• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Beban Kerja Keperawatan Untuk Memperkirakan Kebutuhan Tenaga Perawat Di Bagian Rawat Inap Terpadu A RSUP H. Adam Malik Medan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Analisis Beban Kerja Keperawatan Untuk Memperkirakan Kebutuhan Tenaga Perawat Di Bagian Rawat Inap Terpadu A RSUP H. Adam Malik Medan"

Copied!
44
0
0

Teks penuh

(1)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pelayanan Rumah Sakit 2.1.1. Pengertian Rumah Sakit

Rumah sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan dan gawat darurat (UU RI No.44 Tahun 2009). Rumah sakit merupakan salah satu dari sarana kesehatan tempat menyelenggarakan upaya kesehatan, bertujuan untuk mewujudkan derajat kesehatan yang optimal bagi masyarakat. Upaya kesehatan diselenggarakan dengan pendekatan pemeliharaan, peningkatan kesehatan (promotif), pencegahan penyakit (preventif), penyembuhan penyakit (kuratif) dan pemulihan kesehatan (rehabilitatif) yang dilaksanakan secara menyeluruh, terpadu, dan berkesinambungan. Di Indonesia, rumah sakit merupakan pusat rujukan pelayanan kesehatan untuk puskesmas baik rawat jalan maupun rawat inap yang bersifat spesialistik.

Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 340 Tahun 2010 tentang Klasifikasi menjadi Rumah Sakit Umum terdiri dari kelas A, B, C, dan D. Klasifikasi tersebut didasarkan unsur pelayanan, ketenagaan, fisik dan peralatan.

Kelas rumah sakit tipe Amenurut UU Rumah Sakit no. 44 Tahun 2009 adalah: Rumah Sakit Umum kelas A adalah harus mempunyai fasilitas dan kemampuan pelayanan medik paling sedikit 4 (empat) Pelayanan Medik Spesialis Dasar, (lima)

(2)

Pelayanan Spesialis Penunjang Medik, 12 (dua belas) Pelayanan Medik Spesialis Lain dan 13 (tiga belas) Pelayanan Medik Sub Spesialis. Rumah Sakit kelas A ini telah ditetapkan oleh pemerintah sebagai tempat pelayanan rujukan tertinggi (top referral hospital) atau disebut juga sebagai Rumah Sakit Umum Pusat.

Dalam pelaksanaan tugas rumah sakit, mempunyai berbagai fungsi, yaitu menyelengarakan pelayanan medik, pelayanan penunjang medik dan non medik, pelayanan dan asuhan keperawatan, pelayanan rujukan, pendidikan dan pelatihan, penelitian dan pengembangan, serta administrasi umum dan keuangan.

2.2. Pelayanan Rawat Inap

2.2.1. Pengertian Pelayanan Rawat Inap

(3)

2.2.2. Kegiatan Pelayanan Rawat Inap

Didalam ruang perawatan terdapat pelayanan : a) Pelayanan Tenaga Medis

b) Pelayanan Tenaga Paramedis/Keperawatan c) Lingkungan Fisik Ruang Perawatan

d) Pelayanan Penunjang Medis

e) Pelayanan Administrasi dan Keuangan

Kategori pasien yang masuk rawat inap adalah pasien yang perlu perawatan intensif atau observasi ketat karena penyakitnya. Menurut Revans dalam Anjaryani (2009), bahwa pasien yang masuk pada pelayanan rawat inap mengalami tingkat proses transformasi, yaitu :

1. Tahap Admission, yaitu pasien dengan penuh kesabaran dan keyakinan di rawat tinggal di rumah sakit.

2. Tahap Diagnosis, yaitu pasien diperiksa dan ditegakkan diagnosisnya.

3. Tahap Treatment, yaitu berdasarkan diagnosis pasien dimasukkan dalam program perawatan dan terapi.

4. Tahap Inspeksi, yaitu secara terus menerus di observasi dan dibandingkan pengaruh dan respon pasien atas pengobatan.

(4)

Dalam ruangan perawatan rawat inap adalah pelayanan pasien yang perlu menginap dengan menempati tempat tidur untuk keperluan observasi, diagnosa dan terapi bagi individu dengan keadaan medis, bedah, kebidanan, penyakit kronis atau rehabilitasi medis atau pelayanan medis lainnya setiap hari dilakukan oleh pelayanan tenaga medis, pelayanan tenaga keperawatan, pelayanan penunjang medis dan non medis, pelayanan makanan dan minuman serta kondisi lingkungan fisik ruangan rawat inap.

2.2.3. Standar Pelayanan Minimal Departemen Kesehatan RI

Standar pelayanan minimal (Kepmenkes No. 129 Tahun 2008) adalah ketentuan tentang jenis dan mutu pelayanan dasar yang merupakan urusan wajib daerah yang berhak diperoleh setiap warga secara minimal. Selain itu juga merupakan spesifikasi teknis tentang tolak ukur pelayanan minimum yang diberikan oleh Badan Layanan Umum. Dengan disusunnya Standar Pelayanan Minimal (SPM) diharapkan dapat membantu pelaksanaan penerapan Standar Pelayanan Minimal di rumah sakit. SPM ini dapat dijadikan acuan bagi pengelola rumah sakit dan unsur terkait dalam melaksanakan perencanaan, pembiayaan dan pelaksanaan setiap jenis pelayanan.

(5)

Tabel 2.1. Standar Pelayanan Minimal menurut Departemen Kesehatan

No.Jenis Layanan Indikator Standar

1. Rawat Inap Pemberi Pelayanan a.Dokter Spesialis b.Perawat min.D3 Dokter penanggung jawab pasien 100%

Ketersediaan Pelayanan Dasar Anak, P.Dalam, Kebidanan, Bedah Jam Visite Dokter Spesialis 08.00 –14.00 /hari Kejadian infeksi pasca operasi ≤ 1,5 %

Kejadian infeksi nasokomial ≤ 1,5 %

Tidak ada pasien jatuh yang berakibat cacat/

meninggal 100 %

Kematian pasien >48 jam ≤ 0,24 %

Kejadian pulang atas permintaan sendiri (PAPS) ≤ 5 %

Kepuasan pelanggan ≥ 90 %

Rawat Inap Pasien TBC :

a. Penegakan diagnosis TB melalui a. ≥ 60 % pemeriksaan mikroskopis TB

b. Terlaksana kegiatan pencatatan&pelaporan TB b. ≥ 60 % 2. Rekam Medik Kelengkapan pengisisan rekammedik 24 jam 100 %

setelah selesai pelayanan

Kelengkapan informed concent setelah mendapat 100 % informasi yang jelas

Waktu penyediaan dokumen rekam medik pelayanan ≤ 15 menit rawat inap

3. Pelayanan Kecepatan waktu menanggapi kerusakan 80 % Sarana Rumah Ketepatan waktu pemeliharaan alat 100 % Sakit Peralatan terkalibrasi tepat waktu sesuai ketentuan 100 % Sumber: Keputusan Menteri Kesehatan No. 129/Menkes/SK/II/ Tentang Standar

Pelayanan Minimal Tahun 2008

Selain menentukan SPM, Depkes juga menentukan indikator pelayanan rumah sakit yang dapat dipakai untuk mengetahui tingkat pemanfaatan, mutu, dan efisiensi pelayanan rumah sakit. Indikator tersebut terbagi untuk masing-masing unit. Indikator untuk unit rawat inap antara lain :

(6)

2. AVLOS (Average Length of Stay) adalah rata-rata lama rawat seorang pasien. 3. TOI (Turn Over Interval) adalah rata-rata hari dimana tempat tidur tidak

ditempati dari telah diisi ke saat terisi berikutnya.

4. BTO (Bed Turn Over) adalah frekuensi pemakaian tempat tidur pada satu periode, berapa kali tempat tidur dipakai dalam satu satuan waktu tertentu.

5. NDR (Net Death Rate) adalah angka kematian 48 jam setelah dirawat untuk tiap-tiap 1000 penderita keluar.

6. GDR (Gross Death Rate) adalah angka kematian umum untuk setiap 1000 penderita keluar.

Dari masing-masing indikator Depkes menentukan nilai standar ideal yang yang dibuat berdasarkan standar yang telah dibuat oleh Huffman, yakni :

Tabel 2.2. Indikator Rawat Inap Menurut Departemen Kesehatan

Indikator Standar Ideal

(Huffman)

Standar Ideal Menurut Depkes BOR (Bed Occupancy Ratio) > 75-85% 60-85%

BTO (Bed Turn Over) 30 kali 40-50 kali

LOS (Length of Stay) 3-12 hari 6-9 hari

TOI (Turn Over Interval) 1-3 hari 1-3 hari

(7)

2.3. Konsep Keperawatan

2.3.1. Pengertian Keperawatan

Keperawatan adalah suatu bentuk layanan kesehatan yang bersifat profesional yang merupakan bagian integral dari layanan kesehatan yang didasarkan pada ilmu dan kiat keperawatan. Layanan ini berbentuk layanan bio-psiko-sosio-spiritual yang komprehensif ditujukan pada pasien, baik yang sehat maupun sakit yang mencakup seluruh proses kehidupan manusia (Lokakarya Keperawatan Nasional, 1983).

2.3.2. Pengertian Perawat

Masyarakat awam menganggap perawat adalah orang yang bekerja dirumah sakit, mengenakan seragam putih-putih, sebagai pembantu dokter. Pemahaman tersebut karena ketidakpahaman tentang hakekat perawat. Berdasarkan Kepmenkes RI No. 1239 tahun 2001 tentang Registrasi dan Praktik Keperawatan, dijelaskan bahwa perawat adalah orang yang telah lulus dari pendidikan perawat, baik dalam maupun luar negeri, sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pendidikan di Indonesia masih bervariasi, mulai dari setingkat SLTA, D III, Sarjana bahkan sampai Pascasarjana. Beragamnya pendidikan keperawatan menyebabkan beragam pula sebutan untuk perawat, kemampuan personel perawat dan bahkan penilaian terhadap profesi perawat oleh profesi lain.

2.3.3. Peran dan Fungsi Perawat

Peran perawat menurut Konsorsium Ilmu Kesehatan, 1989 adalah : a. Peran sebagai Pemberi Asuhan Keperawatan

(8)

keperawatan sehingga dapat ditentukan diagnosis keperawatan agar bisa direncanakan, dilaksanakan tindakan keperawatan yang tepat sesuai dengan tingkat kebutuhan dasar manusia, kemudian dievaluasi tingkat perkembangannya.

b. Peran sebagai Advokat

Yaitu membantu pasien dan keluarga dalam menginterpretasikan berbagai informasi dari pemberi pelayanan atau informasi lain khususnya dalam pengambilan persetujuan tindakan keperawatan, melindungi hak-hak pasien. c. Peran Edukator

Peran ini dilakukan dalam meningkatkan pengetahuan kesehatan, gejala penyakit, tindakan yang diberikan, sehingga terjadi perubahan perilaku pasien setelah dilakukan pendidikan kesehatan.

d. Peran Koordinator

Peran ini dilaksanakan dengan mengarahkan, merencanakan serta mengorganisasi pelayanan kesehatan dari tim kesehatan sehingga pemberian pelayanan kesehatan dapat terarah serta sesuai dengan kebutuhan klien.

e. Peran Kolaborator

Perawat berupaya mengidentifikasikan pelayanan keperawatan yang diperlukan termasuk diskusi, tukar pendapat dalam penentuan bentuk pelayanan selanjutnya melalui tim kesehatan seperti : dokter, fisioterapis, ahli gizi dan lainnya.

f. Peran Konsultan

(9)

yang tepat untuk diberikan. g. Peran Pembaharu

Dapat dilakukan dengan mengadakan perencanaan, kerjasama, perubahan yang sistematis dan terarah sesuai dengan metode pemberian pelayanan keperawatan.

Dalam menjalankan perannya, perawat akan melaksanakan berbagai fungsi perawat, diantaranya :

1. Fungsi Independen

Merupakan fungsi mandiri, dimana pelaksanaan tugasnya dilakukan sendiri dan dengan keputusan sendiri dalam melakukan tindakan memenuhi kebutuhan dasar manusia.

2. Fungsi Dependen

Fungsi perawat dalam melaksanakan kegiatannya atas pesan, atau instruksi dari perawat lain, sebagai pelimpahan tugas. Hal ini biasanya dilakukan oleh perawat spesialis kepada perawat umum, atau dari perawat primer ke perawat pelaksana. 3. Fungsi Interdependen

(10)

2.3.4. Jenis Tanggung Jawab Perawat 1. Tanggung jawab perawat terhadap klien

Perawat memiliki tanggung jawab yang harus dilakukan secara nyata pada : 1) Kebutuhan perawatan individu, keluarga, masyarakat. 2). Memelihara suasana

lingkungan, menghormati nilai budaya, adat istiadat. 3). Melaksanakan prinsip dan etika keperawatan. 4). Menjalin hubungan kerjasama dengan individu, keluarga dan masyarakat.

2. Tanggung jawab terhadap tugas

Perawat bertanggung jawab terhadap tugas: 1). Memelihara mutu pelayanan keperawatan yang tinggi disertai kejujuran professional dalam menerapkan pengetahuan dan keterampilan sesuai kebutuhan individu, keuarga msyarakat. 2). Merahasiakan sehubungan tugas yang dipercayakan kecuali diminta oleh pihak yang berwenang sesuai ketentuan yang berlaku. 3). Tidak menggunakan pengetahuan dan keterampilan yang dimilikinya bertentangan dengan norma kemanusiaan. 4). Bersikap netral, independen dan objektif. 5). Mengutamakan perlindungan dan keselamatan pasien. 6). Memenuhi kebijakan dan prosedur yang

ada di lembaga atau institusi. Misalnya; standar praktik keperawatan. 7). Memberitahu dokter pada saat kedatangan pasien maupun selama

hospitalisasi, mendokumentasikannya. 3. Tanggung jawab terhadap teman sejawat

(11)

keserasian lingkungan kerja maupun mencapai tujuan pelayanan kesehatan secara menyeluruh. 2). Memyebarluaskan ilmu pengetahuan, keterampilan, keahlian dan pengalaman dalam keperawatan kepada sesame perawatserta menerima pengetahuan dan pengalaman dari sesame atau profesi kesehatan lain

4. Tanggung jawab perawat terhadap profesi

Perawat memiliki tanggung jawab terhadap profesinya, yaitu: 1). peningkatkan kemampuan profesionalnya (kompetensi) dengan menambah ilmu pengetahuan, keterampilan dan pengalaman yang bermanfaat bagi perkembangan ilmu perawatan. 2). Menjunjung tinggi nama baik profesi keperawatan. 3). Terlibat/ berperan dalam pembakuan pendidikan, pelayanan serta penerapannya dalam pelayanan. 4). Membina dan memelihara mutu organisasi profesi perawat sebagai sarana dedikasi dan pengabdian.

5. Tanggung jawab terhadap Negara, yaitu melaksanakan ketentuan pemerintah dalam bidang kesehatan/keperawatan dan berperan aktif dalam meningkatkan pelayanan kesehatan dan keperawatan kepada masyarakat.

Menurut Lokakarya Nasional tentang keperawatan tahun 1983, peran perawat di Indonesia, sebagai berikut:

1) Pelaksana keperawatan, yaitu memberikan Asuhan keperawatan dari yang sederhana sampai yang kompleks kepada individu, keluarga, masyarakat. ini merupakan peran utama atau pokok.

(12)

melaksanakan dan menilai tindakan yang diberikan kepada pasien, artinya menuntut adanya kemampuan manajerial yang handal dari perawat.

3) Pendidik, dalam hal ilmu perawatan kepada pasien, sesama perawat atau tenaga kesehatan lain. Dalam perubahan tingkah laku bagi individu, keluarga atau masyarakat.

4) Peneliti, artinya menjadi pembaharu (innovator) dalam ilmu perawatan. Kegiatan ini dapat diperoleh melalui penelitian untuk mengembangkan ilmu keperawatan dan praktek profesi keperawatan.

2.3.5. Standar Kompetensi Perawat

Pengertian Standar kompetensi perawat adalah merefleksikan atas kompetensi yang diharapkan dimiliki oleh individu yang akan bekerja di bidang pelayanan keperawatan. Menghadapi era globalisasi, standar tersebut harus ekuivalen dengan standar-standar yang berlaku pada sektor industri kesehatan di negara lain serta dapat berlaku secara internasional. Ranah utama kompetensi perawat dikelompokkan menjadi 3 ranah, yaitu :

1) Praktik professional, etis, legal dan peka budaya a. Bertanggung gugat terhadap praktik professional

b. Melaksanakan praktik keperawatan berdasarkan kode etik c. Melaksanakan praktik secara legal

2) Pemberian asuhan dan manajemen asuhan

(13)

b. Melaksanakan upaya promosi kesehatan dalam pelayanan keperawatan c. Melakukan pengkajian keperawatan

d. Menyusun rencana keperawatan

e. Melaksanakan tindakan keperawatan sesuai rencana f. Mengevaluasi asuhan tindakan keperawatan

g. Menggunakan komunikasi terapeutik dan hubungan interpersonal dalam pemberian pelayanan

h. Menciptakan dan mempertahankan lingkungan yang aman

i. Menggunakan hubungan interprofesional dalam pelayanan keperawatan/ pelayanan kesehatan

j. Menggunakan delegasi dan supervise dalam pelayanan asuhan keperawatan

3) Pengembangan profesi

a. Melaksanakan peningkatan professional dalam praktik keperawatan b. Melaksanakan peningkatan mutu pelayanan keperawatan dan asuhan

keperawatan

c. Mengikuti pendidikan berkelanjutan sebagai wujud tanggung jawab profesi

2.3.6. Pelayanan Keperawatan

(14)

Pengorganisasian merupakan proses penetuan bagian-bagian dalam organisasi yang akan bertanggung jawab dalam melakukan bermacam-macam pekerjaan yang telah dikategorikan berdasarkan faktor-faktor tertentu. Metode penugasan ada 4 metode: 1. Metode Fungsional

Metode tradisional peninggalan jaman Belanda dimana perawat dianggap sebagai asisten sehingga perawat bekerja menunggu advis atau tergantung dari profesi lain. Kepala ruangan bertanggung jawab hampir 95% dalam pelayanan mulai rencana asuhan sampai evaluasi keperawatan. Semua perawat tergantung dari perintah atau pembagian tugas kepala ruangan. Keuntungannya mengurangi stress bekerja karena setiap perawat dianggap memiliki kemampuan yang sama. Kerugiannya adalah kurang cocok bagi peningkatan pelayanan keperawatan yang professional, kepuasan perawat dan pasien kurang, tidak ada regenerasi yang baik dan kurang cocok bagi perawat yang kreatif.

2. Metode Tim

(15)

melaksanakan asuhan keperawatan sesuai instruksi rencana keperawatan yang dibuat ketua tim.

Gambar 2.1. Struktur Organisasi Metode Penugasan Tim

3. Metode Primer

Metode pelayanan asuhan keperawatan yang ditandai dengan adanya keterikatan kuat terus menerus antara perawat primer dan pasien dimana perawat bertugas merencanakan, melaksanakan, koordinasi dengan tenaga kesehatan lain selama pelaksanaan asuhan keperawatan. Perawat semua minimal S1 bersertifikat register nurse sebagai perawat professional memiliki tanggung jawab dan

tanggung gugat dari pasien. Kepala ruangan sebagai konsultan dan perawat primer melakukan asuhan keperawatan.

KARU Wakaru

Katim 1

Anggota 1 Anggota 2 Anggota 3 Anggota dst

Katim 2

Anggota 1 Anggota 2 Anggota 3 Anggota dst

Katim 3

(16)

4. Metode Modul

Modul ini merupakan variasi metode primer dan tim tetapi menggunakan tenaga perawat professional dan non professional. Memodifikasi dari metode primer dengan membuat pasangan 2-3 perawat merawat pasien mulai dari datang sampai pulang. Satu modul bertanggung jawab terhadap 8-12 pasien. Keuntungannya saling menutupi kekuranagan, kepuasan pasien dan perawat dapat dipertahankan. Kurang cocok bagi perawat yang kuarang kreatif.

Kepala ruangan bertanggungjawab menetapkan metode penyusunan keperawatan yang tepat untuk digunakan di unit kerjanya untuk mencapai tujuan sesuai dengan jumlah kategori tenaga perawat yang ada diruangan serta jumlah pasien yang menjadi tanggungjawabnya.

2.4. Beban Kerja

2.4.1. Pengertian Beban Kerja

(17)

kerja fisik tetapi juga sebagai beban kerja mental. rata masing-masing jenis pekerjaan dalam jangka waktu tertentu, dimana dalam memperkirakan beban kerja dari organisasi dapat dilakukan berdasarkan perhitungan atau pengalaman (PP RI No. 97 Tahun 2000). Untuk mengetahui beban kerja perawat maka dapat dihitung mengenai jumlah pasien tiap hari/bulan/tahun, tingkat ketergantungan pasien, rata- rata hari perawatan, jenis tindakan keperawatan, dan frekuensi tiap tindakan serta rata-rata waktu yang dibutuhkan setiap tindakan (Gillies, 1996)

(18)

2.4.2. Macam Beban Kerja

Menurut Munandar (2001), macam beban kerja dapat diklasifikasikan sebagai berikut :

a. Beban Berlebih Kuantitatif

Beban berlebih secara fisik ataupun mental akibat terlalu banyak melakukan kegiatan merupakan kemungkinan sumber stress pekerjaan. Unsur yang menimbulkan beban berlebih kuantitatif ialah desakan waktu dalam menyelesaikan tuntutan pekerjaan yaitu setiap tugas diharapkan dapat diselesaikan secepat mungkin secara tepat dan cermat.

b. Beban terlalu Sedikit Kuantitatif

Beban kerja terlalu sedikit kuantitatif dapat memengaruhi kesejahteraan psikologis seseorang. Pada pekerjaan yang sederhana, dimana banyak terjadi pengulangan gerak akan timbul rasa bosan, rasa monoton. Kebosanan dalam kerja rutin sehari-hari dapat menghasilkan berkurangnya perhatian, secara potensial dapat membahayakan jika tenaga kerja gagal untuk bertindak cepat dan terampil dalam keadaan darurat.

c. Beban Berlebih Kualitatif

(19)

memerlukan kemampuan teknikal dan intelektual yang lebih tinggi daripada yang dimiliki.

d. Beban terlalu Sedikit Kualitatif

Merupakan keadaan tenaga kerja tidak diberi peluang untuk menggunakan keterampilan yang diperolehnya, atau untuk mengembangkan kecakapan potensialnya secara penuh. Beban terlalu sedikit disebabkan kurang adanya rangsangan akan mengarah ke semangat dan motivasi yang rendah untuk kerja. Tenaga kerja akan merasa bahwa ia tidak mengalami perkembangan, dan merasa tidak berdaya untuk memperlihatkan bakat dan keterampilannya.

Kelebihan beban kerja secara kuantitatif mencakup:

1. Harus melaksanakan observasi pasien secara ketat selama jam kerja 2. Terlalu banyaknya pekerjaan yang harus dikerjakan

3. Terlalu beragamnya pekerjaan yang harus dikerjakan

4. Kontak langsung perawat klien secara terus menerus selama jam kerja 5. Rasio perawat-klien.

Sedangkan beban kerja secara kualitatif mencakup:

1. Pengetahuan dan ketrampilan yang dimiliki perawat tidak mampu mengimbangi sulitnya pekerjaan di ruangan.

2. Tanggung jawab yang tinggi terhadap asuhan keperawatan pasien kritis di ruangan.

(20)

5. Setiap saat dihadapkan pada pengambilan keputusan yang tepat 6. Tugas memberikan obat secara intensif

7. Menghadapi pasien dengan karakteristik tidak berdaya, koma dan kondisi terminal

8. Tindakan penyelamatan pasien. 2.4.3. Faktor-faktor Beban Kerja

oleh faktor internal dan ekternal. Faktor-faktor internal yang memengaruhi beban kerja perawat menurut Kurniadi (2013) ialah:

1. Jumlah pasien yang dirawat tiap hari, tiap bulan, tiap tahun 2. Kondisi atau tingkat ketergantungan pasien

3. Rata-rata hari perawatan tiap pasien

4. Pengukuran tindakan keperawatan langsung atau tidak langsung 5. Frekuensi tindakan yang dibutuhkan

6. Rata-rata waktu keperawatan langsung dan tidak langsung.

Menurut Kurniadi (2013), faktor ekternal yang bisa memengaruhi beban kerja perawat adalah sebagai berikut:

1. Masalah komunitas seperti : jumlah penduduk padat atau berlebihan, lingkungan kurang bersih, kebiasaan kurang sehat, dan sebagainya.

2. Disaster seperti banjir, gempa, tsunami, wabah penyakit.

(21)

4. Politik yaitu kebijakan pemerintahan bisa mempengaruhi kondisi kinerja rumah sakit misalnya : banyaknya demontrasi, kekerasan politik, dan sebagainya.

5. Cuaca misalnya perubahan cuaca mempengaruhi jenis penyakit sehingga berpengaruh jumlah tenaga perawat.

6. Ekonomi misalnya krisis ekonomi.

7. Pendidikan konsumen misalnya semakin tinggi tingkat pendidikan masyarakat semakin banyak tenaga perawat yang dibutuhkan.

8. Kemajuan IPTEK yaitu terhadap kemajuan institusi pelayanan (kompetensi internasional).

2.4.4. Standar Beban Kerja Perawat

(22)

1. Total jam kerja per minggu adalah 40 jam dengan 10 jam per hari dan 4 hari kerja per minggu pada metoda ini terjadi tumpang tindih kurang lebih 6 jam kerja per 24 jam, dimana jam-jam tersebut dapat dipergunakan untuk ronde keperawatan, penyelesaian rencana keperawatan atau kegiatan lainnya. Kelemahan cara ini adalah membutuhkan staf yang banyak.

2. Perincian 12 jam dalam satu shift, yaitu 3 hari kerja, 4 hari libur, dan 4 hari kerja. Sistem ini membutuhkan tenaga yang banyak.

3. Perincian 70 jam dalam 2 minggu, yaitu 10 jam per hari (7 hari kerja dan 7 hari libur)

4. Sistem 8 jam perhari dengan 5 hari kerja per minggu. Sistem ini lebih banyak disukai karena mengurangi kelelahan staf dan produktifitas staf tetap dapat dipertahankan.

(23)

2.4.5. Pengukuran Beban Kerja

Pengukuran beban kerja adalah penerapan tehnik yang dirancang untuk penetapan bagi pekerja yang memenuhi syarat untuk menyelesaikan suatu pekerjaan tertentu.

Dalam mengukur beban kerja, dilakukan analisa gambaran beban kerja dengan cara membandingkan persentasi waktu pelaksanaan kegiatan produktif dan waktu pelaksanaan kegiatan non produktif yang dikategorikan menjadi 3 (tiga) bagian, yakni : (Ilyas Y, 2004)

1. Beban Kerja Tinggi : apabila persentase waktu pelaksaan kegiatan produktif melebihi 80 % waktu kerja optimum dari seluruh kegiatan yang dilakukan perawat.

2. Beban Kerja Optimum : bila persentase waktu pelaksaan kegiatan produktif berkisar 80% waktu kerja optimum dari seluruh kegiatan yang dilakukan perawat.

3. Beban Kerja Ringan apabila persentase waktu pelaksaan kegiatan produktif kurang dari 80% waktu kerja optimum dari seluruh kegiatan yang dilakukan perawat.

(24)

manajemen rumah sakit akan kesulitan untuk melaksanakan metode ini sendiri karena kesulitan instrumen dan pelaksanaan penelitiannya sendiri. Disamping itu, adanya kemungkinan bisa karena faktor personel menghitung beban kerja sendiri. Pada metode daily log yang mencatat dan menghitung beban kerja sendiri sangat diragukan akurasinya sehingga dari aspek validitas dan reabilitas sulit dipakai sebagai rujukan beban kerja pegawai (Ilyas, 2004).

2.4.5.1. Metode Gillies

Pengukuran beban kerja berdasarkan pada metode Gillies, dalam memberikan pelayanan keperawatan ada tiga jenis bentuk pelayanan yaitu :

a. Perawatan langsung

Perawatan langsung adalah bentuk pelayanan yang diberikan oleh perawat yang ada hubungannya dengan kebutuhan fisik, psikologis dan spiritual. Berdasarkan tingkat ketergantungan klien pada perawat maka dapat diklasifikasikan dalam empat kelompok yaitu : self care, partial care, total care dan intensive care. Menurut Minetti Hutchinson (1994) kebutuhan perawatan langsung setiap klien adalah empat jam per hari sedangkan untuk :

1. Self care dibutuhkan ½ x4 jam = 2 jam 2. Partial care dibutuhkan ¾ x 4 jam = 3 jam 3. Total care dibutuhkan 1-11/2 x 4 jam = 4-6 jam 4. Intensive care dibutuhkan 2 x 4 jam = 8 jam b. Perawatan Tidak Langsung

(25)

memasang alat, konsultasi dengan tim, menulis dan membaca catatan kesehatan klien, melaporkan kondisi klien. Dari hasil penelitian di Rumah Sakit Detroit dibutuhkan waktu 38 menit/Klien (Gillies, 1989), sedangkan di RS Jhon Hopkin dibutuhkan 60 menit per klien (Gillies 1994), menurut Young (Gillies, 1989) adalah 60 menit/klien. c. Pendidikan kesehatan

Meliputi: aktifitas, pengobatan serta tindak lanjut pengobatan. Menurut Meyer dalam Gillies (1994) waktu yang dibutuhkan adalah 15 menit per hari per klien. 2.4.5.2.Metode Ilyas

(26)

2.4.6. Metode Douglas

Douglas (1994) membagi tingkat ketergantungan pasien menjadi 3 (tiga) jenis, yaitu :

a) Minimal Care/Perawatan Minimal : memerlukan waktu perawatan 1-2 jam. b) Partial Care/Perawatan Partial : memerlukan waktu perawatan 3-4 jam. c) Total care/Perawatan Total : memerlukan waktu perawatan 5-7 jam.

Tabel 2.3. Panduan Hitungan Metode Douglas

Waktu

Sedangkan klasifikasi derajat ketergantungan pasien terhadap keperawatan berdasarkan kriteria sebagai berikut :

1. Perawatan minimal memerlukan waktu 1-2 jam/24 jam, dengan kriteria : a. Kebersihan diri, mandi, ganti pakaian dilakukan sendiri

b. Makan, minum dilakukan sendiri c. Ambulasi dengan pengawasan

d. Observasi tanda-tanda vital dilakukan tiap shiff e. Pengobatan minimal, status psikologis stabil f. Persiapan pengobatan memerlukan prosedur

(27)

b. Observasi tanda-tanda vital tiap 4 jam

c. Ambulasi dibantu, pengobatan lebih dari sekali d. Folley catheter, intake output di catat

e. Klien dengan pemasangan infu, persiapan pengobatan memerlukan prosedur 3. Perawatan maksimal atau total memerlukan waktu 5-6 jam/24 jam dengan

kriteria;

a. Segalanya diberikan/dibantu

b. Posisi diatur, observasi tanda-tanda vital tiap 2 jam c. Makan memerlukan NGT, menggunakan terapi intra vena d. Pemakaian suction

e. Gelisah/disorientasi

Beban kerja bisa dibagi menjadi 2 (dua) bagian, yaitu:

1) Produktif yaitu waktu yang digunakan perawat melakukan tugas, peran dan fungsinya. Kegiatan keperawatan langsung terhadap pemenuhan kebutuhan pasien sesuai pemanfaatan waktu kerja lebih dari 80%. Bila lebih dari 80%, maka tandanya beban kerja sudah berlebihan sehingga harus ditambah perawat baru (Ilyas, 2004).

2) Non produktif yaitu sisanya dari kegiatan yang dgunakan perawat untuk kegiatan pribadi seperti : istirahat, makan, sholat bahkan sebahagian pulang kerja.

(28)

malam.Menurut Kurniadi (2013), menghitung jumlah tenaga keperawatan berdasarkan beban kerja rill yaitu akumulasi jumlah tindakan keperawatan semua pasien yang harus diberikan asuhan keperawatan dalam jangka waktu 1 (satu) tahun yang dirata- ratakan.

2.5. Perencanaan Tenaga Keperawatan

Perencanaan tenaga merupakan salah satu fungsi utama seorang pemimpin organisasi, termasuk organisasi keperawatan. Keberhasilan suatu organisasi salah satunya ditentukan oleh kualitas sumber daya manusianya. Hal ini berhubungan dengan bagaimana seorang pemimpin merencanakan ketenagaan di unit kerjanya.

Langkah perencanaan tenaga keperawatan menurut Druckter dan Gillies (1994) meliputi hal-hal sebagai berikut :

a. Mengidentifikasi bentuk dan beban pelayanan keperawatan yang akan diberikan. b. Menentukan kategori perawat yang akan ditugaskan untuk melaksanakan

pelayanan keperawatan.

c. Menentukan jumlah masing-masing kategori perawat yang dibutuhkan. d. Menerima dan menyaring untuk posisi yang ada.

e. Melakukan seleksi calon-calon yang ada.

f. Menentukan tenaga perawat sesuai dengan unit atau shift.

(29)

perencanaan tenaga keperawatan, maka pimpinan keperawatan harus mempunyai keyakinan tertentu dalam organisasinya, seperti :

a) Ratio antara perawat dan klien di dalam ruangan perawatan intensif adalah 1 : 1 atau 1 : 2.

b) Perbandingan perawat ahli dan terampil di ruang medical bedah, kebidanan, anak dan psikiatri adalah 2 : 1 atau 3 : 1.

c) Ratio antara perawat dan klien saat shift pagi atau sore adalah 1 : 5, untuk malam hari di ruang rawat dan lain-lain 1 : 10.

Jumlah tenaga terampil ditentukan oleh tingkat ketergantungan klien. Menurut Abdellah dan Levine (1965) dalam Gillies (1994), seharusnya dalam suatu unit ada 55% tenaga ahli dan 45% tenaga terampil. Dimasa depan, untuk meningkatkan produktifitas dan kualitas rumah sakit, proporsi tenaga profesional sebaiknya lebih besar dari tenaga non professional dengan komposisi perbandingan berkisar 65% : 35% (Ilyas, 2004)

2.5.1. Perkiraan Kebutuhan Tenaga

(30)

Metode Douglas

Kategori keperawatan klien (Douglas, 1984):

a. Perawatan mandiri (self care), yaitu klien memerlukan bantuan minimal dalam melakukan tindakan keperawatan dan pengobatan. Klien melakukan aktifitas perawatan diri secara mandiri.

b. Perawatan sebagian (partial care), yaitu klien memerlukan bantuan sebagian dalam tindakan keperawatan dan pengobatan tertentu, misalnya pemberian obat intravena, mengatur posisi, dan lain sebagainya.

c. Perawatan total (total care), yaitu klien memerlukan bantuan secara penuh dalam perawatan diri dan memerlukan observasi secara ketat.

d. Perawatan intensif (intensive care), yaitu memerlukan observasi dan tindakan keperawatan yang terus-menerus.

Cara menentukan jumlah tenaga yang dibutuhkan untuk setiap unit sebagai berikut :

a. Ratio perawat-klien disesuaikan dengan standar perkiraan jumlah klien sesuai data sensus.

(31)

c. System approach staffing atau pendekatan system ketenagaan dapat menentukan jumlah optimal yang sesuai dengan kategori perawat untuk setiap unit serta mempertimbangkan komponen input-proses-output-umpan balik.

Jumlah tenaga keperawatan di suatu ruang rawat inap dapat ditetapkan berdasarkan derajat ketergantungan pasien sesuai dengan Metode Douglas (1992) menurut Kurniadi, 2013 yaitu dengan memasukkan rumus hitungan Douglas, kemudian menghitung:

a. Komposisi perawat dinas pagi: sore; malam (47% : 36% : 17%) b. Kebutuhan tenaga perawat satu ruangan (Sitorus, 2006)

(Hasil hitungan + 20% x jumlah hitungan) + 1 karu + 2 Katim c. Komposisi tenaga ahli dan tidak ahli (55% : 45%)

Metode Gillies

Perkiraan kebutuhan jumlah tenaga dapat dihitung berdasarkan waktu perawatan langsung dan dihitung berdasarkan tingkat ketergantungan klien. Rata-rata waktu yang dibutuhkan untuk perawatan langsung (direct care) adalah berkisar 4 -5 jam/klien/hari. Menurut Minetti dan Hurchinsun (1975) dalam Gillies (1994), berikut: a. Perawatan mandiri (self care) adalah ½ x 4 jam = 2 jam

b. Perawatan sebahagian (partial care) adalah ¾ x 4 jam = 3 jam c. Perawatan total (total care) adalah 1-1½ x 4 jam = 4-6 jam d. Perawatan intensif (intensive care) adalah 2 x 4 jam = 8 jam

(32)

(1994), menyatakan bahwa rata-rata waktu yang dibutuhkan untuk perawatan tidak langsung adalah 36 menit/klien/hari. Dipihak lain, menurut Wolfe dan Young (1965) dalam Gillies (1994) menyatakan sebesar 60 menit/ klien/hari.

Formula Standar Minimum (Kemenpan, 2004)

Formula ini adalah perhitungan bagi jabatan fungsional tertentu atau jabatan lain yang standar minimalnya telah ditetapkan oleh instansi pembinanya yaitu Depkes. Jabatan yang telah ditetapkan standar kebutuhan minimalnya adalah jabatan yang berada dalam kelompok tenaga kesehatan dan tenaga pendidikan (Kep.Men.PAN No.75 Tahun 2004). Penetapan perhitungan standar kebutuhan minimal tenaga rumah sakit umum (RSU) dapat dilihat dalam tabel berikut :

Tabel 2.4. Standar Kebutuhan Tenaga Rumah Sakit Umum (dalam Jumlah Orang)

2.6. Metode ABK Kemenkes, 2013

(33)

kesehatan berdasarkan pada beban pekerjaan nyata yang dilaksanakan oleh tiap kategori SDM kesehatan pada tiap unit kerja di fasilitas pelayanan kesehatan. Kelebihan metode ini mudah dioperasikan, mudah digunakan, secara tehnis mudah diterapkan, komprehensif dan realistis.

Adapun langkah perhitungan kebutuhan SDM perawat berdasarkan WISN ini meliputi 5 (lima) langkah, yaitu:

1. Menetapkan waktu kerja tersedia

2. Menetapkan unit kerja dan kategori SDM 3. Menyusun standar beban kerja

4. Menyusun standar kelonggaran

5. Perhitungan kebutuhan tenaga per unit kerja.

Sebagai contoh dibawah ini disajikan penggunaan metode WISN di sarana pelayanan kesehatan di rumah sakit.

1) Langkah Pertama : Menetapkan Waktu Kerja Tersedia

Tujuannya adalah diperolehnya waktu kerja tersedia masing-masing kategori SDM yang bekerja di rumah sakit selama kurun waktu satu tahun. Data yang dibutuhkan adalah sebagai berikut :

1. Hari kerja, sesuai ketentuan yang berlaku di rumah sakit atau peraturan daerah setempat, pada umumnya dalam satu minggu 5 (lima) hari kerja. Dalam satu tahun 250 hari kerja (5 hari x 50 minggu) (A)

(34)

3. Pendidikan dan pelatihan, sesai ketentuan yang berlaku di Rumah Sakit untuk mempertahankan dan meningkatkan kompetensi/profesionalisme setiap kategori SDM memiliki hak mengikuti pelatihan/kursus/seminar/lokakarya dalam 6 hari kerja. (C)

4. Hari Libur Nasional, berdasarkan keputusan bersama menteri terkait tentang Hari Libur Nasional dan Cuti Bersama, tahun 2002 – 2003 ditetapkan 15 hari kerja dan 4 hari kerja untuk cuti bersama. (D)

5. Ketidakhadiran kerja, sesuai data rata – rata ketidakhadiran kerja (selama 1 tahun) karena alasan sakit, tidak masuk dengan atau tanpa pemberitahuan/ ijin. (E)

6. Waktu kerja, sesuai ketentuan yang berlaku di rumahsakit atau peraturan daerah, pada umumnya waktu kerja dalam 1 hari adalah 8 jam (5 hari kerja dalam seminggu). (F)

berdasarkan data tersebut, dilakukan perhitungan untuk menetapkan waktu tersedia dengan rumus berikut :

Keterangan : A : Hari kerja B : Cuti tahunan

C : Pendidikan dan Pelatihan D : Hari Libur Nasional

(35)

E : Ketidakhadiran Kerja F : Waktu kerja

Tabel 2.5. Waktu Kerja Tersedia

Kode Faktor Kategori SDM Keterangan

Perawat Dokter Sp.x

A Hari Kerja 260 260 Hari / Tahun

B Cuti Tahunan 12 12 Hari / Tahun

C Pendidikan dan Pelatihan 5 10 Hari / Tahun

D Hari Libur Nasional 19 19 Hari / Tahun

E Ketidakhadiran Kerja 10 12 Hari / Tahun

F Waktu Kerja 8 8 Jam/ Hari

Waktu Kerja Tersedia 1,712 1,656 Jam/ Tahun Hari Kerja Tersedia 214 207 Hari Kerja/

Tahun

Uraian perhitungannya adalah sebagai berikut : 1. Hari kerja Tersedia untuk perawat adalah :

= {260 – (12 + 5 + 19 + 10)} = 214 hari kerja/ tahun

2. Waktu Kerja tersedia untuk perawat : = (214 hari/ tahun) x 8 (jam/hari) = 1,712 jam kerja/ tahun

2) Langkah Kedua : Menetapkan Unit Kerja dan Kategori SDM

(36)

Analisa Organisasi

Fungsi utama rumah sakit adalah menyelenggarakan pelayanan kesehatan yang mengutamakan pelayanan kesehatan perorangan meliputi pelayanan kesehatan kuratif, rehabilitative secara serasi dan terpadu dengan pelayanan preventif dan promotif. Berdasarkan fungsi utama tersebut, unit kerja RS dapat dikelompokkan menjadi dua unit, yaitu :

a. Unit Kerja Fungsional langsung, misalnya : Instalasi Rawat Inap, Rawat Jalan, IGD dan lain – lain.

b. Unit Kerja Fungsional Penunjang, misalnya : Instalasi Tata Usaha Rawat Jalan/ Inap, Instalasi Pemeliharaan Sarana RS.

Apabila ditemukan unit atau sub unit kerja fungsional yang belum diatur atau ditetapkan oleh Direktur, Depkes, Pemda (Pemilik RS), perlu ditelaah sebelum disepakati keberadaannya. Selanjutnya apakah fungsi, kegiatan-kegiatannya dapat di gabung atau menjadi unit kerja yang telah ada. Langkah selanjutnya adalah menetapkan kategori SDM sesuai kompetensi atau pendidikan untuk menjamin mutu, efisiensi dan akuntabilitas pelaksanaan kegiatan/pelayanan ditiap unit kerja.

Data kepegawaian, standar profesi, standar pelayanan, fakta dan pengalaman yang dimiliki oleh penanggung jawab unit kerja adalah sangat membantu proses penetapan kategori SDM di tiap unit kerja di RS.

(37)

menetapkan kategori SDM sesuai kompetensi yang dipersyaratkan dalam melaksanakan suatu pekerjaan/kegiatan di tiap unit kerja RS.

Tabel 2.6. Unit Kerja dan Kategori SDM

No Unit Kerja Sub Unit Kerja Kategori SDM A Instalasi Rawat Inap Rawat Inap Bedah Perawat B Instalasi Rawat Jalan Poli Penyakit Dalam Perawat 3) Langkah Ketiga : Menyusun StandarBeban Kerja

Standart beban kerja adalah volume/kuantitas beban kerja selama 1 tahun perkategori SDM. Standar beban kerja untuk suatu kegiatan pokok disusun berdasarkan waktu yang dibutuhkan untuk menyelesaikannya (rata-rata waktu) dan waktu yang tersedia pertahun yang dimiliki oleh masing-masing kategori tenaga.

Pelayanan kesehatan di rumah sakit bersifat individual, spesifik dan unik sesuai karakteristik pasien (umur, jenis kelamin), jenis dan berat ringannya penyakit, ada tidaknya komplikasi. Disamping itu harus mengacu pada standar pelayanan dan standar operasional prosedur (SOP) serta penggunaan teknologi kedokteran dan prasarana yang tersedia secara tepat guna. Oleh karena itu pelayanan RS membutuhkan SDM yang memiliki bebagai jenis kompetensi, jumlah dan distribusi tiap unit kerja sesuai beban kerja.

Data dan informasi yang dibutuhkan untuk menetapkan beban kerja masing-masing kategori SDM utamanya adalah sebagai berikut :

(38)

2. Standar profesi, standar pelayanan yang berlaku di RS

3. Rata-rata waktu yang dibutuhkan oleh tiap kategori SDM untuk melaksanakan / menyelesaikan berbagai pelayanan RS

4. Data dan informasi kegiatan pelayanan pada tiap unit kerja RS

Beban kerja masing–masing kategori SDM di tiap unit kerja RS, meliputi : 1. Kegiatan pokok yang dilaksanakan oleh masing – masing kategori SDM

2. Rata – rata waktu yang dibutuhkan untuk menyelesaikan tiap kegiatan pokok 3. Standar beban kerja per 1 tahun masing –masing kategori SDM

Kegiatan Pokok

Kegiatan pokok adalah kumpulan berbagai jenis kegiatan sesuai standar pelayanan dan standar operasional prosedur (SOP) untuk menghasilkan pelayanan kesehatan/medik yang dilaksanakan oleh SDM kesehatan dengan kompetensi tertentu.

Langkah selanjutnya untuk memudahkan dalam menetapkan beban kerja masing-masing kategori SDM, perlu disusun kegiatan pokok serta jenis kegiatan pelayanan, yang berkaitan langsung/tidak langsung dengan pelayanan kesehatan perorangan.

Rata – Rata Waktu

(39)

standar pelayanan, standar operasional prosedur ( SOP), sarana dan prasarana medik yang tersedia serta kompetensi SDM.

Rata-rata waktu ditetapkan berdasarkan pengamatan dan pengalaman selama bekerja dan kesepakatan bersama. Agar diperoleh data, rata-rata waktu yang cukup akurat dapat dijadikan acuan, sebaiknya ditetapkan berdasarkan waktu yang dibutuhkan untuk menyelesaikan tiap kegiatan pokok oleh SDM yang memiliki kompetensi, kegiatan pelaksanaan standar pelayanan, standar operasional prosedur (SOP) dan memiliki etos kerja yang baik. Secara bertahap RS dapat melakukan studi secara intensif untuk menyusun standar waktu yang dibutuhkan menyelesaikan tiap kegiatan oleh masing-masing kategori SDM.

Standar Beban kerja

Standar beban kerja adalah volume/kuantitas beban kerja selama 1 (satu) tahun per kategori SDM. Standar beban kerja untuk suatu kegiatan pokok disusun berdasarkan waktu yang dibutuhkan untuk menyelesaikannya (waktu rata-rata) dan waktu kerja tersedia yang dimiliki oleh masing-masing kategori SDM.

Rumus perhitungan standar beban kerja :

�����������������= ������������������

���� − ������������������ − �������������

4) Langkah Keempat : Penyusunan Standar Kelonggaran

(40)

menyelesaikan suatu kegiatan yang tidak terkait langsung atau dipengaruhi tinggi rendahnya kualitas atau jumlah kegiatan pokok/pelayanan.

Penyusunan faktor kelonggaran dapat dilaksanakan melalui pengamatan dan wawancara kepada tiap kategori tentang :

1. Kegiatan-kegiatan yang tidak terkait langsung dengan pelayanan pada pasien, misalnya ; rapat, penyusunan laporan kegiatan, penyusunan kebutuhan obat/ bahan habis pakai.

2. Frekwensi kegiatan dalam suatu hari, minggu, bulan 3. Waktu yang dibutuhkan untuk menyelesaikan kegiatan

Selama pengumpulan data kegiatan penyusunan standar beban kerja, sebaiknya mulai dilakukan pencatatan tersendiri apabila ditemukan kegiatan yang tidak dapat dikelompokkan atau sulit dihitung beban kerjanya karena tidak atau kurang berkaitan dengan pelayanan pada pasien untuk selanjutnya digunakan sebagai sumber data penyusunan faktor kelonggaran tiap kategori SDM.

Setelah faktor kelonggaran tiap kategori SDM diperoleh, langkah selanjutnya adalah penyusunan Standar Kelonggaran dengan melakukan perhitungan berdasarkan rumus di bawah ini:

S�����������������= ���� − ������������ − ����������������� ������������������

5) Langkah Kelima : Perhitungan Kebutuhan SDM Per Unit Kerja

(41)

tahun.Sumber data yang dibutuhkan untuk perhitungan kebutuhan SDM per unit kerja meliputi :

1. Data yang diperoleh dari langkah – langkah sebelumnya yaitu : a. Waktu kerja tersedia

b. Standar beban kerja

c. Standar kelonggaran masing-masing kategori SDM

2. Kuantitas kegiatan pokok tiap unit kerja selama kurun waktu satu tahunan. Kuantitas Kegiatan Pokok

Kuantitas kegiatan pokok disusun berdasarkan berbagai data kegiatan pelayanan yang telah dilaksanakan di tiap unit kerja RS selama kurun waktu satu tahun.Untuk penyusunan kuantitas kegiatan pelayanan instalasi rawat inap dibutuhkan data dasar sebagai berikut :

1. Jumlah tempat tidur

2. Jumlah pasien masuk/keluar dalam 1 (satu) tahun 3. Rata-rata sensus harian

4. Rata- rata lama pasien dirawat (LOS)

Berdasarkan data dasar tersebut dapat dihitung kuantitas kegiatan pokok di tiap Instalasi Rawat Inap dengan memperhatikan kebijakan operasional yang berkaitan dengan kategori SDM dan tanggung jawabnya dalam pemeriksaan pasien, tindakan medik rawat jalan, visite dan tindakan pada pasien rawat inap, misalnya : 1. Visite yang dilakukan Dokter Spesialis bagi seluruh pasien atau hanya pasien

(42)

2. Tindakan kecil (sederhana, rendah resiko) dilakukan oleh Dokter Spesialis atau Dokter Umum dengan tambahan kompetensi dan kewenangan tertentu.

Kuantitas kegiatan pokok sebagaimana diuraikan pada tabel ini merupakan contoh untuk perhitungan beban kerja Instalasi rawat Inap yang diperoleh dengan cara ekstrapolasi.

Tabel 2.7. Kuantitas Kegiatan Pokok Instalasi Rawat Inap

Kode Data Rawat Inap Instalasi Rawat Inap

Penyakit Dalam Bedah

A Jumlah TT 150 100

B Pasien masuk rawat inap per tahun 6,388 4,260

C Rata – rata pasien per hari (sensus harian) 105 70

D Rata-rata lama hari rawat/LOS-(Cx365)/B 6 6,00

E Hari rawat per tahun –- (DxB) 38,325 25,550

F Rata-rata TT terpakai (BOR)- E/(Ax365) 70% 70%

G Pasien baru per tahun –-- (B) 6,388 4,260

H Pasien lama per tahun---(E-B) 31,937 21,290

Kebutuhan SDM

Data kegiatan instalasi rawat Jalan dan rawat inap yang telah diperoleh (Tabel dan Standar Beban Kerja dan Standar Kelonggaran merupakan sumber data untuk perhitungan kebutuhan SDM di setiap tindakan dan unit kerja dengan menggunakan rumus sebagai berikut :

������������=����������������������

(43)

2.7. Kerangka Teoritis

Penelitian ini dilakukan untuk menganalisis beban kerja keperawatan untuk memperkirakan kebutuhan tenaga perawat di bagian rawat inap umum RSUP. H. Adam Malik Medan. Oleh karena itu, penelitian ini memerlukan pengembangan teori: a. Rumah Sakit

Mendefinisikan arti rumah sakit, jenis-jenis rumah sakit, dan bagian-bagian rumah sakit.

b. Rawat Inap Umum

Rawat inap umum merupakan salah satu bagian rumah sakit yang menjadi objek penelitian ini. Pelayanan rawat inap adalah suatu bentuk perawatan, dimana pasien dirawat dan tinggal dirumah sakit untuk jangka waktu tertentu.

c. Beban Kerja Keperawatan

Beban kerja keperawatan adalah banyaknya jenis pekerjaan yang harus diselesaikan oleh tenaga keperawatan dalam satu tahun dalam satu sarana pelayanan kesehatan (Kepmenkes No.81 Tahun 2004). Perhitungan beban kerja dilakukan dengan membagikan kuesioner kepada tenaga keperawatan bagian rawat inap umum RSUP. H. Adam Malik Medan. Beban kerja dibagi menjadi 2 (dua) bagian yaitu : beban kerja keperawatan dan non keperawatan. Kemudian, beban kerja dianalisis untuk menentukan tenaga keperawatan.

2. Tenaga Perawat

(44)

berlaku. Penelitian ini memperkirakan kebutuhan tenaga keperawatan berdasarkan beban kerja. Selain itu, juga diukur seberapa besar pengaruh beban kerja terhadap kebutuhan tenaga keperawatan.

2.8. Kerangka Konsep

Gambar 2.2. Kerangka Konsep Penelitian

KebutuhanTenaga Perawat dengan Metode Perkiraan :

- Metode Douglas

- Metode Gillies Beban Kerja Perawat, melalui :

- Wawancara - Observasi

- Metode (ABK)

Gambar

Tabel 2.1. Standar Pelayanan Minimal menurut Departemen Kesehatan
Tabel 2.2. Indikator Rawat Inap Menurut Departemen Kesehatan
Gambar 2.1. Struktur Organisasi Metode Penugasan Tim
Tabel 2.3. Panduan Hitungan Metode Douglas
+5

Referensi

Dokumen terkait

Promotion yang dilakukan oleh ketiga agroindustri beras siger masih sederhana, (2) Rantai pemasaran pada ketiga agroindustri terdiri dari dua rantai pemasaran yaitu secara

Seorang anak yang berdiri diam meniup peluit pada frekuensi 490 Hz kea rah mobil yang sedang bergerak mendekati anak tersebut seperti pada gambar.. Pelayangan yang terdengar

Hubungan antara "pelayanan dengan usia", pada umur produktif (17 – 35 tahun) terlihat cenderung memilih angkuran umum kereta api karena tingkat

Puncak keemasan Nanggroe Aceh Darussalam tersebut tidak dapat dilepaskan dari pemberlakuan Syariat Islam secara k É ffah sebagai pedoman hidup rakyat Nanggroe

Aplikasi ini juga pada proses peminjaman yang di ajukan anggota akan mengintegrasi pembayaran angsuran atas pinjaman yang di ajukan serta proses transaksi

PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH..

Bersama ini kami sampaikan dengan hormat bahwa setelah dilakukan evaluasi dokumen penawaran sesuai ketentuan yang berlaku, Perusahaan Saudara ditetapkan sebagai pemenang seleksi

Aplikasi Perhitungan Tarif Parkir dengan menggunakan aplikasi komputer memiliki manfaat yang besar seperti memudahkan dalam pengelolaan data parkir, mencetak karcis masuk dan