• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN PUSTAKA. A. Kajian Pustaka

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "BAB II KAJIAN PUSTAKA. A. Kajian Pustaka"

Copied!
27
0
0

Teks penuh

(1)

6 BAB II

KAJIAN PUSTAKA A. Kajian Pustaka

1. Pengertian Batik

Secara etimologi, kata batik berasal dari Bahasa Jawa, “amba” yang berarti lebar, luas, kain; dan “titik” yang berarti titik atau matik (kata kerja membuat titik) yang kemudian berkembang menjadi istilah “batik”, yang berarti menghubungkan titik-titik menjadi gambar tertentu pada kain yang luas atau lebar. Batik juga mempynyai pengertian segala sesuatu yang berhubungan dengan membuat titik-titik tertentu pada kain mori (Wulandari, 2011: 4).

Kemudian proses pembuatan batik menggunakan malam atau lilin sebagai bahan pencegah meresapnya warna pada kain dengan memakai alat bernama canting, kuas, atau sejenisnya. Proses pembuatan seni batik tergolong salah satu cara pembuatan kain tradisional. Pernyataan tersebut didukung oleh pendapat Wulandari (2011: 4), yang menyatakan bahwa:

Batik sangat identik dengan suatu teknik (proses) dari mulai penggambaran motif hingga pelorodan. Salah satu ciri khas batik adalah cara penggambaran motif pada kain yang menggunakan proses pemalaman, yaitu menggoreskan malam (lilin) yang ditempatkan pada wadah yang bernama canting dan cap.

Berdasarkan pada pendapat di atas, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa batik adalah karya yang dipaparkan di atas bidang datar kain dengan dilukis atau ditulis menggunakan canting atau dicap dengan menggunakan malam untuk menutup bagian kain yang tidak akan diwarnai.

2. Sejarah dan Perkembangan Batik

Kesenian batik adalah kesenian gambar di atas kain untuk pakaian yang menjadi salah satu kebudayaan keluarga raja-raja Indonesia. Musman dan Arini (2017: 4) mengatakan, memang pada awalnya batik dikerjakan hanya terbatas dalam keraton. Hasilnya untuk pakaian raja dan keluarga, serta para pengikutnya. Batik yang masuk kalangan istana diklaim sebagai milik dalam

(2)

benteng, orang lain tidak boleh mempergunakannya. Hal ini diperkuat dengan pendapat Supriono (2016: 51) yang mengatakan bahwa, pada masa-masa awal kemunculannya, seni dan keterampilan membatik hanya tumbuh di lingkungan keraton. Seiring dengan berjalannya waktu, karena banyak dari pengikut raja yang tinggal di luar keraton, maka kesenian batik ini mereka bawa keluar keraton dan dikerjakan di tempatnya masing-masing. Akhirnya, kesenian batik ini ditiru oleh rakyat terdekat dan selanjutnya meluas menjadi pekerjaan kaum wanita dalam rumah tangganya untuk mengisi waktu senggang. Selanjutnya, batik yang tadinya hanya pakaian keluarga keraton, kemudian menjadi pakaian rakyat yang digemari oleh wanita dan pria.

Bahan-bahan pewarna yang dipakai terdiri dari tumbuh-tumbuhan asli Indonesia yang dibuat sendiri, antara lain pohon mengkudu, tinggi, soga, dan nila. Sodanya dibuat dari soda abu, serta garamnya dibuat dari tanah lumpur (Supriono, 2016: 58). Kemudian kain yang digunakan umumnya berupa mori, sutra, katun, ataupun media lainnya. Bahan lain yang biasa digunakan adalah malam atau lilin lebah. Dalam Supriono (2016: 205) disebutkan bahwa malam diperoleh dari ekskresi tumbuh-tumbuhan berupa damar atau resin. Sedangkan yang bersumber dari binatang, malam berasal dari sarang tawon atau lebah.

Membicarakan tentang bahan-bahan yang digunakan untuk membatik tidak terlepas dari teknik pembuatan batik.

Perkembangan teknik pembuatan batik yaitu pada awalnya dengan menggunakan lilin atau malam cair sebagai bahan pencegah masuknya warna pada kain dengan menggunakan alat yang dinamakan canting dengan cara menuliskan atau menggoreskannya di atas kain mori yang telah dipola. Supriono (2016: 143), berpendapat bahwa canting adalah alat yang terbuat dari tembaga khusus untuk membuat batik tulis. Alat ini berbentuk seperti corong untuk menampung malam atau lilin dengan lubang pada salah satu sisinya berupa pipa kecil sebagai saluran keluarnya malam atau lilin. Cara tersebut memerlukan waktu yang relatif lama dikarenakan setiap motif dan ornamennya harus dikerjakan secara tulis dan tidak boleh terputus, serta hasil batik yang baik dan halus apabila goresan canting tersebut tembus di kedua sisi kain (tembus bolak-

(3)

balik), sehingga apabila hasil goresan canting belum tembus di kedua sisi maka akan dilakukan pengulangan lagi yang disebut dengan membusi. Cara pembuatan batik tulis tersebut merupakan cara pembuatan kain batik secara tradisional. Selain pembuatan batik menggunakan canting, dikenal juga cara pembuatan kain batik dengan cara mengecap, mencetak, atau menstempel pada salah satu permukaan kain menggunakan cap atau stempel yang telah mempunyai pola atau motif batik tertentu yang disebut dengan batik cap.

Canting cap adalah suatu alat dari tembaga dimana terdapat desain suatu motif. Sehingga, proses pembuatan batik cap relatif lebih cepat dan mudah dibanding dengan proses pembuatan batik tulis yang pola gambarnya harus di canting secara tulis. Tetapi, sampai sekarang batik tulis dan batik cap berkembang secara berdampingan, sampai pada akhirnya berkembang cara membuat batik dengan memadukan proses antara batik tulis dan batik cap, sehingga tercipta kain batik yang unik dan bernilai seni tinggi. Kemudian muncul seniman-seniman batik yang menggunakan teknik lukis yang diterapkan pada kain dengan menggunakan lilin (malam), disebut dengan batik lukis (painting). Supriono (2016:20) berpendapat bahwa seperti halnya karya seni batik pada pakaian, seni lukis batik juga mempunyai desain, corak, atau motif tertentu. Namun demikian, biasanya pada lukisan batik, susunan desain atau motifnya tidak rata. Selain itu, pada lukisan batik, besar kecilnya desain atau motifnya juga berbeda.

Berkembangnya teknologi modern, untuk mengejar jumlah produksi yang diminta pasar, ditemukan cara pembuatan batik dengan waktu yang sangat singkat, namun mampu memproduksi kain batik dengan jumlah yang sangat banyak, yaitu dengan cara cetak saring (screen printing), yang disebut dengan batik “imitasi” karena proses pembuatannya yang tidak menggunakan lilin atau malam sebagai pencegah masuknya warna pada kain. Musman dan Arini (2011:22) mengatakan bahwa, batik printing merupakan salah satu jenis batik yang fenomenal, kemunculannya dipertanyakan oleh beberapa seniman dan pengrajin batik karena dianggap merusak tatanan dalam seni batik, sehingga mereka lebih suka menyebutnya kain bermotif batik. Tetapi, permintaan kain

(4)

bermotif batik tersebut sangat tinggi di pasaran, karena kain tersebut dapat dipesan dengan cepat dan harga yang terjangkau dibandingkan dengan batik tulis dan batik cap.

Kain bermotif batik laris dipasaran, belakangan muncul perkembangan baru pada batik printing dengan adanya metode print malam. Mengenai metode tersebut, Musman dan Arini (2011:23) berpendapat, metode ini dapat dikatakan merupakan perpaduan antara sablon dan batik. Pada print malam, materi yang dicetak pada kain adalah malam (lilin) dan bukan pasta seperti batik printing konvensional. Setelah malam menempel, kemudian kain tersebut melalui proses pencelupan seperti pembuatan batik pada umumnya. Dari pendapat tersebut, dapat disimpulkan bahwa batik printing malam merupakan perpaduan yang khas antara teknik sablon dan batik dengan cara pembuatan kain dengan melewati proses pembuatan dan pewarnaan yang unik.

Berdasarkan pendapat di atas mengenai perkembangan batik Indonesia, dapat ditarik kesimpulan bahwa perkembangan batik di Indonesia dilihat dari proses pembuatannya selalu mengalami perkembangan yang baru setiap waktunya. Namun, perkembangan batik tidak melenyapkan ciri khas batik terdahulu, justru dengan adanya perkembangan batik, dapat menambah inovasi baru. Sehingga hal ini menciptakan kreativitas bagi pengrajin batik untuk membuat karya yang lebih unik dengan ciri khas tersendiri.

3. Motif Batik

a. Pengertian Motif Batik

Motif merupakan susunan terkecil dari gambar atau kerangka gambar pada benda. Motif sendiri terdiri atas unsur bentuk atau objek, skala atau proporsi, dan komposisi. Motif menjadi pangkalan atau pokok dari suatu pola.

Pola itulah yang nantinya akan diterapkan pada benda lain yang nantinya menjadi sebuah ornamen. (Wulandari, 2011:113). Selain pendapat tersebut, Mikke Susanto (2011:267), mengatakan motif adalah pola, corak, ragam, atau elemen yang berbeda antara satu lukisan dengan yang lain.

(5)

Motif batik adalah kerangka gambar yang mewujudkan batik secara keseluruhan. Motif batik disebut juga corak batik, kadang digunakan untuk penamaan corak batik atau pola batik itu sendiri (Wulandari, 2011:113).

Menurut Kusrianto (2013:3), motif pada batik harus mampu memberikan keindahan jiwa, susunan ornamen dan tata warnanya mampu memberikan gambaran yang utuh, sesuai dengan paham kehidupan. Berdasarkan pendapat diatas, dapat ditarik kesimpulan bahwa yang dimaksud dengan motif batik adalah kerangka gambar pada kain batik berupa perpaduan antara titik, garis dan bidang yang menjadi satu kesatuan utuh untuk membentuk batik secara keseluruhan.

b. Unsur-unsur Motif Batik

Menurut Kusrianto (2013:5), motif batik disusun berdasarkan ragam hias yang sudah baku, di mana susunannya terdiri dari tiga komponen yaitu:

1) Ornamen Utama

Ornamen utama merupakan ornamen-ornamen gambar bentuk tertentu yang merupakan unsur pokok. Ornamen ini sering kali dijadikan nama pada motif batik.Menurut Kusrianto (2013:6-27), ornamen utama, dapat dijabarkan sebagai berikut:

Tabel 2.1 Ornamen Utama Batik

No. Gambar Keterangan

1. Ornamen Meru melambangkan bentuk puncak gunung dari penampakan samping. Gunung ini diibaratkan sebagai tempat bersemayamnya dewa-dewa.

Motif ini menyimbolkan unsur tanah atau bumi yang didalamnya terdapat berbagai macam kehidupan dan pertumbuhan. Baik itu kehidupan manusia, hewan, dan tumbuhan.

2. Ornamen Pohon Hayat pohon tersebut dianggap sebagai gambaran pengharapan

(6)

manusia dalam kehidupannya untuk mencapai kesempurnaan.

3. Ornamen Tumbuhan yaitu berupa tunas, daun, bunga, dan tangkai yang pendek maupun panjang, juga tangkai yang ada sulur- sulurnya.

4. Ornamen Garuda melambangkan kekuatan dan keperkasaan.

5. Ornamen Burung ornamen ini pada umunya terdapat pada semen, namun juga terdapat motif yang lain, sebagai lambang dunia atas.

Bentuk ornamen burung dalam motif batik, ada tiga macam tipe yaitu ornamen burung tipe merak, ornamen burung tipe burung phoenix, dan ornamen burung tipe burung aneh atau khayalan.

6. Ornamen Bangunan yaitu ornamen yang menggambarkan bentuk semacam rumah yang terdiri dari atap dan lantai.

(7)

7. Ornamen Lidah Api ornamen ini melambangkan kekuatan sakti yang dapat mempengaruhi watak manusia yang digambarkan dengan dua macam bentuk, yaitu sebagai deretan nyala api yang dipakai sebagai hiasan pinggir, kemudian bentuk berupa deretan ujung lidah api yang membentuk memanjang.

8. Ornamen Naga berupa bentuk menyerupai ular besar yang mempunyai kekuatan sakti dan luar biasa yang digambarkan dengan bentuk aneh atau khayalan.

9. Ornamen Binatang ornamen binatang berkaki empat yang digambarkan berupa kijang, gajah, harimau, singa, dan binatang yang lain yang dalam penggambarannya secara aneh dan khayalan, sebagai pelambang dunia tengah.

10. Ornamen Kupu-kupu penggambaran ornamen ini bentuknya semacam kupu-kupu dalam keadaan terbang.

(8)

2) Ornamen Pengisi (Pelengkap) Batik

Ornamen pengisi merupakan gambar-gambar yang dibuat untuk mengisi bidang di antara motif utama. Bentuknya lebih kecil dan tidak turut membentuk arti atau jiwa dari pola batik itu. Motif pengisi ini juga disebut ornamen selingan. Beberapa contoh ornamen pengisi antara lain ragam hias berbentuk sayap, burung, daun, kuncup, dan sebagainya.

Menurut Kusrianto (2013:6-27), ornamen pengisi, dapat dijabarkan sebagai berikut:

Table 2.2 Ornamen Pengisi Batik

1. Ornamen bentuk burung 4. Ornamen bentuk kuncup

2. Ornamen bentuk burung 5. Ornamen bentuk daun

3. Ornamen bentuk daun 6. Ornamen bentuk sayap

(9)

3) Isen-isen Batik

Isen motif batik digunakan sebagai pengisi ruang di antara ornamen utama. Isen-isen ada berbagai macam, dan biasanya akan merupakan ciri bagi batik klasik atau batik dengan pengaruh klasik. Umumnya isen-isen berbentuk kecil-kecil, berupa titik-titik, garis lengkung, garis lurus, lingkaran-lingkaran, hingga ke bentuk-bentuk bunga kecil. Menurut Kusrianto (2013:28-29), berikut adalah contoh isen-isen batik:

Tabel 2.3 Isen-isen Batik

No. Nama isen Bentuk

isen

Keterangan

1. Cecek-cecek Titik-titik

2. Cecek pitu Titik tujuh

3. Sisik melik Sisik bertitik

4. Cecek sawut Garis-garis dan titik

5. Cecek sawut daun

Garis-garis menjari dan titik-titik

6. Herangan Gambaran pecahan

yang berserakan

7. Sisik Gambaran sisik

8. Gringsing Penutupan

9. Sawut Bunga berjalur

10. Gelaran Seperti galar

11. Rambut atau rawan

Seperti rambut atau air rawa

(10)

12. Sirapan Gambaran atap danSirap

13. Cacah gori Seperti gori dicacah

4) Penggolongan Motif Batik

Menurut Wulandari (2011: 106-113), penggolongan motif batik dibagi menjadi dua golongan berdasarkan pembagian bentuk bidang letak motif, yaitu golongan motif batik geometris dan golongan motif batik non- geometris.

a) Motif Batik Geometris

Motif batik geometris adalah ragan hias pada batik yang mengandung unsur-unsur garis dan bangun, seperti garis miring, bujur sangkar, persegi panjang, trapezium, belah ketupat, jajaran genjang, lingkaran, dan bintang, yang disusun secara berulang-ulang membentuk satu kesatuan motif. Menurut Kusrianto (2013: 310-314), yang termasuk ragam hias geometris adalah sebagai berikut:

Tabel 2.4 Motif Batik Geometris

No. Ganbar Keterangan

1. Motif Banji Motif banji, adalah ornamen batik berbentuk swastika yang terbalik. Penganut agama Hindu-Budha memaknai bentuk ini sebagai lambang kesejahteraan, panjang umur, dan hidup makmur. Batik berornamen banji muncul pada era batik pesisir.

2. Motif Ganggong Motif ganggong, adalah ganggang (bahasa Indonesia), sejenis rumput laut. Motif batik dengan ornamen ganggong biasanya memiliki makna harmoni di dalam kehidupan.

(11)

3. Motif Ceplok Motif ceplok, adalah sekelompok pola batik yang tersusun sehingga berbentuk geometris.

4. Motif Kawung Motif kawung, motif ini tergolong dalam bentuk geometris, susunannya menurut garis diagonal miring ke kiri dan miring ke kanan sehingga membentuk selang- seling.

5. Motif Parang Motif parang,

menggambarkan deretan parang yang membentuk garis miring. Sementara jika dipelajari dari alur penciptaannya oleh Panembahan Senopati, kata parang adalah perubahan bunyi dari pereng yang berarti lereng, di mana sultan ini melakukan semedi di Pantai Selatan yang berbukitbukit karang yang terjal.

6. Motif Liris Motif lereng atau liris, adalah motif dan ragam hias yang berbentuk diagonal seperti kelompok parang dan hasil modifikasinya.

(12)

b) Motif Batik Non-geometris

Menurut Wulandari (2011: 109), motif geometris merupakan pola dengan susunan tidak terukur, artinya polanya tidak dapat diukur secara pasti, meskipun dalam bidang luas dapat terjadi pengulangan seluruh corak. Yang termasuk ragam hias non-geometris adalah sebagai berikut:

Tabel 2.5 Motif Batik Non-geometris

No. Gambar Keterangan

1. Motif Semen Motif semen, merupakan motif batik klasik yang berisi gambar-gambar alam, hewan, atau juga dedaunan yang kemudian diisi dengan titik dan garis, misalnya pada motif semen rumo terdapat ornamen garuda, pohon hayat, lidah api, burung, candi, tahta, pusaka, tombak, dan lain-lain.

Nama motifnya sangat banyak seperti semen kukilo, semen kingkin, semen dudabrengos atau semen ukel yang merupakan motif batik semen yang berasal dari Jawa Tengah dengan latar belakang motif ukel (Mikke Susanto, 2011:352).

2. Motif Buketan Motif buketan, adalah motif batik dengan tumbuhan atau lung-lungan yang panjang selebar kain. Motif ini banyak terdapat di Pekalongan, Lasem, Tegal, dan Cirebon (Mikke Susanto, 2011:65).

3. Motif lung-lungan Motif lung-lungan, yaitu motif tumbuhan menjalar, motif batik tradisional Pesisir

(13)

yang menyiratkan simbol kelahiran dan regenerasi (Mikke Susanto, 2011:242).

4. Motif Pinggiran Motif pinggiran, biasanya untuk menandai motif kain yang berada sepanjang pinggir kain. Kehadirannya seperti pigura dalam lukisan. Motif pinggiran banyak terdapat pada batik Pesisir. Tidak semua corak pinggiran diletakkan di tepi kain, bisa juga corak pinggiran terletak di tengah sebagai pembatas antara kelompok corak utama (Mikke Susanto, 2011:308).

Berdasarkan penjelasan di atas, berikut contoh motif batik non-geometris:

5) Perkembangan Motif Batik

Dalam kesenian batik, perkembangan motifnya mengalami perubahan-perubahan dan lebih mengacu pada ragam hias motif di candi dan arca. Keberadaannya dapat ditelusuri melalui berbagai ragam hias pada batik klasik yang dapat dikaitkan dengan benda-benda purbakala peninggalan Hindu-Jawa, seperti yang diungkapkan oleh S.K.Sewan Susanto dalam Kusrianto (2013:3), sebagai berikut:

a) Motif dengan titik-titik dan lingkaran seperti yang terdapat pada patung Padmapani dari abad ke-8 sampai ke-10 di Jawa Tengah.

b) Motif dengan ornamen bentuk lingkaran dan roset kecil yang terdapat pada patung Ganesha dari candi Banon dekat candi Borobudur (abad ke-9).

(14)

c) Motif garis miring dengan deretan lingkaran pada bidang-bidang miring seperti dasar motif lereng terdapat pada candi Dieng (abad ke- 9).

Macam-macam motif seni batik pada zaman kebudayaan Hindu ini cukup lengkap dan beraneka ragam bentuknya, dan mengalami perkembangan lagi setelah masuknya seni kebudayaan Islam yang banyak menonjolkan pada bentuk bangunan masjid, yaitu bentuk kubah, menara, dan bentuk turbah. Perpaduan antara rasa dan pikiran cukup mendominasi dalam seni Islam, dan pada zaman ini terdapat perkembangan beberapa gaya motif seperti:

a) Motif gaya simbolis stiliran yang timbul pada waktu peralihan kebudayaan Hindu ke Islam.

b) Motif lung-lungan atau motif naturalistis adalah motif yang tersusun dari ornamen tumbuh-tumbuhan. Motif ini berkembang di daerah pantai utara Jawa, Madura, dan Bali.

c) Motif look-can yaitu motif yang terjadi karena pengaruh Cina seperti motif ornamen burung phoenix dan bentuk binatang atau tumbuhan dengan rumbai bergelombang.

Perkembangan selanjutnya adalah batik yang awalnya hanya digunakan sebagai perkembangan upacara keagamaan (upacara adat), kemudian berkembang menjadi barang yang mempunyai fungsi ekonomis.

Seni kerajinan batik mengalami perkembangan yang sangat pesat, sehingga timbul adanya upaya-upaya yang dilakukan oleh perajin (pembatik) untuk mengadakan perubahan dari motif tradisional ke motif kreasi baru.

a) Motif Batik Tradisional

Motif batik tradisional yaitu motif batik yang unsur-unsur, susunan, dan warnanya terikat oleh aturan-aturan yang berlaku.

Supriono (2016:149) berpendapat bahwa motif batik tradisional memiliki susunan motif, ragam hias, maupun pewarnaannya

(15)

merupakan perpaduan antara seni, adat, filosofi, dan jati diri kehidupan masyarakat.

b) Motif Batik Kreasi Baru

Motif batik kreasi baru yaitu motif batik yang dalam pembuatannya tidak terikat oleh aturan-aturan tertentu, sehingga dapat diadakan perubahan atau modifikasi dengan cara menyederhanakan atau menambah unsur tertentu sesuai dengan kreativitas perajin (pembatik). Supriono (2016:153) berpendapat bahwa motif batik kreasi baru memiliki pola yang lebih modern, bebas, dan beraneka ragam.

Baik motif maupun warnanya, tidak menganut corak atau pakem motif batik tradisional.

4. Proses Pembuatan Batik

Proses pembuatan batik tidak banyak mengalami perubahan. Kegiatan membatik merupakan salah satu kegiatan tradisional yang terus diipertahankan agar tetap konsisten seperti bagaimana asalnya. Walaupun corak dan motif batik di masa kini sudah beraneka ragam, proses pembuatan batik pada dasarnya masih sama (wulandari, 2011: 143).

a. Peralatan Membatik

Alat yang digunakan untuk membuat batik tulis menurut Musman dan Arini (2011:27) ditunjukkan pada tabel berikut:

Tabel 2.6 Peralatan Membatik

No. Gambar Keterangan

1. Gawangan Gawangan digunakan sebagai tempat untuk menggantung kain mori yang akan dibatik. Biasanya gawangan terbuat dari kayu atau bambu sehingga ringan dan mudah dipindah.

2. Bandul Bandul yaitu alat yang terbuat dari logam, misalnya timah, tembaga, besi, dan kuningan. Bandul dapat terbuat dari kayu, logam, atau batu.

(16)

Fungsinya untuk menahan kain mori yang baru dibatik agar tidak mudah terbang tertiup angin atau tertarik pembatik secara tidak sengaja.

3. Wajan Wajan adalah alat yang dipakai untuk menampung lilin yang dipanaskan. Wajan yang digunakan untuk membatik berukuran kecil.

4. Kompor Kompor berfungsi sebagai alat untuk memanaskan wajan yang berisi lilin atau malam yang akan dicairkan.

5. Taplak Taplak yang digunakan terbuat dari kain yang berfungsi untuk menutup dan melindungi paha pembatik dari tetesan lilin dari canting.

6. Canting Canting merupakan alat untuk melukis atau menerakan lilin pada kain mori. Canting digunakan untuk membuat motif kecil, sedangkan kuas digunakan untuk membuat motif besar. Menurut banyaknya cucuk, canting dibagi menjadi beberapa jenis, yaitu : canting cecekan (1 cucuk), canting loron (2 cucuk), canting telon (3 cucuk), canting prapatan (4 cucuk), canting liman (5 cucuk), canting

(17)

byok (7 cucuk atau lebih dengan jumlah ganjil) dan canting- renteng (4 cucuk atau berjumlah genap, maksimal 6 cucuk disusun berjajar).

Menurut fungsi canting, Musman dan Arini (2011) membagi canting menjadi beberapa macam yaitu: (1) Canting reng-rengan. Canting ini digunakan untuk membatik reng- rengan. Reng-rengan adalan batikan pertama yang sesuai dengan pola atau membatik kerangka dari motif pola dasar sebelum pembatikan selanjutnya. Canting reng-rengan bercucuk sedang atau tunggal. (2) Canting isen. Canting isen adalah canting untuk mengisi bidang polan.

Canting isen bercucuk kecil, baik tunggal maupun rangkap.

7. Dingklik Dingklik disebut dengan bangku, yang terbuat dari kayu, rotan, besi dan sejenisnya yang digunakan perajin (pembatik) sebagai tempat duduk. Besar kecil dan tinggi rendah dari bangku disesuaikan dengan masing-masing perajin (pembatik) agar mendapatkan kenyamanan pada saat membatik.

8. Pensil Pensil digunakan untuk

menggambar motif batik di atas kertas kalkir dan kain putih. Pensil yang baik untuk menggambar pola terbuat dari grafit (barang tambang berwarna hitam arang), dengan kode H/HB, pensil ini tulisannya jelas dan mudah dihapus jika terjadi kesalahan.

9. Penghapus Untuk menghapus gambar yang salah pada saat memola dengan

(18)

pensil pada kertas kalkir maupun pada kain. Pola yang salah, dihusap dengan stip secara perlahan, searah dengan goresan pola pensil, supaya cepat hilang dan kain tidak rusak.

10. Kuas Kuas yang digunakan ada

bemacammacam tergantung kegunaannya, antara lain:

a. Kuas besar, digunakan untuk menutup bagian yang luas yang tidak dapat dibatik dengan canting.

b. Kuas kecil, digunakan untuk mencolet larutan obat pewarna batik ke bagian yang akan diberi warna.

11. Bak celup Untuk mencelup kain batik dalam larutan obat pewarna. Bak celup untuk pewarnaan batik dibuat khusus, dengan panjang 150 cm dan lebar 25 cm, dan tinggi 35 cm. Bak celup ini dibuat dari bahan kayu supaya tidak berkarat.

12. Belanga Wadah yang digunakan untuk memasak air pada umumnya adalah:

a. Ceret, gunanya untuk memasak air, dan ukuran ceret lebih dari satu liter.

b. Belanga, disebut juga “kenceng”.

Gunanya untuk memasak air dan air itu dipakai untuk menghilangkan lilin yang melekat pada kain batik pada waktu “melorod. Belanga dapat digunakan untuk memasak air dengan jumlah yang lebih banyak dibanding ceret.

13. Ember Ember yang digunakan ada dua jenis, yaitu:

(19)

a. Ember kecil, digunakan untuk melarutkan obat pewarna. Ember yang digunakan terbuat dari bahan plastik, bukan dari metal, sebab jika menggunakan bahan metal tidak akan tahan dengan kostik soda dan mudah berkarat.

b. Ember besar, di isi air panas dan gunakan untuk melorod kain batik dan untuk mencuci kain batik yang sudah dilorod.

14. Panci Terbuat dari logam berfungsi untuk alat menghilangkan lilin/malam dengan cara kain direbus dengan air dan diberi soda abu secukupnya.

Sehingga ketel atau panci haruslah kuat/tebal dan besar sesuai jumlah kain yang direbus atau dilorod.

15. Sarung tangan Sarung tangan digunakan untuk melindungi kulit tangan agar tidak menjadi kotor oleh larutan obat pewarna pada saat kita mencelup dan juga untuk melindungi tangan dari bahan kimia yang dapat merusak tangan. Sarung tangan yang digunakan pada umumnya adalah sarung tangan dari bahan plastik dan karet.

b. Bahan-bahan Membatik

Bahan-bahan utama yang digunakan dalam membatik tulis menurut Musman dan Arini (2011:27) adalah sebagai berikut:

Tabel 2.7 Bahan-bahan Membatik

No. Gambar Keterangan

1. Kain mori Kain mori adalah bahan baku dalam pembuatan batik tulis yang biasanya berbahan katun, namun dewasa ini bermunculan kain

(20)

batik yang berbahan seperti sutra, polyester, rayon, dan bahan lainnya.

2. Lilin atau malam Lilin atau malam digunakan untuk menutup kain dari proses pewarnaan sehingga kain yang tertutupi malam tidak terkena warna tersebut. Jenis lilin yang dapat digunakan, antara lain: lilin tawon, lilin lancing, lilin pabrikan (lilin timur, lilin songkal, lilin geplak, lilin gandarukem, lilin kuning) 3. Pewarna alami

Pewarna sintesis

Pewarna berfungsi untuk memberi warna pada kain.

Pewarna yang digunakan berasal dari bahan alami (indigo, soga, mengkudu, daun mangga, kunyit) dan sintetis (Naphtol, Indigosol, dan Rapid).

c. Proses Membatik

Berikut ini adalah proses membatik yang berurutan dari awal hingga akhir. Penamaan atau penyebutan cara kerja di setiap daerah pembatikan bisa berbeda-beda, tetapi inti yang dikerjakannya adalah sama (Wulandari, 2011:153-155).

(21)

1) Ngemplong

Ngemplong merupakan tahap paling awal atau pendahuluan, diawali dengan mencuci kain mori. Tujuannya adalah untuk menghilangkan kanji.

Kemudian dilanjutkan dengan pengeloyoran, yaitu memasukkan kain mori ke minyak jarak atau minyak kacang yang sudah dalam di dalam abu merang. Kain mori dimasukkan ke dalam minyak jarak agar kain menjadi lemas, sehingga daya serap terhadap zat warna lebih tinggi.

Setelah melalui proses di atas, kain diberi kanji dan dijemur.

Selanjutnya, dilakukan proses pengemplongan, yaitu kain mori di palu untuk menghaluskan lapisan kain agar mudah dibatik.

2) Nyorek atau Memola

Nyorek atau memola adalah proses menjiplak atau membuat pola di atas kain mori dengan cara meniru pola motif yang sudah ada, atau biasa disebut dengan ngeblat. Pola biasanya dibuat di atas kertas roti terlebih dahulu, baru dijiplak sesuai pola di atas kain mori. Tahapan ini dapat dilakukan secara langsung di atas kain atau menjiplaknya dengan menggunakan pensil atau canting. Namun agar proses pewarnaan bisa berhasil dengan baik, tidak pecah, dan sempurna, maka proses batikannya perlu diulang pada sisi kain di baliknya. Proses ini disebur ganggang.

3) Mbathik

Mbathik merupakan tahap berikutnya, dengan cara menorehkan malam batik ke kain mori, dimulai dari nglowong (menggambar garis- garis di luar pola) dan isen-isen (mengisi pola dengan berbagai macam bentuk). Di dalam proses isen-isen terdapat istilah nyecek, yaitu membuat isian dalam pola yang sudah dibuat dengan cara memberi titik-titik (nitik).

Ada pula istilah nruntum, yang hampir sama dengan isen-isen, tetapi lebih rumit.

(22)

4) Nembok

Nembok adalah proses menutupi bagian-bagian yang tidak boleh terkena warna dasar, dalam hal ini warna biru, dengan menggunakan malam. Bagian tersebut ditutup dengan lapisan malam yang tebal seolah- olah merupakan tembok penahan.

5) Medel

Medel adalah proses pencelupan kain yang sudah dibatik ke cairan warna secara berulang-ulang sehingga mendapatkan warna yang diinginkan.

6) Ngerok dan Mbirah

Pada proses ini, malam pada kain dikerok secara hati-hati dengan menggunakan lempengan logam, kemudian kain dibilas dengan air bersih.

Setelah itu, kain diangin-anginkan.

7) Mbironi

Mbironi adalah menutupi warna biru dan isen-isen pola yang berupa cecek atau titik dengan menggunakan malam. Selain itu, ada juga proses ngrining, yaitu proses mengisi bagian yang belum diwarnai dengan motif tertentu. Biasanya, ngrining dilakukan setelah proses pewarnaan dilakukan.

8) Menyoga

Menyoga berasal dari kata soga, yaitu sejenis kayu yang digunakan untuk mendapatkan warna cokelat. Adapun caranya adalah dengan mencelupkan kain ke dalam campuran warna cokelat tersebut.

9) Nglorod

Nglorod merupakan tahapan akhir dalam proses pembuatan sehelai kain batik tulis maupun batik cap yang menggunakan perintang warna (malam). Dalam tahap ini, pembatik melepaskan seluruh malam (lilin) dengan cara memasukkan kain yang sudah cukup tua warnanya ke dalam air mendidih. Setelah diangkat, kain dibilas dengan air bersih dan kemudian diangin-anginkan hingga kering.

(23)

Proses membuat batik memang cukup lama. Proses awal hingga proses akhir bisa melibatkan beberapa orang, dan penyelesain suatu tahapan proses juga memakan waktu. Oleh karena itu, sangatlah wajar jika kain batik tulis berharga cukup tinggi.

5. Unsur-unsur dan Prinsip-prinsip Desain a. Pengertian Desain

Desain sering di artikan sebagai sebuah perancangan, rencana atau gagasan. Sedangkan pengertian desain dilihat dari etimologis berasal dari bahasa latin “Designare” yang berarti memberi tanda batas, dan dalam bahasa Inggris menjadi “Design” yang berarti merencana atau merancang. Menurut Mikke Susanto (2011:102), desain adalah rancangan, seleksi atau aransemen dari elemen formal karya seni. Desain juga bisa disebut ekspresi konsep seniman dalam berkarya yang mengkomposisikan berbagai elemen dan unsur yang mendukung. Sanyoto (2010:5), menambahkan bahwa dalam mempelajari seni dan desain, orang sebaiknya tidak sekedar mengetahui cara- cara menciptakan karya seni secara teoritis, tetapi harus berusaha untuk dapat menyalurkan dan menuangkan pikiran serta perasaannya menjadi karya seni atau desain. Berdasarkan pada pendapat di atas, maka setiap orang perlu adanya usaha dalam penciptaan suatu karya seni yang tidak hanya bisa dinikmati saja, tetapi juga memberi perasaan, pengalaman secara langsung dan dapat menuangkan pikiran serta perasaannya menjadi karya seni atau desain.

b. Elemen atau Unsur Desain 1) Bentuk

Bentuk merupakan bangunan, gambaran, rupa, wujud, sistem, susunan dalam seni rupa (Mikke Susanto, 2011:54). Kemudian Sanyoto (2010:83), menambahkan bahwa bentuk apa saja yang ada di alam semesta dapat disederhanakan lagi menjadi titik (spot), garis, bidang (shape), dan gempal (volume).

(24)

2) Raut

Raut merupakan ciri khas yang dimiliki oleh setiap benda yang membedakan masing-masing bentuk dari titik, garis, bidang, dan volume.

Sanyoto (2010:83), berpendapat bahwa bentuk apa saja di ala mini tentu memiliki raut yang merupakan ciri khas dari bentuk tersebut.

3) Ukuran

Ukuran yaitu berupa besar, kecil, tinggi, rendah, panjang, dan pendek. Namun, ukuran yang dimaksudkan bukan dalam besaran sentimeter atau meter, tetapi ukuran yang bersifat nisbi atau relatif disesuaikan dengan bentuk itu berada. Hal ini sesuai dengan pendapat Sanyoto (2010:116), bahwa ukuran-ukuran ini bukan dimaksudkan- dengan besaran sentimeter atau meter, tetapi ukuran yang bersifat nisbi”.

4) Arah

Setiap bentuk garis, bidang, dan volume tentu mempunyai arah yang menghubungkan bentuk raut dengan ruang, seperti arah horizontal, vertical, diagonal, dan lainnya.

5) Tekstur

Tekstur adalah nilai raba atau ciri khas permukaan dari suatu benda.

Ciri khas permukaan suatu benda dapat halus, kasar, licin, lunak, keras, buram, mengkilat, lembut, tajam, dan lain-lain.

6) Warna

Warna didefinisikan sebagai getaran atau gelombang yang diterima indera penglihatan manusia yang berasal dari pancaran cahaya melalui sebuah benda.cahaya yang dapat diindera manusia memiliki panjang gelombang antara 380-780 nanometer. Cahaya yang dihasilkan dari jarak antara yang bisa diakses indera manusia tersebutdapat diurai melalui prisma kaca menjadi warna , yang kemudian dinamakan warna cahaya.

Sedangkan bagian dari penglihatan yang dihasilkan dari pancaran cahaya ke sebuah benda dan kemudian dipantulkan ke mata kita disebut warna pigmen (Mikke Susanto, 2011:433).

(25)

7) Value (Gelap Terang)

Value adalah kesan atau tingkat gelap terangnya warna. Ada banyak tingkatan dari terang ke gelap mulai dari putih hingga hitam, misalnya mulai dari white-high ligh-light-low light-middle-high dark-low dark- dark-black. Value yang berada di atas middle disebut high value, sedangkan yang berada dibawah middle disebut low value. Kemudian value yang lebih terang daripada warna normal disebut tint, sedangkan yang lebih gelap dari warna normal disebut shade.

Close value adalah value yang berdekatan atau hampir bersamaan, akan memberikan kesan lembut dan terang, sebaliknya yang memberikan kesan keras dan bergejolak disebut contrast value (Mikke Susanto, 2011:418).

8) Ruang

Ruang merupakan istilah yang dikaitkan dengan bidang dan keluasaan. Dalam seni rupa orang sering mengaitkan ruang adalah bidang yang memiliki batas atau limit. Ruang juga dapat diartikan secara fisik adalah rongga yang berbatas maupun yang tidak berbatas. Sehingga pada suatu waktu, dalam hal berkarya seni, ruang tidak lagi dianggap memiliki batas secara fisik (Mikke Susanto, 2011:338).

c. Prinsip-prinsip Desain 1) Irama

Irama atau ritme adalah gerak pengulangan atau gerak mengalir yang ajeg, teratur, dan terus menerus (Sanyoto, 2010:157). Sehingga, irama menjadi prinsip yang perlu diperhitungkan terlebih dahulu sebelum prinsip-prinsip yang lain.

2) Kesatuan (Unity)

Merupakan salah satu unsur dan pedoman dalam berkarya seni (azas-azas desain). Unity merupakan kesatuan yang diciptakan lewat sub- azas dominan dan sub-ordinasi (yang utama dan kurang utama) dan koheren dalam suatu komposisi karya seni (Mikke Susanto, 2011:416).

(26)

3) Dominasi

Dominasi merupakan salah satu prinsip dasar tata rupa yang harus ada pada karya seni atau desain, agar diperoleh karya seni atau desain yang artistik atau memiliki nilai seni (Sanyoto, 2010: 225). Sehingga akan menarik dan menjadi pusat perhatian. Apabila dalam suatu karya seni atau desain tidak terdapat dominasi, maka akan tampak tidak menarik, monoton, dan sebagainya.

4) Keseimbangan (Balance)

Balance adalah keseimbangan, persesuaian materi-materi dari ukuran berat dan member tekanan pada stabilitas suatu komposisi karya seni (Mikke Susanto, 2011: 46). Balance dikelompokkan menjadi keseimbangan setangkup (simetri), keseimbangan senjang (asimetri), keseimbangan memancar (radial).

5) Proporsi/Perbandingan/Keserasian

Proporsi atau perbandingan merupakan salah satu prinsip dasar seni rupa untuk memperoleh keserasian (Sanyoto, 2010:269). Sehingga, untuk memperoleh keserasian diperlukan perbandingan-perbandingan yang tepat, yang pada dasarnya bersifat sistematis, yang pada umumnya dianggap sebagai proporsi yang paling ideal.

6) Kesederhanaan (simplicity)

Kesederhanaan lebih mengutamakan masalah rasa dan kepekaan untuk menambah atau mengurangi objek, sehingga akan diperoleh suatu komposisi karya seni atau desain yang terlihat pas.

7) Kejelasan (Clarity)

Kejelasan yaitu mudah dimengerti, mudah untuk dipahami orang lain atau pengamat, dengan fokus pada satu arti saja, dengan kata lain tidak memiliki dua atau banyak arti dalam suatu karya seni atau desain.

(27)

B. Kerangka Berpikir

Kerangka berpikir di tulis dengan maksud untuk mempermudah penelitian dalam alur penalaran yang didasarkan pada tema dan masalah penelitian dimana penelitian ini berpusat pada kajian tentang produk batik yang ada di rumah industri batik Adi Busana desa Cangkol, Kecamatan Mojolaban, Kabupaten Sukoharjo.

Dengan mengkaji proses pembuatan batik yang ada di Adi Busana, kemudian menganalisis produk batik yang ada di Adi Busana. Serta mengetahui factor penghambat dan factor pendukung dalam proses pembuatan batik di Adi Busana di gambarkan sebagai berikut :

Bagan 2.1 Kerangka Berpikir Batik di Adi Busana

Proses Pembuatan Visualisasi Desain

Faktor Penghambat dan Faktor Pendukung

Referensi

Dokumen terkait

Kami juga akan memberikan dukungan dan pantauan kepada yang bersangkutan dalam mengikuti dan memenuhi tugas-tugas selama pelaksanaan diklat online. Demikian

dan M otivasi Belajar Siswa SM K Pada Topik Limbah Di Lingkungan Kerja Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu.

Dalam hal ini harga jual menggunakan metode Full Costing memperoleh laba sebesar Rp 21.950.000,- dalam sebulan , sedangkan menurut perusahaan laba yang diperoleh sebesar Rp

[r]

Penerapan media poster untuk meningkatkan partisipasi belajar siswa dalam pembelajaran pendidikan kewarganegaraan.. Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu |

Sertifikasi Bidang Studi NRG

Pendekatan kuantitatif adalah pendekatan penelitian yang dalam pengumpulan data penelitian hingga penafsirannya banyak menggunakan angka, Pengumpulan data dalam

Sedangkan untuk mengetahui tingkat akuntabilitas tersebut, perlu adanya Laporan Kinerja Instansi Pemerintah (LKjIP) yang merupakan bahan utama untuk monitoring dan evaluasi