GAMBARAN PERKEMBANGAN MAHASISWA FAKULTAS
PSIKOLOGI UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA
OLEH
IDA SARLINCE OTEMUSU 802013080
TUGAS AKHIR
Diajukan Kepada Fakultas Psikologi Guna Memenuhi Sebagian Dari Persyaratan Untuk Mencapai Gelar Sarjana Psikologi.
Program Studi Psikologi
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA
SALATIGA
GAMBARAN PERKEMBANGAN MAHASISWA FAKULTAS
PSIKOLOGI UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA
Ida Sarlince Otemusu Rudangta Arianti Sembiring
Program Studi Psikologi
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA
SALATIGA
i ABSTRAK
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara Adversity Quotient dan Perkembangan Mahasiswa Fakultas Psikologi Universitas Kristen Satya Wacana, serta perbandingan perkembangan antara mahasiswa angkatan 2013 dan 2016 ditinjau dari teori Chickering’s Seven Vectors. Total sampel dalam penelitian ini adalah 60 orang mahasiswa Fakultas Psikologi UKSW dari angkatan tahun akademik 2013 dan 2016. Jenis penelitian ini adalah penelitian korelasional dan komparasi, dengan menggunakan skala Chickering’s Seven Vectors yang dikembangkan oleh peneliti sendiri dan terdiri dari 7 domain perkembangan dan skala Adversity Response Profile yang dikembangkan oleh Slotz (2000). Teknik analisa data menggunakan Spearman’s rho dan Mann-Whitney U-test. Berdasarkan hasil analisa data menggunakan SPSS seri 16.00 for windows, diperoleh nilai signifikansi pada masing-masing vektor lebih besar dari 0,05 (p > 0,05) yang berarti tidak terdapat korelasi antara Adversity Quotient dengan perkembangan mahasiswa Fakultas Psikologi UKSW ditinjau dari Chickering’s
Seven Vectors. Hasil pengujian juga menunjukkan U = 260,000, p = 0,025 (p < 0,05), sum of ranks 1360 untuk mahasiswa angkatan 2013 dan 470 untuk mahasiswa 2016, yang berarti terdapat perbedaan signifikan antara mahasiswa angkatan 2013 dan 2016 pada vektor Developing Purpose.
ii
ABSTRACT
This study aims to find correlation between Adversity Quotient and Student Development also developmental differences between Psychology Student of Satya Wacana Christian University, based on Chickering Seven Vectors. The sample in this study are 60 students of Psychology Student. The type of this study are correlational and comparation used 2 instruments, Chickering’s Seven Vectors
scale developed by researcher and Adversity Response Profile (Slotz, 2000). Data analysis tools to answer research hypothesis truth are Spearman’s rho correlation and Mann-Whitney U-test. The results of correlation test which resulted in the finding that significance value for each vectors are gerater than 0,05 ( p > 0,05)
which means there’s no correlation between Adversity Quotient and Student Development.In addition, the results of Mann-Whitney U-test is finding that U = 260,000 with a significance of 0.025 ( p < 0.05 ), which means there’s developmental differences between psychology student in Developing Purpose
Vector.
1
PENDAHULUAN
Setiap manusia akan melewati tahapan tertentu di dalam kehidupannya yang disertai dengan pelaksanaan dan pencapaian akan berbagai tugas perkembangan pada tahapan yang dimaksud. Dewasa ini, proses transisi dari masa remaja ke tahapan dewasa dikenal dengan istilah emerging adulthood yang terjadi dari usia 18 hingga 25 tahun (Arnett dalam Santrock, 2011). Periode ini ditandai dengan eksplorasi berbagai peran yang akan diambil misalnya akan memasuki tingkatan pendidikan yang lebih tinggi yakni universitas atau bekerja, ataupun eksplorasi lainnya seperti gaya hidup seperti apa yang diinginkan, dan pilihan hidup lainnya.
2
Layaknya mata uang yang memiliki dua sisi, transisi dari sekolah menengah ke perguruan tinggi bukan hanya sebagai sumbangsih positif bagi pertumbuhan personal di dalam kedewasaannya, tetapi juga menurut Dyson dan Renk (2006) menyatakan bahwa kehidupan perguruan tinggi yang masih asing bagi individu menghasilkan tuntutan baru di dalam perkembangan pada bidang personal security, need for acceptance, need for comfort dan social support. Di dalam literatur lainnya, Pascarella dan Terenzini (dalam Chickering, 1993) menggambarkan transisi ini sebagai fenomena culture shock yang melibatkan pembelajaran kembali yang signifikan pada bidang sosial dan psikososial dalam menghadapi lingkungan dengan gagasan-gagasan baru, guru dan teman baru yang bervariasi jika ditinjau dari nilai dan kepercayaan yang dianut, kebebasan dan kesempatan baru, serta tuntutan akademik, personal dan sosial. Perubahan yang dramatis ini menuntut mahasiswa baru untuk dapat mengatur kestabilan perilaku dan pikirannya serta regulasi baru terhadap kompleksitas kehidupan di tahapan perkembangan yang baru.
3
memiliki kesulitan untuk berfungsi dalam 12 bulan terakhir di tahun 2013, yang berkaitan dengan depresi, dan kebanyakan dari mereka merasakan kecemasan yang tidak membuat nyaman selama satu tahun. Menurut data tahun 2011 dari National Survey of Counseling Center Directors, 91% pengarah konselor melaporkan adanya sebuah tren mengenai peningkatan jumlah mahasiswa dengan masalah psikologis dalam taraf menengah (Castillo & Schwartz, 2013).
Dengan adanya tuntutan dan tantangan yang beragam bagi mahasiswa di lingkungan perguruan tinggi maupun berkaitan dengan prospek lapangan pekerjaan selanjutnya, mahasiswa mungkin akan lebih berfokus pada tujuan-tujuan akademis semata dibandingkan pengembangan diri (self-improvement). Hal ini bertentangan dengan tujuan pendidikan tinggi yang dilaksanakan di Indonesia yaitu untuk memelihara keseimbangan wacana kehidupan sistem kelembagaan masyarakat yang hakekatnya berarah ganda menuju kadar intelektual meningkat dan kedewasaan moral yang memerlukan pendekatan khusus untuk penyelesaian permasalahannya. Pendidikan tinggi juga diharapkan tidak sekedar proaktif berpartisipasi dalam pembangunan meterial jangka pendek, namun juga harus berpegang teguh pada berbagai keyakinan yang secara fundamental memberikan watak pada misi pendidikan tinggi, yaitu perhatian yang mendalam pada etika dan moral yang luhur (Kementrian Pendidikan Nasional, Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, 2009).
4
mahasiswa membutuhkan kompetensi interpersonal yang cukup, pemahaman multikultural untuk berfungsi di dalam dunia global yang interdependen, kepekaan akan identitas diri dan interdependensi yang membuat kita mampu memberikan apresiasi pada kekuatan lainnya yang berbeda. Berdasar pada pemahaman demikianlah, Chickering mengembangkan model perkembangan mahasiswa di sepanjang vektor dalam masa yang dijalani selama berkuliah. Asumsinya bahwa masing-masing langkah dari yang lebih rendah ke lebih tinggi membawa kesadaran, kemampuan, kepercayaan diri, kompleksitas, stabilitas dan integrasi tetapi tidak mengarah pada sebuah kebetulan atau pengembalian intensi pada dasar yang telah dilewati. Asumsi ini muncul karena dalam penambahan keterampilan dan kekuatan meliputi vektor-vektor yang dimaksud, yakni pertumbuhan individu dalam kecakapan, kekuatan dan kemampuan untuk beradaptasi ketika batasan yang tidak terduga muncul.
Chickering (1993) menjelaskan adanya tujuh vektor di dalam perkembangan mahasiswa yaitu (a) Developing Competence yang mencakup tiga kemampuan yang harus dikembangkan di perkuliahan yakni intellectual competence, physical dan manual skills serta interpersonal competence. (b)
5
interpersonal relationships yang mencakup toleransi dan apresiasi pada perbedaan yang dapat dilihat pada konteks intercultural dan interpersonal, serta capacity for intimacy yang meliputi perubahan kualitas hubungan dengan partner dan teman dekat.
Perkembangan pada empat vektor awal akan mengkonstruksi tiga vektor selanjutnya yaitu (a) Establishing Identity adalah proses yang tepatnya meliputi pertumbuhan kesadaran akan kompetensi, emosi dan nilai, kepercayaan diri untuk berdiri sendiri dan membangun ikatan dengan orang lain, serta bergerak lebih dari ketidaktolerananke arah keterbukaan dan harga diri. (b) Developing Purpose yang membutuhkan perencanaan untuk aksi dan seperangkat prioritas yang mengintegrasikan 3 elemen utama yaitu rencana pekerjaan dan aspirasi, ketertarikan personal, dan komitmen interpersonal serta keluarga. (c) Developing Integrity mencakup 3 tahapan sekuensial yang bersifat saling melengkapi antara lain humanizing values-shifting away, personalizing values serta developing congruence.
6
vektor Developing Purpose bahwa mahasiswa membutuhkan kemampuan untuk mengukur ketertarikan dan pilihannya, menetapkan tujuan, membuat keputusan, serta bertekun atau bertahan sekalipun terdapat rintangan pada proses yang dijalaninya.
Di dalam menghadapi berbagai rintangan sepanjang vektor-vektor perkembangannya, mahasiswa memerlukan kemampuan bertahan menghadapi kesulitan dan memperbaiki respons mereka terhadap kesulitan, untuk memperbaiki efektivitas diri sebagai bagian esensial dari tujuan pendidikan di perguruan tinggi. Orang dengan daya tahan atau Adversity Quotient rendah untuk terus berjuang karena adanya persepsi pesimis, akan menurunkan ketekunan di dalam berusaha dan perbaikan diri, cenderung tidak akan mengambil resiko, serta menurunkan motivasi, kreativitas, produktivitas dan daya saing individu (Stoltz, 2000). Mahasiswa yang melihat dan mempersepsikan berbagai tantangan sebagai kesulitan yang tidak dapat ditangani, malah akan semakin berada di dalam tekanan yang lebih besar, atau pun berhenti berusaha. Maka itu, dapat dikatakan bahwa Adversity Quotient (AQ) memiliki sumbangsih kruisial bagi tahapan perkembangan mahasiswa sebagaimana digambarkan lewat ketujuh vektor tersebut.
7
tenaga pengajar sebagai sarana dukungan bagi mahasiswa di dalam menghadapi stresor di dunia kuliah (Hema & Gupta, 2015).
Dengan pemahaman dasar bahwa mahasiswa sejak masuk ke jenjang perkuliahan hingga tingkatan yang lebih tinggi mengalami perkembangan kompleks yang mencakup aspek kognitif, psikososial dan moral, maka peneliti hendak berfokus dalam komparasi angkatan akademik mengenai perkembangan ditinjau dari vektor-vektor pada mahasiswa baru angkatan 2016 dengan mahasiswa angkatan 2013 sebagai angkatan senior yang hendak menyelesaikan studinya. Berdasarkan observasi dan wawancara yang dilakukan terhadap mahasiswa angkatan 2013 dan 2016, didapati fenomena bahwa dalam beberapa vektor mereka secara umum menyatakan gambaran yang mirip seperti dalam memastikan identitas diri sebagai kumpulan individu yang bersama-sama mengalami masa transisi ke kedewasaan dan tujuan utama berkuliah untuk nantinya dapat memperoleh lapangan pekerjaan yang memuaskan serta kapasitas penguasaan keterampilan akademis yang rata-rata pada tahap pemahaman. Mahasiswa angkatan 2013 lebih memperlihatkan gambaran menonjol pada vektor penguasaan nilai dan emosi, memperlihatkan kemandirian yang lebih matang dan kepemilikan akan relasi interpersonal yang lebih stabil.
8
Oleh karena itu, peneliti tertarik pada topik mengenai hubungan antara AQ dengan perkembangan mahasiswa ditinjau dari teori perkembangan oleh Chickering, serta perbedaan perkembangan antara mahasiswa angkatan 2013 dengan 2016.
Berdasarkan uraian fenomena di atas, peneliti tertarik untuk meneliti apakah ada hubungan antara Adversity Quotient dan Perkembangan Mahasiswa Fakultas Psikologi Universitas Kristen Satya Wacana? Selanjutnya peneliti juga ingin meneliti apakah terdapat perbedaan perkembangan mahasiswa angkatan 2016 dengan angkatan 2013 ditinjau dari teori Chickering.
METODE PENELITIAN Partisipan
Dalam penelitian ini partisipan dipilih dengan menggunakan teknik
incidental purposive sampling, yang memiliki kriteria sebagai mahasiswa aktif Fakultas Psikologi Universitas Kristen Satya Wacana angkatan tahun akademik 2016 dan 2013. Total partisipan adalah 60 mahasiswa, dengan penjabaran sebanyak 40 mahasiswa angkatan 2013 dan 20 mahasiswa angkatan 2016.
Pengambilan data penelitian dilakukan selama lima hari yakni dari tanggal 3
hingga 7 Mei 2017.
Sebelum pengambilan data dilakukan, peneliti terlebih dahulu melakukan
tryout pada salah satu instrumen penelitian yaitu skala Perkembangan Mahasiswa
kepada 300 mahasiswa Universitas Kristen Satya Wacana (non-partisipan). Proses
tryout sendiri berlangsung selama kurang lebih tiga bulan lamanya pada bulan
9
Instrumen Penelitian
Di dalam penelitian ini, peneliti menggunakan 2 instrumen penelitian
berupa skala psikologi. Untuk mengukur Adversity Quotient, peneliti
menggunakan adversity quotient (AQ) berdasarkan dimensi Stoltz (2000) yang menjelaskan bahwa AQ terdiri atas empat dimensi yaitu: a) Control; b) Origin and Ownership; c) Reach; d) Endurance. Untuk mengukur adversity quotient
digunakan skala Adversity Response Profile (ARP). ARP terdiri dari 30 pernyataan dan masing-masing diikuti dua pernyataan sehingga terdapat 60 aitem yang harus direspon oleh subjek. Reliabilitas alat ukur ini adalah 0,88 dengan masing-masing perincian internal-consistency reliability sebagai berikut Control = 0,77, Origin dan Ownership = 0,78, Reach = 0,83 dan Endurance = 0,86 (Stoltz dalam Santos, 2012).
Instrumen lainnya untuk mengukur Perkembangan Mahasiswadibuat oleh peneliti sendiri. Instrumen tersebut terdiri atas 45 item untuk mengukur ketujuh vektor antara lain Developing Competence, Managing Emotions, Moving Through Autonomy Toward Interdependence, Developing Mature Interpersonal Relationship, Establishing Identity, Developing Purpose, dan Developing Integrity. Instrumen terdiri atas empat pilihan jawaban yakni Sangat Sesuai (SS), Sesuai (S), Tidak Sesuai (TS) dan Sangat Tidak Sesuai (STS). Reliabilitas masing-masing vektor yaitu Developing competence = 0,600, Managing Emotions
= 0,493, Moving Through Autonomy Toward Interdependence = 0,510,
10
HASIL ANALISIS DATA Analisis Deskriptif
Untuk keperluan analisis deskriptif variabel Adversity Quotient dan Perkembangan Mahasiswa, maka total skor jawaban partisipan dikategorikan berdasarkan nilai mean dan standar deviasi (SD) sebagai berikut:
Tabel 1
Norma Statistika Deskriptif
Tinggi (X) > Mean + 0,75SD
Sedang Mean - 0,75SD ≤ X ≤ Mean + 0,75SD
Rendah (X) > Mean - 0,75SD
Menurut Riwidikdo (dalam Ritonga, 1997), aturan normatif yang menggunakan mean dan standar deviasi di atas hanya berlaku untuk kategorisasi tiga kelas norma. Di bawah ini adalah penjabaran analisa deskripstif untuk masing-masing variabel yang digunakan di dalam penelitian :
1. Adversity Quotient
Dari hasil penelitian diperoleh kategorisasi data untuk variabel Adversity Quotient sebagai berikut:
Tabel 2
Kategorisasi Pengukuran Variabel Adversity Quotient
Interval Kategori N Presentase Mean SD
X > 200,94 Tinggi 7 11,67%
188.15 17,05 175,36 ≤ X≤ 200,94 Sedang 43 71,67%
11
Tabel di atas menunjukkan bahwa mayoritas partisipan memiliki tingkat AQ dalam kategori sedang sejumlah 43 orang (71,67%). Sementara partisipan yang memiliki tingkat AQ rendah sebanyak 10 orang (16,66%) sebanyak 7 orang (11,67%) pada kategori tinggi.
2. Perkembangan Mahasiswa
Dari hasil penelitian, kategorisasi data untuk variabel Perkembangan Mahasiswa dijabarkan menurut ketujuh vektor menurut Chickering. Hal ini dimaksudkan untuk melihat penyebaran kategorisasi data partisipan pada setiap vektor.
Berdasarkan kategorisasi yang dilakukan, dapat disimpulkan bahwa mayoritas partisipan berada pada kategori sedang untuk setiap domain variabel Chickering’s Seven Vectors, dengan rincian yakni sebanyak 40 orang (66,67%) di
domain Developing Competence, 41 orang (68,33%) di domain Managing Emotion, 47 orang (78,34%) di domain Moving Trough Autonomy Toward Interdependence, 39 orang (65%) di domain Developing Mature Interpersonal, 40 orang (66,67%) di domain Establishing Identity, 44 orang (73,33%) di domain
Developing Purpose, dan sebanyak 38 orang partisipan (63,33%) pada domain
12
Tabel 3
Kategorisasi Pengukuran Variabel Chickering’s Seven Vectors
Domain Interval Kategori N Presentas
e
13
Tabel 4
Reliabilitas Skala Chickering’s Seven Vectors
Domain Alpha Cronbach Item
Developing Competence 0,600 7 buah
Managing Emotion 0,493 2 buah
Establishing Identity 0,653 10 buah
Developing Purpose 0,451 3 buah
Developing Integrity 0,483 3 buah
Pengujian reliabilitas tersebut menyisakan 32 item dengan penentuan daya beda item menggunakan bantuan r table sebesar 0.146 ( df =178) dengan item gugur berjumlah 13 item dari item awal yang berjumlah 45 buah. Dari ketujuh domain terdapat salah satu domain yakni Developing mature interpersonal relationships yang memiliki besaran reliabilitas sebesar 0.181, dimana angka ini menunjukkan daya reliabilitas yang kecil.
Di dalam proses awal tryout instrumen penelitian ini, perlu diakui adanya pengawasan yang minim terhadap para subjek di dalam pengisian skala, sehingga ada kemungkinan pada beberapa item yang membingungkan, subjek tidak memiliki akses untuk bertanya pada peneliti mengenai makna item tersebut. Hal ini juga kemudian dicurigai menjadi faktor pendukung rendahnya besaran reliabilitas instrumen pada beberapa domain.
Uji Korelasi
Karena pemilihan subjek menggunakan teknik purposive sampling, maka uji korelasi yang digunakan adalah Non-parametric Test berupa Spearman-rho
14
Tabel 5
Hasil Uji Korelasi Adversity Quotient dan per domain Chickering’s Seven Vectors
Variabel
Developing Integrity -0,169 0,196
Hasil pengujian korelasi antara AQ dengan per domain dari variabel Chickering’s Seven Vectors menunjukkan tidak adanya hubungan antara AQ
dengan domain Developing Competence, r = 0,244, N = 60, p > 0,05, two tails.
15
Tabel 6:
Rangkuman Hasil Mann-Whitney U-test Variabel Perkembangan Mahasiswa
Berdasarkan rangkuman hasil data yang diuji menggunakan Mann-Whitney U-test di atas, dapat disimpulkan bahwa dari 7 vektor, hanya terdapat 1 vektor yang memperlihatkan perbedaan perkembangan yang bersifat signifikan yaitu vektor Developing Purpose. Hasilnya mengindikasikan perbedaan signifikan antara mahasiswa angkatan 2013 dan angkatan 2016, U = 260,000, p < 0,05, dengan Sum of Rank berjumlah 1360 untuk data mahasiswa angkatan 2013 dan 470 untuk mahasiswa angkatan 2016.
PEMBAHASAN
Berdasarkan penelitian mengenai hubungan antara AQ dengan Chickering’s Seven Vectors, hasil pengujian menunjukkan tidak ada korelasi antara AQ dengan setiap domain perkembangan mahasiswa Fakultas Psikologi UKSW ditinjau dari Chickering’s Seven Vectors. Sekalipun terdapat besaran koefisien korelasi lebih besar dari 0 (r > 0) pada setiap domain, namun karena tidak signifikan (p > 0,05), maka dinyatakan tidak terdapat korelasi antara kedua variabel. Azwar (2005) menyatakan bahwa “Tidak signifikan” berarti harga
Variabel
N = 60
U Signifikansi 2016 2013
Developing Competence 20 40 335,000 0,301
Managing Emotion 20 40 351,500 0,435
Establishing Identity 20 40 394,000 0,925
Developing Purpose 20 40 260,000 0,025
16
statistik harus diabaikan dan dianggap tidak ada, berapa besarnya pun harga tersebut.
Walaupun konsep Adversity Quotient terdeskripsikan di dalam salah satu vektor dari Chickering, sehingga dapat dipandang sebagai faktor yang memengaruhi kemampuan mahasiswa di dalam berjuang menjalani berbagai tugas dan tantangan selama kuliah, namun terbukti bahwa tidak terdapat hubungan antara keduanya. Dengan kata lain, berarti AQ tidak memberikan kontribusi terhadap perkembangan mahasiswa dan juga bermakna bahwa terdapat faktor lain yang dapat memberikan kontribusi bagi perkembangan mahasiswa.
AQ sendiri mungkin tidak langsung berpengaruh pada perkembangan mahasiswa, tetapi menjadi mediator pada aspek lainnya dalam kehidupan perkuliahan, seperti yang diajukan oleh Williams (2003) dalam penelitiannya bahwa AQ merupakan faktor berpengaruh di dalam prestasi mahasiswa lewat budaya sekolah, self-efficacy dan pengaruh person to person. Penelitian lainnya seperti yang dilakukan oleh Cerado dan Rivera (2015) menyatakan sumbangsih AQ pada aspek lain mahasiswa, bahwa AQ dalam level cukup dapat memengaruhi tingkat resiliensi dan efektivitas mahasiswa dalam mengatasi masalah atau situasi sulit.
17
Emotion, Moving Trough Autonomy Toward Interdependence, Developing Mature Interpersonal Relationships, Establishing Identity dan Developing Integrity. Sedangkan 1 vektor yakni Developing Purpose dengan U = 260,000, p < 0,05 menunjukkan bahwa terdapat perbedaan perkembangan signifikan pada vektor ini antara mahasiswa angkatan 2013 dan 2016. Maka hipotesis penelitian yang menyatakan bahwa terdapat perbedaan perkembangan mahasiswa di tingkatan yang lebih tinggi, dalam hal ini mahasiswa angkatan 2013 sebagai mahasiswa tingkat akhir, dengan mahasiswa pada tingkat awal, yang dalam penelitian ini diambil dari sampel mahasiswa angkatan 2016, terbukti hanya pada vektor
Developing Purpose.
Enam vektor yang tidak menunjukkan perbedaan dapat dideskripsikan bahwa mahasiswa pada kedua angkatan ini memperlihatkan kondisi perkembangan yang setara di dalam pengembangan kompetensi intelektual, fisik dan interpersonal lewat berbagai aktivitas akademik dan ekstrakulikuler yang diikuti. Selain itu, mahasiswa memperlihatkan kemampuan pada taraf yang sama untuk mengatur emosi dan mengintegrasi perasaan serta pikiran, mengembangkan kemandirian dan kebebasan dari orang lain, menjalin hubungan interpersonal yang matang dalam setting kesadaran akan toleransi perbedaan dan hubungan yang intim, menetapkan identitas akan kenyamanan terhadap tubuh, penampilan, gender, orientasi seksual, diri sosial dan konsep diri, serta kemampuan dalam vektor yang mengharuskan pengembangan integritas terkait pemikiran dualistik dan nilai personal.
18
memiliki kondisi berikut ini dibandingkan dengan mahasiswa angkatan 2016. Kondisi yang dimaksud adalah penetapan tujuan pekerjaan yang jelas, memiliki aktivitas yang fokus dan dapat dipertahankan, dan komitmen interpersonal dan keluarga yang kuat. Dengan demikian, gambaran perkembangan mahasiswa angkatan 2016 pada vektor ini berkebalikan dengan angkatan 2013, yakni tujuan pekerjaan yang belum jelas, ketertarikan personal yang bersifat dangkal dan menyebar, serta sedikitnya komitmen interpersonal yang berarti (Chickering, 1993).
Jika dipandang dari orientasi teori, mahasiswa angkatan 2013 mampu menunjukkan angka yang lebih besar pada vektor Developing Purpose karena telah mengalami perkembangan pada lima vektor sebelumnya, walau tidak signifikan jika dibandingkan dengan mahasiswa angkatan 2016, sehingga tersedia fondasi yang baik untuk mengembangkan tujuan, perilaku terarah berkaitan dengan tujuan yang dimiliki dan komitmen hidup yang ingin dijalani.
19
dalam perkembangan mahasiswa. Faktor lain seperti komunitas mahasiswa, dan persahabatan serta program kemahasiswaan juga mampu memengaruhi perkembangan mahasiswa antar vektor.
Sekalipun secara teoritis diketahui bahwa faktor-faktor seperti penjelasan di atas dapat menyebabkan perbedaan perkembangan tiap mahasiswa, namun dalam penelitian ini muncul probabilitas lain yang memengaruhi variabel perkembangan mahasiswa. Faktor yang dimaksud adalah alat ukur yang digunakan, dimana instrumen ini masih memiliki tingkat reliabilitas dan daya beda item yang berada pada kategori kurang. Faktor alat ukur menjadikan analisa akan hasil penelitian menjadi terbatas dan belum sepenuhnya dapat diterima kebenarannya secara keseluruhan. Sehingga peneliti menduga bahwa hasil penelitian yang menyatakan tidak adanya perbedaan antara mahasiswa angkatan 2013 dan 2016 lebih besar dipengaruhi oleh faktor penelitian, dalam hal ini alat ukur dibandingkan faktor teoritis.
Peneliti mengakui bahwa di dalam penelitian ini terdapat beberapa kekurangan yang kiranya menjadi perhatian untuk penelitian sejenis di masa yang akan datang, hal itu terkait tingkat reliabilitas dan validitas instrumen penelitian khususnya untuk variabel perkembangan mahasiswa yang dirasa masih rendah, selain itu keterbatasan referensi penelitian lainnya juga membuat analisa penelitian ini menjadi kurang tajam.
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan
20
menunjukkan nilai signifikansi yang lebih besar dari 0,05 (p > 0,05), sehingga dapat diambil kesimpulan bahwa tidak ada korelasi antara AQ dengan Perkembangan Mahasiswa jika ditinjau dari teori seven vectors oleh Chickering.
Uji komparasi menunjukkan bahwa hasil dari vektor Developing Purpose. mengindikasikan perbedaan signifikan antara mahasiswa angkatan 2013 dan angkatan 2016, U = 260,000, p < 0,05, dengan Sum of Rank berjumlah 1360 untuk data mahasiswa angkatan 2013 dan 470 untuk mahasiswa angkatan 2016.
Saran
Berdasarkan hasil penelitian dan kesimpulan di atas, maka penulis menyarankan hal-hal sebagai berikut:
1. Karena dalam penelitian ini hanya mengangkat salah satu faktor yang diduga memengaruhi perkembangan mahasiswa yaitu AQ, maka untuk penelitian berikutnya disarankan dapat berfokus pada eksplorasi faktor-faktor signifikan yang memengaruhi perkembangan mahasiswa jika ditinjau dari Chickering’s Seven Vectors. Sehingga dapat memberikan sumbangsih informasi ilmiah bagi instansi pendidikan dan pihak terkait untuk memperhitungkan hal tersebut di dalam pengembangan mahasiswa. 2. Peneliti sangat menyarankan adanya penyempurnaan instrumen penelitian
yakni skala Chickering’s Seven Vectors, yang dapat digunakan untuk penelitian serupa di waktu mendatang. Hal ini perlu menjadi perhatian mengingat semakin tinggi angka reliabilitas, validitas dan daya beda item, maka akan berpengaruh pada kredibilitas analisa dalam penelitian.
faktor-21
faktor yang memegang peranan penting di dalam perkembangan mahasiswa, sehingga setiap lulusannya adalah individu yang matang. Faktor-faktor yang dimaksud adalah pengenalan dan pemahaman mengenai tujuan institusional, analisa mengenai ukuran institusi misalnya komposisi pengajar dan mahasiswa, hubungan mahasiswa dan fakultas serta antar mahasiswa dalam komunitas dan kurikulum yang terpetakan secara jelas
22
DAFTAR PUSTAKA
Azwar, S. (2005). “Signifikan atau sangat signifikan?”. Buletin Psikologi UGM,
13(1), 38-44.
Cerado, E. C. & G. S. Rivera. (2015). “Leader-member exchange in maguindanao grade schools: the role of behavioral influence tactics and adversity
Quotient.” Journal of Education Research and Behavioral Sciences, 4(11), 281-287.
Castilo, L. G. & S. J. Schwartz. (2013) “Introduction to the special issue on college student mental health.” Journal of Clinical Psychology, 69(4), 291-297. DOI: 10.1002/jclp.21972
Chickering, A. W. & L. Reisser. (1993). (ed.). Education and identity. California: Jossey-Bass Inc,.
Dyson, R. & K. Renk. (2006). Freshmen adaptation to university life: depressive symptoms, stress, and coping.” Journal of Clinical Psychology, 62(10), 1231-1244. DOI: 10.1002/jclp.20295.
Hema, G. & S. M. Gupta. (2015). “Adversity quotient for prospective higher education.” The International Journal of Indian Psychology, 3(2), 49-64. Kementrian Pendidikan Nasional (2009). Hakekat dan tujuan. Diakses September
15, 2016, dari
http://dikti.kemdiknas.go.id/index.php?option=com_content&view=article &id=138&Itemid=231.
Novotney, A. (2014). Students under pressure. Monitor on psychology, 45(8). Diakses dari http://www.apa.org/monitor/2014/09/cover-pressure.aspx. Ritonga, R. (1997). Statistika untuk penelitian psikologi dan penelitian. Jakarta:
Lembaga.
Santos, M. C. J.(2012). “Assessing the effectiveness of the adapted adversity quotient program in a special education school.” Journal of Arts, Science & Commerce, 3(2), 13-23.
Santrock, J. W. (2012). Life-span development, perkembangan masa-hidup. (Terj. B. Widyasinta; Ed.Novita J.Sallama). (Cetakan Ketigabelas). Jakarta: Penerbit Erlangga.
Stoltz, G.P. (2000). Adversity quotient, mengubah hambatan menjadi peluang.
23