• Tidak ada hasil yang ditemukan

Identifikasi Potensi Dan Strategi Pengembangan Ekowisata Mangrove Di Dusun Paluh Tabuhan Desa Lubuk Kertang Kecamatan Brandan Barat Kabupaten Langkat Chapter III V

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Identifikasi Potensi Dan Strategi Pengembangan Ekowisata Mangrove Di Dusun Paluh Tabuhan Desa Lubuk Kertang Kecamatan Brandan Barat Kabupaten Langkat Chapter III V"

Copied!
40
0
0

Teks penuh

(1)

METODE PENELITIAN

Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini akan dilaksanakan pada bulan September 2016-Januari 2017 di Dusun Paluh Tabuhan Desa Lubuk Kertang, Kecamatan Brandan Barat,

Kabupaten Langkat, Sumatera Utara yang terletak pada 04o02’34,25” LU- 04o05’27,11” LU dan 98o14’57,92” BT- 98o18’37,87” BT.

Gambar 1. Lokasi Penelitian di Desa Lubuk Kertang Bahan dan Alat

(2)

System (GPS), kompas, rol meter kain, tonggak kayu, dan buku panduan identifikasi mangrove di Indonesia.

Metode Pengumpulan Data

Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini terdiri atas data primer dan data sekunder yang dikelompokan menjadi empat kelompok jenis data. Kelompok jenis data tersebut terdiri atas terbagi ke dalam dua faktor yakni faktor sosial dan faktor biologi. Dari segi faktor sosial, terbagi ke dalam dua bagian yakni masyarakat dan pengunjung. Untuk bagian masyarakat, terdapat empat variabel diantaranya; karakteristik masyarakat pemanfaat ekosistem mangrove, kegiatan pemanfaatan ekosistem mangrove, pemahaman dan persepsi masyarakat serta keterlibatan masyarakat. Sementara pada bagian pengunjung, terdapat tiga variabel diantaranya; karakteristik pengunjung, pemahaman dan persepsi pengunjung serta keinginan pengunjung berwisata mangrove. Faktor yang kedua yaitu faktor biologi dimana terdapat dua bagian diantaranya; potensi sumberdaya mangrove (ketebalan & kerapatan) serta keberadaan obyek biota ekosistem mangrove.

a. Metode Pengamatan Ekosistem Mangrove

(3)

Pengamatan dibagi ke dalam tiga stasiun, dimana pada setiap stasiun dibagi lima petak-petak contoh (plot) berbentuk bujur sangkar dengan ukuran :

1) 10 x 10 m untuk tingkat pohon (diameter batang > 10 cm dan tinggi > 1,3 m) 2) 5 x 5 m untuk tingkat pancang (diameter batang 2-10 cm dan tinggi > 1 m) 3) 2 x 2 m untuk semai (diameter batang < 2 cm dan tinggi < 1 m).

Berikut adalah sketsa dari pembagian tiga stasiun

Gambar 2. Sketsa Pengamatan Tiap Stasiun

(4)

Gambar 3. Desain unit contoh pengamatan vegetasi di lapangan dengan metode jalur A: petak untuk pengamatan semai (2 m x 2 m)

B: petak untuk pengamatan pancang (5 m x 5 m) C: petak untuk pengamatan pohon (10 m x10 m)

Data yang diambil pada pengamatan ekosistem mangrove adalah jenis mangrove yang berada di dalam stasiun pengamatan serta jenis perakarannya, serta pengamatan visual biota-biota yang berada di stasiun tersebut. Pengamatan burung dilakukan pengamatan pada waktu pagi hari jam 07.00 dan sore hari jam 17.30. Pengamatan dilakukan dengan cara duduk diam dan bersandar di bawah pohon mangrove sambil mengamati ke arah tajuk dan udara. Pengamatan dilakukan dengan menggunakan teropong selama ± 2 jam Pengamatan burung dilakukan di seluruh kawasan berdasarkan informasi yang dihimpun dari masyarakat seperti lokasi atau tempat mencari makan, kawin, tidur maupun saat beristirahat. Pengamatan moluska dari semua plot yang telah ditentukan yang mewakili setiap stasiun juga dilakukan pengamatan moluska yang berada di plot tersebut. Pengamatan kepiting dan reptil langsung diamati di lapangan (Bengen, 2002).

(5)

b. Pengambilan Data Persepsi Masyarakat Pengelola Kawasan Ekowisata

Data dikumpulkan secara langsung di lokasi penelitian melalui wawancara secara terstruktur dengan responden (pedoman dengan kuisioner) yakni kelompok masyarakat pengelola kawasan ekowisata yang ditentukan dengan rumus Slovin (Setiawan, 2007).

Keterangan :

n = Ukuran Sampel yang dibutuhkan N = Ukuran Populasi

e = Margin error yang diperkenankan (5%)

Metode pengambilan sampel/responden yang digunakan adalah purposive sampling, yaitu metode pengambilan sampel berdasarkan pertimbangan atau tujuan tertentu. Pertimbangannya adalah bahwa sampel/responden tersebut bersifat spesifik, sehingga penentuannya harus dilakukan secara sengaja. Dalam hal ini yang menjadi pertimbangan adalah masyarakat dengan kriteria berusia diatas tujuh belas tahun yang memanfaatkan ekosistem mangrove dan bersedia untuk diwawancarai. Jumlah responden yang diperlukan dengan menggunakan rumus Slovin yakni 52 orang. Data yang dikumpulkan meliputi:

1. Data karakteristik masyarakat pengelola kawasan ekowisata.

2. Kegiatan pemanfaatan ekosistem mangrove oleh masyarakat pengelola kawasan ekowisata.

3. Pemahaman dan persepsi masyarakat tentang ekowisata mangrove dan kualitas sarana & prasarana.

4. Keterlibatan masyarakat.

(6)

c. Pengambilan Data Persepsi Pengunjung

Data dikumpulkan langsung secara terstruktur dengan responden yang mengisi pedoman dengan kuisioner pengunjung yang datang pertahunnya ke kawasan ekowisata mangrove Desa Lubuk Kertang yang ditentukan dengan rumus Slovin (Setiawan, 2007).

Keterangan :

n = Ukuran Sampel yang dibutuhkan N = Ukuran Populasi

e = Margin error yang diperkenankan (5%)

Metode yang digunakan untuk pengambilan sampel/responden adalah metode random sampling. Pertimbangan yang digunakan adalah responden (pengunjung) yang berkunjung ke tempat ekowisata dan waktu pengambilan sampel/responden ialah pada saat akhir pekan, karena pada saat seperti itu banyak pengunjung yang datang. Jumlah responden yang diperlukan dengan menggunakan rumus Slovin yakni 92 orang. Data yang dikumpulkan meliputi antara lain :

1. Data karakter responden (umur, pendidikan, pendapatan, asal wisatawan).

2. Pemahaman atau persepsi wisatawan tentang ekowisata, ekosistem mangrove, kondisi mangrove serta sarana dan prasarana.

3. Keinginan pengunjung.

d. Pengambilan Data Sekunder

Pengumpulan data sekunder dilakukan dengan cara mengumpulkan data faktor fisik dan data pendukung lainnya. Sumber data berasal dari Pemerintahan Pusat, Pemerintahan Daerah dari Dinas/Instansi dan Pemerintah Desa yang terkait

(7)

dengan kelengkapan data penelitian, yaitu : Kelompok Tani Bakau Mas, Kantor Kelurahan Lubuk Kertang, Dinas Kehutanan Kabupaten Langkat dan Balai Pengelolaan Hutan Mangrove Wilayah II Medan.

Analisis Data

a. Metode Analisis Potensi Ekosistem Mangrove

Data yang dikumpulkan meliputi: data mengenai jenis spesies, jumlah individu, dan diameter pohon. Data-data tersebut kemudian diolah untuk mengetahui kerapatan setiap spesies dan kerapatan total semua spesies dengan menggunakan rumus masing - masing dibawah ini.

a. Kerapatan Spesies

Kerapatan spesies adalah jumlah individu spesies i dalam suatu unit area yang dinyatakan sebagai berikut:

Kerapatan Spesies = ni / A Keterangan:

ni : Jumlah total individu dari spesies i A : Luas area pengambilan contoh

b. Kerapatan Total

Kerapatan Total adalah jumlah semua individu mangrove dalam suatu unit area yang dinyatakan sebagai berikut:

Kerapatan Total = Σn / A Keterangan:

Σn : Jumlah total individu seluruh spesies A : Luas area pengambilan contoh

b. Metode Analisis Kesesuaian Daya Dukung

Kegiatan wisata yang akan dikembangkan hendaknya disesuaikan dengan potensi sumberdaya dan peruntukannya. Setiap kegiatan wisata mempunyai

... (3)

(8)

persyaratan sumberdaya dan lingkungan yang sesuai objek wisata yang akan dikembangkan. Rumus yang digunakan untuk kesesuaian wisata mangrove adalah (Yulianda, 2007):

IKW = )

Keterangan:

IKW = Indeks kesesuaian ekosistem untuk wisata mangrove

(Sesuai: 83% - 100%, Sesuai Bersyarat: 50% - <83%, Tidak Sesuai: <50) Ni = Nilai parameter ke-i (Bobot x Skor).

Nmaks = Nilai maksimum dari kategori wisata mangrove (39).

Penentuan kesesuaian berdasarkan perkalian skor dan bobot yang diperoleh dari setiap parameter. Kesesuaian kawasan dilihat dari tingkat persentase kesesuaian yang diperoleh penjumlah nilai dari seluruh parameter. Kesesuaian wisata pantai kategori wisata mangrove mempertimbangkan 5 parameter dengan 4 klasifikasi penilaian. Parameter kesesuaian wisata pantai kategori wisata mangrove antara lain: ketebalan mangrove, kerapatan mangrove, jenis mangrove, pasang surut, dan obyek biota. Adapun matriks kesesuaian lahan untuk wisata pantai kategori mangrove dapat dilihat adalah seperti yang tertera dalam Tabel 1.

(9)

Tabel 1. Matriks Kesesuaian Lahan untuk Wisata Pantai Kategori Wisata Mangrove (2007)

No Parameter Bobot Kategori

Baik Skor

c. Analisis Daya Dukung

Analisa daya dukung ditujukan untuk pengembangan wisata bahari dengan memanfaatkan potensi sumberdaya pesisir, pantai dan pulau-pulau kecil secara lestari. Mengingat pengembangan wisata bahari tidak bersifat mass tourism, mudah rusak dan ruang untuk pengunjung sangat terbatas, maka perlu penentuan daya dukung kawasan. Metode yang diperkenalkan untuk menghitung daya dukung pengembangan ekowisata alam adalah dengan menggunakan konsep Daya

Dukung Kawasan (DDK).

(10)

DDK = K×

Keterangan:

DDK = Daya Dukung Kawasan (orang/hari).

K = Potensi ekologis pengunjung per satuan unit area (orang). Lp = Panjang area yang dapat dimanfaatkan (m).

Lt = Unit area untuk kategori tertentu (m).

Wt = Waktu yang disediakan oleh kawasan untuk kegiatan wisata dalam satu hari (jam/hari).

Wp = Waktu yang dihabiskan oleh pengunjung untuk setiap kegiatan tertentu (jam/hari).

Adapun potensi ekologis pengunjung (K) dan luas area kegiatan (Lt) adalah seperti yang tertera dalam Tabel 2.

(11)

d. Analisis SWOT

Analisis SWOT adalah identifikasi berbagai faktor secara sistematis untuk merumuskan strategi pengelolaan. Analisis ini didasarkan pada logika yang dapat memaksimalkan kekuatan (Strengths) dan peluang (Opportunities), namun secara bersamaan dapat meminimalkan kelemahan (Weaknesses) dan ancaman (Threats). SWOT adalah singkatan dari lingkungan internal Strengths dan Weaknesses serta lingkungan eksternal Opportunities dan Threats. Analisis SWOT membandingkan antara faktor eksternal dan internal. Hal pertama yang dilakukan dalam menentukan matriks SWOT adalah mengetahui faktor strategi internal (IFAS) Internal Strategic Factors Analysis Summary dan faktor strategi eksternal (EFAS) External Strategic Factors Analysis Summary (Rangkuti, 2009).

Penentuan berbagai faktor, bobot setiap faktor dan tingkat kepentingan setiap faktor didapatkan dari hasil wawancara dengan orang-orang yang berkompeten dibidangnya dan disesuaikan dengan kondisi di lapang. Hal ini dilakukan agar sifat obyektif dari analisis ini dapat diminimalkan.

Penentuan faktor strategi internal dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut:

1. Menentukan faktor-faktor yang menjadi kekuatan serta kelemahan dari kegiatan pengelolaan.

2. Memberi bobot masing-masing faktor tersebut sesuai dengan tingkat kepentingannya. Jumlah seluruh bobot harus sebesar 1,00.

(12)

mangrove di Desa Lubuk Kertang (nilai : 4 = sangat penting, 3 = penting, 2 = cukup penting, 1 = kurang penting).

4. Mengalikan bobot pada kolom 2 dengan rating pada kolom 3 untuk memperoleh faktor pembobotan dalam kolom 4. Hasil dari perkalian ini akan berupa skor pembobotan untuk masing-masing faktor.

Adapun faktor strategi internal adalah seperti yang tertera dalam Tabel 4.

Penentuan faktor strategi eksternal dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut:

1. Menentukan faktor-faktor yang menjadi peluang serta ancaman dari kegiatan pengelolaan.

2. Memberi bobot masing-masing faktor tersebut sesuai dengan tingkat kepentingannya. Jumlah seluruh bobot harus sebesar 1,00.

3. Menghitung rating (kolom 3) untuk masing-masing faktor berdasarkan pengaruh/respon faktor-faktor tersebut terhadap pengelolaan ekosistem mangrove di Estuari Perancak (nilai : 4 = sangat penting, 3 = penting, 2 = cukup penting, 1 = kurang penting).

(13)

e. Pembuatan Matriks SWOT

Setelah matriks (Internal Strategic Factors Analysis Summary) IFAS dan (External Strategic Factors Analysis Summary) EFAS selesai, selanjutnya unsur-unsur tersebut dihubungkan dalam matrik untuk memperoleh beberapa alternatif strategi. Matriks ini memungkinkan empat kemungkinan stategi. Adapun diagram matriks SWOT adalah seperti yang tertera dalam Tabel 5.

f. Pembuatan Tabel Ranking Alternatif Strategi

(14)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Faktor Biologi

a. Potensi Sumberdaya Ekosistem Mangrove

Kerapatan jenis mangrove yang didapatkan pada setiap stasiun, mulai dari tingkat semai, anakan dan pohon dapat dilihat pada Tabel 6.

Tabel 6. Jumlah dan Kerapatan Jenis Mangrove Tingkat Pohon

Spesies Jumlah Individu Kerapatan Jenis (ind/ha) St 1 St 2 St 3 St 1 St 2 St 3

Dari hasil pengamatan mangrove di 3 stasiun diperoleh 10 jenis mangrove yang terdiri dari Tengar (Ceriops tagal), Teruntum (Lumnitzera racemosa), Cingam (Scyphiphora hydrophyllacea), Api-api (Avicennia lanata), Mata Buaya (Bruguiera sexangula), Buta-buta (Excoecaria agallocha), Perepat (Sonneratia caseolaris), Nyirih (Xylocarpus granatum), Jeruju (Acanthus ilicifolius)dan Bakau Minyak (Rhizophora apiculata).

Dari hasil pengamatan di lapangan, diperoleh kisaran kerapatan jenis setiap stasiunnya sangat rapat untuk tingkat pohon. Stasiun 1 terdiri dari 6 jenis mangrove, yaitu Bakau Minyak (Rhizophora apiculata), Tengar (Ceriops tagal), Api-api (Avicennia lanata), Teruntum (Lumnitzera racemosa), Cingam (Scyphiphora hydrophyllacea), dan Buta-buta (Excoecaria agallocha). Pada stasiun

(15)

(Rhizophora apiculata). Pada stasiun ini, kisaran kerapatan total semua jenis mangrovenya 1340 ind/ha.

Stasiun 2 terdiri dari 5 jenis mangrove, yaitu Bakau Minyak (Rhizophora apiculata), Tengar (Ceriops tagal), Mata Buaya (Bruguiera sexangula), Perepat (Sonneratia caseolaris) dan Nyirih (Xylocarpus granatum). Pada stasiun 2, kerapatan jenis yang terbesar adalah jenis Bakau Minyak (Rhizophora apiculata). Pada stasiun ini, kisaran kerapatan total semua jenis mangrovenya 1060ind/100ha.

Pada stasiun 3 terdapat 3 jenis mangrove yakni Bakau Minyak (Rhizophora apiculata), Api-api (Avicennia lanata) dan jeruju (Acanthus

ilicifolius). Kerapatan terbesar pada stasiun 3 terdapat pada jenis Bakau Minyak (Rhizophora apiculata). Pada stasiun ini, kisaran kerapatan total semua jenis adalah 1480 ind/100m2

b. Keberadaan Fauna Ekosistem Mangrove di Lubuk Kertang .

(16)

Data keberadaan fauna ekosistem mangrove Desa Lubuk Kertang dapat dilihat dalam Tabel 9.

Tabel 9. Jenis Fauna yang Ditemukan di Lokasi Penelitian

No

Jenis dan Nama Fauna Stasiun

1 2 3

Mangrove memiliki fungsi ekologis sebagai habitat berbagai jenis satwa. Komunitas fauna mangrove di Desa Anak Setatah membentuk percampuran antara dua kelompok, yaitu kelompok fauna daratan (terrestrial) dan kelompok fauna perairan (akuatik) (Bengen, 2002). Fauna di habitat mangrove memainkan peran penting dalam fungsi ekosistem dan dengan demikian dapat menjadiindikator yang

berguna bagi kawasan mangrove, walaupun manajemen silvikultur lebih sering

(17)

komponennya. Keberadaan fauna-fauna ini dapat menjadi potensi daya tarik pengembangan alternatif wisata mangrove lainnya. Contoh alternatif–alternatif ini seperti pengamatan jenis burung, memancing dan fotografi.

c. Kondisi Pasang Surut

Grafik pasang surut air laut dapat dilihat pada Gambar 5.

Data mengenai pasang surut merupakan data primer yang diperoleh dari hasil pengukuran di lokasi penelitian selama 39 jam. Dari analisis data pasang surut memperlihatkan bahwa tinggi muka air di lokasi penelitian pada saat pasang tertinggi mencapai 120 cm pada rambu pasut sedangkan tinggi muka air pada saat surut terendah adalah 0 cm. Ini menunjukkan bahwa kisaran pasang surut yang diperoleh adalah sebesar 54,45 cm. Kisaran pasang surut tersebut sudah termasuk kisaran sangat sesuai untuk pemilihan lokasi wisata.

d. Kesesuaian Ekologis untuk Kegiatan Ekowisata

Kegiatan wisata yang akan dikembangkan hendaknya disesuaikan dengan potensi sumberdaya dan peruntukannya. Indeks kesesuaian ekologis dapat

(18)

mengidentifikasikan apakah suatu ekosistem sesuai (S), sesuai bersyarat (SB), atau tidak sesuai (N) untuk suatu kegiatan wisata.

Kesesuaian wisata mangrove mempertimbangkan 5 parameter dengan 4 klasifikasi penilaian. Parameter parameter tersebut adalah ketebalan mangrove, kerapatan mangrove, jenis mangrove, dan pasang surut. Analisis kesesuaian ekologis dilakukan di semua stasiun pengamatan dan setiap stasiun tersebut dibagi menjadi jalur. Berdasarkan analisis kesesuaian ekologis di 3 lokasi, semua lokasi yakni stasiun 1, stasiun 2 dan stasiun 3 tergolong kedalam indeks yang sesuai (S). Tabel hasil perhitungan Indeks Kesesuaian Wisata tersebut dapat dilihat pada Lampiran 4.

Kategori Sesuai ini menunjukan bahwa kondisi ekosistem mangrove di kawasan mangrove Desa Lubuk Kertang ini sesuai untuk dijadikan atau dikembangkan sebagai obyek wisata. Menurut Supardjo (2008), kawasan yang memiliki kesesuaian ekologis untuk ekowisata dengan tingkat sesuai (S), perlu dijaga kelestariannya agar kawasan tersebut menjadi kawasan wisata mangrove yang sukses dan berkontribusi terhadap pendapatan pendapatan daerah, khususnya di Kabupaten Langkat.

e. Daya Dukung Kawasan untuk Kegiatan Ekowisata

Daya dukung kawasan mangrove dapat dilihat pada Tabel 10.

Tabel 10. Daya Dukung Kawasan Mangrove Desa Lubuk Kertang

(19)

Meskipun ekosistem mangrove di Desa Lubuk Kertang ditanami mangrove, namun kondisi ekosistemnya cukup menarik dengan adanya sungai besar dan paluh-paluh sungai di antara hamparan hutan mangrove. Disisi lain permintaan pengunjung ekowisata sangat banyak, tetapi daya dukung kawasan membatasi kegiatan yang dilakukan di lingkungan alam. Keunikan ini dapat dimanfaatkan sebagai daya tarik wisatawan untuk melakukan kegiatan ekowisata.

Kegiatan ekowisata mangrove di kawasan mangrove Desa Lubuk Kertang dapat dilakukan dengan menyusuri sungai di ekositem mangrove ini. Kegiatan yang dilakukan pada kawasan ini dalam pelaksanaannya harus memperhatikan daya dukung kawasan. Terdapat 5 track pada lokasi ini, dengan nilai daya dukung kawasan sebanyak 36 orang per hari. Hasil perhitungan nilai daya dukung kawasan dapat dilihat pada Tabel 10.

(20)

Faktor Sosial

a. Karakter Masyarakat Pemanfaat Ekosistem Mangrove

Perbandingan jenis kelamin masyarakat dapat dilihat pada Gambar 4 dan karakteristik usia masyarakat dapat dilihat pada Gambar 5.

Persentase usia masyarakat besarnya berbeda pada setiap kisaran usia, yakni diantaranya usia 17-26 tahun adalah 12%, usia 27-36 adalah 26%, usia 37-46 tahun adalah 30% usia 47-56 tahun adalah 22%, dan usia >56 tahun adalah 10%. Berdasarkan data karakteristik responden masyrakat, tingginya persentase usia 37-46 tahun dikarenakan keterlibatan masyarakat terhadap kegiatan pengelolaan dan pemanfaatan ekosistem mangrove Desa Lubuk Kertang banyak dilakukan pada kelompok usia tersebut.

Tingkat pendidikan masyarakat dapat dilihat pada Gambar 6. Sementara karakteristik pekerjaan masyarakat dapat dilihat pada Gambar 7.

(21)

Secara umum pendidikan masyarakat sudah cukup baik, dengan persentase pendidikan masyrakat mulai dari tingkat SD sebanyak 36%, SMP 24%, SMA 36% dan yang berpendidikan diploma 4%. Tidak ditemukan masyarakat yang tidak pernah sekolah. Berdasarkan karakteristik pekerjaan persentasenya adalah sebagai berikut; wiraswasta sebanyak 22%, Petani 20%, Nelayan 38%, PNS 1% dan lain lain 18%. Sebagian besar masyarakat pemanfaat ekosistem mangrove di daerah tersebut tidak menjadikan pemanfaatannya sebagai pekerjaan utama, tetapi

sebagai pekerjaan tambahan.

Karakteristik tingkat pendapatan masyarakat pemanfaat ekosistem mangrove dapat dilihat pada Gambar 8.

Karateristik tingkat pendapatan masyarakat untuk memanfaatkan ekosistem mangrove yakni memiliki penghasilan sebesar < Rp.500.000/bln adalah

sebanyak 10 orang, penghasilan sebesar Rp.500.000 – Rp. 2.000.000/bln adalah sebanyak 36 orang, dan sebesar Rp. 2.000.000 – Rp. 4.000.000/bln adalah sebanyak 4 orang. Tidak ditemukan masyarakat yang memiliki penghasilan > Rp. 4.000.000. Kegiatan ekowisata dimanfaatkan oleh sebagian masyarakat Desa Lubuk Kertang sebagai penghasilan tambahan, namun ada juga masyarakat yang menjadikannya sebagai penghasilan utama dikarenakan memanfaatkan hasil hutan mangrove,

(22)

seperti memanfaatkan buah dari jenis Perepat (Sonneratia caseolaris) Hasil kuisioner karakteristik masyarakat dapat dilihat pada Lampiran 5.

b. Kegiatan Pemanfaatan Ekosistem Mangrove oleh Masyarakat

Jenis kegiatan dan alasan pemanfaatan ekosistem mangrove oleh masyarakat dapat dilihat pada Gambar 9 dan Gambar 10.

Masyarakat sebagian besar melakukan kegiatan pemanfaatan kawasan mangrove Desa Lubuk Kertang berupa pengolahan hasil buah dan daun mangrove sebesar 20%. Sisanya ada yang melakukan penangkapan udang sebesar 12%, yang melakukan pemanfaatan dengan menangkap ikan sebesar 18%, menangkap kepiting sebesar 12%, dan melakukan pemanfaatan lain seperti pemandu wisata, penjaga kantin, penjaga parkiran dan sebagainya yakni sebesar 38%.

Alasan masyarakat melakukan kegiatan pemanfaatan kawasan ini sangat beragam, misalnya untuk kepentingan komersial (8%), untuk pemenuhan kebutuhan sehari-hari (52%) dan alasan masyarakat yang paling banyak adalah untuk kegiatan wisata (40%). Hal ini sesuai dengan Muhaerin (2008) yang menyatakan bahwa manfaat sosial ekonomis ekosistem mangrove bagi masyarakat sekitarnya adalah sebagai sumber mata pencaharian yakni dengan menjadikan mangrove sebagai sumber alam (bahan mentah) cadangan untuk dapat diolah

(23)

menjadi komoditi perdagangan yang bisa menambah kesejahteraan penduduk setempat dengan memproduksi berbagai jenis hasil hutan dan turunannya.

c. Pemahaman dan Persepsi Masyarakat

Pemahaman masyarakat terhadap ekowisata dan mangrove dapat dilihat pada Gambar 11 dan Gambar 12, sedangkan persepsi masyarakat terhadap kondisi mangrove dapat dilihat pada Gambar 13. Selain itu, persepsi masyarakat tentang sarana dan prasarana di ekowisata mangrove Desa Lubuk Kertang terdapat pada Gambar 14.

Pemahaman masyarakat terhadap ekosistem mangrove cukup sedang sebesar 56%. Sebagian besar masyarakat yang sudah mengetahui pengertian ekosistem mangrove secara umum dan fungsinya sebesar 32%. Namun terdapat Gambar 11. Pemahaman Masyarakat Terhadap Ekowisata Gambar 12. Pemahaman Masyarakat Terhadap Mangrove

(24)

masyarakat yang sama sekali belum mengetahui arti tentang ekosistem mangrove, yakni sebesar 12%.

Masyarakat sebagian besar mengatakan bahwa kondisi mangrove di kawasan mangrove Desa Lubuk Kertang berada dalam keadaan baik (64%). Adapula beberapa yang mengatakan kondisi mangrove berada dalam keadaan buruk (36%). Persepsi masyarakat terhadap kondisi mangrove saat ini disebabkan karena masyarakat cenderung membandingkan keadaan mangrove pada saat ini dengan keadaan mangrove sebelum tahun 1980 (sebelum adanya alih fungsi lahan ekosistem mangrove menjadi lahan perkebunan kelapa sawit. Namun pada tahun 2005 telah banyak lahan perkebunan sawit yang dikembalikan fungsinya menjadi hutan mangrove dengan peran serta masyarakat yang sadar akan perubahan lingkungan di sekitarnya.

Sesuai dengan pernyataan Muttaqin dkk (2011), sarana dan prasarana adalah kunci utama yang akan mendukung keberhasilan pengembangan di suatu kawasan. Lebih dari 50% masyarakat mengungkapkan bahwa sarana dan prasarana yang mencakup listrik, air bersih, transportasi di sekitar kawasan mangrove Desa Lubuk Kertang sudah memadai dengan kualitas baik, sedangkan transportasi sebagian besar mengatakan sedang.

d. Keterlibatan Masyarakat

(25)

Berdasarkan Gambar 15, seluruh masyarakat (100%) terlibat dalam kegiatan ekowisata. Masyarakat yang telah terlibat dalam kegiatan ekowisata ini sebagian besar ada yang menjadi pengelola kawasan wisata (8%), penjual/pengelola hasil daun dan buah mangrove (12%), pemandu wisatawan (18%), penjual hasil tangkapan nelayan (42%), dan lain–lain/penjaga kantin (20%).

Salah satu tujuan dari kegiatan ekowisata adalah untuk mensejahterakan masyarakat lokal. Keterlibatan masyarakat lokal dalam kegiatan ekowisata sangat penting, karena merekalah yang akan menyediakan sebagian besar atraksi sekaligus menentukan kualitas produk wisata. Hal ini sesuai dengan pernyataan Muttaqin dkk., (2011) menyatakan keterlibatan masyarakat sekitar dalam kegiatan pengelolaan dan pengembangan kawasan wisata mutlak diperlukan karena mereka yang akan secara langsung berhubungan dengan kegiatan wisata dan wisatawan yang ada dikawasan tersebut dan yang terpenting adalah untuk menumbuhkan rasa memiliki terhadap kawasan wisata tersebut dengan memanfaatkannya secara lestari.

(26)

e. Karakteristik Pengunjung

Perbandingan jenis kelamin yang berkunjung ke lokasi ekowisata dapat dilihat pada Gambar 15. Karakteristik pengunjung berdasarkan umur dapat dilihat pada Gambar 16. Tingkat pendidikan pengunjung dapat dilihat pada Gambar 17. Jenis pekerjaan pengunjung dapat dilihat pada Gambar 18.

Persentase karakteristik usia pengunjung yang paling banyak datang ke Ekowisata Mangrove Lubuk Kertang adalah pengunjung dengan rentang usia 17-26 tahun dikarenakan rasa keingintahuan akan wisata alam di Desa Lubuk Kertang sangat menarik pengunjung yang berusia muda. Karakteristik pekerjaan pengunjung yang dominan ada pada jenis pekerjaan lain-lain. Hal ini dikarenakan pengunjung yang masih berusia 17-26 tahun memiliki karakteristik pekerjaan yang beragam seperti menjadi buruh pabrik, buruh kebun atau masih bersekolah. Gambar 15. Perbandingan Jenis Kelamin Pengunjung Gambar 16. Perbandingan Kelas Umur Pengunjung

(27)

Karakter umur yang dominan pada rentang usia 17-26 tahun juga terkait dengan tingkat pendidikan yang paling besar persentasenya pada tingkat pendidikan SMA.

Tingkat pendapatan pengunjung dapat dilihat pada Gambar 19. Asal informasi tentang tempat wisata mangrove ini dapat dilihat pada Gambar 20. Karakteristik daerah asal pengunjung dapat dilihat pada Gambar 21 dan karakter kelompok-kelompok pengunjung dapat dilihat pada Gambar 22.

Rata-rata karakteristik pendapatan pengunjung yang paling banyak adalah kurang dari Rp. 500.000, dikarenakan pengaruh dari tingkat pendidikan pengunjung yang dominan pada tingkat SMA dan jenis pekerjaan pengunjung yang persentasenya lebih besar pada jenis pekerjaan lain-lain. Karakteristik kelompok pengunjung yang datang lebih banyak persentasenya pada pengunjung yang datang secara berkelompok. Hal ini dikarenakan banyak pengunjung yang datang masih berusia muda pada rentang usia 17-26 tahun.

Gambar 19. Tinggkat Pendapatan Pengunjung Gambar 20. Sumber Informasi Pengunjung

(28)

Pengunjung sebagian besar berasal dari dalam Kabupaten Langkat, dikarenakan jarak tempuh yang dekat untuk pengunjung yang datang dari sekitar Kabupaten Langkat. Berdasarkan Gambar 20, persentase terbesar pengunjung yang datang ke kawasan mangrove Desa Lubuk Kertang ini mengetahui informasi tentang tempat wisata mangrove ini dari teman ataupun keluarga, dikarenakan masih kurangnya informasi mengenai tempat ekowisata mangrove di Lubuk Kertang melalui media sosial.

Frekuensi berkunjung ke tempat wisata mangrove dan alasan belum pernah mengunjungi wisata mangrove dapat dilihat pada Gambar 21 dan Gambar 22.

(29)

sisanya tidak tertarik untuk mengunjungi tempat wisata mangrove di kawasan mangrove Desa Lubuk Kertang ini.

Hasil wawancara/kuisioner mengenai karakteristik pengunjung ini dapat dijadikan sebagai sumber informasi untuk pengelola dalam pembuatan paket-paket wisata. Paket wisata yang bisa diterapkan di kawasan mangrove Desa Lubuk Kertang ini adalah paket wisata yang digemari oleh kalangan anak muda yang memiliki penghasilan yang tidak begitu tinggi. Hasil kuisioner karakteristik pengunjung dapat dilihat pada Lampiran 6.

f. Pemahaman dan Persepsi Pengunjung

Tujuan kedatangan pengunjung dapat dilihat pada Gambar 23. Pemahaman pengunjung terhadap ekowisata dan mangrove dapat dilihat pada Gambar 24. Persepsi pengunjung terhadap kondisi sumberdaya dapat dilihat pada Gambar 25. Kondisi sumberdaya yang terdapat di daerah ekowisata Lubuk Kertang yakni listrik, air, transportasi, aula dan jasa yang dinikmati para pengunjung di kawasan wisata mangrove. Kondisi mangrove menurut pengunjung dapat dilihat pada Gambar 26.

(30)

Secara umum pemahaman pengunjung tentang ekosistem mangrove dan ekowisata masih sedang. Kegiatan ekowisata dalam pelaksanaannya diharapkan dapat meningkatkan pemahaman pengunjung tentang ekosistem mangrove. Tujuan kedatangan pengunjung sangat beragam, dan tujuan yang paling dominan adalah kegiatan rekreasi, untuk sekedar menikmati keindahan panorama alam hutan mangrove Desa Lubuk Kertang. Pengunjung ekowisata mangrove Desa Lubuk Kertang sebagian besar mengatakan kondisi mangrove di kawasan ini masih dalam keadaan baik, dikarenakan asumsi dari pengunjung yang datang telah melihat langsung tegakan hutan mangrove di daerah ekowisata yang rapat.

Pengunjung beranggapan bahwa kondisi saarana dan prasarana di Desa Lubuk Kertang sudah cukup memadai dengan akses jalan yang tidak sulit. Kondisi aula di ekowisata mangrove Desa Lubuk Kertang juga terawat sehingga pengunjung yang datang merasa nyaman di tempat ekowisata mangrove Desa Lubuk Kertang.

(31)

mengatakan bahwa di kawasan mangrove Desa Lubuk Kertang tidak ditemukan pendidikan yang bersifat lingkungan seperti dari pamflet nama pohon yang diletakkan di pohon, peta wisata maupun pemberitahuan secara lisan dari pengelola kawasan wisata. Hal tersebut menjadi acuan untuk melakukan strategi pengembangan ekowisata mangrove di Desa Lubuk Kertang.

g. Keinginan Pengunjung Berwisata Mangrove

Semua pengunjung yang diwawancarai menyatakan akan datang berkunjung kembali ke kawasan mangrove Desa Lubuk Kertang. Hal ini bisadijadikan peluang dalam pengembangan ekowisata. Perkembangan kepariwisataan alam disuatu daerah dapat dilihat berdasarkan jumlah pengunjung yang mengunjungi suatu kawsan wisata karena dapat menggerakkan perekonomian suatu daerah. Hal ini sesuai dengan Muttaqqin (2011) yang menyatakan bahwa wisatawan yang berkunjung pada suatu obyek wisata akan dapat menggerakkan perekonomian suatu daerah. Meskipun begitu masyarakat harus tetap memperhatikan kelestarian sumberdaya alam dalam kegiatan ekowisata yang ada. Muhaerin (2008) menyatakan bahwa kunjungan yang terjadi dalam satu satuan tertentu yang wisatawan lakukan tidak hanya terbatas pada sebuah kunjungan dan wisata saja. Selain keadaan sumberdaya alam, jenis kegiatan wisata yang ditawarkan juga dapat mempengaruhi tingkat keinginan pengunjung untuk datang kesuatu tempat wisata.

h. Strategi Pengembangan Ekowisata

(32)

kawasan dan obyek ekowisata tersebut. Pemberian bobot masing-masing faktor harus sesuai dengan kriteria penilaian obyek wisata hutan mangrove. Sedangkan hasil penilaian faktor-faktor internal dan eksternal digunakan untuk menghitung rating atau tingkat kepentingan suatu faktor terhadap suatu kegiatan dapat dilihat dalam Tabel 11 dan Tabel 12.

1. Faktor-Faktor Internal (IFAS) a. Kekuatan (Strengths)

• Potensi alam yang mendukung untuk kegiatan ekowisata. • Sarana dan Prasarana yang cukup memadai.

• Keberadaan kelompok masyarakat sebagai pengelola sumberdaya hutan mangrove.

b. Kelemahan (Weakness)

• Kurangnya informasi/promosi tentang adanya wisata mangrove di desa Lubuk Kertang.

• Minimnya tenaga kerja yang profesional dalam mengelola ekowisata mangrove Desa Lubuk Kertang.

• Rendahnya pemahaman pengunjung tentang sumberdaya & ekosistem mangrove dan juga ekowisata.

2. Faktor-faktor Eksternal (EFAS) a. Peluang (Opportunities)

• Tingginya minat wisatawan untuk melakukan kegiatan wisata mangrove. • Lokasi yang Strategis.

(33)

b. Ancaman (Threats)

• Persaingan dengan obyek wisata yang lain.

• Dampak negatif dari aktifitas wisata (sampah, potensi buangan limbah, kegiatan yang merusak ekosistem mangrove, dll).

• Pencurian kayu/illegal logging.

Tabel 11. Matriks Faktor Strategi Internal (IFAS)

No Faktor-faktor strategi Internal Bobot Rating Skor

Strengths

1 Potensi alam yang mendukung untuk

kegiatan ekowisata. 0.25 4 1

2 Sarana & Prasarana yang cukup

memadai. 0.12 3 0.36

3 Keberadaan kelompok masyarakat

sebagai pengelola sumberdaya hutan mangrove.

0.15 4 0.6

Weakness

1 Kurangnya informasi/promosi tentang adanya wisata mangrove di desa Lubuk Kertang.

0.12 2 0,24

2 Minimnya tenaga kerja yang

profesional dalam mengelola ekowisata mangrove Desa Lubuk Kertang

0.19 2 0.38

3 Rendahnya pemahaman pengunjung

tentang sumberdaya & ekosistem mangrove dan juga ekowisata.

0.17 3 0.51

(34)

Tabel 12 . Matriks Faktor Strategi Eksternal (EFAS)

No Faktor-faktor strategi Ekternal Bobot Rating Skor

Opportunities

1 Tingginya minat wisatawan untuk

melakukan kegiatan wisata mangrove. .

0.17 4 0.68

2 Lokasi yang Strategis 0.16 3 0.48

3 Menghasilkan produk unggulan hasil

dari sumberdaya mangrove dan satu – satunya di Kabupaten Langkat

0.20 3 0.60

Threats

1 Persaingan dengan obyek wisata yang

lain. 0.18 2 0.36

2 Dampak negatif dari aktifitas wisata (sampah, potensi buangan limbah, kegiatan yang merusak ekosistem mangrove, dll).

0.12 3 0.36

3 Pencurian kayu/illegal logging 0.17 2 0.34

Total 1.00 2.82

i. Matriks SWOT

(35)

Tabel 13. Matriks SWOT

IFAS

EFAS

Strengths Weakness

1. Potensi alam yang mendukung untuk kegiatan ekowisata.

1.Kurangnya informasi/promosi tentang adanya wisata mangrove di desa Lubuk Kertang.

2. Sarana & Prasarana yang cukup memadai.

2.Minimnya tenaga kerja yang profesional dalam mengelola ekowisata mangrove Desa Lubuk Kertang.

3. Keberadaan kelompok masyarakat sebagai pengelola sumberdaya hutan mangrove.

3.Rendahnya pemahaman pengunjung tentang sumberdaya & ekosistem mangrove dan juga ekowisata.

Opportunities (O) Strategi S-O Strategi W-O

1. Tingginya minat wisatawan untuk melakukan kegiatan wisata mangrove.

1. Meningkatkan pengelolaan ekowisata mangrove yang lebih efisien.

1. Memberikan promosi baik lewat internet maupun media cetak lainnya untuk menarik minat wisatawan berwisata mangrove. 2. Lokasi yang Strategis. 2. Meningkatkan jumlah fasilitas

pendukung seperti penambahan jumlah toilet dan

tempat sampah.

2. Menambah media interpretasi pendidikan lingkungan, berupa informasi khusus ataupun peta wisata.

3. Menghasilkan produk unggulan hasil dari sumberdaya mangrove dan satu – satunya di Kabupaten Langkat.

3. Mempromosikan produk hasil sumberdaya mangrove lewat media sosial internet

3. Melakukan teknik pengemasan yang tepat untuk menjaga kualitas olahan sumberdaya mangrove

Threats (T) Strategi S-T Strategii W-T

1. Persaingan dengan obyek wisata yang lain.

1. Melakukan inovasi pengelolaan ekowisata dan

memperbarui fasilitas tempat ekowisata secara berkala.

1. Meningkatkan kesadaran masyarakat sekitar & pengunjung untuk mau merehabilitasi ekosistem mangrove yang rusak dan kritis.

2. Dampak negatif dari aktifitas wisata (sampah, potensi buangan limbah, kegiatan yang merusak ekosistem mangrove, dll).

2. Memberikan pendidikan lingkungan/konservasi kepada setiap wisatawan dengan cara menjaga kebersihan di tempat wisata, dll.

2. Bekerja sama dengan lembaga desa setempat ataupun pihak luar untuk

meningkatkan pengelolaan ekowisata mangrove.

3. Pencurian kayu/illegal logging.

3. Melakukan patroli rutin yang dilakukan pihak pengelola

3. Bekerja sama dengan aparat kepolisian

j. Alternatif Strategi

(36)

Tabel 14. Alternatif Strategi

No Alternatif Strategi Keterkaitan Jumlah Skor Ranking

Strategi S-O

1 Meningkatkan taraf pengelolaan ekowisata mangrove yang lebih efisien.

S1, O1, S2, O2 0,7 I

2 Meningkatkan jumlah fasilitas pendukung seperti

penambahan jumlah toilet dan tempat sampah.

S2, O2, S3, O3 0,63 II

Strategi S-T

1 Melakukan inovasi

pengelolaan ekowisata dan memperbarui fasilitas tempat ekowisata secara berkala.

S1, T1 0,42 IV

2 Memberikan pendidikan

lingkungan/konservasi

kepada setiap wisatawan dengan cara menjaga kebersihan di tempat wisata, dll.

S2, T2, S3, T3 0,56 III

Strategi W-O

1 Memberikan promosi baik

lewat internet maupun media cetak lainnya untuk menarik minat wisatawan berwisata

1 Meningkatkan kesadaran

masyarakat sekitar & pengunjung untuk mau merehabilitasi ekosistem mangrove yang rusak dan kritis.

W3 0,17 VIII

2 Bekerja sama dengan

lembaga desa setempat ataupun pihak luar untuk meningkatkan pengelolaan ekowisata mangrove.

W3, T3 0,34 VI

(37)

tersebut adalah: Pertama, meningkatkan usaha pengelolaan ekosistem mangrove melalui kegiatan ekowisata yang melibatkan masyarakat sebagai pengelola. Menurut Purnomo, dkk (2013), Untuk meningkatkan pengelolaan ekosistem mangrove, perlu dilibatkan masyarakat dalam menyusunan proses perencanaan dan pengelolaan ekosistem ini secara lestari

Kedua, menambah sarana dan prasarana pendukung seperti toilet, fasilitas air bersih, tempat sampah, penambahan jalur tracking, kantin, pondok perluasan aula dan tempat ibadah muslim. Dalam Muttaqin, dkk (2011), perlu adanya pengembangan kondisi sarana dan prasarana serta peningkatan kuliatas SDM dalam meningkatkan kegiatan ekowisata. Penambahan fasilitas ini berguna untuk mengantisipasi kelebihan jumlah pengunjung yang datang. Selain itu, penambahan fasilitas atau sarana dan prasarana ini bertujuan untuk menarik minat wisatawan menambah profit bagi pengelola ekowisata mangrove serta membuat wisatawan yang pernah berkunjung agar kembali berkunjung ke kawasan ekowisata mangrove Desa Lubuk Kertang.

(38)
(39)

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

1. Dari hasil pengamatan mangrove di 3 stasiun diperoleh 10 jenis mangrove, sedangkan untuk keberadaan fauna yang didapat dari pengamatan visual dilapangan terdiri dari kelompok fauna daratan (terestrial) yakni 3 jenis burung, 3 jenis reptil, 3 jenis mamalia dan kelompok fauna perairan (akuatik) adalah 3 jenis ikan, 5 jenis moluska serta 4 jenis krustasea.

2. Dari hasil kuisioner yang ditujukan kepada masyarakat Desa Lubuk Kertang, masyarakat memanfaatkan kawasan mangrove sebagai penghasilan tambahan dan sebagian besar masyarakat sadar akan pentingnya kelestarian hutan mangrove, sementara pengunjung Ekowisata Mangrove Desa Lubuk Kertang menilai bahwa hutan mangrove di Desa Lubuk Kertang masih terjaga kelestariannya dan perlu adanya penambahan fasilitas oleh pihak pengelola. 3. Potensi wisata di kawasan mangrove Desa Lubuk Kertang memiliki nilai daya

dukung kawasan mencapai 36 orang per hari dengan indeks kesesuaian ekosistem mangrove termasuk ke dalam kategori sesuai (S).

(40)

Saran

1. Perlu adanya pengawasan ekosistem mangrove yang dilakukan oleh pihak pengelola ekowisata maupun dari pemerintah desa.

Gambar

Gambar 1. Lokasi Penelitian di Desa Lubuk Kertang
Gambar 2. Sketsa Pengamatan Tiap Stasiun
Tabel 1. Matriks Kesesuaian Lahan untuk Wisata Pantai Kategori Wisata Mangrove (2007)
Tabel 6. Jumlah dan Kerapatan Jenis Mangrove Tingkat Pohon
+7

Referensi

Dokumen terkait

Target tersebut dapat dicapai dengan asumsi pertumbuhan ekonomi berada pada kisaran 5,4% s/d 6,1% dengan angkatan kerja baru kurang dari 2 juta pada 2018.. Tingkat Pengangguran

Hasil perhitungan dan korelasi yang telah dilakukan menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara PsyCap dengan kepuasan kerja pada anggota Polri yang

dimaksud oleh Labforensik Polri, dan dinyatakan dengan surat keterangan hasil uji balikstik. e) Jumlah Senjata api dan amunisi, yang dapat dimiliki dan digunakan yaitu : 1)

Ruang lingkup kegiatan Perlombaan Karya Inovasi Pembelajaran bagi Guru SMP Tingkat Nasional Tahun 2018 berisi tentang pengalaman pembelajaran/pembimbingan terbaik

Sedangkan ancaman utama yang timbul bagi perusahaan yaitu banyaknya pesaing baru yang memasuki industri AMDK (skor 0,163). Total skor matriks EFE sebesar 2,576

Medan Petisah Kota Medan para saksi mendekati mobil tersebut dan melihat mobil tersebut ditumpangi oleh 2 (dua) orang yaitu Terdakwa dan saksi Winda Sari

Aspek ini menjadi sangat penting untuk diperhatikan mengingat aspek ini sangat berkaitan erat dengan pengembangan sumber daya manusia perusahaan dan akan berdampak

Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1951 tentang Mengubah &#34;Ordonnantietijdelijke Bijzondere Strafbepalingen&#34; (Stbl. 8 Tahun 1948) Tentang Pendaftaran Dan Pemberian Izin