• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hubungan Perilaku Konsumsi Makanan dengan Status Gizi PNS BAPPEDA Kabupaten Langkat Tahun 2015

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Hubungan Perilaku Konsumsi Makanan dengan Status Gizi PNS BAPPEDA Kabupaten Langkat Tahun 2015"

Copied!
23
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Status Gizi Orang Dewasa

Status gizi pada orang dewasa dipengaruhi oleh banyak faktor, salah satunya adalah kebiasaanya dalam mengkonsumsi makanan sehari-hari. Kebiasaan makan tidak dipengaruhi oleh zat-zat gizi yang terkandung dalam makanan. Namun banyak faktor yang mempengaruhi terbentuknya kebiasaan makan, salah satunya adalah lingkungan.

Orang dewasa cenderung kurang memperhatikan asupan makanan. Umumnya orang dewasa lebih suka mengkonsumsi makanan berlemak, berenergi gurih dan manis. Sementara makanan kaya serat seperti sayur dan buah diabaikan. Akibatnya, asupan energi (kalori) yang masuk ke dalam tubuh berlebih (Kurniasih dkk, 2010). Padahal pada usia ini dianjurkan mengkonsumsi makanan yang tinggi serat namun rendah lemak, ini dikarenakan pertumbuhan dan perkembangan tidak lagi terjadi dan hendaknya pemenuhan zat gizi dipusatkan untuk pemeliharaan kesehatan agar terbentuk status gizi yang baik.

Status gizi adalah keadaan tubuh yang merupakan hasil akhir dari keseimbangan antara zat gizi yang masuk ke dalam tubuh dan penggunaannya (Cakrawati & Mustika, 2012). Menurut Almatsier (2003) status gizi merupakan suatu ukuran mengenai kondisi tubuh seseorang yang dapat dilihat dari makanan yang dikonsumsi dan penggunaan zat-zat gizi di dalam tubuh. Status gizi dibagi menjadi tiga kategori, yaitu status gizi kurang, gizi normal dan gizi lebih.

(2)

2.2 Faktor-Faktor yang berhubungan dengan Status Gizi Orang Dewasa

1. Usia

Semakin bertambahnya umur maka akan semakin meningkat pula kebutuhan zat tenaga bagi tubuh. Zat tenaga diperlukan untuk membantu tubuh melakukan beragam aktivitas fisik. Namun kebutuhan zat tenaga akan berkurang saat usia mencapai 40 tahun ke atas. Setiap 10 tahun setelah usia seseorang mencapai 25 tahun, kebutuhan energi per hari untuk pemeliharaan dan metabolisme sel-sel tubuh berkurang atau mengalami penurunan sebesar 4 persen setiap 10 tahunnya. Berkurangnya kebutuhan tersebut dikarenakan menurunnya kemampuan metabolisme tubuh, sehingga tidak membutuhkan tenaga yang berlebihan karena dapat menyebabkan terjadinya penumpukan lemak di dalam tubuh. Penumpukan lemak di dalam tubuh dapat menimbulkan terjadinya obesitas (Putri, 2012).

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Rahmawati dan Sudikno (2007) terhadap orang dewasa di Depok menunjukkan hasil bahwa persentase status gizi obesitas tertinggi terjadi pada kelompok umur 31-40 tahun, yaitu sebesar 21,7 persen. Selain itu terdapat kecenderungan peningkatan kejadian obesitas sampai dengan umur 50 tahun.

2. Jenis kelamin

(3)

Menurut Depkes (1994) kelebihan berat badan lebih banyak ditemukan pada perempuan dibandingkan laki-laki. Hal ini terjadi karena setelah pubertas, perempuan akan cenderung memiliki proporsi massa lemak tubuh yang lebih banyak dibandingkan dengan laki-laki. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Rahmawati dan Sudikno (2007) terhadap orang dewasa di Depok bahwa persentase status gizi obesitas pada perempuan diketahui sebesar 21,6 persen lebih tinggi dibandingkan persentase status gizi obesitas pada laki-laki yaitu 10,8 persen.

3. Pendapatan

Pendapatan mempengaruhi daya beli terhadap makanan. Semakin baik pendapatan maka akan semakin baik pula makanan yang dikonsumsi baik dari segi kualitas maupun kuantitas. Sebaliknya, pendapatan yang kurang mengakibatkan menurunnya daya beli terhadap makanan secara kualitas maupun kuantitas.

Penduduk yang berpendapatan cukup masih banyak yang tidak memanfaatkan bahan makanan bergizi dalam menyediakan makanan keluarga. Hal ini disebabkan karena (Kartasapoetra dan Marsetyo, 2010) :

a. Kurangnya pengetahuan akan bahan makanan yang bergizi b. Pantangan-pantangan secara tradisional masih diberlakukan

(4)

4. Pendidikan

Pendidikan dalam hal ini biasanya dikaitkan dengan pengetahuan, akan berpengaruh terhadap pemilihan bahan makanan dan pemenuhan kebutuhan gizi. Semakin tinggi pendidikan seseorang maka akan semakin baik status gizinya. Ini dikarenakan seseorang yang mengenyam pendidikan biasanya lebih memahami dalam menerima informasi-informasi mengenai gizi.

Hasil penelitian Asriah dan Putri (2006) menunjukkan bahwa secara statistik terdapat hubungan antara pendidikan dan pengetahuan dengan statusgizi ibu hamil di Bidan Praktek Swasta Banda Aceh.

5. Sosial budaya

Budaya memiliki pengaruh besar dalam pemilihan dan pengolahan pangan menjadi makanan. Budaya juga mempengaruhi kebiasaan makan seseorang. Salah satu contohnya, pada suku Melayu mempunyai kebiasaan mengkonsumsi makanan yang berkuah santan. Berdasarkan hasil penelitian Handayani (2012) menunjukkan bahwa pola makan pada keluarga suku melayu di Desa Selemak Kecamatan Hamparan Perak Kabupaten Deli Serdang lebih cenderung mengonsumsi makanan bersantan dengan frekuensi lebih dari 4 kali per minggu. 6. Perilaku makan

(5)

7. Aktivitas fisik

Aktivitas fisik adalah gerakan yang dilakukan oleh otot tubuh dan sistem penunjangannya (Almatsier, 2003). Aktivitas fisik dapat mempengaruhi status gizi. Aktivitas fisik yang kurang akan mengakibatkan terjadinya penumpukan lemak dan dapat menyebabkan obesitas.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Widiantini dan Zarfiel pada tahun 2013 terhadap Pegawai Negeri Sipil (PNS) di Sekretariat Jenderal Kementrian Kesehatan RI menunjukkan bahwa terdapat 36,5 persen PNS memiliki aktivitas sedang dan 48 persen mengalami obesitas. Hasil penelitiannya memperlihatkan adanya hubungan antara aktivitas fisik dengan kejadian obesitas. 8. Lingkungan

Faktor lingkungan memiliki pengaruh yang cukup besar terhadap pembentukan perilaku makan yang selanjutnya akan mempengaruhi status gizi. Lingkungan disini adalah lingkungan keluarga, sekolah, serta adanya promosi melalui media elektronik maupun cetak.

2.3 Perilaku Konsumsi Makanan Orang Dewasa

Terbentuknya suatu perilaku konsumsi makanan dipengaruhi oleh faktor internal dan eksternal. Faktor internal adalah pengetahuan, sikap dan tindakan. Sedangkan faktor eksternal adalah faktor yang mempengaruhi perilaku manusia disebabkan oleh lingkungan (Notoatmodjo, 2011).

1. Pengetahuan

(6)

didasari pengetahuan melalui pengetahuan formal akan lebih mudah dilaksanakan daripada perilaku yang tidak didasari pengetahuan non formal.

Pengetahuan berperan penting dalam pembentukan sikap dan tindakan. Pengetahuan tentang gizi seimbang bermanfaat dalam menentukan apa yang dikonsumsi setiap harinya. Dengan adanya pengetahuan tentang gizi seimbang, maka kebutuhan zat gizi dapat disesuaikan dengan kebutuhan yang seharusnya, sehingga dapat tercapai kesehatan yang optimal. Tingkat pengetahuan tentang gizi seseorang akan mempengaruhi kebiasaannya dalam memilih makanan.

2. Sikap

Sikap merupakan reaksi atau respons yang masih tertutup dari seseorang terhadap suatu stimulus atau objek. Sikap sangat tergantung dari pengetahuan, semakin baik pengetahuan maka akan semakin baik pula sikapnya. Sikap sangat penting dalam pemenuhan zat gizi, karena tanpa adanya sikap yang baik maka apa yang diperoleh dari pengetahuan akan sia-sia dan tindakan tidak akan tercapai. 3. Tindakan

Sikap belum tentu terwujud dalam suatu tindakan. Jika pengetahuan mengenai gizi sudah baik maka kemungkinan untuk melakukan tindakan akan baik pula. Tapi jika pengetahuan baik namun sikap bertolak belakang dengan pengetahuan itu sendiri, maka tindakan tidak akan pernah tercapai seperti yang dikehendaki. Melalui tindakan seseorang terhadap mengkonsumsi makanan, dapat dinilai perilaku makannya baik atau tidak.

(7)

atau masyarakat di dalam pemilihan makanannya yang dilandasi oleh pengetahuan dan sikapnya terhadap makanan tersebut.

Perilaku konsumsi makanan pada orang dewasa cenderung jauh dari konsep gizi seimbang. Umumnya, orang dewasa kurang memperhatikan asupan nutrisi yang dikonsumsi. Mereka cenderung menyukai makanan yang tinggi lemak, manis dan gurih namun kurang serat.

2.4 Hubungan Perilaku Konsumsi Makanan dengan Status Gizi Orang Dewasa

Perilaku konsumsi makanan pada orang dewasa perlu diperhatikan. Karena makanan yang dikonsumsi akan mempengaruhi status gizi. Status gizi terbentuk dari makanan apa yang dikonsumsi. Kekurangan maupun kelebihan nutrisi yang dikonsumsi akan mempengaruhi proses metabolisme di dalam tubuh. Jika asupan nutrisi yang dikonsumsi kurang maka akan menyebabkan tubuh lemas karena kekurangan energi, daya tahan tubuh menurun sehingga mudah sakit serta dapat mengalami gizi kurang . Sebaliknya, jika asupan nutrisi yang dikonsumsi berlebih akan menyebabkan penumpukan energi yang dapat memicu terjadinya gizi lebih.

(8)

bahwa belum terdapat keseimbangan antara konsumsi energi dan pengeluaran energi, dimana energi yang dikonsumsi lebih rendah daripada energi yang dikeluarkan. Berdasarkan hasil uji statistik yang dilakukan, terdapat hubungan antara tingkat konsumsi energi dengan status gizi peragawati.

Sedangkan menurut penelitian yang dilakukan Amir (1996) pada orang dewasa di Kotamadya Bandung menunjukkan hasil bahwa rata-rata konsumsi total energi pada orang dewasa adalah 1885 kalori dengan persentase karbohidrat terhadap total energi sebesar 58,7 persen dan persentase lemak terhadap total energi sebesar 28,30 persen. Disamping itu diketahui juga bahwa prevalensi gizi kurang pada orang dewasa adalah sebanyak 10,7 persen sedangkan gizi lebih sebanyak 29,4 persen. Hasil uji statistik menunjukkan bahwa terdapat hubungan total energi dengan Indeks Massa Tubuh orang dewasa di Kotamadya Bandung.

(9)

makanan berlemak, makanan manis) dengan status gizi obesitas pada orang dewasa di Kota Depok.

(10)

terdapat hubungan antara kebiasaan mengkonsumsi jeroan pada orang dewasa di Sulawesi Utara dan DKI Jakarta, namun tidak dengan orang dewasa di Gorontalo.

Hasil penelitian lain yang dilakukan oleh Saputra (2014) terhadap wanita usia 25-25 tahun di Kelurahan Gedanganak Kecamatan Ungaran Timur Kabupaten Semarang menggambarkan sebagian besar responden mengkonsumsi gorengan dengan kategori selalu (≥ 6 kali seminggu) sebesar 76,5 persen, sisanya

masuk dalam kategori sering (3-5 kali seminggu) sebesar 12,9 persen dan kategori kadang-kadang (1-2 kali seminggu) sebesar 10,6 persen. Data status gizi yang diperoleh adalah 76,5 persen responden mengalami obesitas sentral. Hasil uji statistik menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara frekuensi konsumsi gorengan dengan obesitas sentral pada wanita usia 25-45 tahun.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan Roselly (2008) pada pria (40-55 tahun) di Kantor Direktorat Jenderal Zeni TNI-AD menunjukkan hasil bahwa 41 persen TNI mengkonsumsi lemak tidak sesuai dengan Angka Kecukupan Gizi yang di anjurkan, selain itu 57,9 persen TNI mengkonsumsi protein dalam jumlah lebih. Data status gizi yang diperoleh adalah sebanyak 25,7 persen mengalami gizi lebih berdasarkan persen lemak tubuh. Hasi uji statistik menunjukkan ada hubungan antara konsumsi lemak dan protein dengan obesitas pada TNI.

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan Martaliza terhadap Polisi di Kepolisian Resort Kota Bogor pada tahun 2010 diperoleh bahwa status gizi lebih banyak terjadi pada polisi yang mengkonsumsi karbohidrat ≥ 60 persen dari total

(11)

Sedangkan status gizi tidak lebih banyak terjadi pada polisi yang mengkonsumsi karbohidrat < 60 persen dari total konsumsi energi sebesar73,7 persen daripada polisi yang mengkonsumsi karbohidrat ≥ 60 persen dari total konsumsi energi yaitu sebesar 45,7 persen. Hasil uji statistik menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara tingkat konsumsi karbohidrat dengan status gizi polisi. Selain itu didapatkan hasil bahwa status gizi lebih banyak terjadi pada polisi yang mengkonsumsi protein ≥ 15 persen dari total konsumsi energi sebesar 42,3 persen

daripada polisi yang mengkonsumsi protein < 15 persen dari total konsumsi energi yaitu sebesar 38,3 persen. Sedangkan status gizi tidak lebih banyak terjadi pada polisi yang mengkonsumsi protein < 15 persen dari total konsumsi energi sebesar 61,7 persen daripada polisi yang mengkonsumsi protein ≥ 15 persen dari

total konsumsi energi yaitu sebesar 57,7 persen. Hasil uji statistik menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara tingkat konsumsi protein dengan status gizi polisi. Sedangkan status gizi lebih banyak terjadi pada polisi yang mengkonsumsi makanan kudapan seperti bakwan, singkong goreng, tahu goreng, tempe goreng dan pisang goreng ≥ 250 kkal adalah sebesar 53,1 persen daripada polisi yang

mengkonsumsi makanan kudapan < 250 kkal yaitu sebesar 29,3 persen. Sedangkan status gizi tidak lebih banyak terjadi pada polisi yang mengkonsumsi makanan kudapan < 250 kkal dari total konsumsi energi sebesar 70,7 persen daripada polisi yang mengkonsumsi protein ≥ 250 kkal dari total konsumsi energi

(12)

Penelitian yang dilakukan oleh Zahra M (2012) mengenai Gambaran Pola Makan, Aktivitas Fisik dan Status Gizi pada Karyawan UD Alfa STAR Busana dan PLS Ervina Medan menggambarkan bahwa pola makan karyawan masih kurang baik , karyawan selalu mengkonsumsi makanan dan minuman yang mengandung tinggi kalori, energi, garam dan gula setiap hari. Umumnya mereka mengkonsumsi roti, keripik, bakso, gorengan, teh manis, kopi, minuman kemasan dan susu. Aktivitas fisik yang dilakukan tergolong sedang yaitu sebanyak 84 persen. Selain itu terdapat 39 persen karyawan kelebihan berat badan dan 5 persen mengalami obesitas. Berdasarkan hasil penelitian tersebut dapat dilihat bahwa perilaku makan karyawan yang tidak seimbang serta diimbangi dengan aktivitas fisik yang kurang mempengaruhi status gizinya, ini terlihat sebagian karyawan mengalami gizi lebih.

(13)

yang didapat menunjukkan bahwa terdapat 34 persen karyawan memiliki status gizi lebih. Hasil uji statistik mendapatkan hasil bahwa terdapat hubungan antara asupan energi, karbohidrat, protein dan lemak dengan status gizi lebih.

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Nadimin (2011) pada pegawai Dinas Kesehatan Sulawesi Selatan menunjukkan bahwa pola makan masih kurang baik yaitu sebesar 62 persen. Sebagian besar pola konsumsi pegawai terhadap sayuran dan buah masih kurang. Selain itu frekuensi konsumsi terhadap makanan pokok dan lauk pauk juga kurang baik. Mereka juga cenderung mengkonsumsi makanan siap saji yang banyak mengandung karbohidrat dan lemak atau tinggi kalori. Data status gizi pegawai terdapat 50 persen mengalami obesitas. Terlihat bahwa pola makan yang kurang baik menyebabkan status gizi tidak baik pula.

(14)

mengkonsumsi nasi dan bakso keliling dengan status gizi pegawai negeri sipil di Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur.

2.5 Konsep Dasar Gizi Seimbang Orang Dewasa

Gizi seimbang merupakan susunan pangan sehari-hari yang mengandung zat dalam jenis dan jumlah yang sesuai dengan kebutuhan tubuh, dengan memperhatikan prinsip keanekaragaman pangan, aktivitas fisik, perilaku hidup bersih dan memantau berat badan secara teratur dalam rangka mempertahankan berat badan normal untuk mencegah masalah gizi.

Konsep dasar gizi seimbang pada orang dewasa tercantum dalam 10 Pesan Gizi Seimbang Tahun 2014 adalah sebagai berikut (Departemen Kesehatan RI, 2014) :

1. Syukuri dan nikmati anekaragam makanan

(15)

2. Banyak makan sayuran dan cukup buah-buahan

Sayuran dan buah-buahan merupakan sumber berbagai vitamin, mineral dan serat pangan. Konsumsi sayuran dan buah-buahan merupakan salah satu indikator sederhana gizi seimbang. Sayuran dan buah-buahan berperan sebagai antioksidan, menjaga kenormalan tekanan darah, kadar gula dan kolesterol serta menurunkan resiko sulit buang air besar dan kegemukan. Pada orang dewasa dianjurkan mengkonsumsi sayuran dan buah-buahan sebanyak 400-600 gram per hari atau setara dengan 2½ porsi atau 2½ gelas sayur setelah dimasak dan 3 buah pisang ambon ukuran sedang, ½ potong pepaya ukuran sedang atau 3 buah jeruk ukuran sedang.

3. Biasakan mengkonsumsi lauk pauk yang mengandung protein tinggi

Lauk pauk terdiri dari pangan hewani dan nabati. Pangan hewani terdiri dari daging ruminansia (daging sapi, daging kambing, daging rusa,dll), daging unggas (daging ayam, daging bebek, dll), ikan dan seafood. Pangan nabati terdiri dari kacang-kacangan dan hasil olahannya seperti kedelai, tahu, tempe, dan lain-lain. Mewujudkan gizi seimbang, kedua kelompok pangan ini perlu dikonsumsi bersama kelompok pangan lainnya setiap hari agar jumlah dan kualitas zat gizi yang dikonsumsi lebih sempurna. Pada orang dewasa dianjurkan mengkonsumsi pangan hewani dan pangan nabati sebanyak 2-4 porsi per hari.

4. Biasakan mengkonsumsi anekaragam makanan pokok

(16)

5. Batasi konsumsi pangan manis, asin dan berlemak

Anjuran mengkonsumsi gula pada orang dewasa adalah 4 sendok makan, natrium tidak lebih dari 1 sendok teh dan lemak/minyak tidak lebih dari 5 sendok makan per orang per hari.

6. Biasakan sarapan

Sarapan berperan dalam memenuhi 15- 30 persen kebutuhan gizi harian. Tidak sarapan dapat menyebabkan kegemukan pada orang dewasa sera meningkatkan resiko jajan yang tidak sehat. Sarapan diperlukan untuk berfikir, bekerja, dan melakukan aktivitas fisik secara optimal setelah bangun pagi. Membiasakan sarapan dapat mencegah makan berlebihan dikala makan kudapan atau makan siang.

Bagi orang yang tidak biasa makan kudapan pagi dan kudapan siang, porsi makanan saat sarapan sekitar 1/3 dari total makanan siang. Sedangkan bagi orang yang biasa makan kudapan pagi dan makanan kudapan siang, jumlah porsi makanan sarapan sebaiknya seperempat dari makanan harian.

7. Biasakan minum air putih yang cukup dan aman

(17)

8. Biasakan membaca label pada kemasan

Label pada kemasan makanan membantu konsumen untuk mengetahui bahan-bahan yang terkandung didalamnya serta memperkirakan bahaya yang mungkin terjadi pada konsumen yang memiliki penyakit tertentu. Oleh karena itu dianjurkan membaca label pada kemasan makanan seperti informasi kandungan gizi dan tanggal kadaluarsa sebelum membei atau mengkonsumsi makanan tersebut.

9. Cuci tangan pakai sabun dengan air bersih mengalir

Sebelum mengkonsumsi makanan dianjurkan mencuci tangan menggunakan sabun dan air mengalir agar terhindar dari kuman penyebab penyakit

10. Lakukan aktivitas fisik yang cukup dan pertahankan berat badan normal Pada orang dewasa dianjurkan melakukan latihan fisik atau olahraga selama 30 menit setiap hari atau minimal 3-5 hari dalam seminggu. Bagi orang dewasa salah satu indikator yang menunjukkan bahwa telah terjadi keseimbangan zat gizi di dalam tubuh adalah tercapainya berat badan normal, yaitu berat badan yang sesuai dengan tinggi badannya. Oleh karena itu, pemantauan BB normal merupakan hal yang harus menjadi bagian dari „Pola Hidup‟ dengan„ Gizi Seimbang‟

2.6 Kebutuhan Gizi Orang Dewasa

(18)

badan, jenis kelamin, dan aktivitas fisik. Oleh karena itu, dalam pemenuhan zat gizi harus disesuaikan dengan kebutuhannya.

1. Kebutuhan energi

Kebutuhan energi pada usia dewasa menurun sesuai dengan bertambahnya usia, ini dikarenakan menurunnya metabolisme basal dan berkurangnya aktivitas fisik. Kebutuhan asupan energi akan menyebabkan kenaikan berat badan. Kebutuhan energi berbeda-bebeeda bagi setiap orang. Anjuran kebutuhan energi ditetapkan dalam Angka Kecukupan Gizi (AKG).

2. Kebutuhan karbohidrat

Konsumsi karbohidrat dianjurkan 50-60 persen dari total kebutuhan energi, terutama dalam bentuk karbohidrat kompleks seperti yang terdapat dalam padia-padian (beras, jagung, gandum dan hasil olahannya seperti roti) dan umbi-umbian (kentang, singkong dan ubi). Sedangkan untuk karbohidrat sederhana seperti gula maksimum dikonsumsi 5 persen dari kebutuhan energi total atau paling banyak 4-5 sendok sehari (Almatsier dkk, 2013).

3. Kebutuhan protein

(19)

terutama sebagai akibat dari tingginya asupan lemak jenuh dan kolesterol yang terdapat dalam makanan hewani Asupan lemak jenuh dianjurkan mengkonsumsi protein yang berasal dari makanan nabati seperti tahu, tempe dan sebagainya (Almatsier dkk, 2013).

4. Kebutuhan lemak

Konsumsi lemak dianjurkan 25 persen dari total kebutuhan energi. Konsumsi lemak pada usia dewasa dianjurkan mengkonsumsi daging tanpa lemak, ayam tanpa kulit, ikan, susu tanpa lemak (skim) serta mengurangi santan dan goreng-gorengan (Almatsier dkk, 2013).

5. Kebutuhan mineral

(20)

mencegah terjadinya osteoporosis dikemudian hari. Makanan kaya kalsium yang dianjurkan untuk dikonsumsi adalah susu dan hasil olahannya (Almatsier dkk, 2013).

6. Kebutuhan vitamin

Angka kebutuhan vitamin pada kelompok usia dewasa umumnya dapat dipenuhi apabila makanan sehari-hari sesuai dengan Pesan Gizi Seimbang (PGS).

Angka Kecukupan Gizi (AKG) dianjurkan untuk digunakan sebagai standar guna mencapai status gizi yang optimal. Angka Kecukupan Gizi (AKG) atau Recommended Dietary Allowances (DRA) merupakan kecukupan rata-rata zat gizi sehari bagi hampir semua orang sehat (97,5 persen) menurut golongan umur, jenis kelamin, ukuran tubuh aktifitas fisik, genetik dan keadaan fisiologis. AKG ini mencerminkan asupan rata-rata sehari yang dikonsumsi oleh populasi dan bukan merupakan perorangan/individu (Amelia, 2014).

Angka Kecukupan Gizi (AKG) yang dianjurkan bagi orang dewasa umur 30-64 tahun Indonesia disajikan pada tabel berikut :

Tabel 2.1 Angka Kecukupan Gizi per orang per hari umur 19-64 tahun

Jenis Zat Gizi

Kelompok Umur

Pria Wanita

19-29 tahun 30-49 tahun 50-64 tahun 19-29 tahun 30-49 tahun 50-64 tahun

Karbohidrat (gr) 375 394 349 309 323 285

Protein (gr) Lemak (gr) 62 91 65 73 65 65 56 75 57 60 57 53 Vitamin

-Vitamin A (mg)

-Vitamin D (mg)

-Vitamin E (mg)

-Vitamin B1 (mg)

-Vitamin B2 (mg)

-Vitamin B3 (mg)

- Vitamin C (mg)

(21)

Lanjutan Tabel 2.1

Jenis Zat Gizi

Kelompok Umur

Pria Wanita

19-29 tahun 30-49 tahun 50-64 tahun 19-29 tahun 30-49 tahun 50-64 tahun Mineral

-Kalsium (mg)

-Zat besi (mg)

1100 35 1000 35 1000 30 1100 26 1000 26 1000 12

Sumber : Departemen Kesehatan RI Tahun 2013

2.7 Penilaian Status Gizi Dewasa

Penilaian status gizi pada dasarnya merupakan proses pemeriksaan keadaan gizi seseorang dengan cara mengumpulkan data penting, baik yang bersifat objektif maupun subjektif, kemudian dibandingkan dengan baku yang telah tersedia. Data objektif dapat diperoleh dari data pemeriksaan laboratorium perorangan, serta sumber lain yang dapat diukur oleh anggota tim “penilai”

(Arisman, 2010).

Penilaian status gizi dibagi menjadi dua, yaitu penilaian secara langsung dan penilaian secara tidak langsung. Penilaian secara langsung meliputi antropometri, klinis, biokimia dan biofisik. Sedangkan penilaian secara tidak langsung meliputi survei konsumsi makanan, statistik vital dan faktor ekologi.

(22)

IMT = Tinggi Badan mBerat Badan kg 2

IMT dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut :

Intepretasi nilai IMT untuk Indonesia dapat dilihat pada tabel berikut : Tabel 2.2 Kategori Ambang Batas IMT untuk Indonesia

Kategori IMT

Kurus <17,0

Normal >18,5-25,0

Overweight >25,0 – 27,0

Obesitas >27,0

Sumber : Departemen Kesehatan RI Tahun 2014

Pengukuran survei konsumsi makanan adalah untuk mengetahui kebiasaan makan dan gambaran tingkat kecukupan bahan makanan dan zat gizi pada tingkat kelompok, rumah tangga dan perorangan serta faktor-faktor yang berpengaruh terhadap konsumsi makanan tersebut. Metode yang digunakan dalam mengukur konsumsi makanan dibagi atas dua metode yaitu metode kualitatif dan metode kuantitif (Supariasa dkk, 2001).

(23)

yang cukup sering oleh responden. Sedangkan metode kuantitatif adalah untuk mengetahui jumlah makanan yang dikonsumsi. Salah satunya adalah Recall 24 jam. Penggunaan recall 24 jam dengan mencatat jenis dan jumlah bahan makanan yang dikonsumsi pada periode 24 jam yang lalu (Supariasa dkk, 2001).

2.8 Kerangka Konsep

Mengetahui hubungan perilaku konsumsi makanan meliputi pengetahuan, sikap dan konsumsi makanan dengan status gizi dapat dilihat pada bagan di bawah ini :

Gambar 2.1. Kerangka Konsep

Perilaku konsumsi makanan terbentuk melalui pengetahuan,sikap dan konsumsi makanan. Pengetahuan mengenai gizi sembang akan memengaruhi sikap, selanjutnya membentuk konsumsi makanan. Baik buruknya perilaku konsumsi makanan yang terbentuk akan mempengaruhi status gizi.

Status Gizi Pengetahuan

Konsumsi makanan

- Susunan makanan - Frekuensi

makanan - Kuantitas

makanan

Gambar

Tabel 2.1 Angka Kecukupan Gizi per orang per hari umur 19-64  tahun
Gambar 2.1. Kerangka Konsep

Referensi

Dokumen terkait

Käyttäjien silmissä osallistuminen ei kuitenkaan aina näyttäydy samalla tavalla, vaan erityisesti internetin kanssa kasvaneet nuoret ja nuoret aikuiset

Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara.. Universitas Islam

MemtoReg MemWrite Branch Jump

Al Iqtishad: Jurnal Ilmu Ekonomi Syariah (Journal of Islamic Economics) is a peer-reviewed journal published by State Islamic University (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa di masa produksi kopra yang begitu massif, kelapa menjadi komoditi yang disembah bagi masyarakat Selayar dan memiliki makna

Universitas Muhammadiyah Mataram Kopertis Wilayah

KONDISI EKONOMI BURUH HARIAN LEPAS DALAM MEMENUHI KEBUTUHAN PANGAN DAN PENDIDIKAN ANAK (Studi Kasus Pada Buruh Harian Lepas di Sekitar Perkebunan Kopi Dusun Sumber