SKRIPSI
Diajukan Untuk Memenuhi Tugas – Tugas Dan Syarat – Syarat Memperoleh Derajat Sarjana Ekonomi Jurusan Akuntansi
Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Surakarta
Disusun Oleh :
Sri Utami NIM : 11.31.0012
PROGRAM STUDI AKUNTANSI
PADA NEGARA – NEGARA ASEAN
SKRIPSI
Diajukan Untuk Memenuhi Tugas – Tugas Dan Syarat – Syarat Memperoleh Derajat Sarjana Ekonomi Jurusan Akuntansi
Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Surakarta
Disusun Oleh :
Sri Utami NIM : 11.31.0012
PROGRAM STUDI AKUNTANSI
SEKOLAH TINGGI ILMU EKONOMI SURAKARTA
2015
Nama : Sri Utami NIM : 11.31.0012 Jurusan : S1-Akuntansi
Judul : PENGARUH STRUKTUR EKONOMI, PERTUMBUHAN
EKONOMI, TINGKAT INFLASI DAN INDEKS PERSEPSI KORUPSI (IPK) TERHADAP RASIO PAJAK PADA
NEGARA – NEGARA ASEAN
Disetujui dan Disahkan :
Hari : ……….
Tanggal :……….
Pembimbing
Mengetahui, Ketua program studi
akuntansi
Rosita, SE., MM., Ak Rosita, SE., MM., Ak
NIM : 11.31.0012 Jurusan : S1-Akuntansi
Judul : PENGARUH STRUKTUR EKONOMI, PERTUMBUHAN
EKONOMI, TINGKAT INFLASI DAN INDEKS PERSEPSI KORUPSI (IPK) TERHADAP RASIO PAJAK PADA
NEGARA – NEGARA ASEAN
Skripsi ini telah diuji dan dipertahankan dihadapan tim penguji skripsi Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Surakarta (STIE Surakarta) dan diterima untuk memenuhi persyaratan memenuhi gelar sarjana ekonomi.
Pada Hari : ……….
Ketua Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Surakarta
Drs. Sunarto Isstianto, MM
NIM : 11.31.0012
Progdi : S1-Akuntansi
Judul : PENGARUH STRUKTUR EKONOMI, PERTUMBUHAN
EKONOMI, TINGKAT INFLASI DAN INDEKS
PERSEPSI KORUPSI (IPK) TERHADAPRASIO PAJAK
PADA NEGARA – NEGARA ASEAN
Dengan ini menyatakan bahwa skripsi yang saya buat adalah benar – benar hasil karya sendiri. Apabila ternyata dikemudian hari ditemukan bahwa skripsi saya adalah hasil plagiat dari hasil karya orang lain, maka saya bersedia
membatalkan / menanggalkan gelar kesarjanaan saya atau saya bersedia dihukum sesuai dengan perundangan yang berlaku.
Pembuat pernyataan,
Sri Utami
judul “PENGARUH STRUKTUR EKONOMI, PERTUMBUHAN EKONOMI, TINGKAT INFLASI DAN INDEKS PERSEPSI KORUPSI (IPK) TERHADAP RASIO PAJAK PADA NEGARA – NEGARA ASEAN”.
Penulisan Skripsi ini bertujuan untuk memenuhi salah satu persyaratan guna meraih gelar sarjana di jurusan akuntansi Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi
Surakarta. Penulis menyadari bahwa dalam penulisan Laporan Skripsi ini masih terdapat banyak kekurangan. Namun demikian penulis telah berusaha untuk menyusun Skripsi ini dengan sebaik – baiknya.
Selesainya skripsi ini tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak, sehingga dalam kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terimakasih yang sedalam – dalamnya kepada :
1. Drs. Sunarto Isstianto, M.M, selaku Ketua Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Surakarta.
2. Ibu Rosita, SE., MM., Ak, selaku Ketua Program Studi Akuntansi yang telah memberikan ilmu dan motivasi sekaligus sebagai pembimbing Skripsi yang telah bersedia meluangkan waktu untuk memberikan
bimbingan dan memberikan petunjuk serta mengarahkan dalam penulisan Skripsi ini.
3. Bapak dan Ibu dosen di Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Surakarta yang telah sabar mengajar dan memberikan banyak ilmu.
4. Seluruh staff dan karyawan Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Surakarta yang menjadi keluarga besar penulis di kampus.
5. Kedua orang tua penulis yang selalu memberi semangat dan tidak pernah berhenti mendoakan penulis.
6. Kakak – kakak tercinta, Suranto, Suprapto dan Mutyatunisa Hakim yang memberikan banyak suport sejak penulis mengawali kuliah hingga akhir, tanpa lelah menegur dan mengingatkan saat penulis melakukan kesalahan. 7. Teman – teman angkatan 2011 yang penulis cintai dan banggakan, Evi
Susanti, Pradevi Anggi, Diah Ekayanti, Berliona Frienza yang selalu
Akhir kata penulis menyadari bahwa saran dan kritik sangat diperlukan untuk menyempurnakan Skripsi ini. Semoga tulisan ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang membutuhkan.
Surakarta, April 2015
Penulis
Halaman Pengesahanii
Halaman Pengesahan Skripsiiii
Pernyataan...iv
Kata Pengantarv
Daftar Isivii
Daftar Tabelx
Daftar Gambarxi
Daftar Lampiranxii
Abstrak
BAB I : PENDAHULUAN1 A. Latar Belakang Masalah1
B. Rumusan Masalah5
C. Tujuan Penelitian5
D. Manfaat Penelitian6
BAB II : TINJAUAN PUSTAKA7 A. Tinjauan Pustaka7
1. Tax Ratio (Rasio Pajak)7
2. Economic Structure (Struktur Ekonomi)12
3. Economic Growth Rate (Pertumbuhan Ekonomi)13 4. Inflasi16
5. Korupsi18
BAB III : METODOLOGI PENELITIAN A. Lokasi Penelitian
Daftar Pustaka
Lampiran
Tabel IV.1 :
Tabel IV.2 : Hasil Uji Normalitas...53
Tabel IV.3 : Hasil Uji Heteroskedastisitas...54
Tabel IV.4 : Hasil Uji
Tabel IV.5 : Hasil Uji
Tabel IV.6 : Hasil Analisis Regresi Linier Berganda...
Tabel IV.7 : Hasil Uji
Tabel IV.8 : Hasil Pengujian Hipotesis...65
Tabel IV.9 : Hasil Uji F...66
Tabel IV.10 : Hasil
Gambar IV.1 : Struktur Organisasi Kesekretariatan ASEAN
Lampiran 2 : Hasil Pengolahan Data dengan SPSS
KORUPSI TERHADAP RASIO PAJAK PADA NEGARA – NEGARA ASEAN
Oleh : SRI UTAMI
11.31.0012
Penelitian ini merupakan studi empiris pada negara – negara ASEAN, yaitu membuktikan ada tidaknya pengaruh struktur ekonomi, tingkat pertumbuhan ekonomi, tingkat inflasi dan indeks persepsi korupsi terhadap rasio pajak baik secara bersama – sama maupun secara parsial. Penelitian ini juga bertujuan untuk mengetahui variabel yang mempunyai pengaruh paling dominan terhadap rasio pajak di negara – negara ASEAN.
Populasi penelitian ini adalah data atas besarnya penerimaan pajak, GDP, GDP per sektor, struktur ekonomi dan Indeks Persepsi Korupsi (IPK) dari negara – negara ASEAN. Sampel diambil time series dari data atas besarnya penerimaan pajak, GDP, GDP per sektor, struktur ekonomi dan Indeks Persepsi Korupsi (IPK) dari negara – negara ASEAN selama 10 tahun, dari tahun 2003 – 2012.
Metodologi penelitian yang digunakan adalah statistik deskriptif, dengan alat uji adalah regresi linier berganda, uji parsial (uji t), uji simultan (uji F) dan koefisien determinasi (R2).
Penelitian ini membuktikan bahwa dari keempat variabel yaitu struktur ekonomi, tingkat pertumbuhan eknomi, tingkat inflasi dan indeks persepsi korupsi, hanya struktur ekonomi dan indeks persepsi korupsi yang mempunyai pengaruh signifikan terhadap rasio pajak di negara – negara ASEAN dan struktur ekonomi mempunyai pengaruh yang paling dominan. Hasil penelitian ini
membuktikan bahwa struktur ekonomi, tingkat pertumbuhan ekonomi, inflasi dan indeks persepsi korupsi (IPK) berpengaruh terhadap rasio pajak secara bersama – sama sebesar 72,8%, sedangkan pengaruh lainnya sebesar 27,2% dipengaruhi oleh faktor yang lain yang tidak digunakan dalam penelitian ini. Peneliti mengusulkan agar penelitian selanjutnya lebih dikembangkan dengan menambahkan indikator lainnya yang mempengaruhi rasio pajak, serta jangka waktu yang lebih panjang. Penggolongan negara – negara sampel menurut struktur ekonominya, bukan regionalnya juga perlu diperhatikan.
Kata kunci : indeks persepsi korupsi, rasio pajak, struktur ekonomi, tingkat inflasi dan tingkat pertumbuhan ekonomi
By : SRI UTAMI
11.31.0012
This study is an empirical study on the ASEAN countries, to identify and obtain evidences about the influences of economic structure, economic growth rate, inflation rate and corruption perception index to tax ratio in the ASEAN countries either simultaneously and/or as partially. This study’s purpose is also to determine the variable that has the most dominan influence to tax ratio in the ASEAN countries.
The population of this study are data of tax revenue, GDP, GDP by sector, economic structure and corruption perception index of ASEAN countries which are 10 countries. Samples taken the time series of the data of tax revenue, GDP, GDP by sector, economic structure and corruption perception index of ASEAN countries for 10 years, from 2003 to 2012.
Research methodologies used are descriptif statistic, with test tool multiple linear regression analysis, partial test (t test), simultaneous test (F test) and coefficiens determination (R2).
This study proves that from the four variables, which are economic structure, economic growth rate, inflation rate and corruption perception index, only economic structure and the corruption perception index have a significant effect on the tax ratio in ASEAN countries and the economic structure has the most dominant influence. The results of this study demonstrate that the overall effect of economic structure, economic growth rate, inflation and corruption perception index (CPI) influence on the tax ratio is 72,8%, while the remaining 27,2% is influenced by other factors that haven’t been used by this research. The researcher suggest that further research to be developed by adding other indicators that affect the tax ratio, as well as a longer period of time.
Classification of countries according to the sample of its economic structure, not regional, also need to be considered.
.
Keywords : tax ratio, economic structure, economic growth rate, inflation rate and corruption perception index
A. Latar Belakang
Bagi suatu negara, pajak memang memiliki andil yang sangat besar.
Faktanya 60% hingga 70% pendapatan pemerintah berasal dari pajak. Pada
masa sekarang, penerimaan pajak negara sedang menjadi perbincangan hangat
berbagai kalangan. Hal ini dikarenakan masyarakat telah melihat dan
mengetahui berbagai kejadian positif maupun negatif mengenai perpajakan
Indonesia. Dengan informasi yang telah benar – benar mendunia, istilah tax ratio sudah bukan hal yang asing lagi bagi masyarakat. Rasio yang sedikit mengalami perdebatan atas formula yang digunakan ini tetap menjadi top favourite untuk mengukur kesuksesan pemungutan pajak oleh suatu negara. Nasution (Wibowo: 2013) mengatakan bahwa “Rasio ini biasa digunakan
sebagai salah satu tolok ukur atau indikator untuk melakukan penilaian
terhadap kinerja penerimaan perpajakan mengingat GDP yang menunjukkan
output nasional merupakan indikator kesejahteraan masyarakat.”
Sebelumnya, perhitungan rasio pajak adalah dengan membagi antara
penerimaan pajak nasional terhadap GDP. Pada perhitungan yang lama, pajak
yang dibandingkan hanyalah pajak nasional saja. Seiring berjalannya waktu,
banyak negara menambahkan beberapa faktor dalam pembilang formula tax
ratio. Misalnya, pajak yang diterima di daerah, royalti, maupun sumber daya
alam bagi hasil. Negara – negara yang tergabung dalam OECD juga
kompetisi dari berbagai aspek, pemerintah negara berkembang dituntut untuk
dapat menyesuaikan sistem dan struktur pajak agar dapat meningkatkan pajak
dengan memperkecil resiko kehilangan dukungan politik hingga seminimal
mungkin. Tak sedikit tantangan yang dihadapi negara – negara berkembang
ini. Apalagi adanya negara – negara surga pajak yang pastinya akan memberi
jalan mulus bagi para pelaku usaha untuk dapat menghindari pajak yang akan
mengakibatkan penerimaan pajak suatu negara akan berkurang. Menurut
Dharmapala dan James (2006), kurang lebih 15% negara – negara di dunia
adalah negara tax havens atau negara surga pajak. Negara – negara ini cenderung kecil dan makmur.
Menurut Chenery (Wibowo: 2013), sejalan dengan peningkatan teknologi,
perekonomian suatu negara akan bergeser dari yang semula mengandalkan
sektor pertanian menuju ke sektor industri. Gambaran kondisi struktur
ekonomi suatu negara dapat dilihat melalui kontribusi setiap sektor ekonomi
terhadap pembentukan GDP. Struktur ekonomi negara – negara dunia biasanya
dilihat dari kontribusi sektor industri untuk negara maju dan sektor agraris
untuk negara berkembang (Pasaribu: 2012).
Jumlah pendapatan suatu negara dapat diukur dengan beberapa formula,
salah satu yang banyak digunakan adalah GDP. Produk domestik bruto (Gross Domestic Product) adalah jumlah barang dan jasa yang dihasilkan oleh
mengukur aliran pendapatan dan pengeluaran dalam perekonomian suatu
negara selama periode tertentu. Indikator pertumbuhan ekonomi misalnya
proses peningkatan produksi barang dan jasa dalam kegiatan ekonomi
masyarakat.GDP yang digunakan untuk mengukur pertumbuhan Ekonomi
adalah GDP berdasarkan harga konstan sehingga menghasilkan angka
pertumbuhan riil karena adanya pertambahan produksi. Sehingga tingkat
kenaikan GDP dapat menyebabkan perubahan rasio pendapatan negara karena
seperti yang kita ketahui, GDP merupakan pembilang dari perhitungan rasio
perpajakan.
Tax ratio Indonesia bisa dikatakan berada di jajaran bawah. Hal ini bukan capaian yang bisa dibanggakan. Bahkan dibandingkan dengan negara – negara
ASEAN yang lain, tax ratio Indonesia juga tergolong rendah. Bahkan lebih rendah dari Filipina yang keadaan perekonomiannya tak lebih baik dari
Indonesia. Dirjen Pajak Fuad Rahmany dalam Rapat Koordinasi Tim
Harmonisasi Ketentuan Perpajakan, di Ruang Madya Lantai 5, Kantor Pusat
Direktorat Jenderal Pajak (DJP), Jakarta 16 Oktober 2012, menyebutkan
bahwa tax ratio Indonesia yang kecil merupakan kesalahan dalam penggunaan formula perhitungan ratio. Apabila menggunakan formula yang benar, ratio
pajak Indonesia bahkan bisa mencapai 30% bahkan 40% lebih tinggi daripada
yang dipublikasikan. Misalnya pada tahun 2012, ratio pajak Indonesia masih
masyarakat menuntut suatu jaminan bahwa dana – dana pajak yang mereka
bayarkan akan benar – benar masuk ke kas negara dan benar – benar
digunakan untuk belanja negara dan pembangunan. Namun dengan adanya
pejabat – pejabat negara yang tertangkap sebagai pelaku maupun berperan
dalam korupsi, pencucian uang, maupun kejahatan sejenis, masyarakat tentu
akan enggan untuk melaporkan pajaknya sesuai dengan kenyataan. Banyaknya
kasus penyelewengan dana negara membuat masyarakat berpikir bahwa pajak
bukan hal yang patut mereka sumbangkan bagi pemerintahan selama tingkat
korupsi masih tinggi.
Korupsi tidak hanya menurunkan nilai rasio pajak, tapi juga menyebabkan
kerugian jangka panjang di bidang perekonomian dengan menurunkan nilai
investasi, meningkatkan ukuran ekonomi informal, menimpangkan struktur
pajak dan mengikis moralitas pembayar pajak. Semua ini kemudian akan
mengurangi potensi pendapatan ekonomi jangka panjang (Nawas: 2010).
Dapat dilihat bahwa semua faktor – faktor tersebut terlihat berkaitan satu
sama lain dan berpengaruh terhadap tax ratio pada suatu negara. Sehingga penulis merasa penting untuk mengetahui apakah struktur ekonomi,
pertumbuhan ekonomi, tingkat inflasi dan index persepsi korupsi yang diduga
memiliki hubungan terhadap pendapatan pajak negara mempunyai pengaruh
yang sama terhadap negara – negara yang memiliki sistem perekonomian yang
NEGARA – NEGARA ASEAN”
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, pokok permasalahan dapat
dirumuskan sebagai berikut:
1. Apakah struktur ekonomi berpengaruh terhadap Rasio pajak negara –
negara ASEAN ?
2. Apakah pertumbuhan ekonomi negara berpengaruh terhadap Rasio
pajak negara – negara ASEAN ?
3. Apakah tingkat inflasi berpengaruh terhadap Rasio pajak negara –
negara ASEAN ?
4. Apakah index persepsi korupsi berpengaruh terhadap Rasio
pajaknegara – negara ASEAN ?
5. Manakah dari faktor tersebut yang memiliki pengaruh paling dominan
terhadap rasio pajaknegara – negara ASEAN?
C. Tujuan Penelitian
Tujuan yang ingin dicapai dari penelitian ini adalah untuk :
1. Mengetahui pengaruh struktur ekonomi terhadap Rasio pajak negara –
negara ASEAN.
2. Mengetahui pengaruh pertumbuhan ekonomi terhadap Rasio pajak
negara – negara ASEAN.
Rasio pajak negara – negara ASEAN.
5. Mengetahui faktor yang memiliki pengaruh paling dominan terhadap
rasio pajak negara – negara ASEAN.
D. Manfaat Penelitian
Dengan adanya penelitian ini, diharapkan akan membawa manfaat sebagai
berikut:
1. Memberi sumbangan pemikiran yang dapat digunakan sebagai bahan
pertimbangan pemerintah dalam pengambilan kebijakan terkait
pemungutan pajak dan segala hal yang berkaitan dengan perpajakan
guna peningkatan self awareness akan pentingnya pajak dan voluntary compliance pada masyarakat.
2. Sebagai salah satu sumber referensi bagi keperluan keilmuan serta
penelitian ilmiah dalam masalah yang sama atau terkait di masa yang
akan datang.
A. Tinjauan Pustaka
1. Tax Ratio (Rasio Pajak)
Rasio pajak adalah rasio dari pajak yang dipungut dibagi dengan
produk domestik bruto (GDP). Beberapa negara menaikkan rasio pajak
terhadap GDP hingga beberapa persen untuk menutup kekurangan di
anggaran penerimaan negara.Rasio ini adalah total pendapatan pajak
negara dibagi GDP negara. Saat pertumbuhan penerimaan pajak lebih
rendah dibandingkan pertumbuhan GDP suatu negara, maka rasio pajak
akan menurun. Pajak yang dibayarkan oleh wajib pajak pribadi dan badan
biasanya memiliki proporsi paling besar dalam pendapatan pajak negara,
terutama di negara – negara berkembang.
Rasio pajak atau lengkapnya rasio pajak terhadap GDP suatu negara
dihitung berdasarkan namanya, yaitu perbandingan antara penerimaan riil
atas pendapatan pajak (tax revenue) terhadap GDP, rasio ini sering digunakan untuk penentuan keberhasilan penerapan sistem pajak di suatu
negara. Rasio tersebut dipergunakan untuk menilai tingkat kepatuhan
pembayaran pajak oleh masyarakat dalam suatu negara. Dari definisi
tersebut nampaklah bahwa tax ratio dapat digunakan untuk mengetahui kira – kira besarnya porsi pajak dalam perekonomian negara. Dengan
demikian tax ratio bisa digunakan untuk melihat besarnya beban yang ditanggung masyarakat atas beban pajak (tax burden). Berdasarkan
sifatnya yang berprinsip bahwa orang yang berpenghasilan lebih
membayar pajak yang lebih banyak, maka tax burden sebenarnya terkait dengan ability to pay. Tax burden terkait pula dengan keadilan. Keadilan atau equity terdiri dari 2 macam, yaitu horizontal equity dan vertical equity.
Dalam horizontal equity, perlakuan serupa diberikan kepada orang yang memiliki posisi yang sama, sedangkan pada vertical equity,
pengenaan pajak yang berbeda diberikan kepada mereka yang mempunyai
kondisi yang berbeda, misalnya perbedaaan penghasilan. Tax ratio
menunjukkan peningkatan GDP sebesar satu rupiah akan mengakibatkan
peningkatan penerimaan pajak sebesar sekian rupiah. Sederhananya, tax
ratio adalah perbandingan antara penerimaan pajak dengan GDP. Definisi
Tax Ratio yang demikian merupakan definisi yang dipakai setiap negara anggota OECD (Organization of Economic Cooperation and
Development).
Melihat konsep-konsep tersebut, sebenarnya tax ratio bisa dilihat dari dua sisi. Di satu sisi, tax ratio digunakan untuk mengukur kemampuan pemerintah dalam pengumpulan pajak. Semakin besar tax ratio suatu
negara, artinya penerimaan pajak negara tersebut juga semakin tinggi.
Penerimaan pajak yang besar akan memungkinan suatu negara
menyelenggarakan manajemen pemerintahan dengan lebih leluasa. Karena
terkait erat dengan penerimaan inilah maka pembahasan tax ratio antara pemerintah dan parlemen biasanya berlangsung alot. Dalam hal ini bahkan
menghitung tax ratio menggunakan formula yang dianut oleh Organization for Economic Cooperation and Development (OECD).
Di sisi lain, sebagai ukuran beban pajak bisa diketahui dengan tax ratio. GDP suatu negara dilihat sebagai keseluruhan nilai pasar barang dan jasa yang dihasilkan suatu negara dalam suatu periode, selain itu GDP bisa
pula dilihat sebagai total penghasilan semua orang di dalam suatu
perekonomian. Jadi jika tax ratio didefinisikan sebagai perbandingan total pajak terhadap produk domestik bruto (Gross domestic Product/GDP) maka semakin tinggi tax ratio, semakin besar pula penghasilan masyarakat yang masuk ke dalam penerimaan pajak (ceteris paribus). Beban pajak semakin tinggi diakibatkan oleh peningkatan penerimaan pajak yang tidak
diiringi dengan peningkatan penghasilan masyarakat. Bahkan bisa jadi tax ratio yang terlalu tinggi bisa menyebabkan pengenaan pajak tidak sesuai dengan prinsip ability to pay.
Membebankan pajak kepada masyarakat tidaklah mudah. Bila terlalu
tinggi, masyarakat akan enggan membayar pajak. Namun pembangunan
tidak akan berjalan lancar apabila pajak terlalu rendah karena dana kurang.
Pemungutan pajak harus memenuhi bebarapa persyaratan agar tidak
menimbulkan berbagai masalah, antara lain:
a. Pemungutan pajak harus adil
Pajak seperti halnya produk hukum bertujuan untuk
dimaksud disini adalah adil dalam perundang – undangan serta adil
pula dalam pelaksanaannya.
Contohnya:
1) Dengan mengatur hak dan kewajiban para wajib pajak
2) Pajak diberlakukan bagi setiap warga negara yang
memenuhi syarat sebagai wajib pajak
3) Sanksi atas pelanggaran pajak diberlakukan secara umum
sesuai dengan berat ringannya pelanggaran
b. Pengaturan pajak harus berdasarkan undang-undang
Sesuai dengan Pasal 23 UUD 1945 yang berbunyi: “Pajak dan
pungutan yang bersifat memaksa untuk keperluan negara diatur
dengan Undang-Undang”, ada beberapa hal yang perlu
diperhatikan dalam penyusunan UU tentang pajak, yaitu: 1) Pemungutan pajak yang dilakukan oleh negara yang
berdasarkan UU tersebut harus dijamin kelancarannya 2) Jaminan hukum bagi para wajib pajak untuk tidak
diperlakukan secara umum
3) Jaminan hukum akan terjaganya kerahasiaan bagi para
wajib pajak
c. Pungutan pajak tidak menggangu perekonomian
Kondisi perekonomian, baik kegiatan produksi, perdagangan
maupun jasa harus disahakan tidak boleh terganggu oleh proses
pemungutan pajak. Terutama untuk masyarakat kecil dan
kepentingan masyarakat dan menghambat lajunya usaha
masyarakat pemasok pajak.
d. Pemungutan pajak harus efisien
Pemungutan pajak harus memperhitungkan biaya – biaya yang
dikeluarkan dalam rangka pembayaran pajak. Jangan sampai biaya
pengurusan justru lebih tinggi dari pada pajak yang dibayarkan itu
sendiri. Oleh karena itu, sistem pemungutan pajak harus sederhana
dan mudah untuk dilaksanakan. Dengan demikian, wajib pajak
tidak akan mengalami kesulitan dalam pembayaran pajak baik dari
segi penghitungan maupun dari segi waktu.
e. Sistem pemungutan pajak harus sederhana
Masyarakat akan lebih mudah dan lebih memilih sistem
pemungutan pajak yang sederhana untuk menghitung beban pajak
yang ditanggung sehingga akan menimbulkan kesadaran dalam
pembayaran pajak. Namun bila sistem pemungutan pajak rumit,
maka masyarakat akan enggan dalam membayar pajak.
Dan secara struktural menurut tarif pajak dibagi dalam empat jenis
yaitu :
a. Tarif proporsional (a proportional tax rate structure) yaitu tarif pajak yang meskipun terjadi perubahan dasar pengenaan pajak,
presentasenya selalu tetap.
b. Tarif regresif / tetap (a regresive tax rate structure) yaitu tarif pajak yang selalu menyesuaikan peraturan yang telah ditetapkan oleh
c. Tarif progresif (a progresive tax rate structure) yaitu sebanding dengan naiknya dasar pengenaan pajak, tarif pajak akan semakin
naik pula.
d. Tarif degresif ( a degresive tax rate structure) yaitu kenaikan persentase tarif pajak akan semakin rendah ketika dasar pengenaan
pajaknya semakin meningkat.
2. Economic Structure (Struktur Ekonomi)
Negara – negara di dunia pada dasarnya dapat digolongkan menjadi 3,
kategori yaitu: negara terbelakang, negara sedang berkembang dan negara
maju. Untuk mengetahui suatu negara masuk kategori negara termasuk
sebagai kategori negara berkembang atau negara maju secara pasti tidaklah
mudah, sebab dibutuhkan banyak syarat atau indikator yang mungkin tidak
dapat dipenuhi oleh suatu negara. Oleh karena itu suatu negara kaya belum
tentu menjadi negara maju, karena ada beberapa syarat yang tidak dapat
dipenuhi. Seperti kemajuan di bidang ekonomi, teknologi dan kondisi
sosial politik.
Struktur ekonomi adalah istilah yang digunakan untuk menunjukkan
komposisi suatu perekonomian yang terbagi dari sektor – sektor ekonomi.
Ciri khas perekonomian dari suatu negara dapat dilihat dari sektor yang
paling diandalkan atau bisa dibilang sektor yang memiliki kontribusi
terbesar dari perekonomian negara tersebut. Dua macam struktur ekonomi :
a. Struktur agraris / agrikultural
Struktur ekonomi didominasi oleh sektor pertanian. Pertanian
Negara yang termasuk dalam negara agrikultural pada umumnya
adalah negara – negara berkembang (developing countries). Sedangkan negara belum berkembang (under developing countries) dikategorikan sebagai negara agrikultural tradisional karena biasanya pertaniannya masih sangat tradisional.
b. Struktur industri
Sektor industri adalah sektor paling dominan dari perekonomian.
Yang termasuk dalam kategori negara struktur industri adalah
negara – negara maju.
3. Economic Growth (Pertumbuhan Ekonomi)
Pertumbuhan ekonomi adalah sebuah peningkatan kapasitas atas
produksi barang dan jasa dari satu periode dibandingkan periode
berikutnya. Pertumbuhan ekonomi dapat diukur secara nominal, yang
meliputi inflasi, atau secara riil, yang menyesuaikan dengan inflasi. Untuk
membandingkan pertumbuhan ekonomi satu negara dengan negara yang
lain, GDP atau GNP per kapita harus digunakan mengingat adanya
perbedaan populasi penduduk antar negara.
Biasanya pertumbuhan ekonomi diukur dengan memperhitungkan
GDP negara, namun karena adanya inflasi, para ekonom dan analis sering
memilih untuk mengukur pertumbuhan ekonomi dengan perubahan
presentase tahunan GDP riil dan perubahan presentase tahunan GDP per
kapita. Pertumbuhan GDP riil mengukur sebarapa cepat ekonomi
berkembang, sedangkan pertumbuhan GDP per kapita mengukur daya beli
masyarakat atas barang dan jasa di suatu negara. Dengan begini efek dari
Dapat juga dikatakan bahwa pertumbuhan ekonomi adalah suatu
proses berkesinambungan dimana suatu negara mengalami perubahan ke
keadaan yang lebih baik. Diartikan juga kenaikan pendapatan nasional
sebagai perwujudan proses kenaikan kapasitas produksi suatu
perekonomian. Keberhasilan pembangunan ekonomipun dapat
mengindikasikan adanya suatu pertumbuhan ekonomi.
Dari beberapa pengertian tersebut, jelaslah pertumbuhan ekonomi
seperti namanya adalah keadaan bertumbuhnya keadaan perekonomian
suatu negara yang diukur dari perbandingan satu periode ke periode
berikutnya secara berkesinambungan.
Faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan ekonomi adalah:
a. Faktor Sumber Daya Manusia
Seperti halnya dengan proses pembangunan, SDM juga
mempengaruhi pertumbuhan ekonomi. Sumber daya manusia
merupakan faktor terpenting, seberapa cepat proses pembangunan
tergantung sejauh mana sumber daya manusianya melaksanakan
proses pembangunan dengan membangun infrastruktur di
daerah-daerah dengan kompetensi yang memadai.
b. Faktor Sumber Daya Alam
Sumber daya alam adalah tumpuan utama sebagian besar
negara berkembang dalam melaksanakan proses pembangunannya.
Namun, apabila tidak didukung oleh kemampaun sumber daya
proses pembangunan tidak akan mengalami keberhasilan. Sumber
daya alam yang dimaksud diantaranya kesuburan tanah, kekayaan
mineral, tambang, kekayaan hasil hutan dan kekayaan laut.
c. Faktor Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Salah satu faktor pendorong percepatan proses pembangunan
adalah perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang
semakin pesat. Penggantian pola kerja dengan mesin – mesin
canggih yang semula menggunakan tangan manusia berdampak
kepada aspek efisiensi, kualitas dan kuantitas serangkaian aktivitas
pembangunan ekonomi yang dilakukan. Pada akhirnya hal ini juga
berakibat pada percepatan laju pertumbuhan perekonomian.
d. Faktor Budaya
Faktor lain yang berdampak terhadap pembangunan ekonomi
adalah faktor budaya. Namun faktor ini tidak hanya dapat
berfungsi sebagai pembangkit atau pendorong proses
pembangunan tetapi dapat juga menjadi penghambat
pembangunan. Budaya kerja keras dan kerja cerdas, jujur, ulet dan
sebagainya dapat menjadi pendorong pembangunan. Adapun
budaya yang dapat menghambat proses pembangunan diantaranya
sikap anarkis, egois, boros, KKN, dan sebagainya.
e. Sumber Daya Modal
Faktor yang tidak kalah penting yang dibutuhkan manusia
sumber daya modal. Barang-barang modal sebagai sumber daya
modal sangat penting bagi perkembangan dan kelancaran
pembangunan ekonomi karena barang-barang modal juga dapat
meningkatkan produktivitas.
4. Inflasi
Inflasi adalah suatu proses meningkatnya harga-harga secara
terus-menerus (continue) dan berlaku secara umum berkaitan dengan
mekanisme pasar. Mekanisme pasar dapat disebabkan oleh berbagai faktor,
antara lain, adanya ketidaklancaran distribusi barang yang termasuk dalam
desakan produksi dan/atau distribusi atau bisa juga kurangnya produksi,
konsumsi masyarakat yang meningkat yang menyebabkan tarikan
permintaan, atau juga berlebihnya likuiditas di pasar yang memicu
konsumsi atau bahkan spekulasi.
Desakan produksi atau distribusi dipengaruhi dari peran negara yang
dipegang oleh Pemerintah (Government) seperti fiskal (perpajakan / pungutan / insentif / disinsentif), kebijakan pembangunan infrastruktur,
regulasi, dan lain – lain sebagai kebijakan eksekutor. Sedangkan untuk
tarikan permintaan peran negara dalam kebijakan moneter dalam hal ini
adalah Bank Sentral lebih mempengaruhi terjadinya inflasi.
Istilah inflasi juga digunakan untuk mengartikan meningkatnya harga
yang disebabkan oleh peningkatan persediaan uang. Ada banyak cara
untuk mengukur tingkat inflasi, dua yang paling sering digunakan adalah
terlihat perubahan harga – harga barang dan jasa yang dikonsumsi
masyarkat.
Inflasi dapat digolongkan menjadi empat golongan, yaitu inflasi
ringan, sedang, berat, dan hiperinflasi. Apabila kenaikan harga berada di
bawah angka 10% setahun dapat dikatakan terjadi inflasi ringan, antara
10%-30% setahun berarti inflasi sedang, antara 30%-100% setahun
termasuk inflasi berat dan inflasi tak terkendali atau hiperinflasi terjadi
apabila kenaikan harga berada di atas 100% setahun.
Menurut situs resmi Bank Indonesia menjelaskan inflasi adalah
harga-harga secara umum yang meningkat secara terus menerus. Tidak dapat
disebut inflasi apabila kenaikan hanya terjadi pada harga dari satu atau dua
barang saja, kecuali bila kenaikan itu meluas atau mengakibatkan kenaikan
harga pada barang lainnya.
Berdasarkan asalnya, inflasi dapat digolongkan menjadi dua, yaitu
inflasi yang berasal dari dalam negeri misalnya terjadi akibat terjadinya
defisit anggaran belanja yang dibiayai dengan cara mencetak uang baru
dan gagalnya pasar yang berakibat harga bahan makanan menjadi mahal.
Dan yang kedua inflasi yang berasal dari luar negeri yaitu inflasi yang
terjadi sebagai akibat naiknya harga barang impor. Hal ini bisa terjadi
akibat biaya produksi barang di luar negeri tinggi atau adanya kenaikan
tarif impor barang.
Inflasi juga dapat dibagi berdasarkan besarnya cakupan pengaruh
tertentu. Namun, apabila kenaikan harga terjadi pada semua barang secara
umum, maka inflasi itu disebut sebagai inflasi terbuka (Open Inflation). Sedangkan inflasi tidak terkendali atau Hiperinflasi terjadi apabila
serangan inflasi demikian hebatnya sehingga setiap saat harga-harga terus
berubah dan meningkat sehingga orang tidak dapat menahan uang lebih
lama disebabkan nilai uang terus merosot.
5. Korupsi
Korupsi adalah tindakan pejabat publik, baik politisi maupun pegawai
negeri, serta pihak lain yang terlibat dalam tindakan itu yang secara tidak
wajar dan tidak legal menyalahgunakan kepercayaan publik yang
dikuasakan kepada mereka untuk mendapatkan keuntungan sepihak
Menurut KPK (2009), korupsi secara gamblang telah dijelaskan dalam
13 (tigabelas) pasal Undang-Undang No. 31 Tahun 1999 jo. UU No. 20
Tahun 2001. Menurut pasal – pasal tersebut telah dirumuskan korupsi
kedalam 30 (tigapuluh) bentuk atau jenis tindak pidana korupsi.
Pasal-pasal tersebut secara terperinci mengenai perbuatan yang bisa dikenakan
pidana penjara karena korupsi. Berapa lama pidana penjara bergantung
dari tuduhan/tuntutan Jaksa Penuntut Umum dan pertimbangan majelis
hakim.
Fjeldstad dan Tungodden (2011) menyebutkan bahwa ada kesepakatan
di kalangan peneliti bahwa korupsi memiliki dampak negatif yang
signifikan terhadap penerimaan pajak. Studi di negara berkembang
menunjukkan bahwa lebih dari setengah dari pajak yang harus
dan penggelapan pajak. Ahli lain telah menunjukkan bahwa kehadiran
korupsi mengurangi pendapatan pajak dalam jangka panjang
Sementara itu Tanzi dan Davoodi (2000) menyatakan mengingat
tingkat korupsi yang lebih tinggi di negara – negara berkembang, korupsi
memiliki dampak yang lebih besar pada pajak langsung di negara – negara
berkembang. Hal ini juga sejalan dengan tingginya tingkat penggelapan
pajak di negara – negara berkembang. Mereka membuat hipotesis bahwa
penurunan 4 poin korupsi dapat meningkatkan pajak langsung di negara –
negara berkembang, secara keseluruhan, sebesar 7,2 persen dari GDP.
B. Penelitian Terdahulu
Beberapa penelitian telah dilakukan oleh para peneliti terdahulu mengenai
pengaruh struktur ekonomi, tingkat pertumbuhan ekonomi, tingkat inflasi dan
indeks persepsi korupsi terhadap rasio pajak, beberapa diantaranya seperti
yang disebutkan dalam tabel di bawah ini : Tabel II.1 Penelitian terdahulu
No JudulPenelitian MetodologiPenelitian Hasil / Kesimpulan 1. Pengaruh
2013)
Deskriptif Those among developing countries which, will face particularly significant challenges. These countries will probably need a higher tax level, because of the need to pursue a
government role closer to that of the industrial countries that have twice the tax burden.
1. Konsumsi, investasi, pengeluaran pemerintah, net export dan inflasi berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi di Indonesia.
2. Pengeluaran pemerintah, jumlah uang beredar, suku bunga, inflasi dan pertumbuhan ekonomi berpengaruh terhadap investasi di Indonesia. 3. Pengeluaran pemerintah,
jumlah uang beredar dan suku bunga berpengaruh terhada pinflasi di Indonesia.
Deskriptif 1. Tax havens are small countries, they are affluent countries, and they have high-quality governance institutions 2. poorly governed
countries virtually never appear as tax havens, poorly run governments do not
3. even attempt to become tax havens
4. the inability to tailor tax policies to maximum 5. national advantage
woeful costs of poor
Deskriptif a. There is a positive significant association between the allocation of talent to unproductive activities and corruption. b. Corruption has a
negative direct and indirect impact on growth
c. The presence the higher corruption in developing countries may part explain the predominant share of indirect taxes in total tax revenues
C. Kerangka Pemikiran
Penelitian ini mengacu pada penelitian yang dilakukan oleh Wibowo
(2013) dengan beberapa perbedaan. Penelitian ini menggunakan kontribusi
sektor industri (% GDP) sebagai besaran struktur ekonomi. Meskipun
sebagian besar negara – negara ASEAN termasuk negara berkembang,
namun sumbangan sektor industri menjadi sektor yang diandalkan.
Variabel indeks persepsi korupsi (corruption perception index (CPI)) atau di beberapa survey menggunakan istilah kebebasan dari korupsi (Freedom from Corruption) atau kontrol atas korupsi (control of corruption), data yang digunakan dalam penelitian ini diambil dari survey suatu organisasi
internasional yang kegiatannya bertujuan untuk memerangi korupsi yaitu
Transparency International.
Berdasarkan uraian di atas, maka dapat digambarkan variabel –
Struktur Ekonomi
Tingkat Pertumbuhan ekonomi
Tingkat Inflasi
Rasio pajak
Indeks Persepsi Korupsi
Gambar II.1
Kerangka Pemikiran Keterangan Kerangka Pemikiran :
1. Independent Variabel, adalah variabel yang mempengaruhi variabel lain, dalam penelitian ini adalah : Struktur Ekonomi, Pertumbuhan
Ekonomi, Tingkat Inflasi dan Indeks Persepsi Korupsi.
2. Dependent Variabel, adalah variabel yang dipengaruhi oleh variabel lain, dalam hal ini adalah rasio pajak (tax ratio).
Berdasarkan kerangka pemikiran di atas, dapat dijelaskan bahwa faktor
yang mempengaruhi rasio pajak diantaranya adalah Struktur Ekonomi,
Pertumbuhan Ekonomi, Tingkat Inflasi dan Indeks Persepsi Korupsi. D. Hipotesis
Menurut Erwan Agus Purwanto dan Dyah Ratih Sulistyastuti (2007),
hipotesis adalah pernyataan atau dugaan yang bersifat sementara terhadap
kebenarannya) sehingga harus diuji secara empiris. Menurut penelitian yang
dilakukan Danny Wibowo (2013), variabel yang memiliki pengaruh paling
dominan terhadap rasio pajak adalah struktur ekonomi. Namun penelitian ini
hanya dilakukan dengan menggunakan data – data GDP, pendapatan per
kapita, dan tarif pajak negara Indonesia. Variabel struktur ekonomi juga
menggunakan sektor industri sedangkan pada penelitian ini menggunaka
sektor agrikultural. Agar penelitian ini lebih terarah berdasarkan variabel –
varabel dan sampel yang diambil, maka penulis mengemukakan hipotesis
sebagai berikut :
H1 : Struktur Ekonomi diduga mempunyai pengaruh terhadap rasio
pajak negara – negara ASEAN.
H2 : Tingkat Pertumbuhan Ekonomi diduga mempunyai pengaruh
terhadap rasio pajak negara – negara ASEAN.
H3 : Tingkat Inflasi diduga mempunyai pengaruh terhadap rasio pajak
negara – negara ASEAN.
H4 : Indeks Persepsi Korupsi (IPK) diduga mempunyai pengaruh
terhadap rasio pajak negara – negara ASEAN.
H5 : IPK diduga mempunyai pengaruh paling dominan terhadap rasio
A. Lokasi Penelitian
Dalam melakukan penelitian ini penulis menggunakan data – data GDP,
inflasi, pendapatan pajak dan struktur ekonomi negara – negara ASEAN
sebagai objek penelitian.
B. Jenis & Sumber Data
Penelitian ini menggunakan data kuantitatif dengan mengambil data time series dari tahun 2003 - 2012. Sumber data yang dipergunakan adalah data sekunder. Adapun data sekunder yang dipergunakan bersumber dari :
a. Website World Bank (http://data.worldbank.org/) untuk
memperoleh data GDP, inflasi, pendapatan pajak (%GDP) dan data
– data struktur ekonomi negara – negara ASEAN.
b. Website IMF (International Money Funds) ( dan website ASEAN
(http://www.asean.org/) untuk melengkapi data yang didapat dari
website World Bank.
c. Website peringkat – peringkat negara – negara dunia
(http://www.heritage.com/) untuk memperoleh tingkat kontrol
negara – negara ASEAN dari korupsi.
Untuk memperkuat data yang penulis dapat dari http://www.heritage.com/,
penulis juga mengambil data dari http://www.transparency.org/, website
organisasi internasional yang didirikan untuk memerangi korupsi.
C. Populasi, Sampel, dan Teknik Pengambilan Sampel
1. Populasi
Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri dari obyek atau subyek
yang merupakan kuantitas dan karakteristik tertentu ditetapkan oleh peneliti
untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulan (Sugiyono, 2009). Populasi
dalam penelitian ini adalah data atas besarnya rasio pajak, struktur ekonomi,
tingkat pertumbuhan ekonomi, tingkat inflasi dan Indeks Persepsi Korupsi
(IPK) dari negara – negara ASEAN.
2. Sample dan Teknik Sampling
Sampelnya merupakan sebagian dari populasi yang karakteristiknya
hendak diduga dan dianggap bisa mewakili seluruh populasi. Dalam hal ini
sampel yang diambil adalah data atas besarnya tingkat rasio pajak, struktur
ekonomi, tingkat pertumbuhan ekonomi, tingkat inflasi dan Indeks Persepsi
Korupsi (IPK) dari negara – negara ASEAN dengan time series tahun 2003 – 2012.
Teknik sampling menggunakan Purposive sampling atau judgmental sampling. Penarikan sampel secara purposif merupakan cara penarikan sample
yang dilakukan memilih subjek berdasarkan kriteria spesifik yang ditetapkan
peneliti. Dalam penelitian ini, penulis menetapkan kriteria sebagai berikut:
a. Sampel merupakan data penerimaan pajak, GDP, struktur
ekonomi dan Indeks Persepsi Korupsi (IPK) dari negara –
b. Sampel merupakan penerimaan pajak, GDP, struktur ekonomi
dan Indeks Persepsi Korupsi (IPK) dari negara – negara
ASEAN yang mempublikasikan datanya dari tahun 2003 –
2012.
D. Operasional Dan Pengukuran Variabel
1. Rasio Pajak (Tax Ratio)
Tax Ratio adalah dependent variable yang digunakan sebagai alat ukur keberhasilan suatu negara dalam pemungutan pajaknya. Angka ini diperoleh
dari hasil pembagian antara pendapatan pajak negara terhadap GDP.
Tax Ratio
Tax Revenue
GDP
2. Struktur Ekonomi (Economic Structure)
Economic Structure adalah independent variable, yaitu kontribusi sektor – sektor ekonomi suatu negara terhadap pembentukan GDP. Dalam penelitian
ini menggunakan nilai presentase kontribusi sektor industri dari total GDP tiap
– tiap negara ASEAN. Penggunaan nilai kontribusi sektor industri sebagai
nilai struktur ekonomi disebabkan karena sebagian besar negara – negara
ASEAN, kontribusi sektor industrilah yang paling besar. Meskipun negara –
negara ASEAN termasuk negara berkembang, tidak banyak kontribusi sektor
3. Tingkat Pertumbuhan Ekonomi (Economic Growth Rate)
Economic Growth Rate adalah independent variable, yaitu tingkat pertumbuhan ekonomi dari suatu negara yang diperoleh dari besarnya GDP
tahun ini dikurangi GDP tahun yang lalu kemudian dibagi GDP tahun lalu
dikali 100%.
Inflasi adalah independent variable, yaitu kenaikan harga barang dan jasa secara umum dimana barang dan jasa tersebut merupakan kebutuhan pokok
masyarakat atau turunnya daya jual mata uang suatu negara.
Rumus yang digunakan untuk menghitung inflasi adalah sebagai
Sedangkan rumus untuk menghitung IHK sendiri adalah :
Pni = Harga jenis barang i, periode ke – (n)
P(n-1)i = Harga jenis barang i, periode ke – (n-1)
P(n-1)i.Q0i = Nilai konsumsi jenis barang i, periode ke – (n-1)
P0i.Q0i = Nilai konsumsi jenis barang i, pada tahun dasar
K = Jumlah jenis barang paket komoditas.
Dapat juga disederhanakan menjadi :
IHK
∑(Pit
.Qio) 1
0 0 % ∑(Pi
o.Qio ) Dimana :
Pit = harga barang i pada periode t
Qit = bobot barang i pada periode t
Pio = harga barang i pada periode dasar o
Qio = bobot barang i pada periode dasar o
5. Indeks Persepsi Korupsi (IPK) / Corruption perception index (CPI)
Corruption perception index (CPI) adalah independent variable, yaitu tingkat kebebasan suatu negara dari korupsi. Dalam penelitian ini
menggunakan nilai – nilai yang diupdate oleh organisasi Transparency International
Penggunaan metode statistik deskriptif bertujuan untuk memberikan
gambaran atau deskripsi hasil pengolahan data. Analisis ini
mendeskripsikan data sampel yang telah terkumpul dan diolah tanpa
membuat kesimpulan yang berlaku umum. Analisis statistik deskriptif
yang digunakan terdiri atas :
a. Mean (Nilai Rata – Rata)
Digunakan untuk mengetahui nilai rata – rata dari data yang
diamati. Meskipun mean sering digunakan untuk mengetahui nilai kecenderungan dari suatu pengamatan, tetapi mean memiliki kelemahan yaitu rentan terhadap gangguan dari data outliers. b. Maximum (Nilai Tertinggi)
Digunakan untuk mengetahui nilai tertinggi dari data yang diamati.
c. Minimum (Nilai Terendah)
Digunakan untuk mengetahui nilai terendah dari data yang diamati.
d. Standar Deviasi
Digunakan untuk mengetahui variabilitas dari penyimpangan
terhadap nilai rata –rata.
2. Uji Asumsi Klasik
a. Uji normalitas
Pengujian normalitas data penelitian untuk menguji apakah dalam
model statistik variabel – variabel penelitian berdistribusi normal atau
tidak normal. Model regresi yang baik adalah mempunyai distribusi
program SPSS versi 20,0. Uji Normalitas dalam penelitian ini
menggunakan uji Kolmogorov – Smirnov lebih besar dari taraf
signifikansi 0,05 atau 5%. Uji normalitas dapat juga dilihat dengan
memperhatikan penyebaran data (titik) pada normal p plot regression standarred residual yaitu :
1. Jika data menyebar di sekitar garis diagonal dan mengikuti arah
garis diagonal dan mengikuti arah garis diagonal, maka model
regresi memenuhi asumsi normalitas.
2. Jika data menyebar jauh dari garis diagonal dan atau tidak
mengikuti arah garis diagonal, maka model regresi tidak
memenuhi asumsi normalitas.
b. Uji heteroskedastisitas
Uji ini digunakan untuk menguji apakah dalam sebuah model
regresi, terjadi ketidaksamaan varian dari residual suatu pengamatan ke
pengamatan yang lain. Jika varians dari residual suatu pengamatan ke
pengamatan lain tetap, maka disebut homokedastisitas. Jika varian
berbeda disebut heterokedastisitas. Metode yang digunakan untuk
menguji adanya gejala heteroskedastisitas adalah dengan metode uji Glejser.
c. Uji multikolinearitas
Uji multikolinearitas digunakan untuk mengetahui ada tidaknya
hubungan yang berarti antara masing – masing variabel independen
multikolinearitas dapat dilihat pada tolerance value atau variance inflation factor (VIF). Kriteria pengujian jika nilai tolerance variabel independen > 0,10 dan nilai VIF < 10 berarti tidak terjadi
multikolinearitas, sebaliknya jika nilai tolerance variabel independen <
0,10 dan nilai VIF > 10, dikatakan terjadi multikolinearitas.
d. Uji autokorelasi
Pengujian ini dilakukan untuk menguji apakah dalam suatu model
regresi linier ada korelasi antara kesalahan pengguna pada periode t
dengan kesalahan pada periode t-1. Autokorelasi muncul karena
observasi yang berurutan sepanjang waktu berkaitan satu sama lain.
Masalah ini timbul karena residual tidak bebas dari satu observasi ke
observasi lainnya. Model regresi yang baik adalah regresi yang bebas
dari autokorelasi.Uji autokorelasi dapat dilakukan dengan
menggunakan uji Durbin – Watson(DW), dimana hasil pengujian
ditentukan berdasarkan nilai Durbin – Watson (DW). Dasar
pengambilan keputusan ada tidaknya autokorelasi dengan
menggunakan Durbin – Watson adalah sebagai berikut :
1) Angka DW < -2 berarti ada autokorelasi positif
2) Angka DW antara -2 sampai 2 artinya ada autokorelasi
3) Angka DW > 2 artinya autokorelasi negatif
Jika d < du atau (4-d) < du, Ho ditolak pada tingkat 2 sehingga
secara statistik terlihat bahwa adanya autokorelasi baik positif maupun
3. Analisis regresi berganda
Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis
regresi linier berganda. Untuk menyatakan hubungan antara variabel dependen
dan variabel independen maka kita gunakan analisis linier berganda dengan
rumus :
Y = β0 + β1X1 + β2X2 + β3X3 + β4X4 + ei
Dimana :
Y = rasio pajak
β0 = konstanta
β1…β2 = koefisien regresi untuk variabel independen
X1 = struktur ekonomi
X2 = tingkat pertumbuhan ekonomi
X3 = tingkat inflasi
X4 = Indeks Persepsi Korupsi (IPK)
ie = Error Term F. Pengujian hipotesis
Pengujian hipotesa dengan menggunakan uji t dan uji F untuk
membuktikan apakah hipotesa yang digunakan diterima atau ditolak.
1. Uji t
Uji t ini digunakan untuk mengetahui signifikansi pengaruh secara parsial
dari variabel independen (struktur ekonomi, tingkat pertumbuhan ekonomi,
tingkat inflasi dan Indeks Persepsi Korupsi (IPK)) terhadap rasio pajak.
ttabel t(α/2, n–k–1) Daerah
terima daerah tolak daerah tolak
–ttabel –ttabel(α/2, n–
k–1)
a. Menentukan hipotesis nol dan hipotesis alternatif
Ho : β = 0, artinya tidak ada pengaruh antara variabel independen
(struktur ekonomi, tingkat pertumbuhan ekonomi,
tingkat inflasi dan Indeks Persepsi Korupsi (IPK))
terhadap variabel dependen (rasio pajak)
Ha : β≠0, artinya ada pengaruh antara variabel independen
(struktur ekonomi, tingkat pertumbuhan ekonomi,
tingkat inflasi dan Indeks Persepsi Korupsi (IPK))
terhadap variabel dependen (rasio pajak)
b. Menentukan level of significance (α ) = 0,05 c. Kriteria pengujian
Ho diterima apabila –ttabel≤ thitung ≤ ttabel
Ho ditolak apabila thitung> ttabel atau –thitung< –ttabel
d. Menghitung nilai t
t hitung= bi
Sbi
Ket : t = hasil dari persamaan hipotesis
bi = nilai koefisien variabel
F = 0,05(k; nk1) Daerah tolak Daerah terima
e. Keputusan
Setelah hasil perhitungan didapatkan, kemudian dibandingkan
dengan hasil yang diperoleh, maka Ho ditolak atau diterima.
2. Uji F
Uji f digunakan untuk mengetahui apakah seluruh variabel independen
mempengaruhi variabel dependen. Langkah – langkahnya sebagai berikut :
a. Menentukan formulasi hipotesis nihil dan hipotesis alternatif
Ho : b1=b2=b3=0, Berarti tidak terdapat pengaruh secara serentak
antara variabel X1, X2, X3 dan X4 terhadap
variabel Y
H1 : b1≠b2≠b3≠0, Berarti terdapat pengaruh secara serentak antara
variabel X1, X2, X3 dan X4 terhadap variabel Y.
b. Menentukan level of significance ( α )
Pengujian ini menggunakan level of significance ( α ) 0,05 c. Menentukan kriteria penerimaan dan penolakan
Ho diterima apabila Fhitung< F α; (k; n1k)
d. Menentukan kriteria pengujian dengan F hitung
Fhitung=
Jk(reg)/k J(res)/n−1−k
Keterangan :
Jk(reg) : jumlah kuadrat regresi
Jk(res) : jumlah kuadrat residu
k : banyaknya variabel bebas yang digunakan
n : jumlah sampel
e. Menarik kesimpulan = Ho diterima atau ditolak
Nilai Fhitung yang diperoleh dibandingkan dengan Ftabel.
Apabila Fhitung> Ftabel, maka Ho ditolak sehingga dapat disimpulkan
ada pengaruh yang signifikan antara variabel independen terhadap
variabel dependen secara bersama – sama. Apabila Fhitung ≤ Ftabel,
maka Ho diterima sehingga dapat disimpulkan bahwa tidak ada
pengaruh yang signifikan antara variabel independen terhadap
variabel dependen secara bersama – sama.
G. Analisis Koefisien Determinasi (R2)
Analisis koefisien determinasi (R2) dilakukan untuk mengukur besar
kemampuan menerangkan dari variabel independen terhadap variabel
dependen dalam suatu model regresi. Nilai R2 berkisar antara 0 < R2< 1 dan
berarti presentase sumbangan variabel X1, X2, X3 dan X4 terhadap variabel
dependen adalah 100%. Apabila R2 = 0, berarti variabel tidak dapat
digunakann untuk membuat ramalan (Gujarati, 2009). Rumus yang
digunakan :
R2=ESS
TSS atau R
2
=1−ESS
TSS Dimana :
ESS = explained sum of square (jumlah kuadrat yang dijelaskan) TSS = Total Sum of Square
A. Gambaran Umum ASEAN
8 Agustus 1967, lima pimpinan Kementrian Luar Negeri dari Indonesia,
Malaysia, Filipina, Singapura, dan Thailand menandatangani deklarasi di aula
utama Gedung Kementrian Luar Negeri Bangkok, Thailand. Ditandatangani
oleh Adam Malik dari Indonesia, Tun Abdul Razak dari Malaysia, Narciso R.
Ramos dari Filipina, S. Rajaratnam dari Singapura, dan Thanat Khoman dari
Thailand, lahirlah Perhimpunan Bangsa – Bangsa Asia Tenggara (Perbara)
atau lebih kita kenal ASEAN (Association of South-East Asian Nation). Kelima tokoh yang menandatangani deklarasi, yang kemudian dikenal sebagai
deklarasi ASEAN atau Deklarasi Bangkok tersebut dipuji sebagai pelopor
organisasi antar pemerintahan yang mungkin paling sukses di Negara
berkembang saat ini. Dokumen tersebut singkat, dengan kalimat sederhana
yang berisi 5 artikel. Mendeklarasikan terbentuknya asosiasi untuk hubungan
regional antar negara – negara Asia Tenggara.
Maksud dan tujuan dari Asosiasi ini adalah tentang kerjasama di
bidang ekonomi, sosial, budaya, teknis, pendidikan dan lainnya, dan dalam
mempromosikan perdamaian dan stabilitas regional dengan menghormati
keadilan dan supremasi hukum dan kepatuhan terhadap prinsip-prinsip
Piagam PBB. Piagam ini menetapkan bahwa ASEAN akan terbuka untuk
partisipasi oleh semua Negara di kawasan Asia Tenggara yang sejalan
dengan tujuan-tujuan ASEAN. Piagam ini juga menyatakan menyatakan
bahwa ASEAN mewakili kehendak kolektif bangsa-bangsa Asia Tenggara
untuk mengikatkan diri bersama-sama dalam persahabatan dan kerjasama,
serta melalui upaya bersama dan pengorbanan, aman bagi masyarakat dan
untuk anak cucu demi perdamaian, kebebasan dan kemakmuran.
Brunei Darussalam kemudian bergabung pada 7 Januari 1984, Vietnam
pada 28 Juli 1995, Laos dan Myanmar pada 23 Juli 1997 dan Kamboja
pada 30 April 1999. Anggota ASEAN kini adalah seluruh Negara Asia
Tenggara kecuali negara Timor Timur yang telah melepaskan diri dari
Indonesia dan Papua Nugini atau Negara Papua Timur.
Luas daratan ASEAN setara dengan 3% total luas daratan di Bumi atau
lebih tepatnya meliputi 4,46 juta km² wilayah daratan, dan memiliki populasi
yang mendekati angka 600 juta orang atau setara dengan 8,8% total populasi
dunia. Luas wilayah laut ASEAN tiga kali lipat dari luas wilayah daratan.
Menurut Pasal 31 Piagam ASEAN, Keketuaan ASEAN bergilir setiap
tahunnya, berdasarkan urutan abjad dari nama – nama bahasa Inggris dari
negara – negara anggota. Suatu Negara anggota yang menjadi pemimpin
akan mengetuai KTT ASEAN dan KTT terkait, Dewan Koordinasi
ASEAN, tiga Dewan Komunitas ASEAN, yang Badan Kementerian
Sektoral ASEAN dan pejabat senior yang terkait, serta Komite Wakil
Tetap. Malaysia adalah Ketua ASEAN 2015 dengan tema kepemimpinan
ASEAN adalah “Our People, Our Community, Our Vision”.
Gambar IV.1
B. Negara – Negara Anggota ASEAN
1. Brunei Darussalam
Kepala Negara : His Majesty Sultan Haji Hassanal Bolkiah
Mu'izzaddin Waddaulah Ibu Kota : Bandar Seri Begawan Bahasa(s) : Malay, English
Mata Uang : B$ (Brunei Dollar)
Kementrian Urusan Luar Negeri dan Perdagangan Brunei
Darussalam Website: www.mfa.gov.bn
Brunei Darusallam adalah negara kecil dengan penghasilan yang
melimpah. Pertumbuhan ekonominya pelan namun pasti. Inflasi Brunei
Darusallam stabil di kisaran 1,5% selama 20 tahun terakhir. Dengan
pendapatan per kapita yang mencapai US$ 38.563,31 dan GDP US$
16.111.135.788,96 pada tahun 2013, Brunei Darusallam dikatakan negara
terkaya kedua setelah Singapura di ASEAN. Meski di awal tahun 2000-an
kondisi internal Brunei Darusallam tidak stabil. Tersebar isu mengenai
Kesultanan yang diduga telah tercemar korupsi serta ketidakstabilan
pemerintahan yang akhirnya memuncak di tahun 2006 – 2007. Hal ini
mempengaruhi media dalam memberitakan masalah internal
pemerintahan. Kerahasiaan informasi terutama keuangan benar – benar
diperketat. Akhir 2007, parlemen mulai membuka kembali pintu informasi
pemerintahan. Menyelesaikan masalah keuangan, keamanan dan
ketahanan nasional serta mendapatkan kembali kepercayaan masyarakat
dan investor adalah prioritas utama mereka saat itu.
2. Kamboja
Kepala Pemerintahan : Prime Minister Hun Sen Ibu Kota : Phnom Penh
Bahasa : Khmer Mata Uang : Riel
Kementrian Urusan Luar Negeri dan Hubungan Internasional
Cambodia Website: www.mfaic.gov.kh
Kamboja adalah negara yang ekonominya menganut semi pasar bebas
komunis dengan pemerintahan yang relatif otoriter dan kebebasan
demokrasi yang rendah. Kamboja mengalami berbagai tantangan dan isu –
isu sosial politik, termasuk kemiskinan yang meluas, tingkat korupsi yang
tinggi, kurangnya kebebasan berdemokrasi, pembangunan SDM yang
rendah dan tingkat kelaparan yang tinggi. Meski menjadi negara dengan
tingkat ekonomi terendah di ASEAN, tingkat pertumbuhan ekonomi
Kamboja tergolomg baik, dengan rata – rata 6% tiap tahunnya selama
dekade terakhir.
6. Indonesia
Kepala Negara : President Joko Widodo Ibu Kota : Jakarta
Bahasa : Indonesian Mata Uang : Rupiah
Kementrian Urusan Luar Negeri Indonesia
Website: www.kemlu.go.id
Indonesia adalah negara kepulauan terbesar, dengan jumlah penduduk
terpadat ke-4 di dunia. Kaya akan hasil alam, mineral maupun minyak dan
gas. Namun hal tersebut tak lantas menjadikan Indonesia negara maju.
Dengan pendapatan per kapita US$ 3.475,25 di tahun 2013, Indonesia
menduduki peringkat ke lima di ASEAN. GDP Indonesia adalah yang
Namun dengan pertumbuhan ekonomi yang stabil, tingkat inflasi
cenderung bergejolak, tak hanya itu, angka kemiskinan belum bisa
dikatakan rendah karena persebaran ekonomi yang memusat di kota- kota
besar. Pemberantasan korupsi Indonesia terus membaik selama dekade
terakhir. Menurut Transparency International, nilai IPK Indonesia terus membaik dari 19 di awal 2000-an dan hingga tahun 2012 sudah
menyentuh angka 30. Kurangnya kesadaran masyarakat akan pentingnya
pajak membuat rasio pajak Indonesia rendah, stabil di peringkat 4
terbawah dibandingkan negara – negara ASEAN.
7. Laos
Kepala Negara : President Choummaly Sayasone
Kepala Pemerintahan : Prime Minister Thongsing Thammavong Ibu Kota : Vientiane
Bahasa : Lao Mata Uang : Kip
Kementrian Urusan Luar Negeri LaosWebsite: www.mofa.gov.la
Tingkat korupsi yang tinggi terjadi di pemerintahan Laos, militer dan
partai komunis. Turunnya komando ekonomi serta pengeluaran yang
berlebihan untuk kemiliteran dan pertahanan nasional selama dan
setelahperang dingin telah memiskinkan Laos. Negara yang dikepung
daratan ini dinobatkan menjadi salah satu negara terkorup menurut
Transparency International. Hal ini menghambat para investor asing untuk masuk dan menjadi masalah besar dalam penegakan hukum, termasuk
kemampuan negara dalam menegakkan kontrak peraturan berbisnis.
Sekitar sepertiga penduduk negara Laos berada di garis kemiskinan
Laos adalah yang terendah di ASEAN dan pendapatan perkapita terbawah
bersama dengan Kamboja.
8. Malaysia
Kepala Negara : His Majesty The King Almu'tasimu Billahi
Muhibbuddin Tuanku Al-Haj Abdul Halim
Mu'adzam Shah ibni Almarhum Sultan Badlishah Kepala Pemerintahan : The Honourable Dato' Sri Mohd Najib bin Tun
Abdul Razak Ibu Kota : Kuala Lumpur
Bahasa(s) : Malay, English, Chinese, Tamil Mata Uang : Ringgit
Kementrian Urusan Luar Negeri Malaysia
Website: www.kln.gov.my
Malaysia adalah negara islam di ASEAN, dipimpin oleh raja dengan
gelar Yang Dipertuan Agung. Ekonomi utamanya adalah hasil alam,
namun mulai merambah ke sektor ilmu pengetahuan, pariwisata,
perdagangan dan kesehatan. Sekarang Malaysia mempunyai perekonomian
pasar industri baru terbesar ke tiga di ASEAN dan terbesar ke 29 di dunia.
Dengan pendapatan per kapita tinggi, ke tiga se-ASEAN sebesar US$
10.538,06 dan GDP sebesar US$ 313.159.097.400,74 di tahun 2013,
dengan pertumbuhan ekonomi yang stabil dan inflasi yang rendah
Malaysia mempunyai prospek ke depan yang bagus, bahkan dinobatkan
menjadi calon negara dengan ekonomi terbesar di dunia di tahun 2050.
9. Myanmar
Kepala Negara : President Thein Sein Ibu Kota : Nay Pyi Taw
Kementrian Urusan Luar Negeri Myanmar
Website: www.mofa.gov.mm
Myanmar juga dikenal dengan Burma memiliki populasi lebih dari 50
juta jiwa. Beribukota di Nay Pyi Taw, yang sebelumnya di Yangon,
Kamboja kaya akan mineral alam antara lain giok, permata, minyak dan
gas alam, serta mineral alam lain. Namun dengan kekayaan alam yang
melimpah, Myanmar termasuk 3 negara termiskin di ASEAN. GDP
perkapita Myanmar sekitar US$ 1.269 pada tahun 2014 dan GDP US$
65.291 miliar. Myanmar termasuk negara dengan pendapatan menengah ke
bawah menurut data WorlBank. Dengan tingkat inflasi yang tinggi bahkan
hingga mencapai angka 30-an, ditambah dengan korupsi yang tinggi,
pendapatan pajak Myanmar tak pernah lebih dari angka 4% di sepuluh
tahun terakhir.
10.Philippines
Kepala Negara : President Benigno S. Aquino III Ibu Kota : Manila
Bahasa(s) : Filipino, English, Spanish Mata Uang : Peso
Departemen Urusan Luar Negeri Filipina Website: www.dfa.gov.ph
Negara dengan keadaan ekonomi yang selalu membunuti Indonesia ini,
memiliki GDP sebesar US$ 272.066.554.885,95 dan GDP per kapita
US$ 2.765,08 di tahun 2013. Filipina memiliki populasi sekitar 100 juta
jiwa, pertumbuhan ekonominya stabil di kisaran 6% – 7% di dekade
terakhir. Tingkat inflasi Filipina tergolong rendah dan penanganan korupsi
yang membaik tiap tahunnya, memperlihatkan pertumbuhan ekonomi yang
II, Filipina pernah dianggap sebagai negara terkaya kedua setelah Jepang
di Asia bagian timur. Di tahun 60–an, perekonomian Filipina stagnan di
bawah kediktatoran Presiden Ferdinan Marcos. Perekonomian tak hanya
stagnan tapi malah cenderung melemah, hal ini diperparah dengan
kesalahan dalam mengelola perekonomian dan penyimpangan politik.
Demokrasi ekonomi yang diterapkan di awal tahun 90’an mulai membuka
kesempatan ekonomi untuk berkembang hingga tingkat yang sekarang ini.
11. Singapore
Kepala Negara : President Tony Tan Keng Yam Kepala Pemerintahan : Prime Minister Lee Hsien Loong Ibu Kota : Singapore
Bahasa(s) : English, Malay, Mandarin, Tamil Mata Uang : S$ (Singapore Dollar)
Kementrian Urusan Luar Negeri Singapura
Website: www.mfa.gov.sg
Singapura memiliki ekonomi pasar yang sangat maju, berdasarkan
sejarah perdagangan pelabuhan. Bersama dengan Hong Kong, Korea
Selatan, dan Taiwan, Singapura adalah salah satu dari Empat Macan Asia
yang original. Ekonomi Singapura dikenal sebagai salah satu paling bebas,
yang paling inovatif, yang paling kompetitif, dan paling ramah bisnis.
Menurut Indeks Persepsi Korupsi, Singapura secara konsisten menduduki
peringkat sebagai salah satu negara paling bebas korupsi di dunia, bersama
dengan Selandia Baru dan negara-negara Skandinavia. Singapura
merupakan pengekspor terbesar ke-14 dan importir terbesar ke-15 di
dunia. Negara ini memiliki rasio perdagangan tertinggi di dunia pada
menarik sejumlah besar investasi asing sebagai akibat dari lokasi,
lingkungan bebas korupsi, tenaga kerja terampil, tarif pajak yang rendah
dan infrastruktur yang canggih. Dalam beberapa tahun terakhir, negara ini
telah diidentifikasi sebagai negara surga pajak yang semakin populer bagi
orang kaya karena tarif pajak rendah pada penghasilan dan pembebasan
atas pajak penghasilan pribadi asing dan berbasis capital gain.
12.Thailand
Kepala Negara : His Majesty King Bhumibol Adulyadej Kepala Pemerintahan : Prime Minister General Prayut Chan-o-cha Ibu Kota : Bangkok
Bahasa : Thai Mata Uang : Baht
Kementrian Urusan Luar Negeri Thailand Website: www.mfa.go.th
Thailand mengalami pertumbuhan ekonomi yang cepat antara 1985 –
1996, menjadi negara industrialisasi baru dan mayoritas eksportir. Industri
pengolahan, pertanian dan pariwisata menjadi sektor andalan ekonomi
Thailand. Dari sepuluh negara ASEAN Thailand berada di peringkat dua
soal kualitas kehidupan penduduk. Populasi yang tinggi ditambah
pengaruh ekonomi yang kuat menjadikam Thailand sebagai negara kuat
menengah bahkan diantara negara – negara seluruh dunia. Thailand
menempati urutan tengah dalam penyebaran kekayaan di Asia Tenggara
karena merupakan negara terkaya ke-4 sesuai dengan GDP perkapita,
setelah Singapura, Brunei, danMalaysia. GDP Thailand sebesar US$
387.252.164.290,82 dan GDP per kapita US$ 5.778,98 di tahun 2013.
berkembang tetangga Laos, Burma, dan Kamboja. Pada kuartal ketiga
2014, tingkat pengangguran di Thailand mencapai 0,84%.
13.Viet Nam
Kepala Negara : President Truong Tan Sang
Kepala Pemerintahan : Prime Minister Nguyen Tan Dung Ibu Kota : Ha Noi
Bahasa : Vietnamese Mata Uang : Dong
Kementrian Urusan Luar Negeri Viet Nam Website: www.mofa.gov.vn
Pada 2012, GDP Vietnam mencapai US$ 138 miliar dan GDP per
kapita US$ 1.527. Vietnam, dari sejarahnya, didominasi oleh hasil
alamnya, terutama beras. Ada juga tambang bauksit di Vietnam, bahan
baku alumunium. Namun perang Vietnam (1954 – 1975) menghancurkan
sebagian besar pertanian Vietnam, mengharuskan pemerintah untuk
merencanakan pemulihan agrikultural dan industrialisasi negara. Berkat
program pemulihan pasar berorientasi sosialis yang dibuat saat kongres
nasional ke enam oleh partai komunis, pertumbuhan ekonomi Vietnam
mencapai 8% tiap tahunnya dari 1990 – 1997 dan terus berkembang
hingga tahun 2000-an. Angka inflasi yang tinggi tak menyurutkan vietnam
dalam menggalakkan regulasi, bahkan rasio pendapatan pajak Vietnam
peringkat kedua, setelah Brunei Darusallam, di ASEAN.
C. Uji dan Analisis Data
1. Deskriptif Analisis Penelitian
Data dalam penelitian ini adalah berupa data atas besarnya tingkat
rasio pajak, struktur ekonomi, tingkat pertumbuhan ekonomi, tingkat