• Tidak ada hasil yang ditemukan

INDONESIAN URBAN TRANSPORT INSTITUTE

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "INDONESIAN URBAN TRANSPORT INSTITUTE"

Copied!
18
0
0

Teks penuh

(1)

INDONESIAN URBAN TRANSPORT INSTITUTE

PENERAPAN KONSEP TOD SEBAGAI INSTRUMEN PENGUATAN JARINGAN ANGKUTAN MASSAL PERKOTAAN

Working Paper 04

Februari 2016

Alvinsyah

(2)

Alvinsyaha

a,Indonesian Urban Transport Institute

aE-mail:alvinsyah@iutri.org

PENDAHULUAN

Secara konseptual perencanaan dan pembangunan ruang kota dan sistem transportasi tidak dapat dipisahkan. Namun pada kenyataannya hal ini sangat sulit direalisasikan dikarenakan berbagai alasan. Oleh karenanya banyak kota-kota metropolitan diberbagai belahan dunia yang mengalami permasalahan kemacetan lalu lintas sebagai akibat dari tidak padunya perencanaan ruang dan sistem transportasi. Situasi ini dapat diindikasikan dari timbulnya fenomena “urban sprawl” yang berimplikasi pada tingginya tingkat ketergantungan dari penduduk kota-kota tersebut terhadap kendaraan pribadi untuk melakukan aktifitasnya.

Tentunya permasalahan kemacetan juga disebabkan oleh berbagai hal lain seperti terbatasnya ruang kota dan dana untuk meningkatkan prasarana transportasi serta kuatnya tekanan dari kelompok industri otomotif.

Salah satu upaya untuk membangun kota yang efisien, berkelanjutan dan layak tinggal adalah dengan menerapkan konsep pembangunan yang berorientasi pada jalur-jalur angkutan massal atau lebih populer dengan istilah “Transit-Oriented Development (TOD)”.

Konsep TOD sejalan dengan target dari konsep pembangunan yang berkelanjutan untuk menciptakan lingkungan perkotaan yang memaksimalkan pembangunan ekonomi, kesetaraan sosial, dan sekaligus meminimalkan eksternalistas negatif pada lingkungan alamiah.

(3)

karakteristiknya, relasinya dengan angkutan massal, potensi manfaat, dampak, kendala dan faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan penerapannya, dan konsep TOD di Jakarta berikut hal-hal yang perlu disiapkan untuk penerapannya.

DEFINISI DAN KARAKTERISTIK TOD

Ada beragam definisi TOD, namun dari berbagai definisi tersebut terdapat beberapa kesamaan pemahaman pada prinsip dasarnya. Oleh karena itu, TOD dapat di definisikan sebagai :

Konsep pengembangan/pembangunan suatu kawasan yang bersifat mixed-use dancompactyang berada dalam jangkauan jarak berjalan kaki dari titik layanan angkutan massal dan pusat kawasan komersial.

Realisasi dari konsep pembangunan seperti ini biasanya memanfaatkan prasarana yang ada, mengoptimalkan penggunaan jaringan angkutan massal dan meningkatkan mobilitas masyarakat pada tongkat lokal. Konsep TOD diterapkan dengan memadukan kawasan hunian, pertokoan, perkantoran, ruang terbuka dan sarana umum dalam jangkauan jarak berjalan kaki yang nyaman. Dengan konsep ini penghuni dan pekerja di kawasan tersebut akan mudah dan nyaman untuk melakukan perjalanan dengan angkutan umum, sepeda atau berjalan kaki, bahkan dengan kendaraan pribadi

(4)

Gambar 1. Konsep Kebijakan TOD

Karakteristik dari suatu kawasan yang dibangun dengan konsep TOD umumnya sebagai berikut;

 Merupakan pembangunan yang memadukan kawasan hunian dengan berbagai kategori sosio-ekonomi, perkantoran, pertokoan dan kadangkala hotel;

 Idealnya dibangun pada lahan yang dimiliki atau dibawah kewenangan lembaga yang mengelola/mengoperasikan pelayanan angkutan massal;

 Merupakan salah satu jenis pembangunan yang atraktif pada kondisi resesi.

 Adanya insentif, promosi, dorongan dan bahkan subsidi yang diberikan oleh lembaga pengelola angkutan massal dan pemerintah (daerah).

(5)

Sumber: Rennaisance Planning Group (2011)

Gambar 2. Konsep TOD di kawasan Setasiun Transit

TOD DAN SISTEM ANGKUTAN MASSAL

Ketika merencanakan suatu kawasan TOD dalam lingkup koridor dan sistem

angkutan massal yang cukup ekstensif, dinamika perjalanan sistem

angkutan massal pada kondisi eksisting dan rencana harus benar-benar

dipahami. Mengacu kepada level perencanaan sistem angkutan umum

seperti yang ditunjukkan dalam Gambar 3, dapat diidentifikasi terjadinya

konektifitas dari setasiun angkutan massal dengan koridornya yang

membentuk suatu jaringan angkutan massal yang merupakan bagian dari

sistem transportasi multimoda. Hal ini penting untuk menjamin baik

keberhasilan TOD maupun sasaran besarnya pengguna angkutan massal,

karena pada dasarnya kawasan TOD diterapkan untuk rentang jarak sekitar

500 meter sampai dengan 800 meter dari setasiun angkutan massal sebagai

pusat kawasan.

(6)

Sumber: Rennaisance Planning Group (2011)

Gambar 3. Posisi Kawasan TOD dalam Lingkup Sistem Angkutan Massal

Lebih lanjut, selain karakteristik pola perjalanan, perlu diketahui juga setasiun-setasiun yang melayani asal atau tujuan perjalan yang utama baik pada kondisi saat ini maupun rencana, begitu pula setasiun yang berfungsi melayani kedua jenis perjalanan tersebut diatas. Selain itu juga perlu dipelajari lokasi setasiun yang memberikan manfaat ekonomi terbesar dan dapat memaksimalkan akses ke setasiun dengan berjalan kaki. Esensi dari hal-hal yang dijelaskan diatas adalah dalam rangka untuk bisa mencapai sasaran dari tingkat penggunaan angkutan massal yang diinginkan.

Komposisi pemanfaatan, intensitas dan kepadatan guna lahan didalam kawasan TOD akan sangat bervariasi, tergantung dari teknologi sistem angkutan umum yang dioperasikan (MRT, BRT, LRT dll), senjang jarak antar setasiun, pentahapan implementasi setasiun pada suatu koridor, karakteristik komunitas dan sasaran besarnya pengguna angkutan massal.

Oleh karenanya untuk keperluan perencanaan diperlukan pedoman berupa

bentuk tipologi atau kategori dari kawasan TOD sesuai dengan aspek-aspek

yang mempengaruhinya seperti yang ditunjukan dalam Gambar 4.

(7)

Sumber: Rennaisance Planning Group (2011)

Gambar 4. Relasi Kategori TOD dengan Moda Angkutan Massal Sebagai ilustrasi, Gambar 5 menunjukkan berbagai tipologi TOD pada suatu sistem jaringan angkutan massal yang didasarkan dari aspek-aspek yang dijelaskan sebelumnya.

Sumber: Steer Davies Gleave (2009)

Gambar 5. Contoh Kategorisasi TOD di kota Sacramento-USA

(8)

POTENSI MANFAAT DAN DAMPAK DARI KONSEP TOD

Berkonsentrasi pada pengembangan hunian dan komersial di kawasan sekitar setasiun angkutan massal, TOD merupakan pemicu bagi para penghuni dan pekerja di kawasan tersebut untuk mengurangi penggunaan kendaraan pribadi dan mendorong penggunaan angkutan umum lebih intensif. Situasi yang menstimulasi peningkatan penggunaan angkutan umumnya dianggap sebagai manfaat utama dari penerapan konsep TOD. Beberapa contoh yang menunjukkan manfaat dari penerapan konsep TOD ini disampaikan dalam berbagai hasil penelitian yang dilakukan di beberapa kota di Kalifornia, Amerika Serikat dan Kanada. Di Kalifornia hasil penelitian ini menunjukkan bahwa penghuni dikawasan sekitar setasiun kereta api dalam melakukan perjalanannya cenderung lima kali lebih sering menggunakan kereta api dibandingkan penduduk yang tinggal jauh dari setasiun. Sementara di Kanada, di kota-kota yang menerapkan sistem BRT,mode sharepada kawasan di dekat halte BRT 20% lebih tinggi dibandingkan dengan kawasan yg mirip namun jauh dari setasiun BRT.

(9)

Dari hasil kajian terhadap dampak penerapan TOD terhadap mode share di kota Oregon Amerika Serikat seperti yang ditunjukan dalam Gambar 6 kawasan yang menerapkan konsep ini menghasilkan proporsi perjalanan dengan angkutan massal dan non motorized yang lebih tinggi. Dari hasil kajian lainnya yang menjaring opini dari pemangku kepentingan, juga menunjukkan adanya perubahan yang signifikan terhadap penggunaan angkutan massal seperti yang ditunjukan dalam Gambar 7.

Sumber: Renne J. L. and Wells J. S. (2005)

Gambar 7. Opini Dampak Penerapan TOD dari Pemangku Kepentingan

Dilain sisi, penerapan TOD berakibat pada pengurangan besarnya tingkat perjalanan (trip rate) dan panjang (jarak) perjalanan sebagaimana yang ditunjukan dalam Gambar 8 dan Gambar 9.

(10)

Sumber: Cervero R. And Arrington G. B. (2008)

Gambar 8. Pengurangan Tingkat perjalanan (Trip Rate) Kendaraan Pribadi

Sumber: Dagang (1995)

(11)

Dari aspek ekonomi pun dampak penerapan TOD ini memberikan nilai tambah dari nilai lahan, nilai properti, pajak properti, pendapatan masyarakat, dan jumlah kesempatan kerja (Gambar 10 dan Gambar 11).

Sumber: Reconnecting America (2009)

Gambar 10. Dampak TOD pada Lahan nilai Lahan

Sumber: Cervero R. et.al. (2002)

Gambar 11. Pertambahan manfat Ekonomi dari Kawasan TOD

(12)

A. Tingkat Kota

 Meningkatkan aksesibilitas dan mobilitas kota dan sekitarnya.

 Mengurangi ketergantungan terhadap kendaraan pribadi.

 Meningkatkan efisiensi bagi koordinasi untuk investasi pada guna lahan dan transportasi.

 Efektif secara biaya dari pemanfaatan lahan sekitar setasiun.

 Menciptakan sumber pendapatan tambahan bagi pengelola angkutan massal (melalui perjanjian pembangunan bersama atau penjualan properti).

 Mengurangi kemacetan lalu lintas dikawasan yang dilayani oleh angkutan massal.

 Meningkatkan kualias udara.

 Meningkatkan kemampuan beli hunian dan persediaan dari berbagai tipe hunian.

B. Tingkat kawasan TOD

 Pertumbuhan ekonomi melalui pengembangan ulang/revitalisasi kawasan setasiun/revitalisasi dan atau stimulan terhadap aktifitas pembangunan baru.

 Meningkatkan nilai jual dari properti hunian dan komersial sekitar setasiun.

 Menciptakan lokasi2 yang menarik dan fungsional bagi masyarakat untuk melakukan aktifitas pertemuan dan sosial lainnya

KENDALA/HAMBATAN DARI KONSEPTOD

Keberhasilan dari penerapan konsep TOD terhadap suatu kawasan seringkali dikendalai atau terhambat oleh berbagai faktor seperti (Porter,1998);

Waktu. Re-organisasi pola pembangunan wilayah sekitar sistem angkutan massal dan

(13)

Ketidak pastian pasar. Di wilayah-wilayah yang tidak memiliki contoh keberhasilan dari penerapan konsep TOD, para pengembang seringkali mempertanyakan kelayakan finansial dari proyek seperti ini.

Pasar ril estat yang tertekan. Keberhasilan TOD sangat terkait dengan kekuatan pasar ril estat ditingkat regional dan lokal.

Persil lahan yang terpisah-pisah. Sekumpulan lahan yang kecil-kecil, potongan lahan dengan berbagai kepemilikan merupakan penghambat pengembangan TOD terpadu.

Pola guna lahan yang tersedia. TOD jarang sekali tumbuh pada lokasi setasiun yang dikelilingi oleh aktifitas lahan yang tidak menarik dan tidak aman (mis. Kawasan industri dll) serta ketersediaan lahan yang belum terbangun juga merupakan faktor kunci.

Tentangan dari komunitas sekitar. Tentangan dari penduduk sekitar terhadap pembanguan dengan kepadatan tinggi ataumixed-use.

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEBERHASILANTOD

 Pelayanan angkutan umum dengan kualitas tinggi. Kemudahan, kecepatan tempuh dan sebaran jaringan angkutan massal yang ekstensif akan memperkaya keuntungan aksesibilitas yang terkait dengan properti di kawasan setasiun dan meningkatkan peluang pembagunan pada lokasi-lokasi tersebut.

 Ketersediaan dari lahan-lahan yang atraktif dan dapat dikembangkan. Pengembangan TOD disekitar setasiun pada kawsan yang sudah terbangun secara intensif dan dikelilingi oleh kegiatan-kegiatan yang tidak menarik/aman, guna lahan dengan penggunaan kendaraan pribadi yang tinggi, atau setasiun dengan kondisi akses yang buruk ke kawasan hunian sekitar. Luas lahan yang besar akan lebih layak secara ekonomi dibandingkan dengan lahan-lahan kecil yang dimiliki oleh banyak orang.

 Pasar Properti yang kuat. Keberhasilan pengembangan suatu kawasan setasiun membutuhkan pasar properti regional yang kuat yang memiliki tingkat permintaan tinggi terhadap proyek hunian dan komersial.

 Dukungan Lingkungan & Masyarakat. Hanya sedikit proyek pembangunan kawasan disekitar setasiun yang berhasil dimana masyarakat sekitar menentang pembangunan dengan tipe kepadatan tinggi dan bukan hunian.

 Manajemen Perparkiran. Pembatasan jumlah ruang parkir dikawasan pusat kota dan disekitar kawasan setasiun akan mendorong penggunaan angkutan umm dan pembangunan yang lebih “compact” di kawasan sekitar setasiun.

 Kelembagaan yang kuat dan lebih pro-aktif. Lembaga pada tingkat regional dan lokal dengan kepemimpinan yang aktif terhadap pembangunan TOD akan meningkatkan peluang terjadinya pembangunan dengan konsep ini.

 “Political champion”. Kepemimpinan individual yang kuat sering merupakan elemen dasar terhadap keberhasilan proyek TOD dan pembangunan.

 Kebijakan Pemerintah lokal:

(14)

zona, hak konversi pembangunan, percepatan perizinan dan lain-lain untuk menstimulasi pembangunan.

o Panduan Rancangan kawasan: menyiapkan rencana induk untuk kawasan disekitas setasiun dan panduan rancangan kawasan untuk menjamin terjadinya pembangunan yang tepat dikawasan sekitar setasiun.

o Redevelopment agencies: memanfaatkan kekuasaan lembaga yang diberi wewenang melakukan re-development untuk merangkai lahan, melembagakan sistem pertambahan pajak untuk pendanaan kawasan, untuk mendanai investasi prasarana atau mengamankan penyediaan pendanaan yang inovatif.

PENGEMBANGANTODDI JAKARTA DAN HAL-HAL YANG HARUS DIPERSIAPKAN

Mengacu ke Perda No. 1 tahun 2012 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah DKI Jakarta 2030, konsep TOD merupakan bagian dan rencana pembangunan tata ruang wilayah DKI Jakarta dimasa depan. Mengutip dari Pasal 84 Perda No.1 Tahun 2012 pengembangan kawasanTransit Oriented Development(TOD) dilakukan di terminal/stasiun antar moda di pusat kegiatan, stasiun, shelter dan terminal angkutan umum massal yang terintegrasi dengan daerah di sekitarnya. Kawasan Transit Oriented Development (TOD) merupakan kawasan campuran permukiman dan komersil dengan aksesibilitas tinggi terhadap angkutan umum massal, dimana stasiun angkutan umum massal dan terminal angkutan umum massal sebagai pusat kawasan dengan bangunan berkepadatan tinggi. Lokasi terminal/stasiun/shelter dengan konsep TOD ditetapkan di kawasan sebagai berikut:

1. perpotongan koridor angkutan massal (dua atau lebih); kawasan dengan nilai ekonomi tinggi atau yang diprediksi akan memiliki nilai ekonomi tinggi; dan

2. kawasan yang direncanakan atau ditetapkan sebagai pusat kegiatan.

Rencana pengembangan pusat-pusat kegiatan di wilayah DKI Jakarta ditunjukan dalam

(15)

Sumber: DKI Jakarta (2030)

Gambar 12. Rencana Struktur Ruang (daratan) DKI 2030

Mengacu ke Gambar 12 diatas dan kriteria dari penerapan konsep TOD di DKI, maka ada beberapa lokasi potensial di sepanjang koridor angkutan umum untuk penerapan pembangunan/revitalisasi kawasan dengan konsep TOD. Gambar 13 menunjukkan beberapa lokasi tersebut.

(16)

Gambar 13. Kawasan TOD pada Rencana Jaringan Angkutan Massal DKI 2030

Dengan kondisi tata ruang Jakarta yang tingkat ketergantungannya tinggi terhadap kendaraan pribadi, bukan hal yang mudah untuk menerapkan rencana tersebut diatas.

Sehingga upaya untuk menerapkan konsep TOD ini berbagai langkah perlu dilakukan seperti antara lain melembagakan rancangan berorientasi angkutan umum, menyiapkan konsep kebijakan dan investasi, menyesuaikan regulasi pengembangan lahan, mengatur ulang kebijakan penyediaan parkir, memperkuat moda transportasi yang mendukung angkutan umum (sepertipedestrian, jalur sepeda), memaksimalkan peluang koordinasi antar pemangku kepentingan dan menyesuaikan layanan angkutan umum terhadap keinginan/kebutuhan komunitas yang akan dilayani (CUTR, 2002).

Untuk mempermudah implementasi serta mengukur tingkat keberhasilan konsep TOD perlu disiapkan suatu pedoman kebijakan dan teknis sebagai pendukung dan penjabaran dari regulasi yang sudah ada. Hal ini menjadi sangat penting mengingat kondisi tata ruang

(17)

sebelumnya, serta panduan terhadap akses dan mobilitas yang terkait dengan tipologi pusat- pusat kegiatan/kawasan .

PENUTUP/KESIMPULAN

Untuk menciptakan pengembangan kota yang efisien dengan mengurangi tingkat penggunaan kendaraan bermotor, konsep integrasi guna lahan dengan sistem transportasi wajib diterapkan. Salah satu strategi yang baik dan sudah berhasil diterapkan dibeberapa kota adalah dengan menerapkan konsep TOD (Transit Oriented Development). Pada makalah ini telah dibahas tentang berbagai aspek dari penerapan konsep TOD yang mencakup pemahaman,definisi dan karakteristik dari TOD, keterkaitan kategori TOD dengan sistem angkutan massal baik pada level jaringan maupun pada level koridor khususnya disekitar lokasi setasiun, manfaat dari penerapan TOD di beberapa kota yang diilustrasikan melalui pengurangan tingkat perjalanan dengan kendaraan bermotor (pribadi), peningkatan penggunaan angkutan massal dan pejalan kaki, kenaikan nilai lahan, pertambahan manfaat ekonomi pada level lokal dan kota. Selain itu dibahas berbagai kendala dan faktor-faktor penghambat penerapan konsep TOD dan terakhir peluang penerapan konsep TOD di wilayah DKI Jakarta berikut hal-hal yang harus dipersiapkan oleh pemerintah DKI Jakarta.

REFERENSI:

Cervero R. And Arrington G. B. (2008),Vehicle Trip Reduction Impacts of Transit-Oriented Housing, Journal of Public Transportation, Vol. 11, No. 3

Cervero R. et.al. (2002), Transit-Oriented Development and Joint Development in the United States: A Literature Review, TCRP Project H-27, Research Results Digest, Number 52.

Cervero R. and Bosselmann P. (1998), Transit Villages: Assessing the Market Potential Through Visual Simulation, Journal of Architectural and Planning Research. Vol.15. No.3.

(18)

Literature, JHK & Associates for Oregon DOT

DKI JAKARTA (2012),Rencana Tata Ruang DKI Jakarta 2030, Perda No. 01 tahun 2012.

Ohland, G and Poticha, S (2006), Street Smart: Streetcars and Cities in the Twenty-First Century, Reconnecting America

Porter, D. (1998),Transit-Focused Development: A Progress Report, APA Journal, Autumn.

Renne J. L. and Wells J. S. (2005),Transit-Oriented Development: Developing A Strategy To Measure Success, NCHRP Project 20-65(5), Research Results Digest 294.

Reconnecting America (2009), Case Studies for Transit Oriented Development, Briefing Report Number 3, Local Innitiatives Support Corporation

Rennaisance Planning Group (2011), A Framework for Transit Oriented Development in Florida, Florida Department of Transportation, USA.

Steer Davies Gleave (2009),A Guide to Transit Oriented Development (TOD), Draft Final Report, Sacramento Regional Transit.

Referensi

Dokumen terkait

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa tingkat kesehatan KSPS KIM tahun 2014-2015 berada dalam kategori cukup sehat dengan rerata skor 71,43 dengan rincian: (1) aspek

13 Pondok pesantren yang di maksud dalam peneliti adalah pondok Pesantren lembaga mitra kampus yang mana para mahasiwa di tuntut untuk mondok agar lulusnya

3HQHOLWLDQ LQL EHUWXMXDQ XQWXN PHPSHODMDUL PDUND PROHNXOHU \DQJ WHUSDXW GHQJDQ VLIDW WROHUDQVL WDQDPDQ SDGL JRJR KDVLO SHUVLODQJDQ 6LWX 3DWHQJJDQJ [ % ) - 7% WHUKDGDS $O

.BOBKFSJBM ,FQBMB 4FLPMBI NFSVQBLBO IBM ZBOH IBSVT EJMBLVLBO TFDBSB UFSFODBOB EBO LPOUJOZV TFIJOHHB EBQBU NFOJOHLBULBO LPNQFUFOTJ EBO LFUFSBNQJMBOOZB EBMBN NFMBLTBOBLBOUVHBT

Jaring kemudian diangkat (hauling) dengan menggunakan alat pemutar dari bambu (roller). Pada saat awal pengangkatan jaring dilakukan secara perlahan-lahan, dan semakin cepat

Peneliti menggunakan paradigma kons- truktivis karena peneliti ingin mendapatkan pemahaman bagaimana Manajemen dalam Radio Smartfm Pekanbaru menerapkan strate- gi dalam

Data tentang perbaikan leterbacaan Instrumen Pemantauan kualitas lingkungan belajar 10 Mulai Pengembangan Rencana strategis penguatan daerah Penyusunan indikator

 Di bawah Anjakan 6 Pelan Pembangunan Pendidikan Malaysia ini, Kementerian akan mempercepat penambahbaikan prestasi sekolah melalui program yang sistematik dan