• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengertian Dasar Hukum Rukun dan Syarat (1)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Pengertian Dasar Hukum Rukun dan Syarat (1)"

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

PENGERTIAN, DASAR HUKUM, RUKUN DAN SYARAT RAHN

Disusun untuk Memenuhi Tugas

Mata Kuliah

: FIQIH MU’AMALAH KONTEMPORER

Dosen Pengampu : Imam Mustafa, S.H.I., M.SI

Disusun oleh :

Hanik Istifazah

(1502100057)

Kelas D

JURUSAN SYARI’AH DAN EKONOMI ISLAM

(2)

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL... i

DAFTAR ISI... ii

BAB I PENDAHULUAN... 1

BAB II PEMBAHASAN A. Pengertian Rahn... 2

B. Dasar Hukum Rahn... 4

C. Rukun Rahn... 6

D. Syarat-syarat rahn... 7

BAB II PENUTUP A. Kesimpulan... 10

(3)

BAB I Pendahuluan

Islam adalah agama yang lengkap dan sempurna, telah meletakkab\n kaidah-kaidah dasar dan aturan dalam semua sisi kehidupan manusia, baik dalam ibadah dan juga mu’amalah (hubungan antar makhluk).

Setiap orang pasti butuh berinteraksi dengan yang lainnya, untuk saling menutupi kebutuhan dan saling tolong menolong.

Hutang piutang terkadang tidak dapat dihindari, padahal banyak bernunculan fenomena ketidak percayaan diantara mnanusia, khususnya dijaman sekarang ini, sehingga orang terdesak untuk meminta jaminan benda/barang berharga dalam memimjamkan hartanya.

(4)

BAB II

PEMBAHASAN

RAHN

A. Pengertian ar-Rahn

Kata ar-rahn secara etimilogi berarti tetap, kekal dan jaminan, dinamai juga dengan al-habsu, artinya penahanan.1

Al-Bahuti dan Ibnu Qudamah mendefinisikan rahn secara etimologi yaitu:

Rahn secara bahasa berarti tetap dan abadi; dikatakan ma’un rahinun, artinya air yang menggenang; na’matun rahinatun artinya yang abadi. Dikatakan juga bahwa rahn adalah penahanan, berdasarkan firman Allah adalah ‘Tiap-tiap bertanggung jawab atas apa yang telah diperbuatnya’, maksudnya tertahan. Rahn lebih condong dengan arti yang pertama, karena tertahan berarti tetap tidak berpindah sedikitpun”.2

Pengertia rahn (barang jaminan) secara terminilogi, ada beberapa defefenisi yang dikemukakan para ulama fikih diantaranya yang dikemukakan oleh Ulama Hanafiyah mendefinisi ar-rahn yaitu:

menjadikan sesuatu barang sebagai jaminan terhadap hak piutang yang mungkin dijadikan sebagai pembayar piutang, baik seluruhnya maupun sebahagian

Sedangkan ulama Syafi’iyah dan Hanabilah mendefinisikan rahn yaitu:

menjadikan materi (barang) sebagai jaminan terhadap utang, yang dapat dijadikan pembayar utang apabila orang berutang tidak bisa membayar utangnya

Dan ulama Malikiyah, mendefinisikan rahn yaitu:

harta yang dijadikan pemiliknya sebagai jaminan utang yang bersifat mengikat

1 Nurhayati, Sri, Akutansi Syariah di Indonesia, (Jakarta: Salemba Empat, 2013), edisi 4, h.269

(5)

Menurut mereka, yang dijadikan barang jaminan (angunan) bukan saja harta yang bersifat materi, tetapi juga juga harta yang bersifat manfaat tertentu. Harta yag dijadikan barang jaminan (angunan) tidak harus diserahkan secara aktual, tetapi boleh penyerahannya secara hukum, seperti menjadikan sawah sebagai jaminan, maka yang diserahkan sebagai surat jaminannya adalah sertifikat sawah.

Ulama Hanafiyah mendefinisi rahn adalah

“menjadikan sesuatu barang sebagai jaminan terhadap hak piutang yang mungkin dijadikan sebagai pembayar piutang, baik seluruhnya maupun sebagian

Sedangakn definisi yang dikemukakan Syafi’iyah dan Hambaliah mengandung pengertian bahwa barang yang boleh dijadikan jaminan (agunan) utang itu hanyalah harta yang bersifat materi, tidak termasuk manfaat sebagaimana yang dikemukakan ulama Malikiyah. Walaupun sebenarnya manfaat itu menurut Syafi’iyah dan Hambaliah termasuk dalam pengertian harta.3

Al-Qurtubi mendefinisikan rahn sebagai berikut:

Barang yang ditahan oleh pihak yang memberi utang sebagai jaminan dari orang yang berutang, sampai pihak pengutang melunasi utang tersebut”4

Sementara Ibnu Qudamah mendefinisikan rahn sebagai berikut:

Barang yang dijadikan jaminan untuk utang, agar pemberi utang dapat menjual barang tersebut apabila pihak pengutang tidak mampu membayar utangnya”5

Menurut pandangan lain, gadai (rahn) adalah menjadikan suatu benda bernilai menurut pandangan syara’ sebagai tanggungan utang, dengan adanya benda yang menjadi tanggungan itu seluruh atau sebagian utang dapat diterima.6

Secara terminologi syara’, rahn berarti penahanan terhadap suatu barang dengan hak sehingga dapat dijadikan sebagai pembayaran dari barang tersebut. Rahn dapat juga didefinisikan sebagai penetapan sebuah barang yang memiliki nilai finansial dalam

3 Haroen, Nasrun, Fiqih Muamalah, (Jakarta: Gaya Media Pratama, 2007), h.252

4 Sebagaimana Menurut ‘Amr Yusuf bin Abdillah bin ‘Abdul Barr al-Qurtubi, al-Kafi fi Fiqih ahli al-Madinah (al-Maktabah al-Syamilah al-Isdar al Sani, 2005), yang dikutip oleh Imam Mustofa, h.192

5Sebagaimana Menurut Ibnu Qudamah, Mughni al-Mukhtaj al-Syamilah al-Isdar Sani, 2005), IX/117 , yang dikutip oleh Imam Mustafa, h.192

(6)

pandangan syariat sebagai jaminan bagi utang di mana seluruh atau sebagian utang tersebut dapat dibayar dengannya.7

Berdasarkan pemaparan diatas dapat disimpulka bahwa rahn atau gadai yaitu jaminan yang diserahkan oleh pihak pengutang kepada yang memberi utang. Pemberi utang memiliki kuasa penuh untuk menjual barang jaminan tersebut apabila pihak pengutang tidak mampu membayar utangnya saat jatuh tempo. Apabila uang hasil penjualan barang jaminan tersebut melebihi jumlah utang, maka sisanya harus dikembalikan kepada pengutang, namun bila kurang dari jumlah utang, pihak pengutang harus menambahinya agar utangnya tersebut terbayar lunas.8

Dalam rahn, barang gadaian tidak otomatis menjadi milik pihak yang menerima gadai (pihak yangmemberi pinjaman) sebagai pengganti piutangnya. Dengan kata lain fungsi rahn di tangan murtahin (pemberi utang) hanya berfungsi sebagai jaminan utang dari rahin (orang yang berutang). Namun, barang gadaian tetap milik rahin.9

Substansi dalam peristiwa rahn adalah untuk menghindari kemudaratan yang diakibatkan oleh berkhianatnya salah satu pihak atau kedua belah pihak ketika keduanya melakukan transaksi utang piutang.10

B. Dasar Hukum Rahn

Dasar hukum Rahn antara lain:

A. Al-Qur’an

1. Al Qur’an, Surat Al Baqarah 282

....

ن

ن ييددهنش

د اويددهنشيتدس

ي اود هدويبدتدكي افد ىممس

د مد ل

ل جداد ىلدان ن

ل ييددبن م

ي تدنييد اددتد اذد اوندمدا ن

د ييذنلما اهديياديد

,

ن

ن اتدادردميادود ل

ل جدردفد ننييلدجدرد اندويكديد ميلد نيانفد ميكدلن اجدرن نيمن

...

Hai orang-orang yang beriman, bila kamu bermu’amalah tidak secara tunai untuk waktu yang ditentukan, hendak-lah kamu menuliskannya. .. dan per-saksikanlah dengan orang lelaki saksi diantaramu. Jika tiada 2 lelaki maka boleh seorang lelaki dan 2 orang perempuan ... ”11

7Ibrahim, Azharsyah, GALADAN RAHN: ANALISIS KORELASI DARIPERSPEKTIF EKONOMI ISLAM,Vol 1, No 1 (2012), h.55

8 Mustafa, Imam, Fiqih Mu’amalah Kontemporer, (Jakarta: Rajawali Pers, 2016), h.193 9 Nurhayati, Sri, Akutansi Syariah di Indonesia,..., h.269

10

Arrum Mahmudahningtyas, Analisis Kesyariahan Transaksi Rahn Emas, Jurnal Ilmiah Mahasiswa FEB Vol 3, No 1.

(7)

2. Al Qur’an, Surah Al Baqarah 283

ةلض

د ويبدقيمد ن

ل اهدرنفد اببتناكد اوددجنتد ميلدود رلفدس

د ىلدع

د م

ي تدنيك

د ن

ي إنود

Jika kamu dalam perjalanan (dan ber-mu’amalah tidak secara tunai) sedang kamu tidak memperoleh seorang penulis, maka hendaklah ada barang tanggungan yang dipegang (oleh yang berpiutang)”12

B. Hadits

Dari ‘Aisyah ra sesungguhnya Nabi SAW pernah membeli makanan dari seorang Yahudi dengan berutang dengan tempo tertentu, Beliau menjaadikan baju perangnya menjadi jaminan utang tersebut”13

2. Hadits riwayat Abu Hurairah:

)

:

هنتنقمفدندبن ب

د ك

د رييد ردهيض

م لا م

د لدس

د ود هنييلدع

د هدللا ىلدص

د هنللا ل

د ويس

د رد ل

د اقد لاقد ةدردييردهد ىبنا نيعد

(

هدتدقدفدند ب

د ك

د رييدود بدردشييد ندذنلما ىلدعدود انبويهدريمد نداكد اذدإن

dari Abu Hurairah ra, bahwa Rasulullah shallallaahu “alaihi wa sallam bersabda: “Punggung hewan yang digadaikan boleh dinaiki dengan membayar dan susu hewan yang digadaikan boleh diminum dengan membayar. Bagi orang yang menaiki dan

12 Mustafa, Imam, Fiqih Mu’amalah Kontemporer..., h.193

13 Sebagaimana menurut Muhammad bin Ismail Abu Abdullah, Shahih Bukhari, (Digitl Library, al-Maktabah alSyamilah al-Isdar al-Sani,2005), VIII/258, hadits nomor 2252, yang dikutip oleh Imam Mustafa, h.194

(8)

Dari Abu Hurairah, dia berkata: Rasulullah Saw. bersabda: “barang yang digadakan itu tidak boleh ditutup dari pemilik yang menggadaikannya. Baginya adalah keuntungan dan tanggung jawabnyalh bila ada kerugian (atau biaya). (HR Syafi’i dan Daraqutni)”15

C. Ijtihad Ulama

Perjanjian gadai yang diajarkan dalam al-Qur’an dan al-Hadits itu dalam pengembangan selanjutnya dilakukan oleh para fuqaha dengan jalan ijtihad, dengan kesepakatan para ulama bahwa gadai diperbolehkan dan para ulama tidak pernah mempertentangkan kebolehannya demikian juga dengan landasan hukumnya.

Asy-Syafi’i mengatakan Allah tidak menjadikan hukum kecuali dengan barang berkriteria jelas dalam serah terima. Jika kriteria tidak berbeda (dengan aslinya), maka wajib tidak ada keputusan. Mazhab Maliki berpendapat, gadai wajib dengan akad (setelah akad)

rahin dipaksakan untuk menyerahkan borg (jaminan) untuk dipegang oleh murtahin. Jika jaminan sudah berada ditangan murtahin, orang yang menggadaikan mempunyai hak memanfaatkan, berbeda dengan asy-Syafi’i yang mengatakan, hak memanfaatkan berlaku selama tidak merugikan/membahayakan pemegang gadaian.16

Berdasarkan surat al-Baqarah ayat 283, ulama fikih sepakat menyatakan bahwa ar-rahn boleh dilakukan dalam perjalanan dan dalam keadaan hadir di tempat, asal barang jaminan itu bisa langsung dipegang/ dikuasai (al-qabdh) secara hukum oleh pemberi piutang. Maksudnya adalah karena tidak semua barang jaminan dapat dipegang/ dikuasai oleh pemberi piutang secara langsung, maka setidaknya ada semacam pegangan yang dapat menjamin bahwa barang dalam status al-marhun (menjadi angunan utang). Misalnya bila angunan itu sebidang tanah, maka yang dikuasai (al-qabdh) adalah surat tanah (sertifikat tanah).17

Kaum muslimin juga telah bersepakat (ijma’) mengenai diperbolehkannya rahn. Dalam realitas kehidupan masyarakat rahn sangat lazim terjadi, karena dengan berutang menggunakan jaminan akan mempermudah pembayaran utang.18

C. Rukun Rahn

Rukun rahn ada 5, yaitu:

1. Yang menggadaikan (ar-Rahin)

15 Muhammad Syafi’ Antonio, Bank Syari’ah dari Teori ke Praktik, (Depok: Gema Insani, 2001), h129.

16 Sudarsono, Heri, Bank & Lembaga Keuangan Syaria..., h. 174

17 Elimartati, Perbedaan ar-Rahn dan Bay’ al-Wafa’:Tinjauan Furuq Fiqiyah,Vol 11, No 2 (2012), h.324

(9)

Orang yang telah dewasa, berakal, bisa dipercaya, dan memiliki barang yang akan digadaikan.

2. Penerima gadai (al-murtahin)

Orang, bank, atau lembaga yang dipercaya oleh rahin untuk mendapatkan modal dengan jaminan barang (gadai).

3. Barang Jaminan (al-marhun)

Barang yang digunakan rahin untuk dijadikan jaminan dalam mendapatkan utang.

4. Utang (marhun bihi)

Sejumlah dana yang diberikan murtahin kepada rahin atas dasar besarnya tafsiran marhun.

5. Sighat, ijab, dan qabul

Kesepakatan antara rahin dan murtahin dalam melakukan transaksi gadai.19

D. Syarat-syarat Rahn

Dalam setiap akad, unsur dan rukunnya harus memenuhi syarat. Berkaitan dengan rahn, syarat bagi para pihak yang berakad sama dengan syarat dalam akad lainnya. Syarat tersebut adalah :

1. Para pihak harus berakal 2. Sudah baligh

3. Tidak dalam paksaan atau terpaksa

Pasal 330 KHES menyebutkan bahwa para pihak yang melakukan gadai harus cakap hukum. Cakap hukum disini berarti berakal, sudah dewasa atau baligh, serta tidak dalam paksaan.

Terkait syarat sigat atau akad, kalangan Hanafiyah mensyaratkan agar akad tidak terikat dengan syarat tertentu, tidak tergantung pada suatu kejadian di masa mendatang.20 Akad rahn yang terikat oleh suatu syarat misalnya, penerima mau melaksanakan akad dengan syarat pemberi jaminan mau membeli barang tertentu miliknya. Sementara akad yang digantungkan dengan suatu kejadian di masa mendatang misalnya, akad rahn berlangsung selama tidak turun hujan, maka akad tidak jadi. Adanya persyaratan dan penggantungan akad dengan sesuatu yang lain diluar akad maka akan membuat akad tersebut rusak.

Syarat yang terkait dengan utang adalah:

1. Utang merupakan hak yang harus dibayar;

19 Sudarsono, Heri, Bank & Lembaga Keuangan Syariah, (Yogyakarta: Ekonisia, 2013), h. 175

(10)

2. Jumlah utang dapat tertutupi dengan nilai barang yang digadaikan atau jumlah utang tidak boleh melebihi dari nilai barang yang menjadi jaminan;

3. Hak utang harus jelas.21

Menurut kalangan Syafi’iyah dan Hambaliah mensyaratkan utang adalah:

1. Utang merupakan utang yang tetap dan wajib dibayar oleh Rahin; 2. Utang harus mengikat kedua belah pihak;

3. Jumlah, ukuran dan sifat utang harus jelas diantara pihak yang berakad.22

Berdasarkan kesepakatan ulama, syarat yang terkait dengan barang yang digadaikan atau yang menjadi jaminan utang adalah sama halnya dengan syarat barang yang menjadi objek jual beli. Hal karena barang jaminan tersebut harus dapat dijual oleh penerima jaminan (murtahin) disaat orang yang menggadaikantidk mampu membayar utangnya.

Syarat-syarat yang terkait dengan barang yang menjadi objek jual beli adalah:

1. Barang yang digadaikan harus benar-benar ada dan nyata. Transaksi terhadap barang yang belum atau tidak ada berarti tidak sah, begitu juga barang yang belum pasti adanya, seperti binatang yang masih dikandungan ibunya;

2. Objek transaksi berupa barang yang bernilai, halal, dapat dimiliki, dapat disimpan dan dimanfaatkan sebagaimana mestinya serta tidak menimbulkan kerusakan; 3. Barang yang dijadaikan transaksi merupakan hak mlik secara sah dan kepemilikan

sempurna. Berdasarkan ayat ini maka tidak sah menggadaikan pasir ditengah padang atau air laut yang masih dilaut atau menggadaikan panas matahari, karena tidak adanya kepemilikan yang sempurna;

4. Objek harus dapat diserahkan saat transaksi, berdasarkan.berdasarkan syarat ini maka tidak sah menggadaikan binatar liar, ikan dilautan atau burung yang berada di awang, karena tidak bisa diserahkan kembali kepada pembeli;

5. Selain syarat diatas,ada satu syarat lagi yang mutlakhrus trpenuhi, yaitu barang yang digadaikan harus tahan lama dan tidak mudah rusak, seperti emas, perak, logam mulia,jendaraan dan seterusnya. Berdasarkan syarat ini, maka tidak sah menjadikan makananyang mudah busuk, seperti kue basah sebagai jaminan utang, karena tidak tahan lama.23

21 Ibid., V/74-80, h.196

22Sebagaimana Menurut Abu Qasim ‘Abdul Karim bin Muhammad bin ‘Abdul Karim Quzwan Rafi’i, ‘Aziz fi Syarh Wajiz, (Digital Library, Maktabah Syamilah Isdar Sani, 2005), X/31; Sarwani, Hwasyi Syarani, Digital Library, Maktabah al-Syamilah al-Isdar al-sani,2005), V/52, yang dikutip oleh Imam Mustafa, h.196

(11)

Menurut ulama Hanafiyah, syarat barang yang harus digadaikan harus barang yang berharga, jelas, dapat diserahterimakan, dapat disimpan tahan lama, terpisah dari barang lainnya, baik benda bergerak maupun tidak. Lebih rincinya, dijelaskan sebagai berikut:

1. Barang yang digadaikan harus dapat diperjualbelikan; harus pada waktu akad dan dapat diserahterimakan;

2. Barang yang digadaikan harus berupa harta (kekayaan) yang bernilai;

3. Barang yang digadaikan harus halal digunakan atau dimanfaatkan, sekiranya barang tersebut dapat untuk melunasi utang;

4. Barang harus jelas spesifikasinya, ukuran, jenis jumlah, kualitas, dan seterusnya; 5. Barang harus milik pihak yang menggadaikan secara sempurna;

6. Barang yang digadaikan harus menyatu, tidak terpisah-pisah; 7. Barang harus tidak ditempeli sesuatu yang tidak ikut digadaikan;

8. Barang yang digadaikan harus utuh; tidak sah menggadaikan mobil hanya seperempat atau separuhnya.24

Jadi, rahn dapat dikatakan sah apabila memenuhi rukun dan syarat-syarat yang telah dijelaskan diatas. Jika tidak terpenuhi salah satunya, baik dari rukun ataupun syarat rahn, maka rahn tersebut dikatakan tidak sah.

(12)

BAB III PENUTUP A. Kesimpulan

Ar-rahn secara etimilogi berarti tetap, kekal dan jaminan, dinamai juga dengan al-habsu, artinya penahanan.

Rahn atau gadai yaitu jaminan yang diserahkan oleh pihak pengutang kepada yang memberi utang. Pemberi utang memiliki kuasa penuh untuk menjual barang jaminan tersebut apabila pihak pengutang tidak mampu membayar utangnya saat jatuh tempo.

Rukun rahn ada 5, yaitu: yang menggadaikan (ar-Rahin), penerima gadai ( al-murtahin), barang Jaminan (al-marhun), utang (marhun bihi), sighat, ijab, dan qabul.

Syarat rahn yang terkait dengan pihak yang berakad ada tiga, yaitu: Para pihak harus berakal, sudah baligh, tidak dalam paksaan atau terpaksa.

Syarat yang terkait dengan utang adalah: Utang merupakan hak yang harus dibayar, jumlah utang dapat tertutupi dengan nilai barang yang digadaikan atau jumlah utang tidak boleh melebihi dari nilai barang yang menjadi jaminan, hak utang harus jelas

(13)

DAFTAR PUSTAKA

Sri Nurhayati, Akutansi Syariah di Indonesia, (Jakarta: Salemba Empat, 2013), edisi 4. Imam Mustafa, Fiqih Mu’amalah Kontemporer, (cetakan I), Jakarta: Rajawali Pers,2016. Nasrun Haroen, Fiqih Muamalah, (Jakarta: Gaya Media Pratama, 2007).

Hendi Suhendi, Fiqh Muamalah, (Jakarta: PT Raja Grafindo, 2010).

Azharsyah Ibrahim, Galadan Rahn: Analisis Korelasi Dariperspektif Ekonomi Islam,Vol 1, No 1 (2012).

Martono , prospek rahn (gadai syari’ah) dalam mendukung pemberdayaan ekonomi rakyat,

Al-Iqtishad: Journal of Islamic Economics, (Jakarta: Vol 1, No 2: July 2009).

Elimartati, Perbedaan ar-Rahn dan Bay’ al-Wafa’:Tinjauan Furuq Fiqiyah,Vol 11, No 2, 2012

Muhammad Syafii Antonio, Bank Syariah Dari Teori Ke Praktik, (cet. 1), Jakarta: Gema Insani, 2001.

Arrum Mahmudahningtyas, Analisis Kesyariahan Transaksi Rahn Emas, Jurnal Ilmiah Mahasiswa FEB Vol 3, No 1.

Referensi

Dokumen terkait

Salah satu dasar dalam jual beli adalah rukun dan syarat. Rukun dan syarat merupakan salah satu hal yang penting, tanpa rukun dan syarat maka jual beli tersebut hukumnya

Berdasarkan hasil penelitian terkait dengan analisis faktor penyebab anemia pada ibu hamil di Indonesia yaitu didapatkan adanya hubungan yang bermakna anatara

Data hasil penelitian yang diperoleh merupakan skor hasil penguasaan kom-pe- tensi pengetahuan IPS siswa dari imple- mentasi model Discovery Learning berb- antuan Media

Mások ezzel szemben kevésbé értenek egyet egy akár általános térségbeli demokratikus visszacsúszás hipotézisével, csupán a reformok lelassulására figyelnek

Dengan adanya gempa bumi terus menerus sehingga lempeng-lempeng bumi bergeser dan pergeseran itu relatif sangat kecil dan membutuhkan waktu yang sangat lama, maka

Kesimpulan penelitian ini adalah penggunaan metode pembelajaran mind mpping dapat meningkatkan prestasi belajar IPA anak tunalaras kelas V di SLB-E Bhina Putera Surakarta

Maka menjadi kebanggaan untuk diamalkan ajaran yang terkandung dalam kitab tersebut sebagai pedoman untuk mencari reda Allah AWS dan menempuh kehidupan yang berpaksikan

Syarat sah jual beli pada umumnya adalah objek barang harus diketahui.Artinya materi objek, ukuran dan kriteria mestilah jelas.Sementara, dalam jual beli dengan sistem