1 KEWENANGAN LEMBAGA OMBUDSMAN DALAM MENGAWASI TINDAKAN PENYALAHGUNAAN WEWENANG OLEH PEMERINTAH DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG NOMOR 37 TAHUN 2008 TENTANG
OMBUDSMAN REPUBLIK INDONESIA ALHAM
D 101 13 439
DOSEN PEMBIMBING I : Dr. H. Abdul Rasyid Thalib, SH., M.Hum DOSEN PEMBIMBING II : Dr. Rahmat Bakri, SH., MH
ABSTRAK
Ombudsman Republik Indonesia memiliki kewenangan untuk melakukan pengawasan terhadap pemerintah dalam penyelenggaraan pelayanan publik yang di dalamnya di warnai dengan praktik maladministrasi. Sebagai lembaga yang memberikan perlindungan hukum bagi rakyat, Ombusman dan Peradilan Tata Usaha Negara memiliki keterkaitan untuk memberikan perlindungan terhadap hak-hak masyarakat, akibat adanya tindakan pemerintah yang merugikan masyarakat. Maka perlu untuk mengetahui apakah urgensi pemberian kewenangan pengawasan kepada lembaga Ombudsman dan apakah hubungan antara Ombudsman dan Pengadilan Tata Usaha Negara sebagai lembaga perlindungan hukum bagi rakyat. Penelitian ini menggunakan metode penelitian normatif atau doktrinal yang memberikan penjelasan sistematis aturan yang mengatur kategori hukum tertentu.
Keberadaan Ombudsman diperlukan untuk menghadapi penyalahgunaan wewenang oleh penyelenggara negara sekaligus membantu aparatur negara melaksanakan penyelenggaraan negara secara efisien dan adil serta menjadi harapan masyarakat atau warga negara untuk mempertahankan hak-haknya yang dirugikan oleh perbuatan pejabat administrasi negara. Ombudsman sebagai lembaga pengawas dapat melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan putusan Pengadilan Tata Usaha Negara yang tidak dilaksanakan oleh tergugat. Setelah ada putusan yang memiliki kekuatan hukum tetap, dan putusan tersebut tidak dilaksanakan maka Ombudsman memberikan rekomendasi agar putusan tersebut segara dilaksanakan yang diawali pengaduan/laporan dari masyarakat.
2 I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Tujuan pemerintahan negara pada
umumnya didasarkan pada cita-cita atau
tujuan negara. Setiap negara mempunyai
tujuan tertentu. Apa yang menjadi tujuan
bagi suatu negara ataupun ke arah mana
suatu organisasi negara ditujukan
merupakan masalah penting, sebab
dengan tujuan inilah yang menjadi
pedoman betapa negara disusun dan
dikendalikan serta bagaimana kehidupan
rakyatnya diatur sesuai dengan tujuan
itu. Tujuan negara dalam hal ini dapat
pula diartikan sebagai visi negara yang
secara umum ditujukan untuk
menciptakan kesejahteraan,
kemakmuran dan kebahagiaan bagi
rakyatnya.1 Tujuan pemerintahan negara
Indonesia yang disebutkan pada alenia
keempat pembukaan Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945 (selanjutnya disingkat UUD NRI
1945) adalah melindungi segenap
bangsa Indonesia dan seluruh tumpah
darah, untuk memajukan kesejahteraan
1 I Gde Pantja Astawa dan Suprin Na’a, Memahami Ilmu Negara dan Teori Negara, PT Refika Adiatma, Bandung, 2009, hlm. 45.
umum, mencerdaskan kehidupan
bangsa, serta ikut melaksanakan
ketertiban dunia yang berdasarkan
kemerdekaan, perdamaian abadi dan
keadilan sosial.
Reformasi mengamanatkan
perubahan kehidupan bernegara,
berbangsa, dan bermasyarakat yaitu
kehidupan yang didasarkan pada
penyelenggaraan negara dan
pemerintahan yang demokratis dalam
rangka meningkatkan kesejahteraan,
menciptakan keadilan, dan kepastian
hukum bagi seluruh warga negara
sebagaimana dimaksud dalam UUD NRI
1945. Penyelenggaraan negara dan
pemerintahan yang baik hanya dapat
tercapai dengan peningkatan mutu
aparatur penyelenggara negara dan
pemerintahan dan penegakan asas-asas
pemerintahan umum yang baik.2
Sebelum reformasi penyelenggaraan
negara dan pemerintahan diwarnai
dengan praktik maladministrasi antara
lain terjadinya korupsi, kolusi, dan
nepotisme sehingga mutlak diperlukan
2
3 reformasi birokrasi penyelenggaraan
negara dan pemerintahan demi
terwujudnya penyelenggaraan negara
dan pemerintahan yang efektif dan
efisien, jujur, bersih, terbuka serta bebas
dari korupsi, kolusi, dan nepotisme.3
Ombudsman sebagai lembaga
pengawas eksternal, Ombudsman
memberikan ruang yang memadai bagi
pelibatan partisipasi masyarakat.
Partisipasi masyarakat merupakan syarat
penting bagi jalannya proses
demokratisasi di sebuah negara, karena
sudah cukup lama Bangsa Indonesia ini
merasa tidak puas terhadap lembaga
birokrasi pemerintahan, namun
keluhan-keluhan atas ketidakpuasan tersebut
tidak ditanggapi dan pada saat yang
sama sistem penegakan hukum (yang
menjadi tujuan akhir memperoleh
keadilan) sangat lamban, mahal, bersifat
publik, dan jauh dari kemudahan (not
user friendly).
Selain pengawasan yang dilakukan
oleh Ombudsman, pengawasan juga
dilakukan oleh lembaga peradilan yaitu
dalam hal ini Pengadilan Tata Usaha
3Ibid.
Negara (selanjutnya disingkat PTUN).
Kedua lembaga negara tersebut
melakukan pengawasan terhadap
perbuatan atau tindakan penyelenggara
negara dan pemerintahan dalam
melaksanakan tugas dan wewenangnya,
sama-sama merupakan sarana atau
saluran hukum yang tersedia untuk
menyelesaikan permasalahan yang
terjadi antara warga masyarakat yang
merasa dirugikan oleh tindakan
penyelenggara negara dan pemerintahan
dan sama-sama dapat memberikan
perlindungan hukum kepada warga
masyarakat terhadap tindakan
sewenang-wenang penyelenggara negara
dan pemerintahan.
Pengawasan oleh Ombudsman dan
PTUN diharapkan agar pengawasan
tersebut memberikan keadilan kepada
masyarakat untuk memperoleh
pelayanan sebaik-baiknya dari
pemerintah. Dengan mengedepankan
pengawasan yang dilandasi serta
diarahkan kepada moralitas diharapkan
pemberian pelayanan kepada masyarakat
akan lebih meningkat kualitasnya
memperoleh pelayanan secara baik dari
4 pelayanan publik merupakan
permasalahan bangsa yang harus di
selesaikan bersama pada saat ini maupun
saat mendatang, sehingga inilah yang
menjadi semangat dan keinginan penulis
dalam melakukan penelitian sehingga
mengangkat judul “Kewenangan
Lembaga Ombudsman dalam
Mengawasi Tindakan Penyalahgunaan
Wewenang Oleh Pemerintah Ditinjau
Dari Undang-Undang Nomor 37 Tahun
2008 Tentang Ombudsman Republik Indonesia”.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan pada bagian latar
belakang dirumuskan masalah sebagai
berikut :
1. Apakah urgensi kewenangan
Ombudsman dalam melaksanakan
fungsi pengawasan terhadap
pemerintah sebagai penyelenggara
negara ?
2. Bagaimana hubungan antara
Ombudsman dan PTUN sebagai
lembaga perlindungan hukum bagi
rakyat ?
II. PEMBAHASAN
A. Urgensi Kewenangan
Ombudsman Dalam
Melaksanakan Fungsi Pengawasan Terhadap Pemerintah Sebagai Penyelenggara Negara
1. Arti Penting Pengawasan Terhadap Pemerintah
Bersamaan dengan perkembangan
konsep negara hukum modern (modern
rechstaat) yang mengutamakan
kepentingan seluruh rakyat, di Eropa
Barat dikembangkan pula konsep negara
kesejahteraan (welfare state). Dalam
konsep negara kesejahteraan, tugas
pemerintah sangat luas meliputi hampir
seluruh aspek kehidupan warganya.
Pemerintah berperan aktif dalam
pergaulan sosial dan diberi tugas
menyelenggarakan kepentingan umum
atau servis publik, atau menurut istilah
Lemaire pemerintah diserahi tugas
bestuurszorg. Tugas bestuurszorg itu
membawa konsekuensi bagi pemerintah
dimana untuk dapat menjalankan tugas
menyelenggarakan kesejahteraan umum
tersebut, pemerintah memerlukan
5 atau kebebasan bertindak yang disebut
(freies ermessen atau pouvoir
discretionaire). Seseuai dengan sifat
kekuasaan selalu memiliki
kecenderungan disalahgunakan,
kekuasaan yang mutlak pasti
disalahgunakan (power tends to corrupt,
but absolute power corrupts absolutely).
Karena itu perlu dilakukan pengawasan
terhadap penggunaan kekuasaan.4
Kemerdekaan atau kebabasan
bertindak (freies ermessen atau pouvoir
discretionaire) memiliki potensi untuk
disalahgunakan kearah perbuatan
sewenang-wenang, perbuatan
menyalahgunakan kewenangan,
melampaui wewenang, terhelincir dalam
perbuatan melanggar hukum
(onrechtmatige overheidsdaad) yang
bermuara kepada pelanggaran hak-hak
asasi manusia. Oleh karena itu
diperlukan pengawasan dalam
penyelenggaran pemerintahan guna
memberikan perlindungan hukum baik
warga masyarakat maupun bagi
4
S.F. Marbun, Hukum Administrasi Negara II, FH UII Press, Yogyakarta, 2013, hlm. 1.
badan/pejabat Tata Usaha Negara
sendiri.5
Dalam kaitannya dengan
akuntabilitas publik, pengawasan
merupakan salah satu cara untuk
membangun dan menjaga legitimasi
warga masyarakat terhadap kinerja
pemerintahan dengan menciptakan suatu
sistem pengawasan yang efektif, baik
pengawasan intern (internal control)
maupun pengawasan ekstern (external
control). Di samping mendorong adanya
pengawasan masyarakat (social control).
2. Konsep Pengawasan Ombudsman Terhadap Penyelenggaraan Pelayanan Publik
Ombudsman adalah lembaga negara
yang mempunyai kewenangan
mengawasi penyelenggaraan pelayanan
publik baik yang diselenggarakan oleh
penyelenggara negara dan pemerintah
termasuk yang diselenggarakan oleh
Badan Usaha Milik Negara (BUMN)
dan Badan Usaha Milik Daerah
(BUMD), dan Badan Hukum Milik
Negara (BHMN) serta badan swasta atau
perorangan yang diberikan tugas
5Ibid.
6 menyelenggarakan pelayanan publik
tertentu yang sebagian atau seluruh
dananya bersumber dari anggaran
pendapatan dan belanja negara dan/atau
anggaran pendapatan dan belanja daerah”.6
Ombudsman merupakan lembaga
negara yang tidak terdapat dalam UUD
NRI 1945. Kelahirannya berdasarkan
atas Undang-Undang dalam rangka
pengawasan kinerja aparatur negara dan
pemerintahan serta menampung keluhan
masyarakat. Lembaga yang menjalankan
fungsi seperti ini belum diatur dalam
UUD NRI 1945. Oleh sebab itu, dalam
sistem pemisahan kekuasaan
Ombudsman dapat dikategorikan sejajar
dan tidak dibawah pengaruh kakuasaan
lain.
Pada sistem pengawasan
Ombudsman, partisipasi adalah
prasyarat penting dan menjadi hal yang
utama. Untuk mencapai tujuannya
(mewujudkan good governance)
Ombudsman di Indonesia bertugas
antara lain mengupayakan partisipasi
6
Pasal 1 Angka 1 Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2008 tentang Ombudsman Republik Indonesia.
masyarakat dengan menciptakan
keadaan yang kondusif bagi
terwujudnya birokrasi sederhana yang
bersih, pelayanan umum yang baik,
penyelenggaraan peradilan yang efisien
dan profesional termasuk proses
peradilan yang independen sehingga
dapat dijamin tidak akan ada
keberpihakan.
3. Tugas dan Wewenang Ombudsman Republik Indonesia Dalam Menangani Kasus Tindakan Penyalahgunaan Wewenang Oleh Pemerintah a. Tindakan Penyalahgunaan
Wewenang (Maladministrasi) dalam Penyelenggaraan Pelayanan Publik
Undang-Undang Nomor 37 Tahun
2008 tentang Ombudsman Republik
Indonesia secara jelas menetapkan tugas
dan wewenang ORI yakni menerima dan
menyelesaikan laporan atas dugaan
maladministrasi dalam penyelenggaraan
pelayanan publik. Kata-kata
maladministrasi dengan definisinya
untuk pertama kalinya secara khusus
tercantum di dalam Pasal 1 angka 3
7 tentang Ombudsman Republik
Indonesia. Dalam Pasal 1 angka 3 ini,
maladministrasi bukan hanya berbentuk
perilaku/tindakan tetapi juga meliputi
keputusan dan peristiwa yang melawan
hukum, melampaui wewenang,
menggunakan wewenang untuk tujuan
lain dari yang menjadi tujuan wewenang
tersebut, termasuk kelalaian atau
pengabaian kewajiban hukum dalam
penyelenggaraan pelayanan publik yang
dilakukan oleh Penyelenggara Negara
dan pemerintahan, termasuk
perseorangan yang membantu
pemerintah memberikan pelayanan
publik yang menimbulkan kerugian
materiil dan/atau immateriil bagi
masyarakat dan orang perseorangan.
Diaturnya klausul tentang
maladministrasi di dalam
Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2008 tentang
Ombudsman Republik Indonesia sebagai
sebuah terobosan, karena di dalam
sejumlah besar peraturan
perundang-undangan memang sudah tercantum
berbagai bentuk maladministrasi dan
sanksi yang dapat dijatuhkan kepada
pelakunya. Pelaku dalam hal ini adalah
penyelenggara negara dan pemerintahan
baik di pusat maupun daerah, termasuk
perseorangan yang membantu
pemerintah memberikan pelayanan
publik. Salah satu Undang-Undang yang
khusus memberikan sanksi tegas untuk
itu adalah Undang-Undang Nomor 25
Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik
Pasal 54 antara lain sanksi pembebasan
dari jabatan, pemberhentian dengan
tidak hormat, penurunan gaji, dan
lain-lain. Undang-Undang Nomor 37 Tahun
2008 tentang Ombudsman Republik
Indonesia ini hanya merangkum kembali
bahwa penyelenggaraan pelayanan
publik yang buruk akibat
maladministrasi harus dicegah dan
diberantas.
b.Penanganan Tindakan Penyalahgunaan Wewenang
(Maladministrasi) Oleh
Ombudsman Republik Indonesia Secara umum, ketentuan tentang
maladministrasi sudah ada dan tersebar
disejumlah besar peraturan
perundang-undangan yang dibuat Pemerintah dan
DPR. Ketentuan perundang-undangan
yang memuat tentang berbagai bentuk
maladministrasi itu khususnya yang
8 pembuatan kebijakan, dan peristiwa
yang menyalahi hukum dan etika
administrasi yang dilakukan oleh
penyelenggara negara dan pemerintahan,
pegawai negeri, pengurus perusahaan
milik swasta dan pemerintah, termasuk
perseorangan yang membantu
pemerintah memberikan pelayanan
publik. Ketentuan-ketentuan tentang
bentuk maladministrasi itu memang
tidak disebutkan secara literal (secara
langsung) sebagai maladministrasi.
Ketentuan-ketentuan tentang bentuk
maladministrasi yang tersebar di dalam
berbagai undang-undang lebih lanjut
hanya dikaitkan dengan tugas pokok dan
fungsi kelembagaan yang menjadi
penyelenggara pelayanan publik.
Ombudsman Republik Indonesia
dibentuk berdasarkan ketentuan
Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2008.
Dibentuknya Ombudsman
memperbanyak jumlah institusi-institusi
negara yang mandiri dalam struktur
ketatanegaraan. Dalam Undang-Undang
Ombudsman digunakan istilah
wewenang dan tugas. Ada pendapat
yang mengatakan bahwa wewenang
(Bevoegheid) mengandung pengertian
tugas (Plichten) dan hak (rechten).
Menurut Bagir manan wewenang makna
kekuasaan (macht) yang ada pada organ,
sedangkan tugas dan hak ada pada
pejabat dari organ.7
Ombudsman sebagai lembaga negara
yang mandiri memiliki tugas dan
wewenang yang telah diatur
sebagaimana tertuang dalam peraturan
yang mendasarinya. Berdasarkan Pasal 7
Undang-Undang tentang Ombudsman,
Ombudsman bertugas :
a. Menerima laporan atas dugaan maladministrasi dalam penyelenggaraan pelayanan publik;
b. Melakukan pemeriksaan substansi atas laporan;
c. Menindaklanjuti laporan yang tercakup dalam ruang lingkup kewenangan Ombudsman; d. Melakukan investigasi atas
prakarsa sendiri terhadap dugaan maladministrasi dalam penyelenggaraan pelayanan publik;
e. Melakukan koordinasi dan kerja sama dengan lembaga negara atau lembaga pemerintahan lainnya serta lembaga
7
9 kemasyarakatan dan
perseorangan;
f. Membangun jaringan kerja; g. Melakukan upaya pencegahan
maladministrasi dalam penyelenggaraan pelayanan publik, dan;
h. Melakukan tugas lain yang diberikan oleh undang-undang. Berkenaan dengan wewenang
Ombudsman Republik Indonesia, dalam
menjalankan fungsi dan tugas
sebagaimana diuraikan di atas,
Ombudsman memiliki wewenang yang
relatif luas.
Sebagaimana dijelaskan dalam pasal
8 ayat (1) Undang-Undang Ombudsman,
wewenang Ombudsman, antara lain :
a. Meminta keterangan secara lisan dan/atau tertulis dari pelapor, terlapor,atau pihak lain yang terkait mengenai laporan yang disampaikan kepada Ombudsman;
b. Memeriksa keputusan, surat-menyurat, atau dokumen lain yang ada pada pelapor ataupun terlapor untuk mendapatkan kebenaran suatu laporan;
c. Meminta klarifikasi dan/atau salinan atau fotokopi dokumen yang diperlukan dari instansi mana pun untuk pemeriksaan laporan dari instansi terlapor;
d. Melakukan pemanggilan terhadap pelapor, terlapor, dan pihak lain yang terkait dengan laporan;
e. Menyelesaikan laporan melalui mediasi dan konsiliasi atas permintaan para pihak;
f. Membuat rekomendasi mengenai penyelesaian laporan, termasuk rekomendasi untuk membayar ganti rugi dan/atau rehabilitasi kepada pihak yang dirugikan; g. Demi kepentingan umum
mengumumkan hasil temuan, kesimpulan, dan rekomendasi. Bentuk dukungan penuh DPR RI dan
pemerintah kepada Ombudsman dalam
menjalankan tugas dan wewenangnya,
Undang-Undang Ombudsman
memberikan perlindungan kepada
Ombudsman dalam bentuk tidak dapat
ditangkap, ditahan, diintrogasi, dituntut,
atau digugat dimuka pengadilan.
Namun, ketentuan tersebut tidak berlaku
apabila Ombudsman melakukan
pelanggaran hukum, hal ini terdapat di
dalam penjelasan Pasal 10
Undang-Undang Ombudsman. Dengan
keistimewaan yang dimiliki
Ombudsman diharapkan mampu untuk
memberikan bentuk pengawasan yang
10 tertentu. Ombudsman di Indonesia
memiliki pembatasan, yaitu tidak
memiliki kewenangan memutus,
sehingga apa yang dilakukan
Ombudsman semata-mata hanya bersifat
rekomendatif.8
B. Hubungan Antara PTUN (Pengadilan Tata Usaha Negara) Dengan Ombudsman Sebagai Lembaga Perlindungan Hukum Bagi Rakyat
1. Eksistensi Ombudsman dan PTUN dalam Rangka Penyelenggaraan Pemerintahan yang Bersih
Tantangan terbesar yang dihadapi
oleh Indonesia saat ini adalah bagaimana
membangun kredibilitas agar mayoritas
rakyat patuh serta mau bekerja sama
dengan pemerintahnya. Kredibilitas
dapat diproses serta dikembangkan
melalui program-program yang
memberi kesejahteraan kepada banyak
orang, ataupun dengan memberi
pelayanan sebaik-baiknya kepada
masyarakat.
8
Angger Sigit Pramukti dan Meylani Chahyaningsih, Pengawasan Hukum Terhadap Aparatur Negara, Pustaka Yustisia, Yogyakarta, 2016, hlm. 126.
Aparatur pemerintah dalam
melaksanakan fungsi, tugas, dan
wewenangnya terlebih dalam ranah
pelayanan umum (public service),
tentunya akan melakukan hubungan
dengan individu pribadi ataupun badan
hukum. Hubungan yang timbul di antara
kedua pihak bisa berupa hubungan
keperdataan maupun pidana. Dengan
hubungan yang sedemikian dapat
menimbulkan kerugian bagi pihak
individu dan sebagai negara hukum
tentunya pemerintah harus memberikan
akses bagi para pencari keadilan ini
untuk memintakan penyelesaian kepada
hakim.9
PTUN dibentuk untuk
menyelesaikan sengketa yang timbul
antara pemerintah dengan warga
masyarakat, akibat adanya perbuatan
pemerintah yang dianggap melanggar
hak-hak warga masyarakat. Dengan
demikian, tujuan dibentuknya PTUN
adalah : 10
9
Angger Sigit Pramukti dan Meylani Chahyaningsih, Op. cit., hlm. 109.
10
11 a. Memberikan perlindungan
terhadap hak-hak rakyat yang
bersumber dari hak-hak individu.
b. Memberikan perlindungan
terhadap hak-hak masyarakat
yang didasarkan atas
kepentingan bersama setiap
individu yang hidup dalam
masyarakat.
Pengawasan PTUN adalah suatu
bentuk pengawasan yang dilakukan
Peradilan Tata Usaha Negara terhadap
Keputusan Tata Usaha Negara yang
dikeluarkan pemerintah atau aparatur
pemerintah, baik dari aspek legalitas,
administrasi atau adanya pihak yang
merasa dirugikan atas dikeluarkannya
Keputusan Tata Usaha Negara (yang
selanjutnya disingkat KTUN) tersebut.
Eksistensi PTUN tidak hanya
dimaksudkan untuk pengawasan ekstern
terhadap penyelenggaraan pemerintahan
tetapi sesuai dan memenuhi unsur-unsur
yang berlaku bagi suatu negara hukum.
PTUN diharapkan berfungsi sebagai
badan peradilan yang mampu
menyeimbangkan kepentingan
pemerintah dengan kepentingan
masyarakat melalui penegakan Hukum
Administrasi Negara. Keseimbangan
tersebut diwadahi dalam PTUN dengan
memberikan kesempatan kepada warga
untuk menguji keputusan administrasi
(pemerintah) yang dianggap merugikan
kepentingan warga. Dengan pengujian
tersebut, jika pengadilan mengabulkan
gugatan warga maka pihak pemerintah
akan mampu mengoreksi tindakan
pemerintahan yang dijalankannya.11
2. Pengawasan Ombudsman Republik Indonesia (ORI) terhadap Pelaksanaan Putusan Pengadilan Tata Usaha Negara a. Tinjauan Atas Kewenangan
Ombudsman Republik Indonesia Melakukan Pengawasan terhadap Pelaksanaan Putusan Pengadilan Tata Usaha Negara
Pembahasan mengenai kewenangan
ORI dalam melakukan pengawasan
terhadap pelaksanaan putusan PTUN
merupakan hal penting yang terlebih
dahulu perlu dilakukan karena
Undang-Undang Peradilan Tata Usaha Negara
tidak mengatur secara spesifik tentang
11
12 peran serta ORI untuk melakukan
pengawasan terhadap pelaksanaan
putusan PTUN.
Pasca pengesahan Undang-Undang
Administrasi Pemerintahan yang
mewajibkan aparatur mengambil
keputusan atau tindakan harus sesuai
dengan putusan pengadilan yang
berkekuatan hukum tetap. Apabila
terdapat keputusan atau tindakan yang
bertentangan dengan keputusan
pengadilan yang berkekuatan hukum
tetap, maka tindakan tersebut akan
dikenai sanksi.
Salah satu sanksi bagi aparatur yang
mengeluarkan keputusan atau
melakukan tindakan yang tidak sesuai
dengan putusan peradilan yang
berkekuatan hukum tetap adalah
publikasi sebagaimana tertera pada Pasal
116 Undang-Undang Nomor 51 Tahun
2009 tentang Perubahan Kedua Atas
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986
tentang Peradilan Tata Usaha Negara
dan Pasal 82 Undang Undang-Undang
Nomor 30 Tahun 2014. Sanksi publikasi
bagi aparatur juga dikenakan apabila
tidak melaksanakan rekomendasi ORI
(sebagaimana tertera pada Pasal 38 ayat
(4) Undang-Undang Nomor 37 Tahun
2008). Berdasarkan peraturan
perundang-undangan tersebut di atas
dapat diketahui bahwa publikasi menjadi
salah satu sarana untuk mendorong
aparatur melaksanakan putusan
pengadilan yang berkekuatan hukum
tetap.
Terdapat tiga hal yang menjadi dasar
kewenangan ORI dalam melakukan
pengawasan terhadap pelaksanaan
putusan PTUN, pertama, adanya
kewenangan yang dimiliki ORI untuk
melakukan pengawasan terhadap prilaku
aparatur dalam pelayanan publik sesuai
amanat 37 Tahun 2008 tentang
Ombudsman Republik Indonesia dan
Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009
tentang Pelayanan Publik. Dalam
konteks pelaksanaan putusan PTUN,
pihak tergugat sekaligus eksekutor yang
bertanggung jawab melaksanakan
putusan adalah aparatur sehingga
pengawasan ORI terhadap aparatur yang
tidak melaksanakan putusan merupakan
bentuk implementasi fungsi pengawasan
Ombudsman Republik Indonesia.
Kedua, merujuk Undang-Undang
13 Administrasi Pemerintahan, tindakan
aparatur yang bertentangan dengan
putusan pengadilan yang berkekuatan
hukum tetap
merupakan tindakan yang
sewenang-wenang. Jika dikaitkan
dengan Undang-Undang Nomor 37
Tahun 2008, tindakan sewenang-wenang
aparatur merupakan salah satu bentuk
maladministrasi yang menjadi sasaran
pengawasan ORI. Ketiga, laporan
kepada lembaga perwakilan rakyat dan
publikasi merupakan prosedur eksternal
guna mendorong aparatur melaksanakan
putusan pengadilan yang berkekuatan
hukum tetap sesuai ketentuan
Undang-Undang Nomor 51 Tahun 2009 tentang
Perubahan Kedua atas Undang-Undang
Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan
Tata Usaha Negara dan Undang-Undang
Nomor 30 Tahun 2014.
b. Pengawasan Ombudsman Republik Indonesia (ORI) terhadap Pelaksanaan Putusan Pengadilan Tata Usaha Negara
Maladministrasi dapat terjadi dalam
setiap lingkup pelayanan publik yaitu
dalam lingkup pelayanan administrasi
publik, pelayanan barang publik dan
pelayanan jasa publik. Ketiga ruang
lingkup tersebut mencakup berbagai
sektor pelayanan seperti pendidikan,
pengajaran, pekerjaan dan usaha, tempat
tinggal, komunikasi dan informasi,
lingkungan hidup, kesehatan, jaminan
sosial, energi, perbankan, perhubungan,
sumber daya alam, pariwisata, dan
sektor startegis lainnya. Ketiga lingkup
pelayanan publik tersebut menunjukkan
luasnya porsi negara dalam
penyelenggaraan pemenuhan kebutuhan
masyarakat hal ini mengakibatkan
luasnya ruang lingkup objek yang
menjadi pengawasan ORI. Salah satu
yang menjadi objek pengawasan ORI
adalah pelayanan peradilan.
Setiap putusan yang telah
berkekuatan hukum tetap (inkracht van
gewijsde) selayaknya dan semestinya
solusi dan akhir dari suatu sengketa di
tengah masyarakat, akan tetapi dalam
prakteknya justru putusan pengadilan
menjadi awal konflik lanjutan antara
masyarakat dan aparatur. Sebagai
aparatur pemerintah atau sebagai
penyelenggara pelayanan publik yang
bekerja berdasarkan hukum
14 hukum menjadi sesuatu yang utama
dalam pelaksanaan tugas, akan tetapi
realitas menunjukkan ini tidak terjadi
seutuhnya, masih terjadi pengabaian atas
kewajiban hukum oleh aparatur.
Laporan dugaan maladministrasi ke
Ombudsman terus meningkat. Jika pada
2015 terdapat 6.859 laporan, pada 2016
menjadi 9.030. Untuk tahun 2017
diperkirakan berjumlah lebih dari 15.000
laporan. Di antara laporan itu terkait
dengan tidak dieksekusinya putusan
PTUN.12 Data tersebut menunjukkan
bahwa selama ini masyarakat yang
mengalami permasalahan dalam
pelaksanaan putusan PTUN telah
menempuh upaya di luar lembaga
peradilan yaitu dengan melaporkan
kepada ORI, di samping jalur lain yang
tersedia seperti media massa, lembaga
perwakilan rakyat dan lain-lain.
Penyelesaian laporan pelayanan
publik oleh ORI berbeda dengan
penyelesaian laporan yang dilakukan
oleh lembaga lainnya seperti lembaga
pengawas internal aparatur. Perbedaan
12
http://koransindo.com/page/news/2017-05-16/1/3/index.php, diakses tanggal 31 Oktober 2017.
yang menonjol adalah mekanisme
penyelesaian laporan diatur secara
khusus dalam Undang-Undang.
Selanjutnya Undang-Undang memberi
mandat kepada ORI untuk mengatur
lebih lanjut tentang tata cara
pemeriksaan dan penyelesaian laporan
sebagaimana tertera pada Pasal 41
Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2008.
Hal ini yang kemudian mendasari ORI
untuk menerbitkan Peraturan
Ombudsman Republik Indonesia Nomor
002 Tahun 2009 tentang Tata Cara
Pemeriksaan dan Penyelesaian Laporan.
Secara garis besar tahapan-tahapan
dalam pemeriksaan laporan/pengaduan
yang dilakukan adalah pemeriksaan
laporan, permintaan klarifikasi kepada
terlapor, investigasi, mediasi, dan
rekomendasi.
III.PENUTUP A. Simpulan
Berdasarkan hasil pemaparan
pembahasan pada bab sebelumnya,
penulis dapat menarik simpulan sebagai
berikut :
1. Urgensi pemberian kewenangan
kepada Ombudsman sebagai
15 pengawasan terhadap pemerintah
dalam penyelenggaraan pelayanan
publik menjadi hal yang sangat
penting. Karena pengawasan
tersebut dilakukan dalam rangka
upaya memaksimalkan pengawas
eksternal yang independen sebagai
upaya preventif untuk mencegah
tindakan maladministrasi yang
dilakukan oleh penyelenggara negara
dalam menjalankan fungsi pelayanan
publik.
2. Hubungan antara Ombudsman dan
PTUN sebagai lembaga
perlindungan hukum bagi rakyat
dapat dilihat pada pengawasan
Ombudsman terhadap pelaksanaan
putusan PTUN. Walaupun tidak
diatur secara jelas dalam
Undang-Undang tentang Ombudsman
Republik Indonesia. Ketika telah ada
putusan yang berkekuatan hukum
tetap (Incraht van gewijsde), namun
tergugat tidak melaksanakan putusan
tersebut maka Ombudsman
berwenang untuk memberikan
rekomendasi kepada tergugat dan
semua pihak yang dapat
mempercepat pelaksanaan putusan
PTUN tersebut, yang diawali dengan
pengaduan/laporan dari masyarakat.
B. Saran
1. Seharusnya dengan keadaan
penyelenggaraan pelayanan publik
saat ini, Ombudsman Republik
Indonesia perlu meningkatkan
pengawasan terhadap pemerintah
dalam memberikan pelayanan
publik, sehingga dapat memberantas
tindakan penyalahgunaan wewenang
(maladministrasi), serta perlu juga
menambahkan kewenangan kepada
lembaga Ombudsman, bukan hanya
lembaga yang memberikan
rekomendasi namun harus memutus
terhadap pelanggaran yang
dilakukan pemerintah sebagai
penyelenggara pelayanan publik.
2. Seharusnya dalam Undang-Undang
tentang Ombudsman Republik
Indonesia, mengatur tentang
kewenangan Ombudsman untuk
melakukan pengawasan terhadap
pelaksanaan putusan PTUN,
sehingga jelas bahwa ada lembaga
yang menjadi pengawas terhadap
pelaksanaan putusan PTUN, hal ini
16 bagi tergugat dan tidak lagi
tergantung pada kesadaran dan
inisiatif tergugat, serta Ombudsman
Republik Indonesia perlu melakukan
upaya memperkuat implementasi
kewenangan melalui koordinasi
dengan lembaga terkait, sehingga
mampu mendorong pelaksanaan
putusan PTUN lebih optimal
sehingga pengaduan masyarakat
mengenai pelaksanaan putusan dapat
memperoleh jalan keluar melalui
upaya penyelesaian Ombudsman
17 DAFTAR PUSTAKA
A. Buku
Astawa Pantja I Gde dan Suprin Na’a, Memahami Ilmu Negara dan Teori Negara, Bandung: PT Refika Adiatma, 2009.
Marbun S.F, Hukum Administrasi Negara II, Yogyakarta: FH UII Press, 2013.
Nasir. M, Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara, Jakarta: Djambatan, 2003.
Pramukti Sigit Angger dan Meylani Chahyaningsih, Pengawasan Hukum Terhadap Aparatur Negara, Yogyakarta: Pustaka Yustisia, 2016.
Syamsuddin Azis, Ombudsman Republik Indonesia Merengkuh Keluhan Rakyat,
‘Menjewer’ Sang Pejabat, Jakarta, 2009.
Sirajuddin, Didik Sukriono, Winardi. eds, Hukum Pelayanan Publik Berbasis Partisipasi dan Keterbukaan Informasi, Malang: Setara Press, 2012.
Yuslim, Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara, Jakarta: Sinar Grafika, 2015.
B. Peraturan Perundang-undangan
Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2008 tentang Ombudsman Republik Indonesia. (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 139, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4899).
Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik. (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 112, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5038).
Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan. (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 292, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5601).
Undang-Undang Nomor 51 Tahun 2009 tentang Perubahan Kedua Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara. (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 160, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5079).
C. Internet
18 BIODATA PENULIS
NAMA
TEMPAT TANGGAL LAHIR ALAMAT
NOMOR TELEPON/HP
: : : : :
ALHAM