• Tidak ada hasil yang ditemukan

T1 802008063 Full text

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "T1 802008063 Full text"

Copied!
28
0
0

Teks penuh

(1)

INTIMACY KAUM GAY OLEH

ANASTASIA DEWI

80 2008 063

TUGAS AKHIR

Diajukan Kepada Fakultas Psikologi Guna Memenuhi Sebagian Dari Persyaratan

Untuk Mencapai Gelar Sarjana Psikologi

Program Studi Psikologi

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA

SALATIGA

(2)
(3)
(4)
(5)
(6)
(7)

INTIMACY KAUM GAY

Anastasia Dewi

Ratriana Y.E Kusumiati.

Krismi Diah Ambarwati.

Program Studi Psikologi

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA

SALATIGA

(8)

Abstrak

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui Intimacy kaum gay. Subjek

penelitian dalam penelitian ini adalah kaum gay yang ada di tiga kota yaitu Kota Solo,

Salatiga, dan Yogyakarta. Teknik pengumpulan data penelitian ini dilakukan dengan cara

menyebarkan angket, sampel sebanyak 50 responden. Dalam penelitian ini pengukuran

Intimacy kaum gay menggunakan skala Intimacy. Teknik analisa data dalam penelitian ini

menggunakan uji asumsi deskriptif. Hasil penelitian menujukkan Intimacy kaum gay

menujukkan Intimacy kaum gay di tiga Kota yaitu Kota Solo, Salatiga, dan Yogyakarta

termasuk dalam kategori skor tinggi dengan skor nilai 60.58.

(9)

Abstract

The purpose of the study was to determine the intimacy of queer/gay. Subjects in this study

were queer who lived in three take in Solo, Salatiga and Yogyakarta. Data collection

techniques in this study conducted by distributing questionnaires, the sample consisted of 50

respondents. In this study to measure the intimacy of queer using intimacy scale. Data analysis

technique in this study using assumptions test. The result from this study show that the intimacy

of the queer is in high score category with 60.58.

(10)

PENDAHULUAN

Dalam kehidupannya setiap individu akan selalu berhadapan dengan tugas–tugas

perkembangannya masing–masing, yang mulai dari masa prenatal sampai kepada masa akhir

kehidupan. Havighrust (dalam Hurlock, 1999),setiap tugas-tugas yang berhasil dilakukan akan

menimbulkan rasa bahagia dan membawa kepada arah keberhasilan pada tugas perkembangan

selanjutnya, jika tidak berhasil menyelesaikan tugas perkembangan tersebut, orang tersebut

kemungkinan akan mengalami perasaan tidak bahagia dan mengalami kesulitan dalam

melakukan tugas perkembangan selanjutnya. Salah satu tugas perkembangan dewasa dini

menurut Havighrust (dalam Hurlock, 1999) dipusatkan pada harapan-harapan masyarakat dan

mencakup untuk memilih pasangan atau memilih teman hidup.

Pemilihan pasangan dapat dilakukan individu dewasa dini melalui hubungan pacaran.

Melalui aktivitas berpacaran tersebut, individu dewasa dini dapat memilih pasangan, menemukan

dan mendapatkan seseorang dari jenis kelamin yang berbeda yang disukai, dengan siapa

seseorang merasakan kenyamanan dan keamanan, serta menentukan dengan siapa seseorang akan

menikah (Duvall, 1985). Pendapat Duvall tersebut memberikan batasan bahwa pacaran

merupakan aktivitas yang terjadi hanya pada hubungan yang dilakukan oleh dua orang yang

memiliki jenis kelamin berbeda saja. Pria dapat membentuk hubungan pacaran hanya dengan

seorang wanita demikian sebaliknya, wanita hanya akan membentuk hubungan pacaran dengan

seorang laki-laki.

Menurut Savin-Williams dan Cohen (1996) membentuk dan mengembangkan

hubungan pacaran sebagai sesuatu hal yang penting bagi dewasa dini dilakukan oleh semua orang

(11)

mengarah kepada jenis kelamin, dimana seseorang merasakan ketertarikan secara emosional,

fisik, seksual dan cinta (Caroll, 2005). Orientasi seksual terbagi tiga yaitu heteroseksual,

(ketertarikan kepada jenis kelamin yang berbeda), homoseksual(ketertarikan pada jenis kelamin

yang sama) dan biseksual (ketertarikan kepada kedua jenis kelamin). Heteroseksual disebut juga

dengan istilah straight, sedangkan pria homoseksual dikenal dengan istilah gay, dan wanita

homoseksual disebut dengan istilah lesbian. Melalui pendapat Williams (dalam

Savin-Williams &Cohen,1996) tersebut, dapat diambil kesimpulan bahwa gay dewasa dini juga

melakukan aktivitas yang sama seperti kaum straight dalam memilih pasangan, yaitu membentuk

hubungan pacaran.

Hal tersebut dibuktikan melalui penelitian yang dilakukan oleh Savin-Williams

(Savin-Williams & Cohen, 1996) dan mendapatkan hasil bahwa gay dewasa dini juga

membentuk hubungan pacaran. Menurut Silverstein, adanya pacaran pada gay akan membantu

seorang gay dalam pencarian identitas diri sebagai seorang gay, dan membuat gay merasa lebih

lengkap sebagai seorang gay (dalam Savin-Williams & Cohen, 1996). Gay yang memiliki pacar

akan memiliki harga diri yang lebih tinggi, penerimaan diri yang lebih tinggi, dan akan lebih

terbuka kepada lingkungan mengenai identitas diri sebagai seorang gay (Savin-Williams &

Cohen, 1996). Peneliti juga menemukan bahwa gay yang memiliki pasangan akan berusaha untuk

tetap mempertahankan pasangannya, meskipun tidak merasa nyaman dengan hubungan yang

dijalani. Hal tersebut untuk tetap mendapatkan pengakuan akan harga diri yang lebih tinggi.

Aktivitas dalam pacaran yang dilakukan oleh pasangan gay tidak jauh berbeda dengan pacaran

yang dilakukan oleh pasangan straight, yang membedakan hanyalah penerimaan lingkungan

terhadap hubungan tersebut (Caroll, 2005).Pacaran pada pasangan straight dapat ditunjukkan atau

(12)

beberapa lingkungan masyarakat masih menolak keberadaan gay. Di Indonesia, secara formal ada

stigma terhadap perilaku homoseksual yang mengharamkan hubungan sesama jenis (Oetomo,

2003) meskipun demikian, berdasarkan hasil observasi peneliti banyak pria straight yang sudah

berkeluarga sekalipun masih memiliki kencederungan untuk menjalin hubungan dengan pria gay.

Menurut Papalia (2004), pacaran adalah kegiatan bagi dewasa dini untuk menemukan

intimacy. Levinger (dalam Masters, 1992) mengatakan bahwa intimacy adalah sebuah istilah

yang mengarah pada sebuah proses yang terjadi pada dua orang yang saling memahami, dimana

keduanya akan berbagi berbagai hal dalam hal apapun, dalam perasaan, pemikiran dan tindakan

sebebas mungkin. Erikson (dalam Papalia, 2004) mengatakan intimacy merupakan salah satu

tugas perkembangan yang sangat penting bagi dewasa dini.Intimacy tersebut merupakan

kelanjutan tugas perkembangan psikosial seseorang setelah berhasil mencapai pengertian

mengenai identitas dirinya sendiri selama masa remaja.

Orang-orang yang memasuki dewasa dini harus mampu mencapai kemampuan untuk

menyatukan identitas diri sendiri dengan identitas diri orang lain. Seseorang yang tidak memiliki

keyakinan mengenai identitas dirinya sendiri kemungkinan akan berusaha untuk menjauhi

intimacy dalam kehidupan psikososialnya atau berusaha sekeras mungkin mencari intimacy

tersebut melalui hubungan seks yang tidak memiliki arti (Feist & Feist, 2002). Hubungan pacaran

sebagai usaha menemukan intimacy dengan pasangan yang terbentuk membutuhkan beberapa

keahlian, seperti self-awareness, empati, kemampuan untuk mempertahankan komitmen dalam

berhubungan, kemampuan dalam memutuskan sesuatu hal yang berhubungan dengan kegiatan

seksual, menyelesaikan masalah dalam hubungan, dan kemampuan berkomunikasi secara

emosional (Lambeth & Hallet dalam Papalia, 2004). Beberapa keahlian tersebut akan

(13)

melanjutkan hubungan homoseksualitas (hubungan sesama jenis) atau memutuskan untuk hidup

sendiri, memiliki anak atau tidak memiliki anak.

Menurut Harvey (dalam Papalia, 2004), dewasa dini mencapai intimacy dalam

hubungannya dan mempertahankan intimacy tersebut melalui saling keterbukaan dengan

pasangannya, saling menghormati pasangan, saling menerima satu sama lain, dan menghargai

kebutuhan pasangannya. Masters (1992) menyebutkan bahwa dalam pembentukan intimacy

tersebut, intimacy memiliki beberapa komponen, yaitu memahami pasangan (caring), berbagi

dengan pasangan (sharing), mempercayai pasangan, memiliki komitmen dengan pasangan, jujur

kepada pasangan, memiliki empati dan kelembutan.

Memahami intimacy dalam setiap hubungan pacaran pada straight dan gay tidak

terlepas dari perbedaan stereotip peran sosial mengenai sifat seorang pria dan wanita.Stereotip

tersebut memberikan pengaruh pada pola intimacy pada hubungan pacaran gay (Masters, 1992).

Menurut Bell dan Weinberg (dalam Masters, 1992) gay akan melakukan hubungan seksual

dengan pria mana saja yang disukai. Kaum gay memiliki jumlah pasangan 3 sampai 4 kali lebih

banyak dari pria straight.Perilaku promiscuous tersebut menurut Miracle (2008) disebabkan

karena gay cenderung mempelajari untuk memisahkan antara sex dan intimacy, dan gay lebih

memiliki keinginan melakukan hubungan sex dalam kehidupan mereka.Perilaku promiscuous

tersebut memberikan pengaruh terhadap intimacy yang ada pada hubungan pacaran gay. Seorang

gay akan tetap mengharapkan adanya intimacy dalam hubungan pacaran yang dilakukan, dan

berharap pacaran tersebut bertahan lama (Savin-Williams & Cohen, 1996).

Hal lainnya yang mempengaruhi intimacy dalam hubungan pacaran gay adalah

(14)

pasangan dan mengembangkan hubungan seksualitas mereka, karena stigma mengenai gay dan

tidak mudah menentukan pria mana yang memiliki potensi menjadi pasangan mereka (Caroll,

2005). Kaum gay melakukan beberapa hal untuk mengenali sesama gay yang mereka bisa temui

dimana saja dengan beberapa cara (Miracle,2008). Beberapa gay mengkomunikasikan

ketertarikan mereka melalui sebuah tanda yang disepakati bersama, berupa penggunaan benda

atau tingkah laku tertentu. Misalnya melalui pakaian-pakaian tertentu, penggunaan cincin di

bagian tertentu atau gaya rambut tertentu.

Sulitnya untuk menemukan pasangan tersebut berhubungan dengan jumlah gay yang

ada jauh lebih sedikit dibandingkan dengan jumlah pria straight yang ada (Miracle,

2008).Penelitian yang dilakukan oleh beberapa peneliti, yaitu diantaranya Kinsey (dalam Caroll,

2005) menemukan 37% dari jumlah pria yang menjadi sampel dalam penelitian tersebut mengaku

pernah melakukan hubungan seks dengan pria lain dalam hidupnya, namun hanya 4% yang

mengaku benar-benar adalah seorang gay. Penelitian yang dilakukan oleh Seidmen Rieder dan

Whitam (dalam Caroll 2005) menemukan 2 – 10% dari jumlah pria yang ada adalah seorang gay.

Hasil penelitian lainnya dijelaskan oleh Savin-Williams dan Cohen (1996), jika orientasi seksual

sebagai gay didefinisikan sebagai sebuah fantasi atau keinginan untuk melakukan hubungan seks

dengan pria lain, jumlah gay yang ada 25 – 40%, jika didefinisikan sebagai pengalaman

melakukan hubungan seks dengan pria, jumlah gay ada sekitar 5 – 10%, tetapi jika didefinisikan

sebagai ketertarikan secara seksual, emosional dan fisik, maka jumlah gay diperkirakan hanya 1 –

4 %dari populasi yang ada. Pendapat lain yang disampaikan oleh Diamond (dalam

Savin-Williams dan Cohen, 1996), di negara-negara seperti Denmark, Jepang, Belanda, Philipina dan

(15)

Bagi kaum gay, Intimacy yang dibutuhkan dalam hubungan pacaran gay adalah

intimacy fisik, yaitu intimacy yang lebih terlihat melalui kedekatan fisik dengan pasangan (Knox,

1984). Hal ini disebabkan karena di dalam hubungan pacaran tersebut, ada dua orang pria yang

melakukannya. Pria akan cenderung mengekspresikan intimacy melalui kedekatan fisik,

sementara wanita yang dipandang lebih mampu melakukan self-disclosure cenderung lebih

mampu mengekspresikan intimacy melalui kedekatan emosional.

Berdasarkan fenomena mengenai keberadaan kaum gay yang masih mengalami

penolakan dari lingkungan, sementara seorang gay juga mengalami perkembangan diri, dari

seorang remaja ke dewasa dini.Gay juga memiliki tugas perkembangan untuk mencari pasangan

hidup melalui pacaran dan melalui hubungan pacaran tersebut memberikan jalan bagi gay untuk

memenuhi tugas psikososial, yaitu intimacy. Fenomena tersebut menjadi dayatarik bagi peneliti

untuk melihat bagaimana tingkat intimacydalam hubungan pacaran kaum gay yang ada di tiga

kota yang meliputi Kota Solo, Salatiga, dan Yogyakarta.

TINJAUAN PUSTAKA

Intimacy

Secara etimologi, intimacy berasal dari bahasa latinintimus artinya yang terdalam.

Erikson (dalam Kroger, 2001) mendefinisikan intimacy sebagai perasaan saling percaya, terbuka

dan saling berbagi dalam suatu hubungan.Erikson dalam Shaffer (2005) mengatakan bahwa

intimacy dapat terjadi karena kita telah mengenal diri kita dan merasa cukup aman dengan

identitas yang kita miliki. Menurut Erikson (dalam Marcia dkk, 1993), individu yang memiliki

(16)

untuk mempertahankannya membutuhkan pengorbanan dan banyak perundingan. Pendapat lain

menurut Steinberg (1993), intimacy merupakan sebuah ikatan emosional antara dua individu

yang didasari oleh kesejahteraan satu sama lain, keinginan untuk memperlihatkan pribadi

masing-masing yang terkadang bersifat sensitif serta saling berbagi kegemaran dan aktivitas

yang sama.

Dalam proses intimacy perlu memasukkan unsur perasaan bersatu dengan orang lain.

Kebutuhan untuk bersatu dengan orang lain merupakan pendorong yang sangat kuat bagi

individu untuk membentuk suatu hubungan yang kuat, stabil, dekat dan terpelihara dengan baik

(Papalia dkk, 2001). Menurut teori triangular cinta Sternberg cinta terbentuk dari tiga bagian

yaituintimacy, hasrat dan keputusan/ komitmen. Selain itu juga intimacymemiliki sepuluh

elemen (dalam Saragih, 2006) yang mencakup :

a. Keinginan meningkatkan kesejahteraan dari yang dicintai. Individu akan memperhatikan

kebutuhan dari individu yang dicintainya dan kemudian meningkatkan kesejahteraan.

Kadang-kadang ada juga harapan yang muncul bahwa perbuatan itu akan mendapatkan balasan.

b. Mengalami kebahagiaan bersama yang dicintai. Individu akan menikmati kegiatan yang

dijalankan bersama pasangannya. Ketika mereka melakukan kegiatan tersebut secara

bersama-sama, mereka akan menikmatinya dan terwujud dalam kenangan-kenangan yang mungkin akan

mereka ingat di masa-masa yang sulit kemudian hari.

c. Menghargai individu yang dicintainya setinggi-tingginya. Individu akan menghormati

dan menghargai individu yang dicintainya walaupun ada kekurangan dan cacat pada diri

(17)

d. Dapat mengandalkan individu yang dicintai dalam waktu yang dibutuhkan. Individu akan

merasakan bahwa pasangannya ada ketika dibutuhkan, dan mengharapkan dapat

membantu di masa-masa yang sulit.

e. Memiliki saling pengertian dengan individu yang dicintai. Saling memahami kelebihan

dan kekurangan masing-masing dan bagaimana merespon serta mampu memberikan

empati terhadap kondisi emosi pasangan.

f. Membagi dirinya dan miliknya dengan individu yang dicintai. Seseorang mampu

memberikan diri dan waktunya seperti juga barang-barang miliknya kepada

pasangannya.

g. Menerima dukungan emosional dari individu yang dicintai. Individu akan merasa

didukung oleh individu yang dicintainya terutama pada saat-saat yang dibutuhkan.

h. Memberi dukungan emosional kepada individu yang dicintai. Individu akan mendukung

pasangannya dengan cara memberikan empati dan dukungan emosional terutama pada

saat yang dibutuhkan.

i. Berkomunikasi secara akrab dengan individu yang dicintai. Individu mampu

berkomunikasi dengan intens, jujur dan berbagi perasaan-perasaan yang mendalam

dengan pasangannya.

j. Menganggap penting individu yang dicintai dalam hidupnya. Individu merasa pentingnya

keberadaan pasangan yang dicintainya dalam kehidupannya.

Gay

Secara umum, individu yang memiliki ketertarikan seksual pada sesama jenis disebut

(18)

yang berarti sama (dibedakan dengan prefix homo – yang berarti manusia), dan kata Latin sex,

yang berarti jenis kelamin. Dengan demikian, kata homoseksual berarti seseorang yang orientasi

seksualnya tertuju kepada anggota gender yang sama (Hyde, 1990). Istilah homoseksual pertama

kali dikenal dalam sebuah pamflet di Jerman pada tahun 1869 yang ditulis oleh Karl Maria

Kertbeny (Hyde, 1990). Selanjutnya oleh Hyde (1990), istilah homoseksual mengacu kepada:

1. Suatu orientasi seksual yang ditandai oleh ketertarikan estetis, cinta, dan hasrat seksual

secara eksklusif atau cenderung eksklusif kepada anggota jenis kelamin atau identitas

gender yang sama.

2. Hubungan seksual dengan pasangan dari jenis kelamin atau gender yang sama tanpa

mempertimbangkan orientasi seksual ataupun identitas seksual pribadi.

Kata homoseksual sendiri dioposisikan dengan kata-kata seperti heteroseksual (orientasi

seksual pada lawan jenis kelamin) atau biseksual (orientasi seksual kepada lawan jenis

dan sesama jenis kelamin).

Seorang lelaki dengan orientasi seksual homoseksual umumnya disebut gay.Sebutan gay

seringkali digunakan untuk menyebut pria yang memiliki kecenderungan mencintai

sesama jenis (Nevid, Rathus & Rathus, 1995).Atwater & Duffy (2005) menyebutkan

bahwa gay adalah lelaki yang mempunyai orientasi seksual terhadap sesama lelaki.

Neale, Davidson & Haaga (1996), mengatakan bahwa gay adalah hasrat atau aktivitas

yang ditujukkan terhadap orang yang memiliki jenis kelamin yang sama.

Michael dkk (Kendal, 1998) mengidentifikasi ada tiga kriteria dalam menentukan

(19)

a. Ketertarikan seksual terhadap orang yang memiliki kesamaan gender dengan dirinya.

b. Keterlibatan seksual dengan satu orang atau lebih yang memiliki kesamaan gender dengan

dirinya.

c. Mengidentifikasi diri sebagai gay atau lesbian.

Intimacy Kaum Gay

Dalam membangun hubungan dengan pasangannya, gay juga membentuk intimacy, hal ini

berbeda dengan pandangan umum yang memandang bahwa hubungan gay sebatas pada

hubungan seksualitas semata (Kelly, 2001).Meskipun demikian, menurut Caroll (2005) kesulitan

terdapat kesulitan pada kaum gay dalam membangun intimacy dengan pasangannya.Hal ini

terjadi karena lingkungan sosial masih menolak keberadaan hubungan sesama jenis.

Coleman dalam Masters (1992), kesulitan gay dalam membangun hubungan intimacy dengan

pasangannya, karena gay berada dalam ketidak beruntungan dengan kurangnya role model bagi

gay dalam membangun hubungan, yang berimplikasi pada intimacy yang dibangun pada

hubungan tersebut.Masih menurut Coleman (dalam Masters, 1992) intimacy pada kaum gay

selalu dikaitkan dengan aktivitas seksualitas.Geen (1984) mengatakan bahwa perilaku

promicious menjadi penyebab kurangnya intimacy dalam hubungan kaum gay.Meskipun,

menurut Knox (1984) seorang gay tetap mengharapkan intimacy dalam hubungannya dengan

pasangannya.

Savin-Williams dalam (Savin-Williams & Cohen, 1996)mengungkapkan bahwa kaum gay

sebenarnya juga menginginkan intimacy dalam relasi dengan pasangannya.Meskipun demikian,

intimacy ini menjadi lebih sulit untuk dibentuk dalam hubungan dengan pasangannya, karena

(20)

seperti kaum gay ini.Karena itu, intimacy (keintiman) yang dibangun semata-mata pada

keintiman fisik yaitu sebagai aktivitas seksual semata.

METODE PENELITIAN

Desain penelitian.Dalam penelitian ini menggunakan teknik kuantitatif deskriptif.Analisis

deskriptif digunakan menggambarkan keadaan dari suatu variabel yang diteliti melalui data

sampel atau populasi sebagaimana adanya (Sugiyono, 2009).Penelitian ini bertujuan untuk

mengetahui berapa tingkat intimacy kaum gay dalam berpacaran.

Populasi dan sampel.Dalampenelitian ini menjadi sampel penelitian adalah kaum gay yang ada

di tiga kota, meliputi Kota Solo, Salatiga dan Yogyakarta. Dengan jumlah sebanyak 50

orang.Teknik pengambilan data menggunakan teknikpurposive sampling. Purposive sampling

adalah teknik pengambilan sampel data dengan pertimbangan tertentu untuk dijadikan sampel

(Sugiyono, 2001).Penelitian dilakukan pada tanggal 21, 22 November 2014.Penyebaran skala ini

sebagian dilakukan dengan menemui secara langsung responden yang didapat dari referensi

responden.

Pengukuran.Dalam penelitian ini menggunakan teknik pengukuran menggunakan skala

Intimacy yang dikemukakan oleh Saragih (2006) yaitu: dorongan meningkatkan kesejahteraan,

kebahagiaan, saling menghargai, ada saat diperlukan, memberi respon positif atas kelebihan dan

kekurangan, orientasi bersama, memberi dukungan, menerima dukungan, komunikasi,

prioritas.Variabel Intimacy diukur menggunakan skala yang telah dimodifikasi penulis sesuai

dengan tujuan penelitian yaitu skala milik Saragih (2006) yang berisi 36 item. Skoring Intimacy

untuk favourable adalah: satu (1) untuk Sangat Tidak Sesuai (STS), dua (2) Tidak Sesuai (TS),

(21)

bantuan program SPSS 16.0. Azwar (2012) menyatakan bahwa semua item yang mencapai skor

minimal r ≥0,25 dianggap valid, sedangkan item yang r ≤ 0,25 diinterprestasikan sebagai item

yang tidak valid. Dari hasil seleksi item skala intimacy yang terdiri dari 36 item yang digunakan

penelitian ini skor korelasi item total bergerak antara 0,277 - 0,640dan terdapat 14 item yang

gugur, sehingga penelitian ini hanya menggunakan 22 item yang valid. Item yang memiliki daya

beda < 0,25 adalah item nomor 2, 7, 9, 11, 12, 14, 16, 17, 18, 20, 24, 30, 32 dan 35 oleh sebab

itu keempat belas item tersebut dinyatakan gugur. Reliabilitas skala Intimacy kaum gay dihitung

dengan teknik Alpha Cronbach.Pada skala Intimacy kaum gay didapatkan hasil koefisien

reliabilitas sebesar 0.858yang berarti relibilitas skala adalah baik.

HASIL PENELITIAN

[image:21.612.67.532.194.608.2]

Uji Deskriptif

Tabel 1

Descriptive Statistics

N Minimum Maximum Mean

Std. Deviation

intimacy 50 46 78 60.58 7.123

(22)

Uji Deskriptif. Hasil analisa Uji Deskriptif intimacy kaum gay menunjukkan bahwa variabel intimacy kaum gay memiliki nilai rata – rata sebesar 60.58 dan nilai standart deviasi

sebesar 7.123 Kemudian dilakukan pengkategorian skor nilai dan rata-rata intimacy kaum gay.

Dari 22 item yang digunakan sebagai alat ukur intimacy kaum gay dalam penelitian ini,

diketahui skor terendah adalah 22 dan skor tertinggi adalah 88 dengan 4 kategori yaitu: sangat

tinggi, tinggi, rendah, dan sangat rendah.

Hasil pengukuran variabel intimacy kaum gay dari subyek penelitian adalah tampak pada tabel

berikut:

[image:22.612.84.526.182.596.2]

Tabel 2

Kategorisasi Skala Intimacy kaum gay

No Interval Kategori Mean N Prosentase

1. 71.5 ≤ x ≤ 88 Sangat Tinggi 2 32 %

2. 55 ≤ x <71.5 Tinggi 60.58 32 64 %

3. 38.5 ≤ x < 55 Rendah 16 4 %

4. 22 ≤ x < 16.5 Sangat Rendah 0 0 %

Total 50 100%

Standar Deviasi = 7.123 Min = 46Max = 78

Berdasarkan Tabel 2 dapat diketahui bahwa 2sampeldi tiga kota memiliki skor Intimacy

yang berada pada kategori sangat tinggi dengan prosentase 32%, 32sampel memiliki skor

Intimacyyang berada pada kategori tinggi dengan prosentase 64%, 16sampel memiliki skor

(23)

memiliki skor Intimacyyang berada pada kategori sangat rendah. Rata-rata skor Intimacy

diperolehsebesar 60.58 berada pada kategori tinggi. Skor Intimacy kaum gaybergerak dari skor

[image:23.612.101.519.166.608.2]

minimum sebesar 46 sampai dengan skor maksimum sebesar 78 dengan standar deviasi 7.123.

Tabel 3

Tabel uji normalitas

One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test

intimacy

N 50

Normal Parametersa Mean 60.5800

Std. Deviation 7.12309

Most Extreme Differences

Absolute .117

Positive .103

Negative -.117

Kolmogorov-Smirnov Z .825

Asymp. Sig. (2-tailed) .504

a. Test distribution is Normal.

Berdasarkan hasil uji normalitas alat ukur intimacy kaum gay diperoleh nilai

(24)

berdistribusi normal. Dari hasil uji pada data tersebut menujukan bahwa data memiliki nilai data

yang berdistribusi normal karena nilai p > 0,05.

PEMBAHASAN

Analisis data penelitian Intimacy pada kaum gaydiketahui bahwa skorIntimacy yang

berada pada kategori sangat tinggi memiliki prosentase 32%, skor Intimacyyang berada pada

kategori tinggi memiliki prosentase 64%, skor Intimacyyang berada pada kategori rendah

memiliki prosentase 4%, dan tidak ada sampel yang memiliki skor Intimacyyang berada pada

kategori sangat rendah. Rata-rata skor Intimacy diperolehsebesar 60.58 berada pada kategori

tinggi. Skor Intimacy kaum gaybergerak dari skor minimum sebesar 46 sampai dengan skor

maksimum sebesar 78 dengan standar deviasi 7.123.

. Hal tersebut menunjukkan bahwa adanya intimacy dalam hubungan yang dilakukan

pada kaum gay. Adanya Intimacy pada kaum gay yang berpacaran karena dalam hubungan

pacaran pada kaum gay terdapat perilaku doronganmeningkatkankesejahteraan, kebahagiaan,

saling menghargai, ada saat diperlukan, memberiresponpositfataskelebihandankekurangan,

orientasi bersama, memberi dukungan, menerima dukungan, komunikasi, dan prioritas.Menurut

penelitian yang dilakukan oleh (Kelly, 2001) dalam membangun hubungan dengan

pasangannya, gay juga membentuk intimacy, hal ini berbeda dengan pandangan umum yang

memandang bahwa hubungan gay sebatas pada hubungan seksualitas semata (Kelly, 2001).

Bertentangan dengan penelitian tersebut, menurut Coleman dalam Masters (1992),

(25)

dalam ketidakberuntungan dengan kurangnya role model bagi gay dalam membangun hubungan,

yang berimplikasi pada intimacy yang dibangun pada hubungan tersebut.Masih menurut

Coleman (dalam Masters, 1992) intimacy pada kaum gay selalu dikaitkan dengan aktivitas

seksualitas.Geen (1984) mengatakan bahwa perilaku promicious menjadi penyebab kurangnya

intimacy dalam hubungan kaum gay.Meskipun, menurut Knox (1984) seorang gay tetap

mengharapkan intimacy dalam hubungannya dengan pasangannya.

Melalui studi Savin-Williams (dalam Savin-Williams & Cohen,1996) mengungkapkan

bahwa kaum gay sebenarnya juga menginginkan intimacy dalam relasi dengan

pasangannya.Meskipun demikian, intimacy ini menjadi lebih sulit untuk dibentuk dalam

hubungan dengan pasangannya, karena faktor lingkungan sosial yang belum mendukung

keberadan hubungan dengan sesama jenis seperti kaum gay ini.Karena itu, intimacy (keintiman)

yang dibangun semata-mata pada keintiman fisik yaitu sebagai aktivitas seksual semata.

KESIMPULAN

Berdasarkan hasil analisis data dan pembahasan yang telah diuraikan sebelumnya, maka dapat

ditarik kesimpulan bahwa:

1 Ada Intimacy dalam hubungan berpacaran kaum gay di tiga kota yang meliputi kota Solo,

kota Salatiga dan Yogyakarta.

2 Tingkat Intimacy kaum gay berdasarkan alat ukur menurutSaragih (2006) terdapat nilai rata -

rata sebesar 60.58 dan masuk dalam kategori tinggi.

SARAN

Saran yang dapat diajukan peneliti berdasarkan hasil penelitian ini adalah :

(26)

Hasil diharapkan penelitian ini mampu memberikan informasi bagi kaum gay tentang

tingkat Intimacy kaum gay dalam berpacaran.

2. Bagi konselor

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi aplikasi dalam gay counseling. Konselor

dapat mengetahui tingkat prosentasi Intimacy pada gaydalam berpacaran sehingga konselor

dapat memberikan intervensi yang tepat.

3. Bagi penelitan selanjutnya

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat teoritis dalam memberikan

informasi dan perluasan teori di bidang psikologi klinis, yakni mengenai tingkat Intimacy

kaum gay dalam berpacaran.Selain itu, penelitian ini diharapkan dapat memperkaya sumber

kepustakaan penelitian di bidang psikologi klinis sehingga hasil penelitian ini nantinya

diharapkan dapat dijadikan sebagai bahan penunjang untuk penelitian selanjutnya.Bagi

peneliti yang tertarik melakukan penelitian lebih lanjut tentang Intimacy kaum gay, maka

disarankan untuk menyertakan batasan rentang usia pada sampel yang akan diteliti dan

(27)

DAFTAR PUSTAKA

Azwar, S. (2012).Penyusunan skala psikologi.Yogyakarta : Pustaka Pelajar.

Alwisol.(2004). Psikologi kepribadian. Edisi Revisi Malang: UMM Press.

Cohen, K.M., and Savin-Williams, R.C. (1996) Developmental perspectives oncoming out to self

and others. In: Savin-Williams, R.C., and Cohen, K.M.

Carrol, J. L. (2005). Sexuality.Wadsworth : Thomson Learning, Inc.

Cox, F.D. (1978).Human intimacy marriage: The family and it’s meaning. Minnesota: West Publishing Co.

Duffy, K. G., & Atwater, E. (2005).Psychology for living : Adjustment, Growth,and Behavior Today (8 ed.). New Jersey: Prentice Hall.

Duvall, E. M & Miller, B. C. (1985).Marriage & Family Development.NewYork : Happer & Row Publisher.

Feist, J., & Feist, G. J. (2008).Theories of Personality.Edisi ke-6. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Fieldman, R. S. (1995). Social Psychology.London : San Prantice Hall International (UK) Limited.

GLENN (Gay and Lesbian Equality Network). (2008). Lesbian, Gay & BisexualPetients: The Issues for General Practice. California: Batson Press.

Harper, J. Juliet dan Marshall, Elizabeth (2002). Adolescents Problems and TheirRelationship To Self-Esteem. Journal of Academic Research Library, 26, 104,779.

Hurlock, E.B. (1999). Psikologi perkembangan, Suatu pendekatan sepanjang rentang kehidupan edisi kelima). Jakarta: Penerbit Erlangga.

Hyde, J. S. (1990). Undestanding Human Sexuality (4 ed.). Saint Louis: McGraw-Hill.

Kelly, G.F. (2001). Sexualiy Today : The Human Persepective, 7th ed. New York : McGraw-Hill

Kendal, D. (1998). Social Problems in a Diverse Society.Boston: Allyn & Bacon.

(28)

Marcia, J.E., Waterman, A.S., Matteson, D.R., Archer, S.L., Olforsky, J.L. (1993). Ego Identity A Handbook for Psychosocial Research. New York :Springer- Verlag.

Masters, W. H., dkk. (1992). Human Sexuality (4th ed.). New York : HarperCollins Publisher, Inc.

Neale, J. M., Davidson, G. C., & Haaga, D. A. (1996).Exploring AbnormalPsychology.New York: Jhon Willey & Sons.

Nevid,J.S., Rathus,L.F.,Rathus,S.A. (1995). Human Sexuality in a world of diversity (2nd ed). Boston: Ally and Bacon.

Olforsky, J.L., Marcia, J.E., Lesser, I.M. (1973). Ego Identity Status and Intimacy Versus Isolation Crisis Of Young Adulthood. Journal of Personality andSocial Psychology, Vol. 27 no.2, 211-219.

Papalia, D.E., dkk. (2000). Human Development (8th ed.). New York : Mc. Graw-Hill Inc.

Reis, H.T. (1990).The role of intimacy in interpersonal relations.Journal ofSocial and Clinical Psychology, 9(1), 15-30.

Rice, F. P. (2008). The adolescent : development, relationships, and culture. Boston: Allyn and Bacon.

Santrock, J. W. (2002). Life Span Development: Perkembangan Masa Hidup (5thed.). Jakarta: Penerbit Erlangga.

Savin-Williams, R.C. (1996) Ethnic- and sexual-minority youth. In: Savin-Williams, R.C., and Cohen, K.M. (eds) The lives of lesbians, gays, and bisexuals:children to adults.

Harcourt Brace College Publishing, Fort Worth, TX, pp.152–165.

Shaffer, D.R. Social & Personality Development (5th ed.). (2005). USA : Thomson Learning, Inc.

Sternberg, R., J. (1987). The triangle of love: intimacy, passion, commitment. New York: Basic Books, Inc.

Sugiyono (2008).Penyusunan skala psikologi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

NN. Men’s Guide : Gay (Biarkan Mereka Ada)

Gambar

Tabel 1 Descriptive Statistics
Kategorisasi Skala Tabel 2 Intimacy kaum gay
Tabel  3 Tabel uji normalitas

Referensi

Dokumen terkait

Dari hasil tersebut menunjukkan bahwa sebagian besar pengusaha UKM Konveksi di Tingkir dengan jenis kelamin wanita sebanyak 40% menggunakan presentase

Penelitian ini juga diperoleh hasil yang mana jenis kelamin laki-laki yang paling overconvidence dalam pengambilan keputusan untuk berinvestasi.Hasil penelitian ini sejalan

Penelitian yang dilakukan oleh Nidar dan Bestari (2012) menunjukkan bahwa jenis kelamin tidak berpengaruh secara signifikan terhadap literasi keuangan.Sedangkan

Perbedaan tersebut didukung dari hasil crosstabulation antara jenis kelamin dengan tingkat pemahaman akuntansi mahasiswa dimana perempuan mempunyai tingkat pemahaman

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Katyal dan Awasthi (2005) tentang perbedaan kecerdasan emosi ditinjau dari jenis kelamin pada remaja di Chandigarh,

Hasil analisis data memunculkan beberapa tema seperti pola komunikasi yang dilakukan bersama dengan pasangan, kegiatan yang biasa dilakukan oleh pasangan saat

Dari semua pasangan suami istri yang menjadi partisipan mengungkapkan dan merasakan hal yang sama bahwa anak mereka lebih banyak melakukan interaksi dengan ibu, karena

perancangan ini berdasarkan demografis, geografis dan psikografis. Penentuan demografi atau kriteria dari target audience ini berdasarkan umur, jenis kelamin dan