tersebut menandakan bahwa pencelupan ke dalam air mendidih dan pengolesan minyak parafin mampu menahan peningkatan pH dalam putih telur.

Berdasarkan hasil statistik menunjukkan bahwa pemberian pelapisan pada kerabang berpengaruh nyata terhadap nilai indeks kuning telur (Lampiran 4) tetapi commit to user

(5)

5

tidak berpengaruh nyata terhadap indeks putih telur. Nilai indeks kuning telur yang dioleskan minyak parafin memiliki nilai yang paling besar dibandingkan dengan yang lain (Tabel 2). Pemberian pelapisan berupa perendaman pada air kapur dan pencelupan pada air mendidih berbeda tidak nyata dengan telur tanpa perlakuan.

Berat akhir dari telur puyuh setelah diberi pelapis kerabang dan dilakukan penyimpanan menunjukkan bahwa telur puyuh yang diberikan pelapisan pada kerabang berpengaruh nyata terhadap berat telur (Lampirkan 6.). Pengolesan minyak parafin memiliki berat paling besar dari telur yang lain (Tabel 2). Persentase penurunan berat telur tanpa perlakuan, pengolesan minyak parafin, perendaman pada air kapur dan pencelupan pada air mendidih secara berturut-turut adalah 2.81%, 0.52%, 2.29% dan 3.33%. Metode pengolesan minyak parafin memiliki penurunan berat telur paling rendah dibandingkan dengan yang lain. Hal ini membuat telur dengan pengolesan minyak parafin memiliki berat akhir yang lebih besar.

Menurut Ustunol (2009) kemampuan minyak parafin dalam menahan kerusakan dalam telur disebabkan karena minyak parafin tergolong ke dalam lipid coating. Biladeau et al. (2009) dan Wardy et al. (2010) menambahkan bahwa lipid coating bersifat hydrophobic sehingga dapat menahan penguapan gas dan air dari dalam telur. Hal tersebut sejalan dengan pendapat Stadelman (1995) yang menyatakan bahwa perubahan nilai rongga udara disebabkan karena adanya perpindahan gas dan air ke dalam telur melalui pori-pori telur.

Pencelupan ke dalam air mendidih juga dapat menghambat hilangnya gas (CO2) dan air dari dalam telur. Menurut Koswara (2009) hal tersebut dikarenakan pencelupan telur pada air mendidih mengakibatkan penggumpalan putih telur pada permukaan kerabang telur yang dapat menutupi pori-pori telur. Air dan gas yang tetap berada di dalam telur mampu menahan ukuran kuning telur telur sehingga indeks kuning telur telur dari telur yang dioleskan minyak parafin memiliki nilai yang lebih besar dibandingkan dengan metode pelapis lainnya. Semakin besar nilai indeks kuning telur maka semakin baik kondisi kuning telur telur tersebut (Koswara, 2009).

Telur dari pengolesan parafin memiliki berat yang lebih besar dari perlakuan lain, hal tersebut menandakan bahwa telur tidak mengalami penurunan commit to user

(6)

6

berat terlalu banyak karena kehilangan gas dan air mampu ditahan oleh minyak parafin. Menurut Sudaryani (2000) peningkatan penurunan berat telur terjadi karena kerusakan pada komposisi kimia telur terutama penurunan berat putih telur.

Penurunan berat putih telur terjadi akibat penurunan protein dan penguapan gas pada saat penyimpanan telur.

C. Pengaruh Lama Penyimpanan Terhadap Kualitas Fisik Telur Puyuh Hasil penelitian antara lama penyimpanan terhadap peubah yang diamati dapat dilihat pada Tabel 3. Hasil pengukuran menunjukkan bahwa lama penyimpanan berpengaruh nyata terhadap rongga udara, pH putih telur, nilai Haugh Unit, indeks kuning telur, indeks putih telur dan berat telur.

Tabel 3. Pengaruh Lama Penyimpanan Terhadap Kualitas Fisik Telur Puyuh

0 Hari 7 Hari 14 Hari 21 Hari Nilai P

Rongga Udara (mm)

1,60±0,49a 2,54±0,87b 4,44±1,46c 4,85±1,69c 0,001

pH Putih

Telur 9,22±0,32a 9,06±0,58a 9,46±0,51b 9,53±0,33b 0,001 Haugh

Unit 79,37±4,55bc 80,55±5,08c 77,45±5,55ab 76,30±6,39a 0,009 Indeks

Kuning Telur

0,37±0,04d 0,32±0,04c 0,22±0,05b 0,18±0,05a 0,001

Indeks Putih telur

0,06±0,01b 0,07±0,01b 0,07±0,02b 0,08±0,02a 0,022

Berat

Telur (g) 11,47±0,48b 11,15±0,58a 10,99±0,48a 10,97±0,70a 0,002

a,b Superskrip yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata (P<0,05).

Lama penyimpanan berpengaruh nyata terhadap kualitas fisik telur berdasarkan pada data analisis statistik (Lampiran 1.). Rongga udara selama penyimpanan berangsur-angsur naik seiring dengan meningkatnya lama penyimpanan (Tabel 3). Hal ini menunjukkan bahwa rongga udara selama penyimpanan semakin membesar jika dibandingkan dengan hari ke-0. Lama penyimpanan juga berpengaruh nyata terhadap nilai pH putih telur yang menunjukkan bahwa semakin lama penyimpanan maka pH putih telur akan semakin

meningkat. commit to user

(7)

15

Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa lama penyimpanan berpengaruh nyata terhadap nilai Haugh unit (Lampiran 3). Nilai Haugh unit pada hari ke-21 berbeda nyata dengan hari ke-0 dan hari ke-7 tetapi berbeda tidak nyata dengan hari ke-14. Penurunan nilai Haugh unit berbanding lurus dengan nilai indeks putih telur (Tabel 3). Hal tersebut dikarenakan nilai Haugh unit didapatkan dari hasil tinggi putih telur. Berdasarkan hasil analisis lama penyimpanan berpengaruh nyata terhadap nilai indeks kuning telur (Lampiran 4). Nilai indeks kuning telur juga semakin menurun seiring dengan lama penyimpanan telur (Tabel 3.). Nilai indeks kuning telur pada hari ke-21 memiliki nilai paling rendah jika dibandingkan dengan lama penyimpanan lainnya. Telur pada hari ke-0 memiliki nilai indeks kuning telur paling besar dibandingkan yang lain, hal tersebut dikarenakan telur pada hari ke-0 tidak mengalami masa penyimpanan.

Berat akhir dari telur puyuh setelah dilakukan penyimpanan menunjukkan bahwa lama penyimpanan berpengaruh nyata terhadap berat telur puyuh (Lampiran 6). Persentase penurunan berat telur pada hari ke 0, ke-7, ke-14 dan ke-21 secara berturut-turut adalah 0.00%, 1.98%, 3.35% dan 3.81%. Berat telur puyuh semakin menurun seiring dengan meningkatnya lama penyimpanan (Tabel 3). Berat telur pada hari ke-0 berbeda nyata dengan berat telur yang mengalami penyimpanan karena telur pada hari ke-0 tidak mengalami susut berat telur.

Menurut Warsonono dan Rumetor (1989) lama penyimpanan telur berpengaruh nyata terhadap kualitas fisik telur dikarenakan pertambahan ukuran pori-pori kerabang selama penyimpanan. Pertambahan ukuran pori-pori kerabang mengakibatkan adanya perpindahan air dan gas seiring dengan meningkatnya lama penyimpanan telur sehingga rongga udara semakin besar seiring dengan lama penyimpanan (Ramos et al, 2010; Maciel et al., 2011). Menurut Badan Standar Nasional (2008) telur segar memiliki rata-rata rongga udara sebesar 1,8-2,19 mm yang masuk ke dalam mutu I. Setelah satu minggu penyimpanan kedalaman rongga udara menjadi 5,00-5,69 mm (mutu II). Rongga udara pada penyimpanan minggu kedua naik menjadi 8,52 mm (mutu III). Penguapan air dan gas dari telur juga akan menyebabkan putih telur menjadi lebih encer (Cornelia, 2014) dan mengakibatkan penurunan konsentrasi ion bikarbonat serta merusak sistem buffer pada putih telur sehingga pH putih telur akan naik dan bersifat basa. Selama penyimpanan pH telur commit to user

(8)

16

semakin meningkat dari pH segar 8,12 menjadi 9,26 setelah 7 hari masa simpan dan 9,43 setelah 14 hari masa simpan (Jazil, 2013).

Putih telur yang menjadi lebih encer selama penyimpanan menyebabkan penurunan tinggi putih telur (Hinton, 1968; Koswara, 2009). Masuknya mikroorganisme dan penguapan gas menurut Hintono (1997) menjadi penyebab kerusakan pada serabut-serabut ovomucin sehingga bagian kental putih telur menjadi encer dan tinggi putih telur berkurang yang mengakibatkan nilai indeks putih telur semakin menurun dan memengaruhi nilai HU telur. Cornelia (2014) menyatakan bahwa telur konsumsi hanya dapat disimpan selama 10-14 hari, setelah itu telur akan mengalami kerusakan.

Menurut Koswara (2009) selama penyimpanan telur, air yang berada di dalam telur dapat berpindah dari putih telur ke kuning telur. Perpindahan air tersebut disebabkan karena melemahnya membran vitelin seiring dengan meningkatnya lama penyimpanan telur (Gast, 2005). Hal tersebut mengakibatkan perubahan ukuran kuning telur sehingga semakin tua umur telur maka indeks kuning telur akan semakin menurun. Hal tersebut sesuai dengan hasil penelitian yang menyatakan bahwa pada penyimpanan 0 hari nilai indeks kuning telur puyuh sebesar 0,37 dan pada hari ke-21 nilai indeks kuning telur sebesar 0,18. Nilai tersebut berada di bawah standar nilai indeks kuning telur menurut Badan Standarisasi Nasional (2008) yang menyatakan bahwa nilai indeks kuning telur segar berkisar antara 0,33-0,52.

Waktu penyimpanan juga berpengaruh terhadap berat akhir telur. Menurut Rasyaf (1991) semakin lama waktu penyimpanan maka berat telur akan semakin menurun. Penurunan berat telur disebabkan karena penguapan air dan gas dalam telur melalui pori-pori kerabang (Dudusola, 2009). Penguapan air dan pelepasan gas seperti CO2, NH3 dan H2S sebagai hasil degradasi bahan-bahan organik telur terjadi sejak telur keluar dan berlangsung terus menerus hingga menyebabkan penurunan berat telur.

commit to user

Referensi

Dokumen terkait

Rancang Bangun Sistem Keamanan Smart Door Lock Menggunakan E-KTP (Elektronik Kartu Pada Diagram Blok perancangan alat gambar 1 memiliki sensor RFID reader yang berfungsi

Berdasarkan Gambar 4.1, didapatkan hasil bahwa penguasaan keterampilan proses sains dari hasil setelah pembelajaran dilakukan yang didapat dari data persentase

Kini sistem penjaminan mutu menjadi wacana dan praktek yang mulai ramai dilakukan oleh banyak lembaga pendidikan swasta dan negeri, baik pada kategori kecil, sedang, maupun

Menteri Pertanian Suswono berkata, ”Saya harap ada diversifikasi dalam pembiayaan untuk tanaman pangan, karena kebun kelapa sawit yang ada sekarang lebih dari 9 juta

Merujuk informasi di atas karena pentingnya data jumlah pelanggan telepon berbayar untuk menjaga stabilitas perusahaan dan menjadi suatu tolak ukur pengambil kebijakan

AKTIVITAS ANTIOKSIDAN PADA TANAMAN OBAT TRADISIONAL BALI DAN ISOLASI SENYAWA TERPENOID DARI EKSTRAK METANOL DAUN.. PARE

Kemanunggalan di dalam konsep Manunggaling Kawula Gusti merupakan proses penyatuan manusia dengan Tuhan yang terjadi melalui proses perubahan hidup

Banyak bangunan – bangunan tinggi yang mencakar langit, hamparan gedung – gedung pabrik yang sudah tak terarah dan berserakan di mana – mana, semua