• Tidak ada hasil yang ditemukan

Identifikasi Lokasi Fraktur pada Citra Digital Tulang Tibia Menggunakan Metode Algoritma Scanline

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Identifikasi Lokasi Fraktur pada Citra Digital Tulang Tibia Menggunakan Metode Algoritma Scanline"

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

BAB 2

LANDASAN TEORI

Bab ini membahas mengenai teori-teori dasar serta penelitian terdahulu yang berkaitan

dengan penerapan Algoritma Scanline untuk identifikasi lokasi fraktur tulang tibia

dan fibula menggunakan citra fraktur tulang tibia dan fibula.

2.1 Tulang Tibia dan Tulang Fibula

Tungkai bawah terdiri dari dua tulang, yaitu tulang tibia atau tulang kering dan tulang

fibula atau tulang betis.

(2)

2.1.1. Tulang Tibia

Tibia atau tulang kering merupakan kerangka yang utama dari tungkai bawah dan

terletak medial dari fibula atau tulang betis. Tibia adalah tulang pipa dengan sebuah

batang dan dua ujung. Ujung atas memperlihatkan adanya kondil medial dan kondil

lateral. Kondi-kondil ini merupakan bagian yang paling atas dan paling pinggir dari

tulang. Permukaan superior memperlihatkkan dua dataran permukaan persendian

untuk femur dalam formasi sendi lutut.

Kondil lateral memperlihatkan posterior sebuah faset untuk persendian dengan

kepala fibula pada sendi tibio-fibuler superior. Kondil-kondil ini di sebelah belakang

dipisahkan oleh lekukan popliteum. Ujung bawah masuk dalam formasi persendian

mata kaki. Tulangnya sedikit melebar dan ke bawah sebelah medial menjulang

menjadi maleolus medial atau maleolus tibiae.

Permukaan lateral dari ujung bawah bersendi dengan fibula pada persendian

tibio-fibuler inferior. Tibia membuat sendi dengan tiga tulang, yaitu femur, fibula dan

talus. Merupakan tulang tungkai bawah yang lebih besar dan terletak di sebelah

medial sesuai dengan os radius pada lengan atas. Tetapi Radius posisinya terletak

disebelah lateral karena anggota badan bawah memutar kearah medialis. Atas alasan

yang sama maka ibu jari kaki terletak disebelah medialis berlawanan dengan ibu jari

tangan yang terletak disebelah lateralis (Jacob, 2013).

2.1.2. Tulang Fibula

Tulang Fibula merupakan tulang tungkai bawah yang terletak disebelah lateral dan

bentuknya lebih kecil sesuai os ulna pada tulang lengan bawah. Arti kata fibula adalah

kurus atau kecil. Tulang ini panjang, sangat kurus dan gambaran korpusnya bervariasi

diakibatkan oleh cetakan yang bervariasi dari kekuatan otot – otot yang melekat pada

tulang tersebut. Tidak urut dalam membentuk sendi pergelangan kaki, dan tulang ini

bukan merupakan tulang yang turut menahan berat badan (Smeltzer, 2008)..

Pada fibula bagian ujung bawah disebut malleolus lateralis. Disebelah bawah

kira – kira 0,5 cm disebelah bawah medialis, juga letaknya lebih posterior. Sisi –

sisinya mendatar, mempunyai permukaan anterior dan posterior yang sempit dan

(3)

menjadi tempat lekat dari ligamentum talofibularis anterior. Permukaan lateralis

terletak subkutan dan berbentuk sebagai penonjolan lubang. Pinggir lateral alur tadi

merupakan tempat lekat dari retinakulum.

Permukaan sendi yang berbentuk segi tiga pada permukaan medialis bersendi

dengan os talus, persendian ini merupakan sebagian dari sendi pergelangan kaki. Fosa

malleolaris terletak disebelah belakang permukaan sendi mempunyai banyak foramina

vaskularis dibagian atasnya. Pinggir inferior malleolus mempunyai apek yang

menjorok kebawah. Disebelah anterior dari apek terdapat sebuah insisura yang

merupakan tempat lekat dari ligamentum kalkaneo fibularis.

2.1.3 Fraktur

Fraktur adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang, yang biasanya disertai dengan

luka sekitar jaringan lunak, kerusakan otot, rupture tendon, kerusakan pembuluh

darah, dan luka organ-organ tubuh dan ditentukan sesuai jenis dan luasnya, terjadinya

jika tulang dikenai stress yang lebih besar dari yang besar dari yang dapat

diabsorbsinya (Smeltzer, 2008).

2.1.4. Klasifikasi Fraktur

1. Fraktur berdasarkan derajat atau luas garis fraktur terbagi menjadi :

a. Fraktur complete, dimana tulang patah terbagi menjadi dua bagian (fragmen)

atau lebih.

b. Fraktur incomplete (parsial). Fraktur parsial terbagi lagi menjadi :

 Fissure/Crack/Hairline, tulang terputus seluruhnya tetapi masih di tempat, biasa terjadi di tulang pipih.

 Greenstick Fracture, biasa terjadi pada anak-anak dan pada os. radius, ulna,

clavikula dan costae.

2. Berdasarkan garis patah atau konfigurasi tulang :

a. Transversal, garis patah tulang melintang sumbu tulang (80-1000 dari sumbu

tulang).

b. Oblik, garis patah tulang melintang sumbu tulang (<800 atau >1000 dari

sumbu tulang).

c. Longitudinal, garis patah mengikuti sumbu tulang.

(4)

e. Comminuted, terdapat dua atau lebih garis fraktur.

3. Berdasarkan hubungan antar fragmen fraktur :

a. Undisplace, fragment tulang fraktur masih terdapat pada tempat anatomisnya

b. Displace, fragmen tulang fraktur tidak pada tempat anatomisnya, terbagi atas:

1) Shifted Sideways, menggeser ke samping tapi dekat

2) Angulated, membentuk sudut tertentu

3) Rotated, memutar

4) Distracted, saling menjauh karena ada interposisi

5) Overriding, garis fraktur tumpang tindih

6) Impacted, satu fragmen masuk ke fragmen yang lain.

4. Secara umum berdasarkan ada tidaknya hubungan antara tulang yang fraktur

dengan dunia luar, fraktur juga dapat dibagi menjadi 2, yaitu :

a. Fraktur tertutup, apabila kulit diatas tulang yang fraktur masih utuh

b. Fraktur terbuka, apabila kulit diatasnya tertembus dan terdapat luka yang

menghubungkan tulang yang fraktur dengan dunia luar yang memungkinkan kuman

dari luar dapat masuk ke dalam luka sampai ke tulang sehingga cenderung untuk

mengalami kontaminasi dan infeksi.

2.2 Citra

Citra adalah gambar pada dua-dimensi, citra merupakan dimensi spasial atau

bidang yang berisi informasi warna yang tidak bergantung waktu (Munir, 2004).

Ditinjau dari sudut pandang matematis, citra merupakan fungsi menerus (continue)

atas intensitas cahaya pada bidang dua dimennsi. Sumber cahaya menerangi objek,

objek memantulkan kembali seluruh atau sebag ian berkas cahaya kemudian

ditangkap oleh alat optis atau elektro optis (Murni dkk, 1992).

Citra digital adalah suatu matriks yang terdiri dari baris dan kolom dimana

setiap pasang indeks baris dan kolom menyatakan suatu titik pada citra. Nilai dari

setiap matriks menyatakan nilai kecerahan titik tersebut. Titk-titik tersebut dinamakan

sebagai elemen citra atau piksel. Citra digital adalah merupakan fungsi dua variabel

f(x,y), dimana x dan y adalah koordinat spasial dan nilai f(x,y) adalah intensitas citra

pada koordinat tersebut. Citra digital dapat diklasifikasi menjadi citra biner, citra

(5)

2.2.1 Citra Biner

Citra biner adalah citra digital yang hanya memiliki dua kemungkinan nilai piksel

yaitu hitam dan putih. Citra biner juga disebut sebagai citra B&W (black and white)

atau citra monokrom. Hanya dibutuhkan 1 bit untuk mewakili nilai setiap piksel dari

citra biner. Citra biner sering kali muncul sebagai hasil dari proses pengolahan seperti

segmentasi, pengambangan, morfologi ataupun dithering. Citra biner dibentuk dari

citra keabuan melalui operasi thresholding, dimana tiap piksel yang nilainya lebih

besar dari threshold akan diubah menjadi (1) menyatakan putih dan piksel yang

nilainya lebih kecil dari threshold akan diubah menjadi (0) menyatakan hitam.

(Destyningtas, 2010) . Contoh citra biner ditunjukkan pada Gambar 2.2.

Gambar 2.2. Cita Biner 2.2.2 Citra Keabuan (Grayscale)

Citra grayscale merupakan citra digital yang hanya memiliki satu nilai kanal pada

setiap pikselnya, dengan kata lain nilai bagian red = green = blue. Nilai tersebut

digunakan untuk menunjukkan tingkat intensitas. Warna yang dimiliki adalah warna

dari hitam, keabuan dan putih. Tingkat keabuan disini merupakan warna abu dengan

berbagai tingkatan dari hitam hingga mendekati putih. Sehingga pada citra tidak ada

lagi warna melainkan hanya derajat keabuan. Citra grayscale memiliki kedalaman

warna 8 bit yang mengandung 256 kombinasi warna keabuan (Cahyadi, 2012).

(6)

Gambar 2.3. Citra Grayscale 2.3.3 Citra Warna

Setiap piksel pada citra warna mewakili warna yang merupakan kombinasi tiga

warna dasar, yaitu merah, hijau, dan biru (RGB = Red, Green, Blue). Setiap warna

dasar menggunakan penyimpanan 8 bit = 1 byte (nilai maksimum 255 warna), jadi

satu piksel pada citra warna diwakili oleh 3 byte. Warna yang disediakan yaitu 255 x

255 x 255. Warna ini disebut juga dengan true color karena memiliki jumlah warna

yang cukup besar (Mardianto, 2008). Contoh citra warna dapat dilihat pada Gambar

2.4.

Gambar 2.4. Citra Warna 2.3 Pengolahan Citra

Pengolahan citra adalah proses pada citra untuk menghasilkan citra sesuai dengan

yang kita inginkan, kegiatan memperbaiki kualitas citra agar mudah diinterpretasi oleh

manusia. Pengolahan citra adalah istilah umum untuk berbagai teknik yang

keberadaannya untuk memanipulasi dan memodifikasi citra dengan berbagai cara,

(7)

transformasi gambar (rotasi, translasi, skala, transformasi geometrik), melakukan

pemilihan citra ciri yang optimal untuk tujuan analisis, melakukan proses penarikan

informasi atau deskripsi objek atau pengenalan objek yang terkandung pada citra

(Efford, 2000). Beberapa teknik pengolahan citra yang digunakan adalah sebagai

berikut .

2.3.1. Cropping

Cropping berfungsi untuk mendapatkan bagian region of interest (ROI) dari sebuah

citra dengan cara memotong area yang tidak diinginkan atau area berisi informasi

yang tidak diperlukan. Cropping dapat digunakan untuk menambah fokus pada objek,

membuang bagian citra yang tidak diperlukan, memperbesar area tertentu pada citra,

mengubah orientasi citra, dan mengubah aspect ratio dari sebuah citra. Cropping

menghasilkan citra baru yang merupakan bagian dari citra asli dengan ukuran yang

lebih kecil. Jika citra cropping digunakan untuk proses lain, waktu pemrosesan akan

lebih cepat karena bagian yang diproses hanya bagian yang diperlukan (Fuadah,

2014).

2.3.2 Resizing

Pada tahap ini, citra tulang akan diukur ulang dengan mengecilkan piksel dari citra

tersebut. Proses ini dilakukan untuk mendapatkan ukuran yang sesuai dan menambah

fokus pada suatu objek yang akan diidentifikasi, membuang citra yang tidak memiliki

informasi yang penting. Proses ini akan menghasilkan sebuah citra baru yang

merupakan bagian citra asli yang memiliki ukuran yang lebih kecil dari citra awal, hal

ini dilakukan untuk memfasilitasi pada tahap selanjutnya (Cahyadi, W. 2012).

2.3.3 Grayscaling

Dalam pengolahan citra, mengubah warna citra menjadi citra grayscale digunakan

untuk untuk menyederhanakan model citra. Citra berwarna memiliki 3 komposisi

warna yaitu red (R), green (G), dan blue (B). Tiga komponen tersebut dirata-rata

supaya mendapatkan citra grayscale, dalam citra ini, tidak ada lagi warna yang ada

hanya derajat keabuan (Mardianto, 2008).

Citra grayscaling memggunakan warna putih sebagai warna maksimum dan

(8)

abu-abu. Abu-abu merupakan warna komponen merah, hijau, dan biru yang mempunyai

nilai intensitas yang sama. Setiap poin informasi piksel (RGB) disimpan kedalam1

byte data. 8 bit pertama menyimpan nilai biru, 8 bit kedua menyimpan nilai hijau dan

8 bit terakhir menyimpan warna merah. Grayscaling dilakukan dengan cara mencari

nilai rata-rata dari total nilai RGB, ditunjukkan pada persamaan 2.1.

(2.1)

Keterangan :

G = nilai hasil grayscaling

R = nilai red dari sebuah piksel

G = nilai green dari sebuah piksel

B = nilai blue dari sebuah piksel

2.3.4 Penajaman citra (Sharpenning)

Operasi penajaman citra bertujuan memperjelas tepi pada objek di dalam citra.

Penajaman citra merupakan kebalikan dari operasi pelembutan karena operasi ini

menghilangkan bagian citra yang lembut. Operasi penajaman dilakukan dengan

melewatkan citra pada penapis lolos tinggi(high pass filter). Penapis lolos tinggi akan

meloloskan (memperkuat) komponen yang berfrekuensi tinggi (tepi/pinggir objek)

dan akan menurunkan komponen berfrekuensi rendah. Akibatnya pinggiran akan

terlihat lebih tajam dibandingkan sekitarnya. Karena penajaman citra lebih

berpengaruh pada tepi (edge) objek, maka penajaman citra sering disebut juga

penajaman tepi (edge sharpening) atau peningkatan kualitas tepi (edge enhancement)

(Mostafa, S. 2004).

2.3.5 Filtering

Filtering adalah suatu proses dimana diambil sebagian sinyal dari frekwensi tertentu,

dan membuang sinyal pada frekwensi yang lain. Filtering pada citra juga

menggunakan prinsip yang sama, yaitu mengambil fungsi citra pada

frekwensi-frekwensi tertentu dan membuang fungsi citra pada frekwensi-frekwensi-frekwensi-frekwensi tertentu.

Citra digital yang telah dilakukan deteksi tepi akan mengandung noise, sehingga

(9)

2.4 Ekstraksi Fitur

Ekstraksi fitur merupakan proses untuk mendapatkan ciri dari sebuah citra. Ciri yang

didapatkan dari ekstraksi fitur ini menjadi masukan dalam proses identifikasi

menggunakan algoritma Scanline. Ekstraksi fitur yang digunakan pada penelitian ini

adalah deteksi tepi Canny. Deteksi tepi pada suatu citra adalah suatu proses yang

menghasilkan tepi-tepi dari obyek-obyek citra, tujuannya adalah untuk menandai

bagian yang menjadi detail citra, memperbaiki deta il dari citra yang kabur, yang

terjadi karena error atau adanya efek dari proses akuisisi citra Suatu titik (x,y)

dikatakan sebagai tepi (edge) dari suatu citra bila titik tersebut mempunyai perbedaan

yang tinggi dengan tetangganya. Tujuannya adalah :

 Untuk menandai bagian yang menjadi detail citra

 Untuk memperbaiki detail dari citra yang kabur, yang terjadi karena error atau

adanya efek dari proses akuisisi citra

Suatu titik (x,y) dikatakan tepi (edge) dari suatu citra bila titik tersebut mempunyai

perbedaan yang tinggi dengan tetangganya.

Deteksi tepi Canny merupakan salah satu teknik deteksi tepi yang cukup

populer penggunaannya dalam pengolahan citra. Salah satu alasannya adalah

ketebalan edge yang bernilai satu piksel yang dimaksudkan untuk melokalisasi posisi

edge pada citra secara sepresisi mungkin. Metode deteksi tepi akan mendeteksi semua

edge atau garis-garis yang membentuk objek gambar dan akan memperjelas kembali

pada bagian-bagian tersebut. Tujuan pendeteksian ini adalah bagaimana agar objek di

dalam gambar dapat dikenali dan disederhanakan bentuknya dari bentuk sebelumnya

(Kurniawan, 2014).

Canny ini adalah kemampuan untuk mengurangi noise sebelum melakukan

perhitungan deteksi tepi sehingga tepi-tepi yang dihasilkan lebih banyak. alah satu

algoritma deteksi tepi modern adalah deteksi tepi dengan menggunakan metode

Canny. Deteksi tepi Canny ditemukan oleh Marr dan Hildreth yang meneliti

pemodelan persepsi visual manusia. Ada beberapa kriteria pendeteksi tepian paling

optimum yang dapat dipenuhi oleh algoritma Canny:

a. Mendeteksi dengan baik (kriteria deteksi)

Kemampuan untuk meletakkan dan menandai semua tepi yang ada sesuai dengan

(10)

memberikan fleksibilitas yang sangat tinggi dalam hal menentukan tingkat deteksi

ketebalan tepi sesuai yang diinginkan.

b. Melokalisasi dengan baik (kriteria lokalisasi)

Dengan Canny dimungkinkan dihasilkan jarak yang minimum antara tepi yang

dideteksi dengan tepi yang asli.

c. Respon yang jelas (kriteria respon)

Hanya ada satu respon untuk tiap tepi. Sehingga mudah dideteksi dan tidak

menimbulkan kerancuan pada pengolahan citra selanjutnya. Pemilihan parameter

deteksi tepi Canny sangat mempengaruhi hasil dari tepian yang dihasilkan. Beberapa

parameter tersebut antara lain :

Algoritma Canny deteksi tepi secara umum (detilnya tidak baku atau bisa

divariasikan) beroperasi sebagai berikut :

o Penghalusan untuk mengurangi dampak noise terhadap pendeteksian edge

Menghitung potensi gradien citra

o non-maximal supression dari gradien citra untuk melokalisasi edge secara

presisi

o hysteresis thresholding untuk melakukan klasifikasi akhir

2.5. Algoritma Scanline

Algoritma Scanline adalah salah satu dari algoritma Hidden Surface Removal

yang digunakan untuk memecahkan masalah penggunaan memori yang besar dengan

satu baris scan untuk memproses semua permukaan objek, biasanya Scanline akan

men-sweeping layar dari atas ke bawah. Dan sebuah baris scan horisontal bidang y di

coba untuk semua permukaan dari objek. Perpotongan antara baris scan dan

permukaan adalah berupa sebuah garis. Algoritma melakukan scan dengan arah

sumbu y sehingga memotong semua permukaan bidang dengan arah sumbu x dan z

dan membuang garis-garis yang tersembunyi.

Sebagai ganti menscan suatu permukaan satu kali dalam satu proses, maka

akan berhubungan dengan menscan banyak permukaan dalam satu kali proses.

Sebagaimana setiap baris scan diproses, semua permukaan polygon dipotong oleh

(11)

scan, perhitungan kedalaman dibuat untuk setiap permukaan untuk menentukan mana

yang terdekat dari bidang pandang. Ketika permukaan yang tampak sudah ditentukan,

harga intensity dimasukkan ke dalam buffer (Fuadah, 2012).

Gambar 2.5. Ilustrasi proses Scanline

Ilustrasi proses scanline ditunjukkan pada Gambar 2.5. Pada saat scanline mencari

titik piksel putih yang paling tinggi, dengan menjumlahkan nilai pada setiap 3 baris,

dan setelah didapatkan nilai hasil penjumlahan 3 baris, setelah itu ditemukan titik

piksel putih yang paling tinggi, dan titik tertinggi tersebut sebagai titik pusat sebagai

lokasi fraktur tulang tibia dan fibula.

2.6. Penelitian Terdahulu

Pada penelitian sebelumnya dilakukan oleh (Mahendran, 2011) deteksi fraktur

melalui citra X-ray tulang menggunakan metode segmentasi wavelet dan operator

morfologi. Segmentasi citra dilakukan dengan mengklasifikasikan atau menetapkan

setiap piksel menjadi kelompok, dimana setiap kelompok mewakili keanggotaan

untuk mendefenisikan suatu objek atau wilayah dalam gambar. Untuk ekstraksi fitur

menggunakan metode gray level dimana metode ini untuk menganalisis tingkat

abu-abu dan metode ekstraksi berbasis tekstur.

Kemudian penelitian yang dilakukan oleh Chai, et al(2011), dimana penelitian

ini menganalisa tekstur fraktur tulang menggunakan gray level co occurrence matrix

(GLCM) bones fracture detection. Citra x-ray tulang dikonversi biner dan deteksi tepi

menggunakan Laplacian edge detector, dan kemudian untuk filtering menggunakan

(12)

GLCM mean, variance, entropy, homogeneity. Hasil dari analisa tersebut maka citra

X-ray tulang dapat diklasifikasikan tulang normal dan fraktur tulang.

Pada penelitian selanjutnya dilakukan oleh (Fuadah, 2012) analisis deteksi

fraktur batang (diafisis) pada tulang tibia dan fibula berbasis pengolahan citra digital

dan jaringan saraf tiruan backpropagation. Pada penelitian ini deteksi fraktur pada

tulang tibia dan fibula dalam tiga tahap, yaitu pre-processing citra, ekstraksi ciri

menggunakan algoritma Scanline, dan klasifikasi menggunakan jaringan saraf tiruan

backpropagation. Total citra yang digunakan adalah 70 citra, 35 citra pada proses

pelatihan dan 35 citra pada proses pengujian. Hasil ekstraksi ciri dari citra latih

menjadi vector ciri yang akan dilatih oleh jaringan saraf tiruan backpropagation.

Penelitian selanjutnya yang dilakukan oleh (Kurniawan, F.K, 2014) deteksi

fraktur tulang menggunakan Open cv, pada penelitian ini system dibangun

menggunakan Open cv dikombinasikan dengan metode deteksi tepi Canny. Dimana

deteksi tepi Canny mempunyai keunggulan yang optimal dalam penentuan akhir garis

threshold dan deteksi Canny tersebut dapat menetukan lokasi dari citra X-ray fraktur

tulang.

Tabel 2.1. Penelitian terdahulu No Nama Peneliti /

Tahun

Metode Keterangan

1 Mahendran (2011) metode segmentasi wavelet dan operator

Identifikasi fraktur tulang dan tulang normal dengan GLCM

mean, variance, entropy,

homogeneity.

Akurasi 86,67%

3 Fuadah (2012) Scanline Algorithm & Backpropagation

neural network

(13)

Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu (Lanjutan)

4 Kurniawan

(2014)

Deteksi tepi Canny Deteksi fraktur tulang menggunakan openCV dengan akurasi 66,7%

Perbedaan penelitian yang dilakukan dengan penelitian terdahulu adalah pada

penelitian ini, identifikasi lokasi fraktur menggunakan gabungan metode Canny

sebagai ekstraksi fitur dan algoritma Scanline dalam menentukan titik pusat lokasi

Gambar

Gambar 2.1 Anatomi Cruris Tibia dan Fibula
Gambar 2.4. Citra Warna
Gambar 2.5. Ilustrasi proses Scanline
Tabel 2.1. Penelitian terdahulu

Referensi

Dokumen terkait

Data input yang dilakukan pada aplikasi ini matriks tujuan citra dengan ukuran matriks 10 x 10 yang merupakan hasil olah data dari deteksi tepi menggunakan operator Sobel

Pengolahan Citra Digital merupakan suatu metode yang digunakan untuk mengolah atau memproses dari gambar asli sehingga menghasilkan gambar lain yang sesuai dengan

Teknik dan algoritma kompresi dapat digunakan untuk menciptakan file duplikat dari citra asli dengan format yang berbeda tetapi dengan ukuran yang lebih kecil.. Untuk

Menurut Bainun Harahap (2018), Metode Retinex merupakan metode yang digunakan untuk mendapatkan citra baru dengan kontras yang lebih baik dari pada kontras yang

Pada bagian ini akan diamati perubahan kualitas citra dengan asumsi citra dengan ukuran yang besar jika dijadikan cover image untuk steganografi akan

Implementasi algoritma Huffman tersebut bertujuan untuk mengkompresi citra bmp sehingga ukuran file hasil kompresi lebih kecil dibandingkan dengan ukuran citra asli dimana

Bab ini membahas hasil dari implementasi Support Vector Machine untuk mengidentifikasi fraktur melalui citra X-ray tulang tibia dan fibula dan pengujian

Dalam hal ini citra pada proses dekompresi yang dapat mendekati ukuran citra asli adalah citra yang memiliki ukuran citra hasil proses kompresi dengan