1
Universitas Sumatera Utara
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pembesaran prostat jinak atau disebut Benign Prostatic Hyperplasia (BPH) adalah pembesaran kelenjar prostat karena hiperplasia progresif sel-sel glandular ataupun stromal pada jaringan prostat. Penyakit ini sering diderita oleh kelompok usia lanjut dan meningkat progresifitasnya sesuai dengan peningkatan usia. Hal ini dapat dilihat pada studi kohort di Amerika, prevalensi penderita BPH berkisar dari 8.4 % pada pria berusia 40-49 tahun hingga 33.5 % pada pria berusia 60-70 tahun (Wei, et al, 2004). Di Asia, prevalensi BPH meningkat dari kelompok usia 40 – 49 tahun, 50 – 59 tahun, dan 60 – 69 tahun secara berurutan 18 %, 29 %, dan 40 % (Shu-Jie, et al, 2012). Di Indonesia sendiri, belum ada angka kejadian yang pasti, akan tetapi pada studi dari hasil kuesioner dokter-dokter umum di Jakarta, telah dilaporkan 61 % pasien-pasien dari dokter umum tersebut yang mengalami
gejala-gejala yang mengarah ke penyakit BPH (Matondang dan Rahardjo, 2014).
Kelenjar prostat terletak tepat dibawah kandung kemih pria dan menyelubungi salah satu saluran kemih bawah yaitu uretra. Prostat yang membesar
atau benign prostate enlargement (BPE) menyebabkan obstruksi pada bladder neck atau dikenal sebagai bladder outlet obstruction (BOO). Keadaan ini menimbulkan keluhan-keluhan miksi yang mengganggu aktivitas sehari-hari berupa LUTS (Lower Urina ry Tract Symptoms) yang terdiri dari gejala-gejala berkemih (voiding symptoms) yaitu straining, intermittency, slow stream, dan incomplete bladder emptying dan gejala-gejala penyimpanan urin (storage symptoms) yaitu urgency, frequency dan nocturia.
2
Universitas Sumatera Utara aliran urin akan stasis dan menjadi residual urine yaitu urin yang tersisa di kandung kemih pada akhir miksi. Keadaan ini membantu kristal-kristal pembentuk batu mengendap dan mengalami agregasi sehingga terbentuk batu dan menimbulkan gejala.
Di Jerman, pada studi otopsi, didapatkan peningkatan insidens batu kandung kemih disertai BPH delapan kali lipat lebih besar daripada yang tanpa BPH (Shah, 2013). Pada studi retrospektif, di Korea, telah dilaporkan angka kejadian batu pada
pasien BPH sebesar 9,9 % (Kim, et al, 2014). Di Indonesia, di kota Surakarta, terdapat 14 dari 15 pasien BPH dengan volume prostat lebih dari 20 cc yang memiliki residual urine (Hapsari, 2010). Residual urine ini sewaktu-waktu dapat memicu terbentuknya batu di kandung kemih. Hal ini mendukung bahwa BPH erat kaitannya dengan timbulnya kejadian batu di kandung kemih. Di Sumatera Utara belum ada penelitian yang meneliti tentang hubungan BPH terhadap kejadian batu kandung kemih. Oleh karena itu, penulis ingin melihat apakah ada hubungan BPH dengan batu pada kandung kemih pada pasien dengan keluhan LUTS di RSUP Haji Adam Malik tahun 2012-2014.
1.2. Rumusan Masalah
1. Apakah ada hubungan pembesaran prostat jinak dengan kejadian batu kandung kemih pada pasien dengan keluhan LUTS di RSUP Haji Adam Malik pada tahun 2012-2014 ?
1.3. Tujuan Penelitian
1.3.1 Tujuan Umum
3
Universitas Sumatera Utara 1.3.2. Tujuan Khusus
1. Mengetahui proporsi penyakit pembesaran prostat jinak di Rumah Sakit Umum Pusat H. Adam Malik tahun 2012-2014.
2. Mengetahui proporsi penyakit batu kandung kemih pada pria di Rumah Sakit Umum Pusat H. Adam Malik tahun 2012-2014.
3. Mengetahui hubungan antara penyakit pembesaran prostat jinak dengan kejadian batu kandung kemih.
1.4. Manfaat Penelitian
a. Bagi Program Pelayanan Kesehatan
Memberikan informasi tentang penyakit pembesaran prostat jinak dan kejadian batu kandung kemih yang timbul sebagai salah satu komplikasi untuk pengembangan ilmu kesehatan dan sebagai bahan informasi untuk penelitian selanjutnya.
b. Bagi Masyarakat
Memberikan informasi dan edukasi kepada masyarakat mengenai kejadian batu pada kandung kemih yang dapat timbul pada penderita pembesaran prostat jinak, sehingga masyarakat dapat mengetahui dan melakukan pencegahan sekunder untuk diagnosis dan pengobatan dini.
c. Bagi Peneliti