BAB II
KETENTUAN TENTANG TINDAK PIDANA PENGGUGURAN KANDUNGAN
A. Undang-undang Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan
Undang-undang Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan juga mengatur
mengenai masalah pengguguran kandungan yang secara subtansi berbeda dengan
Kitab Undang-undang Hukum Pidana. Dalam Undang-undang tersebut tindakan
pengguguran kandungan ini diatur dalam Pasal 75. Menurut Undang-undang
inipengguguran kandungan dilarang dan dapat dilakukan apabila ada indikasi
medis dan trauma pada korban perkosaan.
Pasal 75 :
1) Setiap orang dilarang melakukan aborsi
2) Larangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dikecualikan
berdasarkan :
a. Indikasi kedaruratan medis yang dideteksi sejak usia dini kehamilan, baik
yang mengancam nyawa ibu dan/atau janin, yang menderita penyakit
genetik berat dan/atau cacat bawaan, maupun yang tidak dapat diperbaiki
sehingga menyulitkan bayi tersebut hidup di luar kandungan; atau
b. Kehamilan akibat perkosaan yang dapat menyebabkan trauma psikologis
bagi korban perkosaan
3) Tindakan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) hanya dapat dilakukan
konseling pasca tindakan yang dilakukan oleh konselor yang kompeten dan
berwenang.
Pasal 76 :
Aborsi sebagaimana dimaksud dalam pasal 75 hanya dapat dilakukan:
a. Sebelum kehamilan berumur 6 (enam) minggu dihitung dari hari pertama haid
terakhir, kecuali dalam hal kedaruratan medis
b. Oleh tenaga kesehatan yang memiliki keterampilan dan kewenangan yang
memiliki sertifikat yang ditetapkan oleh Mentri
c. Dengan persetujuan ibu hamil yang bersangkutan
d. Dengan izin suami, kecuali korban perkosaan; dan
e. Penyedia layanan kesehatan yang memenuhi syarat yang ditetapkan oleh
Menteri.
Pasal 77 :
Pemerintah wajib melindungi dan mencegah perempuan dari aborsi sebagaimana
dimaksud dalam pasal 75 ayat (2) dan (3) yang tidak bermutu, tidak aman, dan
tidak bertanggung jawab secara bertentangan dengan norma agama da ketentuan
perundang-undangan
Pasal 194 :
Setiap orang yang dengan sengaja melakukan aborsi tidak sesuai dengan
ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 75 ayat (2) dipidana dengan pidana
penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan denda paling banyak
a) Unsur subjektif : dengan sengaja
b) Unsur-unsur objektif : 1. Setiap orang
2.melakukan aborsi
3. aborsi dilakukan tidak sesuai ketentuan
Pada Pasal 75 diatas, yang dimaksud dengan konselor adalah setiap orang
yang telah memiliki sertifikat sebagai konselor melalui pendidikan dan pelatihan.
Dan yang dapat menjadi konselor adalah dokter, psikolog, tokoh masyarakat,
tokoh agama, dan setiap orang yang mempunyai minat dan memiliki keterampilan
untuk itu.
Pada Pasal 77 diatas, yang dimaksud dengan praktik aborsi yang tidak
bermutu, tidak aman, dan tidak bertanggung jawab adalah aborsi yang dilakukan
dengan paksaan dan tanpa persetujuan perempuan yang bersangkutan, yang
dilakukan oleh tenaga kesehatan yang tidak profesional, tanpa mengikuti standar
profesi dan pelayanan yang berlaku, diskriminatif, atau lebih mengutamakan
imbalan materi dari pada indikasi medis.
Seperti yang kita ketahui Peraturan - peraturan hukum pidana Umum di
Indonesia terwujud dalam kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP)
sedangkan peraturan – peraturan Hukum Pidana Khusus adanya tersebar dalam
perbagai Undang – undang yang secara khusus dan tersendiri mengatur tentang
delik – delik tertentu lebih mendalam daripada pengaturannya dalam KUHP yang
bersifat umum. Selaras dengan adagium atau semboyan “Lex Specialis Derogat
Lex Generali” (hukum yang khusus menyingkirkan hukum yang umum), maka
diatur oleh undang – undang tersendiri, KUHP tidak berlaku penerapannya
terhadap delik – delik tertentu tersebut32
1. Tindakan pengguguran kandungan hanya boleh dilakukan dalam keadaan
darurat sebagai cara untuk menyelamatkan ibunya, jadi tindakan
penggugurankandungan yang dilakukan karena alasan lain jeals-jelas dilarang.
Alasan lain ini misalnya bayi cacat, jenis kelaminnya tidak sesuai dengan yang
diinginkan orang tuanya, kehamilan yang tidak dikehendaki (bisa termasuk
perkosaan), incest, gagal KB dan lain sebagainya.
Di dalam Undang-undang Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan
terdapat beberapa hal yang bisa diuraikan yaitu sebagai berikut :
2. Yang sering disebut-sebut sebagai indikasi medis sebenarnya tidak secara
langsung disebutkan di dalam Undang-undang itu, ada kemungkinan bahwa
indikasi medis itu untuk menyelamatkan janin. Padahal hasil akhir
pengguguran kandungan adalah kematian janin, bukan untuk menyelamatkan
janin. Indikasi medis ini sangat terbatas yakni hanya boleh dalam keadaan
darurat sebagai upaya menyelamatkan nyawa ibu, tidak boleh menjadi alasan
untuk menggugurkan kandungan, sebab ia tidak membahayakan nyawa ibu.
3. Indikasi medis itu tidak sama dengan indikasi kesehatan. Oleh karena itu
alasan demi kesehatan baik ibu maupun janin tidak boleh menjadi alasan
untuk melakukan tindakan pengguguran kandungan. Misalnya ibu yang
mengandung dan kesehatannya terganggu, tetapi gangguan itu tidak
32
mengancam nyawanya, maka ini tidak boleh menjadi alasan untuk melakukan
tindakan pengguguran kandungan
B. Kitab Undang-undang Hukum Pidana
Dalam pandangan hukum pidana di Indonesia, tindakan pengguguran
kandungan tidak selalu merupakan perbuatan jahat atau merupakan tindak pidana,
hanya aborsi provocatus criminalis saja yang dikategorikan sebagai suatu
perbuatan tindak pidana, adapun pengguguran kandungan yang lainnya terutama
bersifat spontan dan medikalis bukan merupakan suatu tindak pidana.
Pengguguran kandungan dalam keperluan untuk tindakan medis memang
diperkenankan, tetapi tindakan medis tersebut tidak berarti bahwa kehidupan
manusia yang satu dikorbankan kepada kehidupan manusia yang lain. Sebab hal
itu tidak pernah diperbolehkan, jika terjadi diluar kemauan dari yang
bersangkutan. Dalam indikasi medis, terdapat suatu dilematis, menurut pemikiran
etika dalam situasi seperti itu sebaiknya berpegang pada prinsip the lesser evil
(dari dua hal yang jelek harus dipilih yang kurang jelek). Dan pada ibu maupun
janin akan mati atau malah satu dari mereka akan mati, kita memilih bahwa ibu
akan hidup, karena itu mau tidak mau janin harus digugurkan/aborsi.
Makna kejahatan dalam pengguguran kandungan sangat ditentukan oleh
nilai-nilai yang dianut dalam suatu masyarakat tertentu. Misalnya di beberapa
Negara barat tindakan pengguguran kandungan sudah dianggap bukan merupakan
perbuatan jahat, baik bersifat medikalis atau bukan. Misalnya di antara
kandungansecara radikal, artinya larangan pengguguran kandungan dicoret begitu
saja dari hukum pidana. Masyarakat memang memiliki penilaian tertentu dalam
persoalan ini. Dalam banyak hal melarang pengguguran kandungan secara mutlak
memang tidak memecahkan masalah, karena pada dasarnya masyarakat
membutuhkan pengguguran kandungan. Menolak pengguguran kandungan adalah
suatu yang sangat dilematis. Di Negara-negara yang sekarang sudah melegalisasi
tindakan pengguguran kandungan, dulu juga demikian. Barang yang dibutuhkan
tidak tersedia secara resmi akan mengakibatkan pasar gelap.33
1. Pasal 299 KUHP:
Di Indonesia tindakan pengguguran kandungan diatur dalam beberapa
peraturan perUndang-undangan yang terpisah, misalnya Kitab Undang-undang
Hukum Pidana yang menjelaskan bahwa segala macam tindakan pengguguran
kandungan itu dilarang, dengan tanpa pengecualian, sebagaimana diatur dalam
pasal-pasal sebagai berikut :
1) Barang siapa yang dengan sengaja mengobati seorang wanita atau menyuruh
seorang wanita supaya diobati dengan memberitahu atau menerbitkan
pengharapan bahwa oleh karena pengobatan itu dapat gugur kandungannya,
dipidana dengan pidana penjara selama-lamanya empat tahun atau denda
sebanyak-banyaknya empat puluh lima ribu rupiah.
2) Kalau yang bersalah berbuat karena mencari keuntungan atau melakukan
kejahatan itu sebagai mata pencaharian atau kebiasaan atau kalau ia seorang
dokter, bidan atau juru obat, pidana dapat ditambah sepertiganya.
33
3) Kalau yang bersalah melakukan kejahatan itu dalam pekerjaannya, maka dapat
dicabut haknya melakukan pekerjaan itu.
Tindak pidana yang dimaksudkan dalam ketentuan pidana yang diatur
dalam Pasal 299 ayat(1) Kitab Undang-undang Hukum Pidana terdiri atas
unsur-unsur sebagai berikut:
c) Unsur subjektif : dengan sengaja
d) Unsur-unsur objektif : 1. barang siapa
2.merawat
3.menyarankan untuk mendapat suatu perawatan
4.memberitahukan atau memberikan harapan
bahwa dengan perawatan tersebut,suatu
kehamilan dapat terganggu.
5.seorang wanita
Sesuai yang dijelaskan didalam Memorie van Toelichting, yakni apabila
didalam perumusan ketentuan pidana tersebut terdapat kata-kata dengan sengaja
,maka kata-kata tersebut meliputi semua unsur tindak pidana yang terdapat
dibelakangnya ,unsur-unsur subjektif dengan sengaja dengan rumusan ketentuan
pidan yang diatur dalam pasal 299 ayat 10 Kitab Undang-undang Hukum Pidana
meliputi unsur-unsur objektif kedua samapai yang kelima.
Untuk menyatakan seorang terdakwa terbukti telah memenuhi unsur
subjektif dengan sengaja tersebut,disidang dipengadilan yang memeriksa dan
mengadili perkara terdakwa yng didakwa melanggar larangan yang diatur dalam
maupun hakim harus dapat membuktikan tentang adanya kehendak,maksud atau
niat terdakwa untuk:
a) Merawat
b) Menyarankan untuk mendapat suatu perawatan
c) Memberitahukan atau memberikan harapan bahwa dengan perawatan tersebut
suatu kehamilan dapat terganggu.
Jika salah satu kehendak terdakwa maupun pengetahuan terdakwa ternyata
tidak dapat dibuktikan,dengan sendirinya tidak ada alasan baik bagi penuntut
umum maupun bagi hakim untuk menyatakan terdakwa terbukti telah memenuhi
unsur dengan sengaja didalam rumusan ketentuan pidana yang diatur pada Pasal
299 ayat 1 Kitab Undang-undang Hukum Pidana, dan hakim harus memberikan
putusan bebas bagi terdakwa.
Untuk dapat menyatakan terdakwa terbukti telah memenuhi unsur dengan
sngaja yang terdapat dalam rumusan ketentuan pidana yang diataur Pasal 299
Kitab Undang-undang Hukum Pidana,dengan sendirinya hakim tidak perlu
menggantungkan diri pada adanya pengakuan dari terdakwa,melainkan ia dapat
menyimpulkannya dari kenyataan yang terungkap disidang pengadilan yang
memeriksa dan mengadili perkara terdakwa,baik yang diperoleh dari keterangan
para saksi maupun yang diperoleh dari keterangan terdakwa sendiri.
Unsur objektif pertama dari tindak pidana yang diatur Pasal 299 ayat (1)
Kitab Undang-undang Hukum Pidana ialah unsur barang siapa.Kata barang siapa
menunjukkan pada orang yang apabila orang tersebut terbukti memenuhi semua
(1) Kitab Undang-undang Hukum Pidana,maka ia dapat disebut pelaku dari tindak
pidana yang dimaksudkan kedalam ketentaun pidana tersebut.
Unsur objektif kedua dari tindak pidana yang dimaksudkan didalam
ketentuan pidana yang diatu Pasal 299 ayat (1) Kitab Undang-undang Hukum
pidana ialah unsur merawat. Kata-kata merawat menmpunyai arti yang sangat
luas, sehingga dapat dimaksudkan kedalam pengertian tindakan-tindakan seperti
melakukan segala tindakan yang sifatnya operasioanal,perawatan dengan
cara-cara yang sifatnya intern, bahwa perawatan yang dilakukan dengan cara-cara
mwemberikan saran-saran atau nasihat-nasihat.
Unsur objektif ketiga dari tindak pidana yang dimaksudkan di dalam
ketentuan pidana yang diatur pasal 299 ayat (1) KUHP ialah unsur een
behandeling doen ondergaan atau menyarankan untuk mendapat suatu
perawatan.Menurut Prof.Simons34yakni sesuai dengan yang dijelaskan di dalam
Memorie van Toelichting,perbuatan menyarankan untuk mendapat suatu
perawatan menyangkut perbuatan dari seorang aborteur,yang tidak merawat
sendiri seorang wanita,melainkan yang telah membuat orang lain merawat wanita
tersebut.
Unsur objektif keempat dari tindak pidana yang dimaksudkan di dalam
ketentuan pidana yang diatur Pasal 299 ayat (1) Kitab Undang-undang Hukum
Pidana ialah unsur memberitahukan atau memberikan harapan bahwa dengan
perawatan tersebut,suatu kehamilan dapat menjadi terganggu.
33
Unsur objektif kelima dari tindak pidana yang dimaksudkan di dalam
ketentuan pidana yang diatur Pasal 299 ayat (1) Kitab Undang-undang Hukum
Pidana ialah unsur seorang wanita.
Perlu diketahui bahwa undang-undang hanya mensyaratkan bahwa wanita
tersebut harus merupakan seorang wanita yang hamil.Bahkan di dalam memori
penjelasannya,Menteri telah menegaskan bahwa tidaklah perlu suatu kehamilan
itu harus menjadi terganggu karena perawatan yang bersangkutan,bahkan juga
tidak disyaratkan bahwa kehamilan itu harus benar-benar ada.
2. Pasal 346 KUHP :
Wanita yang dengan sengaja menyebabkan gugur atau mati kandungannya atau
menyuruh orang lain menyebabkan itu, dipidana penjara selama-lamanya empat
tahun.
Unsur-unsur dalam pasal ini yaitu:
Unsur obyektif:
1. Petindak: seorang wanita,
2. Perbuatan:
a. Menggugurkan
b. Mematikan
c. Menyuruh orang lain menggugurkan; dan
d. Menyuruh orang lain mematikan;
3. Obyek: kandungannya sendiri;
Pengguguran dan pembunuhan kandungan sebagaimana yang dimaksud
dalam pasal 346 KUHP dilakukan oleh seorang perempuan, terhadap
kandungannya sendiri. Tidak disyaratkan bahwa kandungan tersebut sudah
berwujud sebagai bayi sempurna dan belum ada proses kelahiran maupun
kelahiran bayi, sebagaimana pada pasal 341 dan 342 KUHP. Berlainan dengan
kejahatan dalam pasal 341 dan 342 KUHP, karena kandungan sudah berwujud
sebagai bayi lengkap, bahkan perbuatan yang dilakukan dalam kejahatan itu
adalah pada waktu bayi sedang dilahirkan atau tidak lama setelah dilahirkan maka
dikatakan bahwa pelakunya haruslah ibunya.
perbuatan menggugurkan kandungan adalah melakukan perbuatan yang
bagaimana pun wujud dan caranya terhadap kandungan seorang perempuan yang
menimbulkan akibat lahirnya bayi atau janin dari rahim perempuan sebelum
waktunya dilahirkan menurut alam. Lahirnya bayi atau janin sebelum waktunya
inilah yang menjadi maksud si pelaku. Kelahiran bayi atau janin sebelum
waktunya menurut alam akibat dari perbuatan menggugurkan kandungan, apakah
harus dalam keadaan hidup atau mati tidak penting. Hal yang penting dalam
perbuatan ini adalah bayi atau janin harus keluar dari rahim dan keluarnya karena
paksaan oleh perbuatan, artinya lahir sebelum waktunya menurut alam.
Unsur “menyuruh orang lain untuk menggugurkan atau mematikan”
kandungan, dalam konteks Pasal 346, istilah menyuruh mempunyai makna yang
tidak sama dengan istilah menyuruh lakukan (doen plegen) dalam Pasal 55 (1).
Istilah menyuruh dalam Pasal 346 KUHP mempunyai makna yang bersifat
bukan pengertian dalam konteks Pasal 55 KUHP. Namun demikian, oleh karena
pengertian menyuruh dalam Pasal 346 sangatlah luas, maka sangatlah mungkin
pengertiannya juga meliputi pengertian pada Pasal 55. Pengertian menyuruh
lakukan dalam konteks Pasal 55 (1) menurut Memorie van Toelichting (MvT)
disyaratkan bahwa orang yang disuruh (manus manistra) merupakan subyek tak
berkehendak atau pelakunya tidak dapat dipidana, karena tidak tahu, tunduk pada
kekerasan dan karena tersesatkan. Sedangkan pada konteks Pasal 346 melakukan
dapat dijatuhi pidana. Pengertian menyuruh lakukan dalam Pasal 346 adalah baik
sebagai menyuruh dalam arti harafiah pelakunya adalah subyek tak berkehendak,
atau dalam arti menganjurkan dalam pengertian Pasal 55 ayat (1) sub 2. Dalam
Pasal 346, istilah menyuruh (menggugurkan atau mematikan) adalah berupa unsur
tingkah laku atau perbuatan yang dilarang dari suatu tindak pidana. Sedangkan
menyuruh lakukan pada Pasal 55 ayat (1) adalah berupa suatu perbuatan dalam
suatu perbuatan adlam penyertaan melakukan tindak pidana, bukan unsur
perbuatan dari suatu tindak pidana.
Unsur kesalahan dalam Pasal 346 ialah dengan sengaja yang mendahului
semua unsur lainnya. Kesengajaan harus ditunjukkan pada unsur-unsur perbuatan
menggugurkan atau mematikan atau menyuruh orang lain melakukan perbuatan
tersebut pada obyek kandungannya sendiri. Artinya bahwa perempuan itu
menghendaki dan mengetahui bahwa akibat dari perbuatannya sendiri dan
perbuatan orang lain tersebut dapat menggugurkan dan mematikan kandungannya.
Kesengajaan harus diartikan dalam arti luas yaitu kesengajaan sebagai tujuan,
ditujukan pada keempat perbuatan itu (menggugurkan, mematikan, menyuruh
menggugurkan dan menyuruh mematikan kandungan), meskipun keempat
perbuatan itu bersifat tersirat alternatif, namun terhadap perbuatan mana
kesengajaan tersebut ditujukan haruslah jelas, berkaitan dengan perbuatan.
3. Pasal 347 KUHP :
1) Barang siapa dengan sengaja menyebabkan gugur atau mati kandungan
seorang wanita tidak dengan izin wanita itu, dipidana dengan pidana penjara
selama-lamanya dua belas tahun.
2) Jika perbuatan itu berakibat wanita itu mati, ia dipidana dengan pidana penjara
selama-lamanya lima belas tahun
Unsur-unsur dalam pasal ini adalah:
Unsur obyektif:
1. Perbuatan:
a. menggugurkan,
b. mematikan
2. Obyek: kandungan seorang perempuan;
3. Tanpa persetujuan perempuan itu
Unsur subyektif: dengan sengaja
Perbedaan kejahatan dalam pasal 346 KUHP dengan kejahatan dalam
pasal 347 KUHP adalah dalam pasal 346 KUHP terdapat perbuatan menyuruh
(orang lain) menggugurkan dan menyuruh (orang lain) mematikan, yang tidak ada
mengandung). Petindak dalam pasal 346 adalah perempuan yang mengandung,
sedang petindak dalam pasal 347 adalah orang lain (bukan perempuan yang
mengandung.
tanpa persetujuannya, artinya perempuan itu tidak menghendaki akibat
gugurnya atau matinya kandungan itu, dan tidak selalu tidak setuju dengan wujud
perbuatannya. Bisa terjadi bahwa terhadap perbuatan yang dilakukan orang lain
itu disetujuinya, akan tetapi ia tidak tahu bahwa akibat dari perbuatan tersebut
menyebabkan gugurnya atau matinya kandungan yang tidak dikehendakinya.
Tanpa persetujuan ini dapat terjadi dalam beberapa kemungkinan. Mungkin
terjadi karena perempuan tersebut tidak mengetahui bahwa perbuatan yang
dilakukan orang lain itu dimaksudkan untuk menggugurkan atau mematikan
kandungan juga bisa terjadi bahwa si perempuan mengetahui bahwa perbuatan
tersebut bisa mengakibatkan gugurnya atau matinya kandungan tetapi ia tidak
berdaya karena misalnya diancam atau dipaksa dengan kekerasan. Dari kedua
contoh di atas, perempuan tersebut tidak dapat dipidana.
Dalam hal ini abortus yang dituju ialah kandungan yang ada dalam tubuh
seorang wanita. Apabila yang menjadi sasaran adalah tubuh seorang wanita hamil
bukan kandungannya, maka seseorang yang melakukan kejahatan melukai berat
dan dapat mengakibatkan gugurnya kandungan juga, dapat dikenai Pasal 354,
berhubungan dengan konteks Pasal 90 KUHP yang memasukkan “menggugurkan
4. Pasal 348 KUHP :
1) Barang siapa dengan sengaja menyebabkan gagal atau mati kandungan
seorang wanita dengan izin wanita itu, dipidana dengan pidana penjara
selama-lamanya lima tahun enam bulan
2) Jika perbuatan itu berakhir wanita itu mati, ia dipidana dengan pidana penjara
selama-lamanya tujuh tahun
Unsur-unsur dalam pasal ini adalah:
Unsur obyektif:
1) Perbuatan:
a) menggugurkan,
b) mematikan
2) Obyek: kandungan seorang perempuan;
3) Dengan persetujuan perempuan itu
Unsur subyektif: dengan sengaja
Perbedaan mendasar antara kejahatan dalam pasal 347 KUHP dengan
kejahatan dalam pasal 348 KUHP adalah dalam pasal 347, pengguguran dan
pembunuhan kandungan dilakukan tanpa persetujuan perempuan yang
mengandung sedangkan pasal 348 dilakukan atas persetujuan perempuan yang
mengandung.
Persetujuan artinya dikehendaki bersama orang lain, disini ada 2 orang
atau lebih yang mempunyai kehendak sama untuk menggugurkan atau mematikan
kandungan. Syarat persetujuan adalah adanya dua pihak yang berkehendak sama.
perbuatan tersebut, gugurnya atau matinya kandungan sama-sama dikehendaki
oleh perempuan (korban) dan pelaku.
Dalam hal ini yang harus dibuktikan adalah, apakah gugurnya atau
matinya kandungan perempuan itu dikehendaki oleh wanita yang mengandung
atau tidak. Kedudukan wanita terbatas pada kesediaannya atau tidak untuk
digugurkan kandungannya. Jadi wanita tersebut hanya menyetujui persetujuan
sesuai konteks Pasal 348 identik kata menyuruh Pasal 346. Wanita dalam hal ini
dapat berperan baik secara aktif sebagai penyuruh dalam konteks Pasal 346, juga
secara pasif yaitu hanya sebagai korban yang menyetujui.
Ancaman hukuman pidana maksimal lima tahun enam bulan dan tujuh
tahun penjara apabila terjadi kematian. Dalam hal ini baik wanita (korban)
maupun si pelaku materiil dapat diancam dengan hukuman pidana penjara. Wanita
bersalah melakukan tindak pidana kejahatan Pasal 346 sedangkan orang lain
(pelaku) melanggar Pasal 348.
5. Pasal 349 KUHP :
1) Bila dokter, bidan, atau juru obat membantu kejahatan tersebut dalam pasal
346, atau bersalah melakukan atau membantu salh satu kejahatan yang
diterangkan dalam pasal 347, dan pasal 348 maka pidana yang ditentukan
dalam pasal itu dapat dicabut haknya melakukan [ekerjaan yang dipergunakan
untuk menjalankan kejahatan itu.
Unsur-unsur dalam pasal ini adalah:
1. Melakukan
2. Membantu melakukan.
Perbuatan melakukan adalah berupa perbuatan melaksanakan dari
kejahatan itu, yang artinya dialah (dokter, bidan atau juru obat) sebagai pelaku
baik sebagai petindaknya maupun sebagai pelaku pelaksananya (plegen). Sebagai
petindak, apabila ia melaksanakan kejahatan itu sendiri, tanpa ada orang lain yang
ikut terlibat dalam kejahatan itu. Sebagai pelaku pelaksananya apabila dalam
melaksanakan kejahatan itu dapat terlibat orang lain selain dirinya. Membantu
melaksanakan adalah berupa perbuatan yang wujud dan sifatnya sebagai
perbuatan yang mempermudah atau melancarkan pelaksanaan kejahatan itu.
Perbuatan melakukan berupa perbuatan melaksanakan kejahatan itu, artinya dia
sebagai pelaku baik sebagai pelaku atau yang melakukan maupun sebagai pelaku
pembantu. Sebagai pelaku yang melakukan apabila dia sendiri yang melakukan
kejahatan itu tanpa ada orang lain yang terlibat, sedangkan pelaku pembantu
adalah apabila dalam melaksanakan kejahatan itu terlibat orang lain selain dia
sendiri.
Membantu melaksanakan adalah berupa perbuatan yang wujud dan
sifatnya sebagai perbuatan yang mempermudah atau melancarkan pelaksanaan
kejahatan itu. Kesengajaan pelaku dengan orang yang membantu tidak sama.
Pelaku ditujukan untuk terlaksananya kejahatan, pembantu hanya ditujukan untuk
mempermudah atau memperlancar terlaksananya kejahatan.
Pengertian membantu dalam Pasal 349 meskipun sama dengan Pasal 56
ditambah sepertiga bagi si pembantu kejahatan sedangkan pada Pasal 56 pelaku
pembantu ancaman hukuman pidana adalah ancaman pidana tertinggi dikurangi
sepertiga. Alasan pemberat pidana pada Pasal 349 adalah bahwa orang memiliki
keahlian untuk disalahgunakan serta keahlian tersebut justru digunakan untuk
mempermudah dan memperlancar terjadinya kejahatan.
Selanjutnya bagi pihak yang membantu melaksanakan kejahatan dari Pasal 346
sampai 348 maka menurut Pasal 349 haknya menjalankan profesi yang di
dalamnya ia melakukan kejahatan tersebut dapat dicabut haknya.
Berdasarkan pasal-pasal tersebut diatas, maka dapat ditarik kesimpulan
bahwa pihak-pihak yang dapat mewujudkan adanya pengguguran kandungan
adalah34
1. Seseorang yang melakukan pengobatan atau menyuruh supaya berobat
terhadap wanita tersebut sehingga dapat gugur kandungannya.
2. Wanita itu sendiri yang melakukan upaya atau menyuruh orang lain, sehingga
dapat gugur kandungannya.
3. Seseorang yang tanpa ijin menyebabkan gugurnya kandungan seorang wanita.
4. Seseorang yang dengan izin menyebabkan gugurnya kandungan seorang
wanita.
5. Seseorang yang dimaksud dalam angka 1, 2, 3 dan termasuk di dalamnya
dokter, bidan, tabib, juru obat serta pihak lain yang berhubungan dengan
medis (dengan kualitas tertentu).
34
Apabila melihat pengaturan dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana
maka semua perbuatan atau tindakan pengguguran kandungan itu dilarang tanpa
terkecuali.Untuk melihat persoalan itu secara lebih mendalam khususnya
berkenaan dengan tindakan pengguguran kandungan, perlu melihat beberapa hal
yang menarik dalam beberapa pasal Kitab Undang-undang Hukum Pidana yaitu
sebagai berikut :
1. Kejahatan pada tindakan pengguguran kandungan sering terjadi karena ada
dua faktor yaitu: Pertama, adanya seorang wanita yang bersedia untuk
digugurkan kandungannya. Kedua, adanya orang lain yang mau melakukan
atau membantu tindakan pengguguran kandungan tersebut.
2. Bahwa apabila di analisa dari Pasal 346 sampai dengan Pasal 349 dapat
disimpulkan bahwa yang menggugurkan kandungan bisa oleh si wanita itu
sendiri, bisa juga oleh orang lain. Kalau oleh orang lain diatur dalam Pasal
349, statusnya sebagai orang yang membantu, pidananya ditambah 1/3 sebagai
pemberatan, maka hak untuk menjalankan praktik dapat dicabut. Disini
tampak adanya unsur penyertaan yang menyimpang dari Psal 56 jo 57 Kitab
Undang-undang Hukum Pidana, sehingga dikatakan pembantuan dalam Pasal
349 dinyatakan sebagai pembantu yang berdiri sendiri.
3. Dari rangkaian Pasal-pasal tadi dijelaskan apakah janin yang digugurkan itu
dalam keadaan hidup atau mati. Namun, dalam praktik yang dianut janin yang
digugurkan harus/masih dalam keadaan hidup. Juga rentetan Pasal-pasal tidak
menyebutkan atau menjelaskan cara yang dipakai untuk menggugurkan
kandungan tersebut diperoleh hakim saat mengadili, yaitu bisa dengan
suntikan obat atau ramuan, dengan diurut, dan lain lain
4. Terdapatnya hal-hal yang meringankan, apabila tindakan pengguguran
kandungan dilakukan atas persetujuan si wanita atau si ibu.
5. Kalau kita amati pada Pasal 356 Kitab Undang-undang Hukum Pidana,
terdapat ketidakadilan di dalam penuntutan, karena yang selalu dituntut adalah
pihak ke-3 yang disuruh oleh si wanita untuk menggugurkan kandungan,
sedangkan si wanita sendiri yang menyuruhnya tidak pernah diajukan sebagai
terdakwa.
Secara singkat dapat dijelaskan bahwa yang dapat dihukum menurut Kitab
Undang-undang Hukum Pidana dalam kasus tindakan pengguguran kandungan ini
adalah:35
1. Pelaksana tindakan pengguguran kandungan, yaitu tenaga medis atau dukun
atau orang lain dengan hukuman maksimal empat tahun ditambah
sepertiganya dan bida juga dicabut hak untuk berpraktik
2. Wanita yang menggugurkan kandungannya, dengan hukuman maksimal
empat tahun
3. Orang-orang yang terlibat secara langsung dan menjadi penyebab terjadinya
tindakan pengguguran kandungan itu dihukum dengan hukuman bervariasi.
35