• Tidak ada hasil yang ditemukan

PELAKSANAAN KEGIATAN MAGANG

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PELAKSANAAN KEGIATAN MAGANG"

Copied!
27
0
0

Teks penuh

(1)

PELAKSANAAN KEGIATAN MAGANG

Aspek Teknis

Kegiatan teknis lapangan yang dilakukan penulis sebagai KHL adalah mengikuti dan melakukan beberapa kegiatan di divisi dan di kebun pembibitan. Kegiatan yang dilakukan di divisi meliputi kegiatan yang berhubungan dengan produksi dan pemeliharaan seperti: pemupukan, penunasan (prunning), pengendalian gulma, pengendalian hama ulat api, pengangkutan dan pemasangan titi panen beton, sensus buah dan pemanenan. Kegiatan yang diikuti penulis selama di kebun pembibitan seperti penanaman kecambah, pemindahan dari pembibitan awal atau pre nursery (PN) ke pembibitan utama atau main nursery (MN), dan kegiatan-kegiatan pemeliharaan lainnya. Untuk informasi lebih rinci mengenai kegiatan teknis yang pernah dilakukan penulis selama menjadi karyawan harian dapat dilihat pada Lampiran 5.

Pembibitan

Kegiatan yang ada di pembibitan awal seperti: pembuatan bedengan, pembuatan naungan, penanaman kecambah, konsolidasi, penyiraman, pengendalian gulma, pemupukan, pengendalian hama dan penyakit, seleksi serta pemindahan dan pengangkutan bibit dari pembibitan awal ke pembibitan utama. Kegiatan yang ada di pembibitan utama seperti: persiapan dan pengolahan tanah, pembuatan instalasi penyiraman, pemancangan (pengajiran), pengisian tanah ke

polybag, pelangsiran polybag, pembuatan lubang tanam pada polybag, penanaman

bibit, penyiraman, penyiangan (pengendalian gulma), pemberian mulsa, pemupukan, pengendalian hama dan penyakit, serta persiapan bibit untuk

transplanting ke lapangan.

Pada umumnya, kondisi dan kegiatan teknis yang diterapkan di kebun pembibitan PT. JAW ini dilaksanakan sesuai dengan standar atau norma yang berlaku. Akan tetapi, masih terdapat beberapa perbedaan dan penyimpangan dalam pelaksanaannya. Perbedaan dan penyimpangan yang terjadi bisa menyebabkan permasalahan dan kerugian bagi perusahaan tersebut.

(2)

Pemilihan lokasi kebun. Kebun pembibitan PT. JAW berada di atas tanah gambut. Pemilihan lokasi ini menyebabkan beberapa perbedaan kegiatan teknis dan manajemen jika dibandingkan dengan kebun pembibitan yang umumnya berada di atas tanah mineral. Perbedaan ini bisa menyebabkan permasalahan baru dan peningkatan biaya produksi dan operasional bagi pihak perusahaan. Kondisi lahan kebun pembibitan PT. JAW yang berada di atas tanah gambut dapat di lihat pada Gambar 7.

Gambar 7. Kondisi Lahan Kebun Pembibitan PT. JAW

Bahan tanam. Bahan tanaman yang digunakan oleh PT. JAW adalah bahan tanam dalam bentuk kecambah (germinated seed) yang berasal dari perusahaan penyedia kecambah ASD Costarica, Amerika Tengah. Varietas kecambah ini adalah varietas Tenera hasil persilangan Dura Deli X Nigeria. Menurut PPKS (2003), bahan tanam yang telah banyak diusahakan oleh perusahaan perkebunan kelapa sawit di Indonesia adalah bahan tanam berupa kecambah yang berasal dari pusat sumber benih yang telah memiliki legalitas dari pemerintah dan mempunyai reputasi baik, seperti Pusat Penelitian Kelapa Sawit (PPKS) Medan. Perusahaan dalam negeri lainnya yang menyediakan kecambah kelapa sawit seperti: PT. Socfindo, PT. London Sumatera, PT. Asian Agri, dan lain-lain (Setyamidjaja, 2006). Pemilihan kecambah dari Coctarica ini diputuskan oleh manajemen unit ARBV BSP atas dasar tidak bisanya perusahaan-perusahaan kecambah dalam negeri untuk memenuhi permintaan kecambah perusahaan tersebut, sementara rencana pengembangan perusahaan harus segera dilakukan. Bentuk fisik kecambah dari Costarica, ini dapat dilihat pada Gambar 8.

(3)

Gambar 8. Kecambah Sawit dari Costarica, Amerika Tengah

Penanaman kecambah. Dalam pelaksanaan penanaman kecambah, pekerja harus dapat membedakan antara bakal daun dan bakal akar. Bakal daun (plumula) ditandai dengan bentuknya yang agak menajam dan berwarna kuning muda, sedangkan bakal akar (radikula) berbentuk agak tumpul dan berwarna lebih kuning dari bakal daun. Pada waktu penanaman harus diperhatikan posisi dan arah kecambah, plumula menghadap ke atas dan radikula menghadap ke bawah. Proses penanaman harus dilakukan dengan hati-hati karena bakal akar dan bakal daun mudah patah. Di lapangan masih ditemukan beberapa kecambah dengan bakal akar atau bakal daun yang patah serta kesalahan dalam penanaman. Hal ini tentunya akan merugikan pihak perusahaan. Gambar 9 adalah posisi penanaman kecambah yang benar dan plumula yang ditemukan dalam kondisi patah sesaat setelah penanaman.

Gambar 9. A) Posisi Penanaman Kecambah yang Benar, B) Plumula yang Patah

(4)

Pemberian naungan. Pemberian naungan di pembibitan awal berfungsi untuk mencegah bibit kelapa sawit terhadap sinar matahari secara langsung serta untuk menghindari terbongkarnya tanah di polybag akibat terpaan air hujan. Pada saat penanaman kecambah, proses pembuatan naungan berjalan dengan lambat. Kecambah yang tertanam mendapatkan sinar matahari langsung dengan waktu yang relatif lama. Sinar matahari langsung bisa menyebabkan gangguan pertumbuhan pada kecambah muda tersebut. Gambar 10 adalah proses pembuatan naungan yang berjalan lambat, tanda panah dalam Gambar 10 menunjukkan regu penanam yang sudah jauh meninggalkan regu pembuat naungan. Jarak antara regu pembuat naungan dan regu penanam adalah bedengan berisi babybag yang sudah ditanam kecambah tetapi belum diberi naungan sementara waktu sudah menunjukkan pukul 13.08 WIB.

Gambar 10. Proses Pembuatan Naungan

Pindah tanam dari pembibitan awal ke pembibitan utama. Kegiatan pindah tanam dari pembibitan awal ke pembibitan utama di kebun pembibitan PT. JAW dilakukan pada umur 5-6 bulan. Menurut PPKS (2003), pemindahan bibit dari pembibitan awal ke pembibitan utama dilakukan pada saat bibit berumur 2.5-3 bulan dengan tinggi sekitar 20 cm, diameter batang 1.3 cm dan jumlah pelepah daun 3-4 helai. Gambar 11 adalah bibit sawit di kebun pembibitan PT. JAW yang baru akan dipindah tanam ke pembibitan utama. Dari papan lebel pada Gambar 11 diketahui bahwa tanggal tanam bibit tersebut adalah pada tanggal 5 Agustus 2008 sementara foto diambil penulis pada awal pelaksanaan magang sekitar bulan Februari. Hal ini berarti bahwa bibit yang akan dipindah tanam tersebut telah berumur sekitar 6 bulan.

(5)

Gambar 11. Bibit yang Akan Dipindah Tanam ke Pembibitan Utama Seleksi bibit. Di kebun pembibitan PT. JAW, kegiatan seleksi kurang terealisasi dengan baik. Kegiatan seleksi hanya dilakukan pada saat bibit di pembibitan awal dan saat persiapan bibit untuk transplanting ke lapangan saja. Bibit yang sudah menunjukkan gejala abnormal akan berpengaruh kepada pertumbuhannya di masa yang akan datang. Persentase hasil seleksi bibit dari pembibitan awal sampai dengan ditanam di lapangan biasanya berkisar 25-35 %, tergantung dari jenis bibit dan rekomendasi dari institusi penghasil benihnya. Gambar 12 adalah bibit sawit abnormal yang masih ditemukan di kebun pembibitan PT. JAW. Bentuk dan ciri-ciri tanaman abnormal yang harus segera dibuang seperti:

1. Bibit yang tumbuh meninggi dan kaku (errected) dengan sudut pelepah yang kecil (tajuk tegak). Bibit dengan karakter seperti ini biasanya akan menjadi tanaman steril/ tidak berbuah.

2. Bibit yang permukaan tajuknya rata. Kondisi ini disebabkan pelepah muda tumbuh lebih pendek dari pelepah tua.

3. Bibit yang anak daunnya tidak membelah, sedangkan tanaman lain pada umur yang sama telah membelah sempurna.

4. Bibit yang terserang penyakit tajuk. Helai daun mengering dan tangkai pelepah membengkok.

5. Bibit dengan bentuk anak daun tidak sempurna seperti anak daun yang pendek-pendek (short leaflets).

(6)

Gambar 12. A) Bibit Kerdil (runt), B) Bibit Juvenil

Pemupukan

Pemupukan merupakan salah satu kegiatan yang sangat penting dalam kultur teknis budidaya tanaman kelapa sawit. Tujuan pemupukan adalah menjaga dan menambah ketersediaan unsur hara dalam tanah agar tanaman dapat menyerapnya sesuai dengan kebutuhan. Semua tanaman di PT. JAW merupakan tanaman menghasilkan. Sehingga pemupukan yang dilakukan adalah untuk mendukung pertumbuhan generatifnya agar meningkatkan produksi tanaman serta menjaga pertumbuhannya.

Di perkebunan PT. JAW, untuk mengetahui status hara terakhir yang ada pada tanaman untuk menentukan jumlah pupuk dan jenis hara apa yang dibutuhkan oleh tanaman perlu dilakukan analisis daun. Dalam penentuannya, kegiatan analisis tanah tidak digunakan, hanya analisis daun dan pengamatan secara visual saja. Pengambilan LSU ini mempunyai teknik atau tata cara yang telah ditentukan. Selama penulis magang di PT. JAW belum dilakukan analisis daun. Kegiatan pengambilan LSU baru akan dilakukan sekitar pertengahan Juni. Tanaman kelapa sawit akan memperlihatkan gejalanya jika mengalami kekurangan unsur hara tertentu. Gambar 13 adalah gambar pelepah tanaman kelapa sawit yang mengalami defisiensi unsur kalium dengan penampakan gejala menguning pada bagian tengah pelepah dan defisiensi unsur boron dengan penampakan gejala anak daun menjadi keriput atau keriting.

(7)

Gambar 13. A) Defisiensi K, B) Defisiensi Boron

Rekomendasi pemupukan. Rekomendasi pemupukan yang dipakai oleh PT. JAW mengaju kepada keputusan menejemen unit ARBV BSP yang tentunya atas dasar hasil analisis daun, perolehan produksi serta observasi lapangan. Dari data pemupukan tahun 2008 diketahui bahwa PT. JAW masih menggunakan pupuk anorganik sebagai sumber hara bagi tanaman. Beberapa jenis pupuk yang digunakan seperti Urea, MOP, ZnCOP, Kieserite, Rock Phospate, HGFB, Kaptan, ZnSO4, Dolomit, dan CuSO4. Sejak awal tahun 2009 pemupukan anorganik tidak

pernah direalisasikan lagi kecuali pemupukan CuSO4. Hal ini merupakan hasil rekomendasi dari keputusan menejemen unit ARBV BSP. Selama magang, penulis jarang melakukan kegiatan pemupukan anorganik. Penulis hanya mengikuti kegiatan pemupukan abu janjang dan pemupukan CuSO4. Dengan

demikian, pembahasan selanjutnya hanya berhubungan dengan pemupukan abu janjang dan pemupukan CuSO4.

Pemupukan abu janjang (bunch ash). Abu janjang merupakan limbah padat dari kegiatan produksi CPO berupa janjang kosong buah yang mengalami proses pengabuan dan dapat dimanfaatkan untuk menyediakan hara bagi tanaman. Abu janjang ini digunakan karena mengandung unsur hara penting yang berguna bagi tanaman khususnya untuk tanaman kelapa sawit di daerah lahan gambut. Karena merupakan limbah hasil pengolahan CPO maka abu janjang ini relatif murah secara ekonomi sehingga hanya membutuhkan biaya operasional dan pengangkutan saja.

B

A

(8)

Pemupukan abu janjang dilakukan oleh pekerja borongan dengan jumlah tenaga kerja biasanya sebanyak 14 orang. Luas satu blok yaitu sekitar 550 ha ini biasanya membutuhkan 4 hari pemupukan. Aplikasi pemupukan dimulai dengan memasukan pupuk kedalam ember dengan berat sekitar lebih dari 12 kg yang diambil dari karung berisi pupuk yang telah ada dijalan koleksi. Ember yang berisi pupuk digendong dan dilangsir ke dalam barisan.

Pemupukan dimulai dari pasar tengah menuju ke arah luar barisan (Utara-Selatan). Hal ini bertujuan agar pemupukan yang dilakukan dosisnya merata tiap pokok, artinya pokok di bagian pasar tengah mendapatkan dosis yang sama dengan pokok di tepi jalan. Jika dimulai dari tepi jalan, pupuk yang dilangsir dengan ember akan habis sebelum sampai di pasar tengah, dan biasanya pekerja malas untuk balik dan mengambil pupuk yang berada di tepi jalan sehingga dosis pada pokok terakhir akan sangat sedikit. Untuk kualitas hasil yang maksimal maka diperlukan mandor di pasar tengah dan di jalan koleksi. Gambar 14 adalah gambar kegiatan pemupukan abu janjang di PT. JAW. Kegiatan pemupukan dapat dilihat pada Gambar 14.

Gambar 14. Pemupukan Abu Janjang

Pemupukan CuSO4. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa

atas keputusan menejemen unit ARBV BSP bahwa pemupukan di PT. JAW sejak tahun 2009 hanya menggunakan pupuk organik abu janjang. Namun pada saat penulis melaksanakan magang, selain pemupukan abu janjang juga dilakukan pemupukan CuSO4 (Coppper Sulphate Pentahydrate CuSO4 5H2O).

Pada saat aplikasi pemupukan, dosis yang digunakan adalah dosis rekomendasi dari menejemen unit ARBV BSP yaitu sekitar 200 g/pokok. Aplikasi

(9)

pemupukan CuSO4 ini dimulai dengan kegiatan memasukkan pupuk ke dalam

ember dan membawanya ke dalam blok untuk kemudian ditabur. Pupuk ditebar dengan menggunakan mangkok ke daerah piringan dan membentuk pola ‘V’ dengan jarak 1-1.5 m dari pokok dan dimulai dari pokok terdepan menuju kedalam baris.

Penunasan/Prunning

Rotasi kegiatan penunasan adalah selang waktu 6 bulan (dua kali setahun) dengan basis 0.8 ha/HK (2 pasar/HK). Tenaga kerja penunasan merupakan tenaga kerja panen (SKU dan KHL), sehingga kegiatan penunasan erat hubungannya dengan kegiatan panen. Jika kegiatan panen tidak bisa dilakukan karena jumlah produksi sedikit maka sebagian tenaga kerja panen ditarik untuk kegiatan penunasan dan sebagian lagi tetap melakukan kegiatan panen agar basis panen tercapai untuk tiap pemanen.

Teknis kegiatan penunasan adalah dengan memotong pelepah daun rapat ke batang dengan bekas potongan miring ke luar (ke bawah) berbentuk tapak kuda dengan membentuk sudut 30o terhadap garis horizontal. Alat yang digunakan untuk memotong pelepah adalah dodos, egrek dan kapak. Potongan miring ditujukan agar brondolan yang jatuh tidak tersangkut pada pelepah. Di perkebunan PT. JAW, jumlah pelepah optimum yang harus dipertahankan setiap pokoknya yaitu berkisar antara 40-48 pelepah. Dalam pelaksanaannya, biasanya pekerja berpedoman kepada istilah songgo dua yaitu menyisakan dua pelepah sebagai penyangga buah. Kegiatan penunasan dapat dilihat pada Gambar 15.

(10)

Selama mengikuti kegiatan magang penulis hanya mencoba kegiatan penunasan pada saat tenaga kerja sedang istirahat sehingga prestasi penulis untuk kegiatan penunasan hanya sebanyak 1 baris. Umumnya penulis berstatus sebagai mandor.

Pengendalian Gulma

Pengendalian gulma di perkebunan kelapa sawit berfungsi sebagai sanitasi, memudahkan pemeliharaan, taksasi dan panen. Gulma yang dominan tumbuh di areal perkebunan PT. JAW dari jenis paku-pakuan seperti Nephrolepis biserata,

Pteridium esculentum, Stenochlaena palustris, bibit sapuan (brondolan buah yang

tumbuh menjadi bibit) dan jenis gulma berdaun lebar lainnya yang menjadi ciri khas dari gulma daerah lahan gambut serta beberapa gulma jenis rumput-rumputan dan teki yang tidak terlalu dominan dan kebanyakan hanya tumbuh pada pinggir jalan utama. Kegiatan pengendalian gulma di kebun PT. JAW ini dilakukan secara manual dan kimiawi dengan sasaran gulma di piringan, pasar pikul, serta TPH. Gambar 16 adalah gambar gulma yang tumbuh di areal pertanaman kelapa sawit.

Gambar 16. Gulma di Perkebunan Kelapa Sawit

Pengendalian gulma secara kimiawi. Kegiatan yang termasuk dalam pengendalian secara kimiawi seperti semprot piringan, semprot pasar pikul dan semprot TPH (SP3 TPH), semprot gawangan, semprot semak, wiping alang-alang, semprot alang-alang, dan oles anak kayu.

Kegiatan pengendalian gulma SP3 TPH dilakukan menggunakan alat

(11)

nozzle jenis polyjet berwarna biru, hitam dan merah untuk membentuk semprotan

kipas. Rotasi pengendalian gulma ini adalah 2 kali setahun. Dosis dipengaruhi oleh kondisi kerapatan gulma dan iklim. Dosis yang digunakan untuk kegiatan SP3 TPH rata-rata setiap divisi adalah 0.5-0.6 liter/hektar dengan konsentrasi 3.3 ml/liter air. Karena yang dominan adalah jenis gulma berdaun lebar, maka untuk pengendaliannya menggunakan herbisida kontak non-sistemik dengan merek dagang Gramoxone 276 SL dengan bahan aktif Paraquat Diklorida 276 g/liter. Pada saat di gudang herbisida yang akan dibawa ke divisi sudah dicampur Ally 20 WDS dan dilakukan pengenceran dengan perbandingan Gramoxone : Ally : air adalah 20 liter : 1 kg : 20 liter. Hal ini ditujukan untuk mencegah peyimpangan penggunaan Gramoxone tersebut karena Gramoxone yang sudah mengalami pengenceran kurang laku lagi untuk dijual kembali

Teknis kegiatan SP3 TPH dimulai dari pengambilan pestisida yang telah dicampur di gudang oleh mandor perawatan/spraying. Kegiatan SP3 TPH ini dilakukan oleh beberapa tim, dimana masing-masing tim terdiri atas tiga orang dengan rincian satu orang membawa galon (tempat air sebagai pelarut) dan dua orang melakukan aplikasi semprot. Jumlah tim tergantung oleh tenaga kerja yang tersedia, biasanya terdiri dari 3 tim. Rata-rata satu pasar membutuhkan 4 knapsack namun tergantung pada kondisi gulma dan jalan. Norma kerja untuk perawatan adalah 2 ha untuk 5/7 HK. Teknik penyemprotannya dimulai dari gulma yang berada dalam pinggir parit, kemudian pada TPH dan masuk pada piringan dan pasar pikul. Air yang digunakan adalah air hitam yang mengalir pada parit.

(12)

Prestasi kerja penulis dalam kegiatan SP3 TPH adalah 1 pasar dimana prestasi pekerja adalah 4 pasar dan umumnya penulis sebagai mandor spraying. Kendala yang dihadapi penulis saat melakukan kegiatan SP3 TPH ini adalah sulitnya untuk memasuki areal karena kondisi tanah gambut dan gulma tergolong berat.

Semprot semak dari gulma golongan rumput digunakan herbisida sistemik yaitu herbisida dengan nama dagang Smart jenis AS (Amiphosat Starane), dengan bahan aktif glyphosate. Dosis yang digunakan tiap divisi biasanya adalah 0.3-0.4 liter/ha, dengan konsentrasi sekitar 3-3.5 ml/liter air. Dosis ini tergantung dari kerapatan gulma dan iklim. Norma kerja kegiatan ini yaitu 2 ha/HK. Pelaksanaan teknis kegiatan semprot semak ini sama dengan pelaksanaan SP3 TPH.

Pengendalian gulma alang-alang dilakukan secara kimia dengan kegiatan semprot alang-alang dan wiping. Kegiatan wiping menggunakan herbisida Smart dengan dosis dan konsentrasi yang sama. Perbedaan teknis kegiatan semprot dan

wiping alang-alang terdapat pada kondisi populasi gulma tersebut, jika

pertumbuhan alang-alang sporadis atau terpencar-pencar maka kegiatan pengendalian yang dilakukan adalah wiping, sedangkan bila terdapat dominansi alang-alang sebaiknya dilakukan dengan kegiatan semprot alang-alang. Kegiatan

wiping dilakukan dengan mengusap gulma dengan tangan yang dilapisi kain.

Pengendalain secara kimia lain yang juga digunakan adalah oles anak kayu. Oles anak kayu menggunakan herbisida cair dengan merek dagang Garlon dengan dosis 250 ml/ha. Aplikasi oles anak kayu garlon dicampur dengan solar dengan perbandingan 1 : 18 (1 liter Garlon dan 18 liter solar). Pelaksanaan kegiatan dimulai dengan membabat anak kayu dengan tinggi sekitar 30 cm dari permukaan tanah, pada bagian anak kayu yang terpotong dioleskan campuran garlon dengan menggunakan kuas atau kain. Penulis tidak mendapatkan prestasi kerja pada kegiatan wiping dan oles anak kayu. Untuk memperoleh data ini penulis hanya melakukan kegiatan wawancara.

Pengendalian gulma secara manual. Pengendalian gulma secara manual yang dilakukan PT. JAW adalah dengan kegiatan seperti babat total/slashing, babat selektif, dan dongkel anak kayu (DAK). Kegiatan babat total dan dongkel anak kayu sudah mempunyai standar norma kerja yang berlaku. Namun, untuk

(13)

kegiatan babat selektif belum mempunyai standar norma kerja, karena kegiatan ini baru pertama kali diterapkan dan akan segera dibuat standar norma kerjanya. Penulis tidak melakukan kegiatan pengendalian gulma secara manual ini, data mengenai kegiatan ini diperoleh dengan wawancara.

Pengendalian Hama Ulat Api

Hama yang paling berbahaya yang menyerang tanaman kelapa sawit adalah hama ulat api dan ulat kantong. Serangan hama ulat ini adalah dengan memakan daun kelapa sawit, sehingga tanaman sawit mengalami kehilangan daun (defoliasi) yang berdampak langsung terhadap penurunan produksi. Gambar 18 adalah gambar tanaman sawit yang telah diserang hama ulat api.

Gambar 18. A) Dampak Serangan, B) Ulat Bulu dan Ulat Api

Sensus ulat api. Sebelum melakukan pengendalian hama ulat api, sebaiknya dilakukan kegiatan sensus ulat api terlebih dahulu. Kegiatan sensus ulat api bertujuan untuk mengetahui populasi hama sedini mungkin atau jumlah larva per pelepah, mengetahui persentase larva yang hidup dan mati serta mengetahui stadium hidup hama ulat api tersebut. Prosedur sensus ulat api dan ulat kantong di PT. JAW adalah sebagai berikut:

1. Setiap blok dibuat baris sensus dengan jarak antar baris atau selang 10 baris 2. Tiap baris sensus dibuat titik pokok sensus dengan jarak pokok sensus adalah

setiap 5 pokok

3. Hal yang dicatat dalam sensus adalah jenis dan jumlah ulat

(14)

4. Ada atau tidak ada serangan hama, sensus harus tetap dilakukan

5. Sensus dilakukan pada pelepah 9-25 karena ulat lebih aktif pada daun tersebut. Berdasarkan data dari kantor Divisi V pada bulan Januari 2009, serangan ulat api terjadi di Blok A17 dan Blok A18. Jenis ulat api yang dominan adalah dari jenis Setora nitens, populasi rata-ratanya mencapai 8 ekor per pelepah. Sebaran ulat api di Blok A18 terjadi dari pasar 38-70, Blok A17 dari pasar 45-60 dan berkonsentrasi pada pasar tengah.

Konsep pengendalian hama ulat api dimulai dari pengenalan dan pemahaman terhadap siklus hidup, serta mengetahui bagian paling lemah dari seluruh siklus hidup hama itu sendiri. Bagian yang dinilai paling lemah dari siklus hama merupakan titik kritis karena akan menjadi dasar acuan untuk pengambilan keputusan pengendaliannya. Titik ambang batas kritis serangan hama ulat api dapat dilihat pada Tabel 7.

Tabel 7. Titik Ambang Batas Kritis Serangan Hama Ulat Api

Tingkat serangan

Rata-rata jumlah ulat per pelepah

Setora nitens Thosea assigna

Thosea bisura

Ploneta diducta Darna trima

TBM TM TBM TM TBM TM

Ringan <1 <1 <7 <15 <15 <35

Sedang 1-4 1-4 7-9 15-19 15-24 35-49

Berat >5 >5 >10 >20 >25 >50

Tingkat serangan Langkah yang perlu diambil Ringan Monitoring perkembangannya secara visual

Sedang Sensus 2x sebulan dan monitoring perkembangannnya Berat Sensus 2x sebulan dan tindakan pengendalian

Sumber: Kantor Divisi V (Lima). 2009.

Berdasarkan Tabel 7 dan data sensus ulat bulan Januari 2009 di Blok A17 dan Blok A18 maka tingkat serangan hama ulat api terutama Setora nitens termasuk dalam tingkat serangan berat yaitu 8 ekor per pelepah. Pengendalian

(15)

hama ulat api yang dilakukan di PT. JAW adalah dengan melakukan pengendalian secara manual, kimiawi dan biologi.

Pengendalian ulat api secara manual. Pengendalian secara manual dilakukan dengan cara pengutipan atau pengambilan langsung terhadap ulat api tersebut. Biasanya pengendalian ini dilakukan jika serangan masih ringan dan skala kecil, tanamannya juga masih muda, dan belum terlalu tinggi.

Pelaksanaan kegiatan kutip ulat api dan kutip cocoon (kepompong) biasanya dilakukan oleh tenaga kerja harian wanita. Tenaga kerja ini harus menggunakan celana panjang, baju lengan panjang, sarung tangan, alat penjepit untuk mengambil ulat dari daun, dan ember yang berisi air. Ulat api dan cocoon hasil kutipan dikumpul menjadi satu dan dikubur dalam satu lubang.

Pengendalian dengan cahaya (light trap). Pengendalian dengan perlakuan cahaya (light trap) ini merupakan pengendalian hama serangga ulat api pada saat ulat api dalam fase imago (kupu-kupu) yang aktif di malam hari dan tertarik terhadap cahaya. Pengendalian dilakukan pada waktu sore hari sekitar pukul 18.00-19.00 WIB.

Teknis pelaksanaan light trap ini dilakukan dengan pemasangan sumber cahaya berupa lampu yang digantung di atas bejana berisi solar. Sumber cahaya tersebut akan meyoroti dan menerangi jalan sehingga imago dari ulat api ini akan tertarik dan menuju sumber cahaya dan menabrak lampu, sehingga akan jatuh ke bawah mengenai solar. Selanjutnya, serangga tersebut tidak bisa terbang kembali atau bisa juga langsung ditangkap dengan tangan.

Pengendalian secara kimiawi/ Swingfog. Aplikasi swingfog merupakan salah satu pengendalian ulat api dan ulat bulu secara kimiawi dengan menggunakan alat pembuat asap yang disebut swingfog. Alat ini akan melakukan pengasapan terhadap campuran solar dan pestisida dengan merek dagang Decis. Decis merupakan insektisida kontak dengan gejala yang ditimbulkan berupa lemas dan mengganggu sistem saraf pada serangga jika terkena kontak dengan insektisida ini. Solar digunakan untuk menempelkan insektisida pada daun sehingga lebih tahan lama berada di daun. Daun yang sudah terkontaminasi insektisida jika dimakan oleh ulat api maka ulat api tersebut akan mati.

(16)

Dosis yang digunakan adalah berupa perbandingan decis dengan solar adalah 1:10, artinya 1 liter Decis harus dicampur kedalam 10 liter solar. Kapasitas penampungan swingfog adalah 8 liter. Jumlah tenaga kerja yang digunakan adalah 3 orang yang terdiri dari 2 orang mengangkut alat dan 1 orang membawa galon isi campuran Decis dan solar. Selama magang, penulis mengikuti kegiatan ini di Divisi V Blok A17. Gambar 19 adalah gambar kegiatan aplikasi swingfog.

Gambar 19. Aplikasi Swingfog

Pengendalian secara biologi. Pengendalian hama ulat api secara biologi selain efektif juga ekonomis dan aman. Beberapa tanaman yang secara alami menjadi inang serangga predator yang dapat menekan populasi ulat api adalah

Turnera subulata, Antigonon leptopus, Borreria latifolia, Ageratum conyzoides

dan lain-lain. Di PT. JAW pengendalian secara biologi dilakukan dengan penanaman tanaman Turnera subulata yang merupakan tanaman inang predator ulat api seperti serangga Sycanus sp. Gambar 20 adalah gambar tanaman Turnera

subulata yang ditanam di pinggir jalan koleksi yang ada di hampir semua divisi.

(17)

Pengangkutan dan Pemasangan Titi Panen Beton

Titi panen merupakan jalan yang menghubungkan areal panen ke TPH karena dipisahkan oleh parit. Mulai tahun 2009, titi panen di PT. JAW sedang dilakukan betonisasi. Titi panen yang masih terbuat dari kayu diganti menjadi titi panen yang terbuat dari beton.

Titi panen yang rusak akan menyebabkan terganggunya kegiatan produksi dan pemeliharaan kelapa sawit. Pada saat penulis melaksanakan magang, kegiatan betonisasi titi panen masih terdapat di beberapa blok pada semua divisi. Titi panen yang terbuat dari kayu umumnya dilakukan penggantian tiap 6 bulan sekali, dengan betonosasi diharapkan dapat bertahan lama dan lebih ekonomis meskipun biaya investasinya lebih mahal.

Titi panen beton dibuat dari campuran semen, pasir, kerikil dengan perbandingan 1 : 2 : 3 dengan volume 0.16 m3 . Panjang titi panen adalah 500 cm, lebar 20 cm dengan berat sekitar 250-300 kg. Titi panen beton yang akan dipasang adalah titi panen yang telah benar-benar kering atau matang. Proses kegiatan pemasangan dan pengangkutan titi panen beton dapat dilihat pada Gambar 21.

Gambar 21. Pengangkutan dan Pemasangan Titi Panen Beton

Pemasangan titi panen beton memerlukan jumlah tenaga kerja yang cukup banyak karena titi beton ini cukup berat. Pemasangan dilakukan secara manual yaitu dengan mengangkat secara bersama-sama titi panen beton dengan menggunakan titi panen kayu sebagai fondasi yang menjembataninya. Pemasangan dilakukan dengan memindahkan posisi titi panen dari tepi jalan membentang parit. Di perkebunan PT. JAW, satu titi panen beton digunakan untuk menjembatani 3 pasar, dimana titi panen ini diletakkan pada pasar kedua.

(18)

Sensus Buah

Sensus buah yang dilakukan di PT. JAW Kebun Mentawak dikenal dengan istilah sensus buah hitam (black bunch cencus / BBC). Tujuan kegiatan BBC ini adalah untuk mengetahui jumlah produksi TBS untuk empat bulan yang akan datang.

Teknis kegiatan sensus buah ini dimulai dari kegiatan penentuan pokok kelapa sawit yang akan diambil datanya. Sample pokok kelapa sawit diambil pada tiap sepuluh baris dan dimulai pada baris ke-5. Seluruh pokok kelapa sawit pada baris yang telah ditentukan dicatat jumlah buah yang masuk dalam kriteria sedangkan pokok sawit yang mati diberi tanda silang. Buah yang termasuk kriteria BBC adalah buah yang memiliki warna hitam dan mengkilat mulai dari buah kopi (brondolan sawit yang berukuran seperti buah kopi) sampai buah mentah (buah merah dan matang tidak termasuk dalam sensus buah). Teknis dan tata cara penentuan sample pokok BBC disajikan pada Gambar 22.

Gambar 22. Teknis dan tata cara penentuan sample pokok BBC

Jumlah tenaga kerja yang diperlukan adalah 3 orang untuk menyelesaikan 2 blok. Selama kegiatan BBC berlangsung, penulis berstatus sebagai mandor dan KHL. Hasil BCC yang dilakukan penulis sebagai KHL di Divisi III Blok C17 tahun tanam 2002 adalah 1825 TBS dengan jumlah pokok sample BBC yaitu 454 pokok, sehingga rata-rata jumlah janjang tiap pokok adalah 4.02 TBS. Hasil sebagian sensus BBC di Blok C17 Divisi III disajikan pada Lampiran 6.

(19)

Pemanenan

Pemanenan merupakan kegiatan memotong tandan buah yang termasuk dalam kriteria panen, dan mengangkut buah ke tempat pengumpulan hasil (TPH). Setiap tiga pasar terdapat satu TPH yang terletak di bagian pinggir jalan koleksi. Keberhasilan panen dan produksi sangat bergantung pada bahan tanam yang digunakan, tenaga pemanen, keterampilan pemanen, sistem panen yang digunakan, kelancaran sarana transportasi serta faktor pendukung lainnya seperti organisasi panen yang baik, keadaan areal dan insentif yang diberikan.

Gambar 23. Pemanenan TBS

Taksasi panen. Taksasi panen merupakan kegiatan sensus TBS yang bertujuan untuk memperkirakan jumlah produksi yang akan dipanen besok. Kegiatan ini bisaanya dilakukan oleh mandor panen dan dapat digunakan untuk mengetahui jumlah tenaga kerja yang diperlukan dan angka kerapatan panen (AKP). Pada saat magang berlangsung, penulis melakukan kegiatan sensus di Divisi VI untuk mengetahui produksi panen besok, AKP, jumlah buah yang tertinggal, jumlah buah yang busuk dan lain-lain. Hasil taksasi panen di Divisi VI Blok B21 dengan luasan 49 ha, diperkirakan jumlah produksi TBS besok adalah 17 425 kg dengan BJR 8.5 kg/janjang dengan AKP 1 : 4, artinya setiap 4 pokok kelapa sawit terdapat 1 TBS.

Rotasi panen. Rotasi panen adalah lamanya waktu yang diperlukan antara panen terakhir sampai dengan panen berikutnya pada seksi panen yang sama. Sistem rotasi panen yang digunakan di perkebunan PT. JAW Divisi V adalah rotasi 6/7 yaitu terdapat 6 seksi panen dan dipanen di seksi yang sama setelah 7 hari.

(20)

Hanca panen. Sistem hanca panen di PT. JAW adalah sistem hanca giring tetap (perpaduan antara hanca tetap dan hanca giring). Pada sistem hanca giring tetap, pemanen diberi hanca dengan luasan yang ditentukan dan bersifat tetap. Jika hancanya telah selesai dipanen, pemanen bisa digiring oleh mandor untuk pindah ke hanca berikutnya yang belum selesai terpanen. Jika terjadi kekurangan tenaga kerja panen karena terdapat pemanen yang tidak bekerja, maka pemanen yang lain dapat mengambil hancanya. Sistem hanca giring tetap ini bertujuan untuk memudahkan mandor dalam pengawasan dan kemungkinan hanca yang tidak terpanen kecil dan lebih bersih.

Sistem hanca untuk panen juga tergantung pada umur tanaman tersebut. Jika umur tanaman kelapa sawit masih muda buahnya masih kecil dan bobotnya kurang sehingga diberi luasan hanca yang lebih besar dibandingkan dengan tanaman yang lebih tua. Rata-rata setiap pemanen mendapat hanca panen 2 ha/HK atau 5 pasar dimana luas satu pasar adalah 0.4 ha.

Kebutuhan tenaga pemanen. Kebutuhan tenaga pemanen biasanya ditentukan berdasarkan jumlah pekerja per luas seksi panen untuk setiap hari panen. Komponen kebutuhan tenaga kerja dihitung dari luasan seksi panen, angka kerapatan panen (AKP), bobot janjang rata-rata (BJR), populasi pohon per hektar, dan kapasitas pemanen per hari. Rata-rata jumlah tenaga kerja dalam satu divisi mencapai 22 orang SKU sedangkan sisanya adalah KHL yang jumlahnya tergantung dari jumlah produksi TBS yang akan di panen.

Alat-alat panen. Alat panen yang digunakan untuk memotong TBS dari pokoknya digunakan dodos dan egrek. Dodos digunakan untuk memotong TBS pada tanaman yang masih berumur sekitar 3-8 tahun, sedangkan setelah berumur lebih dari 8 tahun digunakan egrek karena batang tanaman sudah mencapai tinggi yang telah mencapai lebih dari 3 meter. Alat-alat panen disediakan oleh pihak perusahaan. Tabel 8 adalah alat-alat yang sering digunakan dalam pelaksanaan panen di perkebunan PT. JAW.

(21)

Tabel 8. Alat-alat Panen

No. Nama Alat Kegunaan

1. Dodos Pemotong tandan buah pada tanaman yang masih pendek 2. Egrek Pemotong tandan buah pada tanaman yang sudah tinggi 3. Angkong Alat angkut TBS dan Brondolan dari pasar pikul ke TPH 4. Gancu Alat angkut TBS dari pokok ke pasar pikul dan ke angkong 5. Kapak Memotong tandan buah yang panjang

6. Karung Tempat brondolan

7. Batu asah Pengasah dodos, egrek, kapak dan lain-lain 8. Lainnya Karet, bambu.

Sumber: Hasil Pengamatan di Lapangan. 2009.

Kriteria panen dan kualitas buah. Kriteria panen akan menentukan tingkat mutu dari TBS dan mutu Crude Palm Oil/CPO yang akan dihasilkan. Kriteria panen yang ada di PT. JAW Kebun Mentawak berdasar atas warna buah dan brondolan yang jatuh. Pada saat panen puncak, kriteria yang diterapkan adalah 2 brondolan artinya buah yang dipanen harus masak ditandai dengan jatuhnya brondolan minimal dua brondol di areal piringan atau pokok tanaman. Sedangkan pada kondisi sedikit buah, kriteria yang dipakai adalah membrondol satu atau minimal buah yang berwarna kuning kemerahan (belum membrondol).

TBS yang telah dipanen, pada hari itu juga harus segera diangkut ke PMKS (Pabrik Minyak Kelapa Sawit). Buah sawit yang tidak terangkut kualitasnya akan menurun karena kandungan ALB (asam lemak bebas) buah tersebut akan meningkat. TBS yang tidak terangkut ini dikenal dengan istilah buah restan.

Pelaksanaan kegiatan panen. Beberapa kegiatan yang termasuk dalam pelaksanaan kegiatan panen adalah memanen semua TBS yang termasuk ke dalam kriteria panen, mengutip bersih semua brondolan, menyusun pelepah yang dipotong pada gawangan mati, mengangkut TBS ke TPH dan menyusunnya. Gagang TBS yang terlalu panjang harus dipotong, ukuran panjang maksimal TBS adalah sekitar 3 cm yang diukur dari permukaan buah sampai sisi potongan yang miring. Ujung gagang diberi nomor kode pemanenan untuk pengecekan oleh mandor panen.

(22)

Pemanenan TBS dilakukan dengan cara mempertahankan pelepah daun yang berada tepat di bawah tandan buah, yang dikenal dengan istilah curi buah. Selain untuk mempertahankan kondisi buah tetap dalam keadaan songgo dua (satu buah disangga oleh 2 pelepah), sistem curi buah juga bertujuan untuk mempertahankan jumlah minimal pelepah daun dalam satu pokok tanaman kelapa sawit (efisiensi tajuk). Saat melakukan kegiatan panen, penulis hanya mampu memanen sekitar 20 TBS per hari, sedangkan prestasi rata-rata pemanen adalah 120 TBS per hari, dan pada umumnya penulis berstatus sebagai pendamping mandor panen.

Premi dan denda panen. Pemanen berstatus sebagai pekerja SKU dan KHL. Pemenen tidak mendapatkan upah bulanan secara khusus apabila ia tidak bekerja karena mangkir dan tidak izin. Pemanen akan menerima upah apabila ia bekerja, izin atau sakit. Pemanen harus memenuhi basis borong panen jika keadaan buah tersedia. Jika buah tidak tesedia maka pemanen diberikan toleransi tetapi hanca panennya memang harus benar-benar bersih atau tidak ada lagi buah matang yang tertinggal. Pemanen akan memperoleh premi apabila jumlah TBS yang didapat melebihi basis yang telah ditentukan. Ketentuan premi berbeda tiap tahunnnya dan didasarkan atas perbedaan tahun tanaam. Ketentuan basis dan premi tiap tahun tanam di PT. JAW disajikan pada Tabel 9.

Tabel 9. Ketentuan Basis Borong dan Premi Tahun 2009 di PT. JAW Kebun Mentawak

No. Tahun Tanam TM Basis Borong (kg/HK) Premi Over (Rp/kg) 1. 1995 11 900 27 2. 1996 10 800 37 3. 1997 9 800 47 4. 1998 8 650 52 5. 2002 4 500 57

Sumber : Kantor Pusat Kebun. 2009.

Basis borong biasanya ditentukan oleh tahun tanam tanaman tersebut yang di dalamnya menyangkut komponen produktivitas TBS (kg/ha). Premi ditujukan untuk meningkatkan prestasi kerja pemanen agar lebih memacu dirinya untuk

(23)

meningkatkan jumlah TBS yang dihasilkan. Sedangkan untuk meningkatkan perhatian akan pentingnya kegiataan panen yang berpengaruh terhadap kuantitas dan kualitas CPO yang dihasilkan maka diterapkan sistem denda. Denda panen berupa sanksi yang ditujukan pada pemanen yang apabila melakukan kesalahan atau penyimpangan dari norma kerja yang sudah ditetapkan.

Beberapa jenis denda panen seperti: buah mentah yang dipanen Rp. 1 000/TBS, brondolan yang tertinggal di pokok Rp. 500/pokok, buah matang

yang tidak di panen Rp. 1 000/TBS, gagang TBS terlalu panjang Rp. 250/janjang, pelepah yang tidak pada tempatnya Rp. 250/pelepah. Untuk pemberian sanksi ini kurang terlalu diterapkan oleh mandor panen karena beberapa alasan.

Aspek Manajerial

Pendamping Mandor

Mandor merupakan karyawan tingkat non staf yang bertugas membantu asisten dalam menjalankan pekerjaan kebun baik secara teknis maupun administratif. Mandor merupakan orang yang berhubungan langsung dengan karyawan dan bertugas langsung di lapangan serta bertanggung jawab kepada asisten. Mandor yang ada pada setiap divisi terdiri dari: mandor I, mandor panen, krani buah, krani transport, mandor perawatan dan krani divisi, sedangkan di kebun pembibitan mempunyai 4 orang mandor. Selama penulis berstatus sebagai pendamping mandor, penulis pernah bertugas di kebun pembibitan dan di divisi seperti menjadi mandor pemupukan di pembibitan utama, mandor konsolidasi, mandor tabur mulsa, mandor panen, mandor penyemprotan, krani transport, dan lain sebagainya. Untuk informasi lebih rinci tugas manajemen yang pernah dilakukan penulis selama berstatus sebagai pendamping mandor dapat dilihat pada Lampiran 7. Mandor mempunyai beberapa peranan seperti:

1. Merencanaan kegiatan teknis yang akan di lakukan seperti kebutuhan fisik, biaya dan tenaga kerja

2. Mengawasi dan mengorganisasi pelaksanaan teknis pekerjaan di lapangan 3. Membuat laporan hasil pekerjaan yang dilakukan dan menganalisisnya 4. Memotivasi karyawan.

(24)

Mandor dan krani di kebun pembibitan. Mandor di kebun pembibitan berjumlah 4 orang (termasuk didalamnya mandor I yang berstatus SKU) yang status mandornya dapat dirangkap sesuai dengan jenis pekerjaan yang sedang dilakukan pada hari tersebut. Seorang mandor bisa mengawasi dua hingga tiga jenis pekerjaan. Jumlah mandor yang ada di kebun pembibitan ini masih dinilai kurang mengingat banyaknya jenis pekerjaan yang harus diawasi setiap harinya.

Di kebun pembibitan juga mempunyai seorang krani berstatus KHL yang mengurusi masalah administrasi kebun pembibitan. Krani pembibitan mengerjakan laporan LHPU dan Daily Work Program And Realitation. Jenis pekerjaan khusus seperti: penanaman kecambah, pengangkutan bibit, dan lainnya, krani pembibitan juga harus membuat laporan yang diperlukan. LHPU dibuat berdasarkan laporan dari Daily Work Program And Realitation. Sedangkan Daily

Work berasal dari hasil laporan kegiatan masing-masing mandor.

Mandor I. Jabatan mandor I langsung berada di bawah asisten untuk mengontrol semua jenis pekerjaan yang dilakukan. Mandor I berkewajiban membuat rencana kerja harian dan bertanggung jawab secara langsung terhadap pekerjaan mandor-mandor dan karyawan. Seperti halnya asisten, mandor I juga mengawasi seluruh pekerjaan yang dilakukan dan memastikan kegiatan yang dilakukan telah sesuai dengan norma kerja yang ditetapkan. Mandor I harus aktif menyelesaikan permasalahan yang terjadi di lapangan dan harus dapat mencari solusinya, misalnya masalah angkutan panen, buah restan, dan lain-lain.

Mandor panen. Mandor panen adalah orang yang bertanggung jawab dalam kegiatan panen yang dibantu oleh krani buah dan krani transport. Tugas mandor panen adalah mengawasi kegiatan panen agar berjalan dengan baik. Mandor panen juga mempunyai tugas untuk menentukan hanca panen dan jumlah tenaga kerja yang dibutuhkan. Mandor panen juga secara tidak langsung bertanggung jawab terhadap kualitas TBS yang dipanen seperti tingkat kematangan buah, buah busuk, buah matang yang tertinggal di pokok, brondolan yang tertinggal serta memastikan tangkai buah TBS pendek.

Mandor panen pada setiap divisi ada dua orang yang merupakan karyawan non staf tingkat SKU. Setiap harinya, mandor panen harus membuat laporan hasil kegiatan panen yang selanjutnya akan dibukukan oleh krani divisi dalam bentuk

(25)

laporan panen harian (LPH). Beberapa data yang harus dilaporkan seperti: blok yang dipanen, luas panen, rotasi panen, jumlah tenaga kerja (SKU dan KHL), jumlah tandan per TPH, jumlah brondolan yang dipanen. Mandor panen harus aktif mengawasi ke dalam hanca untuk memastikan tidak terjadi penyimpangan oleh pemanen.

Krani transport. Krani transport merupakan orang yang bertanggung jawab terhadap pengangkutan TBS dari TPH ke PMKS termasuk kendala yang terjadi selama perjalanan. Bersama dengan Mandor I bertugas untuk menyediakan truk pengangkut sesuai dengan buah TBS yang dihasilkan. Setelah memastikan jumlah truk pengangkut yang dibutuhkan, kegiatan pengangkutan dilakukan bila kegiatan panen selesai. Krani transport membawahi 3 orang pemuat TBS ke dalam truk. Laporan hasil kerja dari krani transport berupa nota angkut buah (NAB) yang berisi informasi tentang jumlah tandan yang diangkut (BJR atau kg) dan penimbangan TBS.

Mandor perawatan. Mandor perawatan merupakan karyawan non staf yang termasuk dalam SKU. Setiap divisi memiliki dua orang mandor perawatan, yang terdiri dari satu mandor perawatan umum dan satu mandor spraying. Beberapa kegiatan yang termasuk dalam kegiatan pemeliharaan adalah pemupukan, pengendalian gulma, pemeliharaan jalan dan jembatan, pemeliharaan TPH dan pengendalian hama dan penyakit.

Tugas mandor umumnya sama pada setiap jenis pemeliharaan yaitu mempersiapkan tenaga kerja, bahan yang dibutuhkan dan pengawasan terhadap kegiatan di lapangan serta melaporkan hasil kegiatan dalam bentuk Buku Mandor Perawatan. Lampiran 8 adalah form Buku Kegiatan Mandor Perawatan. Selama kegiatan magang berlangsung, penulis bersama mandor perawatan melakukan kegiatan pemeliharaan dan berstatus sebagai mandor perawatan. Prestasi penulis sebagai mandor perawatan sama dengan prestasi mandor perawatan lainnya.

Krani divisi. Kantor divisi merupakan salah satu pusat administrasi kebun terkecil dan menjadi sumber data langsung di lapangan. Krani bertanggung jawab mengurusi masalah administrasi kantor yang diperoleh dari kegiatan di lapangan. Beberapa hal yang menjadi tanggung jawab krani meliputi laporan yang masuk

(26)

maupun yang keluar seperti absensi mandor, bon permintaan barang dan laporan hasil kegiatan dari masing-masing mandor.

Di setiap divisi, kegiatan tetap yang harus diselesaikan tiap hari adalah Laporan Harian Hasil Panen (LHHP), Laporan Harian Perawatan dan Umum (LHPU), Daily Work Program And Realitation (Program dan Realisasi Kerja Harian) dan Daily Cost (Pengeluaran Harian). Untuk laporan tutup buku (setiap bulan) krani harus merekap laporan harian dan membuat daftar absensi karyawan SKU dan KHL. LHHP dibuat berdasarkan laporan dari Daily Work Program And

Realitation. Sedangkan Daily Work berasal dari hasil laporan kegiatan

masing-masing mandor.

Masalah manajemen yang penulis temukan pada saat menjadi pendamping mandor di pembibitan adalah kurangnya disiplin dan adanya pemborosan waktu yang dilakukan oleh KHL akibat kurangnya pengawasan oleh mandor terhadap KHL tersebut. Pada saat penulis menjadi mandor untuk jenis pekerjaan tabur mulsa, penulis menemukan suatu masalah dan pemborosan waktu yang dilakukan oleh KHL.

Dari total 10 pekerja dibagi menjadi 3 regu yang terdiri dari: 1 orang yang memasukkan cangkang ke dalam karung, 3 orang pelangsir karung ke lapangan dan 6 orang sebagai penabur cangkang ke dalam polybag. Dalam pelaksanaannya, penulis mendapati suatu masalah dan dimana 6 orang regu penabur cangkang selalu lebih dulu selesai menghabiskan cangkang dalam karung yang sudah dilangsir oleh 3 orang pelangsir. Regu pelangsir selalu kalah cepat dengan regu penabur. Selama menunggu pelangsir membawa karung yang berisi cangkang, para penabur duduk sambil beristirahat dan tentunya ada waktu dan tenaga yang terbuang sia-sia.

Pendamping Asisten

Asisten merupakan orang yang bertanggung jawab terhadap seluruh kegiatan dan hal-hal penting lainnya dalam suatu luasan areal tertentu (divisi). Asisten bertanggung jawab kepada asisten senior (asisten kepala) dan estate

manager. Tugas asisten meliputi seluruh kegiatan manajemen seperti:

(27)

Di divisi, asisten memimpin briefing pagi kepada para mandor dan bisa juga bersamaan langsung dengan karyawan. Hal yang dibahas dalam briefing bersama mandor adalah membahas hasil kegiatan sebelumnya dan pembagian tenaga kerja. Asisten melakukan pengawasan terhadap setiap kegiatan yang dilakukan setiap harinya seperti mengontrol kegiatan panen, kegiatan pemeliharaan dan lain-lain. Asisten pembibitan mengawasi seluruh pekerjaan yang ada di kebun pembibitan. Setelah melakukan pengawasan, selanjutnya asisten akan menyelesaikan tugas administrasi di kantor divisi. Tugas manajemen yang pernah dilakukan penulis selama berstatus sebagai pendamping asisten dapat dilihat pada Lampiran 9.

Pada saat menjadi pendamping asisten, penulis menemukan masalah terhadap sistem pekerjaan yang diterapkan di kebun pembibitan. Di kebun pembibitan, ada dua jenis sistem pekerjaan yaitu: sistem pekerjaan borongan dan sistem pekerjaan harian (dengan target hasil dan tanpa target hasil). Sistem pekejaan harian tanpa target hasil merupakan sistem pekerjaan yang hanya berdasarkan lamanya waktu bekerja yaitu 7 jam, sementara kuantitas hasil yang dicapai kurang diperhitungkan. Beberapa jenis pekerjaan yang termasuk kedalam sistem pekerjaan harian tanpa target hasil seperti: tabur mulsa, penyiangan gulma, konsolidasi, seleksi di pembibitan awal, dan lain-lain. Sistem pekerjaan harian tanpa target hasil dinilai kurang efektif karena dapat menyebabkan penyimpangan dan pemborosan waktu yang dilakukan oleh KHL.

Gambar

Gambar 7. Kondisi Lahan Kebun Pembibitan PT. JAW
Gambar 8. Kecambah Sawit dari Costarica, Amerika Tengah
Gambar 11. Bibit yang Akan Dipindah Tanam ke Pembibitan Utama  Seleksi  bibit.  Di  kebun  pembibitan  PT
Gambar 12. A) Bibit Kerdil (runt), B) Bibit Juvenil
+5

Referensi

Dokumen terkait

Evaluasi kertas kerja dan produk nyata dilakukan oleh pembimbing , dosen partisipan yang ditunjuk pada seminar dan dosen mata kuliah tugas akhir.Laporan tugas

Kabupaten Subang adalah daerah otonom sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1950 tentang Pembentukan Daerah-Daerah Kabupaten Dalam

Kabel tanah yang dipasang berdekatan dengan kabel listrik pengairan dengan jarak lebih kecil dari 0.3 m harus diletakkan dalam jalur atau pipa dari bahan yang tidak dapat

bahwa dalam penelitian kuantitatif maka alat untuk mengolah datanya yaitu dengan menggunakan statistik yang terbagi menjadi statistik deskriptif dan

Implementasi Diversi untuk memberikan jaminan perlindungan hukum terhadap anak yang berhadapan dengan hukum dalam Sistem Peradilan Pidana Anak Indonesia yaitu dengan

CABARAN 1 Mewujudkan negara Malaysia bersatu yang mempunyai matlamat yang serupa &amp; dikongsi bersama-sama.. CABARAN 2 Mewujudkan masyarakat yg berjiwa bebas, tenteram &amp; maju

Hasil simulasi indeks lahan menurut skenario 2 (Tabel 26) menunjukkan bahwa lahan yang direncanakan untuk areal budidaya palawija pola pengelolaan pertanian konservasi pada unit

Berdasarkan hasil analisis uji Anova dua jalur yang menunjukkan nilai p&lt;0,05 dan berdasarkan hasil analisis uji LSD antara metode Bass sesudah perlakuan dengan