FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK | UNIVERSITAS TADULAKO
PROSES PEMAKNAAN ORANGTUA PADA PESAN YANG DISAMPAIKAN OLEH ANAK
TUNARUNGU
Muhammad Ikramullah1,
1Program Studi Ilmu Komunikasi FISIP Universitas Tadulako
INFO ARTIKEL
* Corresponding author. HP: 082271351915 E-mail:
Muhammadikrasultan27@gmail .com
Alamat: Program Studi Ilmu Komunikasi FISIP Universitas Tadulako Jln. Soekarno Hatta Km. 9 Kota Palu Sula wesi Tengah
Keywords : Proses Pemakna an,
Anak Tunarungu dan Orangtua
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui proses pemaknaan orangtua pada pesan yang disampaikan oleh anak tunarungu, menggunakan metode penelitian deskriptif. Teori yang digunakan dalam penelitian yaitu teori makna, yang memiliki beberapa poin yang dibutuhkan dalam proses pemaknaan pesan yaitu inferensial (Lambang), Significance (Arti), intensional (Tujuan). Lokasi penelitian bertempat di Kel. Tanamodindi. Jumlah informan dalam penelitian ini adalah 7 orang yang terdiri dari 3 orang tua anak penyandang tuna rungu, 1 nenek Hidra,1 Paman Randy,1 saudara Randy, dan 1 orang tua asuh di Rumah Singgah Difabel. Dengan teknik penarikan sample purpose sampling
dengan menentukan kriteria kriteria yang ditentukan peneliti. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah observasi dan wawancara mendalam. Teknik analisis data yang digunakan adalah deskriptif kualitatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dalam proses pemaknaan orang tua pada pesan yang disampaikan oleh anak tunarungu mengacu pada tiga indikator yaitu inferensial (lambang), significant (arti), intentional (tujuan). Tahap dimana anak tunarungu sebagai komunikator dan orangtua sebagai komunikan yang berusaha memaknai pesan-pesan yang disampaikan oleh anak tunarungu melalui gerakan-gerakan lambang menggunakan bahasa tubuhnya yang diterapkan dengan bahasa isyarat melalui tangan, dan gerakan tubuh lainnya, hingga penyampaian melalui tulisan. Kemudian mengartikan apa maksud dari penyampaian pesan anak tunarungu. Orangtua mengartikan gerakan anak tunarungu, yaitu arti dari gerakan tersebut yang mengandung makna. Lalu mengacu pada hasil, apa yang akan terjadi setelah pemaknaan itu berhasil dilakukan atau apa tujuan dari penyampaian yang dilakukan oleh anak tunarungu. Bentuk penyampaian yang menyatakan tujuan komunikator atau pembuat lambang, dimana anak tunarungu yang melakukan suatu gerakan dengan cara orangtua yang memaknai apa maksud dan tujuan yang akan dilakukan oleh anak tunarungu tersebut.
PENDAHULUAN
Berkomunikasi merupakan suatu hal yang mendasar bagi semua orang.Banyak orang yang menganggap bahwa berkomunikasi itu suatu hal yang mudah untuk dilakukan.Namun, seseorang akan tersadar bahwa komunikasi tidak akan menjadi mudah apabila terjadi gangguan komunikasi (noise), baik noise tersebut terjadi pada komunikator, medium atau pun komunikan nya itu sendiri. Situasi tersebut dapat mengakibatkan proses komunikasi yang berjalan tidak efektif. Proses komunikasi yang terhambat seringkali ditemukan pada interaksi komunikasi yang melibatkan anak-anak berkebutuhan khusus seperti tunarungu. Hal ini disebabkan karena terhambatnya bahasa yang seharusnya mereka dapatkan melalui pendengaran.
Tunarungu adalah mereka yang mengalami gangguan pada indra pendengaran sehingga pendengarannya rendah sekali bahkan sama sekali tidak bisa mendengar apa yang dibicarakan atau apa yang disampaikan kepadanya .Selain itu, mereka umum nya mempunyai kesulitan melakukan komunikasi secara lisan dengan orang lain, sehingga proses komunikasi yang dilakukan oleh penyandang tunarungu sulit dipahami oleh lawan bicaranya. (Efendy ,2006:56). Panca indera memiliki peranan penting dalam jalinan komunikasi antarmanusia. Apabila salah satu indera tidak ada, manusia akan sulit menjalin komunikasi, misal nya tunarungu. Tunarungu adalah keadaan kehilangan pendengaran yang mengakibatkan seseorang tidak dapat menangkap berbagai rangsangan, sehingga mengalami hambatan dalam perkembangan bahasa. Perlu adanya penanaman sikap positif pada orang tua agar anak tunarungu dapat berkembang dan mencapai potensi yang
dimilikinya. Salah satunya adalah kemampuan berbahasa anak, yang pertama kali didapat dari keluarga, khususnya pengasuh utama (Tubbs & Moss, 2008:219).
Orang tua merupakan guru dirumah, yang memberikan pengarahan dan bahasa-bahasa awal sejak mereka masih balita hingga tumbuh menjadi orang dewasa. Orang tua adalah guru yang pertama kali memberikan pendidikan, pengarahan dan lain sebagainya. Apasaja yang disampaikan oleh guru disekolah pasti nya akan ditindak lanjuti oleh para orang tua dirumah.
Pada pra observasi yang telah dilakukan, seperti yang diungkapkan oleh salah satu orang tua anak tunarungu, bapak Yasin selaku ketua yayasan RUMAH SINGGAH DIFABEL,
sekaligus orang tua anak tunarungu mengatakan bahwa “hamper
semua anak tunarungu mempunyai beberapa sifat atau perilaku yang sangat sulit ditebak yang terkadang ada kesulitan bagi
orangtua dalam mengasuh anak tunarungu”. Sering kali ketika
orangtua mengasuh anak tunarungu terdapat beberapa kendala yang dihadapi oleh para orangtua, seperti cara berkomunikasi anak tunarungu yang kurang jelas, kurangnya pendengaran karena mempunyai gangguan pendengaran, sehingga terdapat pula gangguan dalam menangkap proses komunikasi. Kendala yang terdapat pada anak tunarungu berbeda antara anak tunarungu satu dan anak tunarungu lainnya.
kesulitan pemakaian simbol-simbol dalam bahasa, sehingga Anak tunarungu mengalami kelambatan motoric yang pada akhirnya mempengaruhi indera keseimbangan. Kemudian masalah pengawasan yang jauh lebih ditingkatkan dari pada anak normal Karena anak tunarungu mempunyai tingkat emosi yang berbeda-beda dan terkadang melewati batas (PraObservasiAwal 16 November 2016)
Faktor penyebab terhambatnya komunikasi orangtua terhadap anak yang tunarungu menurut peneliti adanya faktor internal dan factor eksternal. Faktor internal yaitu berasal dari dalam diri anak tunarungu dan dapat mempengaruhi hasil belajarnya. Adanya factor psikologi satu kejiwaan anak yang terkadang berubah-ubah, mudah diatur, namun terkadang tidak biasa diatur Karena sedang sibuk dengan sesuatu. Dan tingkat emosi anak tunarungu yang sulit mereka ungkapkan Karena keterbatasan bahasa yang mereka miliki. Faktor eksternal yaitu factor lingkungan keluarga seperti pola asuh orangtua, setiap orangtua memiliki pola asuh atau cara yang berbeda dalam mendidik anak. Gaya asuh orang tua yang kurang mampu mengartikan gerakan maupun Bahasa anak tunarungu akan membuat anak tunarungu sulit mengungkapkan apa yang mereka ingin sampaikan, keterbatasan orang tua yang hanya mengetahui bahasa-bahasa tertentu saja.
Hambatan Komunikasi
Pada hakikatnya, komunikasi merupakan suatu sistem, maka gangguan komunikasi dapat terjadi pada semua elemen atau unsur-unsur yang mendukungnya, termasuk lingkungan di mana komunikasi terjadi. Menurut Effendy (2005:55) menyatakan hambatan komunikasi dibagi menjadi empat, yaitu:
1. Gangguan
Ada dua jenis gangguan terhadap jalannya komunikasi yang menurut sifatnya dapat diklasifikasikan sebagai gangguan mekanik dan gangguan semantik.
a. Gangguan mekanik (mechanical, channel noise)
adalah yang disebabkan saluran komunikasi atau kegaduhan yang bersifat fisik.
b. Gangguan semantik (semantic noise) gangguan ini bersangkutan dengan pesan komunikasi yang pengertiannya menjadi rusak. Gangguan semantik tersaring ke dalam pesan melalui penggunaan bahasa. Gangguan semantic terjadi dalam salah pengertian. 2. Kepentingan, Interest atau kepentingan membuat orang
selektif dalam menanggapi pesan. Orang hanya memperhatikan perangsang yang ada hubungannya dengan kepentingan nya. Kepentingan bukan hanya mempengaruhi perhatian kita saja tetapi juga menentukan daya tanggap, persasaan, pikiran dan tingkah laku kita akan merupakan sifat reaktif terhadap segala perangsang yang tidak sesuai atau bertentangan dengan suatu kepentingan.
3. Motivasi terpendam, motivasi akan mendorong seseorang berbuat sesuatu yang sesuai benar dengan keinginan, kebutuhan dan kekurangannya. Semakin sesuai komunikasi dengan motivasi seseorang semakin besar kemungkinan komunikasi itu dapat diterima dengan baik oleh pihak yang bersangkutan.
4. Prasangka, merupakan salah satu rintangan atau hambatan berat suatu kegiatan komunikasi oleh karena orang yang mempunyai prasangka belum apa-apa sudah bersikap curiga dan menentang komunikator yang hendak
melancarkan komunikasi. Dalam prasangka, emosi memaksa kita untuk menarik kesimpulan atas dasar prasangka tanpa menggunakan pikiran yang rasional. Sesuatu yang objektif pun akan dinilai negative .(Effendy, 2005:45-49)
Dari penjelasan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa, gangguan komunikasi terjadi jika terdapat intervensi yang mengganggu salah satu elemen komunikasi, sehingga proses komunikasi tidak biasa berjalan secara efektif, selain itu hambatan komunikasi terjadi karena adanya gangguan yang membuat proses komunikasi tidak dapat berlangsung sesuai dengan harapan komunikator dan komunikan .
Komunikasi Interpersonal
Komunikasi antar pribadi meliputi komunikasi yang terjadi antar pramuniaga dengan pelanggan, anak dengan ayah, dua orang dalam satu wawancara, termasuk antara pengamen jalanan baik dijalanan tempat mereka menjalankan profesinya maupun di tempat-tempat lain (Devito, 1997:231).
Komunikasi antarpribadi melibatkan paling sedikit dua orang yang mempunyai sifat, nilai-nilai pendapat, sikap, pikiran dan perilaku yang khas dan berbeda-beda. Selain itu komunikasi antarpribadi juga menuntut adanya tindakan saling memberi dan menerima diantara pelaku yang terlibat dalam komunikasi. Dengan kata lain, para pelaku komunikasi saling bertukar informasi, pikiran dan gagasan, dan sebagainya. Komunikasi interpersonal adalah sebuah bentuk khusus dari komunikasi manusia yang terjadi bila kita berinteraksi secara simultan dengan orang lain dan saling mempengaruhi secara mutual satu sama lain, interaksi yang simultan berarti bahwa para pelaku komunikasi mempunyai tindakan yang sama terhadap suatu informasi pada waktu yang sama pula. Pengaruh mutual berarti bahwa para pelaku komunikasi saling terpengaruh akibat adanya interaksi di antara mereka. Interaksi mempengaruhi pemikiran, perasaan dan cara mereka menginterpretasikan sebuah informasi. (Beebe & Beebe, 1996:6).
Komunikasi interpersonal pada hakikatnya merupakan salah satu bentuk dari komunikasi antarpribadi. Komunikasi interpersonal adalah komunikasi antara orang-orang secara tatap muka, yang memungkinkan setiap pesertanya menangkap reaksi orang lain secara langsung, baik secara verbal maupun nonverbal. Komunikasi interpersonal sangat potensial untuk menjalankan fungsi instrumental sebagai alat untuk mempengaruhi atau membujuk orang lain, karena kita dapat menggunakan kelimat alat indera kita untuk mempertinggi daya bujuk pesan yang kita komunikasikan kepada komunikan kita.Sebagai komunikasi yang paling lengkap dan palingsempurna, komunikasi antarpribadi berperan penting hingga kapanpun, selama manusia masih mempunyai emosi. Kenyataannya komunikasi tatap-muka ini membuat manusia merasa lebih akrab dengan sesamanya,berbeda dengan komunikasi lewat media massa seperti surat kabar, televisi, ataupun lewat teknologi tercanggihpun. (Mulyana, 2007:73).
Tujuan Komunikasi Interpersonal
Komunikasi Interpersonal merupakan action oriented, ialah suatu tindakan yang berorientasi pada tujuan tertentu. Tujuan komunikasi interpersonal itu bermacam-macam, beberapa di antaranya dipaparkan berikut ini. Arni Muhammad (2005:155)
a. Mengungkapkan perhatian kepada orang lain
b. Menemukan diri sendiri
Artinya, seorang melakukan komunikasi interpersonal karena ingin mengetahui dan mengenali karakteristik diri pribadi berdasarkan informasi dari orang lain.
c. Menemukan dunia luar
Dengan komunikasi interpersonal diperoleh kesempatan untuk mendapatkan berbagai informasi dari orang lain, termasuk informasi penting dan actual.
d. Membangun dan memelihara hubungan yang harmonis Sebagai makhluk sosial, salah satu kebutuhan setiap orang yang paling besar adalah membentuk dan memelihara hubungan baik dengan orang lain.
e. Mempengaruhi sikap dan tingkah laku
Komunikasi interpersonal ialah proses penyampaian suatu pesan oleh seseorang kepada orang lain untuk memberitahu atau mengubah sikap, pendapat, atau perilaku baik secara langsung maupun tidak langsung (dengan menggunakan media).
f. Mencari kesenangan atau sekedar menghabiskan waktu Ada kalanya, seseorang melakukan komunikasi interpersonal sekedar mencari kesenangan atau hiburan. g. Menghilangkan kerugian akibat salah komunikasi
Komunikasi interpersonal dapat menghilangkan kerugian akibat salah komunikasi (miscommunication) dan salah interpretasi (mis interpretation) yang terjadi antara sumber dan penerima pesan.
h. Memberikan bantuan (konseling)
Ahli-ahli kejiwaan, ahli psikologi klinis dan terapi menggunakkan komunikasi interpersonal dalam kegiatan profesional mereka untuk mengarahkan kliennya.
Teori Makna
Upaya memahami makna, sesungguhnya merupakan salah satu masalah filsafat yang tertua dalam umur manusia. Konsep makna telah menarik perhatian disiplin komunikasi, psikologi, sosiologi, antropologi, dan linguistik. Itu sebabnya beberapa pakar komunikasi sering menyebut kata makna ketika mereka mendefinisi komunikasi. Stewart L. Tubbs dan Sylvia Moss (2008:6) misalnya menyatakan “Komunikasi adalah proses
pembentukan makna diantara dua orang atau lebih” (Sobur,
2013:255).Para ahli mengakui istilah makna (meaning) memang merupakan kata dan istilah yang membingungkan. Dalam bukunya The Meaning Of Meaning, Ogden dan Richards (1972, 186-187) telah mengumpulkan tidak kurang dari 22 batasan mengenai makna. Bentuk makna diperhitungkan sebagai istilah, sebab bentuk ini mempunyai konsep dalam bidang tertentu,yakni dalam bidang linguistic (Sobur,2013:255).
Brodbeck juga menyajikan teori makna dengan cara yang cukup sederhana (Sobur, 2013:262)
1. Makna yang pertama adalah makna inferensial, yakni makna satu kata (lambang) adalah objek, pikiran, gagasan, konsep, yang dirujuk oleh kata tersebut. Dalam uraian Orgen dan Richard (Sobur, 2013:262), proses pemberian makna (references proses) terjadi ketika kita menghubungkan lambang dengan yang ditunjukkan lambang (disebut rujukan atau referen). Satu lambang dapat menunjukkan banyak rujukan.
2. Makna yang kedua adalah makna yang menunjukkan arti
(significance) atau istilah sejauh yang dihubungkan
dengan konsep-konsep yang lain.
3. Makna yang ketiga adalah makna intentional, yakni makna yang dimaksud oleh seorang pemakai lambang. Harimukti Kridalaksana (Sobur, 2013:262) menyebutnya sebagai makna yang menekankan maksud pembicara (misalnya: saya minta roti; saya mau menyimpan roti; saya akan memberi roti).
Pada dasarnya makna sebenarnya ada pada kepala kita, bukan terletak pada suatu lambang. Kalaupun ada orang yang mengatakan bahwa kata-kata itu mempunyai makna, yang dimaksudkan sebenarnya kata-kata itu mendorong orang untuk memberi makna (yang telah disetujui bersama) terhadap kata-kata itu. Makna itu sendiri timbul juga dikarenakan pengalaman hidup yang berbeda. Orang mempunyai makna masing-masing untuk kata-kata tertentu, inilah yang disebut sebagai makna perorangan. Tetapi bila semua makna itu bersifat perorangan, tentu tidak terjadi komunikasi dengan orang lain. Ini berarti ada makna yang dimiliki bersama (shared meaning).
Komunikasi yang sering dihubungkan dengan kata lain
communis, yang artinya sama. Komunikasi hanya terjadi bila kita
memiliki makna yang sama. Pada gilirannya makna yang sama hanya terbentuk bila kita memiliki pengalaman yang sama. Oleh karena itu timbul pertanyaan apakah makna dari makna, pertanyaan itu merupakan problem besar bagi filsafat. R. Brown mendefinisikan makna sebagai kecenderungan total untuk menggunakan atau beraksi terhadap suatu bentuk bahasa. Konsep makna itu sendiri memiliki berbagai makna tanpa ada satu makna pun lebih betul dari makna lainnya. Seperti kata-kata lainnya, makna mempunyai beberapa definisi. Ada satu alasan terdapatnya
berbagai makna dari makna adalah masalah lokasi: “Dimana lokasi makna?”. Makna dapat digolongkan kedalam makna
denotatif dan konotatif. Makna denotatif adalah makna yang sebenarnya (factual), seperti yang kita temukan dalam kamus. Makna denotatif bersifat publik, terdapat sejumlah kata yang bermakna denotatif namun ada juga yang bermakna konotatif, lebih bersifat pribadi yakni makna diluar rujukan objektifnya. Dengan kata lain makna konotatif lebih bersifat subyektik daripada makna denotatif (Sobur, 2013:263).
1. Makna Pesan
Rangkaian lambang komunikasi sebagai satu kesatuan sistem yang bermakna itulah yang kita sebut bahasa, sehingga kita mengenali bahasa tubuh (mimik,gerak-gerik), parabahasa
(suara), bahasa lisan, dan bahasa tulisan, “Matahari” adalah
bentuk pesan dan bahasa indonesia untuk menunjukkan obyek
yang menjadi “pusat tata surya kita”. Dalam bahasa Inggris
disebut “sun”, Perancis“soleil” , dan Jerman “sonne”. Keempat lambang tersebut merujuk ke makna yang sama. (Vardiansyah, 2002: 70)
Lambang dengan demikian, adalah sesuatu yang secara sengaja digunakan untuk merujuk pada sebuah obyek (lihat Blake, 1979). Obyek yang ditunjuk oleh lambang itu adalah apa yang dimaksud oleh kelompok sosial itu penggunanya, melekat pada budaya setempat. Tidak harus ada hubungannya yang penting antara obyek yang ditunjuk dengan lambang yang menunjuknya. Sehingga dapat dinyatakan bahwa lambang komunikasi sebagai bentuk pesan bersifat sembarang, manuasialah yang mmeberi makna terhadap lambang komunikasi yang digunakan.
berdasrkan hubungan antara lambang komunikasi (simbol), akal budi manusia penggunanya (pikiran pemakainya), dan apa yang dilambangkan (obyek) hubungan ketiganya membentuk segitiga. (Vardiansyah, 2002: 71)
Teori segitiga makna, lambang komunikasi mengacu kepada sesuatu diluar dirinya, yaitu obyek dan ini akan mempunyai pengaruh pada pikiran pemakainya. Hal ini terjadi karena adanya hubungan timbal balik antara ketiga elemen itu. Hasil dari hubungan ini mengahsilkan makna suatu obyek, yang kemudian disimbolkan sebagai lambang komunikasi oleh
pemakainya, misalnya, anda adalah “batu mulia yang indah” ,
sedangkan akal Anda menyatakan bahwa itu adalah perhiasan
yang mahal harganya. Kata “intan” adalah lambang komunikasi, “batu mulia indah dan mahal” adalah obyek rujukan, sedangkan
pemikiran pemakai adalah diri sendiri. Makna yang muncul dari hubungan ketiga elemen tadi adalah kesimpulan yang memaknai
intan sebagai “batu mulia berupa perhiasan indah yang mahal
harganya” ahli yang mengajukan teori ini antar lain Charles S.
Pierce atau Ogden & Richard (sendjaja 1999) Pengertian Tuna Rungu
Secara normal, orang mampu menangkap rangsangan atau stimulus yang berbentuk suara secara luas baik dari segi kuatnya atau panjang pendeknya serta frekuensinya. Namun, mengalami masalah pada indra pendengarannya berarti kemampuan dalam hal ini akan menurun, berkurang atau hilang sama sekali. Tuna rungu dapat diartikan sebagai suatu keadaan kehilangan pendengaran baik sebagian (hard of hearing) maupun seluruhnya
(deaf) yang mengakibatkan seseorang tidak mampu menangkap
berbagai rangsangan, terutama melalui indra pendengarannya (Somantri, 2007:94). Selain itu, Wall menjelaskan bahwa
“ketunarunguan adalah kondisi dimana individu tidak mampu
mendengar dan hal ini tampak dala wicara atau
bunyi-bunyian,baik dengan derajat frekuensi dan intensitas”. (Wall,
1993:36)
Ciri-ciri yang biasa dimiliki oleh anak tuna rungu adalah sebagai berikut :
1. Sering tampak bengong atau melamun 2. Sering bersikap tak acuh
3. Kadang bersifat agresif
4. Perkembangan sosialnya terbelakang 5. Keseimbangannya kurang
6. Kepalanya sering miring
7. Sering meminta agar orang mau mengulangi kalimat yang diucapkannya
8. Jika bicara sering membuat suara-suara tertentu dan jika berbicara sering menggunakan tangan.
Jika bicara artikulasi bahasa yang diucapkan tidak
jelas, sangat monoton tidak tepat. (Nur’aeni, 1997:119).
METODE PENELITIAN
Tipe penelitian yang akan digunakan dalam peneliti ini adalah deskriptif kualitatif, yakni penelitian yang bertujuan untuk membuat deskripsi secara sistematis, factual dan akurat yang menggambarkan kejadian yang terjadi di lapangan, terkait dengan proses interpretasi orang tua pada pesan yang disampaikan oleh anak tunarungu dengan cara mengkonstruksi wawancara-wawancara mendalam terhadap subjek penelitian
Dasar penelitian yang digunakan oleh peneliti adalah studi kasus. Bimo Walgito (2010:92) studi kasus merupakan suatu metode untuk menyelidiki atau mempelajari suatu kejadian
mengenai perseorangan (riwayat hidup). Pada metode studi kasus ini diperlukan banyak informasi guna mendapatkan bahan-bahan yang agak luasDasar penelitian yang digunakan oleh peneliti adalah studi kasus. Bimo Walgito (2010:92) studi kasus merupakan suatu metode untuk menyelidiki atau mempelajari suatu kejadian mengenai perseorangan (riwayat hidup). Pada metode studi kasus ini diperlukan banyak informasi guna mendapatkan bahan-bahan yang agak luas.
Lokasi penelitian dilakukan di jalan Nuri no. 19 Kelurahan Tanamodindi Kecamatan Palu Selatan dan jalan Veteran atas no. 109 Kelurahan Tanamodindi Kecamatan Palu Selatan, jalan Ahmad Yani, Bundaran Katamso Taman Bumi Nyiur RUMAH SINGGAH DIFABEL . dengan pertimbangan pada lokasi tersebut tersedia data yang mendukung tulisan ini .
Subjek penelitian adalah orang-orang yang diharapkan dapat mewakili dalam menjawab permasalah-permasalahan penelitian. Penarikan subjek penelitian ini dilakukan dengan metode purpose sampling yaitu kriteria sampel yang diperoleh benar-benar sesuai dengan penelitian yang akan dilakukan (Eriyanto, 2007:52). Dalam buku metode penelitian oleh Sugiyono (2013:126) menjelaskan bahwa purpose sampling
teknik penentuan sampel dengan pertimbangan tertentu. Dalam hal ini peneliti mengambil sampel berdasarkan pengamatan dilapangan. Dimana jumlah informan dalam penelitian ini berjumlah 7 orang. Teknik pengumpulan data dilakukan dengan cara peneliti melakukan wawancara pada orangtua anak tunarungu.
Analisis data yang digunakan adalah analisis data kualitatif. Dalam pengertian bahwa upaya analisis berdasarkan kata-kata yang disusun dalam bentuk teks yang diperluas. (Miles dan Huberman,1992). Data yang terkumpul dari hasil pengamatan dan wawancara lapangan selanjutnya dianalisis dan bukan dalam bentuk angka-angka tapi berupa kata-kata atau narasi. Berdasarkan dengan tujuan penelitian yang disebutkan sebelumnya maka analisis data yang digunakan analisis deskriptif .
Data yang telah dikumpulkan kemudian direduksi (data
reduction). Menurut Bungin (2003:25) reduksi dalam penelitian
kualitatif dapat disejajarkan maknanya dengan istilah pengolahan data, mencakup kegiatan mengupayakan pengumpulan data selengkap mungkin dan memilah-milah kedalam suatu konsep, kategori atau tema tertentu
HASIL & PEMBAHASAN
Proses pemaknaan orangtua pada pesan yang disampaikan oleh anak tunarungu
Perolehan data hasil penelitian ini berasal dari observasi dan wawancara yang dilakukan oleh peneliti dengan 7 narasumber selama periode Mei hingga juli 2017 di kesempatan yang berbeda-beda, ke tujuh narasumber tersebut terlihat aktif dalam mengembangkan pemahaman tentang makna pesan yang disampaikan oleh anak tunarungu. Secara umum dapat dikatakan bahwa prosesa penyampaian makna pesan yang dilakukan anak tunarungu meliputi 3 tahapan yaitu : Inferensial (Lambang),
Significant (Arti), dan Intentional (Tujuan). Berikut proses
pemaknaan orang tua pada pesan yang disampaikan oleh anak tunarungu
Inferensial (Lambang), Orangtua secara umum telah
pemaknaan yang dilakukan orangtua dirumah setiap hari dari semasa anaknya masih kecil. Akan tetapi hanya bahasa tertentu saja, Perlu adanya pengetahuan yang lebih bagi orangtua. Penggunaan lambang dalam kehidupan sehari-hari anak tunarungu itu sudah menjadi hal biasa, karena kekurangan yang mereka miliki utamanya dalam masalah pendengaran dan bicara. Gaya gerakan keseharian anak tunarungu menjadi tindakan orangtua untuk memahami segala apa makna dari setiap lambang yang anak tunarungu lakukan. dalam hal ini ada banyak hal yang harus dipahami oleh orangtua untuk memahami makna penyampaian anak tunarungu.
Significant (Arti), orangtua mengartikan gerakan anak
tunarungu, yaitu arti dari gerakan tersebut yang mengandung makna. Tahap signifikan adalah suatu arti dari pemaknaan lambang atau konsep. yang dimaksud pada proses pertama inferensial yang berarti lambang atau konsep dan lanjut pada significant berarti yang menunjukkan arti dari suatu lambang.
Intentional (Tujuan), penyampaian pesan pasti
mempunyai penyelesaian atau hasil yang diinginkan oleh komunikator maupun komunikan. Tahap ini adalah bentuk penyampaian yang menyatakan tujuan komunikator atau pembuat lambang, dimana anak tunarungu yang melakukan suatu gerakan atau tindakan dengan cara orangtua yang memaknai sendiri apa maksud dan tujuan yang akan dilakukan oleh anak tunarungu tersebut. Anak tunarungu tidak lepas dari sebuah tindakan yang selalu mereka lakukan dengan maksud agar orangtua atau orang lain memaknai apa maksud gerakan yang iya lakukan.
Setelah sering berkomunikasi memang benar ada beberapa arti gerakan anak penyandang tuna rungu yang sulit dipahami orang tua. Dengan hal tersebut membuat orang tua lebih banyak belajar gerakan atau ketika orang tua tidak paham, mereka menggunakan alat bantu seperti menulis. Anak tuna rungu menyampaikan pesan mempunyai tujuan untuk dipahami apa yang mereka inginkan sehingga orang tua lebih berseikeras untuk memahami apa tujuan pesan yang disampaikan anaknya.
KESIMPULAN
Proses pemaknaan orang tua pada pesan yang disampaikan oleh anak tunarungu mengacu pada tiga indikator yaitu inferensial (lambang), significant (arti), intentional (tujuan). Tahap dimana anak tunarungu sebagai komunikator dan orangtua sebagai komunikan yang berusaha memaknai pesan-pesan yang disampaikan oleh anak tunarungu melalui gerakan-gerakan lambang menggunakan bahasa tubuhnya yang diterapkan dengan bahasa isyarat melalui tangan, dan gerakan tubuh lainnya, hingga penyampaian melalui tulisan. Kemudian mengartikan apa maksud dari penyampaian pesan anak tunarungu. Orangtua mengartikan gerakan anak tunarungu, yaitu arti dari gerakan tersebut yang mengandung makna. Lalu mengacu pada hasil, apa yang akan terjadi setelah pemaknaan itu berhasil dilakukan atau apa tujuan dari penyampaian yang dilakukan oleh anak tunarungu. Bentuk
penyampaian yang menyatakan tujuan komunikator atau pembuat lambang, dimana anak tunarungu yang melakukan suatu gerakan dengan cara orangtua yang memaknai apa maksud dan tujuan yang akan dilakukan oleh anak tunarungu tersebut..
REFERENSI
Alwasilah, A.Chaedar.1990. Linguistik. Suatu Pengantar. Bandung .Angkasa.
Arni,Muhammad.2005 Komunikasi Intrapersonal dan
Interpersonal. Jakarta: Kanisus
Ashman,A.and Elkins,J. 1994. Educating Children With Special
Needs. New York: Prentice Hall
Beebeb,S.A&Beebe,S.J& Redmond, M.V.1996. Interpersonal
Communication-Relating To Others, 2nd ed). USA:Allyn
and Bacon
Cangara, Hafied. 2005. Pengantar ilmu komunikasi. PT Raja GrafindoPersada, Jakarta
Devito, Joseph. 1997. Komunikasi Antar Manusia. Jakarta: Profesional Book.
Efendi, Muhammad. 2006. Pengantar psikopendagogik anak
berkelainan. Jakarta: PT. BumiAksara.
Effendy ,Onong Uchjana. 2005,Ilmu teori dan filsafat
komunikasi, Bandung, Citra AdityaBakti
Effendy ,Onong Uchjana. 2007. Ilmu komunikasi teori dan
praktek, Bandung, PT RemajaRosdakarya.
Eriyanto.2007. Teknik Sampling Analisis Opini
Public.Yogyakata: LKiSpelangiaksara.
Jorge J. E. Gracia, 1995. A Theory OfTextuality: The Logic And
Epistemology Albany: State University Of New York
Press.
Kaelan, M.S., Drs. 1998. Filsafat Masalah dan
Perkembangannya. Jogjakarta: Pradigma Offset
Keesing, Roger M. 1992. Antropologi Budaya. Suatu Perspektif
Kontemporer Edisi Kedua.Jakarta.Erlangga.
Kriyantono, Rachmat. 2006. Teknik praktik riset komunikasi.
Jakarta : Kencana.
Little John, Stephen W, 2009. Teori Komunikasi Theories of
Human Communication. Jakarta: Salemba Humanika
Miles, B. Mathew dan Michael Huberman. 1992. Analisis Data
Kualitatif Buku Sumber Tentang Metode-metode
Baru.Jakarta: UIP
Moleong, L. (2007). Metode Penelitian Kualitatif (EdisiRevisi).
Bandung : PT Remaja Rosdakarya
Mulyana, Deddy, 2007. Metodologi penelitian kualitatif.Jakarta: Raja Grafindo.
Mulyana, Deddy. 2007. Ilmu komunikasi suatu
pengantar.Bandung: Remaja
Nur’aeni 1997. Intervensi dini bagi anak bermasalah.Jakarta:
PT.RinekaCiptas
Rahardjo, Susilo & Gudnanto. 2011. Pemahaman Individu Teknik
Non Teks. Kudus: Nora Media Enterprise
Ruslan, Rosady. 2003. Metode penelitian public relations
&komunikasi. Jakarta. PT. Raja Grafindo.
Ruslan, Rosady. 2008. Manajemen Public Relations and Media
Komunikasi, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.
Sobur, Alex. 2013. Semiotika komunikasi. Cetakan Ke 5. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.
Somantri,T.S . 2007. Psikologi Anak Luar Biasa. Bandung. PT RefikaAditama
Sugionon. 2013. MetodePenelitianKuantitatif, Kualitatif, dan
R&D. Cetakan ke-19. Bandung: Alfabeta.
Sugiyono, 2008.Metode penelitan pendidikan, pendekatan
kuantitatif dan kualitatif, dan R&D: Bandung. Alfabet.s.
Sutjihati Sumantri. (1996). Psikologi Anak Luar Biasa, Jakarta : Depdikbud.
Tubbs, Stewart L. dan Sylvia Moss. 2008.Human Communcation
:Prinsip-prinsip Dasar..Bandung .PT. RemajaRosdakarya.
Walgito, Bimo. (2010). Bimbingan Dan KonselingStudi&Karir. Yogyakarta: Andi
Wall, 1993.Pendidikan Konstruktif Bagi Kelompok-Kelompok
Khusus Anak-Anak Cacat Dan Yang menyimpan. Jakarta: