BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Kontribusi
Kontribusi berasal dari bahasa inggris yaitu contribute, contribution,
maknanya adalah keikutsertaan, keterlibatan, melibatkan diri ataupun sumbangan.
Berarti dalam hal ini kontribusi dapat berupa materi maupun tindakan. Hal yang
bersifat materi misalnya seorang individu memberikan pinjaman terhadap pihak
lain demi kebaikan bersama. Dengan berkontribusi berarti individu tersebut telah
terintegrasi dengan komunitas dan lingkungannya. Dengan cara berkontribusi
berarti individu tersebut juga berusaha meningkatkan efisiensi dan efektivitas
hidupnya. Hal ini dilakukan dengan cara menajamkan posisi dan perannya,
sesuatu yang kemudian menjadi bidang spesialis. Dalam hal ini kontribusi dapat
diartikan seorang anak memposisikan dirinya dalam peran keluarga dalam
membantu dalam aspek sosial maupun aspek ekonomi.
2.2 Anak
2.2.1 Pengertian Anak
Anak merupakan individu yang berada dalam suatu rentang perubahan
perkembangan yang dimulai dari bayi hingga remaja. Masa anak merupakan masa
pertumbuhan dan perkembangan yang dimulai dari bayi (0-1 tahun) usia
bermain/oddler (1-2,5 tahun), pra sekolah (2,5-5 tahun), usia sekolah (5-11 tahun)
hingga remaja (11-18 tahun). Rentang ini berada antara satu dengan yang ain
Menurut The Minimum Age Convention nomor 138 (1973), pengertian tentang anak adalah seseorang yang berusia 15 tahun ke bawah. Berdasarkan pasal
1 ayat 1 Undang-Undang Nomor 23 tahun 2002 tentang perlindungan anak
dijelaskan bahwa anak adalah seseorang yang belum berusia 18 tahun, termasuk
anak yang masih didalam kandungan ibu.
Rentang usia anak secara keseluruhan dapat dilihat bahwa usia anak
terletak pada skala 0 sampai dengan 21 tahun. Penjelasan mengenai batas usia 21
tahun ditetapkan berdasarkan pertimbangan kematangan sosial, kematangan
pribadi, dan kematangan mental seseorang yang umumnya dicapai setelah
seseorang melampaui usia 21 tahun (Huraerah, 2012:19).
Batas umur seseorang masih dalam kategori anak, berdasarkan beberapa
peraturan yang ada di indonesia yang cukup beragam, yang antara lain adalah
sebagai berikut :
1. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 1974 tentang
Perkawinan menyebutkan : “Anak yang belum berusia 18 tahun atau
belum melakukan perkawinan dibawah kekuasaan orangtuanya”
2. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 1997 Pasal 1
Ayat 1 tentang Pengadilan Anak menyebutkan : “Anak adalah orang
yang dalam perkara anak nakal telah mencapai umur 8 tahun tetapi
belum mencapai umur 18 tahun dan belum pernah kawin”.
3. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 39 tahun 1999 Pasal 1
Ayat 5 tentang Hak Asasi Manusia menyebutkan : “Anak adalah
anak yang masih dalam kandungan apabila hal tersebut adalah demi
kepentingan”.
4. Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2001
tentang komite Aksi Nasional Penghapusan Bentuk-bentuk Pekerjaan
terburuk untuk Anak yaitu pada pasal 1 disebutkan bahwa anak adalah
semua yang berusia dibawah 18 tahun.
Dari defenisi diatas dapat disimpulkan bahwa Anak adalah seseorang yang
belum berusia 18 tahun dan belum menikah.
2.2.2. Pengertian Anak Logam
Anak logam merupakan sebutan untuk para pemburu uang koin di
Pelabuhan Ajibata. Istilah itu muncul karena aktivitas mereka dan selalu
berteriak-teriak minta uang logam, dan karena kesigapan mereka yang selalu
mampu mengejar uang logam yang dilemparkan ke Danau Toba. Pemandangan
seperti itu sudah tidak asing lagi bagi para pengguna kapal di Pelabuhan Ajibata,
keterampilan mereka mengejar koin menjadi daya tarik tersendiri bagi wisatawan.
Hasil yang mereka dapatkan bergantung dari banyak sedikitnya jumlah
penumpang yang melemparkan koin. Selain itu, mereka juga harus bersaing
dengan sesama anak logam yang lain.
Keberadaan anak logam bisa dilihat sebelum kapal bertolak meninggalkan
dermaga, biasanya ketika kapal sudah selesai memuat barang dan penumpang.
Rentang usia mereka beragam, mulai anak SD sampai dengan SMP. Kebanyakan
sekolah. Mereka melakukan hal seperti ini karena faktor ekonomi atau kesulitan
ekonomi, faktor lingkungan sosial anak dan ajakan dari teman. Hal ini yang
menjadikan alasan mereka memilih mengais rezeki sebagai bocah pemburu koin.
Dengan keahliannya menyelam, mereka mengumpulkan uang recehan dan
hasilnya untuk membantu perekononomian keluarga.
Para pencari koin itu melakukan aktivitasnya sesuai dengan jadwal
pertama penyebrangan kapal di Pelabuhan Ajibata yaitu berkisar jam 14.00 WIB.
Menjelang matahari terbenam, mereka baru kembali pulang kerumah. Keberadaan
pemburu koin ini tidak selamanya diterima, mereka kerap diusir oleh petugas
keamanan saat berada di kapal karena melompat dan menyelam di sekitar kapal
yang bersandar dianggap sangat berbahaya. Namun meski bahaya mengancam
setiap saat, berbekal niat mencari uang, mereka terus menjalankan aksinya.
Anak logam dikategorikan sebagai anak bekerja bukan sebagai Pekerja
anak karena Anak logam tidak memiliki jam kerja yang pasti (bebas), mereka
tidak memiliki penghasilan tetap setiap kali mereka bekerja dan anak logam tidak
memiliki bos di lapangan sedangkan menurut Bagong Suyanto (2003:6–7),
pengertian pekerja anak adalah anak-anak yang melakukan pekerjaan secara rutin
untuk orang tua, orang lain dan diri sendiri yang membutuhkan sejumlah besar
2.2.3. Anak yang Bekerja
Berkaitan denga anak yang bekerja, pada Pasal 32 KHA menegaskan
bahwa anak harus dilindungi dari eksploitasi ekonomi dan dari pelaksanaan setiap
pekerjaan yang mungkin berbahaya atau menggangu pendidikan anak atau
merugikan kesehatan atau perkembangan fisik, mental, spritual, moral dan sosial
anak. Indonesia merupakan salah satu negara yang telah meratifikasi KHA
berdasarkan Keputusan Presiden Nomor. 36 tahun 1990 dan dengan demikian
Pemerintah Indonesia bertanggungjawab untuk melindungi hak-hak anak terutama
pekerja anak sebagaimana tercantum didalam KHA tersebut.
(Edy Ikhsan dkk,2000:1).
Berkaitan dengan konsep anak bekerja, indikator Kesejahteraan Rakyat
memberitahukan batasan bahwa yang termasuk pekerja anak adalah penduduk
yang berusia 10-14 tahun yang melakukan kegiatan untuk memperoleh
pendapatan atau penghasilan minimal 1 jam dalam seminggu. Kendati demikian,
Badan Pusat Statistik tahun 1993 meletakkan kategori anak yang berstatus sebagai
pekerja anak tak dibayar, misalnya membantu orangtua menjaga warung. Melihat
kondisi ini, Badan Indikator Kesejahteraan Rakyat 1996 menjelaskan bahwa
pekerja anak tidak selalu identik dengan buruh anak (child labour). Buruh anak diidentifikasikan sebagai anak yang bekerja dalam situasi yang biasanya
mengandung unsur lingkungan kerja yang membahayakan dan unsur eksploitatif.
Konsepsi tersebut tidak mengabaikan bahwa pekerja anak kadangkala juga berada
pada lingkungan kerja yang membahayakan dan batasan antara pekerja anak
Soetarso menegaskan bahwa tidak dikategorikan sebagai anak bekerja
adalah anak yang dibimbing oleh orangtua atau sanak keluarganya atau atas
kesadarannya sendiri membantu pekerjaan orangtua atau orang lain yang tidak
diarahkan untuk mencari atau membantu mencari nafkah tetapi untuk
menanamkan atau memperoleh pengetahuan, keterampilan, dan atau sikap
kewirausahaan sejah dini, anak tersebut masih sekolah dan kegiatan tersebut tidak
menggangu proses belajar disekolahnya (Huraerah, 2006). Masyarakat biasanya
mendefinisikan anak bekerja sebagai upaya membantu orangtua. Anak yang tidak
melakukannya sementara orangtua mengharapkannya demikian disebut tidak
mengerti keadaan orangtua dan anak yang bekerja tanpa disuruh dan diharapkan
untuk bekerja disebut mengerti kesulitan orangtua (Ikhsan, 2000).
Menurut Warsini, Anak yang bekerja adalah anak yang melakukan
pekerjaan karena membantu orangtua, latihan keterampilan dan belajar
bertanggung jawab, misalnya membantu mengerjakan tugas-tugas rumah,
membantu pekerjaan orangtua diladang da lain-lain. Anak melakukan pekerjaan
yang ringan dapat dikategorikan sebagai proses sosialisasi dan perkembangan
anak menuju dunia kerja. Indikator anak membantu melakukan pekerjaan ringan
adalah :
1. Anak membantu orangtua untuk melakukan pekerjaan ringan.
2. Ada unsur pendidikan/pelatihan.
3. Anak tetap sekolah.
4. Dilakukan pada saat senggang dengan waktu yang relatif pendek.
Lebih lanjut, menurut kelompok usia tersebut dikelompokkan menjadi tiga
yaitu : 5-12 tahun, 13-15 tahun dan 16-17 tahun. Penentuan batas terendah, usia 5
tahun, dipilih batas terendah, usia 5 tahun, dipilih berdasarkan kenyataan bahwa di
Indonesia masih sangat jarang (jika ada) bagi anak-anak untuk terlibat dalam
ketenagakerjaan, walaupun sangat mungkin terjadi bagi anak-anak untuk berada
didalam pekerjaan, setidaknya sebagai pekerja keluarga yang tidak dibayar. Pada
kelompok termuda 5-12 tahun, bekerja sebenarnya tidak diperbolehkan, bahkan
untuk pekerjaan ringan. Pada kelompok usia berikutnya 13-15 tahun, pekerjaan
ringan dapat ditoleransi oleh undang-undang sedangkan pada kelompok usia
tertua 16-17 tahun, bekerja secara umum diperbolehkan secara hukum namun,
mereka dilindungi oleh undang-undang dari bentuk pekerjaan terburuk bahaya
(Irwanti Melati.Perbedaan Pekerja Anak dan Anak yang Bekerja, 2012).
Dampak anak bekerja juga dapat berpengaruh pada anak baik dari psikis
maupun menurunnya proses pendidikannya. Pada KHA, yang telah diratifikasi
oleh Pemerintah Indonesia disebutkan dan diakui bahwa anak-anak pada
hakikatnya berhak mendapat pendidikan yang layak. Faktanya akibat tekanan
kemiskinan, kurangnya animo orangtua terhadap arti penting pendidikan, dan
sejumlah faktor lainnya, maka secara sukarela maupun terpaksa anak menjadi
salahsatu sumber pendapatan keluarga yang penting.
Menurut pandangan ILO, jika anak dibiarkan untuk bekerja, dimasa
depannya akan menuai masalah yang luas dan kompleks, bukan hanya pada anak
sendiri tetapi juga kerugian jangka panjang yang harus ditanggung masyarakat,
1. Penyangkalan hak-hak dasar anak, misalnya hak untuk mendapatkan
pendidikan, hak untuk bermain dan hak untuk mendapatkan perlakuan
baik.
2. Tubuh anak masih terus berkembang dan belum terbentuk sepenuhnya.
pekerjaan tertentu dapat mencelakakan dan mengakibatkan kesehatan
yang buruk atau dapat mencelakakan dan mengakibatkan tumbuh
kembang anak terganggu.
3. Anak-anak lebih mudah terkontaminasi senyawa kimia dan radiasi
berbahaya dibanding dengan orang dewasa.
4. Daya tahan tubuh anak rentan terhadap penyakit.
5. Anak-anak sering kali mengerjakan pekerjaan yang terdapat eksploitasi,
berbahaya, merendahkan harga diri dan terisolasi. Mereka seringkali
mendapatkan perlakuan yang kasar, sewenang-wenang dan diabaikan
oleh majikannya.
6. Anak-anak didorong memasuki dunia orang dewasa sebelum waktunya.
Mereka tidak mempunyai waktu untuk mengikuti aktivitas-aktivitas
yang penting untuk pertumbuhan mereka, misalnya : bermain,
bersekolah, bergaul dengan teman sebaya.
Kerugian jangka panjang :
1. Anak-anak tanpa pendidikan tidak memiliki kesempatan mengubah
nasibnya dari kemiskinan. Kemiskinan merupakan faktor pendorong
menyebabkan mereka tetap miskin dan kesejahteraan masyarakat
dipertaruhkan.
2. Anak-anak yang mulai bekerja pada usia dini akan mengalami
kesehatan fisik yang rapuh, ketakutan, dan matang sebelum waktunya
di masa yang akan datang.
Konvensi ILO No. 138 tahun 1973 tentang Usia Minimum diperbolehkan
untuk Bekerja, tetapi menjadi standart internasional yang fundamental tentang
pekerja anak ataupun anak yang bekerja dimana negara-negara yang telah
meratifikasi konvensi ini diharuskan untuk menyusun kebijakan nasional yang
bertujuan untuk menghapus perburuhan anak ataupun pekerja anak secara efektif
dan untuk meningkatkan secara progresif umur minimum seseorang untuk bekerja
atau bekerja pada tingkat yang sesuai dengan pertumbuhan optimal dari fisik dan
mental anak-anak. Menetapkan umur minimum seseorang untuk bekerja
merupakan kewajiban pokok dari negara-negara yang telah meratifikasi Konvensi
ini dan telah menetapkan tiga kategori berikut :
1. Umur minimum tidak boleh kurang dari umur yang dibutuhkan untuk
menyelesaikan program wajib belajar, dan dalam hal apapun tidak
boleh kurang dari umur 15 tahun. Negara-negara yang fasilitas
perekonomian dan pendidikannya belum dikembangkan secara
memadai dapat menetapkan usia minimum 14 tahun untuk bekerja pada
tahap permulaan.
2. Umur minimum yang lebih tua yaitu 18 tahun ditetapkan untuk jenis
tersebut dilakukan kemungkinan besar dapat merugikan kesehatan,
keselamatan atau moral anak-anak”. Masing-masing negara diberi
kebebasan untuk menentukan batas usia ini, setelah berkonsultasi
dengan organisasi pengusaha dan pekerja. Rekomendasi ini
menyediakan panduan tentang kriteria yang harus diterapkan dalam
menentukan pekerjaan mana yang dikategorikan sebagai pekerjaan
yang berbahaya.
3. Umur minimum yang lebih rendah untuk pekerjaan ringan yaitu
pekerjaan yang kemungkinan besar tidak akan membahayakan
kesehatan atau pertumbuhan anak-anak atau mengganggu pendidikan
mereka, dapat ditetapkan pada umur 13 tahun. Negara-negara yang
pada awalnya menetapkan umur minimum 14 tahun, maka umur
minimum untuk pekerjaan ringan dapat ditetapkan pada umur 12 tahun.
Berdasarkan penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa umur minimum
seseorang untuk bekerja adalah Anak telah menyelesaikan Program belajar atau
tidak mengganggu pendidikan dan pekerjaan yang dilakukan tidak akan
membahayakan kesehatan atau pertumbuhan dari anak.
2.2.4. Faktor-faktor Penyebab Anak Bekerja
Anak bekerja merupakan masalah yang cukup kompleks yang dipengaruhi
oleh berbagai faktor seperti kemiskinan, tradisi, perubahan proses produksi,
kelangkaan pendidikan, dan tidak memadainya aturan yang melarang praktik anak
yang bekerja (Suyanto, 2003:126 ) . Namun demikian, berbagai penelitian
anak untuk bekerja. Anak bekerja pada dasarnya merupakan gejala kemiskinan
yang meluas dan ketidaksetaraan ditengah-tengah masyarakat, namun anak yang
bekerja juga merupakan faktor penyebab terjadinya kemiskinan. Kemiskinan yang
melekat pada golongan lapisan bawah pada sebagian terbesar masyarakat
Indonesia dijadikan sebuah alasan pembenaran untuk melibatkan anak dalam
berbagai bidang usaha . Karena tekanan kemiskinan, upaya yang dilakukan selain
mengikutsertakan istri dalam kegiatan publik (ekonomi), juga banyak
memanfaatkan tenaga kerja anak (Suyanto, 1995:3).
Anak-anak yang belum cukup umur didayagunakan tidak hanya membantu
melaksanakan pekerjaan rumah tangga, melainkan pekerjaan diluar rumah tangga
yang menghasilkan uang. Anak-anak acap kali bekerja pada bidang yang dapat
mengganggu pertumbuhan dan perkembangan sosial psikologis mereka karena
eksploitasi yang dilakukan orangtua yang lahir dari kemiskinan.
Keluarga sebagai unit terkecil dari masyarakat, maka orangtua mempunyai
tanggungjawab untuk dapat memenuhi kebutuhan-kebutuhan si anak baik dari
sudut agama, psikologis, dan kebutuhan-kebutuhan lainnya seperti makan,
minum, kesehatan, dan tempat tinggal anak. Sedangkan untuk kebutuhan akan
perkembangan intelektual melalui pendidikan, kebutuhan akan rasa kasih sayang,
dimengerti dan rasa aman melalui perawatan asuhan dan ucapan (Singgih D.
Gunarso, 1992).
Selain faktor kemiskinan, anak-anak juga dapat dipengaruhi lingkungan
sosial untuk ikut terlibat dalam dunia kerja. Anak merupakan pribadi sosial yang
memerlukan relasi dan komunikasi dengan orang lain untuk memanusiakan
dan mendapat tempat dalam kelompoknya. Lingkungan sosial inilah yang
memberikan fasilitas dan arena bermain pada anak untuk pelaksanaan realisasi
diri. Seorang anak yang berdiri sendiri, dan terpisah secara total dari masyarakat
serta pengaruh kulture orang dewasa, tidak mungkin dia menjadi anak yang
normal. Tanpa bantuan manusia lain dan lingkungan sosialnya anak tidak
mungkin mencapai taraf kemanusiaan yang normal (Kartono, 1995)
Selain itu Tjandra Ningsih mengemukakan bahwa keberadaan dari
anak-anak yang bekerja sangat berkaitan dengan beberapa hal, yaitu :
1. Adanya paksaan dari orang yang lebih dewasa
2. Adanya keinginan anak untuk mencari uang sendiri
3. Adanya asumsi dengan bekerja bisa digunakan sebagai sarana bermain
4. Pembenaran dari budaya bahwa sejak kecil anak harus bekerja.
2.2.5 Kesejahteraan Anak
Kesejahteraan anak adalah suatu tata kehidupan anak yang dapat
menjamin pertumbuhan dan perkembangan dengan wajar, baik secara rohani,
jasmani, maupun sosial. Hal ini diatur dalam Undang-undang Nomor 4 tahun
1979 tentang Kesejahteraan Anak yang ditujukan untuk melindungi hak-hak anak,
seperti yang tercantum didalam pasal 2 yaitu :
1. Anak berhak atas kesejahteraan, perawatan, asuhan dan bimbingan
berdasarkan kasih sayang baik di dalam keluarganya maupun dalam
asuhan khusus untuk tumbuh dan berkembang dengan wajar,
2. Anak berhak atas pelayanan untuk mengembangkan kemampuan dan
3. Anak berhak atas pemeliharaan dan perlindungan , baik semasa dalam
kandungan maupun sesudah kelahiran.
4. Anak berhak atas perlindungan terhadap lingkungan hidup yang dapat
membahayakan atau menghambat pertumbuhan dan perkembangannya
dengan wajar.
Pemenuhan hak-hak anak menurut undang-undang tersebut pada dasarnya
menjadi tanggung jawab dari orang tua, karena orangtua adalah orang pertama
yang dikenal anak dan orangtua adalah orang pertama yang memiliki kewajiban
bertanggung jawab terhadap masa depan anak-anaknya. Pemenuhan hak-hak
tersebut , khususnya kebutuhan atas perlindungan, meliputi perlindungan dalam
bidang kesehatan, pendidikan, agama dan kesejahteraan sosial. Bantuan dan
pelayanan tersebut juga seyogyanya bertujuan untuk mewujudkan kesejahteraan
anak menjadi hak setiap anak tanpa membedakan jenis kelamin, agama, pendirian
politik, dan kedudukan sosial.
Perlindungan anak dalam suatu masyarakat berbangsa dan bernegara
merupakan tolak ukur kesejahteraan dan kemakmuran masyarakat, bangsa dan
negara, maka adalah kewajiban kita bersama bagi pemerintah dan setiap anggota
masyarakat baik secara pribadi maupun kolektif mengusahakan perlindungan anak
sesuai kemampuan demi kepentingan bersama dan kemanusiaan. Perlindungan
anak juga merupakan suatu kegiatan bersama yang dilakukan secara sadar oleh
setiap orang dengan tujuan mengusahakan pengamanan, pengadaan, dan
pemenuhan kesejahteraan rohaniah dan jasmaniah anak sesuai dengan
Dalam Undang-undang Nomor 23 tahun 2002 tentang perlindungan anak
pada pasal 4 menyatakan bahwa “ setiap anak berhak untuk dapat hidup, tumbuh,
berkembang dan berpartisipasi secara wajar sesuai dengan harkat martabat
kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan kemanusiaan”
2.3 Keluarga
2.3.1 Pengertian Keluarga
Keluarga adalah kelompok primer yang terpenting dalam masyarakat.
Menurut Iver dan Page keluarga dirumuskan sebagai kelompok sosial yang
terkecil yang umumnya terdiri dari ayah, ibu, dan anak. Secara historis keluarga
terbentuk paling tidak dari satuan yang merupakan organisasi terbatas, dan
mempunyai ukuran yang minimum, terutama pihak-pihak yang pada awalnya
mengadakan suatu ikatan.
Beberapa pengertian tentang keluarga, pada hakikatnya keluarga
merupakan hubungan seketurunan maupun tambahan (adopsi) yang diatur melalui
kehidupan perkawinan bersama searah dengan keturunannya yang merupakan
satuan yang khusus. Keluarga pada dasarnya merupakan suatu kelompok yang
terbentuk dari suatu hubungan seks yang tetap, untuk menyelenggarakan hal-hal
yang berkenaan dengan keorangtuaan dan pemeliharaan anak dalam keluarga
2.3.2 Ciri-ciri Keluarga
Menurut Iver dan Page keluarga memiliki ciri-ciri umum yang meliputi :
1. Keluarga merupakan hubungan perkawinan.
2. Berbentuk perkawinan atau susunan kelembagaan yang berkenaan
dengan hubungan perkawinan yang sengaja dibentuk dan dipelihara.
3. Suatu sistem tata norma termasuk perhitungan garis keturunan.
4. Ketentuan-ketentuan ekonomi yang dibentuk oleh anggota-anggota
kelompok yang mempunyai ketentuan khusus terhadap
kebutuhan-kebutuhan ekonomi yang berkaitan dengan kemampuan untuk
mempunyai keturunan dan membesarkan anak.
5. Merupakan tempat tinggal bersama, rumah atau rumah tangga yang
walau bagaimanapun tidak mungkin terpisah terhadap kelompok
keluarga (Su’adah, 2005:22)
Keluarga juga memiliki ciri-ciri khsusus sebagai berikut :
1. Universalitas artinya merupakan bentuk yang universal dari seluruh organisasi sosial.
2. Dasar emosional artinya rasa kasih sayang, kecintaan sampai kebanggaan suatu ras.
3. Pengaruh yang normatif artinya keluarga meupakan lingkungan sosial
yang pertama bagi seluruh bentuk hidup yang tertinggi, dan membentuk
watak daripada individu.
4. Besarnya keluarga terbatas.
6. Pertanggung jawaban dari pada anggota-anggota.
7. Adanya aturan-aturan sosial yang homogen (Ahmadi, 2007:222)
2.3.3 Fungsi Keluarga
Sebagaimana hal nya dengan sebuah institusi lainnya, maka sebuah
keluarga pun menjalankan fungsinya diantaranya adalah :
1. Fungsi Pendidikan dilihat dari bagaimana keluarga mendidik dan
menyekolahkan anak untuk mempersiapkan kedewasaan dan masa
depan anak.
2. Fungsi sosialisasi anak dilihat dari bagaimana keluarga mempersiapkan
anak menjadi anggota masyarakat yang baik.
3. Fungsi perlindungan dilihat dari bagaimana keluarga melindungi anak
sehingga anggota keluarga merasa terlindungi dan merasa aman.
4. Fungsi perasaan dilihat dari bagaimana keluarga sebagai instuitif
merasakan perasaan dan suasana anak dan anggota yang lain dalam
berkomunikasi dan berinteraksi antar sesama anggota keluarga,
sehingga saling pengertian satu sama lain dalam menumbuhkan
keharmonisan dalam keluarga.
5. Fungsi Agama dilihat dari bagaimana keluarga memperkenalkan dan
mengajak anak dan anggota keluarga lain melalui kepala keluarga
menanamkan keyakinan yang mengatur kehidupan kini dan kehidupan
6. Fungsi ekonomi dilihat dari bagaimana kepala keluarga mencari
penghasilan, mengatur penghasilan sedemikian rupa sehingga
memenuhi kebutuhan-kebutuhan keluarga.
7. Fungsi rekreatif dilihat dari bagaimana menciptakan suasana
menyenangkan dalam keluarga, seperti acara nonton TV bersama,
bercerita tentang pengalaman masing-masing, dan lainnya.
8. Memberikan kasih sayang, perhatian, dan rasa aman diantara keluarga,
serta membina pendewasaan kepribadian setiap anggota keluarga.
Menurut Horton (dalam Su’adah, 2005 : 109), fungsi-fungsi keluarga meliputi :
1. Fungsi pengaturan seksual yang artinya sebagai lembaga pokok yang
merupakan wahana bagi masyarakat untuk mengatur dan
mengorganisasikan kepuasan keinginan seksual.
2. Fungsi reproduksi yaitu keluarga untuk memproduksi atau
menghasilkan anak.
3. Fungsi afeksi sebagai salah satu kebutuhan dasar manusia akan kasih
sayang dan dicintai.
Fungsi-fungsi suatu lembaga adalah tipe aktivitas yang secara berbeda
dapat ditunjukkan. Secara historis keluarga telah menghilangkan berbagai
fungsi-fungsi karakteristik yang telah melayani anggota-anggotanya dan masyarakat.
Beberapa penyebab hal tersebut terjadi yaitu salah satunya karena masalah
kabur. Hal ini disebabkan karena urbanisasi, emansipasi wanita dan adanya
pembatasan kelahiran yang disengaja.
Akibat pengaruh-pengaruh perkembangan itu menyebabakan hilangnya
peranan-peranan sosial yaitu :
1. Tugas untuk mendidik anak sebagian besar diserahkan kepada
sekolah-sekolah, kecuali anak-anak kecil yang masih hidup dalm lingkungan
keluarga.
2. Tugas bercengkrama di dalam keluarga menjadi mundur, karena
tumbuhnya perkumpulan-perkumpulan modern, sehingga waktu untuk
berada di tengah-tengah keluarga makin lama makin sedikit.
(Ahmadi, 2007:223).
2.4 Sosial dan Ekonomi
2.4.1 Pengertian Sosial Ekonomi
Pengertian sosial ekonomi sering dibahas secara terpisah. Kata sosial
berasal dari kata “socius” yang berarti kawan atau teman. Artinya kawan bukan
terbatas sebagai teman sepermainan, teman kerja, teman sekampung dan
sebagainya. Arti kawan yang lebih luas adalah mereka (orang-orang) yang ada
disekitar kita dan tinggal dalam satu lingkungan tertentu dan mempunyai sifat
yang saling mempengaruhi satu sama lain.
Kata sosial menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah segala sesuatu
yang berkenaan dengan masyarakat, sedangkan dalam konsep sosiologis, manusia
sering disebut sebagai makhluk sosial yang artinya bahwa manusia itu tidak dapat
hal yang dilakukan untuk menghadapi sekelilingnya, manusia harus hidup
berkawan dengan manusia-manusia lain dan pergaulannya tadi akan
mendatangkan kepuasan baginya, bila manusia hidup sendiri misalnya dikurung
dalam satu ruangan tertutup sehingga tidak mendengar suara orang lain, maka
jiwanya akan rusak.
Kata ekonomi secara etimologi berasal dari bahasa yunani yaitu “Oikos”
yang artinya rumah tangga dan “Nomos” artinya mengatur. Secara garis besar
ekonomi adalah cara mengatur rumah tangga. Dengan kata lain, pengertian
ekonomi adalah semua yang menyangkut hal-hal yang berhubungan dengan
kehidupan rumah tangga, tentu saja yang dimaksud dan didalam
perkembangannya kata rumah tangga bukan hanya sekedar merujuk pada satu
keluarga yang terdiri dari suami, istri dan anak-anak melainkan juga rumah tangga
bangsa, negara dan dunia. Dapat disimpulkan bahwa ekonomi berkaitan dengan
proses pemenuhan keperluan hidup manusia sehari-harinya.
Kondisi sosial ekonomi adalah suatu keadaan atau kedudukan yang diatur
secara sosial dan menetapkan seseorang dalam posisi tertentu dalam srtuktur
sosial masyarakat. Pemberian posisi ini disertai dengan seperangkat hak dan
kewajiban yang harus dipenuhi oleh pembawa status. (Koentjaraningrat, 1990:56).
Tingkat sosial merupakan faktor non ekonomis seperti budaya,
pendidikan, umur, jenis kelamin, kesehatan dan pendidikan, sedangkan tingkat
ekonomi seperti pendapatan, jenis pekerjaan, pangan dan investasi. Menurut
Melly G. Tan bahwa kedudukan sosial ekonomi meliputi tiga faktor yaitu
pekerjaan, pendidikan, dan penghasilan. Pendapat diatas didukung oleh Mahbud
Council mengatakan bahwa kehidupan sosial ekonomi dititikberatkan pada
pelayanan kesehatan, pendidikan, perumahan, pangan, pendapatan, dan air yang
sehat yang didukung oleh pekerjaan yang baik.
2.4.2 Indikator Sosial Ekonomi 1. Interaksi Sosial
Interaksi sosial merupakan faktor utama dalam kehidupan sosial. Interaksi
sosial merupakan hubungan sosial yang dinamis, yang menyangkut hubungan
timbal balik antarindividu, antar kelompok manusia, maupun antar orang dengan
kelompok manusia. Bentuk interaksi sosial adalah akomodasi, kerjasama,
persaingan dan pertikaian. Apabila dua orang atau lebih bertemu akan menjadi
interaksi sosial. Interaksi sosial tersebut bisa dalam situasi persahabatan ataupun
permusuhan, bisa dengan tutur kata, jabat tangan, bahasa isyarat, atau tanpa
kontak fisik. Interaksi sosial tidak mungkin terjadi apabila manusia mengadakan
hubungan yang langsung dengan sesuatu yang sama sekali tidak berpengaruh
terhadap sistem sarafnya sebagai akibat hubungan yang dimaksud.
Ciri-ciri sebuah interaksi sosial adalah sebagai berikut :
a. Pelaku lebih dari satu orang,
b. Adanya komunikasi antarpelaku melalui kontak sosial,
c. Mempunyai maksud dan tujuan, terlepas dari sama atau tidaknya tujuan
tersebut dengan yang diperkirakan pelaku,
d. Ada dimensi waktu yang akan menentukan sikap aksi yang sedang
Syarat terjadinya interaksi sosial adalah adanya kontak sosial (social contact) dan komunikasi. Kontak sosial berasal dari kata con atau cun artinya
bersama-sama, dan tango yang artinya menyentuh. Namun, kontak sosial tidak hanya secara harafiah bersentuhan badan, tetapi bisa lewat bicara melalui telepon,
surat, radion, dan sebagainya.
Kontak dapat bersifat primer dan sekunder. Kontak primer terjadi apabila
ada kontak langsung dengan pembicara, jabat tangan, tersenyum, dan sebagainya.
Kontak sekunder terjadi dengan perantara, kontak sekunder langsung misalnya
melaui telepon, radio, TV dan sebagainya sedangkan komunikasi adalah proses
memberikan tafsiran pada perilaku orang lain yang berwujud pembicaraan,
gerak-gerik badan atau sikap, atau perasaan-perasaan apa yang ingin disampaikan orang
tersebut. Dengan tafsiran pada orang lain, seseorang memberikan reaksi berupa
tindakan terhadap maksud orang lain tersebut. (Herimanto dan Winarno,
2010:52-53).
2. Pendapatan
Pendapatan akan mempengaruhi status sosial sesorang terutama akan
ditemui dalam masyarakat yang materialis dan tradisional yang menghargai status
sosial ekonomi yang tinggi terhadap kekayaan. Christhoper dalam Sumardi
mendefenisikan pendapatan berdasarkan kamus ekonomi adalah uang yang
diterima oleh seseorang dalam bentuk gaji, upah sewa, bunga, laba dan
sebagainya, sedangkan menurut Badan Pusat statistik merincikan pendapatan
a. Pendapatan berupa uang adalah segala penghasilan berupa uang yang sifatnya
reguler dan diterima biasanya sebagai balas budi atau kontra prestasi,
sumbernya berasal dari :
1. Dari gaji dan upah yang diperoleh dari kerja pokok, kerja sampingan, kerja
lembur dan kerja kadang-kadang.
2. Dari hasil usaha sendiri berupa hasil bersih dari usaha sendiri dan
penjualan dari kerajinan rumah.
3. Dari hasil investasi yakni pendapatan yang diperoleh dari hak milik tanah.
4. Dari keuntungan sosial yakni pendapatan yang diperoleh dari kerja sosial.
b. Pendapatan yang berupa barang yaitu pembayaran upah dan gaji yang
ditentukan dalam bentuk beras, pengobatan, transportasi, perumahan, dan
kreasi.
Badan Pusat Statistik pada tahun 2008 menggolongkan penduduk ke
dalam 4 golongan yaitu :
a. Golongan berpendapatan rendah , rata-rata pendapatanya kurang dari
Rp 1.500.000 / bulan setiap kepala rumah tangga.
b. Golongan berpendapatan sedang, rata rata pendapatan antara
Rp 1.500.000 - Rp 2.500.000 / bulan setiap kepala rumah tangga.
c. Golongan berpendapatan tinggi, rata – rata pendapatan Rp 2.500.000 –
Rp 3.500.000 / bulan setiap kepala rumah tangga.
d. Golongan berpendapatan sangat tinggi , rata rata pendapatan lebih dari
Berdasarkan kategori diatas dapat disimpulkan bahwa pendapatan atau
penghasilan seseorang sangat berpengaruh pada tingkat kesejahteraannya. Apabila
tingkat pendapatan yang dimiliki tinggi maka tingkat ekonominya juga tinggi,
disamping memiliki penghasilan pokok setiap keluarga biasanya memiliki
penghasilan lain yang meliputi penghasilan tambahan dari penghasilan insidentil.
3. Pendidikan
Pendidikan adalah usaha sadar untuk menyiapkan peserta didik melalui
kegiatan bimbingan, pengajaran, dan latihan bagi peranannya dimasa yang akan
datang. Pada dasarnya pengertian pendidikan menurut Undang-undang Sisdiknas
No.20 Tahun 2003 menjelaskan bahwa pendidikan adalah usaha sadar dan
terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar
peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki spritual
keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta
keterampilan yang diperlukan dirinya dan masyarakat.
Dari beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa pendidikan
adalah suatu proses bimbingan, pembelajaran untuk menuju kedewasaan dan
memiliki bekal hidup dalam masyarakat yang berguna untuk dirinya sendiri dan
oranglain.
4. Kesehatan
Pengertian kesehatan menurut WHO (1948) menjelaskan bahwa kesehatan
adalah sebagai suatu keadaan fisik, mental, dan sosial kesejahteraan dan bukan
Ottawa untuk promosi kesehatan, mengatakan bahwa pengertian kesehatan
sebagai sumber daya bagi kehidupan sehari-hari, tujuan hidup kesehatan adalah
konsep positif menekankan pada sumberdaya sosial dan pribadi, serta kemampuan
fisik.
Berdasarkan Undang-undang No.36 Tahun 2009 Pasal 1 dijelaskan bahwa
kesehatan adalah keadaan sehat, baik secara fisik, mental, spritual maupun sosial
yang memungkinkan setiap orang untuk hidup produktif secara sosial dan
ekonomi.
5. Sandang, Pangan dan Papan
Sandang adalah pakaian manusia yang menjadi kebutuhan primer pertama
walaupun manusia bisa hidup tanpa pakaian, tetapi karena manusia adalah
makhluk sosial yang hidup dalam masyarakat sehingga pakaian adalah hal yang
paling penting. Pangan adalah sumber makanan bagi manusia dan merupakan
kebutuhan Primer. Pengertian pangan menurut Peraturan Pemerintah RI nomor 28
tahun 2004 adalah segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati dan air, baik
yang diolah maupun yang tidak diolah, yang diperuntukkan sebagai makanan atau
minuman bagi konsumsi manusia, termasuk bahan tambahan pangan, bahan baku
pangan, dan bahan lain yang digunakan dalam proses penyiapan, pengolahan, dan
atau pembuatan makanan atau minuman.
Papan adalah kebutuhan manusia untuk membuat tempat tinggal. Pada
awalnya fungsi rumah hanya untuk bertahan diri. Namun lama kelamaan berubah
menjadi tempat tinggal keluarga. Rumah adalah tempat untuk melepas lelah,
berlindung keluarga dan menyimpan barang berharga, dan rumah juga sebagai
status lambang sosial. Menurut Undang-undang No.4 Tahun 1992 menjelaskan
bahwa rumah adalah struktur fisik terdiri dari ruangan, halaman dan area
sekitarnya yang dipakai sebagai tempat tinggal dan saran pembinaan keluarga.
2.5 Kesejahteraan Sosial
2.5.1 Defenisi Kesejahteraan Sosial
Menurut Frienlander kesejahteraan sosial merupakan sistem yang
terorganisir dari institusi dan pelayanan sosial, yang dirancang untuk membantu
individu ataupun kelompok agar dapat mencapai standar hidup dan kesehatan
yang lebih memuaskan dan hubungan individu dan sosial memungkinkan mereka
untuk mengembangkan seluruh kapasitas dan memajukan kesejahteraan mereka
dalam kesinambungan dengan kebutuhan akan keluarga dan lingkungan mereka.
UU No.11 Tahun 2009 tentang kesejahteraan sosial menyatakan bahwa
kesejahteraan sosial adalah kondisi terpenuhinya kebutuhan material, spritual, dan
sosial warga negara agar dapat hidup layak dan mampu mengembangkan diri,
sehingga dapat melaksanakan fungsi sosialnya. Kesejahteraan sosial mencakup
pengertian yang luas, meliputi keadaan baik dan sehat atau sejahtera dan
kepentingan sebagian besar manusia termasuk kebutuhan fisik , mental, perasaan,
spritual dan ekonomi. Begitu pula kesejahteraan sosial meliputi lembaga-lembaga
utama, kebijaksanaan, program dan proses-proses yang berhubungan dengan
penanggulangan dan pencegahan masalah-masalah sosial, perkembangan
sumber-sumber manusiawi dan peningkatan taraf hidup. Kesejahteraan sosial dapat dilihat
2.5.2 Tujuan Kesejahteraan Sosial
Kesejahteraan sosial mempunyai tujuan yaitu :
1. Untuk mencapai kehidupan yang sejahtera dalam arti tercapainya
standar kehidupan pokok seperti sandang, perumahan, pangan,
kesehatan, dan relasi-relasi sosial yang harmonis dengan
lingkungannya.
2. Untuk mencapai penyesuaian yang baik khususnya dengan masyarakat
dilingkungannya, misalnya dengan mengenali sumber-sumber,
meningkatkan, dan mengembangkan taraf hidup yang memuaskan.
(Fahrudin, 2012:8-10).
2.6 Penelitian Yang Relevan
Dalam penelitian sebelumnya yang diteliti oleh Hertina Putri Siagian
mahasiswa Universitas Sumatera Utara dalam penelitiannya yang berjudul
KONTRIBUSI ANAK BEKERJA TERHADAP SOSIAL EKONOMI
KELUARGA (Studi Kasus Anak Bekerja Sebagai Tukang Sapu Angkutan di
Terminal Terpadu Amplas, Medan) pada tahun 2015. Permasalahan anak bekerja
semakin kompleks karena cenderung mengalami peningkatan, dilematis berkaitan
dengan sosial budaya yang ada di masyarakat, Pemasalahan ekonomi keluarga
merupakan faktor pendorong masyarakat melibatkan anak bekerja dalam aktivitas
ekonomi keluarga. Kesulitan ekonomi menyebabkan keluarga mencari alternatif
untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Alternatif tersebut adalah melibatkan
seluruh anggota keluarga yaitu ibu dan anak-anak ikut terlibat bekerja.
pendapatan rumah tangga atau memberikan kontribusi kepada keluarga untuk
memenuhi seluruh kebutuhan mereka. Motif anak bekerja khususnya anak yang
bekerja sebagai tukang sapu angkutan di Terminal Terpadu Amplas adalah karena
tidak tercukupinya kebutuhan sosial ekonomi. Dimana yang seharusnya
pemenuhan kebutuhan itu adalah tanggung jawab orang tua. Kesimpulan dalam
penelitian ini adalah anak bekerja sebagai tukang sapu angkutan di Terminal
Terpadu Amplas memberikan kontribusi dalam pemenuhan kebutuhan sosial
ekonomi keluarga. Kontibusi itu dapat dilihat yaitu dengan pemberian hasil
pendapatan mereka sebagai tukang sapu angkutan kepada orangtua mereka.
2.7 Kerangka Pemikiran
Anak-anak yang bekerja di Pelabuhan Ajibata Kelurahan Parsaoran
Kecamatan Ajibata Kabupaten Samosir dapat disaksikan secara kasat mata dan
keberadaan mereka tidak dapat disangkal. Masa Kanak-kanak yang seharusnya
dinikmati dengan belajar dan bermain, namun seringkali mereka harus
mengorbankan waktunya untuk bekerja. Anak bekerja merupakan anak yang
melakukan pekerjaan karena alasan membantu orangtua dalam pemenuhan
kebutuhan sosial dan kebutuhan ekonomi keluarga.
Ada banyak faktor yang menyebabkan anak mulai bekerja atau terpaksa
untuk bekerja pada usia dini, diantaranya faktor ekspolitasi yang lahir dari
kemiskinan, kurangnya pendidikan yang relevan, tradisi, pola sosial yang
menempatkan anak pada posisi yang rentan. Kehidupan keluarga yang tidak
mampu memenuhi kebutuhan keluarga sehari-hari akibat kemiskinan memaksa
Seperti halnya anak-anak Logam di Pelabuhan Ajibata yang terpaksa harus
bekerja membantu orangtua untuk menambah penghasilan orangtua. Kontribusi
yang diberikan berupa kondisi sosial ekonomi. Kondisi sosial ekonomi yang
dimaksud meliputi kondisi perumahan, kondisi pangan, kondisi pendapatan,
kondisi pendidikan, dan kondisi kesehatan.
Berdasarkan kerangka pemikiran dapat digambarkan skema kerangka
pemikiran sebagai berikut :
Bagan Alur Pemikiran
ANAK LOGAM DI PELABUHAN AJIBATA, PARAPAT
KONTRIBUSI ANAK BEKERJA
SOSIAL EKONOMI KELUARGA
1. Interaksi antar anggota
keluarga dan lingkungan sekitar
2. Pendidikan
3. Kesehatan
4. Memenuhi Kebutuhan Hidup Keluarga
2.8 Defenisi Konsep
Konsep merupakan istilah khusus yang digunakan para ahli dalam upaya
menggambarkan secara cermat fenomena sosia yang akan dikaji. Proses dan
upaya penegasan dan pembatasan makna konsep dalam suatu penelitian disebut
dengan defenisi konsep. Secara sederhana defenisi disini diartikan sebagai
“batasan arti”. Dalam hal ini, perumusan defenisi konsep dalam suatu penelitian
menunjukkan bahwa peneliti ingin mencegah salah pengertian atas konsep yang
diteliti. (Siagian, 2014:40)
Adapun konsep yang digunakan sesuai dengan konteks penelitian ini,
antara lain :
1. Kontribusi adalah sumbangan terhadap variabel tertentu. Dalam hal ini
maksud kontribusi adalah sumbangan dari anak terhadap sosial
ekonomi keluarga.
2. Anak Bekerja adalah anak yang melakukan pekerjaan karena membantu
orangtua, anak yang dimaksudkan disini adalah anak yang belum
mencapai umur 18 tahun
3. Anak Logam adalah istilah untuk anak-anak yang berenang untuk
mengambil koin (uang) pemberian dari wisatawan disekitaran
pelabuhan Ajibata
4. Keluarga adalah perkumpulan dua atau lebih individu yang diikat oleh
hubungan darah, perkawinan atau adopsi, tiap-tiap anggota keluarga
selalu berinteraksi satu sama lain.
5. Sosial Ekonomi adalah segala sesuatu yang berkaitan dengan
pendapatan, sandang dan pangan, perumahan, pendidikan, kesehatan
dan lain-lain.
5. Kesejahteraan Sosial adalah kondisi terpenuhinya kebutuhan material,
spritual, dan sosial warga negara dan dapat hidup layak dan mampu
mengembangkan diri, sehingga dapat melaksanakan fungsi sosialnya.