• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGARUH IMBALAN DAN GAYA KEPEMIMPINAN T

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "PENGARUH IMBALAN DAN GAYA KEPEMIMPINAN T"

Copied!
19
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH IMBALAN DAN GAYA KEPEMIMPINAN TERHADAP KEPUASAN KERJA DAN KINERJA PEGAWAI NEGERI SIPIL (PNS)

DI LINGKUP PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN KONAWE

Ilham, G2D1 08 100.

Pascasarjana Program Studi Ilmu Manajemen Universitas Haluoleo Kendari

A B S T R A K

ILHAM, G2D1 08 100, Judul Penelitian “Pengaruh Imbalan Dan Gaya Kepemimpinan Terhadap Kepuasan Kerja Dan Kinerja Pegawai Negeri Sipil (PNS) Di Lingkup Pemerintah Daerah Kabupaten Konawe” dibawah bimbingan Bapak Dedy Takdir Syaifuddin, sebagai Pembimbing. I dan Bapak La Ode Kalimin, selaku Pembimbing. II.

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menguji dan menganalisis : 1). Pengaruh Imbalan () terhadap Kepuasan Kerja (), 2). Pengaruh Imbalan terhadap Kinerja PNS di Lingkup Pemerintah Kab. Konawe, 3). Pengaruh Gaya Kepemimpinan () terhadap Kepuasan Kerja PNS () di Lingkup Pemerintah Kab. Konawe, 4). Pengaruh Gaya Kepemimpinan () terhadap Kinerja PNS () di Lingkup Pemerintah Kab. Konawe, Dan 5). Pengaruh Kepuasan Kerja () terhadap Kinerja PNS () di Lingkup Pemerintah Kab. Konawe.

Penelitian ini di lakukan di Kabupaten Konawe Provinsi Sulawesi Tenggara, sebagai objek penelitian yang dipilih adalah seluruh Pegawai Negeri Sipil di Lingkup Pemerintah Kabupaten Konawe yang tersebar di Sekretariat Daerah, DPRD, KPU, Dinas, Badan/ Lembaga Tehnis Lainnya, Kecamatan dan Kelurahan dengan jumlah pegawai sebanyak 7.183 dengan sampel penelitian adalah sebanyak 153 PNS, dengan teknik pengumpulan data Observasi, Wawancara, serta Kuisioner, terhadap PNS di Lingkup Pemerintah Kab. Konawe selama 3 bulan, alat analisis yang digunakan adalah software SPSS (Statistical Product and Service Solutions) for Windows versi 16.0 dan AMOS versi 16.0.

Hasil penelitian adalah Imbalan berpengaruh signifikan terhadap Kepuasan Kerja dengan nilai signifikasi variable adalah 0,187 nilai probabilitas 0,056, Imbalan berpengaruh signifikan terhadap Kinerja PNS nilai signifikasi variable -0,296, nilai probabilitas 0,022, Gaya Kepemimpinan berpengaruh signifikan terhadap Kepuasan Kerja PNS nilai signifikasi variable 0,266, nilai probabilitas 0,041 dan Gaya Kepemimpinan berpengaruh signifikan terhadap Kinerja PNS nilai signifikasi variable 0,304 nilai probabilitas 0,059, serta Kepuasan Kerja berpengaruh signifikan terhadap Kinerja PNS nilai signifikasi variable 0,306, nilai probabilitas 0,057, di Lingkup Pemerintah Kab. Konawe. Berdasarkan hasil analisis diperoleh kesimpulan bahwa faktor imbalan dan gaya kepemimpinan pada objek penelitian ini sangat menentukan kepuasan kerja maupun kinerja PNS di Lingkup Pemerintah Kabupaten Konawe.

Kata Kunci :Imbalan, Gaya Kepemimpinan, Kepuasan Kerja dan Kinerja PNS.

ABSTRACT

Ilham (G2D1 08 100), Leadership Style and Reward influence toward Employee Job Satisfaction and Performance in Konawe District Governance Units Scope. Under advisors committee, the first advisor:Dedy Takdir Syaifuddin, and the second advisor: La Ode Kalimin.

The objective of this research is to test and analyzing the influence of the respective variables as follows : 1) the reward toward job satisfaction, 2) the reward toward the office public servants job satisfaction, 3) the leadership style toward job satisfaction, 4) the leadership style toward job performance of the staffs in the office, 5) the job satisfaction toward the office public servants job performance.

The research was conducted in Konawe District, Southeast Sulawesi in which the population of this research is the whole public servants of the office amounted to 7.183 persons that covering secretary main division, the local election commission, local government working units and other institution including the sub-district and the village government offices under Konawe District governance. 153 persons was taken as sampling in which by c using quesionairs, interview and documentation data was collected for 3months whilst to analyze the collected data the software of SEM (structural equation modeling) version 16.0 and SPSS (Statistical Product and Service Solutions).

The result of this research has ascertained that : 1) the reward has significantly influenced job satisfaction at 0,187 probability 0,056, the reward significantly influenced job performance at -0,296 probability 0, 022, the leadership style significantly influenced the job satisfaction at 0, 266 probability 0,041 and the leadership style significantly influenced the job performance at 0,304 probability 0, 059, as well as the job satisfaction significantly influenced job performance at 0,306 probability 0,057. On the basis of the analysis the research concluded that the dominant factor in determining the job satisfaction is working condition. The focus of the condition could be brought about the representing conducive working environment

(2)

Latar Belakang

Kabupaten Konawe merupakan salah satu Dua Belas Kabupaten/ Kota yang ada di Porvinsi Sulawesi Tenggara, Kabupaten Konawe dengan Ibu Kota Unaaha berjarak sekitar 73 Km dari Kota Kendari Ibu Kota Provinsi Sulawesi Tenggara, secara georgrafis berada dibagian selatan garis khatulistiwa, Kabupaten Konawe ibu kotanya Unaaha. Melintang dari Utara ke Selatan antara 02045 dan 04015’ lintang Selatan, membujur dari Barat ke Timur antara 121015’ dan 123015’ bujur Timur. Batas Wilayah : Sebelah Utara berbatasan dengan Provinsi Sulawesi Tenggara dan Konawe Utara, Sebelah Timur berbatasan dengan Laut Banda dan Laut Maluku, Sebelah Selatan berbatasan dengan Kabupaten Konawe Selatan dan Sebelah Barat berbatasan dengan Kabupaten Kolaka (Kab. Konawe Dalam Angka 2009).

Kedudukan Kabupaten Konawe secara administrative berbatasan langsung dengan wilayah: Sebelah Utara dengan Kab. Konawe Utara, Sebelah Timur berbatasan dengan Laut Banda dan Laut Maluku, Sebelah Selatan berbatasan dengan Kabupaten Konawe Selatan dan Kota Madya Kendari, dan Sebelah Barat berbatsan dengan wilayah Kabupaten Kolaka.

Kabupaten Konawe adalah salah satu Daerah Tingkat II di Provinsi Sulawesi Tenggara, Indonesia. Ibu kota kabupaten ini terletak di Unaaha. Dulu kabupaten ini bernama Kabupaten Kendari. Kabupaten ini memiliki luas wilayah 666, 652 Ha atau 17,48 persen dari luas wilayah daratan Sulawesi Tengaara dan berpenduduk sebanyak 228.706 (Konawe Dalam Angka 2009).

Sejak diterapkannya Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 yang sekarang ini telah diganti dengan Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah, menandai diimplementasikannya otonomi daerah. Kabupaten Konawe adalah merupakan daerah otonom yang telah memekarkan dua Kabupaten pemekarannya yaitu Kabupaten Konawe Selatan dan Konawe Utara, sebagai daerah induk maka ada banyak hal sebagai tantangan dalam menata sistem Pemerintahnya untuk lebih baik (Good Gavernance), Misi utama dari pelaksanaan otonomi daerah adalah penyerahan sebagian besar kewenangan dari Pemerintah Pusat kepada Pemerintah Daerah, termasuk di dalamnya kewenangan di bidang kepegawaian. Konsekuensi dari penyerahan kewenangan ini, di satu sisi daerah diberikan keleluasaan untuk mengurus rumah tangganya sendiri dengan segala potensi yang dimiliki, tetapi di sisi lain mengandung tanggung jawab yang besar atas keberhasilan pelaksanaan otonomi daerah. Penyerahan kewenangan di bidang kepegawaian telah mengakibatkan terjadinya perubahan struktur organisasi dan sistem kerja, Hal ini tentu menuntut kinerja yang tinggi, untuk dapat melaksanakan tugas-tugas di bidang kepegawaian dengan baik. Untuk itu setiap organisasi sperti instansi pemerintah akan

berupaya dan berorientasi pada tujuan jangka panjang yaitu berkembangnya organisasi yang diindikasikan dengan meningkatnya kinerja, sejalan itu pula dengan meningkatnya kesejahteraan para pegawainya. Namun dalam prakteknya untuk mencapai tujuan tersebut organisasi sering menghadapi kendala yang salah satu faktornya adalah ketidakpuasan kerja dari para pegawainya. Sebagai akibatnya dapat berpengaruh kepada kinerja pegawai maupun kinerja organisasi secara keseluruhan. Indikator kepuasan atau ketidakpuasan kerja pegawai dapat diperlihatkan oleh beberapa aspek diantaranya: Jumlah kehadiran pegawai atau jumlah kemangkiran, Perasaan senang atau tidak senang dalam melaksanakan pekerjaan, Perasaan adil atau tidak adil dalam menerima imbalan, Suka atau tidak suka dengan jabatan yang dipegangnya, Sikap menolak pekerjaan atau menerima dengan penuh tanggung jawab, Tingkat motivasi para pegawai yang tercermin dalam perilaku pekerjaan, Reaksi positif atau negatif terhadap kebijakan organisasi, Unjuk rasa atau perilaku destruktif lainnya.

Dalam 2 (Dua) tahun terakhir sangat dirasakan adanya ketidak stabilan system pemerintahan di Kabupaten Konawe ini di gambarkan dengan adanya berbagai peristiwa seperti terjadinya pemutasian secara besar-besaran yang tidak lagi mengedepankan azas pengembangan karir (PNS Jabatan Karir), terjadinya peningkatan jumlah pegawai yang memilih pindahan ke daerah pemekaran seperti ke Kabupaten Konawe Selatan, Konawe Utara dan Kota Madya yang tidak lain adalah daerah pemekaran dari daerah Kabupaten Konawe sebagai Kabupaten Induk, ini tidak lain adalah reaksi dari tidak tercapainya keinginan merekan bekerja seperti tidak adanya jaminan kepuasan kerja dalam menjalankan tugas-tugas sebagai PNS.

Hal ini telah diperkuat dengan adanya beberapa kali penelitian yang dilakukan dalam rangka menguji dan menganalisis tentang gaya kepemimpinan, kepuasan kerja dan kinerja pegawai negeri sipil (PNS) dilingkup Pemerintah kabupaten konawe, dimana variabel tersebut disimpulkan mempunyai peran dan pengaruh signifikan (Irwansyah : 2009 dan Latuanda : 2009).

Berkenaan dengan masalah kepuasan kerja pegawai tersebut, sebenarnya banyak faktor yang mempengaruhi ketidakpuasan pegawai dalam pekerjaannya diantaranya adalah sistem imbalan yang dianggap tidak adil serta gaya kepemimpinan yang ada menurut persepsi pegawai. Karena setiap pegawai akan selalu membandingkan antara rasio hasil dengan input dirinya terhadap rasio hasil dengan input orang lain. Perlakuan yang tidak sama baik dalam reward maupun punishment merupakan sumber kepuasan atau ketidakpuasan pegawai.

(3)

Pemerintah sehingga mampu menciptakan kepuasan kerja yang baik yang pada akhirnya terja pencapaian kinerja yang baik. Fenomena yang terjadi di Lingkup Pemerintah Kabupaten Konawe, disinyalir kepuasan kerja dan kinerja pegawai negeri sipil (PNS) masih perlu ditingkatkan, atas adanya indikasi menurunnya semangat kerja pegawai, kehadiran dan meninggalkan tempat kerja tidak tepat waktu, jenuh bekerja, dan adanya kecenderungan tidak mematuhi ketentuan/ instruksi. Oleh karena itu, dalam penelitian ini akan dianalisis berapa besar pengaruh imbalan dan gaya kepemimpinan terhadap kepuasan kerja dan kinerja pegawai negeri sipil (PNS) di Lingkup Pemerintah Kabupaten Konawe, dan faktor-faktor apakah yang paling dominan mempengaruhi kinerja pegawai, serta upaya apa yang perlu diprioritaskan untuk meningkatkan kinerja pegawai.

Faktor pengaruh lain yang perlu dipertimbangkan adalah konteks pekerjaan atau lingkungan pekerjaan seperti, gaya kepemimpinan, hubungan dengan rekan kerja, dan lain-lain. Meskipun banyak faktor yang dapat mempengaruhi kepuasan kerja pegawai dalam suatu organisasi tetapi mengingat keterbatasan penulis untuk mengupas seluruh factor penyebabnya maka setelah dilakukan studi awal (penjajagan) kepada obyek penelitian yaitu Pegawai Negeri Sipil (PNS) di Lingkup Pemerintah Kab. Konawe, penulis akan membatasi kepada dua variabel bebas yaitu sistem imbalan dan gaya kepemimpinan saja.

Penelitian yang dilakukan akan diarahkan pada pengumpulan dan analisis data untuk mengetahui ada tidaknya pengaruh dan korelasi pada persepsi pegawai mengenai: (1). Imbalan yang diterima pegawai negeri sipil (PNS) di Lingkup Pemerintah Kab. Konawe terhadap kepuasan kerjanya, (2). Gaya kepemimpinan terhadap kepuasan kerja para pegawainya (3). Sistem imbalan dan gaya kepemimpinan secara bersama-sama terhadap kepuasan kerja dan kinerja pegawai negeri sipil (PNS) di Lingkup Pemerintah Kabupaten Konawe.

Untuk lebih mengefektifkan proses pengumpulan data dan pengolahannya perlu diidentifikasi aspek-aspek yang akan diteliti dan menjadi ruang lingkup penelitian, yaitu : kondisi psikologis yang menyangkut tingkat kepuasan umum para pegawai dalam melaksanakan pekerjaan atau menerima tugas yang dibebankan kepadanya. Oleh karena itu dalam penelitian perlu melihat aspek-aspek yang menjadi indikator kepuasan seperti: kesukaan dalam melaksanakan pekerjaan, kehadiran di tempat kerja, motivasi kerja, tanggung jawab, reaksi atas kebijakan, potensi destruktif, dan lain-lain. Persepsi pegawai terhadap sistem imbalan yang diberlakukan meliputi: gaji pokok, tunjangan, insentif. Persepsi pegawai terhadap gaya kepemimpinan dengan mengacu kepada tiga jenis gaya kepemimpinan yaitu: situasional, transaksional, dan transformasional. Aspek-aspek tersebut akan digali dari para responden yaitu pegawai negeri sipil (PNS) di Lingkup Pemerintah Kab.

Konawe melalui instrumen penelitian kuesioner yang didesain untuk kepentingan penelitian, tujuan yang telah ditetapkan serta menelaah catatan-catatan dan laporan-laporan yang relevan untuk melengkapi data dan analisisnya.

Penelitian tentang kepuasan kerja sampai saat ini masih menjadi topik menarik, karena memberikan beberapa manfaat baik bagi organisasi, karyawan maupun masyarakat. Bagi organisasi swasta atau instansi publik, penelitian mengenai kepuasan kerja dilakukan dalam rangka usaha meningkatkan produksi atau kinerja, dan efisiensi melalui perbaikan sikap dan perilaku karyawan. Hal ini seperti yang diungkapkan As'ad (1999: 102) bahwa kepuasan kerja karyawan merupakan masalah yang penting, karena ada bukti yang kuat kepuasan kerja memberi manfaat yang besar bagi kepentingan individu, industri, dan masyarakat.

Kepuasan kerja secara umum

menyangkut

kondisi perasaan atau emosi seseorang terhadap pekerjaan. Seseorang yang puas dengan pekerjaannya dapat dicerminkan sikap positif atau perasaan senang terhadap tugas pekerjaan. Selain itu dalam bekerja ditunjukkan adanya gairah dan semangat kerja, disiplin dan sebagainya. Menurut Handoko (2000: 193) kepuasan kerja adalah suatu keadaan emosional yang menyenangkan atau tidak menyenangkan para pegawai dalam memandang pekerjaan mereka. Kepuasan kerja menitikberatkan pada perasaan seseorang terhadap pekerjaannya yang dapat dicerminkan dari perasaan senang atau tidak senang terhadap pekerjaan. Karyawan yang puas dengan pekerjaanya apabila mereka merasa senang terhadap pekerjaannya, demikian sebaliknya pegawai yang tidak puas dengan pekerjaannya cenderung merasa tidak senang terhadap pekerjaannya.

(4)

pekerja dan pimpinan perusahaan, artinya pegawai jangan sampai dijadikan alat pemerasan dalam mengejar angka - angka produksi atau kinerja pegawai. Sistem upah sebaiknya bisa mempunyai potensi untuk mendorong semangat kerja karyawan dalam produktivitas kerja. Selain upah dasar (standard) perlu disediakan pula upah perangsang sebagai imbalan tenaga yang dikeluarkan oleh pegawai. Apabila kebutuhan pokok sehari-hari secara wajar sudah terpenuhi, maka gaji tidak/ bukan faktor utama yang menyebabkan kepuasan kerja, karena masih ada faktor-faktor lain yang mempengaruhi kepuasan kerja seseorang. Lingkungan di tempat kerja dapat menyangkut hubungan kerja antar rekan kerja atau kondisi fisik lingkugan kerja. Lingkungan kerja yang baik apabila mampu mendukung efektifitas tugas pekerjaan baik karyawan secara sosial akan meningkatkan kepuasan kerja karyawan.

Tinjauan Pustaka

Menurut Sugiyono (2004:32) variabel adalah suatu atribut atau sifat atau nilai dari orang, obyek atau kegiatan yang mempeunyai variasi tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan ditarik kesimpulannya. Setelah menetukan berbagai konsep dan teori tertentu, peneliti perlu menetukan variabel panelitian dan selanjutnya merumuskan hipotesis berdasarkan hubungan antara variabel.

Sesuai dengan judul tesis ini, yaitu Pengaruh Imbalan dan Gaya Kepemimpinan terhdap Kepuasan Kerja dan Kinerja Pegawai Negeri Sipil Dilingkup Pemerintah Kab. Konawe, terdapat empat variabel dalam penelitian ini yaitu faktor(factors)yang diukur dengan menggunakan indikator-indikator masing-masing. Variabel laten mencakup variabel bebas, perantara dan tergantung. Variabel "exogenous" merupakan variabel bebas dengan tanpa variabel penyebab sebelumnya. Variabel "endogenous" merupakan variabel perantara yang dapat sebagai efek dari variabel exogenous lainnya atau variabel perantara, dan merupakan penyebab terhadap variabel perantara lainnya dan variabel tergantung, serta dapat berfungsi sebagai variabel tergantung sebenarnya. variabel eksogen dan variabel endogen. Adapun indikator variabel yang digunakan mengacu pada teori yang telah dikemukakan pada pembahasan sebelumnya, variabel tersebut adalah :

1. Variabel Imbalan (X) adalah variabel eksogen bebas ini, merupakan variabel laten yang diukur dengan tiga dimensi yakni Gaji Pokok (X1.1),

Tunjangan (X1.2) dan Insentif (X1.3).

2. Gaya Kepemimpinan (X) adalah variabel eksogen terhadap presepsi PNS tentang gaya kepemimpinan yang ada. Indikator dari variabel ini adalah Kepemimpinan Situasional (X2.1), Kepemimpinan

Transaksional (X2.2) dan Kepemimpinan

Trasformasional (X2.3)

3. Kepuasan Kerja (Y) adalah variabel endogen yang menghubungkan pengaruh imbalan dan gaya

kepemimpinan terhadap kinerja PNS. Pada variabel ini terdapat lima indikator yang akan digunakan oleh peneliti yaitu Atasan (Supervision) (Y1.1),

Rekan Kerja (Workers) (Y1.2), Promosi

(Promotion) (Y1.3), Kondisi Kerja (Y1.4) dan

Pekerjaan itu sendiri(Work It self) (Y1.5).

4. Kinerja PNS (Y) adalah variabel endogen kedua dengan indikator yang akan digunakan oleh peneliti yaitu Kualitas Kerja (Y2.1), Kuantitas Kerja

(Y2.2), Kreativitas (Y2.3), Pengetahuan Mengenai

Pekerjaan (Y2.4), Inisiatif (Y2.5), Ketergantungan

(Y2.6) dan Kualitas Pribadi (Y2.7).

A. Model Hubungan Antar Variabel Penelitian Mengacu pada kajian empiris dan teori yang telah di paparkan sebelumnya, sebagai acuan dan landasan berfikir agar memudahkan peneliti dalam menjelaskan hubungan antar variabel, maka diuraikan pula pengaruh antar variabel yang dibangun dalam riset ini sebagai berikut :

1. Pengaruh Imbalan Terhadap Kepuasan Kerja dan Kinerja Pegawai

Menurut Cherrington (1989) pada Paulus Tamie (1996: 46), kepuasan kerja merupakan fungsi dari reward (imbalan) yang diterima seseorang. Sebagai patokan umum, orang merasa lebih puas sejauh mereka dihargai lebih tinggi. Menurut Porter-Lawler pada Sri Purnomowaty (1994:19) seseorang akan merasa puas apabila imbalan yang di terima dirasa pantas atau lebih dari memadai. Konsep imbalan dalam arti organisasional meliputi hubungan pertukaran. Para ahli mengemukakan konsep imbalan sebagai berikut: Imbalan adalah pengganti dari kesediaan, kemampuan, dan performasi kerja seseorang di dalam hubungan kerja (Henderson, 1979). Konsep ini biasanya disebut sebagai proses pertukaran anatara pemberi kerja dengan pekerja. Di dalam penelitian ini, imbalan didefinisikan sebagai apa yang diterima seseorang apabila ia melakukan pekerjaannya dengan baik.

Menurut Handoko. Pemberian kompensasi dapat meningkatkan motivasi dan kepuasan kerja karyawan (Handoko, 2003: 155). Adanya kompensasi yang memadai dapat membuat karyawan termotivasi untuk bekerja dengan kinerja yang baik pula, mencapai prestasi seperti yang diharapkan perusahaan, serta dapat meningkatkan tingkat kepuasan karyawan.

Penelitian ini mengadopsi sebagian dimensi teori yang dikembangkan oleh: Gary Dessler (2003:349-350) dan Nawawi (2003:325). Masing-masing Gaji Pokok (X1.1), Tunjangan (X1.2) dan Insentif (X1.3).

2. Pengaruh Gaya Kepemimpinan Terhadap Kepuasan Kerja dan Kinerja Pegawai.

(5)

kepemimpinan pada dasarnya merupakan perwujudan dari tiga komponen, yaitu pemimpin itu sendiri, bawahan, serta situasi di mana proses kepemimpinan tersebut diwujudkan.

Menurut Hersey dan Blanchard, pimpinan adalah seseorang yang dapat mempengaruhi orang lain atau kelompok untuk melakukan unjuk kerja maksimum yang telah ditetapkan sesuai dengan tujuan organisasi. Organisasi akan berjalan dengan baik jika pimpinan mempunyai kecakapan dalam bidangnya, dan setiap pimpinan mempunyai keterampilan yang berbeda, seperti keterampilan teknis, manusiawi dan konseptual.

Perilaku pemimpin merupakan salah satu faktor penting yang dapat mempengaruhi kepuasan kerja. Menurut Miller et al. (1991) menunjukkan bahwa gaya kepemimpinan mempunyai hubungan yang positif terhadap kepuasan kerja para pegawai. Hal ini dibuktikan oleh Blakely (1993) dimana pekerja yang menerima penghargaan dari penyelia yang lebih tinggi dibandingkan dengan penilaian mereka sendiri akan lebih puas, akan tetapi penyeliaan yang terlalu ketat akan menyebabkan tingkat kepuasan yang rendah (King et al.,1982).

Oleh sebab itu pemimpin suatu organisasi perusahaan/ instansi dituntut untuk selalu mampu menciptakan kondisi yang mampu memuaskan pegawai dalam bekerja sehingga diperoleh pegawai yang tidak hanya mampu bekerja akan tetapi juga bersedia bekerja kearah pencapaian tujuan organisasi, maka pimpinan seharusnya dapat menyelaraskan antara kebutuhan-kebutuhan individu dengan kebutuhan organisasi yang dilandasi oleh hubungan manusiawi (Robbins, 2001: 18). Sejalan dengan itu diharapkan seorang pimpinan mampu memotivasi dan menciptakan kondisi sosial yang menguntungkan setiap pegawai sehingga tercapai kepuasan kerja pegawai yang berimplikasi pada meningkatnya produktivitas kerja pegawai (kinerja baik).

Indikator pengukuran yang digunakan dalam penelitian ini untuk mengukur gaya kepemimpinan di adopsi dari teori Hersey and Blancard (1979), Bass (1985) dan Burns (1978) dalam Bass (1985) yaitu: Kepemimpinan Situasional (X2.1), Kepemimpinan

Transaksional (X2.2) dan Kepemimpinan

Transformasional (X2.3). Sedangkan untuk mengukur

kinerja pegawai adalah teori dari oleh James A. F. Stoner dan R.E. Freeman (Dharma, 2001:554), masing-masing: Kuantitas kerja (quantity of work), Kualitas kerja (quality of work), Kreativitas (creativeness), Pengetahuan mengenai pekerjaan (knowledge of job), Inisiatif (initiative), Ketergantungan (dependability), dan Kualitas Pribadi (personal quality).

3. Pengaruh Kepuasan Kerja Terhadap Kinerja PNS

Kepuasan kerja merupakan hal yang bersifat individual. Setiap individu mempunyai tingkat kepuasan yang berbeda-beda, seperti yang

didefinisikan oleh Kreitner & Kinicki (2005), bahwa kepuasan kerja sebagai efektivitas atau respons emosional terhadap berbagai aspek pekerjaan. Definisi ini mengandung pengertian bahwa kepuasan kerja bukanlah suatu konsep tunggal. Handoko (2001) mengatakan bahwa kepuasan kerja sebagai respon emosional menunjukkan perasaan yang menyenangkan berkaitan dengan pandangan pegawai terhadap pekerjaannya.

Kepuasan kerja adalah suasana psikologis tentang perasaan menyenangkan atau tidak menyenangkan terhadap pekerjaan mereka (Davis, Keith, 1985). Sementara itu Porter dan Lawler dalam Bavendam, J. (2000) menjelaskan bahwa kepuasan kerja merupakan bangunan unidimensional, dimana seseorang memiliki kepuasan umum atau ketidakpuasan dengan pekerjaannya.

Merujuk pada berbagai pendapat tersebut dapat disimpulkan mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi kepuasan kerja pegawai dalam rangka peningkatan prestasi kerjanya adalah: (a) faktor psikologik, merupakan faktor yang berhubungan dengan kejiwaan pegawai yang meliputi minat, ketenteraman dalam kerja, sikap terhadap kerja, bakat, dan keterampilan; (b) faktor sosial, merupakan faktor yang berhubungan dengan interaksi sosial baik sesama pegawai, dengan atasannya, maupun pegawai yang berbeda jenis pekerjaannya; (c) faktor fisik, merupakan faktor yang berhubungan dengan kondisi fisik lingkungan kerja dan kondisi fisik pegawai, meliputi jenis pekerjaan, pengaturan waktu kerja dan waktu istirahat, perlengkapan kerja, keadaan ruangan, suhu penerangan, pertukaran udara, kondisi kesehatan pegawai, umur, dan sebagainya; (d) faktor finansial, merupakan faktor yang berhubungan dengan jaminan serta kesejahteraan pegawai yang meliputi sistem dan besarnya gaji, jaminan sosial, macam-macam tunjangan, fasilitas yang diberikan, promosi, dan sebagainya.

Dalam penelitian ini yang menjadi indicator pengukuran kepuasan kerja diadosi dari teori Schermerhorn (1991) dan Stephen, P Robins (1996), dengan indikator pengukuran adalah: Atasan (Supervision) (Y1.1), Rekan Kerja (Workers) (Y1.2),

Promosi (Promotion)(Y1.3), Kondisi Kerja (Y1.4), dan

Pekerjaan itu sendiri (Work It self)(Y1.5).

Metode Penelitian Uji Instrumen Penelitian

1. Uji Validitas

(6)

korelasi harus signifikan berdasarkan ukuran statistik tertentu, dikatakan valid apabila kaidah yang digunakan untuk mempertahankan suatu butir adalah korelasi harus positif, dan p paling tinggi adalah 0,05 kemudian menurut Cronbach, 970 (Solimun: 2002) koefisien validitas yang memuaskan minimal 0,30. 2. Uji Realibiltas

Selain itu instrumen juga harus reliabel. Instrumen dapat dikatakan reliabel jika alat ukur tersebut menghasilkan hasil-hasil yang konsisten, dengan demikian instrumen ini dapat dipakai dengan aman karena dapat bekerja dengan baik pada waktu yang berbeda dalam kondisi yang berbeda (Cooper and Emory, 1996). Untuk menguji tingkat reliabilitas instrumen dalam penelitian ini dilakukan melalui uji internal Concistency dengan menggunakan koefiesien Alpha Cronbach. Menurut Sekaran (1992: 287) nilai koefisien Alpha Cronbach dikatakan baik mempunyai koefisien antara 0,06 sampai 1,00.

Uji SEM (Structural Equation Modeling)

Ada beberapa hal yang harus diperhatikan sebelum melakukan pengujian model struktural dengan pendekatan SEM, yaitu :

1. Asumsi Kecukupan Sampel

Sampel yang harus dipenuhi dalam permodelan ini berjumlah minimum 100 dan selanjutnya menggunakan pebandingan 5 observasi untuk setiap estimasi parameter yaitu 5 x jumlah indikator. Karena dalam penelitin ini dikembangkan model dengan parameter 18 parameter, maka minimum sampel yang digunakan adalah sebanyak 153 sampel.

2. Asumsi Normalitas

Dalam SEM terutama bila diestimasi dengan teknik maximum likelihood mensyaratkan sebaiknya asumsi normalitas pada data terpenuhi. Untuk menguji asumsi normalitas maka digunakan nilai z statistik untuk skewness dan kurtosisnya. Curran et al., dalam Ghozali dan Fuad (2005).

Apabila Z-value pada Skewaness data lebih besar dari inlai krisis (P ≥ α), maka diasumsikan bahwa distribusi data tidak normal. Nilai kritis dapat ditentukan berdasarkan tingkat signifikasi yang

dikehendaki, dalam hal ini α = 0,01 nilai kritisnya ±

2,58. Jadi syarat normalitas data adalah ≤ 2,85 untuk P

≤ 0,01.

3. Asumsi Outlers

Outliers adalah observasi atau data yang memiliki karakteristik unik yang terlihat sangat berbeda jauh dari observasi-observasi lainnya dan muncul dalam bentuk nilai ekstrim, baik untuk sebuah variabel tunggal atau variabel kombinasi (Hair et al. Dala Ferdinand, 2002: 97).

Dalam analisis multivarariate adanya outliers dapat diuji dengan statistik Chi Square terhadap niali mahalanobis distance square pada tingkat signifikansi 0,01 dengan degree of freedom sejumlah variabel yang digunakan dalam penelitian (ferdinand, 2002: 103), dalam hal ini variabel yang dimaksud jumlah

item pengukuran pada model, bila terdapat observasi yang mempunyai nilai mahalanobis distance square yang lebih besar dari Chi Square maka observasi tersebut dikeluarkan dari analisis.

4. Uji Multikolinearitas Data

Uji multikolinearitas data dilihat melalui matrik kovarians. Nilai determinasi matruks kovarians yang sangat kecil menunjukkan indikasi terdapat masalah multikolinearitas singularitas, sehingga data tidak dapat digunakan untuk penelitian. Nilai determinan yang sangat kecil atau mendekati nol mengidentifikasi yang terjadi multikolinearitas data sehingga data tersebut tidak dapatdigunakan dalam penelitian, (Ghozali, 2004).

5. Uji Linearitas data

Uji linearitas dapat dilihat dari sebaran data yang ditunjukkan dengan

scatter plot

dan

terd linear.

Data dikatakan memenuhi syarat linearitas jika scatter plot data bertebaran dan mengikuti garis trend linear. Uji linearitas dilakukan untuk melihat apakah model yang digunakan merupakan model linear dimana pengertian linear adalah peningkatan atau penurunan variasi pada kriterium diikuti secara konsisten oleh peningkatan atau penurunan pada predicator sehingga pola hubunganya membentuk garis lurus Hair et al .,(2006).

6. Uji Kesesuaian Model (Fit Modle)

Analisis kesesuaian model digunakan untuk mengetahui derajat kesesuaian model yang diestiminasi dengan data hasil observasi. Model yang di bangun dalam penelitian ini dikatakan sesuai dengan data hasil observasi jika nilai chi-kuadrat tidak siknifikan, RMSEA, ≤ 0,08, GFI ≥ 0,90, AGFI ≥ 0,90, NFI ≤ 0,90 dan TLI ≤ 0,95. Jika model yang dibangun belum layak diterima. maka langka selanjutnya melakukan modifikasi model untuk mendapatkan model yang fit.

Uji Konfirmatori Faktor (confirmatory factor analysis) Variabel.

Analisis ini dapat digunakan untuk melihat apakah indikator-indikator variabel memiliki kemaknaan yang cukup untuk mendefinisikan variable laten yang dibentuk. Untuk menguji apakah konstruk dibentuk melalui indicator, dapat dilakukan pengujian nilai dan signifikansi koefisien lamda dari masing-masing indikator (Ferdinand, 2005).

Kriteria pengujiannya adalah memperhatikan

nilai probabilitas (p) dari nilai koefisien lambda (λ). Jika niali p lebih kecil dari nilai α (0,05) maka

indicator atau dimensi tersebut dapat digunakan untuk membentuk konstruk yang diukurnya. Dengan kata lain bahwa niali lambda (λ) nailai lambda digunakan untuk nilai ini cocok dari indicator atau dimensi.

Rancangan Uji Hipotesis

(7)

syarat. Setelah model diestiminasi, residualnya harus kecil atau mendekati nol (0) dan distribusi frekwensi civarians residual harus bersifat simetriks. SEM juga dapat digunakan untuk pengujjian model baik yang bersifat menguji ulang suatu konsep ataupun pengujian terhadap suatu model yang akan dikembangkan, menggunakan theory trimming.

Modifikasi model dilakukan berdasrkan indeks modifikasi dan justifikasi teori dengan cara: 1). Menambah jalur baru (model buiding) atau menghilangkan yang tidak signnifikan (model trimming), 2). Menghubungkan indikator variable penilitian berdaskan petunjuk indeks modifikasi danjustifikasi teori. Dalam konteks SEM, residu yang dimaksud bukan residu skor sepeti pada pemodelan multivariate lainnya, melainkan residu dari kovarians. Hair, et al, (2006) memberkan sebuah pedoman untuk mempertimbangkan perlu tidaknya modifikasi sebuah model yaitu dengan melihat jumlah residu adalah 5 %. Bila jumlah residu lebih dari 5% dari semua residu kovarians yang dihasilkan oleh model, modifikasi mulai perlu dipetimbangkan . selanjutnya bila ditemukan nilai residu yang dihasilkan oleh model besar ( > 2,58 ), cara lain dalam memodifikasi adalah mempertimbangkan sebuah alur baru terhadap model yang diestiminasi. kemudian apabila model kurang baik dapat dilakukan modifikasi dengan melihat indeks modifikasinya. Bila indeks modifikasi > 4 jalur dipertimbangkan ditambah atau dihilangkan. selain itu chi-square (X2) turun sebesar 4 (empat) dianggap cukup bermakna.

Interpretasi Model Dan Modifikasi Model

Langkah terakhir adalah mengintrepetasikan model dan memodifikasi model bagi model-model yang tidak memenuhi syarat pengujian yang dilakukan. (Hair et al., 1998), memberikan pedoman untuk mempertimbangkan perlu tidaknya sebuah model dimodifikasi yaitu dengan melihat jumlah residual yang dihasilkan oleh model. Batas suatu residual yaitu sebesar 5%. Bila jumlah residual lebih besar dari 5% dari semua residual kovarians yang dihasilkan, maka modifikasi perlu dipertimbangkan. Nilai residual cukup besar (2.58), maka cara lain untuk memodifkasi model (

modification indices

) dari nilai residual tersebut. Akan tetapi, perubahan suatu model harus dilakukan berdasarkan dasar yang ada.

Modifikasi model, Jika matriks kovarian/varian yang di estimasi oleh model tidak dapat mereproduksi matriks kovarian/varian sampel secara memadai, maka hipotesis-hipotesis dapat disesuaikan dan model dapat diuji ulang. Untuk menyesuaikan model, jalur-jalur baru ditambahkan dan yang lama dihilangkan. Dengan kata lain, parameter-parameter diubah dari tetap ke bebas atau sebaliknya.

Modifikasi model dapat dilakukan dengan menambahkan anak panah antar konstruk (juga bisa merupakan penambahan hipotesis) atau penambahan

dua anak panah antara indikator, yang juga harus didukung dengan teori yang kuat. Penilaian kelayakan model modifikasi dapat dibandingkan dengan model sebelum adanya modifikasi. Penurunan Chi-Square antara model sebelum modifikasi dengan model setelah modifikasi diharapkan lebih dari 3,84.

Modifikasi dapat dilakukan pada indikator dengan modification indeks terbesar. Artinya bahwa jika kedua indikator tersebut dikorelasikan (dengan dua anak panah) maka akan terjadi penurunan chi-square sebesar modification indeks (MI) sebesar angka tersebut.

Hasil Penelitian 1. Ukuran Sampel

Adapun besarnya sample dalam penelitian ini dilakukan secara purposive sampling, mengikuti kriteria dari peralatan analisis yang dipakai yaitu structural equation modeling (SEM). Dalam SEM, untuk memenuhi asumsi SEM yang mengsyaratkan sample antara 5-10 kali parameter yang diasumsi (Bentler & Chou, 1993) maka jumlah sampel umum digunakan adalah antara (5 x 21) sampai dengan (10 x 21) sampel antara 105 samapi dengan 210 orang, maka dalam hal ini penelitian akan mengambil sampel 154 pegawai negeri sipil (PNS) di Lingkup Pemerintah Kabupaten Konawe yang memenuhi syarat dalam hal ini adalah pegawai yang telah bertugas minial 2 tahun, untuk memilih teknik Maximum Likelhood Estimation (Ferdinand, 2005: 75).

Dalam penelitian ini menggunakan sample zise 153 orang Pegawai Negeri Sipil (PNS) di Lingkup Pemerintah Kabupaten Konawe, dengan demikian jumlah sampel yang digunakan dalam penelitian ini dapat dikatakan memenuhi ketentuan model persamaan struktural.

Setelah data terkumpul dan dilakukan tabulasi data maka langkah pertama dilakukan uji validitas dan realibilitas data. Uji validitas dan realibilitas digunakan untuk menetukan variabel oservasi atau indikator-indikator yang dapat memebntuk variabel laten melalui program SPSS versi 16.0.

2. Uji Validitas

Setelah kuisioner dikumpulkan dan dilakukan tabulasi, maka selanjutnya dilakukan uji validitas. Uji validitas ini dilakukan untuk melihat sejauh mana ketepatan dan kecermatan kuisioner dalam melakukan fungsinya sebagai alat ukur. Pengujian validitas alat ukur ini dilakukan dengan menggunakan internal consistencies, yaitu dengan mengkorelasikan nilai setiap butir pertayaan dengan menggunakan teknik Perason Product Moment Correlation.

Pembahasan hasil pengujian validitas penelitian ini dengan menggunakan teknik Perason Product Moment Correlation dapat dilihat pada Tabel 5.9. 3. Uji Reliabilitas

(8)

untuk melihat keandalan suatu alat ukur, auji reliabilitas ini dilakukan dengan menggunakan pendekatan koefisien Apha Conbach dengan cara membandingkan nilai Apha Conbach dengan angka 0,60. Kriteria pengujianya adalah, jika koefisien Apha Conbach lebih besar dari 0,60 dapat dikatakan reliabel. Berdasarkan hasil uji reliabilitas tersebut dapat diketahui bahwa semua variabel yang diteliti menunjukkan nilai Alpha Cronbach diatas nilai Cut of Value sehigga tidak dapat disangkal bahwa semua variabel penelitian ini adalah reliabel.

4. Uji Normalitas

Uji normalitas dilakukan dengan maksud untuk mengetahui apakah data yang dikumpulkan memiliki distribusi normal atau tidak dalam penelitian ini, Arbuckle (1997) dalam Ferdinand (2002: 96) menyatakan bahwa jika nilai pada kolom c.r (critical ratio) ≤ ± 2,58, maka data dapat dikatakan bahwa tidak terdapat bukti distribusi data tidak normal.

Data mempunyai distribusi normal jika nilai critical ratio (c.r) skweness dibawah harga mutlak ± 2,58. Uji normalitas menggunakan metode univariante normlity dengan melihat koefisien indeks skew uivariante (kecondongan) dan indek skurtosis inivariante (tinggi-datar), data memenuhi syarat normalitas data jika koefisien indek skew univariante dan indek skurtosis multivariante berada diantara – 2,58 sampai ± 2,58.

Berdasarkan tabel diatas menunjukkan bahwa hasil output normalitas data. Pengujian normalitas data dilakukan dengan melihat nilai koefisien kurtosis mulativariat Arbuckle (1997) mengatakan bahwa jika nilai koefisien kurtosis mulativariat lebih kecil atau sama dengan 2,58 (≤ 2,58), maka data dapat dikatakan memiliki distribusi normal dan begitu pula sebaliknya. Uji normalitas dapat pula digunakan Dalil Limit Pusat (Central Limit Theorm)yaitu bilamana n (sample size) besar (> 100) maka statistik dari sampel tersebut akan mendekati distribusi normal, walaupun populasi dari mana sampel tersebut diambil tidak berdistribusi normal (Solimun, 2004:59). Sampel yang digunakan dalam penelitian ini sebesar 153, Pada tabel 5.11 sebagai hasil output normalitas data terdapat data yang melawati batas atau limit ketentuan ukuran normalitas data masing-masing adalah: X1.2 (-3,389), X2.1 (4,769), Y1.2 (-4,906), Y1.3 (3, 876) dan Y2.6 (3,363), dengan menggunakan Dalil Limit Pusat (Central Limit Theorm) (dalam Dedy T.S: 2009), dapat disimpulkan bahwa data yang digunakan dalam penelitian ini berdistribusi normal.

5. Uji Outliers

1).Univariante Outliers

Dengan menggunakan dasar bahwa kasus-kasus atau observasi-observasi yang mempunyai z-score ≥ 3,0 akan dikategorikan sebagai outlier, dan untuk sampel besar diatas 80 observasi, pedoman evaluasi adalah nilai ambang batas dari z-score itu berada pada rentang 3 sampai 4 (Hair et al., 1995) dalam Augusty : 2005), oleh karena dalam penelitian ini dapat

dikategorikan penelitian dengan sampel besar yakni 153 responden yang berarti diatas 80 observasi, maka outlier terjadi jika z-score ≥ 4,0, berdasarkan tabel descriptive statistics (pada lampiran outlier) bahwa semua nilai yang telah distandarisasi dalam bentuk z-score mempunyai rata-rata sama dengan nol dengan standar deviasi sebesar satu, sebagaimana diteorikan (Augusty : 2005) dari hasil komputasi tersebut diketahui bahwa data yang digunakan dalam penelitian ini adalah bebas dari univariante outliers (lampiran 4) sebab tidak ada variabel yang mempunyai z-score diatas angka batas tersebut, batas minimum masing-masing Z-score -4,71268 (Z-score X1.3.2), Zscore 4,28429 (Zscore Y1.3.3), Zscore -4,65756 (score Y1.4.1) dan batas maksimum Z-score 2,94564 (Z-Z-score Ketergantungan).

2). Multivariante Outliers

Untuk menetukan apakah seluruh kasus (berbagai jawaban seorang responden) memunculkan outlier multivariat adalah dengan menghitung nilai batas berdasarkan pada nilai Chi-square pada derajat bebas sebesar jumlah variabel pada tingkat signifikasi 0,05

atau χ2 (14; 0,05). Kasus multivariant autliers terjadi

jika nilai mahalonubis distance lebih besar daripada nilai Chi-square hitung (Augusty : 2005).

Berdasarkan nilai Chi-square pada derajat bebas 18 (jumlah indikator) pada tingkat siginifikasi 0, 01 atau X2 (54, 0.01) = 81,06877197. Tampak dari hasil perhitungan dengan menggunakan AMOS versi 16.0 diperoleh nilai mahalanobis distance-squared minimal 14,903 pada mahalanobis ke-36 dan nilai maksimal sebesar 57,821 pada mahalanobis ke-7 (selanjutnya terdapat pada lampiran 6), maka dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat multivariat outliers.

Analisis Faktor Konfirmatory Utuk Masing-Mansing Variabel Laten

Confirmatory Factor Analisys digunakan untuk meneliti variabel-variabel yang mendefinisikan sebuah konstruk yang tidak dapat diukur secara langsung. Analisis atas indikator-indikator yang digunakan itu memberi makna atas label yang diberikan pada variabel-variabel laten atau konstruk lain yang dikonfirmasi.

a. Imbalan (X1)

Variabel observasi yang diajukan sebagai variabel Imbalan pada model awal yang terdiri dari Gaji Pokok (X1.1), Tunjangan (X1.2) dan Insentif (X1.3) dianalisis dengan CFA (Confirmatory Factor analisys).

Hasil uji konstruk variabel Imbalan (X1) dievaluasi berdasarkan goodness of fit. Dari evaluasi model yang duajukkan bahwa evaluasi terhadap konstruk secara keseluruhan menghasilkan nilai probability dibawah 0,05 atau nilai critical ratiolebih besar dari t tabel. Sehingga variabel yang digunakan dapat diamati dari nilai loading factor atau koefisien

(9)

Imbalan

mencerminkan masing-masing variabel untuk variabel Imbalan (X1).

b. Gaya Kepemimpinan (X2)

Variabel observasi yang diajukan sebagai variabel Gaya Kepemimpinan (X2) pada model awal yang terdiri dari Kepemimpinan Stuasional (X2.1), Transaksional (X2.2) dan Transformasional (X2.3) dianalisis dengan CFA (Confirmatory Factor analisys).

Hasil uji konstruk variabel Gaya Kepemimpinan (X2) dievaluasi berdasarkan goodness of fit. Dari evaluasi model yang duajukkan bahwa evaluasi terhadap konstruk secara keseluruhan menghasilkan nilai probabilitydibawah 0,05 atau nilai critical ratio lebih besar dari t tabel. Sehingga variabel yang digunakan dapat diamati dari nilai loading factoratau

koefisien lambda (λ) dan tingkat signifikannya yang

mencerminkan masing-masing variabel untuk variabel Gaya Kepemimpinan (X2).

c. Kepuasan Kerja (Y1)

Variabel observasi yang diajukan sebagai variabel Kepuasan Kerja (Y1) pada model awal yang terdiri dari Atasan (Y1.1), Rekan Kerja (Y1.2), Promosi (Y1.3), Kondisi Kerja (Y1.4) dan Pekerjaan itu Sendiri (Y1.5) dianalisis dengan CFA (Confirmatory Factor analisys).

Hasil uji konstruk variabel Kepuasan Kerja (Y1) dievaluasi berdasarkan goodness of fit. Dari evaluasi model yang duajukkan bahwa evaluasi terhadap konstruk secara keseluruhan menghasilkan nilai probabilitydibawah 0,05 atau nilai critical ratiolebih besar dari t tabel. Sehingga variabel yang digunakan dapat diamati dari nilai loading factor atau koefisien

lambda (λ) dan tingkat signifikannya yang

mencerminkan masing-masing variabel untuk variabel Kepuasan Kerja (Y1).

d. Kinerja PNS (Y2)

Variabel observasi yang diajukan sebagai variabel Kinerja PNS (Y2) pada model awal yang terdiri dari Kualitas Kerja (Y2.1), Kuantitas Kerja (Y2.2), Kreativitas (Y2.3), Pengetahuan Pekerjaan (Y2.4), Inisiatif (Y2.5), Ketergantungan (Y2.6) dan Kualitas Pribadi (Y2.7) dianalisis dengan CFA (Confirmatory Factor analisys).

Dari evaluasi model yang diajukkan bahwa evaluasi terhadap konstruk secara keseluruhan menghasilkan nilaiprobabilitydibawah 0,05 atau nilai critical ratiolebih besar dari ttabel. Sehingga variabel yang digunakan dapat diamati dari nilai loading factor

atau koefisien lambda (λ) dan tingkat signifikannya

yang mencerminkan masing-masing variabel untuk variabel Kinerja PNS (Y2).

Dari evaluasi model yang diajukkan bahwa evaluasi terhadap konstruk secara keseluruhan menghasilkan nilaiprobabilitydibawah 0,05 atau nilai critical ratiolebih besar dari ttabel. Sehingga variabel yang digunakan dapat disimpulkan bahwa masing-masing variabel yang dievaluasi adalah signifikan.

Pengaruh Imbalan (X1) dan Gaya kepemimpinan (X2) terhadap Kepuasan Kerja (Y1) dan Kinerja PNS (Y2) di Lingkup Pemerintah Kabupaten Konawe.

Setelah dilakukan pengujian confirmatory factor analisys (CFA) guna mengetahui indikator-indikator dan dimensi-dimensi yang dapat membentuk masing-masing variabel laten, maka selanjutnya dilakukan pengujian model lengkap yang menjelaskan pengaruh Imbalan (X1) dan Gaya kepemimpinan (X2) terhadap

Kepuasan Kerja (Y1) dan Kinerja PNS (Y2) di

Lingkup Pemerintah Kabupaten Konawe.

Adapun pengujian lengkap model SEM lengkap (goodness of fit index) yang akan diuji dengan menggunakan model persamaan struktural (Structural Equation Modelling), dimana kerangka pengujian dapat dilihat pada Gambar 5.5 ,dibawah ini :

Gambar 5.5

(10)

Tabel 5.15

Hasil Evaluasi Model SEM Goodness Of Fit Index

Kriteria Cut-off Value Hasil Model Evaluasi Model

Chi-Squared Diharapkan Kecil 232, 683 Besar (Tidak Fit)

Probabilitas ≥ 0, 05 0, 000 Fit

GFI ≥ 0, 90 0, 859 Marginal

AGFI ≥ 0, 90 0, 815 Tidak Fit

TLI ≥ 0, 95 0, 748 Tidak Fit

CFI ≥ 0, 95 0, 786 Tidak Fit

RMSEA ≤ 0, 08 0, 072 Fit

Sumber : Lampiran 6.

Hasil pengujian yang dilakukan dengan menggunakan software AMOS versi 16.0 dan pada tabel 5.15, diatas nampak bahwa Probabilitas dan RMSEA yang sudah fit, sedangkan GFI sudah marginal (mendekati fit). Dilain pihak Chi-squared, CFI, AGFI, TLI belum fit sehingga memerlukan

modofikasi. Berdasarkan pedoman pada modification indices, maka hasil pengujian termodifikasi dikemukakan pada Gambar 5.6 sebagai berikut :

Sedangkan evaluasi terhadap model termodifikasi (Modification Indices) ditampilkan pada Tabel 5.16 sebagai berikut :

Tabel 5.16

Hasil Evaluasi Modification Indices Goodness Of Fit Index

Kriteria Cut-off Value Hasil Model Evaluasi Model

Chi-Squared Diharapkan Kecil 93, 437 Fit

Probabilitas ≥ 0, 05 0, 299 Fit

GFI ≥ 0, 90 0, 491 Tidak Fit

AGFI ≥ 0, 90 0, 884 Marginal

TLI ≥ 0, 95 0, 976 Fit

CFI ≥ 0, 95 0, 987 Fit

RMSEA ≤ 0, 08 0, 022 Fit

Sumber : Lampiran 6.

Berdasarkan evaluasi terhadap model termodifikasi pada tabel 5.16 dapat dikatakan bahwa model yang dikembangkan dalam penelitian ini dapat diterima, karena cenderung sesuai dengan data. Hal ini ditandai oleh nilai Chi-Squared yang kecil/ fit yaitu sebesar 93, 437, probabilitas sebesar 0,299, GFI (perhitungan proporsi tertimbang varians dalam matriks covariance populasi yang di estimasi yaitu sebesar 0,491 dan nilai AGFI sebesar 0,884).

Sedangkan nilai hasil model untuk TLI, CFI, dan RMSEA masing-masing sebesar 0,976, 0,987 dan 0,022 yang berada diatas niali-nilai hasil model dapat dikatakan layak. Selanjutnya untuk pengujian hipotesis, maka dikemukakan koefisien jalur (standardized regression) pengaruh dari masing-masing antar variabel ditayankan pada tabel 5.17 sebagai berikut :

Tabel 5.17

Koefisien Jalur (Standardized Regression) Pengaruh Antar Variabel

Variabel Imbalan G. Kepemimp Kep. Kerja Kinerja PNS

L TL L TL L TL L TL

Kep. Kerja 0, 187 0, 000 0, 266 0, 000 0, 000 0, 000 0, 000 0, 000

Kinerja PNS -0,296 0, 057 0, 304 0, 082 0, 306 0, 000 0, 000 0, 000

(11)

Berdasarkan tabel 5.17 nampak bahwa terdapat pengaruh langsung yang positif variabel Imbalan terhadap variabel Kepuasan Kerja dengan koefisien jalur sebesar 0,187 (p = 0,056) atau < 0,05 adalah signifikan) dan pengaruh langsung positif antara Gaya Kepemimpinan terhadap variabel Kepuasan Kerja dengan koefisien jalur 0,266 (p = 0,041 < 0,05 adalah signifikan), pengaruh langsung yang negatif tapi signifikan antara variabel Imbalan terhadap Kinerja PNS dengan koefisien jalur -0,296 (p = 0,022 atau < 0,05 atau signifikan), begitupula pengaruh langsung yang positif variabel Gaya Kepemimpinan terhadap variabel Kinerja PNS yang signifikan dengan koefisien jalur 0,304 (p = 0,059 atau ≤ 0,05), serta pengaruh positif dan signifikan variabel Kepuasan Kerja terhadap variabel Kinerja PNS dengan koefisien jalur 0,306 (p = 0,057 atau < 0,05).

A. Pengujian Hipotesis

Berdasarkan hasil analisis hubungan kausalitas antar variabel sebagaimana yang dijelaskan pada tabel 5.17, maka pengujian hipotesis dapat dijelakan sebagai berikut :

1. Hipotesis 1 (H1)

Hasil analisis pada tabel 5.17 yang menunjukkan bahwa nilai koefisien jalur pengaruh positif antara variabel Imbalan (X1) terhadap Kepuasan Kerja (Y1) adalah sebesar 0,187 dengan nilai probabilitas sebesar 0,056 (p < 0,05) oleh karena itu hipotesis 1 menyatakan bahwa diduga ada pengaruh yang sigifikan antara variabel Imbalan (X1) terhadap Kepuasan Kerja (Y1) dapat diterima karena terbukti kebenaranya.

2. Hipotesis 2 (H2)

Hasil analisis pada tabel 5.17 yang menunjukkan bahwa nilai koefisien jalur pengaruh negatif antara variabel Imbalan (X1) terhadap Kinerja PNS (Y2) adalah sebesar -0,296 dengan nilai probabilitas sebesar 0,022 (lebih kecil dari p < 0,05) oleh karena itu hipotesis 2 menyatakan bahwa diduga ada pengaruh negatif yang sigifikan antara variabel Imbalan (X1) terhadap Kinerja PNS (Y2) hal ini dapat diduga dikarenakan karakteristik jawaban responden sehingga terjadi hubungan yang negatif dan signifikan.

3. Hipotesis 3 (H3)

Hasil analisis pada tabel 5.17 yang menunjukkan bahwa nilai koefisien jalur pengaruh positif antara variabel Gaya Kepemimpinan (X2) terhadap Kepuasan Kerja (Y1) adalah sebesar 0,266 dengan nilai probabilitas sebesar 0,041 atau p < 0,059) oleh karena itu hipotesis 3 menyatakan bahwa diduga ada pengaruh yang sigifikan antara Gaya Kepemimpinan (X2) terhadap Kepuasan Kerja (Y1) dapat diterima karena terbukti kebenaranya

4. Hipotesis 4 (H4)

Hasil analisis pada tabel 5.17 yang menunjukkan bahwa nilai koefisien jalur pengaruh positif antara variabel Gaya Kepemimpinan (X2) terhadap Kinerja

PNS (Y2) adalah sebesar 0,304 dengan nilai probabilitas sebesar 0,059 ( p < 0,05) oleh karena itu hipotesis 4 menyatakan bahwa diduga ada pengaruh langsung yang sigifikan antara variabel Gaya Kepemimpinan (X2) terhadap Kinerja PNS (Y2) sehingga dapat diterima karena terbukti kebenaranya. 5. Hipotesis 5 (H5)

Hasil analisis pada tabel 5.17 yang menunjukkan bahwa nilai koefisien jalur pengaruh positif antara variabel Kepuasan Kerja (Y1) terhadap Kinerja PNS (Y2) adalah sebesar 0,306 dengan nilai probabilitas sebesar 0,057 (p < 0,05) oleh karena itu hipotesis 5 menyatakan bahwa diduga ada pengaruh yang sigifikan antara variabel Kepuasan Kerja (Y1) terhadap Kinerja PNS (Y2) dapat diterima karena terbukti kebenaranya.

B. Pembahasan Hasil Penelitian

Berdasarkan analisis hasil penelitian yang telah dialkukan pada Bab 5, maka langkah selanjutnya adalah pembahasan terhadap hasil analisa tersebut. Pembahsan dilakukan dengan melihat hubungan kausalitas yang terjadi sebagai pembuktian hipotesis yang dikemukakan pada penelitian ini. Teori-teori maupun hasil penelitian empirik yang telah dilakukan peeliti terdahulu akan digunakan dalam melakukan pembahsan hasil peneitian, dengan melihat apakah teoti atau hipotesis dalam penelitian tersebut mendukung atau bertentangan dengan hasil pengujian hipotesis dalam penelitian ini. Selanjutnya akan dikemukakan keterbatasan-keterbatasan yang dimiliki peneliti dalam penelitian kali ini untuk dijadikan dasar bagi peneliti-peneliti lain dalam melakukan penelitian sejenis.

a. Hasil Pengukuran Faktor

Tabel 5.12 menunjukkan bahwa variabel laten eksogen pertama adalah Imbalan (X1) yang dapat

diukur dengan indikator-indikator : Gaji Pokok (X1.1),

Tunjangan (X1.2) dan Insentif (X1.3), hal ini dapat

dilihat hasil pengujian confirmatory factor analisys yang menunjukkan bahwa nilai loading factor dari indikator tersebut adalah 0,509, 0,871, dan 0,417 dengan tingkat probabilitas ≥ 0, 05, hal ini menunjukkan bahwa ketiga variabel observasi yang diangkat dalam penelitian ini memenuhi syarat untuk dipakai dalam membentuk/ mengukur variabel laten eksogen Imbalan (X1).

Dari hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa Imbalan (X1) dapat dinilai berdasarkan indikator-indikator tersebut seperti Gaji Pokok (X1.1), Tunjangan (X1.2) dan Insentif (X1.3).

(12)

Variabel laten eksogen kedua adalah Gaya Kepemimpinan (X2) pada tabel 5.13 Gaya Kepemimpinan dapat diukur dengan tiga indikator yaitu Situasional (X2.1), Transaksional (X2.2) dan Transaksional (X2.3) hal ini dapat dilihat hasil pengujian confirmatory factor analisys yang menunjukkan bahwa nilai loading factor dari indikator tersebut adalah 0,568, 0,379, dan 0,598 dengan tingkat probabilitas ≥ 0,05, hal ini menunjukkan bahwa ketiga variabel observasi yang diangkat dalam penelitian ini memenuhi syarat untuk dipakai dalam membentuk/ mengukur variabel laten eksogen Gaya Kepemimpinan (X2).

Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Jok Haedar Sarira (2009), Untung Haryono (2008) dan Ramlan Ruvendi (2005), yang menyimpulkan terdapat pengaruh yang signifikan terhdap kepuasan kerja dan kinerja pegawai.

Variabel laten endogen pertama adalah Kepuasan Kerja (Y1) pada tabel 5.15 Kepuasan Kerja dapat diukur dengan lima indikator yaitu Atasan (Y1.1), Rekan Kerja (Y1.2), Promosi (Y1.3), Kondisi Kerja (Y1.4) dan Pekerjaan Iut Sendiri (Y1.5), hal ini dapat dilihat hasil pengujian confirmatory factor analisys yang menunjukkan bahwa nilai loading factor dari indikator tersebut adalah 0,353, 0,979, 0,650, 0,189 dan 0,212 dengan tingkat probabilitas ≥ 0,05, hal ini menunjukkan bahwa ketiga variabel observasi yang diangkat dalam penelitian ini memenuhi syarat untuk dipakai dalam membentuk/ mengukur variabel endogen Kepuasan Kerja (Y1).

Penelitian ini sejalan dengan penelitian telah dilakukan sebelumnya oleh Zulkifli (2009) dan Irwansyah (2009), yang menyimpulkan terdapat pengaruh yang signifikan terhadap kinerka pegawai.

Selanjutnya variabel endogen kedua adalah Kinerja PNS (Y2) pada tabel 5.164 Kinerja PNS dapat diukur dengan tujuh indikator yaitu Kualitas Kerja (Y2.1), Kuantitas Kerja (Y2.2), Kreativitas (Y2.3), Pengetahauan Pekerjaan (Y2.5), Ketergantungan (Y2.6) dan Kualitas Pribadi (Y2.7), hal ini dapat dilihat hasil pengujian confirmatory factor analisys yang menunjukkan bahwa nilai loading factor dari indikator tersebut adalah 0,652, 0,714, 0,629, 0,667, 0,367, 0,211 dan 0,437 dengan tingkat probabilitas ≥ 0,05, hal ini menunjukkan bahwa ketiga variabel observasi yang diangkat dalam penelitian ini memenuhi syarat untuk dipakai dalam membentuk/ mengukur variabel endogen Kinerja PNS (Y2).

Penelitian ini mendukung hasil penelitian yang telah dilakukan oleh Fresh Am Kurniawan (2009), dimana hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang positif dan signifikan antara kepuasan kerja dengan kinerja karyawan/ pegawai.

Pengaruh Imbalan (Y1) Terhadap Kepuasan Kerja (Y1) dan Kinerja PNS (Y2)

Hasil pengujian tesis ini sejalan dengan penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Ramlan Ruvendi (2005:

17-26). Hal ini menunjukkan bahwa ada konsistensi pengujian model penelitian. Penulis berpendapat bahwa Sumber daya manusia merupakan bagian penting dalam pencapaian tujuan organisasi, baik itu perusahaan besar ataupun kecil. Suatu perusahaan memiliki peralatan yang modern dengan teknologi tinggi, manusia merupakan motor penggerak, tanpa manusia suatu perusahaan tidak akan berfungsi. Tujuan memahami dan mempelajari manajemen sumber daya manusia sebagai suatu pengetahuan yang diperlukan untuk memiliki kemampuan analisa dalam menghadapi masalah-masalah manajemen sumber daya manusia khususnya di bidang organisasi.

Imbalan dapat digunakan sebagai alat untuk memotivasi karyawan untuk meningkatkan prestasi kerja mereka dan merangsang para karyawan untuk berperan aktif dalam peran pencapaian tujuan perusahaan. Selain itu, Imbalan merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi produktivitas kerja karyawan. Imbalan (X1) sesuatu yang diterima pegawai sebagai balas jasa atas prestasinya kepada perusahaan/ instansi dalam melaksanakan pekerjaannya. imbalan sangat mempengaruhi Kinerja PNS (Y2) melalui kepuasan kerja PNS (Y1) di lingkup Pemerintah Kab. Konawe. Hal ini sejalan dengan dimensi indicator yang dikembangkan oleh Gary Dessler (20003:349-350) dan Nawawi (2003:325). Indikator pengukurannya adalah Gaji Pokok (X1.1), Tunjangan (X1.2) serta Insentif (X1.3)

Dari tabel 5.17, dapat disimpulkan bahwa Imbalan (X1) sangat berpengaruh terhadap Kepuasan Kerja (Y1) dan Kinerja PNS (Y2) dengan koefisien jalur masing-masing sebesar 0,187 dan -0,296 dengan tingkat signifikan pada p < 0,05 atau pada tingkat signifikan p = 0,056 dan p = 0,022. Hal ini menujukkan bahwa hipotesis keduanya (H1 dan H2) yang menyatakan bahwa Imbalan (X1) sangat berpengaruh terhadap Kepuasan Kerja (Y1) dan Kinerja PNS (Y2), oleh karena itu hipotesis tersebut dapat diterima. Hal ini sejalan dengan penetian terdahulu yang dilakukan oleh Ramlan Ruvendi (2005).

Imbalan adalah segala sesuatu yang diterima para pegawai sebagai balas jasa untuk kerja mereka (Handoko,2003:114-118), Jadi melalui imbalan tersebut pegawai dapat meningkatkan prestasi kerja, motivasi dan kepuasan kerja serta meningkatkan kebutuhan hidupnya.

(13)

mempunyai nilai probabilitas 0,059 atau p < 0,05 oleh karena itu hipotesis ini dapat diterima. Peneitian ini sejalan dengan penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Jok Haedar Sarira (2009), yang berkesimpulan bahwa gaya kepemimpinan mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap kinerja pegawai.

Pada perkembangannya Kabupaten Konawe sangat membutuhkan seorang pemimpin yang visioner untuk lebih meluangkan waktunya dalam berfikir untuk perkembangan dan kemajuan daerah ini melalui peningkatan perubahan perilaku aparatur bawahan untuk mengoptimalkan dan performance kinerja pegawai negeri sipil (PNS) di lingkup Pemerintah Kabupaten Konawe sebagai jawaban pelaksanaan Undang-undang otonomi daerah saat ini.

Dari hasil kajian penelitian ini disarankan kepada pimpinan daerah untuk melakukan perubahan gaya kepemimpinan yang ada, hal ini dari tinjauan sejarah (history) lahirnya Konawe yang saat ini menjadi daerah otonom atau Kabupaten Konawe ada banyak pergeseran nilai-nilai kultural sebagai instrumen dalam mengolola pemerintahan seperti yang telah di mulai oleh Raja-raja sebagai pemimpin daerah ini yang telah melahirkan dan meletakkan model dan gaya kepemimpinan yang dapat di ikuti oleh bawahannya atau pegawainya sebagai aparat pemerintah.

Penerapan sistem dan pemerintahan Siwole Mbatohu dan Pitu Dula Watu, penyelenggaraan administrasi Pemerintahan Kerjaan yang dipimpin oleh Tebawo dapat berjalan dengan lancar dan mampu menciptakan stabilitas keamanan Kerajaan Konawe. Siwole Mbatohu mempunyai beberapa peranan dalam mengatur Sistem Keamanan Kerajaan Konawe pada saat itu.

Untuk itulah peneliti berpendapat bahwa Kabupaten Konawe khususnya di Lingkup Pemerintah Kab. Konawe sangat membutuhkan seorang pemimpin yang memeliki gaya kepemimpinan yang transformasional dimana hal ini diperkuat dengan jawaban responden yang menyatakan sangat setuju (SS) 41 atau 27%, jawaban setuju (S) 62 atau 40,7%, dengan gaya kepemimpinan yang transformasional akan mampu mempengaruhi sikap, persepsi, dan perilaku pegawai di mana terjadi peningkatan kepercayaan kepada pemimpin, kepuasan kerja dan kinerja pegawai serta mampu mengurangi sejumlah konflik yang sering terjadi dalam selama ini.

Pengaruh Kepuasan Kerja (Y1) Terhadap Kinerja PNS (Y2).

Hasil penelitian tesis ini sejalan dengan penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Fresh Am Kurniawan (2009: 26-30). Hasil pengujian tesis ini membuktikan bahwa Kepuasan Kerja (Y1) dapat berpengaruh terhadap Kinerja PNS (Y2).

Berdasarkan pada tabel 5.17 menunjukkan bahwa Kepuasan Kerja (Y1) berpengaruh terhadap Kinerja PNS (Y2) dimana memiliki koefisien jalur sebesar 0,306 dengan tingkat signifikan pada p < 0,05 atau

pada tingkat signifikan p = 0,057. Hal ini menujukkan bahwa hipotesis tersebut (H5) yang menyatakan bahwa Kepuasan Kerja (Y1) berpengaruh terhadap Kinerja PNS (Y2), oleh karena itu hipotesis ini dapat diterima dimana hubungan secara langsung antara kepuasan kerja dengan kinerja adalah positif. Korelasi antara keterlibatan pegawai dengan dengan kepuasan kerja yang positif.

Penelitian ini sejalan dengan peneliti terdahulu yang menyatakan bahwa kepuasan kerja sangat berpengaruh positif terhadap kinerja karyawan/ pegawai, Fresh Am Kurniawan (2009: 26-30).

Kontribusi Hasil Penelitian

Berdasarkan hasil analisis data pembahasan hasil penelitian, maka kontribusi terhadap teori dan kajian empiris penelitian ini sebagai berikut :

Kontribusi Teoritis

Hasil penelitian ini terdapat beberapa hubungan kausal yang dibangun dari teori dan hasil beberapa peneliti terdahulu, teori yang dimaksud adalah teori Imbalan yang terdiri dari Gaji Pokok, Tunjangan, Insentif yang diadopsi dan dikembangkan dari Gary Dessler (2003:349-350) dan Nawawi (2003:325).

Hasil penelitian ini mendukung teori kepemimpinan bahwa gaya kepemimpinan mempunyai berpengaruh signifikan terhadap kepuasan kerja khususnya gaya kepemimpinan transformasional sangat dibutuhkan untuk saat ini (Otonomi Daerah). Hasil analisis membuktikan bahwa adanya perubahan paradigma model dan gaya kepemimpinan ke gaya kepemimpinan transformasional dapat meningkatkan keouasan pegawai, hasil penelitian ini mendukung penelitian terdahulu dan teori yang diadopsi dari Hersey and Blancard (1979), Bass (1985) dan Burns (1978) dalam Bass (1985).

Hasil penelitian mendukung teori yang dikembangkan Heidjrachman & Husnan (2002), Menurut Loeke (dalam Sule, 2002); bahwa kepuasan kerja pegawai dapat mempengaruhi secara langsung terhadap kinerja pegawai hal ini sesuai dengan hasil penelitian yang telah dikembangkan dari teori yang telah dilakukan oleh peneliti terdahulu.

Hasil penelitian mendukung teori yang menyatakan bahwa kinerja pegawai khususnya PNS dilingkup pemerintah dapat diukur selain dari system pengukuran pegawai dengan pendekatan DP3, penelitian ini telah menghasilkan hasil yang singnifikan tentang pengukuran kinerja PNS dengan pengukuran melalui pengukuran dengan mengadopsi dan mengembangkan teori dari James A. F. Stoner dan R.E. Freeman (Dharma, 2001: 554).

(14)

kepemimpinan Situasional (X2.1), Tansaksional (X2.2) dan Transformasional (X2.3) bahwa kedua variable (X1 dan X2) dalam penelitian ini memberikan gambaran bahwa dalam rangka peningkatkan kinerja PNS dilingkup Pemerintah Kabupaten Konawe pegawai sangat dipengaruhi oleh kedua variable tesebut, dengan adanya system imbalan yang memadai dan memuaskan maka pegawai akan merasa puas terhadap pekerjaan dan tugas selam ini, begitupun dengan adanya gaya kepemimpinan yang dapat menyusaikan dengan kondisi saat ini (Otonomi Daerah) sehingga dengan perubahan paradigma berfikir pimpinan yang baik dan visioner juga akan memberikan kontribusi yang cukup signifikan dalam artian kinerja pegawai akan meningkat.

Sebuah visi kepemimpinan telah direncanakan pada awal pemerintahannya (periode awal setelah dipilih dan ditetapkan berdasarkan undang-undang) adalah pernyataan yang secara relatif mendeskripsikan aspirasi atau arahan untuk masa depan pemerintahan. Dengan kata lain sebuah pernyataan visi harus dapat menarik perhatian tetapi tidak menimbulkan salah pemikiran. Agar visi sesuai dengan tujuan pemerintah secara umum maupun khusus atau rencana pembangunan yang telah direncanakan sebelumnya untuk keberlanjutan di masa mendatang, para pemimpin harus menyusun dan manafsirkan tujuan-tujuan bagi individu dan unit-unit kerja.

Sebagai pemimpin yang transformasional maka ruang lingkup peran hubungan yang melekat pada pemimpin tersebut meliputi peran pemimpin dalam pembentukan dan pembinaan tim-tim kerja; pengelolaan tata kepegawaian yang berguna untuk pencapaian tujuan organisasi; pembukaan, pembinaan dan pengendalian hubungan eksternal dan internal organisasi serta perwakilan bagi organisasinya dengan melihat tingkat ketersediaan sumber daya manusia saat ini (dominasi gol/ruang III dan tingkat pendidikan Sarjana) serta distribusi pegawai yang lebih didominasi pada unit-unit kerja atau SKPD (Badan, Dinas, Lembaga lainnya).

Dengan kepemimpinan transformasional dizaman modern ini, Kabupaten Konawe atau KONAWE yang pernah sukses dengan system pemerintahan dan penyelenggaraan administrasi pemerintahan yang berjalan dengan lancar dan mampu menciptakan stabilitas keamanan Kerajaan Konawe pada saat itu (Periode Zaman Lama (Abad X-XV) masa pemerintaha Ratu Wekoila (± 948–968) sampai pada masa pemerintahan Raja Mokole Lakidende I (± 1416–1448).

Temuan Hasil Penelitian

Berdasarkan hasil dan pembahasan tentang pengaruh imbalan dan gaya kepemimpinan terhadap kepuasan kerja dan kinerja PNS di Lingkup Pemerintah Kabupaten Konawe, hasil pengolahan data menunjukkan bahwa variabel Imbalan (X1) dengan

indikator Gaji Pokok (X1.1), Tunjangan (X1.2) dan Insentif (X1.3) dan variable Gaya Kepemimpinan (X2) dengan indikator gaya kepemimpinan Situasional (X2.1), Tansaksional (X2.2) dan Transformasional (X2.3) bahwa kedua variable (X1 dan X2) dalam penelitian ini memberikan gambaran bahwa dalam rangka peningkatkan kinerja PNS dilingkup Pemerintah Kabupaten Konawe pegawai sangat dipengaruhi oleh kedua variable tesebut, dengan adanya system imbalan yang memadai dan memuaskan maka pegawai akan merasa puas terhadap pekerjaan dan tugas selam ini, begitupun dengan adanya gaya kepemimpinan yang dapat menyusaikan dengan kondisi saat ini (Otonomi Daerah) sehingga dengan perubahan paradigma berfikir pimpinan yang baik dan visioner juga akan memberikan kontribusi yang cukup signifikan dalam artian kinerja pegawai akan meningkat.

Sebuah visi kepemimpinan telah direncanakan pada awal pemerintahannya (periode awal setelah dipilih dan ditetapkan berdasarkan undang-undang) adalah pernyataan yang secara relatif mendeskripsikan aspirasi atau arahan untuk masa depan pemerintahan. Dengan kata lain sebuah pernyataan visi harus dapat menarik perhatian tetapi tidak menimbulkan salah pemikiran. Agar visi sesuai dengan tujuan pemerintah secara umum maupun khusus atau rencana pembangunan yang telah direncanakan sebelumnya untuk keberlanjutan di masa mendatang, para pemimpin harus menyusun dan manafsirkan tujuan-tujuan bagi individu dan unit-unit kerja.

Sebagai pemimpin yang transformasional maka ruang lingkup peran hubungan yang melekat pada pemimpin tersebut meliputi peran pemimpin dalam pembentukan dan pembinaan tim-tim kerja; pengelolaan tata kepegawaian yang berguna untuk pencapaian tujuan organisasi; pembukaan, pembinaan dan pengendalian hubungan eksternal dan internal organisasi serta perwakilan bagi organisasinya dengan melihat tingkat ketersediaan sumber daya manusia saat ini (dominasi gol/ruang III dan tingkat pendidikan Sarjana) serta distribusi pegawai yang lebih didominasi pada unit-unit kerja atau SKPD (Badan, Dinas, Lembaga lainnya).

Dengan kepemimpinan transformasional dizaman modern ini, Kabupaten Konawe atau KONAWE yang pernah sukses dengan system pemerintahan dan penyelenggaraan administrasi pemerintahan yang berjalan dengan lancar dan mampu menciptakan stabilitas keamanan Kerajaan Konawe pada saat itu (Periode Zaman Lama (Abad X-XV) masa pemerintaha Ratu Wekoila (± 948–968) sampai pada masa pemerintahan Raja Mokole Lakidende I (± 1416–1448).

Gambar

tabel 5.15, diatas nampak bahwa Probabilitas dan

Referensi

Dokumen terkait

Laporan akhir ini disusun untuk memenuhi salah satu persyaratan dalam menyelesaikan pendidikan Diploma III di Jurusan Teknik Mesin Politeknik Negeri Sriwijaya

Sebagai insan intelektual yang berasal dari salah satu daerah di Indonesia yang terkenah dampak langsung beroperasinya perusahaan tersebut,penulis berminat untuk mengetahui

Animasi iklan sebuah produk merupakan suatu iklan animasi yang berisi tentang informasi barang / jasa, dengan animasi visualisasi dinamis yang dihasilkan Macromedia Flash MX 2004

Pengetahuan dan penambahbaikan yang disarankan hasil analisa daripada kajian susulan ini membantu mengintegrasikan pelbagai aspek (program dan kurikulum pelajar, sistem

Pada motor bensin, terdapat busi pada celah ruang bakar yang dapat memercikkan bunga api.. yang kemudian membakar campuran bahan bakar dan udara pada suatu titik tertentu

Dengan mengacu pada latar belakang masalah di atas maka akan disusun rumusan masalah yang akan di bahas dalam skripsi ini yaitu bagaimana merancang suatu sistem yang

Orang Betawi merasa kesulitan untuk menanggapi percakapan dengan bahasa yang digunakan pendatang. Mereka tetap menggunakan bahasa dan dialek Betawi ketika berkomunikasi

Saluran Lontar adalah saluran pembuang eksisting dari kawasan perumahan Graha Natura, sebelumnya limpasan air hujan ditampung di bosem terlebih dahulu sebelum dibuang ke saluran