PERAWATAN PRA DAN PASKA OPERASI
PENDAHULUAN
Untuk mendapatkan hasil operasi semaksimal mungkin yaitu semua yang dikeluhkan pasien dapat dihilangkan , maka seorang ahli bedah haruslah mempelajari dan mengerti tentang riwayat medis dan psikis pasien yang akan dioperasinya. Walaupun perhatian utama seorang ahli bedah ginekologi terfokus pada daerah pelvik dan organ reproduksinya serta riwayat gangguan ginekologi yang pernah dialaminya , hendaknya juga meperhatikan masalah medis dan psikis lain di luar itu seperti adanya adanya riwayat penyakit-penyakit lain diluar system urogenitalnya janganlah diabaikan. 1,2
RIWAYAT PEMAKAIAN OBAT-OBATAN Penyakit jantung
Ada riwayat angina aritmia. Semua obat-obat jantung yang sedang digunakan pasien haruslah diketahui dan dipelajari dengan teliti
Penyakit tekanan darah tinggi
Apakah pasien sedang mengidap tekanan darah tinggi, dan obat-obat apa yang digunakan pasien
Kelainan endokrin
Apakah pasien menderita diabetes, sudah berapa lama dan harus diperiksa kadar gula darah terakhir dan bagaimana denga pengobatannya sekarang.
Penyakit paru-paru
Bila ada gangguan pernafasan akut, maka harus diperiksa spirometri, dan dilakukan analisa gas darah. Jika pasien adalah seorang yang perokok maka haruslah disarankan untuk menghentikan merokok beberapa hari sampai beberapa minggu sebelum operasi. Kecendrungan kelainan darah
Harus dilakukan pemeriksaan hematologi lengkap Penyakit phlebitis
Penting diketahui untuk menghindari timbulnya trmbosis
Obat-obat rematik yang sedang digunakan pasien harus dipelajari, karena obat-obat yang dapat mempengaruhi perdarahan dan pembekuan hendaknya dihentikan pemberiannya kira-kira 1 minggu sebelum operasi.
Riwayat alergik
Dengan diketahuinya obat-obat dan bahan-bahan allergen bagi pasien tentu dapat dihindari kemungkinan terjadinya reaksi alergi yang ringan maupun berat.
Konsultasi dengan dokter spesialias yang merawat pasien selama ini harus dilakukan dan disampaikan juga semua hal / tindakan yang akan dilakukan dan aspek medis paska operasinya. Sebaiknya dilakukan penganalisaan dan evaluasi pengobatan selama satu tahun dan dipelajari dampaknya pada saat ini.
RIWAYAT PEMAKAIAN OBAT-OBATAN Obat-obat antikonvulsan
Dapak menurunkan kadar kalium dan khlorida, karena itu sebelum operasi kadar keduanya harus diperiksa. Lebih dahulu
Pemakaian obat-obat kontrasepsi
Kalau memungkinkan semua obat-obat steroid sudah dihentikan setidak-tidaknya 1`bulan sebelum operasi, untuk membatasi kemungkinan terjadinya trombosis dan emboli jantungserta paru-paru. Pemakaian obat kontrasepsi untuk jerawat juga harus diketahui. Prednison dan kortison
Pemakaian prepared kortison dan prednison sebaiknya dihentikan minimal 10 hari sebelum operasi sampai 4-5 hari sesudah operasi. Pada pasien ini sebaiknya digunakan benanga yang tidak diserap, terutama untuk jahitan pada jaringan yang teregang Bila obat ini tidak dapat dihentikan pemberiannya maka perlu ditambahkan vitamin A dengan dosis 50.000 sampai 100.000 Unit perhari atau steroid anabolik untuk mengurangi efek steroid (kortison dan prednison) yang menghambat pembentukan kolagen baru dan menghambat reaksi radang. 3
Obat-obat rematik
Obat rematik dan obat-obat lain yang mengganggu hemostasis sebaiknya dihentikan 1 minggu menjelang operasi 4
Riwayat operasi
Terutama riwayat operasi pelvic dan abdomen perlu dipelajari dengan teliti, apakah ada kemungkinan perlekatan dan lain-lain.
Riwayat perdarahan abnormal dari uterus dan serviks Harus diteliti hasil Pap’smear dalam satu tahun terakhir.
Sistema urogenital.
Harus diperiksa dengan teliti sehubungan dengan riwayat mediknya. Sebaiknya dilakkan pemeriksaan ultrasonografi vaginal, sehingga didapatkan gambaran yang jelas dari sistema urogenital, misalnya kemungkinan adanya kista ovarium dan lain-lain.
Rontgen thoraks.
Dianjurkan apalagi kalau ada riwayat penyakit paru-paru sebelumnya. Elektrokardiogram
Dianjurkan pada pasien berumur di atas 50 tahun, dan pasien dengan keluhan jantung. Pemeriksaan laboratorium
Kadar hemoglobin, laju endap darah, waktu perdarahan waktu pembekuan waktu protrombin, golongan darah, kadar biokimia darah, kadar gula darah dan lain-lain bila dianggap perluharuslah ada sebelum operasi dan ditulis dalam lembaran khusus atau dalam bentuk table yang dapat dilihat dengan mudah.
Pmeriksaan HbsAg sebaiknya diperiksa karena ada laporan bahwa salah seorang residens yang membantu operasi terserang “fulminating jaundice”,disebabkan oleh Hepatitis B.2
Semua hasil pemeriksaan dianalisa dengan teliti dan secara individual, untuk mengetahui adanya kemungkinan kontraindikasi operasi. Faktor psiokologis pasien tidak kalah penting untuk diperhatikan, apakah ada kegoncangan jiwa atau ada pengalaman yang jelek pada operasi yang lalu.
Dianjurkan pemakaian stoking yang elastis sampai ke pertengahan paha, terutama pada pasien dengan varises dan ada riwayat phlebitis atau trombosis. Pemakaian stoking ini sangat bermanfaat mengurangi kemungkinan trombosis.5 Disamping mengurangi tingkat
hipotensi pada paska operasi. Tidak dianjurkan pemakaian heparin pada kasus ini karena ditakutkan akan meningkatkan risiko perdarahan selama operasi.6
Faktor usia dan harapan hidup pasien sangatlah penting diperhatikan. Misalnya pasien yang lanjut usia dan tidak mempunyai aktifitas seksual lagi, tentu fungsi kohibitasi tidak perlu diperhatikan.
Dari hasil pemeriksaan praoperasi, mungkin dapat ditemukan adanya penyakit-penyakit yang sebelumnya tidak diketahuisehingga mungkin perlu dipertimbangkan penjadwalan kebali operasi, sesudah penyakit ini diatasi.
PERSIAPAN PSIKOLOGIS PRAOPERASI
mengenai tindakan operasi beserta dampak operasi yang akan dilakukan. Dengan penanganan seperti ini diharapkan pasien memahami langkah yang diambil dokter, yang semuanya bertujuan menghilangkan penyakit selama ini, sehingga pasien akan tabah menerima setiap derita yang akan didapatinya pada waktu operasi.
Akan sama pentingnya pemahaman ahli bedah terhadap factor psikologis pasien dengan kesadaran pasien sendiri bahwa dokternya sangat mengertimengenai keadaan psikologisnya, sehingga menimbulkan kepercayaan yang besar terhadapnya dokternya.1,7,8
PERSIAPAN USUS
Persiapan usus harus dipertimbangkan untuk pasien-pasien tertentu. Pasien dengan kebiasaan usus normal ( “normal bowel habit”), tidak perlu persiapan yang rumit. Akan tetapi pengosongan rektum sebelum operasi ini dapat mengurangi rasa tidak enak di perut dan konstipasi paska operasi. Pengosongan rectum ini dapat dilakukan dengan pemberian Enema “sodium lauryl sulphoacetate pada malam sebelum operasi9
Pada kasus yang akan dilakukan rekonstruksi pelvic kolposuspensi atau reparasi vagina, perlu dilakukan persiapan usus yang baik untuk menghindari terisinya rectum pada saat operasi dan perlu diberikan laksan post operatif
MENCUKUR RAMBUT PRAOPERASI
Pencukuran rambut pada daerah operasi dirasakan sekarang ini tidak bermanfaat, karena dapat menimbulkan iritasi kulit bekas pencukuran, yang dapat menjadi fokal infeksi. Supaya operasi tidak terganggu oleh rambut yang panjang maka sebagai ganti pencukuran rambut di daerah ini digunting pendek saja. Ternyata pasien yang tidak dicukur merasa lebih enak dibandingkan dengan yang dicukur.9, 10
PEMBERIAN ANTIBIOTIKA PROFILAKSIS
Vagina merupakan suatu tempat yang sering terkontaminasi dengan berbagai bakteri. Dimana bakteri ini berbeda-beda dari satu wanita dengan wanita lainnya, baik dalam hal jenis maupun jumlahnya.1. Variasi ini berhubungan dengan factor usia, aktifitas seksual,
factor lingkungan dan kebersihan yang bersangkutan.
Sebelum operasi vagina dapat dibersihkan dengan penyemprotan antiseptik dan membersihkan dengan sabun antibakteri seperti povidone iodine (bethadine), chlorhexidine gluconate ( hibiclens) yang dapat benar-benar menjadikan vagina steril1
Risiko infeksi paska operasi sangat bermagna bila operasi vagina disertai dengan pembukaan rongga peritoneum, juga bila pada saat operasi terlalu banyak daerah-daerah yang mengalami trauma serta banyak daerah yang vaskularisasinya terganggu.
Risiko ni dapat dikurangi bila daerah ini sudah mengandung antibiotika pada saat operasi., seperti yang dianjurkan oleh Burke11, bahwa antibiotika sudah harus dijumpai
dalam sirkulasi jaringan sebelum operasi dimulai. Pemberian antibiotika paska operasi tidak perlu diteruskan kecuali ada alas an spesifik Burke juga menegaskan bahwa pemberian antibiotika profilaksis tidak akan dapat menghilangkan seluruh risiko infeksi. Ini sangat dipengaruhi oleh resistensi bakteri, tingkat trauma operasi, jumlah koloni bakteri dan tingkan daya tahan tubuh pasien. Akan tetapi pemberian antibiotika akan dapat membantu resistensi tubuh secara alamiah terhadap invasi bakteri.
paling tepat dalam jaringan yang akan dioperasi adalah 20-30 menit sesudah pemberian melalui pembuluh darah vena. Jika operasi hanya berlangsung kurang dari 2 jam, hanya diperlukan dosis tunggal, bila operasi berlangsung lebih dari 2 jam harus diberikan dosis tambahan. Pilihan antibiotika yang dianjurkan adalah sefalosporin generasi pertama seperti sefazolin yang mempunyai masa paruh sekitar 80 menit. Jika dosis kedua diberikan sesudah 2 jam maka masa paruhnya selama 120 menit.12.
Kalau pasien sensitive dengan sefalosporin dapat diberikan minisiklin, metronidazol. Klindamisin atau gentamisin.
Dengan penurunan morbiditas infeksi maka masa perawatan dan masa pemulihan dapat lebih singkat, tentu sangat mengurangi biaya perawatan.
PERAWATAN PASKA OPERASI. Pemberian antibiotika
Biasanya antibiotika diberikan paska operasi sehubungan dengan dipasanganya “Foley bag cathether” Antibiotika dimulai pada saat kateter akan diangkat. Seharusnya diambil juga pemeriksaan kultur dan resistensi urine, sehingga dapat diberikan antibiotika yang tepat untuk menghindari perkembangan mikroba yang resisten terhadap salah satu antibiotika.
Pada sore hari pertama paska operasi dilakukan pemeriksaan apakah ada nyeri ketok pada sudut kostovertebral untuk mendeteksi ada tidaknya nefritis. Bila terdapat nyeri unilateral yang tidak diharapkan, harus diperiksa IVP ( “ intravenous pyelografi “) untuk menyingkirkan adanya obstruksi ureter.
Pemberian cairan intravena diteruskan sampai pasien bias minum bebas.
Pemberian minum dapat dilakukan segera sesudah pasien sadar, dimulai dengan sedikit-sedikit, air putih atau air teh
Pemberian susu atau jus buah-buahan dan minuman bersoda sebaiknya tidak diberikan untuk menghindari pembentukan gas di dalam usus.
Makanan padat dapat dimulai setelah pasien menginginkannya. Intake makanan yang cukup baru dapat dicapai setelah nafsu makan pasien kembali pulih, biasanya sesudah hari kedua atau ketiga sesudah operasi.
Pada pasien paska reparasi fistula rektovaginalis, atau reparasi ruptura perinea tingkat IV yang sudah lama, sebaiknya dipertahankan pemberian makan cair (non residu diet) selama 2 minggu dan pada minggu ketiga diteruskan dengan jenis makanan “ low residu diet” selama 1 minggu.
Pada pasien yang menghentikan merokok tiba-tiba, mungkin timbul problem yang disebut “withdrawal of nicotine “, dimana peristaltik usus menjadi lambat dengan demikian kemungkinan terjadinya hal ini dapat diantisipasi.
Pemberian obat-obat untuk memperlunak feses atau laksatif dianjurkan pada pasien-pasien yang dilakukan kolporafia posterior atau perineorafi. Kalau tidak ada kedua tindakan ini dapat diberikanlaksatif supositoria ( dulcolax) berulang-ulang jika perlu, untuk menghindari kemungkinan terjadinya massa fekal.
dan vena abdominalis yang dapat sampai ke jatung dan paru-paru atau otak. Risiko ini dapat dikurangi dengan :
a. ambulasi ( pergerakan) sedini mungkin paska operasi. b. Larangan mengejan paska operasi
c. Pemberian oba-obat laksatif atau enema untuk merangsang pergerakan usus tanpa mengejan.
Obat-obat penghilang rasa sakit
Dapat diberikan dengan dosis kecil secara teratur untuk menghindari pengaruh akumulatif depresi pernafasan pada obat-obat ini.
Posisi pasien
Menjuntaikan kaki pada sisi tempat tidur tidak bermanfaat, bahkan dapat merugikan karena dapat meningkatkan stasis ( bendungan) darah pada tungkai. Dianjurkan pasien melenturkan kakinya, menggerak-gerakan pergelangan kaki, berubah posisi dari berbaring kesisi kiri dan kanan bergantian, Hal ini dapat dilakukan segera sesudah pasien sadar. Pasien disarankan bernafas dalam-dalam, yang ternyata sangat membantuk masalah pernafasan paska operasi. Sehari sesudah operasi pasien dapat dibantu untuk duduk di kursi disamping tempat tidur beberapa menit sebanyak 3 atau 4 kali sehari, ini dapat mempercepat pulihnya gerakan peristaltic usus. Tidak dianjurkan duduk di kloset karena dapat meregangkan jahitan. Berendam air hangat (“sit bath”) dapat dimulai pada hari kedua atau ketiga paska operasi. 1
Konsultasi
Pasien dengan penyulit seperti hipertensi atau diabetes sebaiknya selalu dievaluasi bersama-sama dengan sejawat yang terkait
Kunjungan
Kunjungan yang terlalu lama sebaiknya dihindari, terutama pada hari-hari pertama sesudah operasi karena pasien membutuhkan waktu istirahat untuk memulihkan kondisi tubuhnya sesudah operasi. Masa istirahat ini harus diselingi dengan aktifitas fisik secara bertahap seperti yang telah diuraikan diatas.
Visite di ruangan
Pasien sekurang-kurangnya diperiksa sekali sehari oleh ahli bedahnya, selama pasien dirawat . Bila dianggap perlu dapat dilakukan kunjungan tambahan.
Pemeriksaan laboratorium ulang
lebih dan pasien tidak mengidap penyakit jantung atau paru-paru, tidak memerlukan transfusi darah.
Kalau sebelum operasi pasien menggunakan stoking elastis, dapat dilepaskan pada hari ke 3 atau ke 4 paska operasi serta pasien sudah dapat melanjutak aktifitas fisiknya.
Pada pasien-pasien paska menopause tetapi masih aktif secara seksual, dapat diberikan prepared estrogenoral segera sesudah pasien boleh minum, bias ditambahkan pemberian estrogen intravagina setiap malam. Ini dapat membantu penyembuhan luka dan mengindari atrofi dinding vagina dan mempertahankan suplai darah ke vagina.
Selama paska operasi harus dilakukan beberapa kali peninjauan atau analisa ulang tentang regimen terapi yang diterapkan dan tentang obat-obat yang diberikan untuk menghindari kemungkinan adanya obat-obat yang salah atau bertentangan atau hal-hal yang tidak perlu dilakukan, sehingga koreksinya dapat dilakukan dengan segera.
SARAN-SARAN ATAU INSTRUKSI UNTUK PULANG
1. Pasien langsung kerumah dan beristirahat sehari penuh
2. Lakukan peningkatan aktifitas bertahap, selama minggu pertama di rumah, jangan lakukan aktifitas yang terlalu melelahkan atau aktifitas lain diluar kebiasaan. 3. Pada minggu ke 3 dapat berjalan-jalan di sekitar rumah. Mengemudi baru
dilakukan 1 bulan sesudah operasi.
4. Hubungi dokter untuk menentukan pemeriksaan pertama paska operasi.
5. Jangan ragu-ragu menilpon untuk meminta saran lebih lanjut kalau masih ada pertanyaan.
AKTIFITAS
Secara bertahap aktifitas ditingkatkan selama 2 minggu pertama. Jangan mengangkan barang berat, menggosok, menyemprot atau melakukan hubungan intim sebelum terlebih dulu memeriksakan diri ke dokter.
DIET
Anda dapat kembali ke pola diet yang biasa setelah pulang kerumah. Minumlah air secukupnya. Kalau sembelit dapat minum susu atau juz buah.
MANDI
Anda dapat mandi dengan menggunakan “shower, tub bath” dan mencuci rambut kapan saja. Bila terjadi demam, perdarahan, atau terdapat kesulitan kencing dan buang air besar maka segera hubungi dokter
PETUNJUK MASALAH MIKSI
pasien ke pasien lain dan dari waktu kewaktu. Karena keseimbangan ini sangat mudah terganggu, tidaklah jarang masalah ini didapatkan paska operasi abdomen dan pelvic terutama sekali pada operasi histerektomi, herniorafi, hemoroidektomi, kolporafi, episiotomi maupun laparotomi
MECEGAH KESULITAN MIKSI
Setelah kateter diangkan seringkali terjadi gangguan miksi, Sebaiknya miksi atau buang air kecil dilakukan seprivasi mungkin dan sereleks mungkin. Perawat yang membantu juga harus sabar . Von Peham dan Amreich12 mengungkapkan bahwa terdapat kesukaran
pada banyak pasien untuk miksi sedang berbaring, sedapat mungkin pasien melakukannya dalam posisi duduk yang alami. Bisa dilakukan diatas tempat tidur kalau pasien belum boleh turun. Ketegangan berlebihan ( “overdistention”) dari kandung kencing harus dihindari, karena sangat tidak enak dan sakit serta dapat mengganggu suplai darah ke dinding kandung kemih, sehingga mengganggu penyembuhan dan dapat menyebabkan kelumpuhan otot detrusor, yang akan membutuhkan waktu lama untuk memulihkannya.
Pemakaian benang-benang yang dapat diserap ternyata dapat mengurangi dampak ini yang terkait dengan berkurangnya kemungkinan perlekatan vagina dan pembengkakan jaringan pelvik
Kalau pasien mempunyai riwayat dekompensasi kandung kemih yang lama karena sistokel yang besar dan sudah lama, dimana ada hipotonia detrusos intrinsic. Dapat diberikan Urecholine ( : Bethanechole chloride”), sebelum kateter diangkat sampai beberapa hari
Pemakaian kateter silicon ternyata juga mengurangi kemungkinan iritasi mukosa uretra dibandingkan dengan kateter karet biasa.
“Bladder neck”mempunyai reseptor alfa adrenergik, bila dirangsang menyebabkan otot-otot polosnya berkontraksi, disamping itu ada juga reseotor beta yang bila dirangsang akan terjadi relaksasi dari” bladder neck” dan trigonum Litaudy. Dengan demikian obat-obat yang memblokir alfa adrenergik seperti phenoxybenzamine atau prazocin secara selektif akan menghambat spasme otot di daerah ini. Dilaporkan pemberian alfa adrenergik blcking agent phenoxybenzamine ( Dibenzyline) dengan dosis 10 mg peroral 4-5 jam sesudah operasi . Dapat diulangi sekali atau 2 kali selama 24 jam pertama, memberikan hasil yang memuaskan.12 Perlu diingat pemberian betabloker seperti
propanolol seperti inderal dapat merangsang tonus muskulus detrusor, sehingga menimbulkan hipertonia dan spasme pada “bladder neck”12
FAKTOR-FAKTOR PENYEBAB GANGGUAN PROSES MIKSI
1. Jeffcoate14 mengemukakan bahwa kecemasan merupakan yang dapat
pasien lain. Untuk menghilangkan masalah ini perlu konseling yang baik dan memberikan minum teh .
2. Pengaruh mekanis.
Faktor-faktor fisik local dapat berpengaruh pada proses miksi, diantaranya pemasangan tampon vagina, edema local, rectum yang penuh, menyebabkan terganggunya pembukaan spingter uretra internu
3. Pengaruh refleks
Sering terjadi pada pasien postpartum, episiotomi atau paska hemoroidektomi dimana dapat terjadi spasme muskulus levator dan spasme spingter uretra internum maupun eksternum. Hal ini dapat dipicu oleh perasaan malu dan gugup pasien atau adanya perasaan nyeri atau sakit di perineum. Hal ini dapat diatasi dengan sitbath.
4. Kelainan persarafan.
Adanya neuropati dapat menyebabkan hipotonia kronis kandung kencing, Biasanya ditemukan pada pasien diabetes, sifilis yang menyerang system saraf pusat sclerosis multiple, juga pada kasus HNP. Untuk mengatasi hal ini pemberian urocholine 10 mg tiga kali sehari dan dapat dinaikkan sampai mencapai 50-75 mg tiga kali sehari1
5. Hipotonia detrusor karena obat
Oba-obat penenang yang diberikan dalam jangka panjang dapat menimbulkan hipotonis kronik muskulus detrusor. Penghentian pemberian obat ini dapat memulihkan proses miksi
CARA PERAWATAN
Sebagian pasien dapat mencoba miksi dengan posisi setengah berdiri, karena dengan posisi ini spasme muskulus levator dapat dikurangi, atau dapat juga dengan kompresi manual suprapubik secara lembut.
Kalau terdapat striktura uretra dapat dilakukan dilatasi secara pelan-pelan dan lembut.
CARA PENGANGKATAN KATETER
Sebelum kateter diangkat, diambil sample urine untuk kultur dan resistensi test. Kemudian pada jam 7-8 pagi diberikan nitrofurantoin (macrodantin) sebanyak 50 gram 3 kali sehari atau sulfatrimetoprine atau methamin 1 gram sebanyak 3 kali sehari . Alfaadrenergik bloker ( 10 mg Dibenzyline) diberikan peroral1
berlebihan dan kandung kemih. Atau melakukan kateterisasi 2-3 kali sehari bila terdapat residual urine 100 ml atau lebih.
Perhatian perawat harus terfokus pada factor keramahtamahan dan perhatian yang penuh menghadapai kasus kesukaran miksi ini, terutama saat melakukan kateterisasi.
Pasien dapat diajarkan dan dilatih memasang sendiri kateter atau dilatih memasang klem pada kateter Foley pada waktu latihan miksi
Perlu dijelaskan pada pasien bahwa kesukaran miksi bukanlah hal yang langka dan biasanya tidak membutuhkan waktu lama untuk pulih kembali agar pasiennya menjadi tenang.
PERAWATAN KATETER
Kandung kemih harus diberi kesempatan istirahat untuk mencapai kesembuhan yang maksimal, yaitu dengan memasang kateter Foley, selama ini diharapkan edema dan iritasi akan berkurang. Masa penyembuhan ini sangat bervariasi dari satu orang keorang lain mulai dari beberapa hari sampai beberapa minggu.
Selama proses penyembuhan ini ginjal pasien tetap bekerja memproduksi urine yang memerlukan penyaluran lewat kandung kemih untuk dapat dibuang keluar tubuh, yaitu dengan menggunakan kateter Foley, sampai kandung kencing pulih sama sekali.
Setelah operasi kandung kencing dapat diklem beberapa saat untuk menimbulkan rangsangan miksi. Bila klem dapat bertahan 2 jam dan jumlah urine yang keluar cukup , menandakan fungsi kandung kencing sudah pulih.
KATETER SUPRAPUBIK
Digunakan pada operasi reparasi fistula vesikovaginalis yang terlalu dekat ke “ bladder neck”. Dimana dokter kemungkinan berusaha menempatkan jaringan baru untuk menutupi fistula disekitar uretra atau “bladder neck” dan vagina. Untuk mempercepat penyembuhan dapat dipasang kateter suprapubik dengan insisi kecil pada kulit abdomen daerah suprapubik. Dengan cara ini urine dibelokkan sementara dari uretra ke kateter, sampai dicapai kesembuhan.
Bila pasien belum pernah dapat estrogen (sebagai HRT), maka pemberian estrogen paska operasi dapat menimbulkan hiperemia dan edema pada “ bladder neck” yang dapat menyebabkan penyumbatan temporer pada uretra.
Faktor lain yang ikut berperanan adalah foktor motivasi dari pasien sendiri. Pasien dengan tingkat kepercayaan diri yang tinggi dapat dengan cepat mengatasi hal ini, dan akan terjadi sebaliknya pada pasien dengan dengan kepercayaan diri kurang
Karena itu pendekatan psikologis juga sangat diperlukan untuk mengatasinya.
RUJUKAN
1. Nichols DH, Randall CL. Vaginal Surgery, 3rd edition Baltimore, MA: Williams &
Wilkins, 1983: 125-139
2. Sheth S S, Studd D, Vaginal Hysterectomy. London, Martin Dunitz, 2002, 15-28 3. Hunt TK, Erlich HP, Garcia JA, et al. Effect of vitamin A onreversingthe inhibitory
effect of cortison on healing of open wounds in animals and man, Ann surgery 1969, 170 : 633-640
4. Leventhal A, Pfau A. Pharmacologic management of postoperative overdistention of the bladder. Surg Gynecol Obstet 1978 , 146: 347-348
5. Turner GM, Cole SE, Brooks JH. The efficacy of graduated compression stocking in prevention of deep vein thrombosis after mayor gynecological surgery. Br.Obstet Gynecol 1984, 91 : 588-591
6. Clarke- Pearson DL, Le Long ER,Sinan IS et al. Complication of low dose heparin prophylaxis in gynaecologic oncology surgery Obstet Gynecol 1984, 64:689-694. 7. Jackson P, Ridley WJ. Simplufied antibiotic prophylaxis for vaginal hysterectomy,
Aust NZ J Obstet Gynecol, 1979, 19:225-227.
8. Polivy J. Psychological reaction to hysterectomy: A critical review, Am J Obstet Gynecol, 1974, 118:417-426.
9. Bidmead J, Cardozo l. Preparation for surgery In :Textbook of Female Urology and Urogynaecology, Editor Cardozo L,Staskin D. Martin Dunitz. London 2002. 470-477 10. Alexander JW, Fischer JE, Boyajian M et al. The influence of hair removal methode
on wound infections Arch Surg, 1983, 118:347-352.
11. Burke JF. Use of preventive antibiotic in clinical surgery. Am Srg 1973, 39: 6-11. 12. Polk BF, Shapiro M, Goldstein P. et al . Randomize clinical trial of perioperative