• Tidak ada hasil yang ditemukan

Tinjauan Kriminologi Terhadap Tindak Pidana Yang Berhubungan Dengan Pengguguran Kandungan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Tinjauan Kriminologi Terhadap Tindak Pidana Yang Berhubungan Dengan Pengguguran Kandungan"

Copied!
20
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

KETENTUAN TENTANG TINDAK PIDANA PENGGUGURAN KANDUNGAN

A. Undang-undang Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan

Undang-undang Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan juga mengatur

mengenai masalah pengguguran kandungan yang secara subtansi berbeda dengan

Kitab Undang-undang Hukum Pidana. Dalam Undang-undang tersebut tindakan

pengguguran kandungan ini diatur dalam Pasal 75. Menurut Undang-undang

inipengguguran kandungan dilarang dan dapat dilakukan apabila ada indikasi

medis dan trauma pada korban perkosaan.

Pasal 75 :

1) Setiap orang dilarang melakukan aborsi

2) Larangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dikecualikan

berdasarkan :

a. Indikasi kedaruratan medis yang dideteksi sejak usia dini kehamilan, baik

yang mengancam nyawa ibu dan/atau janin, yang menderita penyakit

genetik berat dan/atau cacat bawaan, maupun yang tidak dapat diperbaiki

sehingga menyulitkan bayi tersebut hidup di luar kandungan; atau

b. Kehamilan akibat perkosaan yang dapat menyebabkan trauma psikologis

bagi korban perkosaan

3) Tindakan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) hanya dapat dilakukan

(2)

konseling pasca tindakan yang dilakukan oleh konselor yang kompeten dan

berwenang.

Pasal 76 :

Aborsi sebagaimana dimaksud dalam pasal 75 hanya dapat dilakukan:

a. Sebelum kehamilan berumur 6 (enam) minggu dihitung dari hari pertama haid

terakhir, kecuali dalam hal kedaruratan medis

b. Oleh tenaga kesehatan yang memiliki keterampilan dan kewenangan yang

memiliki sertifikat yang ditetapkan oleh Mentri

c. Dengan persetujuan ibu hamil yang bersangkutan

d. Dengan izin suami, kecuali korban perkosaan; dan

e. Penyedia layanan kesehatan yang memenuhi syarat yang ditetapkan oleh

Menteri.

Pasal 77 :

Pemerintah wajib melindungi dan mencegah perempuan dari aborsi sebagaimana

dimaksud dalam pasal 75 ayat (2) dan (3) yang tidak bermutu, tidak aman, dan

tidak bertanggung jawab secara bertentangan dengan norma agama da ketentuan

perundang-undangan

Pasal 194 :

Setiap orang yang dengan sengaja melakukan aborsi tidak sesuai dengan

ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 75 ayat (2) dipidana dengan pidana

penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan denda paling banyak

(3)

a) Unsur subjektif : dengan sengaja

b) Unsur-unsur objektif : 1. Setiap orang

2.melakukan aborsi

3. aborsi dilakukan tidak sesuai ketentuan

Pada Pasal 75 diatas, yang dimaksud dengan konselor adalah setiap orang

yang telah memiliki sertifikat sebagai konselor melalui pendidikan dan pelatihan.

Dan yang dapat menjadi konselor adalah dokter, psikolog, tokoh masyarakat,

tokoh agama, dan setiap orang yang mempunyai minat dan memiliki keterampilan

untuk itu.

Pada Pasal 77 diatas, yang dimaksud dengan praktik aborsi yang tidak

bermutu, tidak aman, dan tidak bertanggung jawab adalah aborsi yang dilakukan

dengan paksaan dan tanpa persetujuan perempuan yang bersangkutan, yang

dilakukan oleh tenaga kesehatan yang tidak profesional, tanpa mengikuti standar

profesi dan pelayanan yang berlaku, diskriminatif, atau lebih mengutamakan

imbalan materi dari pada indikasi medis.

Seperti yang kita ketahui Peraturan - peraturan hukum pidana Umum di

Indonesia terwujud dalam kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP)

sedangkan peraturan – peraturan Hukum Pidana Khusus adanya tersebar dalam

perbagai Undang – undang yang secara khusus dan tersendiri mengatur tentang

delik – delik tertentu lebih mendalam daripada pengaturannya dalam KUHP yang

bersifat umum. Selaras dengan adagium atau semboyan “Lex Specialis Derogat

Lex Generali” (hukum yang khusus menyingkirkan hukum yang umum), maka

(4)

diatur oleh undang – undang tersendiri, KUHP tidak berlaku penerapannya

terhadap delik – delik tertentu tersebut32

1. Tindakan pengguguran kandungan hanya boleh dilakukan dalam keadaan

darurat sebagai cara untuk menyelamatkan ibunya, jadi tindakan

penggugurankandungan yang dilakukan karena alasan lain jeals-jelas dilarang.

Alasan lain ini misalnya bayi cacat, jenis kelaminnya tidak sesuai dengan yang

diinginkan orang tuanya, kehamilan yang tidak dikehendaki (bisa termasuk

perkosaan), incest, gagal KB dan lain sebagainya.

Di dalam Undang-undang Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan

terdapat beberapa hal yang bisa diuraikan yaitu sebagai berikut :

2. Yang sering disebut-sebut sebagai indikasi medis sebenarnya tidak secara

langsung disebutkan di dalam Undang-undang itu, ada kemungkinan bahwa

indikasi medis itu untuk menyelamatkan janin. Padahal hasil akhir

pengguguran kandungan adalah kematian janin, bukan untuk menyelamatkan

janin. Indikasi medis ini sangat terbatas yakni hanya boleh dalam keadaan

darurat sebagai upaya menyelamatkan nyawa ibu, tidak boleh menjadi alasan

untuk menggugurkan kandungan, sebab ia tidak membahayakan nyawa ibu.

3. Indikasi medis itu tidak sama dengan indikasi kesehatan. Oleh karena itu

alasan demi kesehatan baik ibu maupun janin tidak boleh menjadi alasan

untuk melakukan tindakan pengguguran kandungan. Misalnya ibu yang

mengandung dan kesehatannya terganggu, tetapi gangguan itu tidak

32

(5)

mengancam nyawanya, maka ini tidak boleh menjadi alasan untuk melakukan

tindakan pengguguran kandungan

B. Kitab Undang-undang Hukum Pidana

Dalam pandangan hukum pidana di Indonesia, tindakan pengguguran

kandungan tidak selalu merupakan perbuatan jahat atau merupakan tindak pidana,

hanya aborsi provocatus criminalis saja yang dikategorikan sebagai suatu

perbuatan tindak pidana, adapun pengguguran kandungan yang lainnya terutama

bersifat spontan dan medikalis bukan merupakan suatu tindak pidana.

Pengguguran kandungan dalam keperluan untuk tindakan medis memang

diperkenankan, tetapi tindakan medis tersebut tidak berarti bahwa kehidupan

manusia yang satu dikorbankan kepada kehidupan manusia yang lain. Sebab hal

itu tidak pernah diperbolehkan, jika terjadi diluar kemauan dari yang

bersangkutan. Dalam indikasi medis, terdapat suatu dilematis, menurut pemikiran

etika dalam situasi seperti itu sebaiknya berpegang pada prinsip the lesser evil

(dari dua hal yang jelek harus dipilih yang kurang jelek). Dan pada ibu maupun

janin akan mati atau malah satu dari mereka akan mati, kita memilih bahwa ibu

akan hidup, karena itu mau tidak mau janin harus digugurkan/aborsi.

Makna kejahatan dalam pengguguran kandungan sangat ditentukan oleh

nilai-nilai yang dianut dalam suatu masyarakat tertentu. Misalnya di beberapa

Negara barat tindakan pengguguran kandungan sudah dianggap bukan merupakan

perbuatan jahat, baik bersifat medikalis atau bukan. Misalnya di antara

(6)

kandungansecara radikal, artinya larangan pengguguran kandungan dicoret begitu

saja dari hukum pidana. Masyarakat memang memiliki penilaian tertentu dalam

persoalan ini. Dalam banyak hal melarang pengguguran kandungan secara mutlak

memang tidak memecahkan masalah, karena pada dasarnya masyarakat

membutuhkan pengguguran kandungan. Menolak pengguguran kandungan adalah

suatu yang sangat dilematis. Di Negara-negara yang sekarang sudah melegalisasi

tindakan pengguguran kandungan, dulu juga demikian. Barang yang dibutuhkan

tidak tersedia secara resmi akan mengakibatkan pasar gelap.33

1. Pasal 299 KUHP:

Di Indonesia tindakan pengguguran kandungan diatur dalam beberapa

peraturan perUndang-undangan yang terpisah, misalnya Kitab Undang-undang

Hukum Pidana yang menjelaskan bahwa segala macam tindakan pengguguran

kandungan itu dilarang, dengan tanpa pengecualian, sebagaimana diatur dalam

pasal-pasal sebagai berikut :

1) Barang siapa yang dengan sengaja mengobati seorang wanita atau menyuruh

seorang wanita supaya diobati dengan memberitahu atau menerbitkan

pengharapan bahwa oleh karena pengobatan itu dapat gugur kandungannya,

dipidana dengan pidana penjara selama-lamanya empat tahun atau denda

sebanyak-banyaknya empat puluh lima ribu rupiah.

2) Kalau yang bersalah berbuat karena mencari keuntungan atau melakukan

kejahatan itu sebagai mata pencaharian atau kebiasaan atau kalau ia seorang

dokter, bidan atau juru obat, pidana dapat ditambah sepertiganya.

33

(7)

3) Kalau yang bersalah melakukan kejahatan itu dalam pekerjaannya, maka dapat

dicabut haknya melakukan pekerjaan itu.

Tindak pidana yang dimaksudkan dalam ketentuan pidana yang diatur

dalam Pasal 299 ayat(1) Kitab Undang-undang Hukum Pidana terdiri atas

unsur-unsur sebagai berikut:

c) Unsur subjektif : dengan sengaja

d) Unsur-unsur objektif : 1. barang siapa

2.merawat

3.menyarankan untuk mendapat suatu perawatan

4.memberitahukan atau memberikan harapan

bahwa dengan perawatan tersebut,suatu

kehamilan dapat terganggu.

5.seorang wanita

Sesuai yang dijelaskan didalam Memorie van Toelichting, yakni apabila

didalam perumusan ketentuan pidana tersebut terdapat kata-kata dengan sengaja

,maka kata-kata tersebut meliputi semua unsur tindak pidana yang terdapat

dibelakangnya ,unsur-unsur subjektif dengan sengaja dengan rumusan ketentuan

pidan yang diatur dalam pasal 299 ayat 10 Kitab Undang-undang Hukum Pidana

meliputi unsur-unsur objektif kedua samapai yang kelima.

Untuk menyatakan seorang terdakwa terbukti telah memenuhi unsur

subjektif dengan sengaja tersebut,disidang dipengadilan yang memeriksa dan

mengadili perkara terdakwa yng didakwa melanggar larangan yang diatur dalam

(8)

maupun hakim harus dapat membuktikan tentang adanya kehendak,maksud atau

niat terdakwa untuk:

a) Merawat

b) Menyarankan untuk mendapat suatu perawatan

c) Memberitahukan atau memberikan harapan bahwa dengan perawatan tersebut

suatu kehamilan dapat terganggu.

Jika salah satu kehendak terdakwa maupun pengetahuan terdakwa ternyata

tidak dapat dibuktikan,dengan sendirinya tidak ada alasan baik bagi penuntut

umum maupun bagi hakim untuk menyatakan terdakwa terbukti telah memenuhi

unsur dengan sengaja didalam rumusan ketentuan pidana yang diatur pada Pasal

299 ayat 1 Kitab Undang-undang Hukum Pidana, dan hakim harus memberikan

putusan bebas bagi terdakwa.

Untuk dapat menyatakan terdakwa terbukti telah memenuhi unsur dengan

sngaja yang terdapat dalam rumusan ketentuan pidana yang diataur Pasal 299

Kitab Undang-undang Hukum Pidana,dengan sendirinya hakim tidak perlu

menggantungkan diri pada adanya pengakuan dari terdakwa,melainkan ia dapat

menyimpulkannya dari kenyataan yang terungkap disidang pengadilan yang

memeriksa dan mengadili perkara terdakwa,baik yang diperoleh dari keterangan

para saksi maupun yang diperoleh dari keterangan terdakwa sendiri.

Unsur objektif pertama dari tindak pidana yang diatur Pasal 299 ayat (1)

Kitab Undang-undang Hukum Pidana ialah unsur barang siapa.Kata barang siapa

menunjukkan pada orang yang apabila orang tersebut terbukti memenuhi semua

(9)

(1) Kitab Undang-undang Hukum Pidana,maka ia dapat disebut pelaku dari tindak

pidana yang dimaksudkan kedalam ketentaun pidana tersebut.

Unsur objektif kedua dari tindak pidana yang dimaksudkan didalam

ketentuan pidana yang diatu Pasal 299 ayat (1) Kitab Undang-undang Hukum

pidana ialah unsur merawat. Kata-kata merawat menmpunyai arti yang sangat

luas, sehingga dapat dimaksudkan kedalam pengertian tindakan-tindakan seperti

melakukan segala tindakan yang sifatnya operasioanal,perawatan dengan

cara-cara yang sifatnya intern, bahwa perawatan yang dilakukan dengan cara-cara

mwemberikan saran-saran atau nasihat-nasihat.

Unsur objektif ketiga dari tindak pidana yang dimaksudkan di dalam

ketentuan pidana yang diatur pasal 299 ayat (1) KUHP ialah unsur een

behandeling doen ondergaan atau menyarankan untuk mendapat suatu

perawatan.Menurut Prof.Simons34yakni sesuai dengan yang dijelaskan di dalam

Memorie van Toelichting,perbuatan menyarankan untuk mendapat suatu

perawatan menyangkut perbuatan dari seorang aborteur,yang tidak merawat

sendiri seorang wanita,melainkan yang telah membuat orang lain merawat wanita

tersebut.

Unsur objektif keempat dari tindak pidana yang dimaksudkan di dalam

ketentuan pidana yang diatur Pasal 299 ayat (1) Kitab Undang-undang Hukum

Pidana ialah unsur memberitahukan atau memberikan harapan bahwa dengan

perawatan tersebut,suatu kehamilan dapat menjadi terganggu.

33

(10)

Unsur objektif kelima dari tindak pidana yang dimaksudkan di dalam

ketentuan pidana yang diatur Pasal 299 ayat (1) Kitab Undang-undang Hukum

Pidana ialah unsur seorang wanita.

Perlu diketahui bahwa undang-undang hanya mensyaratkan bahwa wanita

tersebut harus merupakan seorang wanita yang hamil.Bahkan di dalam memori

penjelasannya,Menteri telah menegaskan bahwa tidaklah perlu suatu kehamilan

itu harus menjadi terganggu karena perawatan yang bersangkutan,bahkan juga

tidak disyaratkan bahwa kehamilan itu harus benar-benar ada.

2. Pasal 346 KUHP :

Wanita yang dengan sengaja menyebabkan gugur atau mati kandungannya atau

menyuruh orang lain menyebabkan itu, dipidana penjara selama-lamanya empat

tahun.

Unsur-unsur dalam pasal ini yaitu:

Unsur obyektif:

1. Petindak: seorang wanita,

2. Perbuatan:

a. Menggugurkan

b. Mematikan

c. Menyuruh orang lain menggugurkan; dan

d. Menyuruh orang lain mematikan;

3. Obyek: kandungannya sendiri;

(11)

Pengguguran dan pembunuhan kandungan sebagaimana yang dimaksud

dalam pasal 346 KUHP dilakukan oleh seorang perempuan, terhadap

kandungannya sendiri. Tidak disyaratkan bahwa kandungan tersebut sudah

berwujud sebagai bayi sempurna dan belum ada proses kelahiran maupun

kelahiran bayi, sebagaimana pada pasal 341 dan 342 KUHP. Berlainan dengan

kejahatan dalam pasal 341 dan 342 KUHP, karena kandungan sudah berwujud

sebagai bayi lengkap, bahkan perbuatan yang dilakukan dalam kejahatan itu

adalah pada waktu bayi sedang dilahirkan atau tidak lama setelah dilahirkan maka

dikatakan bahwa pelakunya haruslah ibunya.

perbuatan menggugurkan kandungan adalah melakukan perbuatan yang

bagaimana pun wujud dan caranya terhadap kandungan seorang perempuan yang

menimbulkan akibat lahirnya bayi atau janin dari rahim perempuan sebelum

waktunya dilahirkan menurut alam. Lahirnya bayi atau janin sebelum waktunya

inilah yang menjadi maksud si pelaku. Kelahiran bayi atau janin sebelum

waktunya menurut alam akibat dari perbuatan menggugurkan kandungan, apakah

harus dalam keadaan hidup atau mati tidak penting. Hal yang penting dalam

perbuatan ini adalah bayi atau janin harus keluar dari rahim dan keluarnya karena

paksaan oleh perbuatan, artinya lahir sebelum waktunya menurut alam.

Unsur “menyuruh orang lain untuk menggugurkan atau mematikan”

kandungan, dalam konteks Pasal 346, istilah menyuruh mempunyai makna yang

tidak sama dengan istilah menyuruh lakukan (doen plegen) dalam Pasal 55 (1).

Istilah menyuruh dalam Pasal 346 KUHP mempunyai makna yang bersifat

(12)

bukan pengertian dalam konteks Pasal 55 KUHP. Namun demikian, oleh karena

pengertian menyuruh dalam Pasal 346 sangatlah luas, maka sangatlah mungkin

pengertiannya juga meliputi pengertian pada Pasal 55. Pengertian menyuruh

lakukan dalam konteks Pasal 55 (1) menurut Memorie van Toelichting (MvT)

disyaratkan bahwa orang yang disuruh (manus manistra) merupakan subyek tak

berkehendak atau pelakunya tidak dapat dipidana, karena tidak tahu, tunduk pada

kekerasan dan karena tersesatkan. Sedangkan pada konteks Pasal 346 melakukan

dapat dijatuhi pidana. Pengertian menyuruh lakukan dalam Pasal 346 adalah baik

sebagai menyuruh dalam arti harafiah pelakunya adalah subyek tak berkehendak,

atau dalam arti menganjurkan dalam pengertian Pasal 55 ayat (1) sub 2. Dalam

Pasal 346, istilah menyuruh (menggugurkan atau mematikan) adalah berupa unsur

tingkah laku atau perbuatan yang dilarang dari suatu tindak pidana. Sedangkan

menyuruh lakukan pada Pasal 55 ayat (1) adalah berupa suatu perbuatan dalam

suatu perbuatan adlam penyertaan melakukan tindak pidana, bukan unsur

perbuatan dari suatu tindak pidana.

Unsur kesalahan dalam Pasal 346 ialah dengan sengaja yang mendahului

semua unsur lainnya. Kesengajaan harus ditunjukkan pada unsur-unsur perbuatan

menggugurkan atau mematikan atau menyuruh orang lain melakukan perbuatan

tersebut pada obyek kandungannya sendiri. Artinya bahwa perempuan itu

menghendaki dan mengetahui bahwa akibat dari perbuatannya sendiri dan

perbuatan orang lain tersebut dapat menggugurkan dan mematikan kandungannya.

Kesengajaan harus diartikan dalam arti luas yaitu kesengajaan sebagai tujuan,

(13)

ditujukan pada keempat perbuatan itu (menggugurkan, mematikan, menyuruh

menggugurkan dan menyuruh mematikan kandungan), meskipun keempat

perbuatan itu bersifat tersirat alternatif, namun terhadap perbuatan mana

kesengajaan tersebut ditujukan haruslah jelas, berkaitan dengan perbuatan.

3. Pasal 347 KUHP :

1) Barang siapa dengan sengaja menyebabkan gugur atau mati kandungan

seorang wanita tidak dengan izin wanita itu, dipidana dengan pidana penjara

selama-lamanya dua belas tahun.

2) Jika perbuatan itu berakibat wanita itu mati, ia dipidana dengan pidana penjara

selama-lamanya lima belas tahun

Unsur-unsur dalam pasal ini adalah:

Unsur obyektif:

1. Perbuatan:

a. menggugurkan,

b. mematikan

2. Obyek: kandungan seorang perempuan;

3. Tanpa persetujuan perempuan itu

Unsur subyektif: dengan sengaja

Perbedaan kejahatan dalam pasal 346 KUHP dengan kejahatan dalam

pasal 347 KUHP adalah dalam pasal 346 KUHP terdapat perbuatan menyuruh

(orang lain) menggugurkan dan menyuruh (orang lain) mematikan, yang tidak ada

(14)

mengandung). Petindak dalam pasal 346 adalah perempuan yang mengandung,

sedang petindak dalam pasal 347 adalah orang lain (bukan perempuan yang

mengandung.

tanpa persetujuannya, artinya perempuan itu tidak menghendaki akibat

gugurnya atau matinya kandungan itu, dan tidak selalu tidak setuju dengan wujud

perbuatannya. Bisa terjadi bahwa terhadap perbuatan yang dilakukan orang lain

itu disetujuinya, akan tetapi ia tidak tahu bahwa akibat dari perbuatan tersebut

menyebabkan gugurnya atau matinya kandungan yang tidak dikehendakinya.

Tanpa persetujuan ini dapat terjadi dalam beberapa kemungkinan. Mungkin

terjadi karena perempuan tersebut tidak mengetahui bahwa perbuatan yang

dilakukan orang lain itu dimaksudkan untuk menggugurkan atau mematikan

kandungan juga bisa terjadi bahwa si perempuan mengetahui bahwa perbuatan

tersebut bisa mengakibatkan gugurnya atau matinya kandungan tetapi ia tidak

berdaya karena misalnya diancam atau dipaksa dengan kekerasan. Dari kedua

contoh di atas, perempuan tersebut tidak dapat dipidana.

Dalam hal ini abortus yang dituju ialah kandungan yang ada dalam tubuh

seorang wanita. Apabila yang menjadi sasaran adalah tubuh seorang wanita hamil

bukan kandungannya, maka seseorang yang melakukan kejahatan melukai berat

dan dapat mengakibatkan gugurnya kandungan juga, dapat dikenai Pasal 354,

berhubungan dengan konteks Pasal 90 KUHP yang memasukkan “menggugurkan

(15)

4. Pasal 348 KUHP :

1) Barang siapa dengan sengaja menyebabkan gagal atau mati kandungan

seorang wanita dengan izin wanita itu, dipidana dengan pidana penjara

selama-lamanya lima tahun enam bulan

2) Jika perbuatan itu berakhir wanita itu mati, ia dipidana dengan pidana penjara

selama-lamanya tujuh tahun

Unsur-unsur dalam pasal ini adalah:

Unsur obyektif:

1) Perbuatan:

a) menggugurkan,

b) mematikan

2) Obyek: kandungan seorang perempuan;

3) Dengan persetujuan perempuan itu

Unsur subyektif: dengan sengaja

Perbedaan mendasar antara kejahatan dalam pasal 347 KUHP dengan

kejahatan dalam pasal 348 KUHP adalah dalam pasal 347, pengguguran dan

pembunuhan kandungan dilakukan tanpa persetujuan perempuan yang

mengandung sedangkan pasal 348 dilakukan atas persetujuan perempuan yang

mengandung.

Persetujuan artinya dikehendaki bersama orang lain, disini ada 2 orang

atau lebih yang mempunyai kehendak sama untuk menggugurkan atau mematikan

kandungan. Syarat persetujuan adalah adanya dua pihak yang berkehendak sama.

(16)

perbuatan tersebut, gugurnya atau matinya kandungan sama-sama dikehendaki

oleh perempuan (korban) dan pelaku.

Dalam hal ini yang harus dibuktikan adalah, apakah gugurnya atau

matinya kandungan perempuan itu dikehendaki oleh wanita yang mengandung

atau tidak. Kedudukan wanita terbatas pada kesediaannya atau tidak untuk

digugurkan kandungannya. Jadi wanita tersebut hanya menyetujui persetujuan

sesuai konteks Pasal 348 identik kata menyuruh Pasal 346. Wanita dalam hal ini

dapat berperan baik secara aktif sebagai penyuruh dalam konteks Pasal 346, juga

secara pasif yaitu hanya sebagai korban yang menyetujui.

Ancaman hukuman pidana maksimal lima tahun enam bulan dan tujuh

tahun penjara apabila terjadi kematian. Dalam hal ini baik wanita (korban)

maupun si pelaku materiil dapat diancam dengan hukuman pidana penjara. Wanita

bersalah melakukan tindak pidana kejahatan Pasal 346 sedangkan orang lain

(pelaku) melanggar Pasal 348.

5. Pasal 349 KUHP :

1) Bila dokter, bidan, atau juru obat membantu kejahatan tersebut dalam pasal

346, atau bersalah melakukan atau membantu salh satu kejahatan yang

diterangkan dalam pasal 347, dan pasal 348 maka pidana yang ditentukan

dalam pasal itu dapat dicabut haknya melakukan [ekerjaan yang dipergunakan

untuk menjalankan kejahatan itu.

Unsur-unsur dalam pasal ini adalah:

(17)

1. Melakukan

2. Membantu melakukan.

Perbuatan melakukan adalah berupa perbuatan melaksanakan dari

kejahatan itu, yang artinya dialah (dokter, bidan atau juru obat) sebagai pelaku

baik sebagai petindaknya maupun sebagai pelaku pelaksananya (plegen). Sebagai

petindak, apabila ia melaksanakan kejahatan itu sendiri, tanpa ada orang lain yang

ikut terlibat dalam kejahatan itu. Sebagai pelaku pelaksananya apabila dalam

melaksanakan kejahatan itu dapat terlibat orang lain selain dirinya. Membantu

melaksanakan adalah berupa perbuatan yang wujud dan sifatnya sebagai

perbuatan yang mempermudah atau melancarkan pelaksanaan kejahatan itu.

Perbuatan melakukan berupa perbuatan melaksanakan kejahatan itu, artinya dia

sebagai pelaku baik sebagai pelaku atau yang melakukan maupun sebagai pelaku

pembantu. Sebagai pelaku yang melakukan apabila dia sendiri yang melakukan

kejahatan itu tanpa ada orang lain yang terlibat, sedangkan pelaku pembantu

adalah apabila dalam melaksanakan kejahatan itu terlibat orang lain selain dia

sendiri.

Membantu melaksanakan adalah berupa perbuatan yang wujud dan

sifatnya sebagai perbuatan yang mempermudah atau melancarkan pelaksanaan

kejahatan itu. Kesengajaan pelaku dengan orang yang membantu tidak sama.

Pelaku ditujukan untuk terlaksananya kejahatan, pembantu hanya ditujukan untuk

mempermudah atau memperlancar terlaksananya kejahatan.

Pengertian membantu dalam Pasal 349 meskipun sama dengan Pasal 56

(18)

ditambah sepertiga bagi si pembantu kejahatan sedangkan pada Pasal 56 pelaku

pembantu ancaman hukuman pidana adalah ancaman pidana tertinggi dikurangi

sepertiga. Alasan pemberat pidana pada Pasal 349 adalah bahwa orang memiliki

keahlian untuk disalahgunakan serta keahlian tersebut justru digunakan untuk

mempermudah dan memperlancar terjadinya kejahatan.

Selanjutnya bagi pihak yang membantu melaksanakan kejahatan dari Pasal 346

sampai 348 maka menurut Pasal 349 haknya menjalankan profesi yang di

dalamnya ia melakukan kejahatan tersebut dapat dicabut haknya.

Berdasarkan pasal-pasal tersebut diatas, maka dapat ditarik kesimpulan

bahwa pihak-pihak yang dapat mewujudkan adanya pengguguran kandungan

adalah34

1. Seseorang yang melakukan pengobatan atau menyuruh supaya berobat

terhadap wanita tersebut sehingga dapat gugur kandungannya.

2. Wanita itu sendiri yang melakukan upaya atau menyuruh orang lain, sehingga

dapat gugur kandungannya.

3. Seseorang yang tanpa ijin menyebabkan gugurnya kandungan seorang wanita.

4. Seseorang yang dengan izin menyebabkan gugurnya kandungan seorang

wanita.

5. Seseorang yang dimaksud dalam angka 1, 2, 3 dan termasuk di dalamnya

dokter, bidan, tabib, juru obat serta pihak lain yang berhubungan dengan

medis (dengan kualitas tertentu).

34

(19)

Apabila melihat pengaturan dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana

maka semua perbuatan atau tindakan pengguguran kandungan itu dilarang tanpa

terkecuali.Untuk melihat persoalan itu secara lebih mendalam khususnya

berkenaan dengan tindakan pengguguran kandungan, perlu melihat beberapa hal

yang menarik dalam beberapa pasal Kitab Undang-undang Hukum Pidana yaitu

sebagai berikut :

1. Kejahatan pada tindakan pengguguran kandungan sering terjadi karena ada

dua faktor yaitu: Pertama, adanya seorang wanita yang bersedia untuk

digugurkan kandungannya. Kedua, adanya orang lain yang mau melakukan

atau membantu tindakan pengguguran kandungan tersebut.

2. Bahwa apabila di analisa dari Pasal 346 sampai dengan Pasal 349 dapat

disimpulkan bahwa yang menggugurkan kandungan bisa oleh si wanita itu

sendiri, bisa juga oleh orang lain. Kalau oleh orang lain diatur dalam Pasal

349, statusnya sebagai orang yang membantu, pidananya ditambah 1/3 sebagai

pemberatan, maka hak untuk menjalankan praktik dapat dicabut. Disini

tampak adanya unsur penyertaan yang menyimpang dari Psal 56 jo 57 Kitab

Undang-undang Hukum Pidana, sehingga dikatakan pembantuan dalam Pasal

349 dinyatakan sebagai pembantu yang berdiri sendiri.

3. Dari rangkaian Pasal-pasal tadi dijelaskan apakah janin yang digugurkan itu

dalam keadaan hidup atau mati. Namun, dalam praktik yang dianut janin yang

digugurkan harus/masih dalam keadaan hidup. Juga rentetan Pasal-pasal tidak

menyebutkan atau menjelaskan cara yang dipakai untuk menggugurkan

(20)

kandungan tersebut diperoleh hakim saat mengadili, yaitu bisa dengan

suntikan obat atau ramuan, dengan diurut, dan lain lain

4. Terdapatnya hal-hal yang meringankan, apabila tindakan pengguguran

kandungan dilakukan atas persetujuan si wanita atau si ibu.

5. Kalau kita amati pada Pasal 356 Kitab Undang-undang Hukum Pidana,

terdapat ketidakadilan di dalam penuntutan, karena yang selalu dituntut adalah

pihak ke-3 yang disuruh oleh si wanita untuk menggugurkan kandungan,

sedangkan si wanita sendiri yang menyuruhnya tidak pernah diajukan sebagai

terdakwa.

Secara singkat dapat dijelaskan bahwa yang dapat dihukum menurut Kitab

Undang-undang Hukum Pidana dalam kasus tindakan pengguguran kandungan ini

adalah:35

1. Pelaksana tindakan pengguguran kandungan, yaitu tenaga medis atau dukun

atau orang lain dengan hukuman maksimal empat tahun ditambah

sepertiganya dan bida juga dicabut hak untuk berpraktik

2. Wanita yang menggugurkan kandungannya, dengan hukuman maksimal

empat tahun

3. Orang-orang yang terlibat secara langsung dan menjadi penyebab terjadinya

tindakan pengguguran kandungan itu dihukum dengan hukuman bervariasi.

35

Referensi

Dokumen terkait

Kata adil adalah kata terbanyak disebut dalam Al-Qur’an (lebih dari seribu kali) setelah perkataan Allah dan ilmu pengetahuan. Karena itu dalam Islam, keadilan adalah

Soka Cipta Niaga mencoba untuk melakukan inovasi baru dalam proses produksi kaos kaki yaitu dengan konsep printing dimana merupakan suatu hal baru sebab berbeda dari

Dari 23 hotel yang mau berpartisipasi dalam pengisian kuesioner, ada 6 hotel yang tidak mengembalikan kuesioner, sehingga responden yang menjadi objek penelitian ini adalah

(2014) juga mengungkapkan bahwa kemampuan penalaran ilmiah siswa pada.. materi ekosistem pada jenjang SMP masih hanya tersusun atas claim ,

HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian ini menunjukan bahwa jenis dan komposisi nutrisi media tanam jamur tiram putih memberikan pengaruh yang nyata pada persentase

Nonyl Phenol memiliki nilai viskositas yang lebih tinggi dengan bertambahnya konsentrasi dari pada surfaktan Alfa Olefin Sulfonat. Pada injeksi batuan sandstone nonyl phenol

Hal ini menunjukkan bahwa berat badan lahir rendah dan pendidikan ayah yang rendah merupakan faktor risiko yang berpengaruh terhadap stunting pada anak usia 6-24 bulan di Kota

Semua personel pentadbiran dan pentaksiran yang menguruskan pengendalian instrumen pentaksiran, panduan penskoran, skrip jawapan calon dan perekodan skor calon