BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Feng Shui adalah pengetahuan arsitektural yang berasal dari budaya Tiongkok, dan telah dikembangkan sejak 4.700 tahun lalu. Feng Shui ditulis pada periode kekaisaran Huang
Di (Kaisar Kuning, abad ke-27 SM), saat kaisar pertama yang berkuasa di lembah Sungai Kuning/Huang He ini mulai mengembangkan budaya Tiongkok Purba.
Pada awalnya Feng Shui merupakan salah satu ilmu pengetahuan yang
dikembangkan dari ilmu astronomi dan dijadikan rumus kalender/almanak untuk mengetahui
pengaruh musim dan cuaca yang akan membantu para petani saat bercocok tanam dan
nelayan saat mencari ikan. Rumusan kalender ini dihitung berdasarkan wahtu Ba
Gua/Delapan Trigram atas raja Fu His, yang turun sekitar tahun 2953 SM. Pada zaman Raja Wen/Wen Wang, zaman Dinasti Chou, ilmu astronomi purba ini kemudian dikembangkan
menjadi bermacam-macam ilmu pengetahuan seperti ilmu astrologi, kesenian, pengobatan
termasuk Feng Shui (Dian, 2008:2).
Feng Shui merupakan pengetahuan geomantika bangsa Cina. Feng Shui telah diteliti secara mendalam, dikembangkan dan digunakan untuk perkembangan masyarakat luas dari
generasi ke generasi sampai dengan saat ini. Ilmu ini merupakan penempatan sekaligus
pengaturan benda di tempat dengan arah yang benar dan sesuai. Feng Shui bukan merupakan
Semua pengetahuan tersebut terus diteliti, dikembangkan dan diperbaharui dari
generasi ke generasi ribuan tahun lamanya sehingga akhirnya berkembang menjadi ilmu
pengetahuan yang masih terawat dan bertahan. Feng Shui sebagai ilmu arsitektur purba pada
mulanya hanya digunakan untuk menghitung ketetapan letak bangunan makam/kuburan.
Budaya cina yang menganut konsep “Jing Tian Zun Zu” atau “Menyembah Tuhan dan
Menghormati Leluhur” inilah yang menjadi alasan penggunaan Feng Shui dalam menetapkan
letak bangunan makam atau kuburan. Konsep ini mengajarkan orang untuk selalu mengingat
budi dan jasa orangtua sebagai perwalian dari Tuhan. Mereka percaya apabila merawat
kuburan dengan baik, kehidupan dan keturunannya akan dilimpahi berkat dan kemakmuran
(Dian, 2008:4).
Sampai zaman Dinasti Song (960-1279), Feng Shui masih menjadi ilmu yang dirahasiakan oleh kaum penguasa. Mereka takut jika ilmu itu beredar luas akan menimbulkan
persaingan dalam kerajaan yang mereka bangun. Setelah Dinasti Song runtuh dan sebagian
daratan Tiongkok dijajah bangsa Liao (916-1125) dan Jin (1125-1234) kemudian disusul oleh
bangsa Mongol, ada beberapa pejabat kerajaan Song yang kabur dan membawa ilmu ini
keluar dari istana. Sejak itulah Feng Shui mulai dipelajari secara luas oleh masyarakat (Dian,
2008:6).
Feng Shui berkembang luas dan menjadi acuan dalam mendesain dan mendirikan kerajaan. Pada generasi raja ketiga pusat kerajaan dipindahkan ke Beijing, dan sejak itu
pembangunan makam kerajaan menggunakan metode Feng Shui yang dinilai sangat
sempurna. Peninggalannya kini dikenal dengan “Kota Terlarang” dan “Makam 13 Raja”, yang
rakyatnya hidup dalam kemakmuran, kebudayaan dan pengetahuan juga berkembang sangat
pesat sampai ke mancanegara. Semua bangunan yang monumental di atas adalah hasil
rancangan para arsitek Tiongkok yakni para ahli Feng Shui (Dian, 2008:7).
Secara harafiah arti kata Feng Shui dalam bahasa Indonesia adalah:
Feng ( )= Angin, Shui ( 水 )= Air. Feng/Angin mewakili anasir Yang atau positif, sedangkan Shui/Air mewakili anasir Yin/Negatif. Anasir Yang dan Yin adalah dasar filosofi dari semua pengetahuan Tiongkok purba yang akhirnya juga diakui sebagai dasar dari logika
yang ada di dunia. Gabungan kata Feng dan Shui dijadikan simbol pengetahuan tentang pengaruh alam lingkungan tehadap bangunan, bangunan terhadap kehidupan penghuninya.
Pada praktiknya pemahaman atas Feng Shui membutuhkan waktu dan
ketekunan yang panjang. Pendidikan formal Feng Shui untuk menciptakan kader yang
profesional belum ada. Hal ini menyebabkan banyak praktivisi Feng Shui yang berjalan
secara individual dan sesuai selera, bahkan banyak yang bermodalkan pengalaman bukan
pengetahuan. Ketika penjabaran Feng Shui hanya mengutamakan jalur budaya dan
pengalaman, tanpa bermodalkan pemahaman mendalam tentang teori dan konsep sebenarnya
akan membuat Feng Shui menjadi diwarnai oleh hal-hal mistis (Wicaksono, 2011).
Feng Shui juga dikatakan sebagai ilmu yang mempelajari tentang aliran yang masuk ke dalam sebuah bangunan. Angin dan air adalah aliran dan merupakan faktor yang dapat
mempengaruhi kesehatan pemilik bangunan jika menggunakan penerapan Feng Shui yang
tidak sesuai. Seperti diketahui, air bersifat dingin dan lembab. Kesalahan pengaturan posisi air
juga dapat menyebabkan penghuni rumah menjadi terganggu kesehatannya, terutama penyakit
air yang mengalir dengan baik dalam sebuah bangunan menandakan aliran Qi yang baik.
Demikian pula air yang menggenang dalam suatu bangunan berarti aliran Qi dalam bangunan
tersebut kurang baik.
Feng Shui dapat memberi makna kenyamanan jika diukur dari tata nilai yang bersifat keberuntungan pada penghuni apabila mereka menempati bangunan. Nilai keberuntungan
yang dimaksud adalah keberuntungan jiwa karena menemukan kesejahteraan, keberuntungan
batin karena merasakan kedamaian, serta mendapatkan keberuntungan fisik karena tumbuh
dalm kesehatan yang baik sehingga dapat menjalani seluruh aktivitas dengan lancar.
Feng Shui yang bersifat menyeimbangkan juga dapat dimanfaatkan untuk mengedepankan unsur bisnis. Dalam bidang bisnis, untung dan rugi selalu diutamakan. Hal
ini menyebabkan banyak pedagang yang menerapkan Feng Shui pada tempat-tempat usaha
mereka. Demikian pula halnya dengan penerapan Feng Shui yang bertujuan untuk
memelihara interaksi sosial antar manusia. Dalam lingkungan masyarakat, Feng Shui
diterapkan dalam bentuk penyelarasan dan harmonisasi antara manusia dan lingkungan,
misalnya untuk budaya kebershian (Wicaksono, 2011:17).
Berdasarkan penjabaran di atas maka dirumuskan penelitian dengan judul Bentuk,
Fungsi Dan Makna Feng Shui Bagi Masyarakat Tionghoa di Kota Medan .
1.2 Rumusan Masalah
Sebuah penelitian bisa dilakukan, apabila rumusan masalah dalam penelitian sudah
didapat. Perumusan masalah diperlukan agar dalam penelitian di lapangan tidak terjadi
Triton (2008:46) bahwa: “Rumusan masalah merupakan inti dari penelitian yang disajikan
secara singkat dalam bentuk kalimat Tanya, yang isinya mencerminkan adanya permasalahan
yang perlu dipecahkan”.
Sesuai dengan latar belakang masalah ini, maka rumusan masalah dalam penelitian
ini adalah sebagai berikut:
1. Bagaimana bentuk Feng Shui? 2. Bagaimana fungsi Feng Shui?
3. Bagaimanakah makna Feng Shui bagi masyarakat Tionghoa di kita Medan?
1.3 Tujuan Penelitian
Kegiatan penelitian selalu memiliki tujuan. Tujuan penelitian harus diorientasikan
pada suatu titik permasalahan agar kegiatan yang akan dilakukan tidak melenceng dari
sasaran utama yang hendak diteliti. Hariwijaya dan Triton (2008:50) mengemukakan bahwa :
“Tujuan penelitian merupakan sasaran yang hendak dicapai oleh peneliti sebelum melakukan
penelitian dan mengacu kepada permasalahan”.
Setelah menganalisis masalah di atas, maka tujuan dari penelitian ini adalah:.
1. Untuk mengetahui bentuk dari Feng Shui.
2. Untuk mengetahui fungsi Feng Shui.
3. Untuk mengetahui makna Feng Shui bagi masyarakat di kota Medan.
Setiap penelitian dilakukan untuk mengetahui peristiwa-peristiwa yang terjadi.
Penelitian ini memiliki dua manfaat yakni manfaat praktis dan manfaat teoritis, sebagaimana
yang dikemukakan oleh Hariwijaya dan Triton (2008:50) : “Manfaat penelitian adalah apa
yang diharapkan dari hasil penelitian tersebut, dan manfaat penelitian adalah mencakup dua
hal yaitu kegunaan dalam pengembangan ilmu atau manfaat dibidang teoritis dan manfaat
dibidang praktik. Setelah penelitian ini dirangkum maka manfaat yang dapat dirumuskan
adalah:
1.4.1 Manfaat Praktis
Manfaat praktis dari penelitian ini adalah sebagai berikut :
Membuka wawasan masyarakat bahwa Feng Shui sebenarnya merupakan ilmu pengetahuan
yang sejalan dengan kebudayaan dan tidak berkaitan dengan hal-hal mistis.
1.4.2 Manfaat Teoritis
Manfaat Teoritis yang di dapat diambil dari penelitian ini adalah :
Memberikan referensi penelitian bagi penelitian-penelitian berikutnya tentang kebudayaan
pada umumnya dan tentang Feng Shui pada khususnya.
1.5 Pembatasan Masalah
Hariwijaya dan Triton (2008:47) mengemukakan “bahwasanya masalah mempunyai
kaitan erat dengan perumuasan masalah dan belum tentu masalah-masalah yang diidentifikasi
dalam penelitian ini, oleh sebab itulah masalah pada penelitian harus dibatasi. Mengingat
luasnya cakupan masalah yang diidentifikasi serta keterbatasan waktu, materi, dan
kemampuan teroritis, maka penulis membatasi permasalahan yang akan dianalisis hanya pada
hal mendasar saja, yakni bentuk, fungsi dan makna dari Feng Shui pada masyarakat Tionghoa