• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENURUNAN CHEMICAL OXYGEN DEMAND COD PAD

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "PENURUNAN CHEMICAL OXYGEN DEMAND COD PAD"

Copied!
42
0
0

Teks penuh

(1)

TUGAS PUSTAKA

SHILDIA IRENE 140210110017

(2)

i

LEMBAR PENGESAHAN

JUDUL : PENURUNAN CHEMICAL OXYGEN DEMAND (COD)

PADA BERBAGAI MACAM LIMBAH MELALUI ELEKTROKOAGULASI

PENYUSUN : Shildia Irene

NPM : 140210110017

Setelah membaca tulisan ini dengan seksama, maka menurut pertimbangan saya telah memenuhi persyaratan ilmiah sebagai suatu tugas pustaka

Jatinangor, Desember 2014 Menyetujui,

Pembimbing

(3)

ABSTRAK

Perkembangan industri yang sangat pesat selain menghasilkan produk utama yang dapat mempengaruhi perekonomian global juga menghasilkan limbah yang mempengaruhi keseimbangan lingkungan. Limbah ini berbahaya karena mengandung bahan-bahan yang melampaui batas ambang yang telah ditentukan, seperti chemical oxygen demand (COD) yang tinggi, sehingga dibutuhkan teknologi pengolahan sebelum dibuang ke lingkungan. Elektrokoagulasi merupakan suatu metode untuk mengurangi atau menurunkan COD dalam limbah. Dalam kajian tugas pustaka ini, dijelaskan tentang penurunan COD dalam limbah cair pabrik kelapa sawit (LCPKS), limbah leachate, dan limbah industri susu melalui proses elektrokoagulasi dengan menggunakan elektrode aluminium pada berbagai nilai beda potensial dan lama elektrolisis. Berdasarkan penelitian elektrokoagulasi pada LCPKS oleh Nasution (2012), didapatkan beda potensial optimum yaitu 4 V dengan lama elektrolisis 8 jam dan efisiensi penurunan COD sebesar 87,5%. Penelitian elektrokoagulasi pada limbah industri susu yang dilakukan oleh Bazrafshan et al. (2012), didapatkan beda potensial optimum yaitu 60 V dengan lama elektrolisis 60 menit dan efisiensi penurunan COD mencapai 98,84%. Sedangkan penelitian elektrokoagulasi pada limbah leachate oleh Shivayogimath & Watawati (2013), didapatkan beda potensial optimum yaitu 9 V dengan lama elektrolisis 35 menit dan efisiensi penurunan COD mencapai 95,8%. Berdasarkan penelitian-penelitian tersebut di atas, dapat disimpulkan bahwa teknologi elektrokoagulasi dengan menggunakan elektrode aluminium merupakan salah satu metode yang mampu menurunkan COD berbagai macam limbah dengan efisiensi yang relatif besar pada beda potensial dan lama elektrolisis optimumnya.

(4)

iii ABSTRACT

The rapid development of the industry in addition to primary products that can affect the global economy also produces waste that affect the environment balance. This waste is dangerous because it contains materials that exceed a predetermined standard, such as high levels of chemical oxygen demand (COD), so it needs treatment before being discharged into the environment. Electrocoagulation is a method to reduce COD in the effluent. In this study, explained about the COD removal in palm oil mill effluent (LCPKS), leachate, and dairy wastewater through electrocoagulation process using aluminum electrodes at various of the applied voltage and electrolysis time. Based on the research of electrocoagulation in LCPKS by Nasution (2012), obtained the optimum applied voltage is 4 V with 8 hours electrolysis time and COD removal efficiency is 87.5%. Electrocoagulation in dairy wastewater by Bazrafshan et al. (2012), obtained the optimum applied voltage is 60 V with 60 minutes electrolysis time and COD removal efficiency reached 98.84%. While the electrocoagulation in leachate by Shivayogimath & Watawati (2013), obtained the optimum applied voltage is 9 V with 35 minutes electrolysis time and COD removal efficiency reached 95.8%. Based on the research results, it can be concluded that the electrocoagulation using aluminum electrodes is a method that can reduce the COD on various kinds of waste with relatively high efficiency in optimum applied voltage and electolysis time.

(5)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kehadirat Allah SWT dengan segala berkah, nikmat, serta karunia-Nya sehingga saya dapat menyelesaikan tugas pustaka yang berjudul “Penurunan Chemical Oxygen Demand (COD) pada Berbagai Macam Limbah

melalui Elektrokoagulasi”

Penyusunan tugas pustaka ini tidak akan dapat terlaksana tanpa adanya bantuan, bimbingan dan petunjuk dari berbagai pihak. Untuk itu dalam kesempatan ini, penyusun mengucapkan terima kasih kepada :

Dra. Yati B. Yuliyati, MS

Selaku dosen pembimbing tugas pustaka atas pengorbanan waktu, tenaga, dan pemikirannya.

Pada kesempatan ini pula, penyusun menyampaikanucapan terima kasih kepada: 1. Prof. Dr. Budi Nurani R., MS selaku dekan FMIPA Universitas

Padjadjaran.

2. Dr. rer. nat Iwan Hastiawan selaku Kepala Departemen Kimia FMIPA Universitas Padjadjaran.

3. Dr. Tri Mayanti selaku Kepala Program Studi S1 Departemen Kimia FMIPA Universitas Padjadjaran.

(6)

v

6. Keluarga tercinta Ayah, Ibu, Syifa, Faiz dan Nenek yang selalu memberikan dorongan semangat, dukungan, kasih sayang dan doa yang tidak pernah putus.

7. Sahabat – sahabat yang menemani dalam keadaan suka maupun duka, dan juga teman-teman ATOM 2011 tercinta.

8. Semua pihak atas segala bantuannya sehingga penyusun dapat menyelesaikan tugas pustaka ini.

Semoga segala kebaikan dan dukungan yang telah diberikan kepada penyusun mendapat balasan yang setimpal dari Allah swt.

Penyusun menyadari sepenuhnya bahwa dalam penyusunan tugas pustaka ini masih jauh dari sempurna dikarenakan masih terbatasnya ilmu, kemampuan serta pengetahuan yang penyusun miliki. Oleh karena itu penyusun mengharapkan adanya kritik dan saran yang membangun. Semoga tugas pustaka ini dapat bermanfaat dalam perkembangan ilmu pengetahuan.

Jatinangor, Desember 2014

(7)

DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN ... i

ABSTRAK ... ii

ABSTRACT ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR TABEL ... viii

DAFTAR GAMBAR ... ix

DAFTAR ISTILAH, SINGKATAN, DAN LAMBANG ... x

BAB I PENDAHULUAN ... 1

BAB II TINJAUAN UMUM ... 3

2.1 Limbah ... 3

2.2 Limbah Cair Pabrik Kelapa Sawit (LCPKS) ... 4

2.3 Limbah Leachate ... 5

2.4 Limbah Industri Susu ... 7

(8)

vii

2.6 Chemical Oxygen Demand (COD) ... 13

BAB III TINJAUAN KHUSUS ... 16 3.1 Elektrokoagulasi ... 16

3.1.1 Proses Elektrokoagulasi pada Limbah Cair Pabrik Kelapa Sawit, Limbah Leachate, dan Limbah Industri Susu ... 16

3.2 Pengaruh Beda Potensial terhadap Penurunan COD ... 19

3.2.1 Pengaruh Beda Potensial terhadap Penurunan COD pada Limbah Cair Pabrik Kelapa Sawit (LCPKS) ... 19

3.2.2 Pengaruh Beda Potensial terhadap Penurunan COD pada Limbah Leachate ... 21

3.2.3 Pengaruh Beda Potensial terhadap Penurunan COD pada Limbah Industri Susu ... 23

3.3 Pengaruh Lama Elektrolisis terhadap Penurunan COD ... 25

3.3.1 Pengaruh Lama Elektrolisis terhadap Penurunan COD pada Limbah Cair Pabrik Kelapa Sawit (LCPKS) ... 25

3.3.2 Pengaruh Lama Elektrolisis terhadap Penurunan COD pada Limbah Leachate ... 27

3.3.3 Pengaruh Lama Elektrolisis terhadap Penurunan COD pada Limbah Industri Susu ... 28

(9)

DAFTAR TABEL

(10)

ix

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2. 1 Mekanisme dalam proses elektrokoagulasi. ... 10 Gambar 2. 2 Elektrokoagulasi sistem batch (a) dan Elektrokoagulasi sistem flow

(b). ... 12 Gambar 3. 1 Pengaruh beda potensial terhadap penurunan COD pada keluaran

limbah Fat-Pit. ... 19 Gambar 3. 2 Pengaruh beda potensial terhadap penurunan COD pada limbah cair

keluaran kolam anaerobik. ... 20 Gambar 3. 3 Pengaruh beda potensial terhadap penurunan COD pada limbah

keluaran biogas ... 20 Gambar 3. 4 Pengaruh beda potensial pada penurunan COD (pH 5,8) . ... 22 Gambar 3. 5 Pengaruh beda potensial terhadap efisiensi penurunan polutan pada

limbah industri susu. ... 23 Gambar 3. 6 Pengaruh lama elektrolisis terhadap penurunan COD pada keluaran

limbah Fat-Pit. ... 25 Gambar 3. 7 Pengaruh lama elektrolisis terhadap penurunan COD pada limbah

cair keluaran kolam anaerobik ... 25 Gambar 3. 8 Pengaruh lama elektrolisis terhadap penurunan COD pada limbah

keluaran biogas. ... 26 Gambar 3. 9 Pengaruh lama elektrolisis pada penurunan COD (pH 5,8). ... 27 Gambar 3.10 Pengaruh lama elektrolisis terhadap penurunan COD pada limbah

(11)

DAFTAR ISTILAH, SINGKATAN, DAN LAMBANG

1. Anode : Kutub positif dari sel elektrolisis atau elektrode tempat terjadinya reaksi oksidasi.

2. BOD : Biological Oxygen Demand 3. COD : Chemical Oxygen Demand 4. DO : Dissolved Oxygen

5. Elektrode : Konduktor dari lempeng logam yang mengalirkan arus listrik yang memiliki jenis kutub positif (anode) dan kutub negatif (katode).

6. Elektrokimia : Ilmu yang mempelajari hubungan antara perubahan (reaksi) kimia dengan kerja listrik.

7. Elektrokoagulasi : Proses koagulasi atau penggumpalan dengan tenaga listrik melalui proses elektrolisis untuk mengurangi atau menurunkan ion-ion logam dan partikel dalam air. 8. Elektrolisis : Penguraian senyawa berbentuk larutan, lelehan, atau

cairan biasa oleh arus listrik yang mengalir melalui senyawa tersebut menggunakan elektrode.

9. Katode : Kutub negatif dari sel elektrolisis atau elektrode tempat terjadinya reaksi reduksi.

(12)

1 BAB I PENDAHULUAN

Saat ini Indonesia dan dunia sedang giat-giatnya melakukan pembangunan, salah satu diantaranya yaitu mendorong laju perekonomian melalui sektor industri. Perkembangan industri yang sangat pesat saat ini tentunya menghasilkan produk yang dapat mempengaruhi perekonomian global. Namun perkembangan industri ini juga menghasilkan limbah yang dapat mempengaruhi keseimbangan lingkungan.

Limbah adalah hasil samping dari proses produksi yang tidak digunakan dan dapat berbentuk benda padat, cair, gas, dan debu yang dapat menimbulkan pencemaran (Sami, 2012). Limbah cair industri menjadi ancaman serius, karena limbah tersebut dipastikan mencemari lingkungan khususnya air tanah dan dapat berfungsi sebagai media pembawa bibit penyakit.

(13)

Teknologi pengolahan telah banyak digunakan untuk menanggulangi bahaya dari limbah diantaranya dengan membran dan metode biologis, seperti biokoagulasi, proses lumpur aktif, dan bioreaktor aerobik. Namun karena karakteristik limbah yang terus berkembang, maka dibutuhkan teknologi pengolahan yang juga perlu ditingkatkan dan tentunya memerlukan biaya yang tinggi. Selain itu teknologi pengolahan tersebut juga dibutuhkan perlakuan tambahan sehingga kurang efisien.

Saat ini metode elektrokimia relatif lebih ekonomis dan memiliki efisiensi pemurnian yang lebih tinggi. Elektrokoagulasi merupakan metode elektrokimia yang sederhana dan efisien untuk pengolahan berbagai macam limbah. Metode ini sederhana, mudah dilakukan, dan menghasilkan padatan dalam jumlah kecil. Elektrokoagulasi merupakan proses koagulasi atau penggumpalan dengan tenaga listrik melalui proses elektrolisis untuk mengurangi atau menurunkan ion-ion logam dan partikel-partikel di dalam air.

(14)

3 BAB II

TINJAUAN UMUM

2.1 Limbah

Limbah adalah hasil samping dari proses produksi yang tidak digunakan dan

(15)

2.2 Limbah Cair Pabrik Kelapa Sawit (LCPKS)

Limbah cair pabrik kelapa sawit (LCPKS) adalah salah satu produk samping dari pabrik minyak kelapa sawit yang berasal dari kondensat dari proses sterilisasi, air dari proses klarifikasi, air hydrocyclone (claybath), dan air pencucian pabrik. LCPKS mengandung berbagai senyawa terlarut termasuk, serat-serat pendek, hemiselulosa dan turunannya, protein, asam organik bebas dan campuran mineral-mineral (Fatimah, 2012).

Limbah cair dari pabrik minyak kelapa sawit ini umumnya bersuhu tinggi 70-80oC, berwarna kecoklatan, mengandung padatan terlarut dan tersuspensi berupa koloid dan residu minyak dengan BOD dan COD yang tinggi. Jika limbah tersebut langsung dibuang ke perairan, maka sebagian akan mengendap, terurai secara perlahan, mengkonsumsi oksigen terlarut, menimbulkan kekeruhan, mengeluarkan bau yang tajam dan dapat merusak ekosistem perairan. Sebelum limbah cair ini dapat dibuang ke lingkungan terlebih dahulu harus diolah agar sesuai dengan baku mutu limbah yang telah ditetapkan (Fatimah, 2012).

(16)

gas metan 21 kali lebih berbahaya dari karbon dioksida dan metan merupakan salah satu penyumbang gas rumah kaca terbesar (Fatimah, 2012).

Tabel 2.1 Karakteristik Limbah LCPKS (Nasution, 2012).

Parameter Konstentrasi

(mg/L)

Unsur Konstentrasi (mg/L)

Lemak dan minyak 4.000-6.000 Potassium 2.270

Biochemical oxygen demand 25.000 Magnesium 615

Chemical oxygen demand 50.000 Kalsium 439

Total solid 40.500 Phospor 180

Suspended solids 18.000 Besi 46,5

Total volatile solids 34.000 Boron 7,6

Nitrogen total 750 Zinc 2,3

Ammoniacals nitrogen 35 Mangan 2,0

Tembaga 0,89

2.3 Limbah Leachate

Sampah padat di tempat pembuangan akhir (TPA) tidak hanya tersusun oleh komponen padatan, tetapi juga mengandung cairan sampah yang didalamnya terkandung zat-zat kimia, baik organik maupun anorganik serta sejumlah bakteri pathogen, yang disebut sebagai leachate (Purwanta, 2007).

(17)

yang terbentuk akibat masuknya air eksternal ke dalam timbunan sampah, melarutkan dan membilas materi-materi terlarut termasuk senyawa organik dan anorganik hasil proses dekomposisi (Purwanta, 2007).

Leachate tersebut merupakan cairan yang terbentuk oleh adanya air hujan yang merembes kedalam timbunan sampah, serta adanya kandungan air tanah yang tinggi. Aliran yang merembes ini akan menimbulkan aliran yang membawa bermacam-macam zat yang ada dalam sampah seperti nitrat, nitrit, metan, karbon dioksida, sulfat, sulfida, ammonia, air dan mikroorganisme (Purwanta, 2007). Proses dekomposisi secara alamiah pada awalnya menghasilkan nitrit, karbon dioksida dan air, sedangkan pasokan (supply) oksigen yang dilepaskan oleh mikroorganisme anaerobik akan membentuk senyawa lain seperti sulfat, ammonia dan nitrogen. Kualitas dan kuantitas leachate sangat bervariasi dan fluktuasinya secara langsung berkaitan dengan banyaknya curah hujan, komposisi/ karakteristik sampah, umur timbunan dan pola operasional di TPA (Purwanta, 2007).

(18)

Tabel 2.2 Karakteristik limbah leachate (Shivayogimath & Watawati, 2013)

tersuspensi, dan senyawa organik yang berbahaya. Komponen-komponen ini mengakibatkan tingginya kadar biological oxygen demand (BOD) dan chemical oxygen demand (COD) pada limbah industri susu. Limbah susu berwarna putih dan biasanya sedikit basa di alam dan menjadi asam cukup cepat karena fermentasi gula susu menjadi asam laktat. Efek pencemaran limbah susu dikaitkan dengan kebutuhan oksigen yang tinggi. Dekomposisi kasein yang mengarah pada pembentukan lumpur hitam tebal dan bau asam butirat yang kuat merupakan ciri pencemaran limbah susu (Shete & Shinkar, 2013).

(19)

seperti kasein, garam anorganik, dan juga deterjen dan pembersih yang digunakan untuk mencuci. Deterjen dan pembersih yang digunakan memiliki kandungan natrium yang tinggi dari penggunaan soda kaustik (Shete & Shinkar, 2013).

Industri susu adalah salah satu industri yang paling berpolusi, tidak hanya dalam hal volume limbah yang dihasilkan, tetapi juga karakteristiknya. Limbah yang dihasilkan sekitar 0,2-10 liter per liter susu olahan dengan rata-rata sekitar 2,5 liter air limbah per liter susu olahan. Volume, konsentrasi, dan komposisi limbah dalam industri susu tergantung pada jenis produk yang diproses, program produksi, metode operasi, desain pabrik pengolahan, tingkat pengelolaan air yang diterapkan, dan jumlah air yang digunakan. Industri susu menghasilkan berbagai jenis limbah termasuk: air limbah dari lini produksi (pembersihan peralatan dan pipa), air pendingin, air limbah domestik, air dadih asam dan manis. Limbah susu mengandung sejumlah besar konstituen susu seperti kasein, garam anorganik, deterjen dan pembersih yang digunakan untuk mencuci. Semua komponen ini berkontribusi terhadap besarnya nilai BOD dan COD yang melebihi standar yang telah ditetapkan (Shete & Shinkar, 2013).

(20)

Tabel 2.3 Karakteristik limbah industri susu (Bazrafshan et al., 2012).

Elektrokoagulasi merupakan metode pengolahan air secara elektrokimia dimana pada anode terjadi pelepasan koagulan aktif berupa ion logam (biasanya alumunium atau besi) ke dalam larutan, sedangkan pada katode terjadi reaksi elektrolisis berupa pelepasan gas hidrogen (Holt et al, 2004).

Prinsip dasar dari elektrokoagulasi ini merupakan reaksi reduksi dan oksidasi (redoks). Dalam suatu sel elektrokoagulasi, peristiwa oksidasi terjadi di elektrode (+) yaitu anode, sedangkan reduksi terjadi di elektrode (-) yaitu katode. Yang terlibat reaksi dalam elektrokoagulasi selain elektrode adalah air yang diolah yang berfungsi sebagai larutan elektrolit (Ardhani dan Ismawati, 2007).

(21)

yang umumnya terbuat dari besi atau aluminium. Dalam proses ini, tidak diperlukan penambahan koagulan kimia ataupun flokulan. Dengan demikian dapat mengurangi jumlah endapan yang harus dibuang. Teknik ini menggabungkan tiga proses utama yang saling bergantungan, yang beroperasi secara sinergis untuk menghilangkan polutan: elektrokimia, koagulasi dan hidrodinamika (Bazrafshan, et al., 2012).

Gambar 2. 1 Mekanisme dalam proses elektrokoagulasi (Holt et al., 2006).

(22)

proses elektrokoagulasi ini menghasilkan gelembung-gelembung gas, maka kotoran-kotoran yang terbentuk yang ada dalam air akan terangkat ke atas permukaan air. Flok-flok terbentuk ternyata mempunyai ukuran yang relatif kecil sehingga flok-flok yang terbentuk tadi lama-kelamaan akan bertambah besar ukurannya (Juriah, 2011).

Teknik elektrokoagulasi memiliki beberapa kelebihan yaitu peralatan sederhana dan mudah dioperasikan, prosesnya lebih mudah dan lebih cepat, tidak memerlukan bahan kimia tambahan, dan flok yang dihasilkan berukuran lebih besar dengan kandungan air yang lebih sedikit dan mudah dipisahkan secara cepat dengan filtrasi. Air limbah yang diolah dengan elektrokoagulasi jernih, tidak berwarna, dan tidak berbau. (Mollah et al., 2001).

(23)

Gambar 2. 2 Elektrokoagulasi sistem batch (a) dan Elektrokoagulasi sistem flow (b) (Siringo-ringo dkk., 2013).

2.5.1 Reaksi pada Katode

Pada katode akan terjadi reaksi reduksi terhadap kation (ion H+ dan ion-ion logam).

1. Ion H+ dari suatu asam dalam larutan akan direduksi menjadi gas hidrogen yang akan bebas sebagai gelembung-gelembung gas.

Reaksi : 2H+(aq) + 2e- → H2 (g)

2. Jika larutan mengandung ion-ion logam alkali dan alkali tanah, makan ion ini tidak dapat direduksi dari larutan. Oleh karena itu, yang akan mengalami reduksi adalah pelarut (air) dan terbentuk gas hidrogen (H2)

pada katode.

Reaksi : 2H2O(l) + 2e-→ 2 OH-(aq)+ H2 (g)

(24)

2.5.2 Reaksi pada Anode aluminium hidroksi (Al(OH)3 ), tetapi melalui beberapa tahap berdasarkan kondisi

keasaaman.

Al(s) + H2O(l)→ AlOH2+(aq) + H+ (aq)

AlOH2+(aq) + H2O(l) → Al(OH)2+(aq) + H+ (aq)

Al(OH)2+(aq) + H2O(l) → Al(OH)30(aq)+ H+ (aq)

Al(OH)30(aq) ) + H2O(l) → Al(OH)4-(aq)+ H+ (aq)

Kation bermuatan tinggi mendestabilisasi beberapa partikel koloid dengan membentuk polivalen polihidroksi komplek. Senyawa komplek ini mempunyai sisi yang mudah diadsorbsi, membentuk gumpalan (aggregates) dengan polutan.

Pelepasan gas hidrogen akan membantu pencampuran dan pembentukan flok (Mukimin, 2006).

2.6 Chemical Oxygen Demand (COD)

Chemical Oxygen Demand (COD) adalah jumlah oksigen yang diperlukan agar limbah organik di dalam air dapat teroksidasi melalui reaksi kimia. Limbah organik akan teroksidasi oleh kalium dikromat (K2Cr2O7) sebagai sumber oksigen

(25)

menjadi gas CO2 dan H2O serta sejumlah ion krom. Nilai COD merupakan ukuran

bagi tingkat pencemaran oleh bahan organik (Nurhasanah, 2009).

Prosedur pengujiannya dengan menambahkan larutan kalium dikromat yang sudah diketahui konsentrasinya, asam sulfat sebagai katalis, dan sampel ke dalam labu. Campuran tersebut direfluks (diuapkan dan dikondensasi) selama 2 jam. Berbagai senyawa organik akan dihilangkan pada pemanasan campuran kalium dikromat dan asam sulfat. Dengan reaksi (Hammer & Hammer, 2008):

CaHbOc + Cr2O72-(aq)+ H+(aq) CO2(g) + H2O(l) +Cr3+(aq)

Kuning Hijau

Untuk memastikan bahwa hampir semua zat organik habis teroksidasi maka zat pengoksidasi kalium dikromat masih harus tersisa sesudah direfluks. Kalium dikromat yang tersisa menentukan berapa besar oksigen yang telah terpakai untuk mengoksidasi seluruh senyawa organik (yang terurai dan sukar terurai). Sisa kalium dikromat tersebut ditentukan melalui titrasi dengan ferro ammonium sulfat menggunakan indikator difenilamin (DPA) dengan titik akhir titrasi yaitu perubahan warna dari biru keunguan menjadi hijau. Ion Fe beraksi dengan ion dikromat dengan reaksi (Hammer & Hammer, 2008):

6 Fe2+(aq) + Cr2O72-(aq) + 14 H+(aq) 6 Fe3+(aq) + 2 Cr3+(aq) + 7 H2O(l)

(26)

Penentuan COD dapat dihitung dengan menggunakan rumus (Hammer & Hammer, 2008):

� = � −�� . ���� . 8000

�� ��

Keterangan:

COD : Chemical oxygen demand (mg/L)

Vb : Volume fero amonium sulfat untuk mentitrasi larutan blanko (mL) Vs : Volume fero amonium sulfat untuk mentitrasi larutan sampel (mL) N FAS : Normalitas fero amonium sulfat (N)

(27)

3 BAB III

TINJAUAN KHUSUS

3.1 Elektrokoagulasi

Saat ini sudah banyak metode pengolahan limbah yang digunakan untuk mengurangi pencemaran lingkungan, salah satunya yaitu metode elektrokimia. Penggunaan arus listrik untuk pengolahan limbah telah dikenalkan pertama kali di Inggris pada tahun 1889. Beberapa tahun terakhir, metode elektrokimia dinilai relatif lebih ekonomis dan memiliki efisiensi pemurnian yang lebih tinggi. Menurut Holt et al. (2004), elektrokoagulasi merupakan metode pengolahan air secara elektrokimia dimana pada anode terjadi pelepasan koagulan aktif berupa ion logam (biasanya alumunium atau besi) ke dalam larutan, sedangkan pada katode terjadi reaksi elektrolisis berupa pelepasan gas hidrogen. Elektrokoagulasi juga telah diketahui dapat digunakan dalam proses pengolahan berbagai macam limbah, seperti limbah tekstil, limbah industri, limbah minyak bumi dan limbah rumah tangga.

3.1.1 Proses Elektrokoagulasi pada Limbah Cair Pabrik Kelapa Sawit, Limbah Leachate, dan Limbah Industri Susu

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Nasution (2012) dengan judul “Pengolahan LCPKS Keluaran Fat Pit, Kolam Anaerobik, dan Reaktor Biogas

(28)

berjudul “Treatment of Solid Waste Leachate by Electrocoagulation Technology” dan limbah leachate yang digunakan diambil dari Bagalkot Municipal Solid Waste (MSW), India. Kemudian Bazrafshan et al. melakukan penelitian elektrokoagulasi pada limbah indsutri susu yang diambil dari pabrik susu lokal di Iran (provinsi Sistan and Baluchestan) pada tahun 2012 dengan judul penelitian “Application of Electrocoagulation Process for Dairy Wastewater Treatment”

Pada proses elektrokoagulasi pada limbah LCPKS, leachate, dan limbah industri susu digunakan elektrode aluminium yang berperan sebagai sumber ion Al3+ di anode dan berfungsi sebagai sumber koagulan dalam proses

koagulasi-flokulasi yang terjadi di dalam sel tersebut. Sedangkan di katode terjadi reaksi

katodik dengan membentuk gelembung-gelembung gas hidrogen yang berfungsi

untuk menaikan flok-flok tersuspensi yang tidak dapat mengendap di dalam sel

(29)

Katode:

3H2O(l) + 3e-  3OH-(aq) + 3/2 H2(g)

Sehingga reaksi keseluruhannya yaitu :

Al(s) + 3H2O(l)  Al3+(aq) +3OH- (aq) + 3/2 H2(g)

Ion aluminium (Al3+) akan bereaksi dengan ion hidroksi (OH-) membentuk inti flok aluminium hidroksida (Al(OH)3).yang berfungsi sebagai koagulan untuk

proses koagulasi flokulasi yang terjadi pada proses selanjutnya di dalam sel

elektrokoagulasi. Setelah proses koagulasi-flokulasi ini selesai maka kontaminan kontaminan yang berada dalam air buangan dapat terpresipitasi dengan sendirinya (Nasution, 2012).

Reaksi sel merupakan hasil reaksi dari proses anodik dan katodik yang terjadi secara serentak, laju mol eqivalen yang sama pada masing-masing elektrode. Hasil reaksi sel yang terjadi sangat bervariasi. Dapat berupa bahan-bahan yang terlarut dan ion-ion terlarut seperti Al3+ dan OH− atau berupa bahan padatan yang tidak dapat larut seperti Al2O3, Al(OH)3, dan pembentukan H2. Berlangsungnya

proses reaksi elektrodik mengakibatkan terjadinya perubahan komposisi elektrolit terutama kenaikan pH karena adanya pelepasan OH− dan gas H2 pada reaksi

(30)

3.2 Pengaruh Beda Potensial terhadap Penurunan COD

3.2.1 Pengaruh Beda Potensial terhadap Penurunan COD pada Limbah Cair Pabrik Kelapa Sawit (LCPKS)

Nasution (2012) melakukan penelitian pada limbah LCPKS yang diambil dari limbah Fat-pit, limbah cair keluaran kolam anaerobik dan limbah keluaran biogas. Volume reaktor yang digunakan adalah 70 liter, pengaruh beda potensial terhadap penurunan COD diobservasi dalam waktu reaksi selama 1 hingga 8 jam di dalam reaktor. Elektrode yang digunakan adalah elektrode aluminium dengan tebal pelat 3 mm.

(31)

Gambar 3. 2 Pengaruh beda potensial terhadap penurunan COD pada limbah cair keluaran kolam anaerobik (Nasution, 2012).

Gambar 3. 3 Pengaruh beda potensial terhadap penurunan COD pada limbah keluaran biogas (Nasution, 2012).

(32)

Gambar 3.2 adalah grafik penurunan COD limbah anaerobik. Penurunan COD pada 4 V diperoleh 87,50% dalam waktu retensi 8 jam, pada 2 dan 3 V sebesar 62,39% dan 64,2% dengan waktu retensi yang sama (Nasution, 2012).

Gambar 3.3 adalah grafik penurunan COD pada 4 V adalah pengurangan paling besar yang terjadi bila dibandingkan dengan tegangan 2 dan 3 V. Pengurangan COD pada 4 V sebesar 81,18% dalam waktu retensi 8 jam, pada 2 dan 3 V sebesar 74,95 % dan 75 % dengan waktu retensi yang sama (Nasution, 2012).

Pengurangan COD semakin besar dengan peningkatan tegangan yang diberikan. Nilai tegangan yang lebih tinggi akan memberikan arus yang lebih besar kepada proses elektrokoagulasi. Dengan tingginya nilai arus akan meningkatkan reaksi dalam reaktor sehingga menghasilkan koagulan yang lebih banyak untuk melakukan pengendapan pengotor. Pengotor ini merupakan penyebab kandungan COD dalam limbah (Nasution, 2012).

3.2.2 Pengaruh Beda Potensial terhadap Penurunan COD pada Limbah Leachate

(33)

elekrokoagulasi dilakukan selama 40 menit dengan interval waktu analisis 5 menit.

Gambar 3. 4 Pengaruh beda potensial pada penurunan COD (pH 5,8) (Shaviyogimath & Watawati, 2013).

(34)

3.2.3 Pengaruh Beda Potensial terhadap Penurunan COD pada Limbah Industri Susu

Bazrafshan et al. (2012) melakukan penelitian pada limbah industri susu dengan proses elektrokoagulasi menggunakan electrode aluminium. Sampel yang digunakan sebanyak 2 liter dengan variasi beda potensial yang digunakan yaitu 10 V, 20 V, 30 V, 40 V, 50 V, dan 60 V dengan arus searah.

Tabel 3.1 Pengaruh proses elektrokoagulasi menggunakan elektrode aluminium pada parameter kualitas air limbah industri susu (Bazrafshan et al., 2012).

(35)

Tabel 3.1 dan Gambar 3.5 menunjukkan pengaruh beda potensial terhadap penurunan COD dan efisiensi penurunan polutan pada limbah industri susu pada pH 7,24. Efisiensi penurunan kadar polutan mencapai lebih dari 97% dalam waktu 60 menit pada beda potensial 10-60 V. Konsentrasi COD berkurang dari 6.114,25 mg/L menjadi 2.405,96 mg/L dengan efisiensi penurunan COD sebesar 60,6% pada beda potensial 10 V selama 60 menit. Sedangkan pada beda potensial 60 V dalam waktu yang sama yaitu 60 menit, konsentrasi COD berkurang menjadi 70,92 mg/L dengan efisiensi penurunan COD sebesar 98,8%. Efisiensi penurunan COD sebesar 60,65%, 77,25%, 81,29%, 88,85%, 89,37%, dan 98,84% pada beda potensial 10 V, 20 V, 30 V, 40 V, 50 V, dan 60 V. Tabel 3.1 menunjukkan semakin tinggi beda potensial yang digunakan dari 10 V ke 60 V, maka konsentrasi polutan pada limbah industri susu menurun (Bazrafshan et al., 2012). Beda potensial yang digunakan pada sistem elektrokoagulasi menentukan jumlah ion Al3+ yang dilepaskan dari elektrode dan jumlah koagulan yang dihasilkan. Dengan demikian, ion Al3+ lebih dapat larut ke dalam larutan, dan tingkat pembentukan Al(OH)3 meningkat. Selain itu, diketahui bahwa potensial

(36)

Semakin tinggi beda potensial, semakin tinggi efisiensi penurunan kadar polutan terutama penurunan konsentrasi COD (Bazrafshan et al., 2012).

3.3 Pengaruh Lama Elektrolisis terhadap Penurunan COD

3.3.1 Pengaruh Lama Elektrolisis terhadap Penurunan COD pada Limbah Cair Pabrik Kelapa Sawit (LCPKS)

Nasution (2012) melakukan penelitian pada limbah yang diambil dari limbah Fat-pit, limbah cair keluaran kolam anaerobik dan limbah keluaran biogas.

Gambar 3. 6 Pengaruh lama elektrolisis terhadap penurunan COD pada keluaran limbah Fat-Pit (Nasution, 2012).

(37)

Gambar 3. 8 Pengaruh lama elektrolisis terhadap penurunan COD pada limbah keluaran biogas (Nasution, 2012).

(38)

3.3.2 Pengaruh Lama Elektrolisis terhadap Penurunan COD pada Limbah Leachate

Gambar 3. 9 Pengaruh lama elektrolisis pada penurunan COD (pH 5,8) (Shaviyogimath & Watawati, 2013).

(39)

3.3.3 Pengaruh Lama Elektrolisis terhadap Penurunan COD pada Limbah Industri Susu

Gambar 3.10 Pengaruh lama elektrolisis terhadap penurunan COD pada limbah industri susu (Bazrafshan et al., 2012).

(40)

29 BAB IV KESIMPULAN

(41)

4

DAFTAR PUSTAKA

Ardhani, A.F dan Dwi Ismawati. 2007. Penanganan Limbah Cair Rumah Pemotongan Hewan dengan Metode Elektrokoagulasi. Skripsi Jurusan Teknik Kimia Fakultas Teknik Universitas Diponegoro. Semarang.

Bazrafshan, E., K.A Ownagh., and A.H. Mahvi. 2012. Application of Electrocoagulation Process Using Iron and Aluminum Electrodes for Fluoride Removal from Aqueous Environment. E-Journal of Chemistry. Iran.

Bazrafshan, E., Moein, H., Mostafapour, F.K. & Nakhaie, S. 2012. Application of Electrocoagulation Process for Dairy Wastewater Treatment. Hindawi Publishing Corporation Journal of Chemistry. Volume 2013. Article ID 640139.

Fatimah, N.F. 2012. Pengaruh Pengurangan Konsentrasi Trace Metal (Nikel dan Kobal) pada Pengolahan Limbah Cair Pabrik Kelapa Sawit secara Anaerobik Termofilik terhadap Produksi Biogas. Tesis Program Studi Magister Teknik Kimia Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara. Medan.

Hammer, M. J and M.J Hammer, Jr. 2008. Water and Wastewater Technology. Sixth Edition. Pearson Prentice Hall. New Jersey. 41.

Holt, P.K.., G.W Barton., and C.A Mitchell. 2004. The Future for Electrocoagulation as A Localised Water Treatment Technology. Chemosphere. Elsevier Ltd.

Holt, P.K.., G.W Barton., and C.A Mitchell. 2006. Electrocoagulation as A Wastewater Treatment. Department of Chemical Engineering, The University of Sydney. New South Wales.

Juriah. 2011. Penjernihan Air Sungai Menjadi Air Bersih dengan Elektrokoagulasi di Desa Air Hitam Kabupaten Labuhan Batu Utara. Skripsi Departemen Kimia FMIPA Universitas Sumatera Utara. Medan.

(42)

Mukimin, A. 2006. Pengolahan Limbah Industri Berbasis Logam Dengan Teknologi Elektrokoagulas Flotasi. Tesis Studi Ilmu Lingkungan Program Pascasarjana Universitas Diponegoro. Semarang.

Nasution, M. A. 2012. Pengolahan LCPKS Keluaran Fat Pit, Kolam Anaerobik, dan Reaktor Biogas dengan Elektrokoagulasi. Pusat Penelitian Kelapa Sawit. Medan.

Nurhasanah. 2009. Penentuan Kadar KOK (Kebutuhan Oksigen Kimia) Pada Limbah Cair Pabrik Kelapa Sawit, Pabrik Karet dan Domestik. Karya Ilmiah Universitas Sumatera Utara. Medan.

Purwanta, W. 2007. Tinjauan Teknologi Pengolahan Leachate di Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Sampah Perkotaan. Pusat Teknologi Lingkungan Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT). JAI Vol. 3 No. 1. Sami, M. 2012. Penyisihan COD, TSS, dan pH dalam Limbah Cair Domestik

dengan Metode Fixed-Bed Column Up Flow. Jurnal Reaksi (Journal of Science and Technology) Jurusan Teknik Kimia Politeknik Negeri Lhokseumawe Vol. 10 No.21, ISSN 1693-248X. Aceh.

Shete, B.S & Shinkar, N.P. 2013. Dairy Industri Wastewater Sources, Characteristics & Its Effects on Environment. International Journal of Current Engineering and Technology. ISSN 2777-4106.

Shivayogimath, C.B & Watawati, C. 2013. Treatment of Solid Waste Leachate by Electrocoagulation Technology. IJRET: International Journal of Research in Engineering and Technology eISSN: 2319-1163 pISSN: 2321-7308 Siringo-ringo, E. Ali Kusrijadi & Yayan, S. 2013. Penggunan Metode

Gambar

Tabel 2.1 Karakteristik Limbah LCPKS (Nasution, 2012).
Tabel 2.2 Karakteristik limbah leachate (Shivayogimath & Watawati, 2013)
Tabel 2.3 Karakteristik limbah industri susu (Bazrafshan et al., 2012).
Gambar 2. 1 Mekanisme dalam proses elektrokoagulasi (Holt et al., 2006).
+7

Referensi

Dokumen terkait

Beberapa dosis yang digunakan untuk mengetahui tanggapan terbaik dalam pertumbuhan dan produksi benih padi yaitu dosis pupuk yang digunakan petani (dosis pupuk

Terkait dengan media sebagai salah satu dampak kekerasan yang dilakukan anak, terdapat salah satu tayangan dari media televisi yang tengah digemari para pemirsa

Komunikasi keluarga yang diciptakan oleh masing-masing anggota keluarga dalam hal ini Ayah mertua dan istri yang tinggal di dalam satu rumah yang dapat membantu mantan

menggambarkan suatu hubungan atau perbandingan antar suatu jumlah tertentu dengan jumlah lain, dengan analisis rasio dapat di peroleh gambaran baik buruknya keadaan atau

 Bila si anak menampakkan 6 atau lebih gejala2 tsb dari satu atau dua daftar tsb dan bila gejala2 ini sering tampak dan terus bertahan selama 6 bln, maka dpt ditegakkan

Dapat disimpulkan bahwa faktor-faktor yang memiliki hubungan dengan preferensi masyarakat terhadap sekolah menengah atas negeri (SMAN) adalah faktor kondisi sekolah

Dari Gambar 3, secara keseluruhan hasil titer antibodi AI itik petelur fase grower di Kecamatan Gadingrejo diperoleh nilai yang bervariasi yaitu pada Desa Tulung Agung

organo del Poder Judicial ), vykdantis teismų administravimo funkciją (100 str.). Tarybos sprendimai gali būti skundžiami aukščiausiajam teismui. Taryba sava- rankiškai